Anda di halaman 1dari 61

PENYAKIT PADA MASA

KEHAMILAN
Keperawatan Maternitas II
Ns. Nurhayati, S.Kep., MNS
A. DIABETES MELITUS GESTASIONAL
(DM pada kehamilan)
 1 dari 10 wanita menderita diabetes
 Diabetes penyebab kematian wanita tertinggi no.9 di dunia
 Gangguan toleransi karbohidrat yang mengakibatkan kadar gula darah
meningkat, dan pertama kali diketahui pada saat hamil
 Diabetes Melitus pada Kehamilan dapat didiagnosis bila memenuhi satu
atau lebih kriteria berikut: Glukosa darah puasa ≥ 7.0 mmol/l atau 126
mg/dl dan Glukosa darah sewaktu ≥ 11.1 mmol/l atau 200 mg/dl
Patofisologi Diabetes Melitus Gestasional

 Diabetes gestasional terjadi akibat peningkatan hormon-hormon kehamilan


seperti kortisol, human placental lactogen, estrogen, dan progesteron yang dapat
meningkatkan resistensi insulin dan mengganggu fungsi sel-β pankreas. Selain
itu, terdapat keterlibatan hormon turunan jaringan adiposa yang mempengaruhi
kontrol gula dalam darah.
Faktor Risiko Diabetes Melitus Gestasional
 Usia saat hamil yang lebih tua (> 30 tahun)
 Kegemukan (Obese/overweight)
 Kenaikan berat badan yang berlebih pada saat hamil
 Riwayat DM di keluarga
 Riwayat DM pada kehamilan sebelumnya
 Riwayat stillbirth (kematian bayi dalam kandungan)
 Riwayat melahirkan bayi dengan kelainan kongenital
 Glukosuria (kadar gula berlebih dalam urin) saat hamil
 Riwayat melahirkan bayi besar (>4000 gram)
Etiologi Diabetes Melitus Gestasional

 Kelainan herediter: insufisiensi insulin dalam sirkulasi darah atau


konsentrasi gula darah tinggi, dan berkurangnya glikogenesis
sehingga menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan
hormonal pada penderita yang juga dipengaruhi oleh kehamilan
Manifestasi klinis Diabetes Melitus Gestasional

1. Poliuri (banyak kencing)


 Hal ini disebabkan karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing
2. Polidipsi (banyak minum)
 Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum
3. Polipagi (banyak makan)
 Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah
Manifestasi klinis Diabetes Melitus Gestasional

4. Penurunan berat badan


 Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa
sehingga tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari bagian tubuh
yang lain yaitu lemak dan protein. Karena tubuh yang terus merasakan
lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang
ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak.
5. Kesemutan
6. Pandangan kabur
7. Pruritus vulvae
8. Lemas dan ekas lelah
Komplikasi dan Risiko terkait Diabetes Melitus Gestasional

1. Pada ibu
 Preeklamsia/ Eklamsia
 Komplikasi proses persalinan
 Risiko DM tipe 2 di kemudian hari
 Hipoglikemia, terjadi pada enam bulan pertama kehamilan
 Hiperglikemia, terjadi pada kehamilan 20-30 minggu akibat resistensi insulin
 Infeksi saluran kemih
 Trauma persalinan akibat bayi besar
Komplikasi dan Risiko terkait Diabetes Melitus Gestasional

2. Pada bayi
 Makrosomia (ukuran bayi besar)
 Distosia bahu
 Kelainan kongenital
 Lahir prematur
 Pertumbuhan janin terhambat
 Hipoglikemia (GD rendah saat lahir)
 Hiperbilirubinemia (kuning setelah lahir)
 Hipokalsemia
 Abortus
Manajemen Risiko Diabetes Melitus Gestasional

