Anda di halaman 1dari 7

PENGOLAHAN TULANG BEBEK SEBAGAI ADSORBEN

METILEN BLUE
Rizky Widyastari
Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Tangsel

Abstrak
Konsumsi daging bebek di restoran-restoran umum serta dalam industri katering yang
cukup besar ternyata menimbulkan masalah pada limbah tulang yang sampai saat ini
pemanfaatannya masih minim. Untuk itulah penelitian ini dilakukan yaitu untuk
mendayagunakan limbah tulang bebek tersebut menjadi adsorban metilen blue. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbandingan massa karbon aktif dari
tulang bebek, yaitu sebesar 0,5 gram, 1,0 gram, dan 1,3 gram. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin banyak massa adsorban maka semakin kecil efisiensi
adsorpsinya. Nilai absorbansi pada karbon aktif 0,5 gram; 1,0 gram; dan 1,3 gram
berturut-turut adalah 0,099; 0,071; dan 0,033.
Keyword : Tulang bebek, adsorban, perbandingan massa, metilen blue

PENDAHULUAN
Metilen biru merupakan salah
satu zat warna thiazine yang sering
digunakan. Zat warna metilen biru
merupakan zat warna dasar yang
penting dalam proses pewarnaan kulit,
kain mori, dan kain katun. Metilen blue
sering digunakan sehari-hari karena
harganya ekonomis dan mudah

diperoleh. Penggunaan metilen biru dapat
menimbulkan beberapa efek, seperti iritasi
saluran pencernaan jika tertelan,
menimbulkan sianosis jika terhirup, dan
iritasi pada kulit jika tersentuh oleh kulit
(Hamdaoui, dan Chiha, 2006).

Gambar.1 Struktur Metilen Blue
Metilen biru sering digunakan sebagai
zat yang diadsorpsi atau biasa dikenal
dengan adsorbat.
Adsorpsi adalah peristiwa
pengambilan zat yang berbentuk gas,
uap dan cairan oleh permukaan atau
antarmuka tanpa penetrasi. Faktor
terpenting dalam proses adsorpsi adalah
luas permukaan. Suatu molekul pada
antar muka mengalami
ketidakseimbangan gaya. Akibatnya,
molekul-molekul pada permukaan ini
mudah sekali menarik molekul lain,
sehingga keseimbangan gaya akan
tercapai. Dari proses adsorpsi ini,
dikenal istilah adsorbat untuk zat yang
diadsorpsi dan adsorben untuk zat yang
mengadsorpsi. Adsorbat yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu
metilen blue, sedangan adsorbennya
adalah tulang bebek.
Tulang bebek dapat diasumsikan
sebagai sampah atau sisa makanan.
Konsumsi daging bebek di restoran-
restoran umum serta dalam industri
katering yang cukup besar ternyata
menimbulkan masalah pada limbah tulang.
Pemanfaatan limbah tulang bebek saat ini
masih minim sekali bahkan tidak ada.
Padahal tulang bebek tersebut dapat diolah
menjadi salah satu produk yang
bermanfaat, yaitu sebagai adsorban. Di
samping itu dari sisi ekonomi, tulang
bebek ini masih rendah nilainya. Secara
kimia komposisi utama tulang bebek
diantaranya adalah garam-garam terutama
kalsium karbonat, dan kalsium fosfat. Fasa
utama anorganik dari tulang adalah sebuah
mineral garam kristalin yang merupakan
kalsium fosfat dan sering kali diidealkan
sebagai hidroksilapatit yang juga disebut
hidroksiapatit. Sedangkan fasa anorganik
tulang selain hidroksiapatit adalah garam-
garam dari natrium, magnesium, kalium,
klor, flour, dan sitrat dalam jumlah yang
bervariasi.


Gambar 2. Hidroksiapatit pada tulang

Kristal hidroksiapatit secara fisik
merupakan material biokeramik dengan
struktur permukaannya memiliki pori-
pori yang sangat memungkinkan
memiliki kemampuan dalam
mengadsorpsi zat-zat lain ke dalam
pori-pori di permukaannya (Kubo,
2003). Agar dapat digunakan sebagai
adsorben, maka tulang bebek ini harus
memiliki luas permukaan yang besar,
agar daya serapnya semakin kuat.
Untuk dapat memperluas permukaan ini
dilakukan dengan membakar tulang
bebek menjadi abu atau biasa disebut
dengan karbon aktif.
Karbon aktif merupakan arang
dengan struktur amorphous atau
mikrokristalin yang sebagian besar
terdiri karbon bebas dan memiliki
permukaan dalam (internal surface),
biasanya diperoleh dengan perlakuan
khusus dan memiliki luas permukaan
berkisar antara 300-2000 m2/gr. Secara
umum, ada dua jenis karbon aktif yaitu
karbon aktif fasa cair dan karbon aktif
fasa gas. Karbon aktif fasa cair
dihasilkan dari material dengan berat
jenis rendah, seperti arang dari bambu
kuning yang mempunyai bentuk butiran
(powder), rapuh (mudah hancur),
mempunyai kadar abu yang tinggi
berupa silika dan biasanya digunakan
untuk menghilangkan bau, rasa, warna,
dan kontaminan organik lainnya.
Sedangkan karbon aktif fasa gas dihasilkan
dari material dengan berat jenis tinggi.

METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rak&tabung reaksi,
gelas ukur, gelas kimia, pipet tetes, corong,
cawan porselein, oven, tanur, kuvet,
spektrofotometer UV-VIS, dan timbangan
analitik.
Bahan yang dipakai dalam
penelitian ini yaitu tulang bebek, metilen
blue 2 ppm, dan kertas saring.
Prosedur Kerja
a. Tahap Dehidrasi










Tulang bebek di potong kecil-kecil
Kemudian dipanaskan di dalam
oven pada suhu 100
o
C selama 2
hari
Tulang bebek tersebut ditimbang
dan dimasukkan ke dalam cawan
porselein
b. Tahap Karbonasi






c. Tahap Adsorpsi












HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan Pengamatan
Massa tulang bebek
sebelum di oven
31,52 gram
Massa karbon aktif 5,87 gram
Perbandingan massa
adsorben :
Metilen blue 2 ppm
0,5 gram
1,0 gram
1,3 gram
Absorbansi :

0,595
0,099
0,071
0,033

Perhitungan :
Persen Penyerapan




1. Karbon aktif 0,5 gram



2. Karbon aktif 1,0 gram




3. Karbon aktif 1,3 gram



Adsorpsi metilen biru dari bahan
baku limbah tulang bebek dilakukan untuk
mengetahui potensi tulang bebek dalam
mengadsorpsi zat warna metilen biru yang
diukur berdasarkan absorbansi. Penelitian
Bahan baku yang sudah kering
kemudian dibakar dalam furnace
selama 30 menit dalam suhu 700
o
C
Abu yang dihasilkan kemudian
dihaluskan dan ditimbang
Tahap adsorpsi dilakukan dengan
perbandingan massa. Abu tulang
bebek dimasukkan ke dalam tabung
reaksi pertama sebanyak 0,5 gram,
tabung kedua 1,0 gram, dan tabung
ketiga 1,3 gram
8 ml metilen blue dimasukkan ke
dalam 3 tabung reaksi tersebut
Dibiarkan selama 24 jam sampai
warna larutan menjadi jernih
Diukur absorbansinya
ini menggunakan perlakuan berdasarkan
perbandingan massa karbon aktif, yaitu 0,5
gram; 1,0 gram; dan 1,3 gram.
Pengukuran adsorpsi ini dilakukan
melalui 3 tahap, yaitu dehidrasi, karbonasi,
dan adsorpsi. Tahap pertama yaitu
dehidrasi. Proses dehidrasi dilakukan
dengan pemanasan tulang bebek pada oven
yang bertujuan untuk menghilangkan
kadar air pada tulang bebek. Suhu yang
digunakan dalam tahap dehidrasi yaitu
103C dalam waktu 2 hari.
Tahap kedua yaitu karbonasi yang
bertujuan untuk memperoleh karbon dari
bahan baku tersebut. Proses ini merupakan
proses pembuatan arang aktif secara fisik.
Proses karbonisasi akan menguraikan
komponen-komponen yang terkandung
dalam bahan baku arang aktif, yaitu tulang
bebek. Suhu dan waktu karbonisasi akan
berpengaruh terhadap kualitas karbonisasi.
Semakin lama waktu karbonisasi maka
semakin sempurna hasil karbonisasi begitu
pula semakin tinggi suhu saat proses
karbonisasi akan menghasilkan karbonisasi
yang semakin sempurna. Suhu yang
digunakan dalam tahap karbonasi menurut
penelitian yaitu 700C selama 30 menit.
Hasil dari tahap ini yaitu berupa serbuk
karbon aktif berwarna hitam. Karbon aktif
yang diperoleh adalah sebesar 5,87 gram.
Tahap ketiga yaitu adsorpsi. Proses
ini merupakan proses transfer massa,
dimana komponen dalam larutan akan
berpindah ke fase padat atau menyerap.
Proses ini didiamkan selama 24 jam yang
bertujuan untuk membiarkan proses
adsorpsi mencapai tahap setimbang atau
sempurna. Tahap setimbang ini ditandai
dengan berubahnya warna larutan dari biru
menjadi bening. Selanjutnya adalah
pengukuran absorbansi dengan alat
spektrofotometer dengan panjang
gelombang 665 nm. Absorbansi pada
karbon aktif sebanyak 0,5 gram; 1,0 gram;
dan 1,3 gram berturut-turut adalah 0,099;
0,071; dan 0,033. Dari data di atas dapat
dibuat grafik hubungan massa adsorban
dengan absorbansinya :

Dari grafik diatas dapat dilihat
bahwa terdapat penurunan kadar zat warna
metilen blue. Semakin banyak massa
karbon aktif yang dipakai maka efisiensi
adsorpsinya semakin kecil, yang ditandai
y = -0,0798x + 0,1421
R = 0,9478
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
0 0,5 1 1,5
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i

Massa Adsorben
Grafik Hubungan Massa
Adsorben dengan Absorbansi
Absorbansi
Linear
(Absorbansi)
dengan semakin jernihnya adsorbat dan
menurunnya nilai absorbansi. Pada karbon
aktif dengan massa 0,5 gram larutan
adsorbat berwarna jernih kebiruan, massa
1,0 gram larutan berwarna agak jernih, dan
pada massa 1,3 gram larutan jernih.
Efisiensi adsorbsi juga dapat dilihat dari
persen penyerapannya, karbon aktif 0,5
gram; 1,0 gram; dan 1,3 gram mempunyai
persen penyerapan berturut-turut yaitu
83,36%; 88,06%; dan 94,45%.

KESIMPULAN
1. Tulang bebek dapat dimanfaatkan
sebagai adsorben metilen blue
2. Absorbansi pada karbon aktif 0,5
gram; 1,0 gram; dan 1,3 gram
berturut-turut adalah 0,099; 0,071;
dan 0,033
3. Efisiensi adsorbsi dari persen
penyerapannya pada karbon aktif
0,5 gram; 1,0 gram; dan 1,3 gram
berturut-turut yaitu 83,36%;
88,06%; dan 94,45%
4. Semakin banyak massa adsorban
maka semakin kecil efisiensi
adsorpsinya

DAFTAR PUSTAKA
Darmayanto. 2009. Penggunaan Serbuk
Tulang Ayam Sebagai Penurun
Intensitas Warna Air Gambut.
Medan : Universitas Sumatera Utara
Fitriyani, dkk. Kemampuan Serapan Abu
Tulang Kambing Terhadap Variasi
Konsentrasi Ion Sulfat. Pekanbaru :
Universitas Binawidya
Yenti, Silvia Reni. 2011. Penyerapan Zat
Warna Metilen Biru Dengan
Memanfaatkan Bagas Tebu.
Pekanbaru : Fakultas Teknik
Universitas Riau
Metilen Blue
http://en.wikipedia.org/wiki/Methylene_bl
ue
(Diakses pada 23/06/2014 pukul
19.29)
Adsorpsi
http://id.wikipedia.org/wiki/Adsorpsi
(Diakses pada 23/06/2014 pukul
19.30)

Tulang
http://id.wikipedia.org/wiki/Tulang
(Diakses pada 23/06/2014 pukul
19.35)





LAMPIRAN GAMBAR
Gambar 1. Adsorben setelah didiamkan
selama 24 jam
(Kanan-kiri : 0,5 gram; 10 gram; dan 13gram)
Gambar 2. Adsorben setelah disaring
(kiri-kanan : 0,5 gram; 10 gram; dan 13gram)

Anda mungkin juga menyukai