1. STROKE
2. RETINOPATI HIPERTENSIF
3. PJK
4. CKD
Komplikasi
STROKE
Pada Penyakit HIPERTENSI
Definisi Stroke
Pada stroke hemoragik, terdapat gejala yang diakibatkan oleh meningkatnya tekanan intrakranial secara akut:
- Nyeri kepala
- Muntah proyektil
Papil edema
Skor:
< -1 : curiga stroke non perdarahan
-1 s/d 1 : ragu-ragu
≥ 1 : curiga stroke perdarahan.
Algoritme Stroke Gadjah Mada (ASGM)
Algoritme Junaedi
Tatalaksana Stroke
Pengelolaan pasien stroke akut, pada dasarnya dapat dibagi dalam:
1. Pengelolaan umum, pedoman 5B:
- Breathing
- Blood
- Brain
- Bladder
- Bowel
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
• Stroke iskemik:
- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagulasi & antiaggregasi)
- Proteksi neuronal / sitoproteksi
• Stroke hemoragik
- Pengelolaan konservatif untuk perdarahan
- Pengelolaan operatif
Tatalaksana Stroke
Stroke iskemik:
- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Menggunakan rt-PA (recombinant tissue plasminogen activator) atau
menggunakan streptokinase. Syarat pemberian maksimal 3 jam setelah onset
(penyumbatan), tidak terdapat kondisi yang merupakan kontraindikasi
pemberian.
- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagulasi & antiaggregasi)
Antikoagulan seperti heparin atau warfarin diberikan pada pasien stroke
iskemik yang memiliki risiko untuk terjadi emboli otak, misal dengan kelainan
jantung atau DVT.
Obat antiaggregasi memiliki banyak pilihan, seperti aspirin, clopidogrel,
cilostazol, ticlopidin, thenopiridine, dll.
Obat Antiplatelet
Tatalaksanan komplikasi
1. Tindakan promotif
Sasaran : individu sehat yg belum mempunyai faktor risiko
Tujuan : mencegah timbulnya faktor risiko
Pencegahan : gaya hidup sehat
2. Prevensi primer
Sasaran : individu yg sudah mempunyai faktor risiko
Tujuan : mencegah terjadinya TIA / stroke
Cara : - gaya hidup sehat
- mengendalikan faktor risiko
Komplikasi
RETINOPATI HIPERTENSI
Pada Penyakit HIPERTENSI
Pendahuluan
Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas paling sering
di seluruh dunia
Pada keadaan hipertesi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.
Retinopati hipertensi banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas, walau pada mereka yang tidak
pernah memiliki riwayat hipertensi dalam penelitian yang dilakukan di Australia, didapatkan
arteriolar retina lebih sempit pada orang-orang yang lebih tua yaitu usia diatas 40 tahun.
Prevalensi yang lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit hitam berbanding orang kulit putih
Pada retinopati hipertensi kebanyakan dialami laki-laki dibandingkan dengan perempuan, akan
tetapi pada usia >50 tahun angka kejadian lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki.
Patofisiologi
• Respon awal vasospasme dan peningkatan tonus vasomotor penyempitan arteriolar retina general
Stadium vaso
konstriktif
• Peningkatan tekanan darah persisten perubahan sklerotik kronik berupa penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia
dinding bagian media dan degenerasi hialin.
• Pada tahap ini terjadi penyempitan arteriolar difus atau fokal yang lebih parah, penekanan venula oleh arteriola yang disebut
Stadium persilangan arteri-vena (arteriovenous nicking/arteriovenous nipping), dan peningkatan refleks cahaya arteriolar (arteriolar
sklerotik
opacification/copper wiring)
• Nekrosis otot polos dan sel endotel barier darah-retina rusak eksudasi darah (hemoragik), eksudat lipid, dan iskemia lebih
lanjut dari lapisan serabut saraf (cotton-wool spots), serta terjadi mikroaneurisma
Stadium • Proses ini menunjukkan kegagalan mekanisme autoregulasi dan jarang terjadi sampai tekanan darah mencapai 110 mmHg.
