Anda di halaman 1dari 20

Tugas kelompok Dosen pembimbing: Abdul Majid, S.Kep., Ns., M.Kep.

KEPERAWATAN DEWASA
Otitis Media Akut dan Kronik

Oleh: KELOMPOK VIIII


Fitriani 023 A. Usmianti Khumaerah

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2013

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala inayah dan kenikmatan yang senantiasa dicurahkan-Nya pada penulis berupa kesehatan, kekuatan, serta kesempatan sehingga makalah ini dapat selesai dengan semestinya. Tidak lupa penulis kirimkan shalawat dan salam beriringan dengan ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada Baginda Rasulullah SAW karena atas segala pengorbanan yang telah dilakukannya beserta para sahabat, sehingga kini kita mampu mengkaji alam ini lebih tinggi dari gunung tertinggi, lebih dalam dari lautan terdalam, serta lebih jauh dari batas pandangan mata. Adapun tulisan ilmiah ini berisikan materi tentang Otitis Media Akut dan Kronik yang bertujuan sebagai bahan bacaan, semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Dalam makalah ini, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisannya. Oleh karena itu, mohon kiranya kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembimbing dan pembaca guna untuk kesempurnaan pada pembuatan makalah penulis selanjutnya.

Makassar, September 2013

Penulis,

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi B. Etiologi C. Manifestasi klinis D. Patofisiologi E. Pemeriksaan penunjang BAB III KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian B. Diagnosia C. Intervensi DAFTAR PUSTAKA

i ii iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks, yaitu sebagai organ pendengaran sekaligus sebagai organ keseimbangan. Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, misalnya untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Telinga sebagai organ pendengaran tak jarang mengalami berbagai gangguan, salah satunya adalah otitis media. Otitis media merupakan suatu peradangan, baik akut ataupun kronik seluruh pericilium telinga tengah yang mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan. Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik seperti otitis media sangatlah penting. Di antara mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, ahli audiologi, ahli patologi wicara, dan yang tak kalah penting perannya di sini adalah perawat. Berdasarkan data yang diperoleh WHO pada tahun 2010, terdapat sekitar 1.045 per bulan orang yang memeriksakan diri pada THT untuk memeriksakan peradangan pada telinga tengahnya, sedangkan di Indonesia didapat dari data THT di seluruh Indonesia tercatat 65 orang per bulan dalam pemeriksaan dengan keluhan peradangan pada telinga tengah. Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa gangguan pada telingah tengah amatlah memerlukan perhatian yang intens dari paramedis. Dari uraian di atas, maka penulis mencoba mengangkat masalah gangguan pada telinga tengah yang terkhusus pada penyakit Otitis Media Akut dan

kronik agar mahasiswa keperawatan dapat lebih memahami otitis media, baik yang akut maupun kronik dari sisi konsep medis dan konsep keperawatannya agar nantinya bisa menerapkan ilmu yang diperolehnya secara profesional sesuai dengan kompetensinya sebagi seorang perawat. B. Rumusan Masalah Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini, yaitu: 1. Bagaimanakah konsep medis otitis media akut dan kronik ? 2. Bagaimanakah konsep keperawatan otitis media akut dan kronik ? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui konsep medis otitis media akut dan kronik. 2. Untuk mengetahui konsep keperawatan otitis media akut dan kronik.

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Defenisi 1. Otitis media akut Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah yang disebabkan oleh masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril yang bersifat akut atau tiba-tiba (Smeltzer & Bare, 2001). Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Mansjoer, 2000). 2. Otitis media kronik Otits media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut (Smeltzer & Bare, 2001). B. Etiologi 1. Otitis media akut Otitis media akut paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan di sekitarnya (misalnya sinusitis dan hipertrofi adenoid) atau reaksi alergi (misalnya rinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab otitis media akut adalah

Streptococcus

pneumoniae,

Hemophylus

influensae,

dan

Moraxella

catarhallis. Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring (Smeltzer dan Bare, 2001).

2. Otitis media kronik Penyebab terjadinya otitis media kronik adalah karena episode berulang otitis media akut (Smeltzer dan Bare, 2001). Selain itu, terjadinya otitis media kronik terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh otitis media akut, penyumbatan tuba eustakius, cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba, luka bakar karena panas atau zat kimia. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap pada OMK adalah: a. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut. b. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi. c. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel. d. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi. C. Manifestasi Klinik 1. Otitis media akut Gejala otitis media akut dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa dan mungkin terdapat otalgia. Gejala lain dapat berupa keluarnya cairan dari telinga, demam, kehilangan pendengaran, dan tinitus (Smeltzer dan Bare, 2001). Menurut Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden (2009), manifestasi klinis otitis media akut adalah sebagai berikut:

a. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa terlihat tonjolan tulang, tidak bergerak pada otoskopi pneumatik (pemberian tekanan positif atau negatif pada telinga tengah dengan insuflator balon yang disambungkan ke otoskop) b. Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada anak yang belum dapat bicara c. Demam, antara 37, 7 40 oC d. Anoreksia (sering) e. Limfadenopati servikal anterior f. Tuli konduktif sementara yang berakhir minimal 2 4 minggu setelah infeksi akut. 2. Otitis media kronik Gejala otitis media kronik dapat minimal dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorea intermiten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut di mana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma sendiri biasanya tidak menimbulkan nyeri. Evaluasi otostopik membran timpani memperlihatkan adanya perforasi dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membran timpani atau keluar ke kanalis eksternus melalui luang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran (Smeltzer dan Bare, 2001). D. Patofisiologi 1. Otitis media akut Terjadinya otits media akut akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusnya adalah infeksi saluran pernapasan atas. Penyakit ini

mudah terjadi pada bayi karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal (Mansjoer, 2000). Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel- sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel- sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel - sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulangtulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun, cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45db (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya (Mansjoer A, 2001).
Adapun stadium dari otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah : a. Stadium oklusi tuba eustachius Terdapat gambaran retraksi membrane timpani akibat tekanan negative didalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keru pucat, efusi tidak dapat dideteksi dan sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi. b. Stadium hiperemis (presupurasi)

Tampak pembulu darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta udem. Secret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat. c. Stadium supurasi Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga tambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi eskemia, tromboflebitis, dan nekrosis mukosa serta sub mukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada membrane timpani. Ditempat ini akan terjadi rupture. d. Stadium perforasi Karena pemberian anti biotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak. e. Stadium resolusi Bila membrane timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi otitis media supuratif sub akut bila perforasi menetap dengan secret yang keluar terus menerus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila lebih dari 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila secret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.

2. Otitis media kronik Patofisiologi OMK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya OMK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang. OMK disebabkan oleh multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan

fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan, dan social ekonomi. Fokus infeksi biasanya terjadi pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka terjadi inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap di dalam kantung mukosa di telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat dan adekuat serta perbaikan fungsi telinga tengah, biasanya proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Walaupun kadang-kadang terbentuk jaringan granulasi atau polip ataupun terbentuk kantong abses di dalam lipatan mukosa yang masing-masing harus dibuang, tetapi dengan penatalaksanaan yang baik perubahan menetap pada mukosa telinga tengah jarang terjadi. Mukosa telinga tengah mempunyai kemampuan besar untuk kembali normal. Bila terjadi perforasi membrane timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar ke telinga luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap kering dan pasien tidak sadar akan penyakitnya. Berenang, kemasukan benda yang tidak steril ke dalam liang telinga atau karena adanya focus infeksi pada saluran napas bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan secret yang mukoid atau mukopurulen. E. Pemeriksaan Penunjang 1. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas. 2. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab. 3. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian 1. Identitas Otitis media akut dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, dan seringkali terjadi pada usia anak. 2. Keluhan Klien dengan otitis media akut datang dengan keluhan nyeri pada telinga bagian tengah. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya alasan klien otitis media akut datang memeriksakan diri kerumah sakit yaitu adanya nyeri pada telinga tengah disertai terganggunya fungsi pendengaran. 4. Riwayat penyakit dahulu Kaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.Tanyakan tindakan apa yang telah dilakukan. 5. Pemeriksaan fisik a) Nyeri telinga b) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran c) Suhu Meningkat d) Malaise e) Nausea Vomiting f) Vertigo g) Ortore 6. Pemeriksaan Pendengaran a. Otoskopi

1) Perhatikan adanya lesi pada telinga luar 2) Amati adanya oedema pada membran tympani Periksa adanya pus danruptur pada membran tympani 3) Amati perubahan warna yang mungkin terjadi pada membran tympani b. Tes bisik Dengan menempatkan klien pada ruang yang sunyi, kemudian dilakukan tes bisik, pada klien dengan otitis media akut dapat terjadi penurunan pendengaranpada sisi telinga yang sakit. c. Tes garpu tala 1) Tes Rinne Pada uji rinne didapatkan hasil negatif.
2) Tes Weber

Pada tes weber didapatkan lateralisasi ke arah telinga yang sakit. B. Diagnosa 1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi. 2. Gangguan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan kerusakan pada telinga tengah. 3. Ansietas berhubungan dengan nyeri yang semakin berat dan pendengaran tidak adekuat. 4. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri dan otore yang berbau. C. Intervensi 1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang

Kriteria hasil : Klien tampak tenang dan mengatakan nyerinya berkurang Masalah keperawatan : Gangguan rasa nyaman (nyeri) Proses inflamasi pada telinga tengah Adanya keluhan nyeri dan wajah klien tampak meringis.

Kemungkinan disebabkan oleh : Ditandai dengan :

Intervensi 1. Kaji tingkat nyeri

Rasional yang 1. Memberikan membantu informasi dalam untuk

dialami klien dan mekanisme kopingnya.

menetukan

pilihan atau keefektifan intervensi.

2. Ajarkan teknik relaksasi pada 2. Teknik relaksasi yang benar dan klien (misalnya bernafas efektif dapat membantu mengurangi nyeri yang dirasa.

perlahan, teratur, atau nafas dalam).

3. Berikan kompres hangat di 3. Untuk mengurangi rasa nyeri sekitar area telinga.

4. Atur posisi klien

4. Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman.

5. Tindakan

kolaborasi:

beri 5. Untuk mengurangi sensasi nyeri.

analgesik sesuai instruksi

2. Gangguan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan kerusakan pada telinga tengah. Tujuan : Persepsi sensori pendengaran baik.

Kriteria hasil : Klien akan mengalami peningkatan persepsi sensoris pendengaran sampai pada tingkat fungsional. Masalah keperawatan : Gangguan pendengaran Kemungkinan disebabkan oleh : Ditandai dengan Intervensi : Kerusakan pada telinga tengah Kesalahan mempersepsikan bunyi Rasional sensori persepsi

1. Ajarkan klien untuk merawat 1. Keefektifan alat tepat. pendengaran dengan tergantung

alat

pendengaran tipe atau

pada

gangguan/ketulian perawatannya.

2. Instruksikan menggunakan

klien

untuk 2. Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka

teknik-teknik

yang aman dalam perawatan telinga mencegah parahnya dialaminya. sehingga dapat

pendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi

bertambah penyakit yang

sehingga harus dilindungi.

3. Observasi tanda-tanda awal 3. Diagnosa dini terhadap keadaan kehilangan pendengaran yang lanjut. telinga atau terhadap masalahmasalah pendengaran rusak

secara permanen.

3. Ansietas berhubungan dengan nyeri yang semakin berat dan pendengaran tidak adekuat. Tujuan Kriteria hasil : : Ansietas klien berkurang bahkan hilang. Klien mampu mengungkapkan kecemasan dan

kekhawatirannya serta ia tampak tenang dan tidak gelisah. Masalah keperawatan : Ansietas Nyeri semakin berat Klien tampak gelisah Rasional

Kemungkinan disebabkan oleh : Ditandai dengan Intervensi :

1.

Catat petunjuk perilaku gelisah 1. Indikator yang dialami klien.

derajat

ansietas yang

untuk akan

menentukan dilakukan.

tindakan

2.

Dorong

klien

meyatakan 2. Membangun hubungan terapeutik.

perasaannya. 3. Berikan informasi yang akurat 3. Keterlibatan klien dalam perencanaan dan nyata tentang apa yang perawatan memberikan rasa kontrol dilakukan. dan membantu menurunkan ansietas.

4.

Diskusikan mengenai kemajuan

dengan

klien 4. Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi fungsi untuk harapan

kemungkinan dari

denganefektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat

pendengarannya mempertahankan

mengurangirasa cemasnya. 5. Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien.

klien dalam berkomunikasi. 5. Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk memberikan kepada klien. dukungan

4. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri dan otore yang berbau. Tujuan : Klien tetap mengembangkan hubungan dengan orang lain.

Kriteria hasil : Klien dapat bersosialisasi dengan orang lain. Masalah keperawatan : Isolasi sosial Nyeri dan otore yang berbau Menarik diri dari pergaulan Rasional

Kemungkinan disebabkan oleh : Ditandai dengan Intervensi :

1. Bina hubungan saling percaya

1. Hubungan saling percaya dapat menjadi dasar hubungan sosial.

2. Yakinkan klien bahwa setelah 2. Klien dilakukan pembedahan pengobatan cairan / akan

akan

kooperatif dalam

berpartisipasi pembedahan

persiapan

(tympanoplasti)

keluar dan bau busuk akan hilang.

jika diperlukan dan akan mulai mengajak bicara dengan perawat dan keluarga.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah yang disebabkan oleh disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, dan reaksi alergi serta bakteri seperti Streptococcus pneumoniae, Hemophylus influensae, dan Moraxella catarhallis. Gejala OMA dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat seperti adanya otalgia, keluarnya cairan dari telinga, demam, kehilangan pendengaran, dan tinitus. Dengan terapi antibiotika spektrum luas yang tepat dan awal, otitis media dapat hilang tanpa gejala sisa yang serius. Otits media kronik (OMK) adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan karena episode berulang otits media akut. Gejala otitis media kronik dapat minimal dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorea intermiten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut di mana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Baik OMA maupun OMK, pemeriksaan penunjangnya adalh dengan otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas. Selain itu, juga dengan kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab. B. Saran Adapun saran penulis terhadap pembaca yaitu agar semakin memperluas wawasannya mengenai penyakit-penyakit sistem auditorius sehingga mampu memberikan tindakan yang sebaik-baiknya pada klien nantinya dengan bekal

pemahaman tentang berbagai penyakit yang telah dipelajari di mata perkuliahan ini, khususnya untuk penderita otitis media, baik yang akut maupun yang kronis.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: EGC. . 2001. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Betz, Cecily Lynn dan Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta: EGC. Kerschner, Joseph E. 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed.
.

Anda mungkin juga menyukai