Anda di halaman 1dari 10

NAMA NIM

: R Y MALONDO SITORUS : 115010101111079

MATA KULIAH TINDAK PIDANA DALAM KUHP

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM 2013

TUGAS ANALISA KASUS PIDANA PEMBUNUHAN Ringkasan Kasus Seorang korban bernama Imam A. Syafei (31) seorang bos servis komputer ditemukan tewas di bagasi mobil di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Otak pembunuhan tersebut adalah TD dan dalam aksinya TD dibantu oleh WS (eksekutor). Sabtu 16 maret 2013, korban yang punya rumah di Bekasi datang ke rumah TD(41), di Cakung, Jakarta Timur. Keduanya kemudian naik mobil korban dan membicarakan masalah bisnis. TD dijelaskan sebagai teman dekat Imam. Mereka selama ini berbisnis komputer, sejak kenal tahun 2000 dan kerap menggarap bersama proyek tender komputer. Akibat urusan bisnis TD sakit hati, karena TD merasa Korban tak adil dalam pembagian penghasilan usaha bisnis yang mereka jalani. Apalagi setelah itu usaha komputer milik TD bangkrut. Dia pun sejak awal Maret berencana membunuh korban. Aksi dijalankan pada Sabtu pekan lalu dengan alasan bisnis TD mengundang Imam, Dalam perjalanan, mereka menjemput satu orang rekan, TD bernama AS. Ketiga pengusaha komputer ini naik dalam satu mobil. TD beralasan mengajak korban ke bazar komputer murah yang pada kenyataannya bazar tersebut tidak ada. saat dalam perjalanan di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng korban dibunuh Sabtu sore itu juga dengan cara dijerat dengan tali. Yang menjerat adalah AS yang duduk di kursi belakang. Korban duduk di kursi penumpang bagian depan, di sebelah sopir.Dalam perjalanan itu pula tersangka memindahkan korban ke bagasi mobil di bagian belakang. Kemudian korban diikat dan dilakban. Karena sejak awal tidak ada tujuan dan TD sudah terlanjur berkendara masuk ke jalan tol bandara. Akhirnya TD berpikir untuk berhenti di bandara. Lalu mereka meninggalkan korban di sana. Barang bukti berupa kawat untuk mencekik leher dan mengikat kaki korban masih ditemukan polisi di dalam mobil minibus Grand Vitara tersebut. Sumber diambil dari website resmi (http://id.berita.yahoo.com/polisi-urai-cerita-pembunuhan-bos-komputer-bekasi065117380.html/) TEMPO.CO Kam, 21 Mar 2013 Polisi Urai Cerita Pembunuhan Bos Komputer Bekasi

Penggolongan dan Unsur-Unsurnya Pasal 340 KUH Pidana Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal 340 KUH Pidana yaitu : 1. Barangsiapa, artinya siapapun dapat melakukan hal tersebut. Tidak mengacu pada jabatan atau hal-hal tertentu yang dimiliki individu yang melakukannya untuk berbuat. Dalam hal ini, yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah TD sebab dia merupakan pelaku tunggal dimana dia mengakui dirinya telah membunuh Imam dan tidak memenuhi pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III KUHP tersebut.

2. Sengaja, artinya pelaku sadar akan konsekuensi dari tindakannya dan akibat yang akan ditimbulkannya. Serta Pelaku tahu dan mengkhendaki akan konsekuensinya tetapi tetap menjalankan hal tersebut dengan tenang. Dalam kasus ini, Pelaku memiliki kehendak untuk membunuh korban sebab didorong oleh motif ingin Membunuh korban lantaran sakit hati serta mengetahui dengan pesti konsekuensi yang timbul dari perbuatannya itu. Tindak pidana tersebut telah diatur dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana

3. Dengan rencana lebih dahulu, artinya terdapat waktu jeda antara perencanaan dengan tindakan yang memungkinkan adanya perencanaan secara sistematis terlebih dahulu lalu baru diikuti dengan tindakannya Dalam kasus, Pelaku telah merencanakan untuk membunuh korban sejak awal maret 2013 didorong oleh motif ingin Membunuh korban lantaran sakit hati. Dalam hal ini pelaku berinisial TD terbukti memenuhi unsur-unsur yang ada pada pasal 340 KUHP.

Pasal 338 KUH Pidana: Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal 338 KUH Pidana yaitu : 1. Barangsiapa, artinya siapapun dapat melakukan hal tersebut. Tidak mengacu pada jabatan atau hal-hal tertentu yang dimiliki individu yang melakukannya untuk berbuat. Dalam hal ini, yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah AS sebab dia merupakan pelaku tunggal dimana dia mengakui dirinya telah membunuh Imam dan tidak memenuhi pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III KUHP tersebut. 2. Sengaja, artinya pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan akibat tertentu yang telah diatur dalam perundang-undangan yang didorong oleh motif. Serta sadar akan konsekuensi dari tindakannya dan akibat yang akan ditimbulkannya. Dalam hal ini tersangka AS terbukti menjerat korban bernama Imam dengan tali dalam keaddan sadar dan mengetahui dampak ang akan timbul dari perbuatannya. Serta melakukannya dengan kehendak dan kemauannya. 3. Menghilangkan nyawa orang lain. Dalam hal ini akibat yang terjadi adalah terjadi hilangnya nyawa seseorang bernama Imam yang dibunuh dengan cara dijerat oleh oleh AS sehingga menyebabkan korban tewas akibat jeratan tersebut.Dalam hal ini pelaku AS terbukti memenuhi unsur-unsur yang ada pada pasal 338 KUHP.

Teori Tempus Delicti dan Locus Delicti

C.I. Teori Tempus Delicti Sebelum dikaitkan dengan Teori Tempus Delicti, maka pertama-tama harus mengacu pada asas legalitas yang tertera pada pasal 1 ayat 1 KUHP. Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundangundangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan Dalam hal ini yang dimaksud dengan pasal diatas adalah bahwa tidak ada suatu tindak pidana apapun yang dapat dipidana tanpa ada peraturan tertulis yang mengaturnya terlebih dahulu. Dalam pasal 1 ayat (1) tersebut terdapat asas hukum pidana yakni Asas legalitas yang berbunyi Nullum Dellictum, Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali. Yang artinya Tiada delik dan hukuman tanpa suatu peraturan terlebih dahulu menyebut perbuatan itu sebagai delik dan memuat suatu hukuman yang dapat dijatuhi hukuman. Berdasarkan asas Legalitas ini pasal 338 KUHP, pasal 340 KUHP adalah peraturan-peraturan yang sudah diatur sebelum tindak pidana pembunuhan dan pembunuhan berencana tersebut dilakukan, maka tindak pidana tersebut dapat diproses menurut pasal-pasal tersebut yakni pasal 338 KUHP, pasal 340 KUHP. Yang dimaksud dengan Teori Tempus Delicti adalah waktu terjadinya delik. Teori-teorinya sebagai berikut : 1. Teori Perbuatan Fisik, yaitu teori yang menentukan kapan suatu tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan. Dalam hal ini adalah terjadinya penjeratan dengan tali oleh AS terhadap korban pada sore hari Sabtu (16/3/13) di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng . 2. Teori Bekerjanya Alat yang Digunakan, yaitu teori yang menentukan kapan suatu tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus ini benda/alat yang digunakan AS untuk menjerat adalah sebuah tali yang memberikan efek langsung terhadap korban di saat itu juga (sore hari, Sabtu 16/3/13 ). 3. Teori Akibat, yaitu teori yang menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Pada kasus ini adalah penjeratan yang dilakukan oleh AS atau pembunuhan berencana yang telah direncanakan oleh TD sehingga menyebabkan kematian korban. 4. Teori Waktu yang Jamak, yaitu penggabungan diantara ketiga hal diatas yaitu karena memenuhi lengkap ketiga teori diatas, maka lengkaplah sudah.

C.II. Teori Locus Delicti Sebelum dikaitkan dengan Teori Tempus Delicti, maka pertama-tama harus mengacu pada asasasas dalam KUHP yang diantaranya adalah, sebagai berikut: Asas Teritorial (Pasal 2 dan Pasal 3 KUHP)

Dalam Pasal 2 KUHP asas-asas Teritorial berbunyi sebagai berikut: Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia Dan dalam Pasal 3 KUHP adalah berbunyi sebagai berikut : Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar Indonesia melakukan delik pidana di dalam perahu atau pesawat udara Indonesia. Dalam kedua pasal diatas yang dimaksud dengan wilayah Indonesia adalah :

Seluruh daratan di wilayah negara Republik Indonesia. Perairan Indonesia yaitu laut wilayah Indonesia dan perairan pedalaman Indonesia ( termasuk diantaranya Sungai dan Danau) Udara di wilayah indonesia Kapal laut berbendera Indonesia, yang termasuk didalamnya adalah kapal dagang di laut bebas dan kapal perang Indonesia di manapun. Pesawat Indonesia berdasarkan Pasal 95 KUHP.

Berdasarkan Kasus diatas, tindak pidana yang terjadi adalah di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng yang merupakan daratan Indonesia sehingga dalam hal ini memiliki syarat untuk disebut wilayah Indonesia, sehingga hukum pidana Indonesia dapat diberlakukan dan pengadilan Indonesia-lah yang berwenang dan akan mengadili mereka. Asas Nasionalitas Aktif

Berdasarkan asas Nasionalitas Aktif adalah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib sejauh mungkin mengatur sendiri warga negaranya sendiri. Dalam hal ini Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa mempersoalkan dimana orang tersebut berada baik di dalam maupun diluar wilayah Indonesia berhak diadili oleh hukum negaranya. Berdasarkan kasus diatas, karena kasus yang terjadi adalah pembunuhan dan bukan termasuk dalam kejahatan yang disebutkan dalam pasal 5-7, maka asas ini tidak digunakan. Asas Nasionalitas Pasif (Pasal 4 KUHP)

Berdasarkan asas setiap negara berdaulat wajib menjaga kepentingan hukum negaranya atau kepentingan nasionalnya. Dalm kasus ini Asas Nasionalitas Pasif tidak digunakan karena tidak kaitannya/menyangkut dengan kepentingan nasional Republik Indonesia.

Asas Universalitas

Asas ini dipergunakan untuk melindungi seluruh masyarakat dunia. Berdasarkan kasus tersebut, pembunuhan yang terjadi merupakan pembunuhan yang sudah diatur dalam pasal 384, dan pasal 340 KUHP sehingga tidak perlu dipergunakan Asas universalitas. Setelah memahami asa-asas dalam KUHP, Locus delicti artinya adalah lokasi tindak pidana terjadi. Penentuan locus bertujuan untuk menentukan

hukum pidana mana yang diberlakukan , apakah hukum Indonesia yang berlaku tau negara lain yang berlaku dalam tindak pidana tersebut (Pasal 2-8 KUHP) Kompetensi relatif pengadilan yang berhak mengadili perkara tersebut, kompetensi Relatif teagi atas :

Kompetensi absolut adalah kompetensi Untuk menentukan pengadilan apa yang berhak mengadili perkara tersebut. Dalam kasus tersebut adalah pengadilan Umum Kompetensi relatif adalah kompetensi Untuk menentukan pengadilan mana yang berhak mengadili perkara tersebut. Untuk lebih lengkapnya penentuan pengadilan ini ditentukan dengan menggunakan teori locus. Karena pembunuhan terjadi di daerah di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng maka pengadilan yang berhak adalah pengadilan negeri di wilayah Cengkareng. Cara menentukan locus adalah berdasarkan teori-tori Locus adalah sebagai berikut : 1. Teori perbuatan fisik yaitu teori yang Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan. Berdasarkan kasus ini, maka lokasi terjadinya pembunuhan adalah di di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng 2. Teori bekerjanya alat yaitu teori yang menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus, pembunuhan dilakukan dengan menjerat menggunakan tali dan alat tersebut bekerja langsung di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng 3. Teori munculnya akibat yaitu teori yang menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Dalam kasus akibat yang muncul adalah matinya korban yaitu di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng 4. Teori gabungan yaitu Merupakan gabungan lokasi dari kesemua teori yang berdasarkan kasus terjadi pada tempat yang sama, yakni di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng.

Jenis-Jenis Delik Delik Kejahatan Adalah delik yang tercantum dalam buku II KUHP. Dalam Kasus pembunuhan berencana ini telah diatur dalam pasal 338 dan 340 KUHP yang berada dalam buku II KUHP tentang kejahatan, oleh karena itu perbuatan tersebut masuk kedalam delik kejahatan dan bukan Delik pelanggaran. Delik Materil Adalah tindak pidana yang rumusannya melarang suatu perbuatan/tindakan dengan mempersoalkan akibatnya. Kasus yang dilakukan oleh TD dan AS tersebut merupakan kasus pembunuhan yang masuk kedalam delik Materil bukan delik formil, dimana yang dilihat adalah akibat perbuatannya bukan pada caranya, serta selesainya tindak pidana setelah sudah dilakukannya pembunuhan tersebut dengan mempersoalkan akibatnya yaitu hilangnya nyawa seseorang. Sedangkan dalam delik formil yang diperhatikan adalah sebaliknya Delik Komisionis Adalah perbuatan aktif yang dilarang, dan untuk pelanggarnya diancam pidana. Dalam Kasus pembunuhan ini deliknya adalah delik komisi bukan Omisionis. karena Pembunuhan yang dilakukan adalah tindakan aktif dari terdakwa AS yang merupakan buah pemikiran terdakwa TD. Bukan delik omisi yang berupa larangan pasif Delik dolus (kesengajaan) Adalah tindak pidanan yang dilakukan dengan suatu kehendak atau keinginan untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh sebuah motif. Dalam kasus pembunuhan ini pelaku TD dan AS adalah delik dollus bukan delik culpa karena TD dan DS dengan sengaja merencanakan dan menjerat korban dan menyebabkan korban tewas. Delik Biasa adalah tindak pidana yang penuntutannya bisa dilakukan bila dilaporkan atau tertangkap tangan. Dalam hal ini Kasus pembunuhan tersebut bisa dilaporkan siapa saja dan laporan tersebut tidak dapat dicabut kembali dan diselesaikan dengan cara damai. bahkan tidak perlu adanya laporan sebab polisi dapat langsung menyelesaikan delik tersebut. Delik dikualivisir adalah merupakan delik yang dilakukan memiliki unsur memberatkan pidana. Terdakwa TD dalam hal ini menerima delik yang kuaalifisir, yaitu delik yang mempunyai unsurunsur yang dipunyai delik biasa di samping unsur keadaan yang memberatkan pidana untuk delik diperberat. Dalam kasus tersebut, pasal 340 KUH Pidana yang mengatur tentang pembunuhan berencana termasuk delik yang diperberat karena ada perencanaan terlebih dahulu dalam selang waktu yang dimiliki. Delik Selesai adalah delik tersebut sudah selesai dan tidak berlanjut. Dalam hal ini pembunuhan terhadap korban selesai saat itu juga, saat jeratan yang dilakukan oleh terdakwa AS kepada korban atas perintah terdakwa TD selesai dan tidak dilakukan terus menerus.. Delik Communaadalah delik yang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa terbatas oleh kualifikasi/golongan. Dalam kasus pembunuhan ini deliknya adalah communa dan bukan propia. Dikarenakan adnya Unsur Barangsiapa pada pasal Pasal 338 dan 340 KUHP, dapat dilakukan oleh siapapun (WNI, WNA, atau tidak memiliki kewarganegaraan) tanpa tersbatas seseorang tersebut berasal dari golongan tertentu (Militer, Pegawai Negeri, dan lainnya) atau bukan.dan dalam hal ini juga tersangka AS dan TD adalah orang-orang yang bukan berasal dari kualifikasi atau golongan tertentu. Delik Berdiri Sendiri adalah delik yang berdiri sendiri dan tidak perlu penggabungan tindak pidana. Pada kasus, pasal yang digunakan telahy jelas mengenai pembunuhan berencana.Kasus tersebut adalah pembunuhan yang hanya dilakukan satu kali selesai tanpa berlanjut.

