Anda di halaman 1dari 77

Case Report Session

Diabetes Melitus tipe 2 + Infeksi Saluran Kemih +


Bronkopneumonia

Oleh :
Meridatul Ulfa
1210070100135
 
Pembimbing :
dr. Elvi Fitraneti, Sp. PD
Diabetes Militus

Gangguan Gangguan
sekresi
kerja insulin Keduany
insulin
di jaringan a
perifer
KLASIFIKASI
Diabetes Melitus tipe 2

Kecacatan
Resistensi
dalam
terhadap
produksi
insulin
insulin

DM
Tipe 2
resistensi insulin cenderung
memburuk sehingga
meskipun konsentrasi
insulin meningkat, tampak
intoleransi glukosa dalam
bentuk hiperglikemia
setelah makan. resistensi insulin tidak
glukosa plasma tetap berubah, tetapi sekresi
normal walaupun insulin menurun,
terlihat resistensi menyebabkan
insulin karena kadar hiperglikemia puasa
insulin meningkat dan diabetes yang
nyata

3
FASE
Gejala Klasik DM

POLIFAGIA

PENURUNAN BB

POLIURIA
POLIDIPSI
Gejala Lain DM

GATAL-GATAL LUKA TAK LEMAH BADAN


SEMBUH

KESEMUTAN
MATA KABUR
Kriteria Diagnosis DM

Gejala klasik DM + glukosa plasma


sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa


≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)

Glukosa plasma 2 jam pada TTGO


sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Langkah diagnostik Diabetes Melitus
Latihan Jasmani
Latihan aerobik 3-5 x/minggu meningkatkan
sensitivitas insulin

Latihan bersifat kontinyu, reguler, intensitas bertahap

Latihan disesuaikan dengan keadaan fisik pasien

Hindari kebiasaan fisik santai

Contoh latihan: jogging, sepeda, renang jalan kaki


Pemicu insulin (insulin secretagog)

Sulfoniluri
Glinid
a
Meningkatkan sekresi Kerjanya sama dengan
insulin sel ß pankreas sulfoniluria

Pilihan pertama BB Terdiri atas repaglinid


normal/rendah dan netaglinid

Risiko hipoglikemi
Bekerja cepat dan
hindari tua, ggn ginjal
dieksresikan lewat hati
dan jantung
Peningkat sensitivitas terhadap insulin

Obatnya adalah tiazolidindion


(pioglitazon)
Obat ini berikatan
pada Peroxisome Efek: ↓ resistensi Kontra indikasi :
Proliferator insulin -gagal jantung
Activated Receptor melalui ↑ Ʃ protein -gangguan fungsi
Gamma (PPAR-g) pengangkut hati
reseptor glukosaambilan Perlu dikontrol faal
inti di sel otot dan glukosa di perifer ↑ hati setelah terapi
sel lemak.
Penghambat Glukoneogenesis

Obatnya adalah metformin

Kontra indikasi pada:


Bekerja: Efek:
-kreatinin < 1,5
-menghambat -↓ mg/dl, gangguan
glukoneogensis di glukoneogenesis fungsi hati, cendrung
hati
-↑ sensitivitas insulin hipoksia
-memperbaiki
Terutama pada Efek samping mual
ambilan glukosa
orang gemuk perlu titrasi diberi
perifer
stelah makan
Penghambat glukosidase

Hasil kerja
• ↓ absorbsi • Kembung
glukosa di • ↓ kadar • Flatulent
usus halus glukosa • Efek
plasma post hipoglikemi
Mekanisme prandial
Efek samping
kerja
DPP-IV Inhibitor

Obat ini bekerja menghambat degradasi glukogon like


peptida 1 ( GLP1) di usus halus menjadi GLP1 inaktif

GLP1  protein yang dihasilkan oleh sel L mukosa


usus  fungsi:↑ insulin post prandial
Cara pemberian Obat antidiabetik oral (OHO)

• OHO  mulai dosis kecil dan ditingkatkan bertahap


sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan
sampai dosis optimal
• Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
• Repaglinid, nateglinid: sesaat sebelum makan
• Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
• Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan
suapan pertama
• Tiazolidindion: tidak bergantung makan
• DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan
atau sebelum makan.
Insulin