1. Wanita hamil dengan faktor risiko


 Tes untuk mengetahui adanya DM tipe 2 yang tidak terdiagnosis sebelumnya pada kunjungan
antenatal pertama
2. Wanita hamil tanpa riwayat DM sebelumnya dan tanpa faktor risiko
 Tes untuk DM Gestasional pada usia kehamilan 24-28 minggu
3. Wanita dengan DM
 Skrining untuk DM yang persisten pada 6-12 minggu setelah melahirkan
4. Wanita dengan riwayat DM Gestasional
 Skrining untuk diabetes/prediabetes setiap 3 tahun
5. Wanita dengan riwayat DM Gestasional dan intoleransi glukosa (prediabetes)
 Intervensi gaya hidup dan pertimbangan pemberian metformin utk pencegahan
Tatalaksana Diabetes Melitus Gestasional

1. Non-farmakologis (Terkait gaya hidup)


 Terapi nutrisi medis (pengaturan diet)
 Aktivitas fisik
 Menjaga berat badan

2. Terapi Medis
 Insulin (Perlu disesuaikan dosisnya utk mencapai target gula darah)
 Metformin (Lebih dipilih terutama bila gula darah dapat terkontrol)
 Sulfonilurea (Meningkatan risiko hipoglikemia pada bayi, belum ada data
keamanan jangka panjang

Fokus terutama pada manajemen berat badan selama hamil


Pencegahan Diabetes Melitus Gestasional

 Penerapan pola hidup sehat dari sejak sebelum hamil: pengaturan


diet, perbanyak konsumsi serat (sayur & buah-buahan), selalu aktif
dan olahraga
 Penurunan berat badan bila overweight/obese
 Persiapan kehamilan yang baik: Usia kehamilan dan pemeriksaan
gula darah sebelum hamil
 Menjaga peningkatan berat badan selama hamil
Hal-hal yang harus perawat kaji pada pasien dengan Diabetes Melitus
Gestasional

 Usia: perlu diketahui kapan ibu dan berapa tahun ibu menderita Diabetes melitus,
karena semakin lama ibu menderita DM semakin berat komplikasi yang muncul
 Keluhan utama: biasanya ibu hamil dengan DM mengeluh mual, muntah,
penambahan berat badan berlebihan, polipdipsi, poliphagi, poluri, nyeri tekan
pada abdomen dan retinopati
 Riwayat penyakit keluarga: perlu dikaji apakah ada keluarga yang menderita DM,
karena DM bisa juga bersifat genetik
 Riwayat kehamilan sekarang: keluhan selama kehamilan, peningkatan berat
badan, IMT, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi
akibat mual muntah
 Riwayat antenatal care: kaji dimana tempat pelayanannya, berapa kali, perawatan serta
pengobatan yang didapat, pantau kepatuhan ibu dalam menjalani diet, kadar gula darah,
dan perawatan yang diberikan
 Pola aktivitas sehari-hari: Pola nutrisi (frekuensi makan; pasien dengan DM biasanya
mengeluh sering lapar dan haus), Pola eliminasi BAK (Kaji adanya poliuri atau sering
berkemih)
 Pola istirahat tidur: Kaji adanya gangguan pola tidur karena perubahan peran dan kaji
adanya kelelahan yang berlebihan
 Pola aktifitas dan latihan: aktivitas yang berlebih pada keadaan hipoglikemi dapat
menyebabkan rasa lapar meningkat, pusing, nyeri kepala, berkeringat, letih, lemah,
pernapasan dangkal dan pandangan kabur. Jika ini terjadi maka ibu akan rentan terhadap
cedera dan jika rasa lapar berlebih ini akan menyebabkan ketidakpatuhan diet ibu
B. HIPEREMESIS GRAVIDARUM
 66% wanita hamil trimester pertama mengalami mual
 44% wanita hamil trimester kedua mengalami mual
 Hiperemesis Gravidarum (HG) adalah suatu keadaan pada awal kehamilan (sampai
trisemester II) yang ditandai dengan rasa mual dan muntah berlebihan dalam waktu
relatif lama yang apabila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan
penurunan berat badan
Patofisiologi Hiperemesis Gravidrum

 Mual terjadi akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada trimester pertama
dan kedua. Hal ini mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk
keperluan energi tubuh. Karena okisidasi lemak yang tak sempurna, maka terjadilah ketosis
dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik, dan aseton dalam darah.
 Kekurangan volume cairan tersebut menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan
plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu, dehidrasi menyebabkan
hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat
makanan dan oksigen ke jaringan berkurang. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah
dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal menambah frekuensi muntah – muntah lebih banyak,
sehingga dapat merusak hati.
 Selain dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit dapat terjadi robekan pada selaput
lender esophagus dan lambung (Sindroma Mallory Weiss) dengan akibat perdarahan
gastrointestinal.
Etiologi Hiperemesis Gravidrum

 Faktor kehamilan: umumnya terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes


dan kehamilan ganda sehingga terjadi peningkatan kadar hormon estrogen dan HCG
(Human Chorionic Gonadrotropin) dalam serum
 Faktor organik: adanya perubahan metabollik akibat kehamilan serta resitensi yang
menurun dari pihak ibu terhadap perubahan yang terjadi, serta adanya alergi yang
merupakan salah satu respon dari jaringan ibu terhadap janin
 Faktor psikologis: rumah tangga yang kurang harmonis, kehilangan pasangan, takut
terhadap kehamilan dan persalinan, takut tak mampu menjalani peran sebagai ibu
 Faktor endokrin lainnya: hipertyroid, diabetes dan lain-lain
Manifestasi Klinis Hiperemesis Gravidrum

1. Stadium I
 Muntah terus menerus sehingga menimbulkan hal-hal sbb:
 Dehidrasi
 Nafsu makan berkurang
 Berat badan turun
 Mata cekung dan lidah kering
 Epigastrium nyeri karena asam lambung meningkat dan terjadi regurgitasi ke esophagus
 Nadi meningkat dan tekanan darah turun
 Frekuensi nadi sekitar 100 kali/menit
 Tampak lemah dan lemas
2. Stadium II
 Dehidrasi semakin meningkat akibatnya :
 Turgor kulit makin turun
 Lidah kering dan kotor
 Mata tampak cekung dan sedikit ikteris
 Kardiovaskuler: Frekuensi nadi semakin cepat > 100 kali/menit, Nadi teraba lemah karena
volume darah turun, Suhu badan meningkat, Tekanan darah turun
 Liver: Fungsi hati terganggu sehingga menimbulkan icterus
 Ginjal: Dehidrasi menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang yang menyebabkan Oliguria
dan Anuria. Terdapat timbunan benda keton aseton. Aseton dapat tercium dalam hawa
pernafasan.
 Kadang – kadang muntah bercampur darah akibat ruptur esofagus dan pecahnya mukosa
lambung pada sindrom mallory weiss.
3. Stadium III
 Keadaan umum memburuk
 Muncul sindrom mallory Weiss
 Keadaan kesadaran makin menurun hingga mencapai somnollen atau koma
 Terdapat ensefalopati werniche: Nistagmus dan Diplopia
 Gangguan mental
 Kardiovaskuler: Nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, dan temperatur meningkat
 Ginjal: Terdapat timbunan aseton yang makin tinggi dengan bau yang makin tajam.
Oliguria semakin parah dan menjadi anuria
Pencegahan Hiperemesis Gravidrum

 Memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang
fisiologik
 Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang
flsiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan
 Menganjurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi
lebih sering
 Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi anjurkan untuk makan roti
kering atau biskuit dengan teh hangat.
 Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan
 Makanan dan minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin
Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidrum

1. Obat – obatan
 Sedativa: Phenobarbital
 Vitamin: Vitamin B1, B6 atau B Kompleks
 Anti histamine: dramamin, avomin
 Anti emetik (pada keadaan lebih berat): Dislikomin hidrokloride atau khlorpromasine.
2. Isolasi
 Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara yang
baik, catat cairan yang keluar masuk
3. Terapi psikologik
 Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar, normal dan fisiologik.
Jadi tidak perlu takut dan khawatir. Yakinkan penderita bahwa mual muntah tersebut dapat
disembuhkan dan dihilangkan
4. Cairan parenteral
 Cairan yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan
fisiologis (2 – 3 liter/hari), dapat ditambah kalium dan vitamin (vitamin B komplek,
vitamin C)
 Bila kekurangan protein dapat diberikan asam amino secara intravena
 Bila dalam 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum membaik dapat diberikan
minuman dan lambat laun makanan yang tidak cair
5. Menghentikan kehamilan
 Bila keadaan memburuk dilakukan pemeriksaan medik dan psikiatrik
 Jika pasien mengalami komplikasi organis seperti delirium, takikardi, ikterus, anuria dan
perdarahan maka perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan
6. Diet
a. Diet hiperemesis I
 Diberikan pada hiperemesis stadium III
 Makanan yang diberikan berupa roti kering dan buah-buahan
 Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1— 2 jam sesudahnya
 Makanan ini kurang memenuhi zat – zat gizi kecuali vitamin C, sehingga hanya diberikan selama
beberapa hari
b. Diet hiperemesis II
 Diberikan bila rasa mual dan muntah mulai berkurang
 Secara berangsur mulai diberikan makanan yang bernilai gizi tinggi, terutama makanan yang
mengandung vitamin A dan D
 Minuman tidak diberikan bersama makanan
c. Diet hiperemesis III
 Diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan
 Minuman boleh diberikan bersama makanan
 Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali Kalsium
Hal-hal yang harus perawat kaji pada pasien dengan
Hiperemesis Gravidrum

 Keluhan utama: mual muntah yang hebat pada pagi hari atau setelah makan, nyeri
epigastrik, tidak nafsu makan, dan merasa haus
 Riwayat kehamilan saat ini: ada tidaknya gemeli, riwayat pemeriksaan antenatal, dan
komplikasi kehamilan
 Riwayat Kesehatan sekarang: riwayat awal kejadian dan lamanya mual dan muntah,
kaji warna dan volume, frekuensi dan kualitas muntah. Kaji juga faktor yg
memperberat dan memperingan keadaan, serta pengobatan apa yang pernah
dilakukan
 Riwayat medis sebelumnya: riwayat penyakit obstetric dan ginekologi, kolelithiasis,
gangguan tiroid, dan gangguan abdomen lainnya
 Riwayat sosial: terpapar penyakit yang mengganggu komunikasi, tercapainya pelayanan
antenatal, peran, tanggung jawab, pekerjaan, dll
 Riwayat diet: khususnya intake cairan
 Riwayat pembedahan: khususnya pada abdomen
 Integritas Ego: seperti konflik interpersonal keluarga, kesulitan ekonomi, dll
 Pola aktivitas sehari-hari : kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB
dan BAK), istirahat tidur, personal hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit
C. HIPERTENSI PADA KEHAMILAN
 Merupakan 5-15 % penyulit kehamilan
 Merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin
 Suatu kondisi dalam kehamilan dimana tekanan darah sistol diatas 140 mmHg dan
diastol diatas 90 mmHg atau adanya peningkatan tekanan sistolik sebesar 30 mmHg
atau lebih atau peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau lebih yang diukur dalam
dua keadaandalam jangka waktu 6 jam
Patofisiologi hipertensi pada kehamilan
 Hipertensi dalam kehamilan terjadi karena adanya vasokonstriksi arteriol, vasospasme
sistemik, dan kerusakan pembuluh darah yang merupakan karakteristik terjadinya
hipertensi dalam kehamilan
 Sirkulasi arteri terganggu karena adanya segmen yang menyempit dan melebar yang
berselang-seling. Kerja vasospastik tersebut merusak pembuluh darah akibat adanya
penurunan suplai darah dan penyempitan pembuluh darah. Apabila terjadi kerusakan pada
endotelium pembuluh darah, trombosit, fibrinogen, dan hasil darah lainnya akan
dilepaskan ke dalam interendotelium
 Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas albumin, dan
akan mengakibatkan perpindahan cairan dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler
yang terlihat secara klinis sebagai edema
Etiologi hipertensi pada kehamilan

 Penyebab hipertensi dalam kehamilan belum diketahui secara jelas, namun ada beberapa
faktor risiko yang berperan sbb:
 Primigravida
 Primipaternitas
 Hiperplasentosis (mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes melitus, hidrops fetalis,
bayi besar)
 Umur ibu hamil
 Riwayat keluarga pernah pre eklampsia/ eklampsia
 Riwayat penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
 Obesitas
Manifestasi klinis hipertensi pada kehamilan

 Spasme pembuluh darah ibu serta sirkulasi dan nutrisi yang buruk dapat mengakibatkan
kelahiran dengan berat badan dan kelahiran prematur
 Mengalami hipertensi diberbagai level
 Protein dalam urin berkisar dari +1 hingga +4
 Gejala neurologi seperti pandangan kabur, sakit kepala dan hiper refleksia mungkin akan
terjadi
 kemungkinan akan mengalami nyeri perut di kuadran kanan atas
 Meningkatnya enzim hati hingga berpotensi gagal hati
 Jumlah trombosit menurun
Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan

1. Hipertensi kronik
 Hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang
pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap
sampai 12 minggu pasca persalinan
2. Preeklamsi
 Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria
3. Eklamsi
 Preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang sampai dengan koma
4. Hipertensi kronik dengan superposed
 Hipertensi kronik di sertai tanda-tanda preeklamsi atau hipertensi kronik disertai
proteinuria
Penatalaksanaan hipertensi pada kehamilan

a. Hipertensi ringan
 Kondisi ini dapat diatasi dengan berobat jalan
 Anjurkan pasien untuk menurunkan gejala klinis dengan tirah baring 2x2 jam/hari dengan
posisi miring untuk mengurangi darah ke vena kava inferior, untuk meningkatkan
peredaran darah menuju jantung dan plasenta sehingga menurunkan iskemia plasenta,
menurunkan tekanan darah, meningkatkan aliran darah menuju ginjal dan meningkatkan
produksi urin
 Anjurkan pasien untuk segera berobat jika terdapat gejala kaki bertambah berat (edema),
kepala pusing, gerakan janin terasa berkurang dan mata makin kabur
b. Hipertensi Berat
 Dalam keadaan gawat, segera masuk rumah sakit, istirahat dengan tirah baring ke satu sisi
dalam suasana isolasi
 Pemberian obat-obatan untuk menghindari kejang (anti kejang), antihipertensi, pemberian
diuretik, pemberian infus dekstrosa 5%, dan pemberian antasida

c. Hipertensi kronis
 Pengobatan untuk hipertensi kronis adalah di rumah sakit untuk evaluasi menyeluruh,
pemeriksaan laboratorium lengkap serta kultur, pemeriksaan kardiovaskuler pulmonal
(foto thorax, EKG, fungsi paru)
Komplikasi hipertensi pada kehamilan
1. Komplikasi pada ibu:
 Eklampsia
 Pre eklampsia berat
 Solusio plasenta
 Gangguan pada ginjal
 Perdarahan subkapsula hepar
 Gangguan pada pembekuan darah
 Sindrom HELLP (hemolisis, elevated, liver, enzymes, dan low platellet count)
 Ablasio retina
2. Komplikasi pada janin :
 Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus
 Kelahiran prematur
 Asfiksia neonatorum
 Kematian janin dalam uterus
 Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
Pemeriksaan diagnostik hipertensi pada kehamilan

 Uji urin kemungkinan menunjukkan proteinuria. Pengumpulan urin selama 24 jam


untuk pembersihan kreatinin dan protein
 Fungsi hati: meningkatnya enzim hati (meningkatnya alamine aminotransferase
atau meningkatnya aspartate )
 Fungsi ginjal: profil kimia akan menunjukkan kreatinin dan elektrolit abnormal,
karena gangguan fungsi ginjal
 USG seri dan tes tekanan kontraksi untuk menentukan status janin
 Evaluasi aliran doppler darah untuk menentukan status janin dan ibu
Pemeriksaan penunjang lainnya...

1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
 Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal untuk wanita hamil adalah 12-14
gr%)
 Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
 Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3
b. Urinalisis
 Untuk menentukan apakah ibu hamil dengan hipertensi tersebut mengalami proteinuria
atau tidak. Biasanya pada ibu hipertensi ringan tidak ditemukan protein dalam urin
c. Pemeriksaan fungsi hati
 Bilirubin meningkat (N ≤ 1 mg/ dl)
 LDH (Laktat dehidrogenase) meningkat
 Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul
 Serum glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N 15-45 u/ml)
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N: < 31 u/l)
 Total protein serum normal (N: 6,7-8,7 g/dl)
d. Tes kimia darah
 Asam urat meningkat (N: 2,4-2,7 mg/ dl)
2. Radiologi
 Ultrasonografi : bisa ditemukan retardasi pertumbuhan janin intrauterus, pernapasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit
 Kardiotografi: diketahui denyut jantung janin lemah
D. ANEMIA PADA KEHAMILAN

 Kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3
atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2
 Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia akibat
kekurangan zat besi karena kurangnya asupan unsur besi dalam makanan
Patofisiologi anemia pada kehamilan

1. Stadium 1
 Kehilangan zat besi melebihi ukuran, menghabiskan cadangan dalam tubuh terutama
disumsum tulang
2. Stadium 2
 Cadangan zat besi yang berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan membentuk sel darah
merah yang memproduksi lebih sedikit
3. Stadium 3
 Mulai terjadi anemia kadar hemoglobin dan haemotokrit menurun
4. Stadium 4
 Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan mempercepat
pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah baru yang sangat kecil (Mikrositik)
5. Stadium 5
 Semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia maka timbul gejala - gejala
karena anemia semakin memburuk
 Ibu hamil memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan
membentuk sel darah merah, janin dan plasenta
 Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe dan zat besi
Etiologi anemia pada kehamilan

1. Umur Ibu
 Ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun
2. Paritas
 Ibu hamil dengan paritas (jumlah kelahiran) tinggi mempunyai resiko besar untuk
mengalami anemia di banding dengan paritas rendah
3. Kurang Energi Kronis (KEK)
 41% ibu hamil menderita kekurangan gizi. Timbulnya masalah gizi pada ibu hamil, seperti
kejadian KEK, tidak terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, dan bio sosial dari ibu hamil
dan keluarganya
4. Infeksi dan Penyakit
 Zat besi merupakan unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh agar tidak
mudah terserang penyakit. Ibu hamil dengan kadar Hb <10 g/dl memiliki kadar sel darah
putih yang rendah pula. Keadaan fisiologis seseorang (hamil, kehilangan darah karena
kecelakaan, pascabedah atau menstruasi) dan adanya penyakit kronis atau infeksi (infeksi
cacing tambang, malaria, TBC)dapat menyebabkan anemia
5. Jarak kehamilan
 Proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1 – 3 anak dengan jarak
kehamilan kurang dari 2 tahun
 Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk
memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya
 Ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi anemia dalam kehamilan.
Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang
dikandungnya.
Klasifikasi anemia pada kehamilan
1. Anemia defisiensi besi
 Anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah
 Pengobatannya: pemberian tablet besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi
yang dianjurkan
 Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnese
 Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang
dan keluhan mual muntah pada hamil muda
 Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan metode
sahli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III
2. Anemia Megaloblastik
 Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (pteryglutamic acid) dan defisiensi
vitamin B12 (cyanocobalamin)
 Pemberian tablet asam folat dalam dosis 15-30 mg, atau table vitamin B12 dengan dosis
100-1000 mikrogram sehari, baik per oral maupun parenteral
3. Anemia Hipoplastik dan Aplastik
 Anemia disebabkan sum-sum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah baru
4. Anemia Hemolitik
 Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat
daripada pembuatannya
 Pemberian makanan atau diet pada ibu hamil dengan anemia pada dasarnya ialah
memberikan makanan yang banyak mengandung protein, zat besi (Fe), asam folat, dan
vitamin B12
Pengaruh anemia pada kehamilan
 Abortus
 Persalinan prematuritas
 Hambatan tumbuh kembang janin
 Mudah infeksi
 Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr %)
 Heperemesis gravidarum
 Perdarahan antepartum
 Ketuban pecah dini
Pencegahan anemia pada kehamilan

 Konsumsi pangan lebih banyak dan beragam, contoh sayuran warna hijau, kacang –
kacangan, protein hewani, terutama hati
 Konsumsi makanan yang kaya akan vitamin C seperti jeruk, tomat, mangga dan
lain–lain yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi
E. GANGGUAN KARDIOVASKULER PADA
KEHAMILAN
 Pada ibu hamil, terjadi adaptasi fisiologis sehingga menyebabkan perubahan
signifikan pada sistem kardiovaskuler
 Wanita dengan jantung normal dapat beradaptasi dengan baik selama kehamilan
 Sedangkan yang mengalami penyakit jantung,terjadi komplikasi yang
berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin, bahkan dapat membahayakan
nyawa ibu dan janin
Etiologi gangguan kardiovaskuler pada kehamilan

1. Kelainan Primer
 Kelainan primer dapat berupa kelainan kongenital, kelainan katub jantung, iskemik dan
cardiomiopati
 Kelainan primer lebih disebabkan karena kelainan pada fisiologi jantung
2. Kelainan Sekunder
 Kelainan sekunder berupa penyakit penyerta seperti hipertensi, anemia berat,
hipervolumia, perbesaran rahim, dll
 Kelainan sekunder ini lebih disebabkan oleh penyakit-penyakit lain selain masalah jantung
itu sendiri
Manifestasi klinik gangguan kardiovaskuler pada kehamilan

 Nyeri dada terkait aktivitas dan emosi ibu


 Sesak nafas berat baik itu saat istirahat maupun terjadi di malam hari
 Sinkop (kehilangan kesadaran karena kekurangan suplai oksigen di otak)
 Akibat beberapa gejala diatas, ibu akan cepat merasa lelah dan susah beraktivitas
 Sedangkan tanda dan gejala yang dapat ditemukan selama pemeriksaan fisik berupa: suara
jantung murmur, baik itu sistolik maupun diastolic, sianosis, terdapat distensi vena jugular,
pembesaran hati sehingga menimbulkan nyeri tekan, pembesaran jantung, denyut jantung
terlalu cepat, denyut jantung tidak seperti biasanya baik itu terlalu cepat maupun terlalu
lambat (palpitasi) dan edema perifer pada bagian tubuh, khususnya di ekstremitas tubuh
Klasifikasi gangguan kardiovaskuler pada kehamilan

1. Kelas 1
 Tanpa gejala pada kegiatan biasa
 Tanpa batas gerak biasa
2. Kelas 2
 Waktu istirahat tidak terdapat gejala
 Gerak fisik terbatas
 Cepat lelah, palpitasi, sesak napas, dapat nyeri dada, edema tangan/tungkai
3. Kelas 3
 Gerakan sangat terbatas karena gerak minimal saja dapat menimbulkan gejala payah jantung
4. Kelas 4
 Dalam keadaan istirahat sudah terjadi gejala payah jantung
Pemeriksaan diagnostik gangguan kardiovaskuler pada kehamilan

 Foto thoraks: untuk melihat gambaran jantung seperti pembesaran jantung dan edema paru
 Elektrokardiografi (ECG): untuk mendeteksi adanya gangguan seperti irama jantung,
system konduksi jantung, dan lain sebagainya
 Ekokardiografi: untuk melihat struktur dan fungsi pembuluh darah, serta merekam denyut
jantung
 USG: untuk memantau kesejahteraan janin dalam kandungan
 Elektrolit serum: untuk menilai kalium sebagai petunjuk terapi cairan dan elektrolit
Penatalaksanaan gangguan kardiovaskuler pada kehamilan

 Pengawasan antenatal
 Rawat pasien bersama dengan ahli kardiologi
 Banyak istirahat karena jantung melakukan kerja ekstra saat hamil dengan peningkatan
sekitar 12-15 bpm selama hamil.
 Pengawasan antenatal lebih sering disertai pemeriksaan EKG dan Ekokardiografi
 Serial USG sehingga dapat dipantau kesejahteraan janin dalam rahim
 Perhatikan saat kehamilan berusia 32-34 minggu karena puncak hemodulasi besar
kemungkinan terjadi akut dekompensasio kordis.
 Pengobatan tergantung dari ahli kardiologi
1. Tingkat I-II
 Anjurkan frekuensi ante natal care trimester I setiap dua minggu, dan trisemester II setiap
minggu
 Konsultasi dokter anak atau kardiologi
 Diet: kurangi garam, dan banyak minum yang memperlancar diuresis
 Pengawasan ketat terhadap pasien sbb:
 Nadinya agar tidak melebihi 20-28 x/menit
 Temperature untuk menetapkan kemungkinan infeksi
 Perhatikan bertambahnya BB, tidak melebihi ½ kg/minggu
 Berikan nasihat bila timbul keluhan agar segera datang kembali
 Setiap bulan, konsultasi rutin pada kardiolog atau bila dipandang perlu
3. Tingkat III
 Periksan ANC setiap minggu sejak trimester II
 Perhatikan keluhan dan gejala dekompensasio kordisnya
 Konsultasi dengan kardiolog atau dokter anak sesuai dengan indikasi atau dilakukan secara
rutin
 Sekitar 14 hari menjalang persalinan harus masuk rumah sakit untuk persiapan definitive
4. Tingkat IV
 Sebagian besar waktunya di rumah sakit, dengan perawatan bersama dokter anak,
kardiolog
 Persiapan untuk menghadapi persalinan sehingga terhindar dari dekompensasio kordis
Komplikasi gangguan kardiovaskuler pada kehamilan

1. Eklampsia
 Terjadi kejang akibat spasme serebrovaskular
 Kematian disebabkan oleh hipoksia dan komplikasi dari penyakit berat yang menyertai
2. Perdarahan serebrovaskular
 Perdarahan serebrovaskular terjadi karena kegagalan autoregulasi aliran darah otak pada
MAP (Mean Arterial Pressure) diatas 140 mmHg.
 Masalah liver dan koagulasi: HELLP Syndrome (hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelets Count).
 Preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi
hepar dan trombositopenia
3. Gagal ginjal
 Diperlukan hemodialisis pada kasus yang berat
4. Edema Paru
5. Kematian maternal
 Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul secara bersamaan,
merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan
 Fetal Kematian perinatal dan morbiditas fetus meningkat
 Pada usia kehamilan 36 minggu, masalah utama adalah IUGR yang terjadi karena plasenta
iskemi
 Kelahiran prematur juga sering terjadi At-term
 Preeklampsia mempengaruhi berat lahir bayi dengan penigkatan risiko kematian dan
morbiditas bayi
 Pada semua umur gestasi terjadi peningkatan risiko abrupsi plasenta.
6. Komplikasi pada janin
 Persalinan premature
 Pertumubuhan janin terhambat
 Kematian perinatal
 IUGR (Intra Utery Growth Restriction)
Thank you 

Anda mungkin juga menyukai