Anda di halaman 1dari 61

TEKNIK PEMBUATAN AKTA II

( MAGANG II )
Oleh :
Dr. Unggul Basoeky, S.H.,M.Kn.,M.H
Address : Jl. Flores Gg. 4 No. 28 Kel. Panggung Kota Tegal

Phone : 085700003465

E-mail : unggul_basoeky@usp.ac.id
Place/Date of Birth : Tegal, September 11th, 1988
•Reason is the life of the
law, the common law
itself is nothing else but
reason - the law which is
perfection of reason
BUKU III KUHPERDATA / BURGELIJK WETBOEK (BW)
TENTANG PERIKATAN (VAN VERBINTENISSEN)
BAB I
PERIKATAN PADA UMUMNYA
Bagian 1 ketentuan umum
Bagian 2 perikatan untuk memberikan sesuatu
Bagian 3 perikatan untuk berbuat sesuatu/tidak berbuat sesuatu
Bagian 4 penggantian biaya, kerugian, dan bunga
Bagian 5 perikatan bersyarat
Bagian 6 perikatan dengan waktu yang ditetapkan
Bagian 7 perikatan dengan pilihan atau perikatan yang boleh
dipilih oleh salah satu pihak
Bagian 8 perikatan tanggung renteng atau perikatan
tanggungmenanggung
Bagian 9 perikatan yang dapat dibagi-bagi dan perikatan yang
tidak dapat dibagi-bagi
Bagian 10 perikatan dengan perjanjian hukuman

TERDIRI DARI 631PASAL


DAR PASAL 1233 S.D PASAL 1864
BAB II BAB IV
PERIKATAN YANG LAHIR DARI KONTRAK ATAU PERJANJIAN HAPUSNYA PERIKATAN
Bagian 1 ketentuan umum PASAL 1381 S.D PASAL 1380
Bagian 2 syarat-syarat terjadinya suatu perjanjian yang sah Bagian 1 pembayaran
Bagian 3 tentang akibat suatu perjanjian Bagian 2 penawaran pembayaran tunai yang diikuti
Bagian 4 tentang penafsiran suatu perjanjian penyimpanan atau penitipan
bagian 3 pembaharuan utang
Bagian 4 kompensasi atau perjumpaan utang
BAB III Bagian 5 percampuran utang
PERIKATAN YANG LAHIR KARENA UNDANG-UNDANG Bagian 6 pembebasan utang
PASAL 1352 S.D PASAL 1380 Bagian 7 musnahnya barang yang terutang
Bagian 8 kebatalan dan pembatalan perikatan

BAB V JUAL BELI 1457 KUHPER-1540 KUHPerdata


Bagian 1 ketentuan umum BAB VI TUKAR MENUKAR (Ps. 1541 -1546 )
Bagian 2 kewajiban penjual BAB VII SEWA MENYEWA (Ps. 1547 – 1600)
Bagian 3 kewajiban pembeli Bagian 1 ketentuan umum
Bagian 4 hak membeli kembali Bagian 2 Aturan-aturan yang Sama-sama Berlaku
Bagian 5 Ketentuan-ketentuan Khusus Mengenai Jual Beli Terhadap Penyewaan Rumah dan Penyewaan Tanah
Piutang dan Hak-hak Tak Berwujud Yang Lain Bagian 3 Aturan-aturan yang Khusus Berlaku
Bagi Sewa Rumah dan Perabot Rumah
Bagian 4 aturan khusus berlaku bagi sewa tanah
BUKU III KUHPERDATA / BURGELIJK WETBOEK (BW)
TENTANG PERIKATAN (VAN VERBINTENISSEN)

BAB VII A PERJANJIAN KERJA BAB VIII PERSEROAN PERDATA (PERSEKUTUAN


Bagian 1 ketentuan umum PERDATA)
Bagian 2 Perjanjian Kerja pada umumnya Bagian 1 ketentuan umum
Bagian 3 kewajiban majikan Bagian 2 Persetujuan antara satu peserta satu sama
Bagian 4 kewajiban buruh lain
Bagian 5 berbagai cara berakhirnya hubungan kerja Bagian 3 ikatan para peserta terhadap orang lain
Bagian 6 Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Bagian 4 cara pembubaran perseroan perdata

BAB IX BADAN HUKUM ( Ps. 1653 – 1665) BAB XIV BUNGA TETAP ATAU BUNGA ABADI
BAB X PENGHIBAHAN BAB XV PERSETUJUAN UNTUNG-UNTUNGAN
BAB XI PENITIPAN BARANG BAB XVI PEMBERIAN KUASA
BAB XII PINJAM PAKAI BAB XVII PENANGGUNG UTANG
BAB XIII PINJAM PAKAI HABIS BAB XVIII PERDAMAIAN
BUKU III BAB IX
PASAL 1653 S.D 1665 KUHPERDATA
• Pasal 1653 KUHPerdata
Selain perseroan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang, entah badan
hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai
yang diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau
kesusilaan.
• Pasal 1654
Semua badan hukum yang berdiri dengan sah, begitu pula orang-orang swasta, berkuasa untuk melakukan perbuatan-
perbuatan perdata, tanpa mengurangi perundang-undangan yang mengubah kekuasaan itu, membatasinya atau
menundukkannya kepada tata cara tertentu.
• Pasal 1655
Para pengurus badan hukum, bila tidak ditentukan lain dalam akta pendiriannya, dalam surat perjanjian atau dalam
reglemen berkuasa untuk bertindak demi dan atas nama badan hukum itu, untuk mengikatkan badan hukum itu kepada
pihak ketiga atau sebaliknya, dan untuk bertindak dalam sidang Pengadilan baik sebagai penggugat maupun sebagai
tergugat.
• Pasal 1656
Perbuatan yang dilakukan oleh pengurus yang tidak berkuasa melakukan perbuatan itu hanya mengikat badan hukum bila
ada manfaatnya bagi badan hukum itu atau bila perbuatan itu kemudian diterima dengan sah.
• Pasal 1657
Jika dalam akta pendirian, surat perjanjian atau reglemen tidak ditentukan sesuatu mengenai pengurus badan hukum, maka
tidak seorang anggota pun berkuasa untuk bertindak atas nama badan hukum itu atau untuk mengikatkan badan hukum itu
dengan cara lain dan yang telah ditentukan pada akhir Pasal yang lalu.
Pasal 1658
Selama tidak diatur secara lain dalam akta pendirian, surat perjanjian dan reglemen, para pengurus wajib
menyerahkan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada semua anggota badan hukum, dan untuk itu tiap
anggota berkuasa menggugat mereka di hadapan Pengadilan.
Pasal 1659
Jika dalam akta pendirian, surat perjanjian dan reglemen tidak diatur hak suara, maka tiap anggota badan hukum itu
mempunyai hak yang sama untuk mengeluarkan suara dan keputusan diambil menurut suara terbanyak.
Pasal 1660
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban tiap anggota badan hukum demikian, ditetapkan dalam peraturan-peraturan yang
menjadikan badan hukum atau perkumpulan itu didirikan atau diakui, atau menurut akta pendirian sendiri, surat
perjanjian sendiri atau reglemen sendiri, dan bila peraturan-peraturan tidak dibuat, maka wajiblah dituruti ketentuan-
ketentuan bab ini.
Pasal 1661
Para anggota badan hukum sebagai perseorangan tidak bertanggung jawab atas perjanjian-perjanjian
perkumpulannya. Semua utang perkumpulan itu hanya dapat dilunasi dengan harta benda perkumpulan.
Pasal 1662
Badan hukum yang didirikan atas kuasa umum tidak dihapuskan bila semua anggotanya meninggal dunia atau
mengundurkan diri dari keanggotaan, melainkan tetap berdiri sampai dibubarkan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang. Jika semua anggota tersebut di atas tidak ada lagi maka Pengadilan Negeri yang dalam daerah
hukumnya badan hukum itu berkedudukan, atas permintaan orang yang berkepentingan dan setelah mendengar
pendapat jawatan Kejaksaan, bahkan atas tuntutan Kejaksaan itu, berhak menetapkan tindakan-tindakan yang
dianggap perlu dilakukan demi kepentingan badan hukum itu.
BADAN HUKUM

BADAN HUKUM YANG


BADAN HUKUM YANG BADAN HUKUM YANG
DIDIRIKAN DENGAN
DIBENTUK KEKUASAAN DIAKUI KEKUASAAN
MAKSUD TERTENTU
1.Badan Hukum yang dibentuk oleh Pemerintah (Penguasa Negara),
mis : lembaga-lembaga negara, departemen pemerintahan, daerah
otonom, BUMN dan BUMD.
2.Badan Hukum yang diakui oleh Pemerintah (Penguasa Negara),
mis : perkumpulan-perkumpulan, gereja dan organisasi organisasi 
agama dan sebagainya.
3.Badan Hukum yang didirikan untuk suatu maksud tertentu yang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang dan kesusilaan, mis :
Yayasan, PT.
Syarat Badan
Hukum :
Badan Hukum harus memenuhi 2
syarat, yaitu:
1. Syarat formil yaitu didirikan dengan
akta autentik untuk mendapatkan
pengesahan Menteri dengan
terpenuhinya syarat tersebut, maka
suatu badan hukum akan diakui
eksistensinya oleh Negara .
2. Syarat Materiil yaitu adanya
pemisahan harta kekayaan, adanya
tujuan tertentu, ada pengurus
Unsur – Unsur Badan
Hukum

Dikatakan sebagai badan hukum, yaitu :


• Ada Organisasi yang teratur
• Ada maksud dan tujuan tertentu;
• Memiliki kepentingan sendiri (hak dan kewajiban),
• Dapat bertindak dalam hukum (sebagai subjek
hukum (rechtpersoon)
• Dapat melakukan perbuatan hukum perdata
(digugat dan menggugat dipengadilan)
• Memiliki harta kekayaan yang terpisah
Entitas Badan Hukum

Badan hukum publik adalah badan hukum yang didirikan


berdasarkan hukum publik atau orang banyak dan bergerak di
bidang publik atau yang menyangkut kepentingan negara atau
umum, badan hukum ini merupakan badan negara yang
dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perUndang-
Undangan, yang dijalankan oleh pemerintah atau badan yang
ditugasi untuk itu, contohnya
 Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD1945
 Daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota berdasarkan
Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945 jo. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU
Pemda tersebut telah mengalami revisi sebanyak dua kali).
 Badan Usaha Milik Negara (UU No. 19 Tahun 2003)
 Pertamina (UU No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara )
Entitas Badan Hukum
Badan hukum privat adalah badan hukum yang didirikan
atas dasar hukum perdata atau hukum sipil yang bergerak
dibidang privat atau menyangkut kepentingan orang atau
individu-individu yang termasuk dalam badan hukum
tersebut. Badan hukum ini merupakan badan swasta yang
didirikan oleh sejumlah orang untuk tujuan tertentu seperti
mencari laba, sosial/ kemasyarakatan, politik, dan ilmu
pengetahuan dan teknologi contohnya :
 Perseroan Terbatas (PT) (UU No. 40 Tahun 2007
tentang PerseroanTerbatas
 Koperasi, (UU No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi
 Yayasan, (UU No. 16 Tahun 2001 jo. UU No. 28 Tahun
2004 )
 Partai Politik, (UU No. 2 Tahun 2008 jo. UU 2 Tahun
2001 )
Yayasan
Yayasan, Foundation, Stichting.
• Emerson Andrews, “A non governmental, nonprofit
organization having a principle fund of its own, manage by its
own trustees or directors, and established to maintain or aid
social, educational, charitable, religious, or other activities
serving the common welfare
• Foundation. Permanent Fund establised and maintained by
contributions for charitable, educated, religious or other
benevolent purpose. An institution or association given to
rendering financial aid to colleges, schools and generally
supported by gifts for such purposes.
Pitlo memberikan uraian tentang yayasan sebagai berikut:
• “Sebagaimana halnya untuk tiap-tiap perbuatan hukum,
maka untuk pendirian yayasan harus ada sebagai dasar
suatu kemauan yang sah. Pertama-tama harus ada maksud
untuk mendirikan suatu yayasan, kemudian perbuatan hukum
tersebut harus memenuhi tiga syarat materiil, yakni adanya
pemisahan harta kekayaan, tujuan, dan organisasi, dan satu
syarat formal yakni surat
• Di negeri Belanda sejak tahun 1882 telah
ada yurisperudensi tentang yayasan. Di
Negara kita Mahkamah Agung dalam
putusannya tanggal 27 Juni 1973 No. 124
K/Sip/1973 telah mempertimbangkan
kedudukan suatu yayasan sebagai badan
hukum.Dalam pertimbangan putusan
Mahkamah Agung tersebut nampak
bahwa pertimbangannya tentang yayasan
sebagai badan hukum ternyata sejalan
dengan unsur-unsur yaitu memiliki
kekayaan sendiri yang dipisahkan, dan
memiliki alat kelengkapan yang
bertanggung jawab baik secara internal
dan eksternal
Yayasan atau stichtingen dapat dilihat
dalam Pasal 285 ayat (1) NBW, yang
berbunyi :
“een stichting is een door een
rechtshandeling in het leven geroepen
rechtspersoon, welke geen laden, kent en
beoogt met behulp van een door toe
bestemd vermogen een in de statuten
vermeld doel te verwezenlijken.”
(Yayasan adalah badan hukum yang lahir
karena suatu perbuatan hukum, yang tidak
mempunyai anggota dan bertujuan untuk
melaksanakan tujuan yang tertera dalam
statistik yayasan dengan dana yang
dibutuhkan untuk itu)
Yayasan

Dasar Yuridis :
1. UU No. 16/2001
2. UU No. 28/2004
3. PP No. 63/2008
4. PP No. 2/2013
Definisi Pasal 1 angka 1 UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang
menyatakan bahwa “yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas
Normatif kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan
tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak
Yayasan memiliki anggota
Syarat Badan
Hukum
Yayasan:
Badan Hukum harus memenuhi 2
syarat, yaitu:
1. Syarat formil yaitu didirikan dengan
akta autentik dan mendapatkan
pengesahan Menteri Hukum dan
HAM
2. Syarat Materiil yaitu adanya
pemisahan harta kekayaan,
maksud dan tujuan tertentu, adanya
organisasi yayasan
Pasal 9 ayat (1) dan (2) mengatur bahwa suatu
yayasan juga harus didirikan dengan syarat
sebagai berikut :
1) Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih
dengan memisahkan sebagian harta kekayaan
pendirinya sebagai kekayaan awal.
2) Pendirian yayasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan
dibuat dalam bahasa Indonesia.

Pasal 11 ayat (1) yang berbunyi:


“Yayasan memperoleh status badan hukum
setelah akta pendirian yayasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) memperoleh
pengesahan dari Menteri.”
Unsur-Unsur
Yayasan
1. Ada Organisasi yang teratur
2. Ada maksud dan tujuan tertentu;
3. Memiliki kepentingan sendiri (hak dan
kewajiban),
4. Dapat bertindak dalam hukum (sebagai
subjek hukum (rechtpersoon)
5. Dapat melakukan perbuatan hukum
perdata (digugat dan menggugat
dipengadilan)
6. Memiliki harta kekayaan yang terpisah
Yayasan tidak dapat menjalankan sendiri segala kegiatan yang harus
dilakukan oleh badan tersebut. Dalam melakukan perbuatan hukum,
yayasan memerlukan perantara manusia selaku wakilnya. Walaupun
dalam bertindak suatu yayasan harus melalui perantaraan orang
(natuurlijkepersonen), namun orang tersebut tidak bertindak untuk
dan atas nama dirinya, melainkan untuk dan atas pertanggung
jawaban yayasan. Orang-orang yang bertindak untuk dan atas
pertanggung jawaban yayasan tersebut inilah yang disebut sebagai
Organ organ

Yayasan Organ yayasan terdiri atas : (Ps. 2 UU No. 16/2001)


1. Pembina,
2. pengurus, dan
3. pengawas
Karena kondisinya yang tidak mempunyai
anggota, maka para pembina, pengurus maupun
pengawas tidak ada yang mendapat pembagian
keuntungan yang diperoleh yayasan, yang mana
hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 3 ayat (2),
yang berbunyi :
“Yayasan tidak boleh membagikan hasil
kegiatan usaha kepada pembina pengurus
dan pengawas”

Pasal 5 mengatur bahwa:


“Kekayaan yayasan baik berupa uang,
barang, maupun kekayaan lain yang
diperoleh yayasan berdasarkan Undang-
Undang ini dilarang dialihkan atau dibagikan
secara langsung atau tidak langsung kepada
pembina, pengurus, dan pengawas,
karyawan atau pihak lain yang mempunyai
kepentingan terhadap yayasan.”
Organ Yayasan
(Pembina)
Definisi Pembina diatur dalam Undang-Undang Yayaasan Pasal 28 ayat
(1) yang berbunyi:
“Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang
tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh Undang-Undang
ini atau anggaran dasar”.
• Syarat Pembina di antara lain :
1. Orang perorangan (Pasal 28 ayat (3) UUYayasan).
2. Mempunyai dedikasi tinggi untuk mencapai tujuan dan maksud
yayasan
3. (Pasal 28 ayat Undang-Undang Yayasan).
4. Diangkat berdasarkan keputusan rapat gabungan seluruh anggota
pengurus dan anggota pengawas (Pasal 28 ayat (4) Undang-Undang
Yayasan).
5. Tidak boleh merangkap sebagai anggota pengurus dan/atau anggota
pengawas (Pasal 29 Undang-Undang Yayasan).
Organ Yayasan (Pengurus)
Definisi Pengurus diatur dalam Undang-Undang Yayasan Pasal 31 ayat (1) yang
berbunyi :
• “Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan
Yayasan.” Syarat Pengurus antara lain :
1. Orang perorangan (Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Yayasan).
2. Mampu melakukan perbuatan hukum (Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang
Yayasan)
3. Diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat pembina (Pasal 32 ayat
(1) Undang-Undang Yayasan).
4. Tidak boleh merangkap sebagai anggota pembina dan/atau anggota
pengawas (Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Yayasan).
5. Memenuhi persyaratan lainnya yang diatur dalam anggaran dasar (Pasal 32
ayat (4) Undang-Undang Yayasan).
6. Tidak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan dalam
7. melakukan pengurusan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi yayasan,
masyarakat, atau negara (Pasal 39 ayat (3) UU Yayasan)
7. anggota pengurus yang didirikan oleh orang asing atau orang asing bersama
orang Indonesia wajib bertempat tinggal di Indonesia (Pasal 12 ayat (2) PP
Nomor 63 Tahun 2008).185
8. anggota pengurus berkewarganegaraan asing harus memegang izin
melakukan kegiatan dan/atau usaha di Indonesia dan merupakan pemegang
Kartu Izin Tinggal Sementara (Pasal 12 ayat (3) PP No. 63 Tahun 2008).
Organ Yayasan (Pengawas)
Definisi Pengurus diatur dalam Undang-Undang Yayasan Pasal 40
ayat (1) yang berbunyi :
• Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan
pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam
menjalankan kegiatan Yayasan , syarat Pengawas :
1. Orang perorangan (Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Yayasan).
2. Mampu melakukan perbuatan hukum (Pasal 40 ayat (3) Undang-
Undang Yayasan)
3. Diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat pembina
(Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Yayasan).
4. Tidak boleh merangkap sebagai anggota pembina dan/atau
anggota Pengurus (Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Yayasan).
5. Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas untuk kepentingan (Pasal 41 UUY)
KEKAYAAN YAYASAN
• Kekayaan yayasan selain berasal dari harta kekayaan yang dipisahkan dari pemisahan harta kekayaan pendirinya, juga
bersumber dari sumbangan atau bantuan tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat, dan perolehan lain yang tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/ atau peraturan perUndang- Undangan yang berlaku, sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan sebagai berikut
1) Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang.
2) Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kekayaan yayasan dapat diperoleh dari:
a. Sumbangan atau bantuan yang mengikat,
b. Wakaf,
c. Hibah,
d. Hibah Wasiat,
e. Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar
f. Yayasan dan/ atau peraturan PerUndang-Undang an yang berlaku.
3) Dalam hal kekayaan yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku ketentuan hukum perwakafan.
4) Kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dipergunakan untuk mecapai maksud dan tujuan
Yayasan
Kekayaan Yayasan

terjadi likuidasi diserahkan kepada


yayasan lain yang mempunyai maksud
Harta kekayaan yayasan hanya dapat
dan tujuan yang sama dengan yayasan
dipergunakan untuk mencapai maksud
yang bubar (Pasal 68 ayat (1) Undang-
dan tujuan yayasan. Kekayaan tersebut
Undang Nomor 16 Tahun 2001).191 Jika
dilarang untuk dialihkan atau dibagikan
sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada
secara langsung maupun tidak langsung
Yayasan lain yang dimaksud dan tujuan
kepada pembina, pengurus, pengawas,
yang sama sebagaimana dimaksud dalam
karyawan atau pihak lain yang
ayat (1), sisa kekayaan tersebut
mempunyai kepentingan terhadap
diserahkan kepada negara dan
Yayasan hal ini diatur dalam pasal 3 dan
pengguanaannya dilakukan sesuai dengan
pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun
maksud dan tujuan yayasan tersebut
2001 Tentang Yayasan.190 Di dalam hal
(Pasal 68 ayat (2) Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2001).
Akta Autentik
Yayasan

•SIAPA SAJA YANG BERWENANG MEMBUAT


AKTA AUTENTIK YAYASAN

•APA SAJA SYARAT FORMAL DAN MATERIIL


AKTA AUTENTIK YAYASAN ?
Pasal 14 UU No. 16/2001 mengatur bahwa :
(1)  Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu.
(2)  Anggaran Dasar Yayasan sekurang-kurangnya memuat:
a. nama dan tempat kedudukan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;
c. jangka waktu pendirian;
d. jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda;
e. cara memperoleh dan penggunaan kekayaan;
f. tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
g. hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
h. tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan;
i. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
j. penggabungan dan pembubaran Yayasan; dan
k. Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah pembubaran.

(3)  Keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya nama, alamat,
pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan Pendiri, Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
(4)  Jumlah minimum harta kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi Pendiri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
PERSEROAN TERBATAS (PT)

•Naamloze Vennotschap (NV)


•Societe Anonyme (SA)
Dasar Yuridis :
 Kitab undang-undang hukum
dagang (Wetboek Van Koophandel),
Staatstblaad tahun 1847 No. 23
dalam Buku Kesatu Titel ketiga
bagian ketiga, mulai dari Pasal 36
sampai dengan Pasal 56
 UU No. 1 tahun 1995
 UU No. 40 tahun 2007
 UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar
Modal
•Pasal 36 KUHD
Perseroan terbatas tidak mempunyai firma, dan tak
memakai nama salah seorang atau lebih dari antara para
persero, melainkan mendapat namanya hanya dari
tujuan perusahaan saja.

Sebelum perseroan tersebut dapat didirikan, akta


pendiriannya atau rencana pendiriannya harus
disampaikan kepada Gubernur Jenderal (dalam hal ini
Presiden) atau penguasa yang ditunjuk oleh Presiden
untuk memperoleh izinnya.

•Pasal 40
Modal perseroan dibagi atas saham-saham atau Sero-
sero atas nama atau blangko. Para persero atau
pemegang saham atau sero tidak bertanggung jawab
lebih daripada jumlah penuh saham-saham itu.

Pasal 1 angka 1 UU PT
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan,
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
Menurut pemerintah Belanda ketika
membacakan Memorie Van Toelichting
(penjelasan) rencana undang-undang Wetboek
Van Koophandel di muka parlemen
menyebutkan, bahwa perusahaan adalah
keseluruhan perbuatan yang dilakukan
secara terus menerus, dengan mencari laba
bagi dirinya sendiri.
Menurut Molengraaf, perusahaan adalah
keseluruhan perbuatan yang dilakukan
secara terus menerus, bertindak ke luar
untuk mendapatkan suatu pengahasilan,
dengan cara memperniagakan barang-barang
atau mengadakan perjanjian perdagangan
Unsur Badan Hukum Perseroan Terbatas
Badan Hukum (Legalperson, Rechtpersoon), memiliki unsur-unsur :
Pendukung hak dan kewajiban
Dapat menuntut dan dituntut di muka pengadilan
memiliki kekayaan sendiri yang terpisah
memiliki tujuan tertentu
berkesinambungan (memiliki kontinuitas) dalam arti keberadaannya
tidak terikat pada orang-orang tertentu, karena hak-hak dan
kewajibannya tetap ada meskipun orang-orang yang menjalankannya
berganti
Syarat Formal dan Materiil
Pasal 7 ayat (4) menyebutkan bahwa Perseroan memperoleh status sebagai badan hukum
pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan
Pasal 8
(1)  Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan
pendirian Perseroan.
(2)  Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :
1. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan
kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat
lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan
hukum dari pendiri Perseroan;
2. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali
diangkat;
3. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah
saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.
Pasal 15 UUPT
(1) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya
1. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
2. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
3. jangka waktu berdirinya Perseroan;
4. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
5. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak
yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
6. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
7. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
8. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
9. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Organ Perseroan Terbatas

RAPAT UMUM
DEWAN
PEMEGANG DIREKSI
KOMISARIS
SAHAM (RUPS)

two-tier management system di mana terdapat lembaga Direksi yang menjalankan


manajemen perusahaan dan Dewan Dewan Komisaris yang bertugas mengawasi
jalannya manajemen (pengurusan) perusahaan oleh Direksi
•Pasal 1 angka 3 UU No. 1/95
Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya
disebut RUPS adalah organ perseroan yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan
dan memegang segala wewenang yang tidak
diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.

•Pasal 1 angka 4 UU No. 40/2007


Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya
disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang
mempunyai wewenang yang tidak diberikan
kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam
batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini
dan/atau anggaran dasar.

•Pasal 75 ayat (1) UUPT


RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan
kepada Direksi atau Dewan Dewan Komisaris
dalam batas yang ditentukan dalam Undang-
Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Wewenang RUPS
Kewenangan apa saja yang dimiliki RUPS yang diberikan UUPT yang diatur dalam UUPT tidak jarang memakai frasa “hak’ atau “berhak”,
sebagai berikut :
 Menyetujui perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum didirikan sehingga perbuatan
hukum calon pendiri tersebut mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum (Pasal 13 ayat (1) UUPT)
 Menyetujui perbuatan hukum yang dilakukan pendiri setelah pendirian Peseroan (Pasal 14 UUPT0
 Menyetujui usulan perubahan anggaran dasar Perseroan (Pasal 19-28 UUPT)
 Menyetujui penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak (Pasal 34 ayat (3) UUPT)
 Menyetujui hak tagih pemegang saham atau kreditor terhadap Perseroan sebagai kompensasi penyetoran saham dalam permodalan
Perseroan (Pasal 35 UUPT)
 Menyetujui maksud Perseroan untuk membeli kembali saham (bay back) yang telah dikeluarkan (Pasal 38 UUPT)
 Menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan atas maksud Perseroan untuk membeli kembali saham (buy back) yang
telah dikeluarkan Dewan Dewan Komisaris (Pasal 39 UUPT)
 Menyetujui penambahan modal Perseroan yaitu, modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal disetor (Pasal 41 ayat (1) UUPT)
 Menyerahkan kewenangan untuk memberikan persertujuan pelaksanaan keputusan RUPS tentang penambahan modal Perseroan
kepada Dewan Dewan Komisaris (Pasal 41 ayat (2) UUPT)
 Menyetujui pengurangan modal Perseroan, yaitu modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor (Pasal 44 UUPT)
Wewenang RUPS
 Menyetujui pemindahan hak atas saham apabila disyaratkan oleh anggaran dasar Perseroan (Pasal 57 ayat (1)
huruf b UUPT)
 Menyetujui rencana kerja tahunan yang di susun Direksi apabila disayaratkan oleh anggaran dasar Perseroan
(Pasal 64 ayat (2) dan (3) UUPT)
 Menolak untuk mengesahkan laporan keuangan laporan keuangan Perseroan yang termasuk dalam kualifikasi :
Perseroan yang bergerak di bidang pengerahan dana masyarakat atau Perseroan yang mengeluarkan surat
pengakuan utang atau Perseroan yang merupakan Perseroan terbuka atau Perseroan yang merupakan yang
mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha paling sedikit Rp50.000.000.000,00- (lima puluh miliar rupiah)
atau Perseroan yang laporan keuangannya wajib di audit akuntan publik sebagai mana yang disyaratkan peraturan
perundang- undangan, yang mana Direksi Perseroan tersebut ternyata tidak meyerahkan laporan keuangan
Perseroan tersebut kepada akuntan publik untuk di audit (Pasal 68 ayat (1) dan (2) UUPT)
 Menyetujui laporan tahunan Perseroan dan mengesahkan perhitungan tahunan Perseroan (Pasal 69 ayat (1) UUPT)
 Menyetujui penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan (Pasal 71 ayat (1)
UUPT)
 Mengatur tata cara pengambilan deviden yang telah dimasukkan ke dalam cadangan khusus (Pasal 73 ayat (2)
UUPT)
 Menyetujui penggabungan (merger), peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan permohonan agar
Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya dan pembubaran Perseroan (Pasal 89 ayat (1)
UUPT)
 Menetapkan pembagian tugas dan wewenang pengurusan Perseroan di antara anggota Direksi (Pasal 92 ayat (5)
UUPT)
 Mengangkat anggota Direksi (Pasal 94 ayat (1) UUPT) dan anggota Dewan Dewan Komisaris (Pasal 111 ayat (1)
UUPT)
 Memberhentikan anggota Direksi (Pasal 94 ayat (5) Jo. Pasal 105 ayat (1) UUPT) dan anggota Dewan Dewan
Komisaris (Pasal 115 ayat (5) dan Pasal 119 UUPT)
 Menetapkan besaran gaji dan tunjangan anggota Direksi (Pasal 96 ayat (1) UUPT) dan anggota Dewan Dewan
Komisaris (Pasal 113 UUPT)
 Menetapkan pembatasan atau persyaratan kewenangan Direksi (Pasal 98 ayat (3) UUPT)
 Penunjukan pihak luar anggota Direksi dan Dewan Dewan Komisaris Perseroan untuk mewakili Perseroan dalam
hal terdapat seluruh anggota Direksi dan Dewan Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan (conflict of
interest) dengn Perseroan (Pasal 99 ayat (2) huruf c UUPT)
 Menyetujui maksud Direksi untuk mengalihkan kekayaan atau menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari kekayaan bersih Perseroan (Pasal 102 ayat (1) UUPT)
 Menyetujui atau menolak rencana/maksud Direksi untuk mengajukan permohonan pailit atas Perseroan (Pasal
104 ayat (1) UUPT)
 Mencabut atau menguatkan keputusan Dewan Dewan Komisaris yang memberhentikan sementara anggota
Direksi (Pasal 106 ayat (6) UUPT)
 Meminta laporan Dewan Dewan Komisaris tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku
yang baru lampau (Pasal 116 huruf c UUPT)
 Memberikan kewenangan kepada Dewan Komisaris untuk melakukan tindakan pengurusan
Perseroan apabila Direksi tidak ada atau apabila seluruh anggota Direksi mempunyai
benturan kepentingan dengan Perseroan (Pasal 118 ayat (1) UUPT)
 Mengangkat Dewan Komisaris independen (Pasal 120 ayat (2) UUPT)
 Menyetujui rencana penggabungan yang disusun Direksi dan sebelumnya telah
mendapatkan persetujuan Dewan Dewan Komisaris Perseroan(Pasal 123 ayat (3) UUPT)
 Menyetujui pengambilalihan (Pasal 125 ayat (4) Jo. Pasal 126 ayat (2) dan Pasal 127 ayat (1)
UUPT) dan rencana pengambil alihan (Pasal 128 ayat (1) UUPT)
 Menyetujui pembubaran Perseroan (Pasal 142 ayat (1) huruf a UUPT)
 Menunjuk likuidator (Pasal 142 ayat (3) Jo. Pasal 145 ayat (2) UUPT)
 Menyetujui laporan pertanggungjawaban likuidator atas likuiditas Perseroan yang
dilakukannya (Pasal 152 ayat (1) UUPT)
Pasal 1 butir 5 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah organ
Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk
kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan,
baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar
Direksi berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan, bertindak untuk dan atas nama
Perseroan (baik di dalam maupun di luar pengadilan)
Pasal 92 UUPT
• Direksi menjalankan pengurusan Perseroan
untuk kepentingan Perseroan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan.
• Direksi berwenang menjalankan pengurusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam
batas yang ditentukan dalam Undang-Undang
ini dan/atau anggaran dasar.

Pasal 97 UU PT
(1)  Direksi bertanggung jawab atas pengurusan
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92
ayat (1).
(2)  Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3)  Setiap anggota Direksi bertanggung jawab
penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan
atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
apabila dapat membuktikan:
 kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya;
 telah melakukan pengurusan dengan itikad baik
dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan;
 tidak mempunyai benturan kepentingan baik
langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
 telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul
atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Kewajiban Direksi
Kewajiban Direksi yang berkaitan dengan Perseroan
1) Mengusahakan pendaftaran akta pendirian atas akta perubahan anggaran dasar Perseroan secara lengkap
2) Mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham dan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai
kepemilikan saham dari anggota Direksi atau Dewan Komisaris beserta keluarganya pada Perseroan tersebut atas
Perseroan lain
3) Mendaftarkan atau mencatat setiap pemindahan hak atas saham disertai dengan tanggal dan hari pemindahan hak
dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus
4) Dengan iktikat baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan
usaha Perseroan
5) Menyelenggarakan pembukuan Perseroan
6) Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan Perseroan
7) Memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan
8) Direksi dan anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya beserta
keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain
Kewajiban Direksi
Kewajiban Direksi yang berkaitan dengan RUPS
1) Meminta persetujuan RUPS, jika ingin membeli kembali saham yang telah dikeluarkan
2) Meminta persetujuan RUPS, jika Perseroan ingin menambah atau mengurangi besarnya jumlah modal Perseroan
3) Menyampaikan laporan tahunan
4) Menanda tangani laporan tahunan sebelum disampaikan kepada RUPS
5) Menyampaikan laporan secara tertulis tentang perhitungan tahunan
6) Pada saat diselenggarakan RUPS, Direksi mengajukan semua dokumen Perseroan
7) Menyelenggarakan panggilan RUPS
8) Meminta persetujuan RUPS, jika hendak melakukan tindakan hukum pengalihan atau menjadikan jaminan uang atas
seluruh atau sebagian besar aset Perseroan
9) Menyusun rancangan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan untuk disampaikan kepada RUPS guna
mendapatkan keputusannya
10) Mengumumkan dalam dua surat kabar harian tentang rencana penggabungan, peleburan dan penambilalihan Perseroan
paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum panggilan RUPS dilakukan.
Dewan
Komisaris
Pasal 1 angka 6 UUPT
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang
bertugas melakukan pengawasan secara umum
dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar
serta memberi nasihat kepada Direksi.
Pasal 108 UUPT
(1)  Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas
kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada
umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha
Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.
(2)  Pengawasan dan pemberian nasihat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan.
Dewan Komisaris
Dalam melaksanakan, Dewan Komisaris dalam Perseroan Terbatas tunduk pada beberapa prinsip yuridis Menurut
ketentuan UUPT. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1) Dewan Komisaris merupakan badan pengawas, (badan supervisi) selain mengawasi tindakan Direksi, Dewan
Komisaris juga mengawasi Perseroan secara umum.
2) Dewan Komisaris merupakan badan independen, seperti halnya Direksi dan RUPS, pada prinsipnya Dewan
Komisaris merupakan badan yang independen, Dewan Komisaris tidak tunduk kepada kekuatan siapapun dan Dewan
Komisaris melaksanakan tugasnya semata-mata hanya untuk kepentingan Perseroan.
3) Dewan Komisaris tidak mempunyai otoritas manajemen (non Executive) meskipun Dewan Komisaris merupakan
pengambilan keputusan (decision maker) tetapi pada prinsipnya Dewan Komisaris tidak memiliki otoritas
manajemen. Pihak yang memiliki tugas manajemen atau eksekutif hanyalah Direksi.
4) Dewan Komisaris tidak bisa memberikan instruksi yang mengikat kepada Direksi walaupun tugas utama Dewan
Komisaris adalah untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas Direksi, tetapi Dewan Komisaris
tidak berwenang untuk memberikan instruksi-instruksi langsung kepada Direksi.
5) Dewan Komisaris tidak dapat diperintah oleh RUPS, meskipun diketahui bahwa RUPS memiliki kekuasaan tertinggi
dalam suatu Perseroan. RUPS Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dapat memberhentikan Dewan Komisaris,
dengan atau tanpa menunjukkan alasan pemberhentiannya (With Or Without cause)
•Pasal 114 ayat (5) menyatakan bahwa Anggota
Dewan Dewan Komisaris tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila
dapat membuktikan :
• Setelah melakukan pengawasan dengan itikad
baik dan kehati- hatian untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan
• Tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik
langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan Direksi yang
mengakibatkan kerugian
• Telah memberikan nasihat kepada Direksi
untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut
TUGAS DAN WEWENANG
NOTARIS/PPAT
Pasal 15 UUJN-P yang mengatur bahwa :
(1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan
dalam surat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. emberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat Akta risalah lelang.
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam
peraturan perundang- undangan
ASAS PELAKSANAAN JABATAN
NOTARIS/PPAT
Asas Kepastian Hukum : Indonesia merupakan negara hukum dimana kepastian hukum bertujuan untuk
menjamin bahwa kepastian hukum terwujud dalam masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan
kepastian dalam hubungan antar manusia, yaitu menjamin prediktabilitas, dan juga bertujuan untuk mencegah
bahwa hak yang terkuat yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, notaris dan PPAT dalam
menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang berkaitan

dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta
ASAS PELAKSANAAN JABATAN
NOTARIS/PPAT
Asas Kehati-hatian : Asas kehati-hatian dalam pelaksanaan jabatan Notaris dan PPAT, notaris
dan PPAT wajib untuk bertindak saksama. Pelaksaan asas kecermatan wajib dilakukan dalam
pembuatan akta dengan :
1) Melakukan pengenalan terhadap penghadap berdasarkan identitasnya yang diperlihatkan
kepada notaris.
2) Menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau kehendak para
pihak tersebut.
3) Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para pihak tersebut.
4) Memberikan saran dan membuat kerangka akta untuk memenuhi keinginan atau kehendak
para pihak tersebut.
5) Memenuhi segala teknik administratif pembuatan akta notaris, seperti pembacaan,
penandatanganan, memberikan salinan dan pemberkasanuntuk minuta.
6) Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris.
ASAS PELAKSANAAN JABATAN
NOTARIS/PPAT
Asas Profesionalitas, Agar seseorang dapat digolongkan profesional harus memenuhi kriteria
atau persyaratan sebagai berikut :
1) Mempunyai keterampilan tinggi dalam suatu bidang pekerjaan, mahir dalam
mempergunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya.
2) Mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup memadai, pengalaman yang memadai dan
mempunyai kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah, peka dalam membaca situasi,
cepat dan cermat dalam mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan organisasi.
3) Mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi segala permasalahan yang terbentang di
hadapannya.
4) Mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka
untuk menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memiliki hal
terbaik bagi perkembangan pribadinya.
SYARAT FORMAL AKTA AUTENTIK
NOTARIS
Pasal 38 UUJN-P
(1)  Setiap Akta terdiri atas:
a. awal Akta atau kepala Akta;
b. badan Akta; dan
c. akhir atau penutup Akta.
(2)  Awal Akta atau kepala Akta memuat:
d. judul Akta;
e. nomor Akta;
f. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
g. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
(3)  Badan Akta memuat:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang
mereka wakili;
b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c. isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan
d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
(4)  Akhir atau penutup Akta memuat:
1. uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);
2. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan Akta jika ada;
…..dan seterusnya
SYARAT FORMAL AKTA AUTENTIK
PPAT
PASAL 96 PERKA BPN RI NO. 8 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI ATR/KA BPN NO. 3/1997 TENTANG
PERATURAN PELAKSANA PERATURAN PEMERINTAH NO. 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

( 1 ) Bentuk akta yang dipergunakan di dalam pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) dan
tata cara pengisian dibuat sesuai dengan Lampiran Peraturan ini yang terdiri dari :
a. Akta Jual Beli
b. Akta Tukar Menukar;
c. Akta Hibah;
d. Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan;
e. Akta Pembagian Hak Bersama
f. Akta Pemberian Hak Tanggungan
g. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai di atas Tanah Hak Milik;
h. Surat Kuasa membebankan Hak Tanggungan;
FUNGSI AKTA AUTENTIK
Pasal 1870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, bahwa “Suatu akta otentik memberikan diantara
para pihak beserta para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu
bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya”. Dengan memenuhi seluruh unsur di
atas maka akta otentik dapat dijadikan alat bukti yang sempurna sebagaimana arti dari akta otentik
itu sendiri. Kekuatan pembuktian akta ini dibedakan menjadi tiga macam
Fungsi alat bukti (probationis causa) bahwa akta itu dibuat sejak semula dengan sengaja untuk
pembuktian dikemudian hari, bahwa akta otentik sekurang-kurangnya mempunyai tiga fungsi yaitu:
a. Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu;
b. Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan
dan keinginan para pihak;
c. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali apabila ditentukan
sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai
dengan kehendak para pihak;
Kekuatan pembuktian akta ini dibedakan menjadi tiga macam :

1) Kekuatan pembuktian lahir (kekuatan pembuktian yang didasarkan pada keadaan lahir, apa yang tampak pada lahirnya;
acta publica probant sese ipsa). Kekuatan pembuktian ini didasari atas keadaan lahiriah, apa yang tampak pada lahirnya,
yaitu surat yang tampak seperti akta dianggap mempunyai kekuatan seperti akta, sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya.
Suatu akta otentik yang ditunjukan harus dianggap dan diperlakukan sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya bahwa akta itu bukanlah merupakan akta otentik

2) Kekuatan pembuktian formil (memberikan kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat dan para pihak menyatakan dan
melakukan apa yang dimuat dalam akta). Kekuatan pembuktian ini didasarkan pada benar atau tidaknya ada pernyataan
oleh yang bertanda tangan di bawah akta ini. Kekuatan pembuktian formal memberi kepastian tentang peristiwa bahwa
pejabat dan para pihak yang menyatakan dan melakukan apa yang dimuat dalam akta. Segala keterangan yang disampaikan
oleh orang yang menandatangani akta otentik dianggap benar sebagai keterangan yang disampaikan dan dikehendaki oleh
yang bersangkutan.

3) Kekuatan pembuktian materiiil (memberikan kepastian tentang materi suatu akta). Kekuatan pembuktian ini memberi
kepastian tentang materi suatu akta, memberi kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat atau para pihak menyatakan
dan melakukan seperti yang dimuat dalam akta

Anda mungkin juga menyukai