Anda di halaman 1dari 16

Review: Usaha Untuk Menjaga Ketuaan Warna Hasil Pencelupan Kain Denim Dengan Zat Warna Indigo Dengan

Mengatur pH Larutan Celup


Putri Mayangsari1, Miranti Febiantika2, Febriano Danovan3, Frezilia Nurani4, Wulan Permatasari5
1 3

Mahasiswa STT Tekstil, K-1 (10K40012), 2 Mahasiswa STT Tekstil, K-1 (10K40017), Mahasiswa STT Tekstil, K-2 (10K40025), 4 Mahasiswa STT Tekstil, K-2 (10K40026),
5

Mahasiswa STT Tekstil, K-2 (10K40039)

Abstrak Pencelupan benang kapas untuk kain denim dengan zat warna indigo sudah bukan hal yang baru dalam dunia tekstil, dengan sedang maraknya pemakaian denim dimasyarakat maka permintaan kain denim semakin meningkat. Zat warna indigo termasuk kedalam golongan zat warna bejana yang dalam prosesnya memerlukan tiga tahap yaitu, pembejanaan atau proses mereduksi leuko yang tidak larut menjadi larut, kedua proses absorbsi zat warna kedalam serat dan ketiga proses pembangkitan warna atau proses oksidasi yang membuat leuko yang larut menjadi tidak larut kembali. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga ketuaan warna hasil pencelupan dengan zat warna indigo salah satunya dengan mengatur pH larutan celup, dengan ketuaan warna yang sesuai maka kain denim tersebut akan lebih baik kualitasnya, sehingga produktivitasnya akan meningkat. Kata kunci: denim, indigo, bejana, pH larutan

1. Pendahuluan Kata denim berasal dari salah satu kota di Perancis yaitu Nmes (de Nmes), pada mulanya disebut Serge De Nmes karena berasal dari kain sutera (Serge) yang kuat, yang dibuat oleh keluarga Andr. Celana denim pertama dibuat di Genoa, Italia, sehingga orang Inggris dan Amerika menyebutnya jeans. Penggunaan celana denim ini sudah berlangsung sejak abad 18 akhir di Amerika1. Kain denim adalah kain tenun kapas yang mempunyai anyaman keeper serta tersusun atas benang lusi yang putih atau dicelup dan benang pakan yang selalu berwarna putih. Kain denim yang dibuat menjadi celana atau sering disebut sebagai celana denim, akhir-

akhir ini semakin diminati keberadaannya mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, terutama remaja karena telah menjadi trend baru yang menggemparkan. Hal ini terjadi sejak munculnya celana denim merk internasional hingga lokal yang kualitasnya tidak diragukan lagi. Pada kain denim benang lusinya dicelup warna biru dengan zat warna indigo, dan kain pakannya berwarna putih. Zat warna indigo mempunyai afinitas terhadap kapas kecil sehingga untuk mencapai ketuaan warna tertentu pada pencelupan rendam peras (kontinu) harus dilakukan beberapa kali dan dilakukan pencelupan pada kondisi afinitas zat warna maksimum. Zat warna indigo tidak larut dalam air dan tidak mempunyai afinitas terhadap serat kapas. Supaya zat warna dapat mencelup kapas, maka harus dirubah dahulu menjadi bentuk leuko zat warna yang dapat larut dalam air dan mempunyai afinitas terhadap serat kapas. Perubahan dari zat warna indigo ke dalam leuko zat warna dilakukan dengan mereduksi zat warna tersebut dengan penambahan alkali natrium hidroksida dan natrium hidrosulfit. Kesempurnaan proses pencelupan dengan zat warna indigo ditentukan oleh kesempurnaan perubahan zat warna indigo menjadi leuko zat warna dan ini dapat dicapai pada pH larutan dan kadar natrium hidrosulfit yang tepat.

2. Zat warna indigo Zat warna alam indigo diperoleh dari tanaman tarum (indigofera) yang dimanfaatkan daunnya sebagai pewarna tekstil. Salah satu jenis pewarna yang paling tua di dunia ini yang bisa dilacak dari 10 tahun sebelum masehi dan masih digunakan sampai saat ini. Zat warna indigo alam dihasilkan dari batang dan daun tanaman Indigofera tinctoria yang mengandung glukosida indoksil yang disebut sebagai indikan. Daun dan batang tanaman tersebut direndam dalam air sehingga terjadi proses dermentasi (peragian) secara langsung menyebabkan enzim dalam batang daun tanaman tersebut akan mengubah indikan menjadi indoksil dan glukosa. Indoksil yang terjadi dengan bantuan oksigen dari udara atau zat oksidator akan teroksidasi menjadi endapan zat warna indigo. Pada zat warna indigo sintetik termasuk kedalam golongan zat warna bejana, karena dalam proses pencelupannya, terdapat proses pembejanaan karena zat warna indigo merupakan leuco yang tidak larut dalam air.

4 5 2 6 7 1

H N
2'

1'

7' 6'

N H
-

3'

O
+

4'

C.I. Vat Blue 1

Gambar 1. Struktur Zat Warna Indigo (Indigotin) Zat warna indigo sintetis mulai dibuat tahun 1865 oleh A bayer, tahun 1890 oleh Heuman, tahun 1896 oleh BASF. A bayer membuat zat warna indigo sintetik dengan etil ester asam sinaurat yang dinitrasi dengan asam nitrat pekat sehingga menghasilkan asam O-nitrosiaurat kemudian dihidrolisa dan dibrominasi menjadi O-nitrofenil dibromo asam propiolat, lalu dirubah menjadi O-nitrofenil asam propinolat dengan menambahkan natrium hidroksida2. Zat warna indigo mempunyai struktur molekul C16H10O2N2 dengan berat molekul 262,26 mengandung karbon 73,27%, hidrogen 3,84%, nitrogen 10,68%, dan oksigen 12,20%3. Warna indigo sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik zat warna dan lingkungan di sekitarnya, misalnya pada fasa uap zat warna indigo berwarna merah, sedangkan pada fasa padat menjadi berwarna biru. Zat warna indigo juga bersifat solvatokromik, yaitu akan berbeda warnanya bila dilarutkan dalam pelarut yang berbeda kepolarannya. Dalam hal ini akan terjadi efek hipsokromik atau terjadi penurunan panjang gelombang maksimumnya bila kepolaran pelarutnya berkurang, hal tersebut karena jika pelarut kurang polar maka ikatan hidrogen intramolekuler akan berkurang, sehinga struktur zat warna dapat memuntir dan menjadi kurang planar. Efek solvatokromik yang terjadi berkaitan dengan pelarut yang digunakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Efek solvatokromik pada indigo4: Jenis Pelarut Uap Karbon tetraklorida maks (nm) 540 588

Xilena Etanol Dimetil sulfoksida Padat

591 606 642 660

Proses pembuatan indigo dari asam antranilat tersebut disebut sintesa Heumann yang urutannya digambarkan dengan skema berikut ini.
COOH NH2 O H N N H O udara -CO2 ClCH2COONa Na2CO3 COONa NHCH2COONa NaOH ONa COONa N H

Gambar 2. Skema Sintesa Indigo 3. Pencelupan Benang Kapas Dengan Zat Warna Indigo Zat warna indigo tidak larut dalam air sehingga tidak dapat langsung digunakan untuk mencelup. Supaya dapat mencelup zat warna ini harus dibentuk dalam bentuk leuko zat warna yang mempunyai daya ikat dengan serat. Leuko zat warna indigo diperoleh dengan mereduksi zat warna indigo dengan natrium hidroksida dan natrium hidrosulfit. Reaksi yang terjadi :

H N

H O H N

N
N

O
H O H

II

Na + O

H N

Na + O -

H N

N
H O H

O - Na +

III
Gambar 3. Variasi Dari Bentuk Zat Warna Indigo (I) Bentuk Oksidasi Atau Keto (II) Bentuk Sama Leuko (III) Bentuk Monofenolate (IV) Bentuk Bifenolate8 - Zat warna indigo mengandung gugus karbonil (-C=O) - C=O reduksi Hidrosulfit leuko gugus enol C=OH alkali NaOH -C-Ona leuko natrium,

IV

Leuko natrium mempunyai daya tarik terhadap gugus OH dari kapas membentuk ikatan hidrogen Pada proses oksidasi dengan udara, leuko natrium berubah menjadi zat warna asal5

Pada dasarnya pencelupan dengan zat warna indigo terdiri dari 4 tahap, yaitu : 1. Pembejanaan yaitu membuta larutan bejan yang mengandung senyawa leuko 2. Pencelupan serat tekstil dengan senyawa leuko 3. Oksidasi senyawa leuko berubah menjadi senyawa awal 4. Pencucian dengan air dingin, pencucian dengan larutan sabun suasan panas, dan pencucian dengan air dingin sampai bersih Pada awalnya para ahli zat warna memberi perhatian hanya pada bentuk zat warna indigo I,II,IV sedangkan bentuk III diabaikan, tetapi sekarang diketahui bahwa bentuk III ini yang memegang peranan terhadap ketuaan warna pencelupan. Zat warna indigo bentuk I tidak larut dalam air sehingga tidak dapat digunakan dalam pencelupan, bentuk II sedikit larut dalam air dan sedikit afinitas terhadap serat kapas. Bentuk III merupakan ion monofenolat mempunyai daya larut dalam air yang lebi besar dari bentuk II tetapi lebih kecil dari bentuk IV. Ion monofenolate mempunyai afinitas dan kecepatan celup

terhadap serat yang tinggi dibanding bentuk bifenolate6 oleh karena itu kondisi pencelupan harus pada suasana terbentuknya ion monofenolate agar ketuaan warna yang diharapkan dapat tercapai. Kecepatan celup ion monofenolate yang meningkat akan memperkecil terjadinya penetrasi zat warna pada bundelan benang tetapi akan memperbanyak jumlah zat warna yang terfiksasi pada permukaan benang sehingga ketuaan warna yang diharapkan dalam pencelupan dapat tercapai. 4. Pengaruh pH Larutan Pada Hasil Pencelupan Terbentuknya zat warna indigo bentuk I, II, III atau IV banyak dipengaruhi oleh pH larutan. Karena pH larutan berpengaruh pada terjadinya bentuk pecahan dari zat warna indigo, maka kondisi pH larutan celup akan berpengaruh pada banyaknya zat warna indigo yang terfiksasi pada bahan yang berkaitan langsung pengaruhnya pada ketuaan warna hasil pencelupan. Hal ini terlihat pada tabel 1 merupakan hasil percobaan pencelupan benang kapas dngan zat warna indigo pada variasi pH larutan dan variasi konsentrasi zat warna didalam larutan.

Gambar 4. Bentuk Pecahan Dari Zat Warna Indigo Yang Terduksi Dalam Larutan Sebagai Fungsi dari pH larutan

Dari tabel 1 terlihat bahwa untuk pencelupan dengan konsentrasi zat warna yang sama tetapi pH larutan berbeda maka zat warna yang terserap kedalam bahan berbeda sehingga konsentrasi zat warna dalam bahan dan ketuaan warna berbeda. Dari hasil percobaan pencelupan menggunakan variasi konsentrasi zat warna menunujukkanbahwa pada umumnya pencelupan antara pH 9,4- pH 12,3 memberikan nilai konstrasi zat warna didalam serat (g/100g) tinggi, sedangkan pencelupan dibawah pH 7,8 dan pH diatas 13,1 memberikan nilai konstrasi zat warna didalam serat yang rendah. Keadaan ini juga terlihat dari hasil pengukuran % reflektansi, pencelupan antara pH 9,4-pH 12,3 nilai % reflektansinya kecil sedangkan penclupan dibawah pH 7,8 dan pH diatas 13,1 nilai % reflektansinya besar. Nilai reflektansi apabila dimasukkan kedalam persamaan Kulbeka Munk:

Maka nilai reflektansi yang kecil akan memberikan nilai K/S yang besar dan nilai reflektansi yang besar akan memberikan nilai K/S yang kecil7. Karena harga K/S berbanding lurus dengan konsentrasi zat warna didalam serat, maka perbandingan K/S merupakan perbandingan konsentrasi zat warna didalam serat. Harga K/S yang besar berarti konsentrasi zat warna didalam serat tinggi, dan begitupun sebaliknya jika harga K/S kecil maka konsentrasi zat warna diserat juga kecil. Berikut ini adalah tabel 1 data percobaan pencelupan benang kapas dengan zat warna indigo pada variasi ph larutan dan variasi konsentrasi zat warna dalam larutan:
Grup pH larutan Konsentrasi zat warna dalam larutan (g/l) Konsentrasi zat warna dalam serat (g/100 g) % reflektansi pada panjang gelombang 660nm A 13,3 0,2 0,03 17,79 B A 13,3 0,5 0,06 12,73 B A 13,3 1,0 0,15 8,81 C 13,1 12,3 2,0 0,2 0,61 0,06 2,97 7,37 13,1 1,5 0,39 3,63 B 13,1 1,0 0,28 4,76 B 13,1 0,5 0,10 9,34 A B 13,3 13,2 2,0 0,2 0,42 0,02 3,94 17,69

13,3

1,5

0,26

6,04

12,3

0,5

0,24

3,39

10,0

1,0

0,62

2,10

12,3

1,0

0,51

2,33

9,8

1,5

0,92

1,89

12,2

1,5

0,66

2,11

9,4

2,0

1,15

2,32

12,1

2,0

0,81

2,02 G 7,7 0,2 0,04 11,87

11,4

0,2

0,09

4,68

7,7

0,5

0,08

9,84

11,4

0,5

0,28

2,46

7,7

1,0

0,13

9,04

11,3

1,0

0,53

1,98

7,8

1,5

0,15

7,75

11,3

1,5

0,77

1,88

7,8

2,0

0,22

6,61

11,2

2,0

1,01

1,95

11,2

0,2

0,08

4,67

112,

0,5

0,26

2,47

11,2

1,0

0,54

1,96

11,0

1,5

0,77

1,89

10,9

2,0

1,10

2,01

10,4

0,2

0,13

4,09

10,3

0,5

0,34

2,24

Keadaan ini diperkuat oleh Etters dari hasil percobaannya pengaruh pH larutan celup terhadap ketuaan warna hasil pencelupan seperti pada gambar berikut:

Gambar 5. Pengaruh Ph Larutan Pada Ketuaan Warna Hasil Pencelupan Benang Kapas Dengan Zat Warna Indigo8 Dari penjelasan di atas terlihat bahwa pH larutan celup sangat berpengaruh pada besarnya konsentrasi zat warna di dalam serat yang menentukan pada ketuaan warna hasil celupan. Ketuaan warna maksimum tercapai pencelupan pada pH 10.5 11.5 karena pH ini ion monofenolate yang mempunyai afinitas besar terhadap serat banyak terbentuk. Pencelupan di atas pH 12.5 terbentuknya ion monofenolat hanya sedikit tetapi banyak terbentuk ion bifenolat yang mempunyai afinitas terhadap serat kecil. Begitu juga

pencelupan di bawah pH 9 banyak terbentuk asam leuko nonionik dimana kelarutan dalam air dan afinitas terhadap serat yang kecil. Oleh karena itu hasil pencelupan pada pH 10.5 11.5 memberikan ketuaan warna lebih tinggi dari hasil celup diatas pH 12.5 dan dibawah pH 9. Di samping itu pada suasana larutan celup di bawah pH 11 akan terbentuk lapisan kristal dari zat warna indigo yang akan mengendap di antara serat di dalam benang, sedangkan pada pH di atas 11 kejadian ini hampir tidak terjadi seperti tampak pada gambar 4, ini memperkuat terhadap keterangan bahwa penyerapan optimum terjadi pada pencelupan pH 10.5 11.5.

pH 11 pH tinggi

pH rendah

Gambar 6. Penampang Melintang Dari Benang Hasil Celup Dengan Zat Warna Indigo Di bawah pH 11 terbentuk lapisan kristal zat warna mengendap di antara serat dalam benang sedangkan diatas pH 11 hal ini praktis tidak terbentuk6.

pH : Gambar 7. Ini adalah skema sederhana dari penyerapan zat warna kedalam benang kapas dengan zat warna indigoo dengan variasi pH9. Di dalam proses pencelupan terjadinya proses pewarnaan serat oleh zat warna melalui mekanisme pencelupan sebagai berikut : Pergerakan zat warna dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah di dalam larutan sehingga di dapat konsentrasi zat warna yang homogen di dalam larutan. Penyerapan zat warna dari larutan ke permukaan serat. Masuknya zat warna dari permukaan serat ke dalam serat. Terjadinya migrasi zat warna dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah di dalam serat sehingga diperoleh kerataan warna hasil pencelupan. Terjadinya fiksasi yang merupakan terajadinya ikatan antara zat warna dengan serat.

Zat warna indigo afinitas atau daya gabung terhadap serat yang kecil sehingga zat warna indigo sudah terabsopsi berada dipermukaan serat hanya sedikit yang mengadakan ikatan dengan serat. Zat warna yang tidak mengadakan ikatan dengan serat yang berada dipermukaan serat setelah proses pencucian selesai dihilangkan melalui proses pencucian dan penyabunan. Gambaran besarnya konsentrasi zat warna yang berada dipermukaan serat tetapi tidak terfiksasi ke dalam serat pada pencelupan variasi konsentrasi zat warna dan variasi pH terlihat pada gambar berikut.

Gambar 8. Konsentrasi zat warna indigo di dalam larutan (g/l) Hubungan Konsentrasi Zat Warna Yang Tidak Terfiksasi Ke Dalam Serat Pada Pencelupan Variasi Konsentrasi Zat Warna Dan Variasi pH9. Zat warna indigo afinitas/daya gabung dengan serat kecil sehingga sudah teradsorpsi berada dipermukaan serat hanya sedikit yang mengadakan ikatan dengan serat. Zat warna yang tidak mengadakan ikatan dengan serat yang berada dipermukaan serat setelah proses pencelupan selesai dihilangkan melalui proses pencucian dan penyabunan. 5. Pencelupan Benang Kapas Cara Kontinu Dengan Zat Warna Indigo Pencelupan benang kapas dengan zat warna indigo cara kontinu banyak dilakukan pada pencelupan menggunakan mesin stasher. Sejumlah benang dilakukan proses pencelupan rendam peras dalam larutan leuco zat warna indigo yang kemudian diikuti proses oksidasi. Benang yang dicelup adalah benang yang telah mengalami proses

pembasahan atau proses merserisasi sehingga bahan mempunyai daya serap terhadap larutan zat warna. Karena sifat dari leuco zat warna indigo yang rendah afinitasnya,maka untuk mendapatkan ketuaan warna yang dilakukan pencelupan cara rendam peras dilakukan secara berula ulang, zat warna indigo mempunyai sifat yang mudah dioksidasi, sehingga dengan udara bisa terjadi oksidasi yang sempurna.

Gambar 9. Skema Jalannya Benang Pada Mesin Celup Benang Cara Kontinu Dengan ZatWarna indigo Mesin celup terdiri dari 4 sampai 6 bak celup yang pada tiap bak dilengkapi rol pemeras ( padder )10. Untuk menjaga kesamaan konsentrasi zat warna disemua bak , keseluruhan bak dihubungkan satu dengan yang lainnya dengan pipa penghubung dan larutan disirkulasikan oleh pompa sirkulasi. Benang dilakukan rendam peras pada bak pertama yang diikuti proses oksidasi selama 1 2 menit kemudian masuk ke bak kedua dan seterusnya yang prosesnya sama seperti pada bak pertama. Selama proses pencelupan jumlah larutan celup dalam bak dijaga supaya tetap, untuk ini maka selama proses pencelupan harus dialirkan larutan zat warna indigo, larutan natrium hidrosulfit dan zat pembantu lainnya dengan jumlah sama dengan banyaknya larutan celup yang terserap oleh benang pada umumnya zat warna indigo yang dialirkan belum berbentuk leuco zat warna tetapi baru dialirkan dalam kostik soda dan pembasah yang yang ditempatkan dalam satu tanki , sedangkan pada tanki lain terdiri dari larutan. Setelah zat warna terfiksasi didalam serat maka zat warna akan membentuk ikatan hidrogen intra-molekuler yang kuat antara atom oksigen dan nitrogen11, seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 10. Ikatan antara zat warna indigo yang terbentuk didalam serat 6. Diskusi dan Pembahasan Usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga kondisi proses agar tetap stabil salah satunya dengan cara mengatur pH larutan, karena dengan pH larutan yang sesuai maka akan didapatkan ketuaan warna yang tepat, jika pH larutannya tepat sesuai akan menghasilka ketuaan warna yang maksimum dan jika pH larutan kurang dari standar atau terlau berlebih hasil yang didapatkan tidak akan maksimal. Selain itu juga kadar Natrium Hidrosulfit yang perlu diperhatikan. Karena kadar Natrium hidrosulfit sangat berpengaruh terhadap kesempurnaan leuco yang terbentuk, jika leuco yang terbentuk sempurna maka hasil pencelupannya juga akan baik12. Pada pencelupan dengan zat warna indigo, selama proses berlangsung yang harus dikontrol selain pH larutan juga kadar natrium hidrosulfit didalam larutan celup. Natrium hidrosulfit (Na2S2O4) dalam larutan akan terurai sehingga kadarnya akan berkurang, berkurangnya kadar natrium hidrosulfit tersebut sebanding dengan lamanya zat tersebut berada dalam larutan celup. Apabila kadar natrium hidrosulfit dalam larutan berkurang,

hal ini akan berpengaruh pada terbentuknya leuko zat warna indigo yang akhirnya berpengaruh terhadap ketuaan warna hasil pencelupan, oleh karena itu kadarnya setiap saat harus selalu dicek , apabila kurang maka natrium hidrosulfit harus ditambahkan kedalam larutan sesuai keurangannya. Kadar natrium hidrosulfit juga akan berkurang akibat penyimpanannya yang terbuka sehingga berhubungan langsung dengan udara bebas yang mengandug uap air. Gambar penguraiannya sebagai berikut : Na2S2O4 + 4 H2O 2 NaHSO4 + 6Hn 5

Penggunaan natrium hidrosulfit yang sudah terurai, dalam pencelupan akan menghasilkan celupan yang kurang sempurna, untuk itu sebaiknya sebelum dipakai untuk proses pencelupan kadar natrium hidrosulfitnya agar selalu diperiksa.

7. Kesimpulan Untuk mendapatkan warna yang rata dan ketuaannya sesuai yang diinginkan dalam pencelupan dengan zat warna indigo pH dan kadar natrium hidrosulfit dalam larutan harus selalu dikontrol. Selama pecelupan berlangsung pH larutan celup diatur agar berkisar antara10,5-11,5. Kadar natrium hidrosulfit harus selalu diperiksa, jika kadarnya kurang maka harus diberikan lagi kedalam larutan celup sesuai dengan kekurangannya. Karena pertumbuhan populasi global semakin meningkat dan pasar konsumen semakin besar, maka permintaan untuk denim dan indigo diperkirakan tumbuh secara signifikan dalam dekade berikutnya13 untuk itu diperlukan produk berkualitas dengan ketuaan dan kerataan warna yang sesuai dari hasil pencelupan kain denim dengan zat warna indigo.

Referensi 1. http://en.wikipedia.org/wiki/Denim 2. Grace T.T. Studi Perbandingan Antara Zat Warna Indigo Alam dan Zat Warna Indigo Sintetik Dalam Pencelupan Kain Kapas. Thesis. Intitut Teknologi Tekstil, Bandung:1984. 3. Djufri.R.Penelitian Zat Warna Indigo. Proyek Balai Penelitian Tekstil. Bandung:1983/1984. 4. Shore.John.Colorant and Auxiliaries Vol-1. Society of Dyes and Colorists. Manchester:2002.

5. Djufri.R.Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan.Institut Teknologi Tekstil. Bandung:1976 6. Etters. J.N. Reducing Enviromrntal Contamination By Indigo In Continous Dyeing Of Cotton Denim Yarn. American Dyestuff Reporter Vol-82, Number 2, Februari 1993. 7. Chariono. Nono. Pengukuran Warna dan Pencampuran Warna. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. Bandung:1988. 8. Etters. J.N. New Opportunities In Indigo Dyeing. American Dyesttuff Reporter Vol-97 no.9. September:1990 9. Etters. J.N. Advance In Indigo Dyeing : Implication For The Dyer, Apparel Manufacturer And Environment Textile Chemist And Colorist Vol-27 no.2. Februari:1995 10. L. Ravichandran. Molecular Biology and Applied Bio-Chemistry Cellulase Enzyms and Its Influence on Indigo Back Staining. Atlantic Chemical. Canada:2000. 11. Vuorema. Anne. Reduction and Analysis Methods Of Indigo. Painosalama. Turku:2008. 12. Amirudin. Tinjauan Proses Pencelupan Benang Kapas Dengan Zat Warna Indigo. Texere. Bandung:2003. 13. Blackburn. Richard L dkk. The Development Of Indigo Reduction Methods And Pre-Reduced Indigo Products. Society of Dyes and Colorists. United Kingdom:2009.

Judul: Usaha Untuk Menjaga Ketuaan Warna Hasil Pencelupan Kain Denim Dengan Zat Warna Indigo Dengan Mengatur pH Larutan Celup Pertanyaan: 1. Apa itu kain denim dan zat warna indigo? 2. Bagaimana cara pencelupannya, ada tahap apa saja pada saat pencelupannya? 3. Apa hubungan antara ketuaan warna hasil pencelupan kain denim dengan pH larutan? 4. Bagaimana cara mengatur pH larutan agar mendapatkan hasil yang memuaskan? 5. Apa yang akan terjadi jika pH larutan tidak sesuai dengan yang seharusnya? 6. Berapa pH optimum larutan untuk mendapatkan ketuaan warna yang sesuai? 7. Adakah cara lain untuk dapat menjaga ketuaan warna hasil pencelupan? 8. Adakah pengaruh kedepannya jika mendapatkan ketuaan warna yang sesuai dari hasil pencelupan dengan zat warna indigo?

Anda mungkin juga menyukai