Anda di halaman 1dari 115

LEMBAGA KAJIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN

(LKPP)

LAPORAN MODUL PEMBELAJARAN BERBASIS SCL





Judul :
Modul Pembelajaran Berbasis SCL
Mata Kuliah Pengemasan, Pengepakan dan Labeling Produk Hasil Ternak


Oleh :

HIKMAH. M. ALI



Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Hasanuddin
Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan
Nomor : 469/H4.23/PM.15/08 Tanggal 4 Januari 2008



PS. TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2008
1
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan pada
produk yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan memegang peranan
penting dalam penanganan, pendistribusian dan pengawetan bahan pangan.
Untuk memamin secara utuh prinsip dasar dalam mempelajari ilmu pengemasan
dan labeling, maka Modul I Pembelajaran Berbasis SCL Mata Kuliah
Pengemasan, Pengepakan dan Labeling ini memuat tentang pengertian dan
sejarah pengemasan. Setelah mempelajari bagian ini dilanjutkan dengan
pembahasan tentang fungsi dan klasifikasi kemasan. Adanya sifat-sifat bahan
dan fungsi kemasan yang berbeda-beda, maka dfipandang pelu mempelajari
tentang sifat perpinadahan material dari kemasan pada produk ataupun
perpindahan material dari lingkungan ke produk atau sebailknya maka pada
bagian berikutnya dipelajari tentang kemasan dan hubungannya dengan mutu
produk. Pada bagian akhir modul yang merupakan bahan perkuliahan pada
minggu kelima akan dibahas salah satu jenis pengemasan yang banyak
dipergunakan untuk bahan mudah rusak, terutama pada produk hasil ternak
yakni pengemasan dengan mengatur kompsosisi udara atau penghilangan unsur
udara dalam kemasan yang dapat meningkatkan keawetan produk.
B. Ruang Lingkup Isi
Isi modul ini terdiri atas 5 bagian, satu dengan lainnya saling berkaitan yang
merupakan satu kesatuan untuk memberikan pemahaman prinsip dasar tentang
ilmu pengemasan. Kelima nagian tersebut adalah :
Pengertian dan Sejarah Pengemasan
Fungsi Pengemasan
Klasifikasi Kemasan
Hubungan Pengemasan dan Mutu Pangan
2
Pengemasan Hermetis dan Modified Atmosfir
C. Kaitan Modul
Modul ini merupakan modul pertama dari mata kuliah Pengemasan, Pengepakan
dan Labeling Hasil Ternak (410 I 123) yang menjelaskan prinsip dasar dalam
pengemasan dan labeling yang juga merupakan dasar dalam mempelajari
modul-modul berikutnya.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian, pengepakan dan labeling.
2. Menjelaskan sejarah perkembangan pengemasan pada produk pangan
secara umum dan khususnya produk hasil ternak.
3. Menjelaskan fungsi kemasan pada produk pangan secara umum dan
khususnya produk hasil ternak.
4. Menjelaskan klasifikasi pada produk pangan secara umum dan khususnya
produk hasil ternak.
5. Menjelaskan pengaruh kemasan terhadap produk hasil ternak yang di
kemas.
6. Menjelaskan teknik pengemasan hermetis dan modified atmosfir yang
banyak dipergunakan dalam pengemasan hasil ternak.


3
BAB II. PEMBELAJARAN

A. PENGERTIAN DAN SEJARAH PENGEMASAN
Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan,
memegang peranan penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian. Adanya
wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi
kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dala!nnya, melindungi dan
bahaya pencemaran serta ganggun fisik (gesekan, benturan, getaran). Di
samping itu pengemasan berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan
atau produk industri agar mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam
penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Dan segi promosi wadah atau
pembungkus berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Karena itu
bentuk, warna dan dekorasi dari kemasan perlu diperhatikan dalam
perencanaannya.
Pengemasan merupakan salah satu bagian yang penting dalam
keseluruhan proses pengolahan pangan di tingkat industri. Tahapan proses
pengolahan pangan di tingkat industri umumnya diakhiri dengan tahap
pengemasan. Setelah dilakukan serangkaian tahapan proses pengolahan
sehingga dihasilkan produk yang baik, kemudian produk tersebut dikemas.
Pengemasan yang tidak baik akan dapat merusak produk yang sudah dihasilkan
dengan baik. Dengan demikian pengemasan pada akhirnya turut menentukan
mutu produk yang dihasilkan.
Sebelum manusia membuat kemasan, alam sendiri telah menyajikan
kemasan, seperti misalnya jagung yang dibungkus seludang, buah-buahan
terbungkus kulitnya, buah kelapa yang terlindunq baik dengan sabut dan
tempurung, polong-polongan terbungkus kulit polong. Tidak hanya bahan
pangan, kosmetika dan barang industri lainnya, bahkan manusiapun
4
menggunakan kemasan sebagai pelindung tubuhnya dari gangguan cuaca, serta
supaya tampak lebih anggun dan menarik.
Menurut catatan sejarah, pengemasan telah ada sejak 4000 SM. Pada
waktu itu peradaban manusia telah tinggi dengan disertai adanya pertukaran
barang niaga antara Mesir dan Mesopotamia, serta Cina dan India.
Kosmetika merupakan produk yang lebih dahulu dikemas sebelum bahan
pangan. Karena itu pengemasan produk kometika bahkan produk farmasi
dewasa ini tampak lebih maju dibandingkan dengan hasil industri lainnya.
Penemuan penggunaan kemasan untuk berbagai jenis minyak wangi atau parfum
dan kosmetika lainnya dijumpai di makam orang Mesir purba sekitar 3000 SM.
Secara tradisional nenek moyang kita menggunakan bahan kemasan
alami untuk mewadahi bahan pangan seperti buluh bambu, daun-daunan,
pelepah atau kulit pohon, kulit binatang, rongga batang pohon, batu, tanah liat,
tulang dan sebagainya. Pada industri modern berbagai kemasan dan proses
pengemasan telah beragam. Kemasan dengan variasi atmosfir, kemasan aseptik,
kemasan transportasi dengan suhu rendah dan lain-lain telah memperluas
horizon dan cakrawala pengemasan hasil pertanian.
Faktor-taktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan
dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu :
a. Kerusakan yang sangat ditentukan oleh sifat alamiah dan produk
sehingga tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja (perubahan-
perubahan fisik, biokimia dan kimia serta mikrobiologis).
b. Kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya
dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis,
perubahan kadar air bahan pangan, absorpsi dan interaksi dengan
oksigen, kehilangan dan penambahan cita rasa yang tidak diinginkan).

5
B. FUNGSI PENGEMASAN

Fungsi utama pengemasan adalah mengawetkan dan melindungi produk
pangan yang dikemas. Pengemasan melindungi produk dari kerusakan fisik,
kimia dan biologi. Kontaminasi fisik, kimia dan biologi dapat diminimalkan
dengan pengemasan yang baik. Pengemasan melindungi produk dari
lingkungan luar. Uap air dan oksigen dari lingkungan luar yang kontak dengan
produk pangan umumnya dapat menyebabkan kerusakan produk terutama
produk kering dan produk yang sensitif terhadap oksidasi. Pengemasan dapat
menghindarkan produk pangan dari kontak dengan uap air dan oksigen dari
lingkungan luar. Cahaya juga dapat mempercepat terjadinya oksidasi. Banyak
bahan kemasan yang dapat melindungi produk pangan dari ekspose cahaya.
Produk pangan menjadi lebih mudah diangkut, didistribusikan dan
disimpan apabila dikemas. Pengemasan memudahkan produk untuk
dipindahkan dan ditumpuk. Dalam hal ini pengemasan membuat penggunaan
alat angkut dan ruang menjadi lebih efisien.
Pengemasan membantu konsumen dapat menggunakan produk dengan
baik. Produk yang dikemas lebih mudah dipegang, diambil, dikonsumsi atau
disimpan kembali. Hal ini penting terutama untuk produk pangan yang tidak
sekali habis, misalnya margarin, kecap, saos, sirup, biskuit, dan sebagainya.
Pengemasan memungkinkan produk untuk diberi label. Label
merupakan informasi mengenai identitas produk, identitas produsen, serta
petunjuk penggunaan produk bagi konsumen. Bagi produsen label dapat
menjadi sarana iklan dan promosi, sedangkan bagi konsumen label merupakan
informasi penting yang menjadi acuan untuk keputusan membeli atau tidak.
Bagi produsen, pengemasan merupakan salah satu komponen biaya.
Pada beberapa produk pangan, biaya kemasan dapat mencapai 30-40% dari
keseluruhan biaya produksi.
Bahan kemasan yang kontak langsung dengan produk pangan dapat
menjadi sumber kontaminasi. Kontaminasi terhadap produk pangan dari bahan
6
kemasan dapat menyebabkan perubahan warna, aroma atau citarasa, bahkan
dapat menyebabkan produk pangan menjadi tidak aman dikonsumsi. Beberapa
komponen bahan kemasan diketahui bersifat toksik.
Secara ringkas pengemasan mempunyai fungsi antara lain (1)
pengawetan, (2) proteksi terhadap kerusakan fisik, kimia, biologi (3) proteksi
terhadap kontaminasi fisik, kimia, biologi, (4) memudahkan distribusi, dan (5)
pengenalan produk. Untuk dapat berfungsi dengan baik bahan kemasan produk
pangan seharusnya memenuhi kriteria (1) tidak toksik, (2) berfungsi sebagai
barier terhadap air, (3) barier terhadap oksigen, (4) barier terhadap mikroba, (6)
mencegah kehilangan produk, (7) mudah dibuka atau ditutup, (8) tidak merusak
lingkungan, (9) memenuhi kebutuhan ukuran, bentuk, dan berat, (10) cocok
dengan produk pangan yang dikemas.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka pengetahuan terhadap bahan kemasan
menjadi sangat penting bagi produsen dan konsumen. Produsen membutuhkan
pengetahuan bahan kemasan yang dapat melindungi produk yang dihasilkan,
membuat produk lebih menarik, ekonomis, dan aman. Konsumen perlu
mengetahui bahan kemasan yang mampu mempertahankan mutu produk, dan
aman.
Pengepakan diperlukan sesuai dengan kondisi lingkungan bahan
makanan dari saat pengepakan hingga konsumen, sehingga pengepakan
mempunyai fungsi sebagai berikut: penghalang kontaminan seperti debu,
kotoran, dan kontaminan lain termasuk mikrobiologis ; mencegah kehilangan
nutrien, penyusutan produk dan kerusakan, misalnya karena bocor ; melindungi
produk dari kerusakan fisik, kemis karena pengaruh yang merugikan, misalnya
cahaya / sinar, insekta dan rodensia ; melindungi dan memfasilitasi penanganan
dan transportasi selama distribusi dan pemasaran ; membantu pelanggan, dan
konsumen dalam mengidentifikasi bahan makanan dan menginstruksikan
mereka tentang bagaimana menggunakan produk dengan benar, dan ;
meningkatkan daya tarik konsumen untuk membeli.
7
Bahan kemas baik bahan logam, ataupun bahan lain seperti bermacam-
macam plastik, gelas, kertas dan karton seyogyanya mempunyai 6 fungsi utama
berikut ini :
a. Menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung
terhadap kotoran dan kontaminasi lain.
b. Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan
penyinaran (cahaya).
c. Mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis khususnya selama
proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan.
d. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga
memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan, dan
distribusi.
e. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau
standar yang ada, mudah dibuat, dan mudah dibentuk atau dicetak.
f. Menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas agar
dapat membantu promosi atau penjualan.
Dalam menentukan fungsi perlindungan dari pengemasan, maka perlu
dipertiumbangkan pada aspek-aspek mutu yang dapat dilindungi. Mutu produk
ketika mencapai konsumen tergantung pada kondisi bahan mentah, metode
pengolahan dan kondisi penyimpanan.
Dengan banyaknya persyaratan yang diperlukan bagi bahan kemas, maka
tentu saja bahan kemas alami tidak dapat memenuhi sebagian besar persyaratan
tersebut. Karena itu manusia dengan bantuan teknologi berhasil membuat bahan
kemas sintetik yang dapat memenuhi sebagian besar dari persyaratan minimal
yang diperlukan.

8
C. KLASIFIKASI KEMASAN

Kemasan dapat digolongkan berdasarkan berbagai hal antara lain : frekuensi
pemakaian, struktur sistim kemasan, sifat kekakuan bahan kemas, sifat
perlindungan terhadap lingkungan, dan tingkat kesiapan pakai.
1. Frekuensi pemakaian
a. Kemasan sekali pakai (disposable), yaitu kemasan yang langsung
dibuang setelah satu kali pakai. Contohnya bungkus plastik untuk es,
bungkus permen dan kertas, bungkus yang berasal dari daun-daunan,
kaleng hermetis, karton dus.
b. Kemasan yang dapat dipakai berulang kali (multi trip), seperti
beberapa jenis botol minuman (limun, bir, minuman ringan), botol
kecap. Wadah-wadah ini umumnya tidak dibuang oleh konsumen, akan
tetapi dikembalikan lagi pada agen penjual untuk kemudian
dimanfaatkan ulang oleh pabrik.
c. Kemasan atau wadah yang tidak dibuang atau dikembalikan oleh
konsumen (semi disposable). Wadah-wadah tersebut biasanya
digunakan untuk kepentingan lain di rumah konsumen, setelah dipakai,
seperti beberapa jenis botol, wadah dan kaleng (susu, makanan bayi)
2. Struktur sistim kemas
Berdasarkan letak atau kedudukan suatu bahan kemas di dalam sistim
kemasan keseluruhan dapat dibedakan atas :
a. Kemasan primer, yaitu apabila bahan kemas langsung mewadahi atau
membungkus bahan pangan (kaleng susu, botol minuman, bungkus
tempe).
b. Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi
kelompok-kelompok kemasan lainnya, seperti halnya kotak karton
9
untuk wadah susu dalam kaleng, kotak kayu untuk wadah buah-buahan
yang sudah dibungkus, kerangjang tempe dan sebagainya.
c. Kemasan tersier, kuaterner, yaitu apabila masih diperlukan lagi
pengemasan setelah kemasan primer, sekunder, dan tersier (untuk
kemasan kuaterner). Umumnya digunakan sebagai pelindung selama
pengangkutan.
3. Sifat kekakuan bahan kemas :
a. Kemasan fleksibel, yaitu bila bahan kemas mudah dilenturkan tanpa
adanya retak atau patah. Bahan kemas pada umumnya tipis, misalnya :
plastik, kertas, foil.
b. Kemasan kaku, yaitu bila bahan kemas bersifat keras, kaku, tidak tahan
lenturan, patah bila dipaksa dibengkokkan. Relatif lebih tebal daripada
kemasan fleksibel, misalnya : kayu, gelas dan logam.
c. Kemasan semi kaku atau semi fleksibel, yaitu bahan kemas yang
memiliki sifat-sifat antara kemasan fleksibel dan kemasan kaku, seperti
botol plastik (susu, kecap, saus) dan wadah bahan yang terbentuk
pasta.
4. Sifat perlindungan terhadap lingkungan :
a. Kemasan hermetis (tahan uap dan gas), yaitu wadah yang secara
sempurna tidak dapat dilalui oleh gas, udara maupun uap air. Selama
masih hermetis maka wadah tersebut juga tidak dapat dilalui oleh
bakteri, ragi, kapang dan debu. Wadah-wadah yang biasanya
digunakan untuk pengemasan secara hermetis adalah kaleng dan botol
gelas, tetapi penutupan atau penyumbatan yang salah dapat
mengakibatkan wadah tidak lagi hermetis. Wadah fleksibel tidak selalu
hermetis, karena beberapa diantaranya dapat ditembus uap air atau gas.
Kemasan hermetis masih bisa memberikan bau (odor) yang berasal
10
dari wadah itu sendiri, misalnya pada wadah kaleng yang tidak
berenamel.
b. Kemasan tahan cahava, yaitu wadah yang tidak bersifat transparan
(kemasan logam, kertas, foil). Botol atau wadah gelas dapat dibuat
gelap atau keruh. Kemasan tahan cahaya sangat cocok untuk bahan
pangan yang mengandung lemak dan vitamin yang tinggi, serta
makanan yang difermentasi (cahaya dapat mengaktifkan reaksi kimia
dan aktifitas enzim).
c. Kemasan tahan suhu tinggi, jenis wadah ini digunakan untuk bahan
pangan yang memerlukan proses pemanasan, sterilisasi atau
pasteurisasi. Umumnya wadah logam dan gelas. Kemasan fleksibel
pada umumnya tidak tahan panas. Perlu diperhatikan agar perbedaan
suhu antara bagian dalam dan bagian luar khususnya untuk wadah
logam tidak melebihi 45C.
5. Tingkat kesiapan pakai :
a. Wadah siap pakai, yaitu bahan kemas yang siap untuk diisi dengan
bentuk yang telah sempurna sejak keluar dari pabrik. Contohnya
adalah botol, wadah kaleng dan sebagainya.
b. Wadah siap dirakit atau disebut juga wadah lipatan, yaitu kemasan
yang masih memerlukan tahap perakitan sebelum pengisian, misalnya
kaleng yang keluar dari pabrik dalam bentuk lempengan (flat) atau
silinder fleksibel, wadah yang terbuat dari kertas, foil atau plastik.
Keuntungan kemasan siap dirakit adalah penghematan ruang dalam
pengangkutan serta kebebasan dalam menentukan ukuran.
Untuk kemasan sosis dan permen saat ini dapat dijumpai sejenis kemasan yang
disebut edible. J enis kernasan ini berasal dan pati, gelatin atau gum sehingga
bisa langsung dimakan dengan produk yang dibungkusnya.

11
D. PENGEMASAN DAN PENYIMPANGAN MUTU PRODUK

a. Penyimpangan Mutu
Penyimpangan mutu bahan pangan dan produk olahan adalah penyusutan
kualitatif dimana bahan tersebut mengalarni penurunan mutu sehingga
menjadi tidak layak lagi untuk dikonsumsi manusia. Bahan pangan
dikatakan rusak apabila telah mengalami perubahan cita rasa, penurunan
nilal gizi, atau tidak aman lagi untuk dimakan karena dapat mengganggu
kesehatan. Makanan rusak adalah makanan yang sudah kadaluarsa atau
melampaui masa-simpan (shelflife). Makanan kadaluarsa barangkali masih
tampak bagus akan tetapi mutunya sudah menurun, demikian pula nilai
gizinya. Walaupun penyimpangan mutu dapat berarti positip yaitu bahan
pangan menjadi lebih baik secara subjektif, akan tetapi pada umumnya
penyimpangan rnutu hasil pertanian diartikan negatif yaitu makanan atau
hasil ternak menjadi rusak atau telah kadaluarsa.
Disamping penyusutan kualitatip dikenal pula penyusutan kuantitatip, yaitu
kehilangan jumlah atau bobot hasil ternak baik karena penanganan yang
kurang baik ataupun karena gangguan biologi (proses fisiologi, serangan
mikroba, serangga dan tikus) . Susut kualitatip dan kuantitatip sangat penting
dalam proses pengemasan. Apabila dibandingkan antara kedua jenis susut
tersebut, rnaka susut kualitatip lebih berperan dalam pengemasan pangan.
Pengemasan sebagai bagian integral dan proses produksi dan pengawetan
bahan pangan dapat pula mempengaruhi mutu serti antara lain :
a. Perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan
kemas (monomer plastik, timah putih, korosi).
b. Perubahan aroma (flavour), warna, tekstur yang dipengaruhi oleh
perpindahan uap air dan oksigen.

12
b. Perubahan Biokimia, Kimiawi dan Migrasi Unsur-unsur
1. Perubahan Biokimiawi
Perubahan biokimiawi terutama terjadi pada komoditi
pertanian/peternakan segar (belum terolah), misalnya biji-bijian, sayur,
buah, daging segar dan susu. Reaksi kompleks terjadi akibat aktifitas
enzim yang ditunjang oleh kadar air yang tinggi, menyebabkan
perubahan warna, tekstur, aroma dan nilai gizi. Daging segar yang rusak
berwarna hijau dan bau busuk, atau perubahan warna menjadi coklat
pada buah yang memar merupakan contoh dan kerusakan biokimiawi.
2. Perubahan Kimiawi dan Migrasi Unsur-unsur
Antioksidan, fungisida, plasticizer, bahan pewarna, dan pestisida dapat
bermigrasi ke bahan pangan.
Sangat sulit mengukur dan menganalisa tingkat keracunan, oleh sebab itu
kemasan yang baik harus dapat mencegah migrasi racun ke dalam
makanan.
a. Keracunan logam
Timah, besi, timbal dan alumunium selain menyebabkan keracunan,
jika jumlahnya melewati batas (menurut standar FAO/WHO, timah
maksimal 250 ppm, besi maksimat 250 ppm dan timbal maksimal 1
ppm). Logam-logam lain yang mungkin mencemari makanan antara
lain merkuri, kadmiuin, arsen, antimoni, tembaga dan seng
kemungkinan berasal dari kontaminasi selama proses pengolahan
benlangsung (wadah dan mesin pengolah) atau dan campuran bahan
kemasan. Keracunan yang ditimbulkan bersifat ringan atau berat
bahkan sampai berakibat seperti mual, muntah-muntah, pusing dan
keluar keringat dingin berlebih. Korosif sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti asam organik, kadar nitrat, kehadiran zat
13
pengoksidasi atau pereduksi, lama penyimpanan, suhu, kelembaban,
ada tidaknya lackuer atau bahan pelapis (enamel).
b. Migrasi plastik ke dalam makanan
Plastik dan bahan-bahan tambahan untuk pembuatan palastik
(plasticizer, stabilizer, antioksidan) sering dijumpai penyebab
pencemaran organoleptik dan keracunan. Monomer vinil kiorida dan
akrilonitril cukup tinggi potensinya untuk menimbulkan kanker pada
manusia. Kedua monomer ini dapat bereaksi dengan komponen-
komponen DNA seperti guanin dan citosin pada vinilklorida, adenin
pada akrilonitril (vinil sianida). Metabolit vinil kiorida berupa
senyawa epoksi klorethilin oksida sangat reaktif dan bersifat
karsinogen. Tetapi metabolit ini hanya bereaksi dengan DNA bila
adenin tidak berpasangan dengan citosin. Vinil asetat menimbulkan
kanker tyroid, uterus dan liver pada bewan. Vinil kiorida dan vinil
sianida keduanya bersifat mutagenik terhadap mikroba Salmonella
typhimurium . Akrilonitril mampu menimbulkan cacat lahir pada
tikus-tikus yang memakannya. Monomer-monomer lain seperti
akrilat, stirena dan metakrilat serta senyawa-senyawa turunannya
seperti vinil asetat, polivinil kiorida, kaprolaktam, formaldehida,
kresol, isosianat organik, heksa-metilendiamin, melamin,
epidilorohidrin, bispehol dan akrilonitril dapat menyebabkan iritasi
pada saluran pencernaan terutama mulut, tenggorokan dan lambung.
Plasticizer seperti ester posporik, ester ptatik dan glikolik
chlorinated aromatic serta ester asam alipatik dapat menyebabkan
iritasi.
Pemlastik jenis dibutil ptalat (DBP) dan dioktil ptalat (DOP) pada
PVC termigrasi cukup banyak ke dalam minyak zaitun, minyak
jagung, minyak biji kapas dan minyak kedelai pada suhu 30C
selama 60 hari kontak. J umlah aditif DBP atau DOP yang termigrasi
14
tersebut berkisar dari 155-189 mg. Pemlastik jenis DEHA [di (2-
etilheksil) adipat] pada PVC termigrasi ke dalam daging yang
dbungkusnya, pada daging yang berkadar lemak antara 20 90
persen, DEHA yang termigrasi 14,5 - 23,5 mg tiap dm
2
pada suhu
4C selama 72 jam.
Beberapa plasticizer dinyatakan tidak berbahaya untuk kemasan
makanan. J enis plasticizer ini antara lain heptil ptalat, dioktil
adipat, dimetil heptil aclipat, di-N-desil adipat, benzil aktil adipat,
ester dan asarn stearat, oleat dan sitrat. Stabilizer seperti garam-
garam Ca, Mg dan Na pada umumnya digunakan, sedangkan
antioksidan jarang digunakan mengingat sifat karsinogenik.
Toleransi maksimal yang ditetapkan di Belanda adalah 60 ppm
migran di dalam makanan atau 0,12 mg per cm
2
permukaan plastik,
sedangkan di J erman Barat 0,06 mg per cm
2
lembaran plastik. Bahan
berbahaya

c. Kerusakan Mikrobiologis

Kerusakan karena jasad renik menentukan pilihan jenis kemasan yang cocok
untuk suatu produk. Kemasan yang baik akan mencegah pencemaran
mikroba dan menekan pertumbuhan jasad renik dalam kemasan. Hal ini
erat hubungannya dengan aktifitas air (Tabel 1).

Tabel 1. Aktifitas air (a
w
) untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba.
J enis mikroba minimum
Bakteri
Khamir
Kapang
Bakteri osmofIlik
Ragi osmofilik
0,90
0,62
0,62
0,75
0,61

15
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam seleksi jenis kemasan
antara lain :
a. Perlindungan isi produk terhadap kontaminasi jasad renik dan luar ke
dalam
b. Kemungkinan berkembang-biaknya jasad renik di ruangan antara produk
dengan tutup (head space)
c. Serangan jasad renik terhadap material kemasan.


d. Kerusakan Mekanis

Beberapa komoditi hasil pertanian dan peternakan seperti telur, buah-buahan
segar, biskuit, produk-produk kering sangat memerlukan perlindungan
terhadap faktor-faktor mekanis. Faktorfaktor mekanis tersebut yaitu :
a. Stress atau tekanan fisik
Yang disebabkan oleh dropping (jatuhan), dan shunting (gesekan)
atau tumbukan yang mengakibatkan kerusakan produk.
b. Vibrasi (getaran)
Vibrasi dapat mengakibatkan kerusakan kemasan dalam perjalanan dan
distribusi (penyok, isi berhamburan). Penggunaan bahan anti getaran
sangat diperlukan untuk menanggulanginya.
Tumpukan barang atau kemasan, jenis transportasi (darat, laut, udara) dan
jenis barang sangat menentukan macam perlindungan yang harus diberikan
untuk mencegah hancurnya bahan. Selain itu perlu perlindungan terhadap
debu, sengatan panas dan serangan serangga. Debu berupa partikel halus
atau kasar yang lebih ringan dari udara. J ika partikel-partikel ini bersatu,
makin lama makin besar sehingga mengendap dan mengotori produk.


16
e. Perpindahan Air

1. Mekanisme Perpindahan Air
Dalarn pengemasan pangan karakteristik hidratasi sangat penting
khususnya yang menyangkut uap air. Faktor hidratasi dapat dinyatakan
dengan aktifitas air (a
w
), kadar air (KA), dan kelengasan nisbi atau
kelembaban relatif (RH). Hubungan antara karakteristik-karakteristik
hidratasi produk dengan lingkungannya dapat digambarkan dengan
kurva sorpsi isotermik.
Secara analogi kesetimbangan kelembaban relatif (ERR) dapat
dinyatakan sebagai berikut :

ERH = a
w
x 100

a
w
=
Po
P


dimana : P = tekanan uap air pada suhu tertentu
P
o
= tekanan uap air jenuh pada suhu yang sama.

Apabila tidak terjadi kesetimbangan, misalnya terdapat perbedaan
kelembaban relatif antara produk dengan lingkungannya atau antara satu
produk dengan produk lainnya maka, akan terjadi perpindahan uap air.
Perpindahan uap air ini berlangsung dan produk yang rnernpunyai
tekanan uap air lebih tinggi ke produk yang bertekanan lebih rendah.
Disamping itu sifat hidropilik dan hidropobik dari bahan pangan akan
mempengaruhi perpindahan air. Produk yang hidropilik tidak mungkin
melepaskan air sedangkan yang bersifat hidropobik dapat melepaskan air
bebasnya dengan mudah.

17
2. Cara-cara Perlindungan Produk Dalam Kemasan

Berpedoman pada uraian sebelumnya maka langkah-langkah untuk dapat
melakukan perlindungan produk pangan atau hasil pertanian dalam
kemasan dan kemungkinan perpindahan air antara lain sebagai berikut
a. Mencegah masuknya uap air
Produk kering terutama yang bersifat hidrofilik harus dilindungi
terhadap masuknya uap air. Umumnya produk-produk ini memiliki
ERH yang rendah, sebab itu harus dikemas dalam kontainer yang
mempunyai nilai permeabilitas air rendah untuk mencegah produk
yang berkadar gula tinggi merekat, atau produk-produk tepung
menjadi basah sehingga tidak lagi bersifat mawur (free flowing)
b. Menceqah keluarnya uap air
Untuk komoditi yang memiliki kadar air tinggi seperti buah, sayur
dan daging, penguapan air dari bahan yang dikemas harus dijaga
supaya tetap segar, tidak mengerak di bagian atasnya. Untuk
mencegah keluarnya uap air dari produk dapat dilakukan dengan
mengatur sirkulasi udara di luar kemasan.
c. Mengontrol uap air
Untuk produk-produk yang dapat berkeringat jika hari panas dan
berkondensasi jika dingin, maka kontrol uap air harus dijaga.
Misalnya untuk produk pangan semi basah (Intermediate Moisture
Food) dikemas dengan jenis pengemas semipermeabel.

f. Perubahan Suhu

Tingkat suhu tertentu dan fluktuasi suhu sangat mempengaruhi mutu produk.
Sesuai dengan kaidah Arhaenius yaitu setiap kenaikan suhu sebesar 10C
terjadi kenaikan kecepatan reaksi sebanyak dua kali. Pengaruh suhu dapat
dihindari dengan memberi isolator (penghambat panas) pada kemasan.
Beberapa perubahan yang dapat terjadi karena fluktuasi suhu adalah :
18
(1) Untuk produk yang peka harus disimpan pada suhu rendah -18C
sampai 0,5C untuk mencegah kristalisasi es, pertumbuhan bakteri
psikrofilik sebaiknya dikemas dengan foil atau saran (PVDC)
(2) Produk konfeksioneri (seperti coklat batangan) sebaiknya disimpan
ditempat kering dan teduh untuk mencegah blooming yaitu
mengumpulnya gula di permukaan.
(3) Produk pangan kaleng atau botol, harus disimpan di tempat kering dan
suhu rendah, untuk mencegah tumbuhnya bakteri pembentuk spora
yang tahan panas.

g. Perpindahan Oksigen

Oksigen menyebabkan oksidasi terutama pada produk pangan yang
mempunyai kandungan lemak dan vitamin yang peka terhadap oksidasi
seperti vitamin A dan C. Permeabilitas oksigen dapat terjadi melalui pori-
pori film atau laminat. Reaksi oksidasi yang dapat menyebabkan perubahan
warna seperti pada daging atau perubahan rasa dan aroma seperti pada
minyak atau lemak, dapat dicegah dengan cara-cara berikut :
(1) Pengaturan kadar oksigen. Untuk produk-produk yang peka terhadap
oksidasi seperti susu, minyak dan lemak dapat disimpan dengan
mengatur konsentrasi oksigen sekitar 3 - 5 persen. Ambang batas
respirasi bahan segar memerlukan oksigen 2 persen. Di bawah
konsentrasi ini produk akan rusak.
(2) Pengaturan kadar CO2. Beberapa komoditi pertanian dapat disimpan
segar dengan mengatur CO
2
sebesar 5 - 10 persen, kecuali apel, to- mat
dan jeruk. Pada apel terjadi reaksi pencoklatan sedangkan pada tomat
dan jeruk terjadi pembusukan.
(3) Pengemasan dalam Gas tight-packs Komoditi seperti keju, makanan
bayi sebaiknya dikemas dalam kemasan hermetis dan vakum, untuk
menekan sekecil-kecilnya kandungan oksigen.
19
Dalam penyimpanan hasil pertanian dikenal juga teknik pengendalian
atmosfir yaitu penyimpanan atmosfir terkendali (CA, controll atmosphere),
atmosfir termodifikasi (MA, modified atmosphere), dan penyimpanan
hipobarik. Teknik penyimpanan dengan atmosfir terkendali dan atmosfir
termodifikasi hampir sama, perbedaannya hanya pada ketepatan
pengendalian, karena pada teknik atmosfir terkendali perubahan komposisi
atmosfir lebih bersifat spontan karena aktifitas fisiologi (respirasi) dan
produk hasil pertanian (produk segar) . Pada teknik atmosfir termodifikasi,
komposisi udara dengan sengaja diubah. Sistem hipobarik adalah juga teknik
memodifikasi atmosfir dengan mengontrol kombinasi tekanan rendah, suhu
rendah, kelembaban tinggi disertai sistem aerasi.

h. Migrasi Komponen Volatil dan Perubahan oleh Ultra Violet

1. Migrasi Komponen Volatil
Bahan makanan yang memiliki komponen aromatik umumnya
memerlukan kemasan yang dapat menahan keluarnya komponen volatil.
Komponen ini sangat mempengaruhi rasa disamping aroma sehingga
diperlukan kemasan yang kedap. Sifat kedap ini ditujukan agar :
(1) Kedap terhadap migrasi komponen volatil produk (komponen
aromatik).
(2) Kedap terhadap migrasi komponen volatil dan material kemasan.
Penelitian mengenai kehilangan aroma pada berbagai jenis bahan pangan
(konsentrat bawang putih, vanili dan anggur) dengan kemasan yang
berbeda-beda (botol gelas, PE pouch, poly/foil/polypouch) untuk periode
waktu tertentu. Hasilnya menunjukkan bahwa kantung Polietilen (PE)
dan botol gelas memberikan perlindungan yang baik terhadap aroma.
Untuk analisa aroma anggur dapat di deteksi komponen metil antranilat
20
yang merupakan komponen volatil yang mengandung aroma dan
citarasa.
Bau yang berasal dari wadah atau kemasan plastik dapat timbul dari :
(1) Pembentukan grup karbonil apabila plastik PE dipanaskan pada suhu
tinggi.
(2) Zat anti oksidan yang dapat mengadakan interaksi dan mernbentuk
produk yang berbau.
(3) Pecahan-pecahan molekul pada kemasan.
2. Perubahan Akibat Sinar Ultra Violet
Makanan yang peka terhadap sinar matahari atau ultra violet seperti
daging, saus tomat, wortel, susu dan minuman ringan, sebaiknya
disimpan ditempat terlindung (teduh). Perubahan yang terjadi antara
lain :
(1) Pemudaran warna antara lain pada daging, saus tomat
(2) Ketengikan pada mentega (terutama jika terdapat katalis Cu atau
tembaga)
(3) Brwoning pada anggur, jus buah-buahan
(4) Perubahan bau (menjadi rusak) dan menurunnya vitamin A, D, E, K,
dan C, serta penyimpangan aroma bir.
Perlindungan produk terhadap sinar UV, dapat dilakukan dengan
menggunakan botol berwarna (cokiat atau hijau)

E. PENGEMASAN DENGAN UDARA TERMODIFIKASI

Pengepakan modified atmosphere atau modified atmosphere packaging (
MAP ) merupakan cara terbaik pengepakan produk tanpa mengorbankan daya
tarik dibandingkan dengan pengepakan tradisional. Fungsi modified atmosphere
21
packaging dalam pengawetan produk hasil ternak adalah melindungi produk
dari kerusakan fisik, perubahan-perubahan kemis, dan kontaminasi mikrobial.
J adi MPA mempertahankan / memperpanjang masa simpan / kualitas produk.
Bahan-bahan pengepak disesuaikan dengan tujuan pengepakan, tipe produk,
misalnya produk segar, beku, atau ( daging ) proses. Pengepak harus melindungi
produk selama penyimpanan, distribusi dan pemasaran. Persyaratan pengepak
berhubungan dengan transmisi oksigen, kadar/uap air, kelenturan, kekuatan, dan
ketahanan / kedap lemak / minyak, temperatur, kelembaban, dan tipe produk.

a. Pengepakan Vakum
Penggunaan bahan pengepak disesuaikan dengan metode prosesing
produk, bentuk, dan tipe produk. misalnya untuk produk daging beku,
berbeda dengan untuk produk daging proses atau produk hasil ternak
lainnya.
Pengepakan vakum produk daging refrigerasi seperti daging pres
masak, daging cured masak, dan berbagai tipe sosis kominusi dengan
pengepakan vakum, biasanya dilakukan pada temperatur 4 - 9C. Tujuan
preservasi antara lain adalah mengeliminasi ransiditas, dan susut berat,
kontrol pertumbuhan mikroorganisme, dan diskolorasi, agar penampilan
produk menjadi lebih menarik, dan pengepak dapat diberi label informasi
produk.
Pengepakan vakum memperpanjang masa simpan daging.
Keberhasilan proses tergantung pada jumlah mikrobia awal saat pengepakan,
material pengepakan yang mempunyai premeabilitas sangat rendah terhadap
oksigen dan cairan dan temperatur penyimpanan diatas titik beku daging
segar -1,5C. Pada kondisi ini masa simpan daging dapat mencapai 2 3
minggu, sementara daging sapi giling / cacahan dapat mencapai satu
minggu. Warna daging merah terang dan merah jambu dapat berubah jika
pengepakan menggunakan film yang mempunyai permeabilitas oksigen
22
rendah. Masalah ini dapat diatasi dengan pengepakan yang menggunakan
film-film permeabel oksigen.
Contoh aplikasi metode pengepakan vakum mudah mengkerut :
produk daging dimasukkan ke dalam kantung plastik mudah kerut; udara
dikeluarkan dari dalam kantung melalui ujung logam ( nozzle ) pengepak ;
klip aluminium digunakan untuk menyatukan ( sealed ) dan terbentuk ikatan
yang ketat ; pengepak yang sudah disealed dicelup ke dalam air panas
temperature 90 - 95C selama sedetik mengkerutkan pembungkusan produk
sesuai dengan bentuk produk. plastic pengepak mengkerut dalam air panas
dan menyesuaikan bentuk dengan bentuk produk. Tujuan perlakuan adalah
agar penampilan produk lebih menarik, peluang kerusakan fisik kecil, dan
bila bocor, oksigen dan kerusakan produk minimal.
Pengepakan vakum nonkerut. Laminat, misalnya nilon plus
polietilen, poliester dan polietilen dapat digunakan sebagai alternatif
pengepak kerut, dapat divakum dan disealed panas pada sealed panas ruang
vakum mesin, misalnya Multivac, dan Supervac, menggunakan pompa
vakum.
Pengepakan vakum thermoform nonkerut. Laminat, misalnya
nilon pembentuk web ( selaput ) dan poliester poli untuk bagian atas, dapat
digunakan, misalnya menggunakan Multivac. Impermeabilitas oksigen dan
uap air dalam pengepakan vakum akan memberikan karakteristik hasil yang
diinginkan.
Deteriorasi produk. Penyimpanan tanpa preservasi tertentu dapat
menimbulkan masalah dan mempercepat kerusakan produk, karena:
pengeringan, susut berat, pertumbuhan mikroorganisme, ransiditas oksidatif,
atau pada prinsipnya perubahan fisis, kemis, dan mikrobiologis. Setiap
masalah yang timbul dapat ditangani secara terpisah / khusus yang akhirnya
seluruh permasalahan dapat diatasi.
Beberapa masalah yang berhubungan dengan distribusi,
penyimpanan, dan preservasi adalah : ransiditas karena oksidasi lemak,
23
menyebabkan bau dan rasa tidak enak, dan diskolorasi. Belum ada metode
yang memuaskan untuk mengatasi ransiditas selain membungkus produk
dengan membran impermeabel, misalnya plastik impermeabel. Oksigen
atmosfer dapat dikeluarkan dari dalam plastik pengepak impermeabel,
sehingga dapat menghambat ransiditas.
J amur tergantung pada oksigen permukaan produk pada kondisi
refrigerasi. Pertumbuhan jamur dapat terjadi dalam waktu relatif cepat,
namun biasanya bagian yang berjamur dapat dipotong sementara bagian
lainnya masih relatif baik. Metode pengeringan permukaan produk, misalnya
pengasapan dan pengeringan dapat mencegah pertumbuhan jamur.
Kemungkinan kerugian adalah susut berat, kehilangan properti termasuk
nilai nutrisi. Pengepakan dalam kantung plastik impermeabel oksigen juga
dapat mengatasi pertumbuhan jamur.
Bakteri aerobik dapat menyebabkan kerusakan, permukaan produk
menjadi hijau dan putrefaksi. Metode yang efektif untuk mencegah bakteri
aerobik adalah dengan menggunakan pengepak impermeabel oksigen.
Bakteri anaerobik berkembang biak pada kondisi tanpa oksigen,
sehingga penyimpanan produk dilakukan pada temperatur dibawah 3C
diatas titik beku produk -3C. Bakteri fakultatif anaerobik mampu tumbuh
berkembang pada kondisi tanpa oksigen atau dengan adanya oksigen.
Bakteri ini tumbuh lambat pada temperatur kira-kira -12C. Makin rendah
temperatur, pertumbuhan makin lambat. Penyimpanan produk sebaiknya
dilakukan pada temperatur rendah diatas titik beku yang berarti menghambat
perkembangan biak bakteri ini. Penanganan yang paling efektif adalah
penanganan produk sehigienis mungkin sejak dari bahan baku sampai
dengan produk jadi dan pemasaran. J adi, pada prinsipnya faktor higienis dan
kontrol temperatur harus diimplementasikan untuk mencegah, mengatasi
masalah bakteri fakultatif anaerobik.
Susut berat karena evaporasi, dehidrasi dan pengeringan akan
menimbulkan kerugian ekonomi produk. Masalah ini dapat diatasi dengan
24
pengepakan dalam plastik tahan air. Film permeabel oksigen dapat dapat
menghentikan susut berat produk, namun kondisi permeabel oksigen dapat
menyebabkan ransiditas, pertumbuhan jamur dan bakteri aerobik. Film (
plastik ) tahan air, kantung plastic kerut atau sistem pengepakan vakum
nonkerut dapat mencegah susut berat.
Aksi enzimatik tidak tergantung oksigen, tetapi aksi enzim
proteolitik tergantung pada temperatur. Aksi enzim proteolitik sering
diperlukan pada daging mentah ( segar ) untuk meningkatkan keempukan
selama penyimpanan atau pelayuan, pada keju disebut maturing atau curing.
Aksi enzimatik menurun pada temperatur rendah. Kontrol aksi enzimatik
dapat dilakukan dengan menurunkan temperatur, sedang efek sampingan
dapat diatasi dengan pengepakan tahan air dan film impermeabel oksigen.
Enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan produk.
Diskolorasi atau penyimpangan warna produk daging dapat
disebabkan oleh dehidrasi, ransiditas lemak, dan terlalu sedikit atau terlalu
banyaknya nitrit pada proses curing. Warna hijau produk daging cured
adalah akibat oksidasi nitroso-miokromogen yang dapat dikatalisasi oleh
aksi bakteri karena produksi peroksida atau oleh adanya oksigen pada
kondisi tertentu, misalnya sinar. Porfirin warna hijau biasa terbentuk dalam
proses diskolorasi. Diskolorasi dapat diatasi dengan mencegah oksidasi
produk dan pengepakan vakum, controlled atmosphere yang benar atau
modified atmosphere packaging.

b. Controlled Atmosphere Packaging
Pengaruh protektif utama pengepakan vakum berhubungan dengan
pembentukan karbon dioksida. Pembentukan warna merah terang dalam
pengepak vakum tergantung pada level oksigen, sehingga atmosfer dalam
pengepak harus dikontrol, dimodifikasi untuk mempertahankan level
oksigen yang relatif tepat. Campuran gas 80 persen oksigen dan 20 persen
karbon dioksida dapat menghambat/mengontrol pertumbuhan
25
mikroorganisme, namun oksigen dapat menurunkan pengaruh yang
menguntungkan, sehingga daya tahan / masa simpan hanya sedikit lebih
lama daripada pengepak permeabel oksigen.
Controlled Atmosphere Packaging ( CAP ) adalah proses evakuasi
oksigen sesempurna mungkin dari proses vakum kemudian digantikan
dengan nitrogen atau karbon dioksida. CAP dapat digunakan untuk
pengepakan daging proses iris yang sulit dipisah-pisahkan bila dipak vakum.
Tipe lain CAP adalah yang disebut gas flushing yaitu suatu metode
penggunaan nitrogen atau karbon dioksida yang dimasukkan dengan tekanan
ke dalam pak terbuka atau ruang yang mengelilingi area sealing. Tujuan
utama Controlled Atmosphere Packaging adalah eliminasi oksigen hingga
level oksigen 1% atau kurang. Hasil pengepakan juga tergantung pada
permeabilitas pengepak dan jumlah residual oksigen dalam daging.
Diskolorasi dapat terjadi karena residual oksigen di dalam pengepak vakum
dan nitrogen atmosfer jika pengepak diekspose ke cahaya langsung setelah
pengepakan.

c. Modified Atmosphere Packaging
Dua faktor penting yang dipertimbangkan dalam teknologi preservasi
pangan adalah : memperpanjang masa simpan / kualitas produk, dan
mereduksi jumlah aditif yang dipergunakan dalam pembuatan produk.
Modified atmosphere packaging (MAP) dapat memenuhi kedua faktor
tersebut. MAP melibatkan atmosfer di sekeliling produk pangan di dalam
pembungkus / pengepak. Modifikasi atmosfer dalam pengepak dapat
mengontrol reaksi-reaksi enzimatis, atau mikrobiologis, sehingga mereduksi
atau mengeliminasi proses-proses utama kerusakan produk.
Kombinasi tiga elemen independen sebagai basis teknologi adalah
mesin pengepakan, material pengepak / pembungkus tipe penghalang /
penghambat, dan gas atau campuran gas. Dibandingkan dengan pengepakan
konvensional seperti pengepakan vakum atau udara MAP merupakan
26
metode yang terbaik untuk mempreservasi produk pangan tanpa
mengorbankan daya tarik produk dengan pengepakan tradisional.
Tergantung pada tipe produk, teknik MA menggunakan gas-gas khusus atau
campuran gas dengan properti berbeda. MAP dapat dipergunakan untuk
bermacam-macam produk termasuk daging, sosis dan salami, produk-produk
masak, keju, susu bubuk, kopi, jus buah, dan banyak lagi.
Keuntungan modified atmosphere packaging : perpanjangan periode
preservasi meningkatkan skala ekonomi produksi, efisiensi manajemen dan
biaya transpor, pemasaran lebih luas, maksimalisasi revenue dan
minimalisasi kerugian ; pengepak yang dirancang dengan regulasi higienis
yang ketat, menjamin kualitas produk secara maksimal tanpa mempengaruhi
penampilan estetis ; praktis dan murah dari sudut teknis, namun aplikasi
teknik ini membutuhkan mesin pengepakan dengan karakteristik khusus ;
level aditif dan preservatif dapat direduksi.
Ada dua tipe utama prosedur MAP, tergantung pada jenis produk dan
bentuk / model / shape pembungkus/pengepak yaitu :
pencucian dengan gas, mesin pengepakan vertikal atau
horisontal memproduksi tabung kontinyu bahan pembungkus, dan
gas diintroduksikan ke dalam pembungkus,
kompensasi pengepakan vakum.
Telah dijelaskan bahwa modified atmosphere packaging dapat
memperpanjang masa simpan ( shelf life ) tergantung pada kemampuan
pengepak memproteksi produk secara benar dan mengontrol konsentrasi gas
pada batas-batas yang dikehendaki. Fungsi komplementer pengepakan
termasuk : melindungi produk dari agensia eksternal yang mencemari
produk; memberikan nilai pemasaran produk; menyediakan konsumen
dengan informasi tentang ingredien penyusun produk atau cara
menggunakan produk.
MAP tidak akan berhasil baik tanpa memperhitungkan kontaminasi
mikrobiologis saat pengepakan, kontrol kondisi higienis dan kritis, dan
27
sanitasi. J adi, pengaruh gas di dalam produk dapat meningkat jika faktor
higienis dan kondisi kontrol kualitas produk diadopsi sebaik mungkin,
sehingga kandungan bakteri sampai tahap pengepakan seminimal mungkin.
Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) harus
diimplementasikan selama proses produksi hingga pengepakan dan
pemasaran.
Topac ( www.topac.com ) menawarkan berbagai instrumen yang
berhubungan dengan Modified Atmosphere Packaging ( MAP ) dan
Controlled Atmosphere Packaging ( CAP ) termasuk yang berikut:
Analisis Headspace untuk Modified Atmosphere Packaging:
CheckMate automatic Oxygen and Oxygen / Carbon Dioxide digital
headspace analyzers for MAP yang ideal untuk aplikasi headspace kecil;
Combi Check O2/CO2 digital headspace analyzers dengan akurasi CO2
yang tinggi dan ideal untuk studi respirasi MAP; Hand Held Oxygen
headspace analyzers ; On line analyzers untuk Oksigen dan
Karbondioksida ; On line residual oxygen monitor untuk mesin-mesin
pengepakan vakum ; On line residual oxygen monitor with integrated gas
flow control and mixing.
Deteksi kebocoran pengepak-pengepak Modified Atmosphere : Pack
Check Non Destructive Leak Detection for MAP packages with CO2.
Pencampuran gas untuk MAP : Gas Mixers for Nitrogen Oxygen and
Carbon Dioxide and Air ; In-line monitoring of Oxygen in inert gas purge
systems.
Monitor-monitor keamanan transportasi : Temperature data logging;
Temperature time display data logging ; Temperature RH data logging.
Instrumen laboratorium pangan : Lab water activity monitor;
Portable water activity meter; Moisture Analyzers; Digital Thermometers;
IR Non contact thermometers ; pH meters ; Blenders untuk mikrobiologi
pangan ; Filter bags; Spiral Platers untuk bacteria ; Automatic Colony
Counter; Brix Refractometers.
28

d. Implikasi
Fungsi-fungsi preservatif pengepak termasuk pengepak daging dan
produk daging terutama adalah memberikan perlindungan terhadap
kerusakan fisik, kemis / perubahan kimia, kontaminasi mikroorganisme.
Pengepakan vakum, controlled atmosphere, dan modified atmosphere
packaging diaplikasikan sesuai dengan tujuan pengepakan. Modified
atmosphere packaging ( MAP ) termasuk teknologi preservasi bahan
makanan dengan tujuan memperpanjang masa simpan / kualitas produk, dan
mereduksi jumlah aditif yang digunakan.
MAP memodifikasi atmosfer di sekeliling produk di dalam pengepak
untuk mengontrol reaksi-reaksi kimia, enzimatis, dan mikrobiologis, jadi
mereduksi atau mengeliminasi proses-proses utama kerusakan produk.
Penggunaan bahan pengepak disesuaikan dengan metode prosesing
produk, bentuk / shape produk dan macam / tipe produk. Pengepak dari
plastik yang Banyak digunakan, misalnya adalah film-film fleksibel selulosa,
politen densitas rendah, politen densitas tinggi, polipropilen, film-film lapis
polimer atau aluminium, dan film-film laminasi.
Teknologi MAP berbasis pada kombinasi tiga elemen yaitu mesin
pengepakan, bahan / material pembungkus / pengepak tipe penghalang, dan
gas atau campuran gas seperti oksigen, nitrogen, karbon dioksida, udara, dan
campuran.Penanganan higienis sejak dari bahan baku / mentah, prosesing,
hingga produk jadi dan pengepakan sangat menentukan kualitas simpan
produk.
29
BAB III. PENUTUP

Kuliah ini merupakan kuliah pada pertemuan ke-1 sampai dengan ke-5 dari mata
kuliah Pengemasan, Pengepakan dan labeling Hasil Ternak (4120 I 123). Pada kuliah
pertama menyajikan kontrak pembelajaran dan pembentukan kelompok, serta kuliah
perdana tentang sejarah dan fungsi kemasan. Penjelasan 6 fungsi kemasan disertai
contoh pada produk ternak, setiap mahasiswa dapat memberi contoh. Pada kuliah
selanjutnya secara berturut-turut dibahas klasifikasi kemasan, pengaruh kemasan
tehadap produk dan pengemasan dengan udara termodifikasi juga dengan contoh
aplikasi, setiap mahasiswa diminta mengemukakan pengalaman mereka pada setiap
pertemuan dan di diskusikan secara berkelompok.
Dengan demikain dengan penyajian kelima sub pokok bahasan tersebut, dapat
membuka khasanah pengetahuan mahasiswa tentang pengemasan dan labeling,
sehingga dapat menerima pelajaran selanjutnya yang bersifat lebih dalam dan menuntut
pengahayatan dan kreatifitas. Perlu juga dipelajari secara mandiri mekanisme kerja
masing-masing fungsi kemasan, perlindungan dan penurunan mutu, serta pengemasan
dengan udara termodifikasi dari teks book lain ataupun dari internet. Untuk
memperdalam pembahasan mahasiswa diberikan tugas, diskusi kelompok dan portfolio.
Tugas :
1. Minggu 2 dan 3
Ambil satu kemasan bekas produk hasil ternak (merk dan jenis apapun). Lakukan
identifikasi fungsi pengemasan pada produk tersebut dan jelaskan mekanisme
kerja fungsi masing-masing sesuai denganm pustaka yang dimiliki. Lakukan
diskusi dengan teman dalam kelompok untuk menysusun suatu paper/portfolio
kelompok yang memuat sebanyak mungkin fungsi kemasan yang ditemukan
(minimal 20 fungsi).
2. Minggu 4 dan 5
Berdasarkan contoh kemasan bekas yang digunakan pada soal no 1 diatas, lakukan
identifikasi jenis kemasan meneurut klasifikasi kemasan yang ada. Diskusikan
dengan teman sekelompok anda, dan buat sebuah prot folio yang memuat tentang :
30
Mengapa produk tersebut menggunakan jenis bahan, dan klasifikasi
kemasan untuk produk tersebut.
Mungkinkah jenis kemasan dan klasifikasi tersebut diubah oleh produsen?
Berikan alasan.
.
31
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Pengemasan Produk Hasil Ternak. Direktorat J enderal
Pengolahan Hasil Pertanian, Deptan. J akarta.
Ahvenainen, R. 2003. Novel food packaging techniques. First Edition.
Woodhead Publishing Limited and CRC Press LLC, Boca Raton.
Blanchfield, J . R. 2000. Food labeling. Woodhead Publishing Limited and
CRC Press LLC, Boca Raton
Tung, M. A., I. J. Britt, and S. Yada,2000. Packaging Considerations. In :
Food shelf life stability : chemical, biochemical, and microbiological
changes / edited by N.A. Michael Eskin and David S. Robinson. CRC
Press LLC, Boca Raton.
Syarif, R., S. Santausa dan S. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan pangan.
Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU-Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
32







