Anda di halaman 1dari 12

N )

A I A
G I R
BA R M IK
K
SE L F I PE • Lucy Purwanti

J A A GI V NIM : 2330221028
A AJ LO O K • Yeni Purwanti

S W H O MP NIM : 2330221030
A AN ODE L O • Indah Wahyuning Tyas

M ET : K
NIM : 2330221027
• Farikha Ratnasari
(ML E H NIM : 2330221013
O • Firsta Herlambang O.S
NIM : 2330221014

PROGRAM STUDI S1 GIZI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
• Setelah wafatnya Nabi, para pemimpin Muslim harus menentukan bentuk
umat seperti apa yang harus mereka pilih.
• Abu Bakar dipilih menjadi khalifah pertama Nabi melalui suara mayoritas
dengan suasana politik dan kepemimpinan terbilang cukup stabil
• Masa Umar dan Utsman di mana situasi politik tidak stabil, yang membuat
keduanya mati dibunuh
• Masa kepemimpinan Ali sebagai klimaks dari situasi politik yang tidak
stabil pada era sebelumnya. Ali menghadapi situasi yang sulit, ia harus
menghadapi kelompoknya sendiri, serta kelompok pemberontak lainnya
yang tak suka dan puas dengan kepemimpinannya
• Situasi yang kacau, saling menyalahkan, memfitnah dan membunuh saat
itu memunculkan sekelompok orang yang memiliki pemikiran untuk
menjaga peradaban dan keamanan umat
• Cara berpikir demikianlah yang disebut dengan Aswaja sebagai Manhajul
Fikr
• Bagi kelompok Aswaja, situasi yang terjadi setelah wafat Nabi di Tsaqifah
antara Abu Bakar, Umar dan beberapa tokoh sahabat yang lain adalah
salah satu bentuk dari upaya ijtihad politik.
• Cara berpikir dengan prinsip Aswaja ini kemudian diadopsi oleh
Nahdhatul Ulama (NU) di Indonesia. NU yang bermazhab Sunni memakai
prinsip Aswaja dalam merumuskan kultur gerakan dan keagamaannya.
• Aswaja sebagai manhajul fikr adalah upaya dari cara berpikir yang
bertujuan menjaga peradaban dan stabilitas keamanan manusia di muka
bumi. Aswaja menolak cara-cara berpikir dan bertindak licik, kasar,
merusak, intoleran serta hal-hal yang membawa pada chaos dan
kemudharatan
B. RUMUSAN MASALAH

Apa yang dimaksud dengan Aswaja sebagai Manhaj al Fikr (Metodologi


Pemikiran) Nahdhatul Ulama?
C. TUJUAN
1. Mendeskripsikan pengertian Manhaj al Fikr (Metodologi Pemikiran)
Nahdhatul Ulama.
2. Mendeskripsikan nilai-nilai dasar Aswaja sebagai Manhaj al Fikr
(Metodologi Pemikiran) Nahdhatul Ulama.
BAB II PEMBAHASAN
. ASWAJA SEBAGAI MANHAJ AL FIKR (METODOLOGI PEMIKIRAN)
• Selama kurun waktu berdirinya (1926) hingga sekitar tahun 1994,
pengertian Aswaja bertahan di tubuh Nahdlatul Ulama. Baru pada sekitar
pertengahan dekade 1990, muncul gugatan yang mempertanyakan,
tepatkah Aswaja dianut sebagai madzhab.
• Aswaja sebagai madzhab artinya seluruh penganut Ahlussunnah Wal
Jama’ah menggunakan produk hukum atau pandangan para ulama
dimaksud. Pengertian ini dipandang sudah tidak lagi relevan degan
perkembangan zaman, mengingat perkembangan situasi yang berjalan
dengan sangat cepat dan membutuhkan inovasi baru untuk
menghadapinya. Selain itu, pertanyaan epistemologis terhadap pengertian
itu adalah, bagaimana mungkin terdapat madzhab dalam madzhab.
• Dua gugatan tersebut dan banyak lagi yang lain, baik dari tinjauan sejarah,
doktrin, maupun metodologi, menghasilkan kesimpulan bahwa Aswaja
tidak lagi dapat diikuti sebagai madzhab. Lebih dari itu, Aswaja harus
diperlakukan sebagai manhaj al-fikr atau metode berfikir
• NU memandang bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah orang-orang
yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek
kehidupan dengan berlandaskan atas dasar moderasi, menjaga
keseimbangan, dan toleran. Aswaja bukan sebuah madzhab, melainkan
sebuah metode dan prinsip berfikir dalam menghadapi persoalan-persoalan
agama sekaligus urusan sosial-kemasyarakatan, inilah makna Aswaja
sebagai Manhaj Al-Fikr
B. NILAI-NILAI ASWAJA SEBAGAI MANHAJ AL FIKR (METODOLOGI
PEMIKIRAN)
Konsep Aswaja oleh NU kemudian ditelurkan menjadi beberapa nilai, selain
nilai kuliyah al-khamsah yang sudah diyakini sebelumnya dalam Islam secara
kesuluruhan, nilai-nilai itu antara lain :

1. TAWASSUTH
• Tawassuth berasal dari kata Wasatho artinya tengah. Hal ini berarti dalam
memahami segala bentuk ajaran Islam senantiasa berpedoman dengan
nilai-nilai kemoderatan. Nilai kemoderatan inilah nantinya membawa
pemahaman menuju Islam yang benar tanpa harus mengklaim saudara-
saudaranya kafir, murtad dan sejenisnya hanya semata-mata tidak setuju
dengan apa yang diusungnya
• Sikap tawasuth diperlukan dalam rangka untuk merealisasikan amar
ma’ruf nahi munkar yang selalu mengedepankan kebajikan secara bijak,
yang prinsip bagi Aswaja adalah berhasilnya nilai-nilai syari’at Islam
dijalankan oleh masyarakat , sedang cara yang dilakukan harus
menyesuaikan dengan kondisi dan situasi masyarakat setempat.
2. TAWAZUN
• Tawazun mempunyai makna seimbang. Hal ini berarti setiap jengkal
langkah dalam sendi kehidupan beragama senantiasa menggunakan prinsip
keseimbangan dalam pemecahan setiap permasalahan yang muncul.
Seimbang dalam menjalin hubungan dengan Allah, seimbang dalam
menjalin hubungan dengan sesama manusia, seimbang dalam menjalin
hubungan dengan alam
• At-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan
dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli
(bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits)
3. TA’ADUL
• Ta’adul akar kata dari lafad Adala yang mempunyai arti adil, bersifat adil,
tidak memihak
• Setiap pemikiran, gerakan, moral bahkan kebijakan sekalipun harus
mengedepankan sifat adil di berbagai aspek kehidupan maupun negara.
• Aspek sosial, negara, syariah, ekonomi, budaya, pendidikan dan hal
lainnya harus disikapi dengan fikiran jernih –adil- sehingga mampu
mengembangkan sayap nilai Islam menuju nilai peradaban tinggi dan
unggul dalam mengikuti zaman.
3. Tasamuh
• Tasamuh adalah sebuah sikap keberagaman dan kemasyarakatan yang
menerima kehidupan sebagai sesuatu yang beragam
• Tasamuh mempunyai makna toleransi. Artinya, Allah telah menciptakan
manusia bermacam-macam suku, agama, ras sehingga dalam menyikapi
persoalan kita senantiasa menggunakan prinsip toleransi. Dengan
menggunakan prinsip inilah kita mampu memahami perbedaan
sebagai Sunnatullah dan tidak terpecah belah dalam perbedaan
• Sikap tasamuh atau toleransi, yakni menghargai perbedaan serta
menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun
bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda
tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini
BAB III PENUTUP

Ahlusunnah wal Jama’ah sebagai manhaj al fikr bersifat dinamis dan


sangat terbuka bagi pembaruan-pembaruan. Sebagai sebuah metode
pemahaman dan penghayatan , dalam makna tertentu ia tidak dapat
disamakan dengan metode akademis yang bersifat ilmiah. Dalam metode
akademik, sisi teknikalitas pendekatan diatur sedemikian rupa sehingga
menjadi prosedur yang teliti dan nyaris pasti. Namun demikian dalam
ruang akademis pembaharuan atau perubahan sangat mungkin terjadi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai