Anda di halaman 1dari 27

TATALAKSANA TB

MONORESISTEN
ISONIAZID
Oleh :
dr Fitri Indah Sari, SpP
Latar Belakang
• Isoniazid (INH) terapi lini pertama pada TB aktif & TB laten yang
memiliki efek bakterisidal & tingkat keamanan yang baik
• Tahun 2018, WHO memperkirakan jumlah kasus 7,4% pada kasus TB
baru & 11,4% pada TB kasus kambuh
• Monoresisten INH (Hr-TB) berhubungan dengan peningkatan risiko TB
RR/MDR
• Merupakan TB resistensi tunggal terhadap isoniazid
• Sekitar 8% pasien TB memiliki kerentanan terjadinya resistensi
Rifampisin dan isoniazid.
Faktor Resiko

Petugas
• Diagnosis tidak tepat
• Tidak menggunakan panduan yang tepat
• Dosis, jenis, jumlah obat & jangka waktu tidak tepat
kesehatan • Penyuluhan kepada pasien tidak tepat

• Tidak patuh

Pasien
• Tidak teratur
• Penghentikan obat secara sepihak
• Gangguan penyerapan obat

Program • Persediaan OAT


• Rendahnya kualitas OAT
Pengendalian TBC
TUJUAN
Menemukan dan mengobati semua kasus TBC Monoresistan INH serta menyediakan layanan pengobatan
yang berkualitas dan mudah diakses oleh semua pasien

KEBIJAKAN & STRATEGI

1. Mengidentifikasi terduga dan mendiagnosis pasien TBC Monoresistan INH sesuai SE Dirjen P2P
No.HK.02.02/III.1/936/2021.
2. Mengobati pasien TBC Monoresistan INH menggunakan paduan standar yang berkualitas di fasilitas
pelayanan kesehatan.
3. Menyediakan dukungan pengobatan bagi pasien TBC Monoresistan INH.
4. Mencegah penularan TBC Monoresistan INH melalui penerapan PPI TBC sesuai standar.
5. Tatalaksana TBC Monoresistan INH dilaksanakan dengan pendekatan yang berpusat pada pasien
(Patient-Centered Approach).
Alur Diagnosis
Uji Kepekaan Lini 1
• Merupakan tes berbasis molekuler menggunakan strip DNA sehingga dapat menentukan jenis resistansi
obat terhadap M.TBC.
• Uji in vitro kualitatif untuk identifikasi M. tuberculosis kompleks dan resistansi terhadap obat
rifampisin dan isoniasid, dari spesimen dahak dengan BTA positif atau negatif dan biakan.
• Dapat mendeteksi Hr-TB melalui mutasi gen InhA (konsentrasi rendah) atau gen KatG
(konsentrasi tinggi) dan gen rpoB pada RR-TB.
• Resistensi INH (sensitivitas 90,2%; spesifisitas 99,2%) sedangkan Resistensi Rif (sensitivitas
96,7%; spesifisitas 98,8%)
• Rerata waktu pemeriksaan adalah 1-2 hari dengan waktu tunggu hasil pemeriksaan adalah 7
hari
Pemeriksaan TCM dengan Kartrid
MTB/XDR
• Berbasis nested real-time PCR untuk diagnosis dan resistansi terhadap obat isoniazid (H), golongan
fluorokuinolon (FLQ), obat injeksi lini kedua (second line injection drug/SLID; Amikasin,
Kanamisin, Kapreomisin), dan Etionamid.
• Menggunakan sampel sputum atau sedimen sputum konsentrat dalam waktu 90 menit.
Keterangan:
Jika terdapat > 1 hasil pemeriksaan LPA maka hasil akhir yang diambil adalah hasil gabungan dari pemeriksaan ke-
1 dan ke-2
Alur Rujukan
Pemeriksaan
Spesimen LPA

1. Laboratorium Tuberkulosis UKK LMK FKUI


2. Laboratorium Mikrobiologi RSUP Persahabatan
3. BBLK Surabaya
4. BBLK Palembang
5. Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat
6. RSUP Dr Kariadi Semarang
7. HUMRC Makassar
Pengobatan TBC Monoresisten INH
Prinsip Pengobatan

• Dapat ditatalaksana baik di Rumah Sakit maupun Puskesmas intalasi Rawat jalan oleh dokter umum terlatih
maupun oleh dokter spesialis terkait
• Ditelan setiap hari dan diawasi oleh PMO
• Rumah sakit/puskesmas dapat membekali obat pasien Hr-Tb selama 2 minggu untuk 1 bulan pertama,
selanjutnya setiap bulan

6 R-(H)-Z-E-Lfxh

**Bila di fasyankes tersedia obat TBC lepasan, pasien dapat diberikan panduan tanpa INH (R-Z-E-Lfx)
Semua obat diberikan setiap hari selama 6 bulan
6 R-H-Z-Eh