eksudatif Cotton-wool spots terjadi 24-48 jam setelah peningkatan tekanan darah
• Pada tekanan darah tinggi yang parah (malignant hypertension) dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan iskemia nervus
Malignant
hypertensio
optikus sehingga terjadi pembengkakan diskus optikus (papilloedema)
n
KLASIFIKASI RETINOPATI HIPERTENSIF
Keith-Wargener-Barker Scheie
Berdasarkan tingkat keparahannya yaitu : Berdasarkan perubahan hipertensif dan
arteriosklerotik :
• Derajat I : penyempitan general
ringan atau sklerosis dari arteriol • Stadium 1 : penyempitan setempat pembuluh
arterial.
• Derajat II : penyempitan fokal
arteriol, persilangan arteri-vena, refleks • Stadium 2 : penyempitan arterial dengan
cahaya yang berlebihan, dan sklerosis irregularitas fokal disertai perubahan refleks
sedang cahaya.
• Derajat III : derajat II ditambah • Stadium 3 : stadium 2 disertai copper wiring,
oedema retina, gambaran cotton-wool terbentuk eksudat dan perdarahan retina akibat
spots, perdarahan retina, dan hard tekanan darah diastol di atas 120 mmHg, kadang-
exudates. kadang muncul keluhan penglihatan berkurang.
• Derajat IV : seperti derajat III dengan • Stadium 4 : stadium 3 disertai silver wiring dan
pembengkakan diskus optikus papiloedema. Pada stadium ini terdapat keluhan
(papilloedema) penglihatan menurun dan tekanan darah diastol
umumnya lebih dari 150 mmHg.
Nicking AV (panah putih) dan
penyempitan focal arterioler
Wong dan Mitchell (panah hitam) (A). Terlihat AV
nickhing (panah hitam) dan
gambaran copper wiring pada
arterioles (panah putih) (B)
optikus (papilloedema).
Penegakan diagnosis
Anamnesis
Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur, buram dan seperti
berbayang apabila melihat sesuatu
Sakit kepala
Nyeri pada mata
Riwayat penyakit hipertensi
Pemeriksaan fisik
Tanda vital didapatkan tekanan siastol > 140 mmHg dan tekanan
diastol > 90 mmHg
Visus
Pemeriksaan funduskopi
A. Tidak ada retinopati hipertensi
B. Retinopati hipertensi ringan, terlihat penyempitan arteriol
fokal (panah hitam)
C. Retinopati hipertensi sedang, terlihat vena “nicking” (panah
hitam), bintik perdarahan dan mikroaneurisma
D. Retinopati hipertensi sedang tampak eksudathalusdan
“nicking”arteri-vena(panah hitam)
Pemeriksaan Penunjang
Angiografi fluoresein
Medikamentosa
Antihipertensi hidroklortiazid, ACE-inhibitor
Non medikamentosa
Perubahan gaya hidup pengaturan berat badan, pembatasan konsumsi kadar
lemak jenuh, konsumsi rendah garam, olahraga teratur
Komplikasi
Saraste A, Knuuti J. ESC 2019 guidelines for the diagnosis and management of chronic coronary syndromes: Recommendations
for cardiovascular imaging. Herz. 2020;45(5):409.
Penyakit Jantung
Koroner
Penyakit Jantung Koroner
Angina Pektoris
Akut Sindroma Koroner Stabil
Akut Kronik
Sindroma
koroner
kronik
Sumber: Double Burden of Disease & WHO NCD Country Profiles (2014)
Keterangan: Pengukuran Beban Penyakit dengan Disability-adjusted Life Years (DALYs) hilangnya hidup dalam tahun akibat kesakitan dan kematian prematur
Jumlah Kasus dan Pembiayaan
JKN untuk Penyakit Katastropik
2014 – Juni 2017
1%
0% 1%
3% Pembiayaan Penyakit Katastropik
Haemophilia
Jantung
Leukaemia Rp18.922.595.647.779
7% Gagal Ginjal Rp6.562.770.098.302
Thalassaemia
12%
Kanker Rp6.302.183.341.948
Cirrhosis Hepatitis
Stroke Rp3.233.427.005.227
59% Stroke
19%
Kanker Cirrhosis Hepatitis Rp640.810.543.640
Haemophilia Rp363.642.951.173
Menentukan gejala nyeri dada : angina tipikal, angina atipikal, non cardiac chest pain.
Angina Tipikal :
1. Tidak nyaman pada dada substernal sesuai kualitas karakteristik dan durasi
2. Dipicu oleh aktivitas atau stres emosi
3. Membaik dengan istirahat dan atau pemberian nitrat dalam beberapa menit
Investigasi klinis
Menentukan Acute Coronary Syndrome (ACS) atau Chronic Coronary Syndrome (CCS)
Stable or unstable angina (ACS)?
Angina unstable (ACS) memiliki karakteristik :
1. Angina saat istirahat, Nyeri sesuai karakteristik angina yang menetap ketika
istirahat dan berlangsung lebih dari 20 menit
2. Angina pertama kali : Onset angina kurang dari 2 bulan dengan skala nyeri
moderat sampai berat (Canadian Cardiovascular Society grade II or III)
3. Crescendo angina : Angina yang dirasakan memberat secara progresif
dalam waktu singkat
4. Angina pasca infark miokard : angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah
infarl miokard
Nyeri dada non angina: Characteristic
clues
Nyeri dada dipengaruhi oleh pernapasan dan palpasi dinding dada
Hanya terjadi pada posisi tertentu
Lokasi di perut tengah atau bawah
Nyeri bisa ditentukan dengan satu jari
Durasi hanya beberapa detik lebih
sedikit
ANGINA
EQUIVALEN
Nyeri dada tidak terlalu jelas tetapi pasien mengeluhkan nyeri epigastrium
atau gangguan perut, nyeri tumpul atau kesemutan, sesak napas, dispnea,
dan kelelahan ekstrem.
Angina equivalen sering ditemukan pada:
◦Usia tua (>75 yo)
◦Wanita
◦Diabetes
◦Gagal Ginjal Kronis
◦Pasien Demensia
MANAJEMEN PASIEN PJK
Antiiskemia
Oksigen
Antikoagula
n Statin
MANAJEMEN
PJK
Acute Coronary Syndrome
Inisial terapi :
• Antiplatelet (Dual) : Asetosal
160mg + Clopidogrel
300mg/Ticagrelor 180mg
• Nitrat : ISDN 5 mg
Sublingual, dapat diulang tiap
15 menit
• Oksigen : jika saturasi kurang
dari 90%
• Morfin dosis 2 mg, sebagai
vasodilator (antiiskemik)
Ibanez B, James S, Agewall S, Antunes MJ, Bucciarelli-Ducci C, Bueno H, et al. 2017 ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST- segment elevation: The
Task Force for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2018;39(2):119-77.
Merujuk ke pusat rujukan
MANAJEMEN
PJK
Chronic Coronary Syndrome (CCS)
1. Modifikasi gaya hidup dan manajemen faktor risiko
2. Terapi farmakologi
3. Terapi revaskularisasi percutaneous coronary intervention (PCI) atau
coronary artery bypass graft (CABG)
MANAJEMEN
PJK
Chronic Coronary Syndrome (CCS)
• Terapi farmakologi : bertujuan untuk mengurangi gejala nyeri dada (anti
iskemia) dan mencegah kejadian kardiovaskular mayor (event prevention)
MANAJEMEN PJK Chronic Coronary Syndrome
(CCS)
Terapi farmakologi :
Anti iskemia (mengurangi gejala) :
1. Beta blocker : bisoprolol, metoprolol, csrvedilol
2. Calcium chanel blocker : verapamil, diltiazem
• Mengetahui gejala klinis PJK dan memberikan terapi yang tepat lebih awal dapat
CKD (Chronic Kidney Disease) penurunan fungsi ginjal secara kronis yang
memerlukan waktu bulanan hingga tahunan yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal (Glomerulus Filtration Rate) 30mg/g.
Etiologi CKD