LAMPIRAN

33
RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KBK
MATAKULIAH : PENGEMASAN, PENGEPAKAN DAN LABELING (410I123)

Kompetensi Utama : Kemampuan dalam menerapkan (analisis dan evaluasi) prinsip pengendalian mutu dan
perlindungan keamanan pada produk hasil ternak (Kompetensi N0 8)

Kompetensi Pendukung : Kemampuan komunikasi, berpikir logis dan analisis, kreativitas, dan kerjasama team
(Kompetensi No 10, 11, 12 dan 14 PS THT)

Kompetensi Lainnya (Institusial) : - Kemampuan dalam penguasaan bahasa inggris (Kompetensi No 9)
- Kemampuan memotivasi stakeholder dalam pengembangan peternakan (No. 12)

Minggu
ke :
Materi
Pembelajaran
Bentuk
Pembelajaran
Kompetensi Akhir Sesi
Pembelajaran
Indikator Penilaian
Bobot
Nilai
(%)
1
Informasi Kontrak dan
Rencana
Pembelajaran
Kuliah Interaktif,
Diskusi
Terbentuk 3 kelompok
diskusi lengkap dengan
ketua dan sekretaris

2 5
Karakteristik
Kemasan dan
Kualitas Produk :
- Sejarah, Fungsi dan
klasifikasi kemasan,
- Pengemasan dan
penyimpangan
mutu
- Pengemasan
hermetis dan
modified atmosfir
Kuliah Interaktif,
cooperative
learning, port folio,
Diskusi
Mampu Menemukan paling
sedikit 20 fungsi kemasan,
mengkalisifikasi kemasan
dan menjelaskan
hubungannya dengan mutu
produk
Ketepatan konsep, kejelasan
uraian, dan kemutakhiran
bahan pustaka (bahasa
asing), serta tumbuhnya
kemampuan komunikasi,
menganalisis, kreativitas,
kedisiplinan, kerjasama team
25
34
6 10
J enis dan
karakteristik Bahan
Kemasan serta
desain dan labeling
Kuliah interaktif,
colaborative
learning, diskusi
kelompok
Mampu menyusun portfolio
tentang perbedaan dan
persamaan karakteristik
bahan kemas, disain dan
labeling kemasan
Kelengkapan isi, kejelasan
dan penguasaan konsep, dan
kemutakhiran pustaka
(bahasa asing), serta
kreatifitas, kemampuan
komunikasi, menganalisis,
kreativitas, kedisiplinan,
kerjasama team
35
11 16
J enis dan disain
kemasan produk hasil
ternak : daging, susu
dan telur
Kuliah Interatif,
Pj.BL, Presentasi
Kelompok
Mampu Menyusun Portfolio
tentang jenis bahan dan
desain kemasan serta
labeling kemasan yang
tepat untuk minimal 1 produk
hasil ternak dari daging,
susu maupun telur
Kelengkapan isi, kejelasan
dan penguasaan konsep, dan
kemutakhiran pustaka
(bahasa inggris), serta
kreatifitas, kemampuan
komunikasi, menganalisis,
kreativitas, kedisiplinan,
kerjasama team
40
35
MODUL I

JUDUL : EVALUASI KUALITAS BAHAN PAKAN TERNAK
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Isi
C. Kaitan Modul
D. Sasaran Pembelajaran Modul
BAB II. Pembahasan
A. Evaluasi Pakan Secara Fisik
B. Evaluasi Pakan Secara Kimia
C. Evaluasi Pakan Secara Biologis
D. Evaluasi pakan secara ekonomis
E. Indikator Penilaian

BAB III. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
















36
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menyusun ransum untuk ternak diketahui kualitas dari bahan baku
pakan yang akan digunakan. Kualitas bahan baku pakan sangat menentukan
produktivitas ternak yang diusahakan. Kualitas bahan baku pakan atau mutu
bahan pakan dapat dilakukan dengan melakukan pengujian terhadap kualitas
bahan pakan. Berbagai cara yang digunakan untuk menentukan kualitas bahan
pakan ternak antara lain : 1). Evaluasi pakan secara fisik, 2). Evaluasi pakan
secara kimiawi, 3) evaluasi pakan secara biologis, 4). Evaluasi secara ekonomis.
B. Ruang Lingkup Isi : A. Evaluasi Pakan Secara Fisik
B. Evaluasi Pakan Secara Kimia
C. Evaluasi Pakan Secara Biologis
D. Evaluasi pakan secara ekonomis

C. Kaitan modul : Modul ini merupakan modul pertama sebelum
mahasiswa mempelajari modul Energi dan
penggunaannya dalam tubuh ternak.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menentukan
kualitas bahan pakan melalui pengamatan secara fisik (inderawi), evaluasi secara
kimiawi, biologis, dan evaluasi secara ekonomis.










37
BAB.II. PEMBAHASAN
A. Evaluasi Pakan Secara Fisik
Evaluasi pakan secara fisik prinsipnya adalah melakukan suatu kegiatan
pengamatan yang melibatkan pengumpulan data-data atau keterangan-keterangan
dengan alat indera sebagai penerima. Pengamatan secara fisik (inderawi)
dilakukan dengan mengamati bentuk dan ukuran, bau, warna dan kemurnian
bahan.
a). indera tanpa alat Bantu ; meliputi indera lihat (melihat jumlah sedikit
banyaknya kerusakan), indera cium (mencium baunya mis; tengik, asam dan
lainnya), indera rasa (asin, tawar, asam, anyir, dan lainnya )dan raba (halus,
padat, kering, lembap dan lainnya).
b). indera dengan alat Bantu ; alat Bantu berupa mikroskopis atau kaca pembesar.
Selain itu dikenal juga pengujian fisik kuantitatif yang terdiri dari :
faktor bahan ( feed factor)
teknik pemisahan ( separation technique )
B. Evaluasi Pakan secara Kimia
Pengujian bahan pakan secara kimiawi yang umum dilakukan terdiri dari
analisis proksimat dengan beberapa parameter uji dan anlisis Van Soest.
Pengujian pakan secara kemik dapat bersifat :
1. Kemik kuantitatif, seperti analisa proksimat (air, abu, serat kaar, karbohidrat )
analisa serat (ADF/NDF), penentuan kecernaan, Penentuan energi bruto
2. kemik kualitatif, bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak adanya suatu
nutrient organic maupun anorganik didalam suatu pakan
a. Analisa proksimat
Metode ini dikenal dengan nama analisis Proksimat Wendee (Wendee
Proximat Analysis). Proximus (latin) berarti terdekat. Dinamakan demikian
karena metode terdekat dalam menggambarkan komposisi zat makanan suatu
bahan makanan. Kamal (1994) menyatakan bahwa disebut analisis proksimat
karena hasil yang diperoleh hanya mendekati nilai yang sebenarnya, oleh karena
itu untuk menunjukkan nilai dari sistem analisis proksimat selalu dilengkapi
dengan istilah minimum atau maksimum sesuai dengan manfaat fraksi tersebut.
38
Pengelompokan zat makanan suatu bahan makanan menurut analisis proksimat
digambarkan dalam ilustrasi berikut :

Pakan
Air
Bahan Organik
Abu
Bahan Kering
Protein
Kasar
Lemak
Kasar
Serat
Kasar
Bahan Ekstrak
Tanpa Nitrogen
Protein murni
Asam amino
Amida
Peptida
Purin
Asam Nukleat
Trigliserida
Phosfolipid
Steroid
Waxes
Caroten
Xanophil
Cellulosa
Hemicellulosa
Lignin
Cutin
Gula
Pati
Glikogen
Fruktan
Peptin
Hemicellulosa

Bagan pembagian zat makanan menurut analisis proksimat

b. Analisis Van Soest
Metode analisis Van Soest (1967) lahir sebagai reaksi atas kegagalan
analisis proksimat dalam membagi fraksi KH. Semula diduga bahwa Beta-N
mewakili fraksi KH mudah dicerna, seperti gula, pati dan sebagainya. Ternyata
selain gula dan pati Beta N juga mengandung lignn. Kandungan ligninnya
acapkali lebih tinggi daripada SK.
Sehubungan dengan hal tersebut Van Soest mengembangkan metoda
analisis lain khususnya untuk pakan sumber serat seperti rumput. Van Soest
mengembangkan reaksi weende di mana pada reaksi weende hanya didapat fraksi
karbohidrat menjadi crude fiber dalam NFE (Nitrogen free Extract). Oleh Van
Soest fraksi karbohidrat (NFE) dikembangkan kedalam :
1). komponen sangat mudah dicerna (Neutral Detergent Solubles; NDS).
39
2). Dicerna tidak sempurna yaitu bagian dinding sel (NDF)
3). Sebagian besar tidak dicerna yaitu lignin dan celulose (tergantung dari
lignifikasinya).
Di dalam analisis Van Soest dapat diketahui bahwa zat-zat yang termasuk
Nonnutritive adalah lignin dan silika (Si).
C. Evaluasi Pakan Secara Biologis
Penilaian secara biologis dilakukan dengan mengujicobakan bahan baku
kepada ternak (in vivo) sehingga dapat diketahui kecernaan bahan pakan tersebut
maupun dapat dilakukan dengan cara in vitro.
Penentuan Koefisien Cerna
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pengukuran koefisiem
cerna suatu pakan atau bahan pakan adalah sebagai berikut:
Mengukur ransum yang dimakan dan feces yang dieksresikan
Zat makanan yang dicerna sama dengan zat makanan yang dimakan
(intake) dikurangi zat makanan yang keluar dari tubuh melalui feces
Feces yang dikumpulkan harus terpisah (tidak tercerna) dari urin.
Metode yang umum dalam penentuan koefisien cerna adalah:
1) metode koleksi total
2) metode indikator
1.Metoda Koleksi Total
Mengumpulkan/menimbang seluruh ransum yang dimakan
Mengumpulkan/menimbang seluruh feces yang di eksresikan
Mengambil contoh dan menganalisa ransum
Mengambil contoh dan menganalisa feces
a. Apparent Digestible Coeficient (ADC) = Koefisien Cerna Semu
Seluruh zat makanan yang dikeluarkan dalam feces berasal dari makanan
yang dimakan tetapi tidak dicerna
Rumus :

40


b. True Digestible Coeficient (ADC) = Koefisien Cerna Sejati
Tidak seluruh zat makanan yang keluar dalam feces berasal dari makanan
tetapi ada sebagian yang berasal dari saluran pencernaan (jaringan dinding
alat pencernaan yang aus, bakteri-bakteri yang mati, enzim-enzim yang
masuk ke dalam saluran pencernaan yang keluar bersama-sama dengan zat
makanan. yang tidak dicerna). Zat makanan yang bukan berasal dari bahan
makanan disebut Metabolic Fecal Nutrient (MFN). Zat makanan ini
(umumnya senyawa N) sulit diukur karena ternak harus diberi ransum tanpa
N (purified diet) yang tidak disukai.

2. Metoda Indikator
Prinsip pengukuran kecernaan menggunakan indikator adalah :
Tidak perlu mengumpulkan seluruh feces
Pengambilan contoh untuk analisa secara acak
Analisa contoh mencakup zat makanan dan zat indikator
Indikator yang umum digunakan adalah indikator internal dan ekternal.
Indikator internal secara alamiah terdapat didalam makanan, misalnya kromogen,
lignin atau SiO
2
(silikat). Sedangkan indikator eksternal, atau sengaja
ditambahkan dari luar umumnyza adalah Fe
2
O
3
? Cr
2
O
3
, karet gelang, potongan
plastik atau radioisotop.
Syarat Indikator :
1. zat perunut (indikator) harus dapat bercampur secara homogen dengan
makanan/ransum
2. tidak dapat dicerna (relatif bisa dicerna <5-10%)
3. mudah dianalisa
4. tidak menggangu kesehatan ternak
5. sedapat mungkin tersedia secara alamiah
41
4. Evaluasi Pakan Secara Ekonomis
Evalusi kualitas pakan ternak secara ekonomis harus mempertimbangkan
beberapa syarat atau kriteria antara lain : harga bahan pakan, daya saing pakan
terhadap bahan makanan manusia, ketersediaan bahan pakan dan kandungan gizi
bahan pakan.
Untuk lebih jelasnya pemilihan bahan pakan untuk unggas berdasarkan
kriteria harga dapat dilihat pada contoh berikut:
Tepung ikan tuna Tepung ikan putih
- Harga absolut Rp. 5.000/kg - harga absolut Rp. 5.200/kg
- Protein kasar 63% - Protein kasar 69%
- Harga relatif : - Harga relatif :
Rp. 5000 =Rp. 83,3/ %PK Rp. 5.200 =Rp. 82,5/ % PK
63 69
Kriteria pemilihan yaitu bahan pakan yang memiliki harga relatif rendah
yaitu tepung ikan putih, karena harga setiap % proteinnya lebih murah
dibandingkan tepung ikan tuna. Dalam penyusunan ransum ternak unggas, protein
merupakan kandungan nutrisi bahan pakan yang sangat dibutuhkan.
D. INDIKATOR PENILAIAN

Indikator penilaian dalam modul ini terdiri dari mampu membedakan dan
menentukan kualitas pakan melalui pengamatan secara inderawi(dengan kriteria,
bentuk dan ukuran, bau,warna dan kemurnian bahan), kimiawi (proksimat) dan
biologis (kecernaan). Sedangkan indikator penilaian dalam diskusi
kelompok/presentasi meliputi
Keaktifan
Individu
dalam
kelompok
(10%)
Pengenalan
bahan pakan
(15%)
Kesiapan
kelompok
(10%)
Penyajian
materi
(10%)
Isi
materi
(20%)
Penguasaan
materi
(20%)
Kerjasama
tim
(15%)


42
PENUTUP
Pengujian pakan bertujuan antara lain untuk menyusun formula pakan,
mengevaluasi Kualitas pakan, memeriksa nutrisi yang dapat tercerna ,dan
memastikan nilai nutrisi dari Pakan tersebut. Kualitas pakan secara umum dapat
ditunjukkan dari nilai TDN (ME dan NE ) yang diperhitungkan dari nilai hasil
analisa pakan. Kualitas bahan pakan sangat menentukan produktivitas ternak yang
dipelihara, bahkan kualitas pakan yang sangat buruk dapat mengancam kehidupan
ternak yang mengkonsumsinya.
Bau tengik misalnya disebabkan oksidasi dari asam-asam lemak tidak
jenuh yang terdapat pada minyak dan lemak. Terjadinya perubahan warna pada
bahan pakan menandakan bahwa pakan tersebut menurun kualitasnya dijumpai
misalnya pada dedak terjadi perubahan warna dari warna asli kuning kecoklatan
menjadi merah jambu bahkan sampai hitam, pada jagung kuning yang berwarna
kuning berubah menjadi coklat sampai hitam akibat tumbuh jamur pada jagung
tersebut.























43
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, R., 2002. Pengolahan Pakan Ayam dan Ikan Secara Modern.
Penerbit Swadaya.

Ensminger, M.E. 1960. Animal Science. Fourth Edition. The Interstate
Printersand Publishing, Inc. Danville, Illinois. USA.

Maynard L.A., J .K. Loosli., H.F Hintz and R.G. Warner, 1984. Animal
Nutrition. 7th Ed. Tata McGraw-Hill Publishing Comp. Ltd.

McDonald, P., RA. Edwards, J FG. Greenhalgh, and CA. Morgan. 2002.
Animal Nutriotion. Prentice Hall

Mustari,S.P. dkk., 2000. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit. CV.
Amissco. J akarta.

Sutardi, 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor



























44
MODUL II


JUDUL : ENERGI DAN PENGGUNAANNYA DALAM TUBUH TERNAK
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Isi
C. Kaitan Modul
D. Sasaran Pembelajaran Modul
BAB II. Pembahasan
A. Defenisi dan Terminologi Energi
B.Unit Energi dan Satuan Energi Pakan
C. Penggunaan Energi Oleh Ternak
D. Disposisi Energi dari Pakan Dalam tubuh Ternak
E. Indikator Penilaian
BAB III. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
45
BAB I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Energi diperlukan untuk kelangsungan hidup ternak diantaranya untuk: (1) kerja secara mekanis dari aktivitas muskular yang
esensial; (2) kerja secara kimiawi seperti pergerakan zat terlarut melawan gradien konsentrasi; dan (3) sintesis dari konstituen tubuh
seperti enzim dan hormon. Energi diperlukan untuk mempertahankan fungsi-fungsi tubuh (respirasi, aliran darah dan fungsi sistem
syaraf), untuk pertumbuhan dan pembentukan produk (susu, telur, wool, daging).
Sebagian besar porsi dari makanan/pakan yang dikonsumsi oleh ternak atau manusia digunakan untuk memenuhi kebutuhan
energi, karena reaksi anabolik dan katabolik dalam tubuh memerlukan energi. maka dalam pokok bahasan energi ini harus mampu
menjawab beberapa pertanyaan di bawah ini
1. Energi itu apa?
2. Apa fungsi energi untuk ternak?
3. Apa dan dari mana sumber energi untuk ternak?
4. Bagaimana penggunaan energi yang berasal dari pakan di dalam tubuh ternak.
B. Ruang Lingkup Isi : Defenisi dan terminologi energi
Unit Energi dan Satuan Energi Pakan
Penggunaan Energi Oleh Ternak
Disposisi Energi dari Pakan Dalam Tubuh Ternak
C. Kaitan modul : Modul ini merupakan modul kedua setelah mahasiswa
memahami modul cara mengevaluasi kualitas bahan
46
pakan dan sebelum mahasiswa mempelajari jenis-jenis
bahan pakan.






D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
Menjelaskan defenisi dan Terminologi Energi
Menjelaskan Unit Energi dan Satuan Energi Pakan
Menjelaskan Penggunaan energi oleh ternak
Menjelaskan Disposisi Energi dari Pakan Dalam Tubuh Ternak




47









BAB II. PEMBAHASAN
A. Defenisi dan Terminologi Energi
48
Istilah energi merupakan kombinasi dari dua suku kata Yunani (Greek), yaitu: en, artinya in (bahasa Inggris) atau di dalam
(bahasa Indonesia) dan ergon, artinya work (bahasa Inggris) atau kerja (bahasa Indonesia). Dari kombinasi kata tersebut, Scott et
al.(1982) mendefinisikan bahwa ENERGI adalah sesuatu yang dapat menimbulkan kerja.
J adi energi yang ada hubungannya dengan proses-proses tubuh dinyatakan unit panas (kalori). Energi sangat diperlukan pada
setiap langkah mahluk hidup, tanpa adanya energi berarti tidak ada kehidupan. Sebagian besar porsi dari makanan/pakan yang
dikonsumsi oleh ternak atau manusia digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, karena reaksi anabolik dan katabolik dalam tubuh
memerlukan energi.
B. Unit Energi dan Satuan Energi Pakan
1. Unit energi
International System Unit atau SI (dari kata perancis: le Systeme International dunites) dibuat di kanada pada tahun
1973; SI digunakan di eropa juga pada tahun yang sama (1973).
Unit SI adalah J oule (J ), bukan kalori, digunakan untuk energi mekanis, listrik, kinetis, panas, gravitasi dan cairan.
ME dinyatakan dalam KJ /g, bukan Kkal/kg.
KJ /g disebut simbol, bukan kependekan.
2. Satuan energi pakan
1. Martabat Pati (Starch Equivalent).
2. Nilai Kalor Fisiologis (Physiological Fuel Value ; PFV)
3 .Total Digestible Nutrients (TDN)
TDN = DCP + DNFE + DCF + 2,25 DEE x 100 = %/kg BK
Konsumsi pakan (kg)
DCP =Digestible Crude Protein (protein kasar dapat dicerna)
49
DNFE =Digestible Nitrogen- Free Extract (karbohidrat dapat dicerna)
DCF =Digestible Crude Fiber (serat kasar dapat dicerna)
DEE =Digestible Ether Extract (kemak kasar dapat dicerna)
atau
TDN = Prt + 2,25 Lt + SKt + Beta-Nt
Prt =protein tercerna, Lt =lemak tercerna, Skt =Serat kasar tercerna, dan Beta-Nt =Beta N tercerna. TDN dapat pula
dinyatakan seperti berikut :
TDN = Bit + 1,25 Lt
4. Martabat susu (Milchwert)
5.Satuan Pakan (futter Einheit; FE)
C. Penggunaan Energi Oleh Ternak
Diantara gizi lainnya, lemak mempunyai kandungan energi paling tinggi yaitu sebesar 2.25 kali karbohidrat dan protein.
Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan oksigen dalam molekul. Dalam molekul karbohidrat terdapat cukup oksigen untuk
pembakaran hidrogen yang dikandungnya, sehingga panas yang dikeluarkan hanya dari pembakaran atau oksidasi karbon (C). Pada
lemak, relatif sedikit oksigen, sehingga memerlukan oksigen lebih banyak untuk pembakaran hidrogen (H) dan karbon (C). Untuk
pembakaran 1 gram H menghasilkan panas 4 kali lebih banyak dari pembakaran C, sehingga panas yang dihasilkan lebih tinggi
dibandingkan dengan protein dan karbohidrat.
D. Partisi Energi dari pakan Dalam Tubuh Ternak
Energi pakan yang dikonsumsi ternak dapat digunakan dalam 3 cara: (1) menyediakan energi untuk aktivitas; (2) dapat
dikonversi menjadi panas; dan (3) dapat disimpan sebagai jaringan tubuh. Energi disimpan di dalam karbohidrat, lemak dan protein
dari bahan makanan. Semua bahan tersebut mengandung karbon (C) dan hidrogen (H) dalam bentuk yang bisa dioksidasi menjadi
50
karbondioksida (CO2) dan air (H2O) yang menunjukan energi potensial untuk ternak. Partisi energi pakan dalam tubuh ternak dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.



Gambar 3.
Partisi Energi
Pakan Dalam
Proses Nutrisi

a.Energi Bruto (EB) = Gross Energy (GE)
Energi bruto dalam makanan/pakan dapat diukur dengan alat bomb calorimeter. Diketahui bahwa energi dalam bentuk GE
dari suatu bahan makanan kurang bermanfaat digunakan untuk menilai suatu bahan makanan atau ransum sebagai sumber energi
untuk ternak, karena tidak ada informasi tentang ketersediaan energi untuk hewan bersangkutan.
b. Energi tercerna (Digestible Energy) = DE
51
Nilai DE bahan makanan dapat didefenisikan sebagai berikut Gross Energi dari bahan makanan dikurangi dengan energi yang
hilang melalui feses disebut energi yang dapat dicerna (Digestible Energy = DE). Namun demikian, kandungan DE bahan makanan
biasanya tidak dinyatakan dalam %, akan tetapi dalam satuan Mkla DE/Kg BK.
Konsumsi GE Eksresi Ge dalam Tinja
% DE =
Konsumsi GE
X 100%

Terdapat tiga macam bentuk kehilangan energi lainnya yaitu :
1. Energi yang hilang dalam urin dan hasil sisa nitrogen lainnya yang dikeluarkan dalam urin;
2. Sejumlah kecil energi hilang dalam gas-gas yang terbakar terutama metana, hasil fermentasi selulosa, pentosan, dan karbohidrat
lainnya di dalam alat pencernaan, terutama di dalam rumen ruminansia.
3. Kehilangan energi yang lebih besar terjadi pada berbagai proses seperti mengunyah, mencerna, dan asimilasi bahan makanan.
Semua kehilangan energi dalam bentuk panas disebut energi termis adalah jumlah tambahan panas yang dihasilkan dalam tubuh
akibat konsumsi makanan.
c. Energi yang Termetabolisme (Metabolizable Energy = ME)
Energi yang dapat termetabolisme (ME) adalah energi dari makanan yang tersedia untuk metabolisme setelah energi tercerna
(DE) dikurangi dengan energi yang hilang melalui urin dan yang hilang melalui gas (terutama metan).
Faktor yang Mempengaruhi ME:
Faktor yang mempengaruhi produksi ME dari suatu bahan makanan antara lain :
1. Spesies ternak
2. Sifat Fisik/Kimiadari Makanan
3.Level dan Frekuensi Pemberian Makan
52
4. cara penyediaan makanan
5.keserasian zat-zat makanan
6. Status Produktivitas Ternak
a). Untuk Hidup Pokok
b). Untuk pertumbuhan
d. Energi feses
Energi yang hilang via feses adalah yang paling penting, paling bervariasi dan paling mudah diukur. Variasi terutama oleh
jenis bahan makanan.
e. Energi Urin (Urine)
Energi yang keluar melalui urin relatif kecil dan konstan; diukur dengan membakar bagian padat dari urin (setelah dievaporasi)
dalam bom-kalorimeter. Energy urine tidak seluruhnay berasal dari luar (makanan). Sebagian berasal dari dalam (tubuh). Antara lain
berasal dari tenunan tubuh yang aus dan katabolisme zat-zat makanan asal tubuh.
f. Metan (Methan CH
4
)
Gas-gas hasil metabolisme hampir semuanya terdiri dari gas metane yang dihasilkan dalam suasana anaerobik dalam retikulo-
rumen, kebanyakan terjadi karena reaksi hidrogen dengan CO2. Produksi gas metane berhubungan erat dengan konsumsi makanan
dan pada jumlah makanan yang dimakan lebih tinggi, maka gas berjumlah 6 sampai 7 % dari energi total, dan ini adalah kira-kira 12
% dari energi dapat dicerna (semu).
g. Heat Increament (HI) atau Specific Dynamic Action (SDA)
HI adalah panas yang timbul dalam tubuh oleh reaksi biokimia dalam saluran pencernaan atau dalam sel (asimilasi). HI adalah
istilah yang dipakai untuk menerangkan kenaikan produksi panas bila sesudah seekor ternak yang dipuasakan diberi makanan.
h. Energi Neto (Net Energy = NE)
53
NE adalah jumlah neto dari energi makanan yang didapatkan/diretensi dalam hewani/produk hewani. Retensi tersebut bisa
negatif bila energi yang diberikan kepada hewan di bawah kebutuhan untuk hidup pokok.
secara konvensional diketahui bahwa setiap bahan makanan ada dua macam NE yang tersedia yaitu NE untuk hidup pokok (NE
m
) dan
NE untuk produksi/pertumbuhan (NE
g
).
E. Indikator Penilaian
Indikator penilaian dalam modul adalah menentukan nilai energi beberapa bahan pakan dan menentukan jumlah energi untuk
ternak sesuai kebutuhannya.
- Diskusi kelompok/presentasi tugas indikator penilaian adalah
Mampu menjelaskan kadar energi bahan pakan, penggunaan energi oleh ternak dan
partisi energi dari pakan dalam tubuh ternak
Keaktifan
Individu
dalam
kelompok
(15%)
acuan up to
date (10 %)
kesiapan
kelompok
(10%)
Penyajian
materi
(10%)
Isi
materi
(20%)
Penguasaan
materi
(20%)
Kerjasama tim
(15%)



BAB III. PENUTUP
Energi yang terdapat dalam bahan makanan tidak seluruhnya dapat dipergunakan oleh tubuh. Untuk setiap bahan makanan
minimal ada 4 nilai energi yaitu energi bruto (goss energy atau combustible energy), energi dapat dicerna, energi metabolis dan energi
54
neto. Nilai energi metabolis dalam bahan makanan adalah penggunaan yang paling banyak dan aplikasi prakts karena pengukuran
energi ini tersedia untuk semua tujuan termasuk hidup pokok, pertumbuhan, penggemukan dan produksi telur (Wahyu, 1991)
Ada beberapa sistem energi dalam dunia peternakan untuk menyatakan nilai energi dari suatu bahan makanan atau ransum dan
menyatakan kebutuhan energi hewan, yaitu system TDN (Total Digestible Nutrient), MP (Martabat Pati = Starch Equivalent) dan
Sistem Kalori (yang dapat diurai dalam berbagai bentuk).
















55



DAFTAR PUSTAKA

1. Amrullah. I.K., 2002. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor.

2. Maynard L.A., J .K. Loosli., H.F Hintz and R.G. Warner, 1984. Animal Nutrition. 7th Ed. Tata McGraw-Hill Publishing
Comp. Ltd.

3. McDonald, P., RA. Edwards, J FG. Greenhalgh, and CA. Morgan. 2002. Animal Nutriotion. Prentice Hall.

4. Sutardi, 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor

5. Sofyan, L.A, dkk.2000. Diktat Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas
Peternakan IPB.

.







56















MODUL III

JUDUL : JENIS-JENIS BAHAN PAKAN
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Isi
C. Kaitan Modul
D. Sasaran Pembelajaran Modul
BAB II. Pembahasan
57
A. Penggolongan bahan Pakan
B. Bahan Pakan konvensional
C. Bahan Pakan Inkonvensional
D. Syarat- Syarat Bahan Baku Pakan
E. Indikator Penilaian

BAB III. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA














58


BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan mengenai bahan baku pakan merupakan salah satu unsur terpenting (esensial) untuk diperhatikan dalam
penyusunan formulasi ransum karena hasilnya akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Oleh karena itu sebelum
meramu (Formulasi) dan mengolah bahan pakan menjadi bahan jadi, informasi yang berhubungan dengan bahan pakan terlebih dahulu
harus dipahami. Untuk memahami bahan pakan tersebut dalam modul ini akan disajikan tentang jenis-jenis bahan pakan.
B. Ruang Lingkup Isi : A. Penggolongan bahan Pakan
B. Bahan Pakan konvensional
C. Bahan Pakan Inkonvensional
D. Syarat- Syarat Bahan Baku Pakan
r E. Indikator Penilaian
C. Kaitan modul : Modul ini merupakan modul ketiga sebelum
mahasiswa mempelajari modul karakteristik fisik
bahan pakan.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu memilih dan mengidentifikasi jenis-jenis bahan pakan ternak
berdasarkan sumbernya, kandungan gizinya, berdasarkan bentuk fisiknya, bahan pakan biji-bijian dan bahan pakan konvensional dan
inkonvensional serta syarat bahan baku pakan.

59








BAB II. PEMBAHASAN
A. Penggolongan Bahan Pakan
Penggolongan bahan pakan ternak khususnya ternak unggas digolongkan berdasarkan sumber/asal , kandungan nutrisi dan
bentuk fisik.
1. Berdasarkan sumber/asalnya dikelompokkan menjadi dua yaitu ;
a. Bahan pakan asal tumbuhan (nabati) misalnya jagung kuning, dedak halus, bekatul, dan lain-lain.
b. Bahan pakan asal hewan misalnya tepung ikan, tepung tulang, tepung sisa rumah potong dan lain-lain.
2. Berdasarkan kandungan nutrisinya digolongkan kedalam :
a. Bahan pakan sumber protein, Bahan pakan yang termasuk dalam golongan ini mempunyai kandungan protein 20 % atau lebih
antara lain;tepung ikan, dan sebagainya.
b.Bahan pakan sumber energi, Bahan pakan ini mengandung protein kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari 18%, misalnya
jagung kuning, dedak halus/bekatul, dan sebagainya.
c. Bahan pakan sumber mineral, misalnya tepung tulang, tepung kerang, kapur dan sebagainya.
60
d. Bahan pakan sumber vitamin. Contohnya hijauan segar, tepung hijauan, feed supplement.
e. Feed suplement (Feed additive). Merupakan bahan pakan yang terdiri dari campuran vitamin, mineral, asam-asam amino serta
jenis-jenis obat tertentu seperti antibiotik, occidiostat yang komposisinya tidak selalu terdapat secara bersama-sama
3. Berdasarkan bentuk fisiknya. Digolongkan kedalam
a. Bahan pakan butiran.
b. Bahan pakan yang berbentuk tepung
c. Bahan pakan yang berbentuk cair.



B. Bahan Pakan Konvensional
Bahan pakan konvensional adalah bahan baku yang sering digunakan (yang bumum ada dipasar) dalam pakan yang biasanya
mempunyai kandungan nutrisi yang cukup (misalnya; protein) dan disukai ternak
C. Bahan Pakan inkonvensional
Bahan pakan inkonvensional (Bahan Pakan Substitusi) adalah bahan baku yang berasal dari bahan yang selama ini belum
banyak dimanfaatkan sebagai bahan pakan, akan tetapi dari kandungan nutrisinya (mis; protein) masih memadai untuk diolah menjadi
ransum atau pakan.
Bahan substitusi ini sebagai pengganti bahan baku konvensional biasa berasal dari : 1) bahan hasil pertanian yang selama ini
tidak banyak digunakan untuk produksi pakan jadi; 2). Bahan yang berasal dari hasil samping (by product) proses produksi industri
agro.
Permasalah yang ada pada bahan baku ini antara lain :
61
1. Makin tingginya kadar serat dalam bahan
2. Kemungkinan adanya zat antinutrisi dalam bahan
3. protein yang siap pakai
4. kandungan garam atau mineral dalam bahan.
D.Syarat-syarat Bahan Baku Pakan
Bahan baku pakan yang akan digunakan dalam ransum hendaknya memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :
1. mengandung nilai nutrisi tinggi
2. mudah diperoleh dan mudah diolah
3. tidak mengandung racun
4. Harga murah dan terjangkau
5. diusahakan bukan merupakan bahan makann pokok manusia
6. Butirannya halus atau bisa dihaluskan




E. Indikator Penilaian
Indikator penilaian terdiri dari pengelompokan, pemilihan dan mengidentifikasi bahan pakan sesuai kriteria. Sedangkan dalam
diskusi / presentasi kelompok indikator penilaian terdiri dari : keaktifan individu dalam kelompok, kesiapan dan kerjasama kelompok,
penyajian dan penguasaan materi

62






























63







PENUTUP

Bahan pakan merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk menyusun ransum yang siap diberikan kepada ternak dan
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta kebutuhan produksi ternak. Oleh karena itu, bahan-bahan pakan penyusun ransum
harus memenuhi kebutuhan ternak yang tidak hanya bersifat kuantitasvakan tetapi juga harus memperhatikan kandungan nutrisinya,
dimana kebutuhan nutrisi ternak bervariasi sesuai jenis, umur, pertumbuhan dan tujuan produksi .
Penggunaan bahan substitusi (bahan pakan inkonvensional) sebagai pengganti bahan baku konvensional aspek terpenting yang
harus diperhatikan adalah masih mempunyai nilai nutrisi atau kandungan protein. Untuk meningkatkan nilai nutrisi dari bahan
substitusi (pakan inkonvensional) dan agar aman untuk dijadikan bahan pakan, maka diperlukan perlakuan pendahuluan (treatmen).
Dengan demikian bahan pakan tersebut dapat diolah menjadi ransum.










64
















DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, R, 2002. Pengolahan Pakan Ayam dan Ikan Secara Modern. Penerbit Penebar Swadaya, J akarta.

Mustari,S.P. dkk., 2000. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit. CV. Amissco. J akarta.










65





























MODUL IV

66
JUDUL : KARAKTERISTIK SIFAT FISIK PAKAN
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Isi
C. Kaitan Modul
D. Sasaran Pembelajaran Modul
BAB II. Pembahasan
A Berat J enis Pakan
B. Sudut Tumpukan
C. Kerapatan Tumpukan
D. Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pakan
E. Indikator Penilaian

BAB III. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA







67









BAB I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karakteristik atau sifat bahan makanan ternak sangat berpengaruh dalam proses pengolahan bahan pakan. Banyak jenis pakan
lokal yang ketersediannya cukup potensil tetapi penggunaan bahan baku lokal ini sering menimbulkan kesulitan bagi pengelola pabrik
pakan yang menangani dan memprosesnya, karena adanya perbedaan sifat.Pengetahuan tentang sifat fisik pakan belum berkembang
dibanduing dengan sifat fisik pada bahan pangan yang telah banyak diteliti.
Karakteristik sifat fisik pakan sangat berhubungan dengan pengolahan atau penanganan bahan pakan secara mekanik. Ada
beberapa karaktaristik sifat fisik pakan yang penting antara lain Berat J enis Pakan,Sudut Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan
Pemadatan Tumpukan Pakan
B. Ruang Lingkup Isi : Berat J enis Pakan
68
Sudut Tumpukan
Kerapatan Tumpukan
Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pakan
C. Kaitan modul : Modul ini merupakan modul keempat setelah mahasiswa
memahami jenis-jenis bahan pakan dan sebelum
mempelajari Teknik pengolahan dan penyimpanan bahan
pakan hubungannya dengan kualitas pakan.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan karekteristik fisik pakan berdasarkan Berat jenis, sudut
tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan Tumpukan Pakan






BAB. I I. PEMBAHASAN
A. Berat Jenis Pakan
Berat jenis (BJ ) atau berat spesifik merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap valumenya, satuannya adalah
gram/ml. Berat jenis diukur dengan menggunakan prinsip Hukum Archimedes. Berat jenis dinyatakan dalam satuan gram/ml.
69
Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan penyimpanan. Pertama BJ
merupakan faktor penentu dari kerapatan tumpukan. Kedua BJ memberikan pengaruh besar terhadap daya ambang partikel bahan,
dan ketiga adalah BJ bersama dengan ukuran partikel bertanggung jawab terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya
dalam suatu campuran pakan. Ransum yang terdiri dari partikel yang perbedaan BJ -nya cukup besar, maka campuran ini tidak akan
stabil dan cenderung untuk terpisah kembali. Keempat adalah BJ sangat menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara
otomatis pada pabrik pakan, seperti dalam proses pengemasan dan pengeluaran bahan dari dalam silo untuk dicampur dan digiling.
Pengecilan ukuran partikel dan kadar air tidak berpengaruh nyata terhadap pengukuran berat jenis dari berbagai kelompok
bahan pakan sumber energi, sumber hijauan, sumber protein nabati dan hewani serta bahan pakan sumber mineral. Berat jenis akan
berhubungan erat dengan porositas ransum. Porositas adalah ratio antara kerapatan tumpukan dengan berat jenis. Porositas ini akan
menunjukkan besarnya volume ruang antara partikel dalam suatu tumpukan ransum dan berperan penting dalam mencapai efisiensi
pengeringan bahan kerena berkaitan erat dengan daya hantar panas di dalam tumpukan bahan.
B. Sudut Tumpukan
Sudut tumpukan atau sudut curah adalah sudut yang terbentuk jika bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong
dengan satuan (
o
). Pergerakan partikel bahan yang ideal ditunjukkan oleh pakan yang berbentuk cair, dengan sudut tumpukan sama
dengan nol. Sudut ini merupakan kriterian kebebasan bahan bergerak partikel dari suatu tumpukan bahan. Pergerakan partikel bahan
yang ideal ditunjukkan oleh pakan yang berbentuk cair, dengan sudut tumpukan sama dengan nol.
Pakan bentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20
0
dan 50
0
. Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi
oleh ukuran partikel bahan, bentuk, berat jenis, kerapatan tumpukan dan kadar air bahan. Kecepatan dan keefisienan pada proses
pengosongan silo vertikl untuk memindahkan bahan menuju unit penimbangan atau pencampuran pakan sangat ditentukan oleh sifat
bahan yaitu kemampuan bahan mengalir (flowability)., dan flowability ini sangat ditentukan oleh pembentukan sudut tumpukan dari
bahan tersebut.
70
Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan, bentuk, berat jenis, kerapatan tumpukan dan kadar
air bahan. Ukuran partikel yang semakin kecil maka akan membentuk sudut tumpukan yang semakin besar, dan apabila bahan pakan
mempunyai sudut tumpukan kecil maka akan lebih mudah dan lebih akurat di dalam penakaran baik secara volumetris maupun
gravimetris. Bahan pakan yang bersudut tumpukan kecil akan lebih baik disimpan dalam kemasan atau berwadah. Selain itu kadar
airpun sangat berpengaruh terhadap nilai sudut tumpukan, dimana semakin tinggi kadar air bahan pakan maka semakin tinggi sudut
tumpukannya.
C. Kerapatan Tumpukan
Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya, satuannya adalah
gram/ml. Sifat ini memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat
tertentu, seperti misalnya dalam pengisian silo dan gudang (curah atau wadah), elevator dan ketelitian dalam penakaran secara
otomatis.
Ukuran partikel bahan sangat berpengaruh terhadap kerapatan tumpukan yaitu pengecilan ukuran partikel akan menurunkan
nilai kerapatan tumpukan pada bahan pakan. Selain pengecilan ukuran, kandungan air juga turut berpengaruh dimana nilai kerapatan
tumpukan akan semakin turun dengan meningkatnya kadar air bahan pakan.
D. Kerapatan Pemadatan Tumpukan
Kerapatan pemadatan tumpukan adalah merupakan perbandingan antara berat bahan pakan terhadap volume ruang yang
ditempatinya setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan. Kapasitas silo, kontainer dan kemasan seperti karung terletak
antara kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan.
Besarnya nilai kerapatan pemadatan tumpukan sangat tergantung pada intensitas proses pemadatan. Sedangkan volume yang
dibaca merupakan volume terkecil yang diperoleh selama penggetaran. Sebaiknya pemadatan dilakukan tidak lebih dari 10 menit.
71
E. Indikator Penilaian
Indikator penilaian terdiri dari pretest (kuis), post test, sedangkan untuk presentasi/diskusi kelompok indikatoer penilaian terdiri dari
keaktifan individu kejelasan uraian (isi materi), kerjasama tim, penyajian materi,acuan up to date


















72





BAB III. PENUTUP
Karakteristik sifat fisik bahan merupakan pemahaman tentang sifat-sifat dan bahan serta perubahan-perubahan yang terjadi
pada pakan dapat digunakan untuk menilai dan menetapkan mutu pakan.
Sifat bahan merupakan faktor mutu yang penting karena kegunaan dan keragaan dari komodiiti itu ditentukan oleh sifat-sifat
bahan. Pada bidang teknologi pangan data tentang sifat fisik ini sangat berguna, misalnya dalam merancang suatu alat (pemrosesan,
penanganan) dan Sarana (penyimpanan dan transportasi).
Pengecilan ukuran partikel dan kadar air tidak berpengaruh nyata terhadap pengukuran berat jenis dari berbagai
kelompok bahan pakan sumber energi, sumber hijauan, sumber protein nabati dan hewani serta bahan pakan sumber mineral. Berat
jenis akan berhubungan erat dengan porositas ransum. Porositas adalah ratio antara kerapatan tumpukan dengan berat jenis. Porositas
ini akan menunjukkan besarnya volume ruang antara partikel dalam suatu tumpukan ransum dan berperan penting dalam mencapai
efisiensi pengeringan bahan kerena berkaitan erat dengan daya hantar panas di dalam tumpukan bahan.





73










DAFTAR PUSTAKA

Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik pakan lokal : sudut tumpukan, daya ambang dan faktor
higroskopis. Media Peternakan, 22 (1) : 33-42

Muchtadi, R.T dan Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk Laboratorium. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor

Purwadaria, H.K. 1995. Physical factors affecting grain drying ang storage system in humid tropics. Material for Training Course on
Pest Management for Storage Food and Feed. Institut Pertanian Bogor, Bogor

Syarief, R dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan Makanan untuk Industri Pertanian. PT. Mediyatama Perkasa, J akarta



74




















MODUL V

JUDUL : TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PENYIMPANAN
PAKAN

75
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Isi
C. Kaitan Modul
D. Sasaran Pembelajaran Modul
BAB II. Pembahasan
A. Teknik Pengolahan Pakan
B. Penyimpanan Pakan
C. Indikator Penilaian

BAB III. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA










76







BAB I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada 2 masalah utama yang menyebabkan pakan ternak khususnya pakan
ternak ruminansia yang diberikan tidak memenuhi kecukupan jumlah dan asupan
nutrient. Masalah pertama adalah bahan pakan pada umumnya berasal dari limbah
pertanian yang rendah kadar protein kasarnya dan tinggi serat kasarnya. Tingginya
kadar serat ini yang umumnya didominasi komponen lignoselulosa (karbohidrat komplek) yang sulit dicerna (McDonald et al., 2000).
Masalah lainnya adalah
ketersedian pakan yang tidak kontinyu. Ini dikarenakan langkanya bahan pakan
terutama di musim kemarau. Untuk mengatasi masalah tersebut berbagai terobosan
telah dilakukan antara lain bagaimana melakukan pengolahan dan penyimpanan bahan pakan agar masalah tersebut diatas dapat
teratasi, yang umum dilakukan dalam pengolahan pakan khususnya hiajauan adalah dengan membuat menjadi hijauan kering (hay),
77
penambahan urea (amoniasi) dan awetan hijauan (silase). Selain itu pengetahuan tentang aspek-aspek yang harus diperhatikan dan
masalah yang sering timbul dalam penyimpanan pakan seriang terabaikan sehingga dapat berpengaruh besar terhadap kualitas pakan
yang disimpan, sehingga dianggap perlu untuk memperhatikan faktor penyimpanan pakan.
B. Ruang Lingkup Isi : Teknologi pengolahan pakan
Penyimpanan Pakan
C. Kaitan modul : Modul ini merupakan modul kelima setelah mahasiswa
memahami/mempelajari modul karakteristik fisik pakan.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menentukan cara-cara pengolahan pakan dan penyimpanan pakan yang
tepat untuk mempertahankan kualitas pakan .




BAB II. PEMBAHASAN

A. Teknologi Pengolahan Pakan
1. Teknologi Pengolahan Silase
Silase adalah hijauan makanan ternak yang disimpan dalam keadaan segar (kadar air 60 70%). Tujuan pembuatan silase
adalah sebagai persediaan makanan ternak, untuk menampung kelebihan hijauan makanan ternak dan untuk memanfaatkan hijauan
pada saat-saat berlimpah yang belum digunakan sepenuhnya. Pengawetan hijauan dengan cara ini akan memberikan banyak
78
keuntungan diantaranya, hijauan masih mengandung kadar air yang cukup tinggi dan juga jika pembuatan dan penyimpanan yang
bagus, maka hijauan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Hijauan yang biasa diawetkan dalam bentuk silase adalah,
umunya adalah rumput. Legum juga merupakan hijauan makanan ternak, masih kurang karena hal ini disebabkan oleh banyak faktor
antara lain karena kandungan karbohidrat siap pakai (karbohidrat terlarut) lebih rendah dari rumput, karena kadar karbohidrat terlarut
dalam pada hijauan sangat diperlukan karena karbohidrat terlarut yang sangat banyak dipakai dalam proses ensilase. Pada proses ini
mikroorganisme akan mengadakan fermentasi dengan dengan mendegradasi karbohidrat tanaman terutama yang mudah larut untuk
menghasilkan kalori (panas), karbohidrat dan air . dengan reaksi sebagai berikut :
C
6
H
12
O
6
+ O
2
CO
2
+H
2
O + panas.
Kesenjangan produksi hijauan antara musim hujan dengan musim kemarau dapat diatasi dengan jalan pengawetan hijauan
dalam bentuk silase dari produksi hijauan yang berlebihan pada musim hujan yang dapat digunakan untuk menutupi kekurangan
hijauan dimusim kemarau.

Pembuatan Silase
Prinsip pembuatan silase adalah memanfaatkan sejumlah bakteri anaerob, pada proses fermentasi/pemeraman untuk
memproduksi asam laktat sehingga mencapai pH 3,4 sampai 4,2.
Pembuatan silase berlangsung 4 fase, yaitu :
1. Fase aerob berlangsung pada 0 hari 3 hari
2. Fase fermentasi
3. Fase stabil
4. Fase Panen
79
Kualitas Silase
Kualitas silase yang baik menunjukkan tanda-tanda yaitu :Warna masih hijau, rasa dan bau asam, tekstur hijauan masih jelas, tak
berjamur, pH rendah 3 - 4. selaian itu faktor yang mempengaruhi nilai nutrisi silase yaitu :
a. Perubahan kimia dalam bahan silase,
b. Sifat bahan silase,
c. Derajat produksi zat (effluent) pada proses ensilase.
Disamping itu hal-hal yang mempengaruhi kualitas silase :
1. Kualitas hijuan asal
2. Perombakan mineral
3. Kadar magnesium (Mg) berkurang, terjadi perubahan warna dari hijau menjadi coklat.
4. Faktot fisik,
5. Faktor kimiawi
Penggunaan Additive (Pengawet)
Pemberian bahan pengawet pada silase mempunyai dua arti ganda yang mempengaruhi fermentasi dan mengubah komposisi
serta nilai nutrisi menjadi lebih baik. Untuk memperoleh hasil silase yang berkualitas tinggi, maka bahan baku harus mempunyai
imbangan antara gula dan protein dengan nilai yang tinggi. Sedangkan untuk memperoleh keadaan tersebut ditambahkan bahan
pengawet.
Derajat Keasaman (pH) dan Total Asam Silase
Silase yang mempunyai standar yang baik adalah : bersih, rasa dan bau keasam-asaman, tidak terdapat asam butirat , tidak
terdapat cendawan, lendir maupun proteolisis, pH 3,5 4,2 N amonia 10 % dari N total. Sedang terdapat asam butirat yang tinggi,
banyak terjadi proteolisis, banyak cendawan dan lendir, pH diatas 4,8 N-amonia 20 % atau N lebih dari N-total.
80
Kandungan Water Soluble Carbohydrate
Keberhasilan silase ditentukan oleh perbandingan (ratio) antara WSC terhadap kapasitas buffer dengan persentase bahan
kering. Kandungan WSC akan dipengaruhi oleh spesies, dan varitas dari hijauan yang akan dibuat silase. Ada tiga kelompok dasar
komponen kimia dari hijauan hasil panen yang mengalami perubahan sehubungan dengan fermentasi silase. Ketiganya adalah Water
Soluble Carbohydrate (WSC), asam-asam organik dan kandungan nitrogen. fruktosa, glukosa dan sukrosa adalah merupakan gula-gula
yang terdapat dalam hijauan hasil panen dan sukrosa serta frultosa keduanya cepat mengalami hidrolisa selama proses ensilase.
2. Teknologi Pengolahan dengan Amoniasi
Amoniasi merupakan suatu cara pengolahan bahan makanan ternak secara kimiawi dengan menggunakan gas amonia atau
dengan menggunakan urea CO(NH2)2.
Beberapa manfaat dari amoniasi yaitu;
Memperkaya kandungan protein 2 sampai 4 kali lipat dari kandungan protein semula.
Meningkatkan daya cerna.
Meningkatkan kuantitas konsumsi pakan
3. Teknologi Pengolahan dengan Pengeringan (Hay)
Hay merupakan hijauan makanan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan agar bisa diberikan kepada ternak pada
kesempatan yang lain. Prinsip-prinsip dalam pembuatan hay adalah menurunkan kadar air menjadi 15 sampai 20 % dalam waktu
yang singkat.
Pembuatan hay bisa diperoleh dengan dua macam cara pengeringan, yaitu:
1. Pengeringan dengan panas matahari.
2. Pengeringan dengan panas buatan.
81
Hay yang baik memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:
warna hijau kekuning-kuningan.
tidak banyak daun yang rusak,dan tidak kotor atau berjamur.
tidak mudah patah bila batang dilipat dengan tangan.

B. Penyimpanan Pakan
a. Aspek Kimiawi Dalam Penyimpanan Pakan
Proses kimiawi yang dapat terjadi dalam penyimpanan pakan adalah terjadi perubahan atau kerusakan kandungan lemak dari
pakan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam mempercepat kerusakan lemak dari pakan adalah kandungan minyak,
kontak dengan udara, cahaya, temperatur ruangan, kadar air bahan dan adanya katalis. Kerusakan bijian dan bahan makanan pada
penyimpanan dengan kondisi temperatur dan kadar air tinggi, terutama disebabkan oleh meningkatnya aktivitas enzim lipase dalam
hidrolisis lemak dimana lemak dipecah menjadi asam lemak bebas dan glycerol. Ketengikan yang terjadi pada bahan yang
mengandung minyak dan lemak yaitu ketengikan hidrolisis dan ketengikan oksidasi yang berbeda dalam mekanismenya
Ketengikan hidrolisis merupakan akibat reaksi antara bahan pakan dengan air. Pada penyimpanan terlalu lama dimana terjadi
kenaikan kandungan air biasanya terjadi ketengikan hidrolisis, akan tetapi ketengikan ini tidak selamanya terjadi bersamaan dengan
ketengikan yang lain. Pada reaksi hidrolisis akan dihasilkan gliserida dan asam lemak bebas dengan rantai pendek (C4 - C12). Akibat
yang ditimbulkan dari reaksi ini adalah terjadinya perubahan bau dan rasa dari minyak atau lemak, yaitu timbulnya rasa tengik.
Sebagai illustrasi, dedak padi yang mempunyai kandungan minyak yang tinggi mudah terhidrolisis oleh enzim lipase bebas.
Hidrolisis diakibatkan oleh reaksi antara lipase dan minyak di dalam dedak padi yang menghasilkan asam lemak bebas. Kadar asam
lemak bebas semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan yaitu sebelum penyimpanan 16.5 % dan setelah
82
dua bulan penyimpanan 80.7 % . Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim lipase sangat tinggi sehingga hampir seluruh minyak
dapat terhidrolisa dalam waktu dua bulan penyimpanan
Ketengikan oksidasi yang umum dijumpai yaitu reaksi oksidasi pada ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh. Asam
lemak tidak jenuh mempunyai ikatan rangkap yang mempengaruhi reaksi ini menyebabkan lemak menjadi keras dan kental.
Peroksida merupakan hasil antara yang biasanya dipakai sebagai ukuran tingkat ketengikan. Ketengikan oksidatif merupakan reaksi
autocatalytic dimana laju reaksi meningkat sejalan dengan meningkatnya waktu penyimpanan. Hal ini disebabkan karena adanya hasil
oksidasi awal yang dapat mempercepat reaksi oksidasi selanjutnya, dan reaksi ini dikenal sebagai reaksi berantai.
Pemecahan unsur lemak oleh ion-ion hidrogen menyebabkan terjadinya reaksi awal terbentuknya lemak radikal bebas dan
hidrogen radikal bebas yang merupakan awal kerusakan lemak. Kondisi oksigen atmosfir bereaksi dengan lemak radikal bebas
membentuk molekul lemak radikal bebas peroksida, yang berlanjut membentuk molekul hidroperoksida yang stabil dan lemak radikal
bebas lain. Tahap akhir oksidasi lemak terjadi reaksi antar lemak radikal bebas, antara lemak radikal bebas dengan lemak radikal
bebas peroksida, dan antar lemak radikal bebas peroksida sehingga membentuk senyawa peroksida. Lama penyimpanan akan
meningkatkan oksidasi lemak dedak padi yang ditunjukkan dengan bertambahnya bilangan peroksida.

b. Aspek Mikrobiologi dalam Penyimpanan pakan
Selama penyimpanan, pakan dapat mengalami kerusakan akibat adanya aktifitas mikroba seperti tumbuhnya jamur. Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur pada pakan adalah : 1) aktivitas air, yang dinyatakan dengan a
w
yaitu jumlah air
bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme, 2) konsentrasi ion hidrogen, 3) temperatur, 4) konsistensi ; cair dan padat, 5)
status nutrien, dan 6) adanya bahan pengawet.
Kerusakan pakan bentuk biji-bijian terjadi karena adanya kontaminasi jasad renik dapat menyebabkan penurunan mutu karena
kemungkinan mengandung racun. Sering dijumpai kerusakan bahan yang disimpan lama karena ditumbuhi kapang Aspergillus sp dan
83
Penicillium sp yang tumbuh dominan selama penyimpanan. Kapang Aspergillus flavus tumbuh dimana-mana, baik di udara, air,
tanah, bahan pangan maupun pakan seperti jagung, beras dan biji kapas.
Kadar air dalam bahan pakan serta kelembaban relatif sangat berpengaruh pada pertumbuhan A.flavus penghasil aflatoksin.
Kenaikan kadar air selama penyimpanan akibat pakan menyerap uap air dari udara menyebabkan pertumbuhan jamur semakin
meningkat karena bertambah banyak spora jamur dari udara terbawa masuk. Kadar aflatoksin dalam dedak padi meningkat seiring
dengan meningkatnya kadar air dedak padi selama penyimpanan. Species Aspergillus dan Penicillium sangat cepat tumbuh pada biji-
bijian, kacang-kacangan dan produk lainnya selama proses penyimpanan terutama jika kandungan air bahan cukup tinggi. J enis jamur
yang menyebabkan kerusakan bahan pakan butiran dan bijian selama penyimpanan dan bentuk kerusakan yang ditimbulkannya,
seperti ditampilkan pada Tabel dibawah ini
J enis J amur Perusak Bahan Pakan Butiran dan Bijian Selama Penyimpanan
J enis J amur Kadar Air
Optimal (%)
Bentuk Kerusakan
Aspergillus
halophilicus
13.5 14.3 warna berubah (gelap), mematikan embrio
A. restrictus 13.8 14.5 Warna berubah (gelap), mematikan embrio, spora
menyebabkan bau apek
A.glaucus 14.0 14.5 warna berubah (gelap), mematikan embrio, spora
menyebabkan bau apek
A.candidus 15.0 15.5 warna berubah, mematikan embrio, spora
menyebabkan bau apek, suhu tumpukan
meningkat
A.ochraceus 15.0 15.5 warna berubah, mematikan embrio, menghasilkan
racun okhratoxin
A.flavus 17.5 18.5 warna berubah (gelap), mematikan embrio,
mengahasilkan racun aflatoxin
Chaetomium sp Mempengaruhi daya kecambah, degradasi
84
sellulosa
Penicillium
cyclopium
17.0 23.0 Menyebabkan pembusukan, perubahan warna
nyata, produksi mycotoxin
Penicillium sp 17.0 23.0 Menyebabkan pembusukan, perubahan warna
nyata, mycotoxin
Trichothecium
spp
17.0 23.0 perubahan warna, menghasilkan T
2
-toxin
(trichothecenes)
Sumber : Williams (1991)
A.flavus dan A.parasiticus memerlukan kelembaban relatif untuk pertumbuhan dengan batas optimum 82 - 85 % dan suhu 30 -
32C, sedangkan kondisi optimum untuk menghasilkan aflatoksin adalah pada suhu 25 - 30C dengan kelembaban relatif 85 % dan
pertumbuhan jamur tersebut optimum pada kandungan air 15 - 30 %.
Aflatoksin adalah racun hasil metabolisme sekunder dari kapang A. flavus dan A. parasiticus yang banyak dijumpai pada
berbagai pakan yang berasal dari komoditi pertanian maupun hasil sampingannya. Adanya pengaruh lingkungan yang mendukung
pertumbuhan kapang tersebut dan penyimpanan bahan yang kurang memadai menyebabkan kontaminasi aflatoksin dapat terjadi setiap
saat dan disetiap tempat. Aflatoksin diberi nama sesuai penampakan pada kromatografi lapis tipis (TLC) yaitu B
1
dan B
2
untuk
fluoresensi biru dan G
1
dan G
2
untuk fluoresensi hijau. Kadar toksisitas dari tiap jenis aflatoksin berdeda, yang paling toksik adalah
aflatoksin B
1
dengan urutan kadar toksisitas adalah B
1
>G
1
>B
2
>G
2
.
Di daerah tropis dengan kelembaban relatif tinggi, praktis tidak ada bahan yang tidak terkontaminasi oleh aflatoksin.
Kontaminasi aflatoksin pada pakan ternak dapat dikurangi dengan mengendalikan fungi penghasil aflatoksin dan detoksifikasi.
Beberapa bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan A.flavus adalah etilen oksida, sulfur oksida, theobromine, etil alkohol,
metil alkohol, asam asetat, asam propionat, sodium bisulfat dan amonium polipropionat.
Pengaruh aflatoksin terhadap kesehatan ternak terutama ternak unggas telah banyak dipublikasikan. Tergantung pada tinggi
rendahnya level aflatoksin dalam bahan pakan, jenis dan umur ternak, maka pengaruh negatif aflatoksin dapat bervariasi mulai dari
85
tingkat aflatoksikosis ringan sampai dengan kematian, dan aflatoksin dapat menjadi penyebab kerugian dalam usaha peternakan
melalui makanan ternak.
Kerugian di bidang peternakan yang disebabkan oleh aflatoksin meliputi beberapa hal, yaitu dapat menurunkan kuantitas dan
kualitas produksi (telur dan daging), terganggunya fungsi metabolisme dan absorbsi lemak, tembaga, besi, kalsium, fosfor, beta-
karoten serta memperlemah sistem kekebalan. Selain itu dengan adanya aflatoksin dalam pakan perlu diimbangi dengan kebutuhan
energi, protein, vitamin yang lebih tinggi yang menyebabkan biaya produksi menjadi lebih mahal. Aflatoksin dapat menurunkan
pertambahan berat badan pada itik, kalkun, angsa, burung. dan pada ayam menyebabkan pertumbuhan menurun, konversi makanan
tidak efisien, pembesaran hati, jantung dan pankreas, serta pucatnya warna jengger, kaki dan sumsum tulang.
C. Indikator Penilaian
Indikator penilaian terdiri dari menentukan Bentuk pengolahan pakan, aspek penyimpanan yang mempengaruhi kualitas pakan,
hubungan pengolahan dan penyimpanan pakan. Sedangkan dalam diskusi / presentasi kelompok indikator penilaian terdiri dari : keaktifan
individu dalam kelompok, kesiapan dan kerjasama kelompok, penyajian dan penguasaan materi
BAB III. PENUTUP
Proses pengolahan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap mutu pakan jadi (ransum), disamping faktor
lain, seperti bahan baku, bahan tambahan, serta perhitungan formulasi.
Penyimpanan pakan sebaiknya pada tempat yang tidak terlalu gelap. Hal ini bertujuan untuk mencegah timbulnya proses
enzimatis pada pakan yang berakibat penurunan mutu produk. Disamping itu, tempat penyimpanan harus tidak lembap (diusahaklan di
tempat yang kering dan bervertilasi). Kerusakan bahan pakan yang dapat terjadi karena penyimpanan yang buruk antara lain
kerusakan fisik dan mekanik, kerusakan kimiawi, kerusakan enzimatik, dan kerusakan biologis yang terjadi akibat serangan
serangga, binatang pengerat, burung, mikroorganisme selama penyimpanan.

86



















DAFTAR PUSTAKA
87
Bolsen, K.K., G. Ashbell and J .M. Wilkinson. 1995. Silage Additives. In : Biotechnology in Animal Feed and Animal Feeding.
Editors : RJ Wallace and A. Chesson. VCH, Weinheim

Henderson, N. 1993. Silage additives. Anim.Feed and Tech. 45 : 35-56

Ibrahim, M.N.M. 1983. Physical, chemical, physico-chemical and biological treatment of crop residues. An Overline I Workshop
AFAR, Los Banos

Komar, A. 1984. Tehnologi pengolahan jerami sebagai makanan ternak. Yayasan Dian Grahita, J akarta

Rechcigl, M. J r. 1882. Handbook of Nutritive Value of Processed Food. Vol. II Animal Feedstuff. CRC Press, Inc. Boca Raton,
Florida.

Hall, C.W. 1970. Handling and Storage of Food Grains in Tropical and Subtropical Areas. FAO, Rome.















88











MODUL V1

JUDUL : FORMULASI RANSUM TERNAK
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Isi
C. Kaitan Modul
D. Sasaran Pembelajaran Modul
BAB II. Pembahasan
A. Fungsi Gizi Bagi Ternak Unggas
B. Pemilihan Bahan untuk Ransum
C. Aspek kegiatan pedoman penyusunan ransum
D. Metode penyusunan ransum

BAB III. PENUTUP
89
DAFTAR PUSTAKA

















BAB.I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
90
Pedoman formulasi ransum adalah suatu acuan dasar/patokan dalam menghitung formulasi ransum untuk ternak unggas.
Acuan dasar yang digunakan berpedoman pada nilai teknis dan ekonomis dari bahan yang akan digunakan, sehingga pada akhirnya
diharapkan akan dihasilkan formulasi pakan yang berkualitas mendekati produksi pabrik dengan biaya yang lebih murah. Kegunaan
dari formulasi ransum adalah untuk menuangkan pengetahuan tentang zat/beberapa bahan makanan menjadi suatu makanan (ransum)
yang dapat memenuhi kebutuhan ternak yang mempunyai tingkat produksi tertentu yang dikehendaki oleh peternak.
Berbicara mengenai penyusunan ransum ternak tidak terlepas dari masalah gizi untuk ternak itu sendiri. Karena itu dalam
penyusunan formulasi ransum seseorang terlebih dahulu harus mengetahui fungsi gizi dan jumlah kebutuhan gizi ternak, pemilihan
bahan untuk ransum, aspek kegiatan pedoman penyusunan ransum dan metode penyusunan ransum.

B. Isi Ruang Lingkup : A.Fungsi Gizi Bagi Ternak
B. Pemilihan bahan untuk Ransum
C. Aspek kegiatan pedoman penyusunan ransum
D. Metode penyusunan ransum

C. Kaitan modul : Modul ini merupakan modul keenam setelah mahasiswa
memahami modul pengolahan dan penyimpanan pakan.

D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu memilih, menyusun dan membuat formulasi ransum dengan berbagai
metode sesuai standar kebutuhan jenis ternak khususnya ternak unggas.

91

BAB II. PEMBAHASAN

A. Fungsi Gizi Bagi ternak
Gizi dibutuhkan ternak untuk mempertahankan hidup dan berproduksi. J ika gizi yang terdapat dalam ransum kurang atau
hanya mencukupi kebutuhan untuk mempertahankan hidup saja, maka ternak yang dipelihara menjadi tidak produktif. Untuk hidup
dan berproduksi ternak membutuhkan protein, mineral, energi dan vitamin. Semua zat gizi tersebut harus ada dalam ransum dalam
jumlah yang proporsional.

B. Pemilihan Bahan untuk Ransum
Bahan-bahan yang akan digunakan sebagai ransum (untuk ternak unggas) harus dipilih dari bahan-bahan yang memenuhi
syarat :
- Berkualitas bagus
- Tidak berjamur atau berdebu
- Bahan tergiling halus, sehingga ayam tidak memilih biji-bijian melulu dan meninggalkan konsentratnya
- Bahan yang hendak dipakai harus fresh (baru), sebab bahan yang telah lama tersimpan zat-zat yang terkandung didalamnya telah
rusak atau menjadi tengik dan tidak enak.
- Bahan yang tidak terlampau banyak mengandung serat kasar, garam dan lemak, sebab bahan yang banyak mengandung serat kasar
akan sukar dicerna, sedangkan bahan yang banyak mengandung garam akan menimbulkan keracunan
- Bahan-bahan yang tidak palsu

92
C. Pedoman penyusunan ransum
Pedoman dalam menyusun formulasi ransum meliputi aspek-aspek kegiatan antara lain 1). studi/kajian kelayakan yaitu suatu
kajian dasar dalam penyusunan ransum. Dengan adanya studi kelayakan dalam pengadaan bahan baku dasar penyusunan
ransum,diharapkan resiko yang muncul dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam studi kelayakan ini dibahas kajian mengenai pengadaan bahan baku yang akan digunakan untuk ransum, yang meliputi aspek-
aspek ; Potensi darah, ketersediaan bahan baku ( jumlah dan kontinuitas bahan baku ),ekonomis ( harga dan persaingan dengan
kebutuhan manusia ), alternatif bahan baku pengganti.2).Riset terapan yang merupakan kelanjutan dari evaluasi data yang diperoleh
dari studi kelayakan di lapangan. Misalnya dari hasil studi kelayakan diperoleh 9 bahan baku pakan yang dapat digunakan, antara lain:
jagung, tupung, ikan, bungkil, kedelai,bungkil kacang tanah, bungkil kelapa,tepung tulang, tepung kerang, dedak halus, dan susu
bubuk. Dari 9 bahan baku pakan tersebut kemudian disusun beberapa formulasi ransum untuk ternak unggas, yang secara teknis dan
ekonomis telah memenuhi syarat. Tetapi ternyata formulasi tersebut kurang disukai oleh ternak unggas.3).Analisis perhitungan
formulasi nutrisi pakan, dalam penyusunan ransum untuk ternak diperlukan beberapa anlisis yang yang berhubungan dengan bahan
baku pakan, tingkat kebutuhan ternak dan ambang batas penggunaan bahan baku pakan. Masing- masing analisis mempunyai
spesifikasi yang berbeda tetapi satu sama lain saling berhubungan. Analisis bahan baku pakan adlah analisis yang menyangkut jumlah
nutrisi/gizi yang ada dalam bahan pakan. Hal ini menyangkut perserentase kandungan gizi pakan meliputi : protein, lemak
karbohidrat, vitamin, mineral dan energi yang ada dalam bahan pakan.

B. Metode Penyusunan Ransum
Sebelum memulai bermanipulasi dengan berbagai cara perhitung, hendaknya dimulai dengan langkah memperkirakan
kebutuhan zat makanan dari ternak bersangkutan. Untuk itu dibutuhkan suatu tabel kebutuhan zat makanan (kalau berupa tabel,
93
umumnya direkomendasikan ) yang akan digunakan sebagai patokan. Data komposisi zat makanan dari berbagai bahan makanan
biasanya tersedia dalam bentuk persen dari as fed, kering udara atau kering oven.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam menghitung formulasi ransum, ada yang secara manual maupun dengan
menggunakan program komputer. Cara perhitungan yang akan dibahas dalam modul ini mencakup 3 teknik perhitungan formulasi
ransum yaitu :
1. Teknik coba-coba (trial and error)
2. Teknik pearson squere method (teknik segiempat person)
3. Teknik persamaan matematik
4. linear programming (biasanya digunakan dalam menggunakan komputer) dan lain-lain.
Formulasi ransum yang disusun biasanya berpedoman kebutuhan protein, energi atau berpedoman imbangan protein-energi
khususnya banyak dilakukan dalam menyusun formulasi ransum ternak unggas. Perhitungan formulasi ransum berpedoman protein
artinya menghitung formulasi pakan dengan melihat besarnya kandungan protein dalam bahan baku pakan dan besarnya kebutuhan
protein ternak. Formulasi ransum berpedoman energi merupakan perhitungan dengan mengabaikan kandungan protein dalam ransum
dan kebutuhan protein ternak, cara ini banyak sekali digunakan karena secara teoritis ternak memerlukan pakan untuk kebutuhan
energinya. Sedangkan formulasi ransum berpedoman imbangan protein-energi memperhitungkan kombinasi kebutuhan protein dan
energi sehingga dalam penggunaannya lebih tepat guna selain itu juga lebih memperhatikan kebutuhan gizi lainnya.
Dalam formulasi ransum juga dikenal istilah tipe ransum, yang dimaksud tipe ransum adalah lengkap dan tidak lengkap. Yang
dimaksud ransum lengkap adalah ransum yang disusun demikian rupa sehingga tidak membutuhkan lagi tambahan bahan/zat makanan
apa pun dari luar dan siap diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dari hewan bersangkutan. Sedangkan ransum
tidak lengkap dapat dibagi atas dua macam yaitu ransum berupa konsentrat yang akan ditambahkan pada hijauan dan ransum berupa
94
sumber protein (atau sumber zat-zat makanan lainnya) yang akan ditambahkan pada ransum lain yang rendah akan protein (atau zat
makanan lainnya).







BAB III. PENUTUP

Formulasi merupakan salah satu tahap operasi esensial dalam pengolahan pakan. Akurasi penyusunan formulasi sangat
menentukan hasil produksi yang diperolah atau feed convertion ratio (FCR) dan efisiensi biaya pengolahan. Sebaliknya kekeliruan
didalam formulasi selain berpengaruh terhadap efek pertumbuhan ternak juga mengakibatkan pemborosan pemakaian bahan baku,
defisiensi nutrisi, serta menimbulkan efek terhadap penurunan daya tahan terhadap penyakit.Upaya untuk mengatasi hal tersebut dapat
dilakukan dengan menyusun suatu formulasi pakan seimbang dan bermutu dengan menggunakan teknik atau metode formulasi yang
tepat dengan mempertimbangkan kebutuhan zat makanan ternak yang bersangkutan, ketersedian bahan makanan, tipe ransum yang
dikehendaki dan lain sebagainya.



95

















DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, H.R. 1995. Nutrisi Aneka ternak Unggas. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, J akarta.

Parakassi, A. 1999. Ilmu Nutrisi Dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia.
96

Sutardi, 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor

McDonald, P., RA. Edwards, J FG. Greenhalgh, and CA. Morgan. 2002. Animal Nutriotion. Prentice Hall

Mustari,S.P. dkk., 2000. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit. CV. Amissco. J akarta.

















97





RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL

Matakuliah Pengemasan, Pengepakan dan Labeling (410I123)












Oleh:

( Hikmah M. Ali, S.Pt, M.Si / Koordinator)


Program Studi: Teknologi Hasil Ternak
Fakultas : Peternakan
Universitas Hasanuddin,
98
Makassar
13 September 2007

99

Daftar Isi


No Hal.
1 Sampul 1
2 Halaman Pengesahan 2
3 Daftar Isi 3
4 Tabel Kompetensi Kurikulum PS 4
5 Rancangan Pembelajaran Matakuliah 6
6 Tabel Penilaian Kinerja Mahasiswa 8
7 Kontrak Pembelajaran 10
8 Buku Panduan Kerja Keterampilan (Bila ada)
9 Buku Pegangan Tutor (Modul .)
10 Buku Kerja Mahasiswa (Modul ..)
11 Lembar Penilaian Indikator Pencapaian Kompetensi
12 Lembar Konsultasi

Catatan:
1. Laporan yang harus segera di setor ke LKPP memuat Daftar isi No 1 s.d. 8, dan No. 13.
2. Daftar Isi No. 9 s.d. 12 akan diperoses untuk kebutuhan selanjutnya.







100
TABEL KOMPETENSI PROGRAM STUDI
ELEMEN KOMPETENSI
KELOMPOK
KOMPETENSI
NO RUMUSAN KOMPETENSI
a b c d e
1
Kemampuan dalam memahami sains dasar dan ilmu
peternakan

2
Kemampuan dalam memahami prinsip dasar ilmu
peternakan dan pengolahan hasil ternak

3
Kemampuan dalam menerapkan sains dasar dan ilmu
peternakan dalam bidang peternakan dan pengolahan
hasil ternak

4
Kemampuan dalam manajemen teknologi peternakan
dan pengolahan hasil ternak

5 Kemampuan dalam perencanaan dan analisis data
6
Kemampuan dalam penerapan teknologi peternakan
dan pengolahan hasil ternak

7
Kemampuan dalam menerapkan prinsip ilmu ekonomi
dan pemasaran

KOMPETENSI
UTAMA
8
Kemampuan dalam menerapkan prinsip pengendalian
mutu dan perlindungan keamanan produk hasil
ternak

9 Kemampuan dalam penguasaan bahasa Inggeris
10
Kemampuan bekerjasama, baik sebagai pimpinan
maupun anggota dari sebuah tim kerja

11
Kemampuan berkomunikasi dan beradaptasi dalam
lingkungan kerja

KOMPETENSI
PENDUKUNG
12 Kemampuan memotivasi stakeholder dalam
101
pengembangan peternakan
13
Kemampuan untuk terlibat dalam kehidupan sosial
bermasyarakat berdasarkan budaya bahari

KOMPETENSI
LAINNYA
14
Kemampuan mengembangkan diri dan berfikir secara
logis dan analitis untuk menyelasaikan masalah-
masalah yang dihadapi secara profesional


ELEMEN KOMPETENSI :
a. landasan kepribadian;
b. penguasaan ilmu dan keterampilan;
c. kemampuan berkarya;
d. sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang
dikuasai;
e. pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya

102
RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KBK
MATAKULIAH : PENGEMASAN, PENGEPAKAN DAN LABELING (410I123)

Kompetensi Utama : Kemampuan dalam menerapkan (analisis dan evaluasi) prinsip pengendalian mutu dan
perlindungan keamanan pada produk hasil ternak (Kompetensi N0 8)

Kompetensi Pendukung : Kemampuan komunikasi, berpikir logis dan analisis, kreativitas, dan kerjasama team
(Kompetensi No 10, 11, 12 dan 14 PS THT)

Kompetensi Lainnya (Institusial) : - Kemampuan dalam penguasaan bahasa inggris (Kompetensi No 9)
- Kemampuan memotivasi stakeholder dalam pengembangan peternakan (No. 12)

Minggu
ke :
Materi
Pembelajaran
Bentuk
Pembelajaran
Kompetensi Akhir Sesi
Pembelajaran
Indikator Penilaian
Bobot
Nilai
(%)
1
Informasi Kontrak
dan Rencana
Pembelajaran
Kuliah Interaktif,
Diskusi
Terbentuk 3 kelompok
diskusi lengkap dengan
ketua dan sekretaris

2 5
Karakteristik
Kemasan dan
Kualitas Produk :
- Sejarah, Fungsi
dan klasifikasi
kemasan,
- Pengemasan dan
penyimpangan
mutu
- Pengemasan
hermetis dan
modified atmosfir
Kuliah Interaktif,
cooperative
learning, port
folio, Diskusi
Mampu Menemukan paling
sedikit 20 fungsi kemasan,
mengkalisifikasi kemasan
dan menjelaskan
hubungannya dengan mutu
produk
Ketepatan konsep,
kejelasan uraian, dan
kemutakhiran bahan
pustaka (bahasa asing),
serta tumbuhnya
kemampuan komunikasi,
menganalisis, kreativitas,
kedisiplinan, kerjasama
team
25
103
6 10
J enis dan
karakteristik Bahan
Kemasan serta
desain dan labeling
Kuliah interaktif,
colaborative
learning, diskusi
kelompok
Mampu menyusun portfolio
tentang perbedaan dan
persamaan karakteristik
bahan kemas, disain dan
labeling kemasan
Kelengkapan isi, kejelasan
dan penguasaan konsep,
dan kemutakhiran pustaka
(bahasa asing), serta
kreatifitas, kemampuan
komunikasi, menganalisis,
kreativitas, kedisiplinan,
kerjasama team
35
11 16
J enis dan disain
kemasan produk
hasil ternak : daging,
susu dan telur
Kuliah Interatif,
Pj.BL, Presentasi
Kelompok
Mampu Menyusun Portfolio
tentang jenis bahan dan
desain kemasan serta
labeling kemasan yang
tepat untuk minimal 1
produk hasil ternak dari
daging, susu maupun telur
Kelengkapan isi, kejelasan
dan penguasaan konsep,
dan kemutakhiran pustaka
(bahasa inggris), serta
kreatifitas, kemampuan
komunikasi, menganalisis,
kreativitas, kedisiplinan,
kerjasama team
40

Catatan : Kompetensi Utama, Pendukung dan Lainnya (Institusional) di adopsi dari Kurikulum
104

KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN DAN
INDIKATOR PENILAIANNYA
Mampu Menemukan paling sedikit 20 fungsi kemasan, mengkalisifikasi
kemasan dan menjelaskan hubungannya dengan mutu produk (25%)
No NIM NAMA MAHASISWA
Ketepatan
konsep
kejelasan
uraian
kemutakhir
an pustaka
Kemam-
puan
komunikasi
Kemam-
puan
analisis
Kreatifitas
Kedi-
siplinan
Kerjasama
team
1 I 411 02 032 Rusnadi Salu
2 I 411 02 044 Arman M
3 I 411 02 059 Agustinus Takke
4 I 411 03 010 Herman
5 I 411 03 013 A. Mansur Mappaewa
6 I 411 03 019 Irma Suryani
7 I 411 03 021 Sulaiman
8 I 411 04 004 Nur Ilham Akbar
9 I 411 04 005 Muh. Nayazi
.







105

KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN DAN
INDIKATOR PENILAIANNYA
Mampu menyusun portfolio tentang perbedaan dan persamaan karakteristik
bahan kemas, disain dan labeling kemasan (35%)
No NIM NAMA MAHASISWA
Kelengkap
an isi
kejelasan
konsep
Kemu-
takhiran
pustaka
Kemam-
puan
komunikasi
Kemam-
puan
analisis
Kreatifitas
Kedi-
siplinan
Kerjasama
team
1 I 411 02 032 Rusnadi Salu
2 I 411 02 044 Arman M
3 I 411 02 059 Agustinus Takke
4 I 411 03 010 Herman
5 I 411 03 013 A. Mansur Mappaewa
6 I 411 03 019 Irma Suryani
7 I 411 03 021 Sulaiman
8 I 411 04 004 Nur Ilham Akbar
9 I 411 04 005 Muh. Nayazi
.


106

KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN DAN
INDIKATOR PENILAIANNYA
Kelengkapan isi, kejelasan dan penguasaan konsep, dan kemutakhiran
pustaka, serta kreatifitas, kemampuan komunikasi, menganalisis, kreativitas,
kedisiplinan, kerjasama team (40%)
No NIM NAMA MAHASISWA
Kelengkap
an isi
kejelasan
konsep
Kemu-
takhiran
pustaka
Kemam-
puan
komunikasi
Kemam-
puan
analisis
Kreatifitas
Kedi-
siplinan
Kerjasama
team
1 I 411 02 032 Rusnadi Salu
2 I 411 02 044 Arman M
3 I 411 02 059 Agustinus Takke
4 I 411 03 010 Herman
5 I 411 03 013 A. Mansur Mappaewa
6 I 411 03 019 Irma Suryani
7 I 411 03 021 Sulaiman
8 I 411 04 004 Nur Ilham Akbar
9 I 411 04 005 Muh. Nayazi
.







107

KONTRAK PEMBELAJARAN

Nama Mata Kuliah : Pengemasan, Pengepakan, dan Labeling
Kode Mata Kuliah : 410I123
Pembelajar : Hikmah M. Ali, S.Pt, M.Si
Semester : Ganjil (VII)
Hari Pertemuan/J am : Senin / 08.00 09.40
Tempat Pertemuan : RK 01

1. MANFAAT MATA KULIAH

Mata kuliah ini merupakan mata kuliah pilihan kurikulum Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan yang dapat
diprogramkan oleh setiap mahasiswa dari Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan. Pengemasan, Pengepakan
dan Labeling adalah mata kuliah lanjutan yang mengantar pembelajar memahami dan menganalisis fungsi dan jenis kemasan,
sifat-sifat fisik dan kimiawi bahan kemasan, teknik pengemasan, pengepakan dan labeling yang digunakan dalam industri pangan
hasil ternak. Penguasaan terhadap konsep tersebut akan membantu mahasiswa dalam memahami prinsip penentuan jenis bahan
kemasan, desain kemasan, serta lebaling yang tepat untuk setiap produk hasil ternak, sehingga produk tersebut menjadi aman
dalam penyimpanan dan distribusi, dan dapat diterima oleh konsumen dalam kondisi yang baik.
2. DESKRIPSI MATA KULIAH
Membahas tentang fungsi dan jenis kemasan, sifat-sifat fisik dan kimiawi bahan kemasan, teknik pengemasan, pengepakan dan
labeling yang digunakan dalam industri pangan hasil ternak
108
3. TUJ UAN PEMBELAJ ARAN
1. Menemukan paling sedikit 20 fungsi kemasan, mengkalisifikasi kemasan dan menjelaskan hubungannya dengan mutu
produk
2. Mampu menjelaskan sifat-sifat fisik dan kimiawi bahan kemasan yang dapat dipergunakan pada produk hasil ternak
3. Mampu menentukan jenis bahan dan desain kemasan serta labeling kemasan yang tepat untuk minimal 1 produk hasil
ternak dari daging, susu maupun telur.
4. Mampu menyusun portfolio tentang karakteristik desain kemasan dan labeling salah satu produk ternak dan menyelesaikan
problem yang dihadapi produk tersebut dengan desain dan labeling yang ada.

109
4. ORGANISASI MATERI




















01. Sejarah dan Fungsi
kemasan pada produk pangan
02. Pengemasan dan
penyimpangan mutu
04. Pengemasan hermetis dan
Modified Atmosfir
05. J enis serta karakteristik
Fisik dan Kimia Bahan
06. Teknik desain kemasan dan
labeling
03. J enis dan klasifikasi
kemasan
07. J enis bahan dan desain
kemasan daging dan produk daging
08. J enis bahan dan desain
kemasan susu dan produk susu
09. J enis bahan dan desain
kemasan telur dan produk telur
110

5. STRATEGI PEMBELAJARAN

Mata kuliah ini menggunakan metode Ceramah interaktif yang dipadu dengan metode Cooperative/Collaborative Learning pada
topik yang menuntut keterampilan bekerja secara Tim seperti pada penyelesaian tugas kajian pustaka dan penyusunan Portofolio.
Sedang, pada tugas-tugas yang bersifat kerja individu digunakan metode kombinasi kuliah interaktif, PBL, dan atau Pj.BL.
Perkembangan kemajuan peserta dipantau melaui aktivitas Tutorial dan presentasi di depan kelas. Dokumen perjalanan
pengalaman belajar mahasiswa menyangkuit hasil diskusi-diskusi kelompok, hasil penelusuran pustaka, dan penilaian selama
proses pembelajaran diilaporkan dalam bentuk Dokumen Portofolio mahasiswa per individu.

6. MATERI/BAHAN BACAAN

1. Anonim. 2006. Pengemasan Produk Hasil Ternak. Direktorat J enderal Pengolahan Hasil Pertanian, Deptan. J akarta.
2. Ahvenainen, R. 2003. Novel food packaging techniques. First Edition. Woodhead Publishing Limited and CRC Press
LLC, Boca Raton.
3. Blanchfield, J . R. 2000. Food labeling. Woodhead Publishing Limited and CRC Press LLC, Boca Raton
4. Tung, M. A., I. J. Britt, and S. Yada,2000. Packaging Considerations. In : Food shelf life stability : chemical,
biochemical, and microbiological changes / edited by N.A. Michael Eskin and David S. Robinson. CRC Press LLC, Boca
Raton.
5. Syarif, R., S. Santausa dan S. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan,
PAU-Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


111
7. TUGAS-TUGAS

1. Buku bacaan materi kuliah telah dibaca oleh mahasiswa sebelum mengikuti perkuliahan.
2. Mahasiswa diwajibkan menyelesaikan tugas yang diberikan dan dikumpul sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

8. KRITERIA PENILAIAN


Kriteria yang dinilai pada mata kuliah ini sebagai berikut :
1. Ketepatan konsep, kejelasan uraian, dan kemutakhiran bahan pustaka, serta tumbuhnya kemampuan komunikasi,
menganalisis, kreativitas, kedisiplinan, kerjasama team pada diskusi kelompok dan penyusunan portfolio fungsi dan klasifikasi
kemasan (30 %)
2. Kelengkapan isi, kejelasan dan penguasaan konsep, dan kemutakhiran pustaka, serta kreatifitas, kemampuan komunikasi,
menganalisis, kreativitas, kedisiplinan, kerjasama team pada diskusi kelompok dan penyusunan portfolio jenis bahan kemas
serta desasin dan labeling (30 %)
3. Kelengkapan isi, kejelasan dan penguasaan konsep, dan kemutakhiran pustaka, serta kreatifitas, kemampuan komunikasi,
menganalisis, kreativitas, kedisiplinan, kerjasama team pada diskusi kelompok dan penyusunan portfolio desain kemasan
produk hasil ternak.(40%)

Penentuan nilai akhir (A, B, C, dan E) berdasarkan PAP

A = >85
B = >70 - 85
112
C = >60 - 70
E = <60

Atau berdasarkan distribusi normal (A, B, C, dan E)


9. NORMA AKADEMIK

a. Mahasiswa harus berpakaian rapih dan pakai sepatu
b. Mahasiswa wajib membawa minimal satu buku teks tentang teknologi hasil ternak (buku ajar)
c. Peserta matakuliah yang menunjukkan prestasi yang memuaskan diangkat menjadi Peer Tutor.

10. JADWAL PEMBELAJARAN

Minggu Topik Bahasan Metode Dosen
I Informasi Kontrak dan Rencana Pembelajaran
Sejarah dan Fungsi kemasan pada produk pangan
Kuliah Interatif, Diskusi Hikmah M Ali
II. Pengemasan dan hubungannya dengan penyimpangan mutu
produk
Kuliah Interatif, Diskusi Hikmah M Ali
III J enis dan klasifikasi kemasan Kuliah Interatif, Diskusi Hikmah M Ali
IV. Pengemasan hermetis dan aseptic Kuliah Interaktif, Diskusi Prof. Effendi
Abustam
V Pengemasan Modified Atmosfir Kuliah Interaktif, Diskusi Prof. Effendi
Abustam
VI. J enis serta karakteristik Fisik dan Kimia Bahan Kemasan :
Plastik
Kuliah Interatif, Cooperative
Learning, Presentasi Kelompok
Wahniyathi Hatta
113
VII J enis serta karakteristik Fisik dan Kimia Bahan Kemasan :
Gelas
Kuliah Interatif, Cooperative
Learning, Presentasi Kelompok
Wahniyathi Hatta
VIII J enis serta karakteristik Fisik dan Kimia Bahan Kemasan :
Kertas
Kuliah Interatif, Cooperative
Learning, Presentasi Kelompok
Wahniyathi Hatta
IX J enis serta karakteristik Fisik dan Kimia Bahan Kemasan :
Logam
Kuliah Interatif, Cooperative
Learning, Presentasi Kelompok
Wahniyathi Hatta
X. Teknik desain kemasan dan labeling Diskusi kelompok +Portofolio +
Uji Kompetensi
Hikmah M Ali
XI J enis bahan dan desain kemasan daging dan produk daging Kuliah interaktif +Pj.BL +
Diskusi Kelompok +Portofolio
Prof. Effendi
Abustam
XII. J enis bahan dan desain kemasan daging dan produk daging Kuliah interaktif +Pj.BL +
Diskusi Kelompok +Portofolio
Prof. Effendi
Abustam
XIII. J enis bahan dan desain kemasan daging dan produk daging Kuliah interaktif +Pj.BL +
Diskusi Kelompok +Portofolio
Prof. Effendi
Abustam
XIV. J enis bahan dan desain kemasan susu dan produk susu Kuliah interaktif +Pj.BL +
Diskusi Kelompok +Portofolio
M. Irfan Said
XV. J enis bahan dan desain kemasan susu dan produk susu Kuliah interaktif +Pj.BL +
Diskusi Kelompok +Portofolio
M. Irfan Said
XVI. J enis bahan dan desain kemasan telur dan produk telur Kuliah interaktif +Pj.BL +
Diskusi Kelompok +Portofolio
M. Irfan Said

114

Anda mungkin juga menyukai