• Pemberian INH dosis tinggi bila diketahui


Kondisi yang dapat diberikan tanpa Lfx:
resisten terhadap INH dosis rendah
• Tendinitis berat
(mutasi gen InhA) dan bila obat INH dosis
• Pemanjangan interval QT yang
tinggi tersedia
• Hr-TB yang akan diberikan INH dosis tinggi berlanjut ke disritmia fatal,
• Insomnia berat,
perlu dirujuk ke fasyankes TBC RO
• Mual muntah berat
• Obat injeksi golongan aminoglikosida
(Streptomisin, Kanamisin, Amikasin) tidak
boleh diberikan pada pengobatan Hr-TB
Pengobatan Hr-TB dapat diperpanjang 9-12 bulan pada kondisi:
• TB paru lesi luas
• TB milier
• TB paru konversi lambat (lebih dari 2 bulan, untuk konversi BTA maupun kultur)
• TB ektraparu berat (TB meningitis, TB tulang, TB spondilitis, TB pericarditis dan TB abdomen)
Pengobatan TBC Monoresisten INH pada
Kondisi Khusus
TB Ekstra Paru
• 9-12 R-(H)-Z-E-Lfxh
Gangguan hati
• Akut : R dan Z ditunda hingga hepatitis akut mengalami penyembuhan atau dapat diberikan S-E-Lfx
pada kasus TB berat
• Kronik :
 Jika SGOT dan/ SGPT >= 3 x normal dan/ Bilirubin total > 2 mg/dl sebelum terapi maka dapat
diberikan (R-Z-E-Lfx), (R-E-Lfx atau Z-E-Lfx-S) atau (S-E-Lfx)
 Jika terdapat Kontraindikasi absolut maka dapat dianjurkan untuk menambahkan OAT lini 2 non-
hepatotoksik (Clofazimin dan sikloserin)
Pengobatan TBC Monoresisten INH pada
Kondisi Khusus
Gangguan hati
• Hepatitis Imbas Obat :
 Jika SGOT dan/ SGPT >= 3 x normal dan/ Bilirubin total > 2 mg/dl dan disertai gejala klinis (ikterik
dan mual/muntah) atau SGOT dan/ SGPT >= 5 x normal atau Bilirubin total > 2 mg/dl maka OAT
dihentikan
 Hentikan regimen yang mengandung R-Z & dapat diberikan regimen (S-E-Lfx)
 Monitor gejala klinis
 Jika klinis dan laboratorium telah membaik dapat diberikan regimen R dengan dosis secara
bertahap hingga dosis penuh
 Jika membaik dapat mulai diberikan Z hingga dosis penuh
 Jika klinis dan laboratorium menunjukan hasil seperti diawal, maka R & Z tidak boleh diberikan
Kehamilan:
• Prinsip sama seperti pada Wanita yang tidak hamil
Ibu menyusui:
• Tidak dianggap sebagai kontraindikasi pengobatan pada ibu menyusui
HIV:
• ARV dapat dimulai 8 minggu sejak OAT dimulai (tanpa melihat nilai CD4) atau
2 minggu dengan immunospresi yang jelas (CD4 < 50 sel/mm3)
Gangguan ginjal:
Tahapan Inisiasi Pengobatan pada Hr-TB
• Riwayat pengobatan sebelumnya dengan hasil TCM Rif-sensitif  regimen (R-H-Z-E)
sambil menunggu hasil uji kepekaan kini 1 dan Lfx
• Apabila hasil Hr-TB sedangkan Lfx masih sensitif  pengobatan TB di SITB ditutup &
dicatat sebagai “Gagal karena perubahan diagnosis”
• Pasien didaftarkan kembali sebagai pasien TBC Monoresistan INH dan pengobatan
dapat dimulai dari awal.
• Obat Lfx tidak dapat diberikan sampai hasil uji kepekaan (LPA) tersedia dan diketahui
sensitif.
• Apabila hasil LPA lini satu menunjukan RR, meskipun hasil TCM menunjukan Rif-
sensitif maka pasien ditatalaksana sebagai pasien TBC RR/MDR.
• Apabila ada kontak erat dengan pasien Hr-TB terkonfirmasi, maka dapat segera
diberikan walaupun hasil uji kepekaan belum tersedia
Tahapan Inisiasi Pengobatan pada Hr-TB
Evaluasi Pengobatan pada Hr-TB
Manajemen Efek Samping
Jika timbul gatal Dapat diberika obat
tanpa ada penyebab simptomatik & OAT
lain dapat dilanjutkan

Jika sembuh OAT


Jika timbul gatal + dapat diberikan
OAT dihentikan mulai dengan OAT
kemerahan yang jarang
menimbulkan alergi

Reaksi
hipersensitivitas yang Desensitisasi adalah Rawat Bersama TS
tidak dimediasi oleh kontraindikasi kulit
IgE
Proses Pencatatan Hr-TB di SITB
Proses Pencatatan Hr-TB di SITB
Hasil Akhir Pengobatan Monoresisten
Isoniazid
Kesimpulan
• TB monoresisten isoniazid saat ini telah menjadi perhatian penting seiring
peningkatan kasus TB RR/MDR
• INH merupakan OAT lini pertama pada kasus TB aktif & TB laten yang memiliki
sifat bakterisidal
• Pemeriksaan uji kepekaan INH dilakukan dengan LPA lini 1 dan dilanjutkan LPA lini
2 apabila terkonfirmasi Hr-TB
• Panduan pengobatan Hr-TB adalah 6 R-(H)-Z-E-Lfx dan dapat diberikan dengan
4FDC+Lfx selama 6 bulan
• Apabila tersedia lepasan maka dapat diberikan dengan panduan 6 R-Z-E-Lfx
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai