Anda di halaman 1dari 78

KOMPLIKASI HIPERTENSI

1. STROKE
2. RETINOPATI HIPERTENSIF
3. PJK
4. CKD
Komplikasi
STROKE
Pada Penyakit HIPERTENSI
Definisi Stroke

Stroke adalah kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan


fungsi otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan
berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina
atau medulla spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah arteri maupun vena, yang dibuktikan dengan
pemeriksaan imaging atau patologi
Klasifikasi Stroke
 Berdasarkan patologi anatomi & penyebabnya :
1. Stroke iskemik / non hemoragik (SNH) (80%)
a) Transient ischemic attack ( TIA )
b) Trombosis serebri
c) Emboli serebri

2. Stroke hemoragik (SH) (20%)


a) Perdarahan intraserebral
b) Perdarahan subarakhnoid
Faktor Risiko Stroke

 Tidak dpt diubah /  Dapat diubah / modifiable


unmodifiable - hipertensi
- usia - penyakit jantung, atrial fibrilasi
- jenis kelamin - diabetes melitus
- keturunan / herediter - hiperkolesterolemia
- ras / etnik - merokok
- obesitas
Patofisiologi SH
Manifestasi Stroke
Manifestasi klinis stroke yang spesifik yaitu :
1. Timbul mendadak
2. Kesadaran dpt menurun sampai koma terutama pd perdarahan otak. Pada stroke iskemik / non hemoragik
lebih jarang terjadi penurunan kesadaran
3. Nyeri kepala
4. Muntah

Pada stroke hemoragik, terdapat gejala yang diakibatkan oleh meningkatnya tekanan intrakranial secara akut:
- Nyeri kepala
- Muntah proyektil
Papil edema

Pada perdarahan subarachnoid ditemukan adanya tanda-tanda rangsang meningeal:


- Kaku kuduk
- Kernig sign
- Brudzinski sign
Diagnosis Stroke

Penegakan diagnosis stroke memerlukan :


Anamnesis
pemeriksaan fisik umum
pemeriksaan neurologis
pemeriksaan penunjang.
Hasil dari pemeriksaan sangat penting guna menentukan tipe
stroke yang akan berkaitan dengan tatalaksana yang diberikan.
 Anamnesis
Gejala klinis atau keluhan yang biasanya mucul terdiri dari defisit neurologis fokal dengan
onset mendadak, penurunan tingkat kesadaran, muntah, sakit kepala, kejang dan tekanan
darah yang sangat tinggi. Gejala lain yang dapat muncul berupa kaku kuduk yang terjadi
akibat perdarahan.
 Pemeriksaan Fisik
Penilaian klinis yang dapat dilakukan dengan pengukuran tanda vital, tingkat
kesadaran, dan pemeriksaan fisik umum neurologis harus dilakukan pada semua pasien
stroke.
 Pemeriksaan Neurologis
Pada pemeriksaan neurologis lainnya, dilakukan pemeriksaan refleks batang otak,
pemeriksaan nervus kranalis, serta pemeriksaan refleks fisilogis dan patologis.
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang awal pada stroke hemoragik biasanya menggunakan
Computerized Tomography(CT).
CT SCAN
 Sistem skoring :
- Siriraj stroke score – Thailand
- Algoritme Stroke Gadjah Mada ( ASGM ) - Yogya
- Skor Junaedi - Surabaya
Siriraj Score
 (2,5 x Derajat Kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) + (0,1 x
tekanan darah diastol) – (3 x ateroma) – 12

Skor:
< -1 : curiga stroke non perdarahan
-1 s/d 1 : ragu-ragu
≥ 1 : curiga stroke perdarahan.
Algoritme Stroke Gadjah Mada (ASGM)
Algoritme Junaedi
Tatalaksana Stroke
Pengelolaan pasien stroke akut, pada dasarnya dapat dibagi dalam:
1. Pengelolaan umum, pedoman 5B:
- Breathing
- Blood
- Brain
- Bladder
- Bowel
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
• Stroke iskemik:
- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagulasi & antiaggregasi)
- Proteksi neuronal / sitoproteksi
• Stroke hemoragik
- Pengelolaan konservatif untuk perdarahan
- Pengelolaan operatif
Tatalaksana Stroke
Stroke iskemik:
- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
 Menggunakan rt-PA (recombinant tissue plasminogen activator) atau
menggunakan streptokinase. Syarat pemberian maksimal 3 jam setelah onset
(penyumbatan), tidak terdapat kondisi yang merupakan kontraindikasi
pemberian.
- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagulasi & antiaggregasi)
 Antikoagulan seperti heparin atau warfarin diberikan pada pasien stroke
iskemik yang memiliki risiko untuk terjadi emboli otak, misal dengan kelainan
jantung atau DVT.
 Obat antiaggregasi memiliki banyak pilihan, seperti aspirin, clopidogrel,
cilostazol, ticlopidin, thenopiridine, dll.
Obat Antiplatelet
Tatalaksanan komplikasi

 Kejang : diazepam, antikonvulsan


 Pneumonia : antibiotika, fisioterapi
 Tekanan tinggi intrakranial :
 Meninggikan kepala tempat tidur hingga 30 derajat
 Manitol 20% diberikan dengan dosis 1,0 hingga 1,5 g/kg, Gliserol 50% oral, Gliserol 10%
intravena, Furosemid, Intubasi & hiperventilasi
Pencegahan Stroke

1. Tindakan promotif
 Sasaran : individu sehat yg belum mempunyai faktor risiko
 Tujuan : mencegah timbulnya faktor risiko
 Pencegahan : gaya hidup sehat
2. Prevensi primer
 Sasaran : individu yg sudah mempunyai faktor risiko
 Tujuan : mencegah terjadinya TIA / stroke
 Cara : - gaya hidup sehat
- mengendalikan faktor risiko
Komplikasi
RETINOPATI HIPERTENSI
Pada Penyakit HIPERTENSI
Pendahuluan

 Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas paling sering
di seluruh dunia

 Pada keadaan hipertesi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.

 Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan


pada vaskuler retina pad penderita dengan peningkatan tekanan darah.
Definisi

 Retinopati hipertensi adalah kelainan retina dan pembuluh darah retina


akibat hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat
pada retina, edema retina, dan perdarahan retina.

 Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau


setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing,
atau sklerosis pembuluh darah
Epidemiologi

 Retinopati hipertensi banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas, walau pada mereka yang tidak
pernah memiliki riwayat hipertensi  dalam penelitian yang dilakukan di Australia, didapatkan
arteriolar retina lebih sempit pada orang-orang yang lebih tua yaitu usia diatas 40 tahun.

 Prevalensi yang lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit hitam berbanding orang kulit putih

 Pada retinopati hipertensi kebanyakan dialami laki-laki dibandingkan dengan perempuan, akan
tetapi pada usia >50 tahun angka kejadian lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki.
Patofisiologi
• Respon awal  vasospasme dan peningkatan tonus vasomotor  penyempitan arteriolar retina general
Stadium vaso
konstriktif

• Peningkatan tekanan darah persisten  perubahan sklerotik kronik berupa penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia
dinding bagian media dan degenerasi hialin.
• Pada tahap ini terjadi penyempitan arteriolar difus atau fokal yang lebih parah, penekanan venula oleh arteriola yang disebut
Stadium persilangan arteri-vena (arteriovenous nicking/arteriovenous nipping), dan peningkatan refleks cahaya arteriolar (arteriolar
sklerotik
opacification/copper wiring)

• Nekrosis otot polos dan sel endotel  barier darah-retina rusak  eksudasi darah (hemoragik), eksudat lipid, dan iskemia lebih
lanjut dari lapisan serabut saraf (cotton-wool spots), serta terjadi mikroaneurisma
Stadium • Proses ini menunjukkan kegagalan mekanisme autoregulasi dan jarang terjadi sampai tekanan darah mencapai 110 mmHg.
eksudatif Cotton-wool spots terjadi 24-48 jam setelah peningkatan tekanan darah

• Pada tekanan darah tinggi yang parah (malignant hypertension) dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan iskemia nervus
Malignant
hypertensio
optikus sehingga terjadi pembengkakan diskus optikus (papilloedema)
n
KLASIFIKASI RETINOPATI HIPERTENSIF

Keith-Wargener-Barker Scheie
Berdasarkan tingkat keparahannya yaitu : Berdasarkan perubahan hipertensif dan
arteriosklerotik :
• Derajat I : penyempitan general
ringan atau sklerosis dari arteriol • Stadium 1 : penyempitan setempat pembuluh
arterial.
• Derajat II : penyempitan fokal
arteriol, persilangan arteri-vena, refleks • Stadium 2 : penyempitan arterial dengan
cahaya yang berlebihan, dan sklerosis irregularitas fokal disertai perubahan refleks
sedang cahaya.
• Derajat III : derajat II ditambah • Stadium 3 : stadium 2 disertai copper wiring,
oedema retina, gambaran cotton-wool terbentuk eksudat dan perdarahan retina akibat
spots, perdarahan retina, dan hard tekanan darah diastol di atas 120 mmHg, kadang-
exudates. kadang muncul keluhan penglihatan berkurang.
• Derajat IV : seperti derajat III dengan • Stadium 4 : stadium 3 disertai silver wiring dan
pembengkakan diskus optikus papiloedema. Pada stadium ini terdapat keluhan
(papilloedema) penglihatan menurun dan tekanan darah diastol
umumnya lebih dari 150 mmHg.
Nicking AV (panah putih) dan
penyempitan focal arterioler
Wong dan Mitchell (panah hitam) (A). Terlihat AV
nickhing (panah hitam) dan
gambaran copper wiring pada
arterioles (panah putih) (B)

• Retinopati ringan(mild retinopathy) :


penyempitan arteriolar, arteriovenous
nipping, dan arteriolar wall opacification
• Retinopati sedang (moderate retinopathy) : AV nicking (panah putih)
dan cotton wool spot
(panah hitam) (A).
gambaran cotton-wool spots, hard Perdarahan retina (panah
hitam) dan gambaran cotton
exudates, mikroaneurisma, dan perdarahan wool spot (panah putih) (B)

dengan gambaran flame-shaped/blot-


shaped
• Retinopati berat (severe retinopathy) : Multipel cotton wool
tanda-tanda retinopati seperti derajat spot (panah putih) dan
perdarahan retina (panah
sebelumnya dengan pembengkakan diskus hitam) dan papiledema

optikus (papilloedema).
Penegakan diagnosis

 Anamnesis
 Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur, buram dan seperti
berbayang apabila melihat sesuatu
 Sakit kepala
 Nyeri pada mata
 Riwayat penyakit  hipertensi
Pemeriksaan fisik

 Tanda vital  didapatkan tekanan siastol > 140 mmHg dan tekanan
diastol > 90 mmHg
 Visus
 Pemeriksaan funduskopi
A. Tidak ada retinopati hipertensi
B. Retinopati hipertensi ringan, terlihat penyempitan arteriol
fokal (panah hitam)
C. Retinopati hipertensi sedang, terlihat vena “nicking” (panah
hitam), bintik perdarahan dan mikroaneurisma
D. Retinopati hipertensi sedang tampak eksudat​​halus​​dan​​
“nicking”​​arteri-vena​​(panah ​hitam)
Pemeriksaan Penunjang

 Angiografi fluoresein

 Pemeriksaan laboratorium  gula darah


Diagnosis Banding

 Oklusi vena retina


 Dilatasi vena retina dan adanya perdarahan retina, cotton-wool spot, dan
edema pada makula dan diskus optikus.
 Oklusi arteri retina
 Penurunan visus secara mendadak, tidak nyeri, dan muncul sebagai cherry red
spot
 Makroaneurisma retina
 Dilatasi fusiform atau sakular pada arteri retina
Penatalaksanaan

 Medikamentosa
 Antihipertensi  hidroklortiazid, ACE-inhibitor
 Non medikamentosa
 Perubahan gaya hidup  pengaturan berat badan, pembatasan konsumsi kadar
lemak jenuh, konsumsi rendah garam, olahraga teratur
Komplikasi

 Oklusi cabang vena retina (BRVO)


 Oklusi arteri retina sentralis (CRAO)
 Edema makula
 Vitreoretinopati proliferatif
 Sindrom iskemik okuler
 Kebutaan
Prognosis
 Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah.
 Kerusakan penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai
dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena
atau arteri lokal.
 Pasien dengan perdarahan retina, CWS atau edema retina tanpa
papiledema mempunya jangka hidup kurang lebih 27,6 bulan.
 Pasien dengan papiledema, jangka hidupnya diperkirakan sekitar 10,5
bulan.
Komplikasi
Penyakit Jantung Koroner
Pada Penyakit HIPERTENSI
PENYAKIT JANTUNG
KORONER
Penyakit Jantung Koroner (PJK)/Coronary artery disease (CAD)
Merupakan proses patologis yang ditandai dengan terjadinya akumulasi plak pada arteri
koronaria epikard, dapat terjadi penyumbatan secara penuh atau hanya sebagian

Saraste A, Knuuti J. ESC 2019 guidelines for the diagnosis and management of chronic coronary syndromes: Recommendations
for cardiovascular imaging. Herz. 2020;45(5):409.
Penyakit Jantung
Koroner
Penyakit Jantung Koroner

Angina Pektoris
Akut Sindroma Koroner Stabil 
Akut Kronik
Sindroma
koroner
kronik

STEMI NSTEMI Unstable Angina


PREVALENSI
PJK
Data tahun 2015 :
Diperkirakan 110juta orang mengalami PJK di seluruh dunia
8.9 juta mengalami kematian akibat PJK (sekitar 15.6% dari seluruh kematian)
Masalah Kesehatan di Indonesia
• Tahun 1990: PENYAKIT INFEKSI (ISPA, TB, Diare) menjadi penyebab kematian dan kesakitan
• Sejak Tahun 2010: PENYAKIT TIDAK MENULAR (stroke, kecelakaan, jantung, kanker, diabetes) menjadi penyebab
terbesar kematian dan kecacatan

Penyebab Utama dari Beban Penyakit, 1990 - 2015

Sumber: Double Burden of Disease & WHO NCD Country Profiles (2014)
Keterangan: Pengukuran Beban Penyakit dengan Disability-adjusted Life Years (DALYs) hilangnya hidup dalam tahun akibat kesakitan dan kematian prematur
Jumlah Kasus dan Pembiayaan
JKN untuk Penyakit Katastropik
2014 – Juni 2017
1%
0% 1%
3% Pembiayaan Penyakit Katastropik
Haemophilia
Jantung
Leukaemia Rp18.922.595.647.779
7% Gagal Ginjal Rp6.562.770.098.302
Thalassaemia
12%
Kanker Rp6.302.183.341.948
Cirrhosis Hepatitis
Stroke Rp3.233.427.005.227
59% Stroke
19%
Kanker Cirrhosis Hepatitis Rp640.810.543.640

Gagal Ginjal Thalassaemia Rp1.160.514.430.456

Jantung Leukaemia Rp490.372.045.894

Haemophilia Rp363.642.951.173

Rp- Rp5.000.000.000.000 Rp10.000.000.000.000 Rp15.000.000.000.000 Rp20.000.000.000.00

Sumber : BPJS Kesehatan


PATOFISIOL
OGI
Sumbatan aterosklerosis :
•Proses kronis Aterosklerosis
•Proses dipercepat dengan faktor
risiko seperti : merokok, diabetes
melitus, hipertensi, dislipidemia
GEJALA
KLINIS
GEJALA KLINIS
Angina Klasik
Onset Nyeri dada akut mendadak atau bertahap.
Provokasi Dengan Aktivitas Fisik/ stres emosi
Kualitas Nyeri difus, rasa berat seperti dihimpit, ditekan,
diremas, panas atau dada terasa penuh
Durasi Lebih dari 20 menit pada ACS
Lokasi Didaerah retrosternal dan pasien sulit melokalisir
nyeri
Radiasi Ke lengan kiri, leher, area interskapuler, bahu, atau
epigastrium
Gejala Diaforesis/kulit berkeringat dingin, pucat wajah,
Penyerta jantung berdebar, dispnea, disorientasi,
kebingungan, gelisah, pingsan, mual dan muntah
MANAJEMEN
PASIEN PJK
MANAJEMEN PASIEN PJK

Menentukan gejala nyeri dada : angina tipikal, angina atipikal, non cardiac chest pain.
Angina Tipikal :
1. Tidak nyaman pada dada substernal sesuai kualitas karakteristik dan durasi
2. Dipicu oleh aktivitas atau stres emosi
3. Membaik dengan istirahat dan atau pemberian nitrat dalam beberapa menit

Investigasi klinis
Menentukan Acute Coronary Syndrome (ACS) atau Chronic Coronary Syndrome (CCS)
Stable or unstable angina (ACS)?
Angina unstable (ACS) memiliki karakteristik :
1. Angina saat istirahat, Nyeri sesuai karakteristik angina yang menetap ketika
istirahat dan berlangsung lebih dari 20 menit
2. Angina pertama kali : Onset angina kurang dari 2 bulan dengan skala nyeri
moderat sampai berat (Canadian Cardiovascular Society grade II or III)
3. Crescendo angina : Angina yang dirasakan memberat secara progresif
dalam waktu singkat
4. Angina pasca infark miokard : angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah
infarl miokard
Nyeri dada non angina: Characteristic
clues
Nyeri dada dipengaruhi oleh pernapasan dan palpasi dinding dada
Hanya terjadi pada posisi tertentu
Lokasi di perut tengah atau bawah
Nyeri bisa ditentukan dengan satu jari
Durasi hanya beberapa detik lebih
sedikit
ANGINA
EQUIVALEN
Nyeri dada tidak terlalu jelas tetapi pasien mengeluhkan nyeri epigastrium
atau gangguan perut, nyeri tumpul atau kesemutan, sesak napas, dispnea,
dan kelelahan ekstrem.
Angina equivalen sering ditemukan pada:
◦Usia tua (>75 yo)
◦Wanita
◦Diabetes
◦Gagal Ginjal Kronis
◦Pasien Demensia
MANAJEMEN PASIEN PJK

• Mencari Faktor risiko penyakit kardiovaskular


• Pemeriksaan untuk mencari penyebab lain selain penyakit jantung
90% DM, 80% PKSV, 33% Cancer dapat
KELOMPOK BERISIKO
PENYAKIT
KARDIOVASKULAR
♥ Usia > 45 tahun pd lelaki, dan > 55 tahun pd
perempuan Kurang dari usia diatas, bila: riwayat
keluarga (orang tua, saudara kandung) - serangan
jantung, stroke, meninggal mendadak, DM, gagal
ginjal.
♥ Perokok aktif maupun pasif
♥ Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)
♥ Dislipidemia (Chol Total>200, LDL > 190, HDL < 35, TG >
250 mg/dL)
♥ Berat badan berlebih (IMT > 23 kg/m2)
♥ Perempuan: - saat hamil pernah mengalami gula darah
tinggi
- pernah melahirkan bayi BB > 4 kg
MANAJEMEN PASIEN PJK

• Pemeriksaan penunjang sederhana


MANAJEMEN PASIEN PJK
Tabel Pre-Test Probability
PJK

Warna probabilitas PJK tinggi, lakukan pemeriksaan lanjutan


Warna probabilitas PJK sedang, pemeriksaan dilakukan jika ada faktor risiko dan kelainan EKG
Warna Probabilitas PJK rendah, tidak perlu pemeriksaan lanjutan
MANAJEMEN PJK
Acute Coronary
Syndrome
Antiplatelet

Antiiskemia

Oksigen

Antikoagula

n Statin
MANAJEMEN
PJK
Acute Coronary Syndrome
Inisial terapi :
• Antiplatelet (Dual) : Asetosal
160mg + Clopidogrel
300mg/Ticagrelor 180mg
• Nitrat : ISDN 5 mg
Sublingual, dapat diulang tiap
15 menit
• Oksigen : jika saturasi kurang
dari 90%
• Morfin dosis 2 mg, sebagai
vasodilator (antiiskemik)
Ibanez B, James S, Agewall S, Antunes MJ, Bucciarelli-Ducci C, Bueno H, et al. 2017 ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST- segment elevation: The
Task Force for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2018;39(2):119-77.
Merujuk ke pusat rujukan
MANAJEMEN
PJK
Chronic Coronary Syndrome (CCS)
1. Modifikasi gaya hidup dan manajemen faktor risiko
2. Terapi farmakologi
3. Terapi revaskularisasi  percutaneous coronary intervention (PCI) atau
coronary artery bypass graft (CABG)
MANAJEMEN
PJK
Chronic Coronary Syndrome (CCS)
• Terapi farmakologi : bertujuan untuk mengurangi gejala nyeri dada (anti
iskemia) dan mencegah kejadian kardiovaskular mayor (event prevention)
MANAJEMEN PJK Chronic Coronary Syndrome
(CCS)
Terapi farmakologi :
Anti iskemia (mengurangi gejala) :
1. Beta blocker : bisoprolol, metoprolol, csrvedilol
2. Calcium chanel blocker : verapamil, diltiazem

Antiplatelet (mencegah kardiovaskular event)


1. Aspirin dosis rendah : acetosal 75-100mg/ clopidogrel 75mg

Statin (tanpa melihat kadar LDL)