• Penurunan berat badan yang cepat


• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
• Ketoasidosis diabetik
• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
• Kehamilan dengan DM/DM gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Ketoasidosis diabetik
(KAD)

Komplikasi Status Hiperglikemi


Akut Hiperosmolar (SHH)

Hipoglikemia

KOMPLIKASI
Makroangiopati

Komplikasi Mikroangiopati
Menahun

Neuropati
Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah


umum yang menunjukkan keberadaan
mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar,
E., 2004).
Etiologi
Patogenesis
1. Peranan Patogenisitas Bakteri (agent)
Strain bakteri E. coli di usus besar berkoloni di
daerah periuretra dan masuk ke vesika urinaria.

gejala klinis (-) Gejala klinis (+)

uropatogenik

sama dengan strain E. coli faktor virulensi


pada usus (fecal E.coli),
Variasi factor virulensi

perlengketan mukosa oleh


bakteri
Peranan Perlengketan Mukosa oleh Bakteri
(Bacterial attachment of mucosa)

Fimbriae atau Berikatan dengan reseptor


pili memiliki glikoprotein dan glikolipid mengaglutinasi
ligand pada permukaan membran darah
sel uroepithelial.

berikatan dengan reseptor


glikolipid antigen pada
eritrosit dan sel tubulus
renalis

pyelonefritis ISKB
Peranan Faktor Virulensi

Fimbrae atau pili melekat pada sel uroepithelial

Uropatogenik E. Coli (UPEC) menghasilkan hemolysin befungsi


menginvasi UPEC pada jaringan dan mengaktivasi ion besi

Keberadaan kaspsul antigen K dan O antigen pada bakteri yang


menginvasi jaringan saluran kemih melindungi bakteri dari proses
fagositosis oleh neutrofil

UPEC bertahan
Peranan Variasi Fase Faktor Virulensi

Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan


untuk mengalami perubahan bergantung dari
respon faktor luar. Konsep variasi MO ini
menunjukkan peranan beberapa penentu
virulensi yang bervariasi di antara individu dan
lokasi saluran kemih. Oleh karena itu ketahanan
hidup bakteri berbeda dalam vesika urinaria dan
ginjal.
2. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
Pielonefritis Akut (PNA) radang ginjal akut, radang
jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan
dapat mengenai kapiler glomerulus
manifestasi klinik (+) bakteriuria (+) kelainan
radiologik (-)
ISKA
Pielonefritis Kronik (PNK) kelainan jaringan
interstitial mengenai tubulus dan glomerulus
berhubungan dengan infeksi bakteri (immediate
atau late effect)
bakteriuria (+/-) kelainan radiologi (+)
klasifikasi
Perempuan : sistisis,
sindrom uretra akut

ISKB
laki-laki : sistitis,
prostatitis, epidimitis,
dan uretritis.
Manifestasi klinis
Lokal
Disuria
Polakisuria
Perubahan
Stranguria Sistemik urinalisis
Tenesmus
Nokturia
Panas badan Hematuria
sampai menggigil
Enuresis nocturnal
Piuria
Prostatismus Septicemia dan
Inkontinesia syok Chylusuria
Nyeri uretra
Nyeri kandung kemih Pneumaturia
Nyeri kolik
Demam
(39.5°C-
40,5°C),

Distensi sakit
abdomen pinggang

PNA
Ginjal
sulit menggigil
teraba

takikardia
proteinuria
asimtomatik

(PNK)
infeksi
hipertensi eksaserbasi
akut

gagal ginjal
kronik
nokturia

stranguria polakisuria

sistitis
akut
hematuria disuria

nyeri
suprapubik
nyeri tekan di
daerah
pinggang

teraba suatu
massa tumor sistitis
kronik
dari
hidronefrosis

distensi
vesika
urinaria.
Pemeriksaan Penunjang Diagnosis

a. Analisis urin rutin


pH urin, proteinuria (albuminuria), dan pemeriksaan mikroskopik urin
b. Uji Biokimia
Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi
nitrit dari bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae.
c. Mikrobiologi
Dengan Colony Forming Unit (CFU) ml urin. Indikasi CFU per ml antara
lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak lanjut selama pemberian antimikroba
untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring bakteriuria asimtomatik selama
kehamilan, dan instrumentasi
d. Renal Imaging Procedures
untuk mengidentifikasi faktor predisposisi ISK, yang biasa digunakan adalah
USG, foto polos abdomen, pielografi intravena, micturating cystogram dan isotop
scanning.
TERAPI
a. Infeksi saluran kemih atas (ISKA)
Indikasi rawat inap pada PNA
 Kegagalan mempertahankan hidrasi normal
 toleransi terhadap antibiotik oral
 pasien sakit berat
 kegagalan terapi antibiotik saat rawat jalan
 diperlukan investigasi lanjutan
 faktor predisposisi ISK berkomplikasi
 komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus dan
usia lanjut.
The Infectious Disease Society of America
menganjurkan satu dari tiga alternative
terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama
48-72 jam, sebelum adanya hasil kepekaan
biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida
dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin
spektrum luas dengan atau tanpa
aminoglikosida.
b. Infeksi saluran kemih bawah (ISKB)

Sistisis akut Sistitis kronik


 Nitrofurantoin  Nitrofurantoin
 Ampisilin  sulfonamid
 Penisilin G
 Asam nalidiksik sebagai pengobatan
 Tetrasiklin. permulaan sebelum
diketahui hasil
bakteriogram
Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah suatu
peradangan pada parenkim paru yang
terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus
dan juga mengenai alveolus disekitarnya yang
umumnya disebabkan oleh agen infeksius
seperti bakteri,virus, jamur dan benda
asing.Bronkopneumonia disebut juga
pneumonia lobaris.
Klasifikasi
• pneumonia lobaris • Pneumonia yang • pneumonia akut
• pneumonia intersisial didapat dari • pneumonia persisten
• bronkopnemunonia masyarakat
• pneumonia yang
didapat dari Rumah
Sakit

lokasi lesi di
asal infeksi lama penyakit
paru

• pneumonia tipikal • pneumonia bakteri


• pneumonia atipikal • pneumonia virus
• pneumonia
mikoplasma
• pneumonia jamur

karakteristik mikroorganisme
penyakit penyebab
Etiologi
• Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif
atau Gram Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae
(pnemokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus,
Klebsiela pneumonia, Legionella, Haemophilus influenza.
• Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-
pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks,
Hanta virus.
• Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma
kapsulatum.
• Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.
Patogenesis
a. Stadium I / Hiperemia (4-12 jam pertama / kongesti)
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen bekerja
sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler
paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh
oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatan
penurunan saturasi oksigen hemoglobin
b. Stadium I / Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lonus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan
sehingga warna paru menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak
c. Stadium III / Hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapat fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-
sisa sel. eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi,
lobus masih tetap padat karena fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV / Resolusi (7-11 hari)
Resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan
eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Diagnosa
a. Anamnesa
 infeksi saluran nafas akut bagian atas selama
beberapa hari
 dapat naik sangat mendadak sampai 39-40 0 C dan
mungkin disertai kejang demam yang tinggi
 kegelisahan, kecemasan,
 Dispnoe
 awalnya batuk jarang ditemukan tetapi dapat
dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut,
mula-mula batuk kering kemudian menjadi produktif.
b. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi : dada tergantung dari luas lesi di paru,
bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas
 Palpasi : fremitus dapat mengeras
 Perkusi : redup
 Auskultasi : suara napas bronkovesikuler sampai
bronkial yang mungkin disertai ronkhi basah
halus, yang kemudian menjadi rhonki basah
kasar pada stadium revolusi
c. Pemeriksaan Penunjang
a)Pemeriksaan Laboratorium
• bronkopneumonia virus jumlah leukosit dapat
normal atau menurun (leukopenia)
• mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam
batas normal atau sedikit meningkat.
• bronkopneumonia bakteri umumnya leukositosis
hingga >15.000/mm3 dengan dominasi
polimorfonuklear (netrofil) pada hitung jenis.
Trombositosis >500.000 khas untuk pneumonia
bakterial.
b). Pemeriksaan Radiologis
Bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat
didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika
difus (merata) biasanya disebabkan oleh
Staphylokokus pneumonia.
Bronchitis

Chronic
Obstructive
Asma
Pulmonary
bronchial
Disease
(COPD)
Diagnosis
Banding

Tuberculosis
Atelektasis
Paru (TB)
Penatalaksanaan
Penisilin resisten Streptococcus Pseudomonas aeruginosa
Penisilin sensitif Streptococcus pneumoniae (PRSP) Aminoglikosid
pneumonia (PSSP) Betalaktam oral dosis tinggi (untuk Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Golongan Penisilin rawat jalan)
Tikarsilin, Piperasilin
TMP-SMZ Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Karbapenem : Meropenem,
Makrolid baru dosis tinggi Imipenem
Makrolid
Fluorokuinolon respirasi Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin Resistent Hemophilus influenzae Chlamydia


Staphylococcus Aureus (MRSA) TMP-SMZ pneumoniae
Vankomisin Azitromisin • Doksisikin
Teikoplanin Sefalosporin gen. 2 atau 3 • Makrolid
Linezolid Fluorokuinolon respirasi • Fluorokuinolon

Mycoplasma Legionella
pneumoniae
• Doksisiklin
• Makrolid
• Makrolid • Fluorokuinolon
• Fluorokuinolon • Rifampisin
IDENTITAS

• Nama : Ny. S
• Umur : 57 tahun
• Jenis : Perempuan
• Alamat : Selayo
• No. MR : 004124
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Status pernikahan : Menikah
• Tanggal masuk : 29 September 2016
Keluha • Badan terasa lemas sejak ± 1 hari

n sebelum masuk Rumah Sakit

Utama
• Badan terasa lemah sejak ± 1 hari
sebelum masuk Rumah Sakit, bila
sedang berjalan tubuh terasa

RPS sempoyongan.
• Demam sejak ± 1 hari sebelum masuk
Rumah Sakit, demam meningkat pada
malam hari, demam disertai dengan
menggigil.
Pasien mengeluhkan mual sejak ± 1 hari sebelum masuk
Rumah Sakit tetapi tidak terdapat muntah.

Pasien mengeluhkan nyeri saat BAK sejak ± 1


minggu yang lalu

Batuk sejak ± 1 minggu yang lalu, batuk


berdahak, dahak berwarna putih dan tidak
berdarah
Sakit kepala dirasakan sejak ± 3 minggu yang lalu sebelum masuk
Rumah Sakit, dan dirasakan semakin lama semakin meningkat.
Sakit berkurang jika pasien beristirahat dan meningkat jika
beraktivitas.

sejak ± 13 tahun yang lalu dengan kPasien telah


menderita Diabetes Mellitus ontrol tidak teratur.
Pasien mengatakan sering merasa haus, frekuensi minum
meningkat sejak ± 13 tahun yang lalu, tetapi meningkat sejak
4 hari yang lalu, frekuensi minum sehari ± 5 botol aqua besar.

Pasien mengeluhkan sering kesemutan pada kaki dan tangan


sejak ± 7 tahun yang lalu, kesemutan dirasakan hilang timbul.

Penglihatan kabur sejak ± 10 tahun yang lalu, dan


sebelumnya pasien tidak memakai kecamata

Buang air kecil meningkat dengan frekuensi ± 10 kali, buang


air kecil berwarna kuning

Nafsu makan meningkat sejak ± 7 tahun yang lalu, tetapi


pasien mencoba mengontrol pola makannya, Penurunan
berat badan ± 17 kg sejak 10 tahun terakhir.
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah
Riwayat hipertensi Riwayat diabetes
dirawat dengan
sejak ± 13 tahun mellitus sejak ± 13
diagnosa stroke
yang lalu tahun yang lalu
tahun 2002

Riwayat penyakit Riwayat minum


jantung di sangkal. OAT di sangkal
Riwayat Penyakit Keluarga

• Riwayat Diabetes Mellitus ada pada ayah pasien


• Riwayat hipertensi ada pada ayah pasien
• Riwayat asam urat di keluarga (ayah,ibu dan
saudara) tidak ada
• Riwayat penyakit jantung di keluarga (ayah,ibu
dan saudara) tidak ada
• Riwayat TB paru di keluarga (ayah, ibu dan
saudara) tidak ada
Riwayat Psikososial dan Kebiasaan

Pasien seorang Ibu Rumah Tangga berumur


47 tahun, mempunyai 3 orang anak. Pasien
tinggal bersama keluarga. Pasien tidak
mempunyai kebiasaan merokok dan minum
kopi.
Pemeriksaan fisik

• Keadaan umum : Sedang


• Kesadaran : Compos Mentis Cooperative
• Tekanan Darah : 140/90 mmHg
• Nadi : 81 x/i
• Pernafasan : 20 x/i
• Suhu : 36,60 C
• Tinggi Badan : 152 cm
• Berat badan : 53 kg
• BMI : 23 (normal)
Status generalisata
• Kepala : Normochepal, rambut sedikit beruban
dan mudah rontok
• Mata : Konjungtiva anemis (-)
Sklera ikterik (-)
Pupil isokor
• Telinga : Dalam batas normal
• Hidung : Dalam batas normal
• Mulut : Dalam batas normal
• Leher : JVP 5-2 cmH2O
Tidak ada pembesaran KGB
Thorak :
Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di RIC V Linea
midclavicula sinistra
• Perkusi :
Batas kiri : RIC V linea midclavicula sinistra
Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
• Auskultasi: Irama murni, bising jantung tidak ada.
Paru
• Inspeksi : Simetris kiri dan kanan keadaan
statis dan dinamis
• Palpasi : Fremitus kanan meningkat
dibandingkan fremitus kiri
• Perkusi : Redup dikedua lapangan paru
• Auskultasi: Suara nafas bronkovesikuler, rhonki
basah halus nyaring (+/+), wheezing
(-/-)
Abdomen
• Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit,
venektasi (-), sikatrik (-)
• Palpasi : Dinding perut supel, nyeri tekan (+)
pada epigastrium, nyeri lepas (-) hepar dan
lien tidak teraba
• Perkusi : Timpani
• Auskultasi: Bising usus (+) normal
Ektremitas Superior
Edema
 Kanan :-
 Kiri :- Fisiologis Kanan Kiri
Akral Biceps + +
 Kanan : hangat Triceps + +
 Kiri : hangat Brachioradialis + +

Patologi Kanan Kiri


Hoffman- - -
tromer
Ektremitas Inferior
Edema
 Kanan :-
Fisiologis Kanan Kiri
 Kiri :-
Patella + +
Akral
Achile + +
 Kanan : hangat
 Kiri : hangat
Patologi Kanan Kiri
Babynski - -
Gordon - -
Oppenheim - -
Schaefer - -
Caddocks - -
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
• Darah
• Hb : 10,9 g/dl
• Ht : 30,7 %
• Leukosit: 4,89/mm3
• Trombosit: 232/mm3
Faal Ginjal
• Ureum : 21,0 mg/dl
• Creatinin : 1,28 mg/dl
• Calsium darah: 9,11 mg/dl
• GDR: 182 mg%
• Diabetes Melitus tipe 2
Diagnos • Infeksi Saluran Kemih (ISK)
• Bronkopneumonia
a kerja

Diagnos •

Diabetes insipidus
Vaginismus
a •

Cervisistis
TB paru
Banding • Asma bronkial
Penatalaksanaan

1. Non Farmakologi
• Tirah baring
• IVFD RL 12 jam/kolf
2. Farmakologi
• Inj Ceftriaxon 1 x 2
• Inj Lovemir 1 x 16
• Inj Novarapid
• Simvastatin 1 x 20
• Paracetamol 3 x 1
• Allupurinol 2 x 100
• Tramadol 2 x 20
• Mini aspilet 1 x 80
Pemeriksaan anjuran

a) Cek ulang darah rutin


b) Pemeriksaan urinalisa
c) Rontgen Foto Thorax PA
a) Elektrokardiogram
Prognosis

• Quo ad vitam : dubia ad bonam


• Quo ad sanationam : dubia ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
Hari/ Subject Object Assesment Plan
tanggal

Jumat/ 30  Mual (+) KU : sedang Diabetes Mellitus tipe 1. Nonfarmakologi


Sept 2016  Muntah (-) Kes : CMC 2, Infeksi Saluran  Tirah baring
 Nyeri perut (+) TD:130/70 mmHg Kemih (ISK)  RL 12 jam/kolf
 Nafsu makan (-) Nadi : 74 x/i 2. Farmakologi
Nafas : 18 x/i  Inj Ceftriaxon 1 x 2
Suhu : 36,10 C  Inj Levemir 1 x 16
Hasil Pemeriksaan Darah :  Inj Novarapid
Hb: 10,9 g/dl  Simvastatin 1 x 20
Ht: 30,7 %  Paracetamol 3 x 1
Leukosit: 4,89/mm3  Allupurinol 2 x 100
Trombosit: 232/mm3  Mini aspilet 1 x 80
Ureum :21,0 mg/dl
Creatinin:1,28 mg/dl Anjuran :
Calsium darah: 9,11 mg/dl  Cek faal ginjal dan
GDR:182 mg% urinalisa
 Rontgen thorak PA
Hari/
Subject Object Assesment Plan
tanggal
Sabtu, 1  Sakit kepala KU : Sedang, Kes : CMC Diabetes Mellitus 1. Non
Okt 2016 (+) TD: 120/80 mmHg, Nadi : 90 x/i,
tipe 2, Infeksi Farmakologi
Saluran Kemih  Tirah baring
 Nyeri perut Nafas : 18 x/i, Suhu : 36,30 C (ISK),  IVFD RL 12
(+) Hasil Faal ginjal : Bronkopneumonia j/kolf
 Nafsu Uric acid : 5,4 mg/dl, Ad 2. Farmakologi
Inj Ceftriaxon 1 x
makan (+) random : 302 mg%,, 2
Cholesterol : 226 mg/dl, Inj Levemir 1 x 16
Gliserida : 220 mg/dl Inj Novarapid
Simvastatin 1 x 20
Urinalisa:
Paracetamol 3 x 1
Warna: kuning, Blood : - Allupurinol 2 x
Bilirubin : -, Urobilonogen : - 100
Mini aspilet 1 x 80
Keton : -, Protein: -
Nitrit : -, Glukosa : ++, pH : 7,0, Anjuran :
Bj : 1,05, Leukosit : 3-5 /LPB, Cek gula darah
Epitel : 8-12/LPK
puasa dan 2 jam
PP
Hasil Rontgen Thorax PA
didapatkan :
Infiltrat perihiler dan parakardial
bilateral
Hari/ Tanggal
Subject Object Assesment Plan

Minggu/ 2 okt  Sakit kepala (+) KU : sedang Diabetes Mellitus tipe 1. Non Farmakologi
2016  Kepala terasa berat Kes : CMC 2, Infeksi Saluran  Tirah baring
(+) TD : 150/80 mmHg Kemih (ISK),  IVFD RL 12 j/kolf
 Mual (-), muntah (-) Nadi : 70 x/i Bronkopneumonia 2. Farmakologi
Nafas : 17 x/i  Inj Ceftriaxon 1 x 2
Suhu : 36,4 0 C  Inj Levemir 1 x 16
 Inj Novarapid
Hasil cek gula darah :  Simvastatin 1 x 20
Ad random : 280 mg%  Paracetamol 3 x 1
 Allupurinol 2 x 100
 Mini aspilet 1 x 80
Anjuran :
Cek gula darah puasa dan 2
jam PP
Hari/ Tanggal
Subject Object Assesment Plan

Senin/ 3 Okt  Sakit kepala (+) KU : sedang Diabetes Mellitus 1. Non Farmakologi
2016  Kaki terasa berat (+) Kes : CMC tipe 2, Infeksi  Tirah baring
 Mual (-), muntah (-) TD:120/70 mmHg Saluran Kemih  Infus aff

 Nafsu makan baik Nadi : 70 x/i (ISK), 2. Farmakologi


Nafas : 22 x/i Bronkopneumonia  Inj Ceftriaxon 1 x 2
Suhu : 36,50 C  Inj Levemir 1 x 16
 Inj Novarapid
Hasil cek gula darah :  Simvastatin 1 x 20
Glukosa puasa : 238 mg%  Paracetamol 3 x 500
2 jam PP : 326 mg %  Allopurinol 2 x 100
 Mini aspilet 1 x 80
Boleh pulang dan kontrol
poli interne
Kesimpulan
Seorang pasien perempuan berumur 57 tahun dirawat di
bangsal RSUD Solok pada tanggal 29 September 2016
dengan keluhan badan terasa lemas sejak ± 1 hari
sebelum masuk Rumah Sakit, bila sedang berjalan tubuh
terasa sempoyongan. Demam sejak ± 1 hari sebelum
masuk Rumah Sakit, meningkat pada malam hari disertai
dengan menggigil. Pasien mengeluhkan mual sejak ± 1
hari sebelum masuk Rumah Sakit tetapi tidak terdapat
muntah. Nyeri saat BAK sejak ± 1 minggu yang lalu. Pasien
mengatakan batuk sejak ± 1 minggu yang lalu, batuk
berdahak, dahak berwarna putih dan tidak berdarah.
Sakit kepala dirasakan sejak ± 3 minggu yang
lalu, dan dirasakan semakin lama semakin
meningkat. Sakit berkurang jika pasien
beristirahat dan meningkat jika beraktivitas.
Pasien telah menderita Diabetes Mellitus sejak ±
13 tahun yang lalu dengan kontrol tidak teratur.
Pasien mengatakan sering merasa haus,
frekuensi minum meningkat sejak ± 13 tahun
yang lalu, tetapi meningkat sejak 4 hari yang lalu,
frekuensi minum sehari ± 5 botol aqua besar.
Pasien mengeluhkan sering kesemutan pada
kaki dan tangan sejak ± 7 tahun yang lalu,
kesemutan dirasakan hilang timbul. Penglihatan
kabur sejak ± 10 tahun yang lalu, dan
sebelumnya pasien tidak memakai kecamata.
Buang air kecil meningkat dengan frekuensi ± 10
kali, buang air kecil berwarna kuning. Nafsu
makan meningkat sejak ± 7 tahun yang lalu,
tetapi pasien mencoba mengontrol pola
makannya. Penurunan berat badan ± 17 kg sejak
10 tahun terakhir. BAB normal.
Sebelumnya pasien pernah dirawat dengan diagnosa
stroke tahun 2002. Diketahu pasien memiliki riwayat
hipertensi sejak ± 13 tahun yang lalu dan riwayat
Diabetes Mellitus sejak ± 13 tahun yang lalu serta
riwayat hipertensi dan Diabetes Melitus ada pada ayah
pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum
sedang, kesadaran Compos Mentic Cooperative,
tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 81 x/i, pernafasan
20 x/i, suhu 36,60 C. Pada palpasi paru didapatkan
fremitus kanan meningkat dibandingkan fremitus kiri,
perkusi paru didapatkan suara redup dan auskultasi
didapatkan bronkovesikuler, rhonki basah halus nyaring
Darah rutin didapatkan Hemoglobin 10,9 g/dl,
Hematokrit 30,7 %, Leukosit 4,89/mm3, Trombosit
232/mm3 dan pemeriksaan Faal Ginjal didapatkan
Ureum 21,0 mg/dl, Creatinin 1,28 mg/dl, Calsium
darah 9,11 mg/dl, GDR 182 mg%, pada
pemeriksaan urinalisa didapatkan glukosa (++),
Leukosit 3-5 /LPB, Epitel 8-12/LPK dan hasil
Rontgen Thorax PA didapatkan infiltrat perihiler
dan parakardial bilateral. Dari anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
ditegakkan diagnosa Diabetes Melitus tipe 2,
Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan Bronkopneumonia.

Anda mungkin juga menyukai