Delik Tunggal adalah delik yang tidak dilakukan berulang-ulang sebagai mata pencaharian. Kasus tersebut adalah pembunuhan yang tidak dilakukan berulang-ulang. . Dalam kasus tersebut terdakwa AS dan TD hanya melakukan satu kali pembunuhan saja, yaitu terhadap korban.

Ajaran Kausalitas Teori kausalitas hanya dapat diterapkan pada jenis delik tertentu saja, artinya ada beberapa delik tertentu yang memerlukan ajaran kausalitas, yaitu : 1. Delik Materil 2. Delik Omisi tidak murni 3. Delik yang diperberat/dikualifisir Dalam hal ini kasus tersebut memerlukan ajaran kausalitas karena terdapat delik materil dan delik yang diperberat/dikualifisir dalam kasus tersebut. Dalam kasus tersebut dapat dicari hal sebab-akibat, hubungan logis antara sebab-akibat, persoalan filsafat yang penting, sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di suatu masa lalu. fokus perhatian ajaran kausalitas adalah makna yang dilekatkan pada pengertian kausalitas agar kasus ini dapat terjawab persoalan siapa yang dapat dimintai pertanggung jawaban atas suatu akibat tertentu. Dan dalam kasus tersebutpertanggung jawaban atas akibat matinya korban kareana dijerat dikenakan pada terdakwa TD sebagai pelaku utama dan AS sebagai eksekutor pembunuhan. Melawan Hukum Bersifat melawan hukum (wederechtelijk) berarti bertentangan dengan hukum atau bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders recht), tanpa hak sendiri (zonder eigen recht), tidak sesuai dengan larangan atau keharusan hukum atau menyerang suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum dan tanpa alasan yg wajar. dimana yang dimaksud hukum adalah hukum positif (ius constitutum). Jika suatu perbuatan sudah memenuhi unsure-unsur dalam KUHP, perbuatan tersebut pasti melawan hukum. Berikut ini ajaran-ajaran mengenai sifat melawan hokum: 1. Aliran Formil Melawan hukum dalam aliran formil melihat bahwa suatu sifat melawan hukum berarti perbuatan yang dilakukan melawan UU (hukum positif tertulis ) sebab UU adalah hukum. Sehingga apabila suatu kelakuan memenuhi unsur dalam ketentuan pidana yang bersangkutan (secara formil), baik kata melawan hukum ditulis (harus dibuktikan) maupun tidak tertulis (tidak perlu dibuktikan) dalam undang-undang, maka kelakuan tersebut sah dikatakan sebagai tindak pidana

Berdasarkan kasus diatas , yang dipergunakan adalah Pasal 338 dan 340 KUHP. Yang Dalam kasus, ternyata memenuhi semua unsur yang terdapat dalam pasal (dibuktikan dalam bagian Unsur-Unsur Pasal 340 KUHP), maka dapat disebut perbuatan tersebut dikatakan melawan hukum. 2. Aliran Materil Sifat melawan hukum menurut aliran Materil berarti tidak hanya melawan hukum tertulis, tetapi juga sebagai sesuatu yang melawan hukum yang tidak tertulis, yakni yang melawan asas-asas hukum umum yang ada dalam masyarakat. Atau dengan kata lain melawan hukum adalah melakukan perbuatan yang masyarakat tidak perbolehkan. Dalam kasus, pembunuhan yang dilakukan oleh AS dan TD juga tidak dapat diterima oleh masyarakat. sehingga terpenuhilah unsur melawan hukum. Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana Dalam hukum Pidana Terdapat suatu adagium mengenai kesalahan yaitu Geen straf zonder schuld (tiada suatu hukuman tanpa kesalahan atau tiada pemidanaan tanpa adanya kesalahan). Kesalahan dalam arti luas adalah dolus/kesengajaan dan culpa/kelalaian. 1. Kesengajaan/Dolus/Opzet Adalah perbuatan yang dilakuakan dengan willens an wetens atau dikehendaki dan diketahui menurut WvT . Gradasi kesengajaan yaitu :

Kesengajaan dengan maksud/tujuan (opzet als oogmerk), adalah terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu adalah perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan pelaku. Kesengajaan dengan kesadaran kepastian mengenai tujuan/keharusan/akibat perbuatan. (opzet bij zekerheidsbewustzijn) Kesengajaan dengan kesadaran kemungkinan (kesengajaan bersyarat) (opzet bij mogelijkheids-bewutzijn)

Dalam hal ini kasus pembunuhan yang dilakukan TD terhadap korban tersebut dalam kesengajaan dengan tujuan, karena terjadinya akibat tertentu yaitu kematian yang sudah direncanakan oleh TD untuk menghilangkan nyawa korban. Kematian korban adalah perwujudan dari maksud dan tujuan TD. 2. Kealpaan/Culpa Adalah kesalahan sebagai akibat kekurang hati-hatian, teledor,sembrono dsb. Dalam kasus pembunuhan tersebut telah dibuktikan bahwa kesalahan timbul akibat kesengajaan atau dolus bukan semata-mata kesalahan atau culpa karena dilakuakn dengan sengaja. Percobaan (Pogging) Adalah perluasan delik yang berarti Permulaan kejahatan yang belum selesai atau dengan kata lain tindakan tersebut tidak memenuhi seluruh unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan atau dirumuskan.

Pasal 53 KUHP ayat 1 adalah dasar hukum percobaan, yang ayatnya berbunyi sebagai berikut: Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya pemulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Berikut adalah Syarat Percobaan yang dapat dipidana sesuai pasal 53 ayat 1 KUHP adalah : 1. Niat, dalam hal ini ada dua teori yang berpandangan tentang niat dalam pogging, yaitu: Teori Percobaan Subjektif bahwa Seseorang yang telah memiliki niat untuk melakukan tindak pidana atau menyatakan niatnya dalam tindakan permulaan sudah harus dipidana meskipun belum terjadi suatu kerugian kepentingan hukum sesuai dengan pasal yang dipidana. Teori Percobaan Objektif bahwa Bertolak pangkal kepada tindakan dari petindak yang telah membahayakan suatu kepentingan hukum yang dilindungi oleh undang-undang. Beberapa penulis Belanda berpendapat bahwa KUHP menganut teori objektif. 1. Permulaan pelaksanaan tindakan 2. Tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku Dalam kasus pidana pembunuhan ini, tidak terjadi percobaan/poging karena tindak pidana telah memenuhi seluruh unsur yang ada. Seandainya pada saat AS hendak menjerat korban, lantas ada pengendara lain dijalur tol tersebut yang melihatnya dan menggagalkannya, maka terjadilah poging (tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku). Ancaman hukumannya-pun dikurangi sepertiganya sesuai dengan pasal 53 KUHP.

Anda mungkin juga menyukai