1. Simvastatin 20-40mg/ Atorvastatin 40-80mg/ rosuvastatin 20-40mg

Proton pump inhibitor : mencegah GI bleeding : pantoprazole,


lansoprazole
TAKE HOME
MESSAGES
• Angka kejadian PJK sangat tinggi

• PJK merupakan sebuah proses kronis, adanya faktor risiko kardiovaskular

mempercepat kejadian PJK


• PJK dapat berupa keadaan akut (ACS) atau kronis (CCS)

• Mengetahui gejala klinis PJK dan memberikan terapi yang tepat lebih awal dapat

menurunkan angka morbiditas dan mortalitas


Komplikasi
Chronic Kidney Disease
Pada Penyakit HIPERTENSI
Definisi CKD

CKD (Chronic Kidney Disease) penurunan fungsi ginjal secara kronis yang
memerlukan waktu bulanan hingga tahunan yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal (Glomerulus Filtration Rate) 30mg/g.
Etiologi CKD

Etiologi tersering CKD adalah DM, lalu HT dan glomerulonephritis. Etiologi


lainnya berupa idiopatik. Tetapi penyebab dari CKD dapat diklasifikasikan
berdasarkan anatomi ginjal yang terlibat.
Penyakit vaskular, melibatkan arteri seperti bilateral artery stenosis, dan perifer
seperti nefropati iskemik, hemolytic-uremic syndrome, dan vasculitis
Kelainan pada glomerulus :
glomerulus primer seperti nefritis dan focal segmental glomerulosclerosis
glomerulus sekunder seperti nefropati diabetic dan lupus nefritis
Penyakit bawaan seperti penyakit ginjal polikistik
Klasifikasi CKD
• Klasifikasi penyakit ginjal kronis menurut KDIGO(kidney disease: improving
global outcome) pada tahun 2012 meliputi kriteria penurunan GFR dan
peningkatan rasio albuminuria dan serum kreatinin.
• GFR dapat dihitung dengan menggunakan jumlah serum creatinine dengan rumus
menggunakan formula GFR MDRD.

• Hasil GFR dapat diinterpretasikan dengan tabel berikut


• Selanjutnya dilakukan pengukuran albuminuria dan serum kreatinin untuk
mengetahui kategori penyakit ginjal kronis berdasarkan rasio almbuminuria dan
serum kreatinin. Kategori menurut KDIGO 2012 sebagai berikut
• Dengan mengkombinasikan kedua kriteria dapat dimasukkan ke cross-table untuk
mengetahui resiko referral untuk pasien ginjal kronis dan urgensi penanganan
penyakit ginjal kronis. Cross table untuk referral dapat dilihat pada gambar
berikut
Manifestasi CKD
CKD pada stadium awal tidak terdapat gejala yang khas, dapat dideteksi dengan
peningkatan serum kreatinin dan proteinuria. Namun jika fungsi ginjal terus
menerus mengalami penurunan akan menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut
Peningkatan tekanan darah akibat kelebihan cairan dan produksi dari hormone
vasoaktif yang diekskresikan oleh ginjal melalui sistam Renin-
AngiotensinAldosterone-System (RAAS)
Akumulasi urea pada darah yang menyebabkan uremia
Kalium terakumulasi dalam darah sehingga menyebabkan hiperkalemi
Hyperphosphatemia yang disebabkan oleh berkurangnya ekskresi phosphate oleh
ginjal
Diagnosis CKD

Penegakan diagnosis CKD memerlukan :


Anamnesis
pemeriksaan fisik umum
pemeriksaan neurologis
pemeriksaan penunjang.
 Anamnesis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik sesuai dengan penyakit yang mendasari :
• Sindroma Uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia, kelebihan
volume cairan ( volume overload ), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-
kejang sampai koma.
 Pemeriksaan Laboratorium
• Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang
dihitung mempergunakan rumus Kockcroft – Gault.
• Kelainan biokomiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau
hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.
• Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isosteinuria.
 Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
• Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak.
• Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks menipis, adanya
hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
Tatalaksana CKD
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid ( comorbid
condition )
3. Memperlambat perburukkan fungsi ginjal.
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Komplikasi CKD

 Penyakit yang timbul akibat komplikasi CKD yaitu:


 Sindrom Uremia
 Hypoalbuminemia
 Gagal Jantung Kongestif
 Anemia
 CKD-MBD (Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disorder)
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai