Anda di halaman 1dari 3

Hukum Menambah Nama Suami di Belakang Nama Istri

Pertanyaan:
assalamualaikum Wr.Wb.
mohon bertanya apa hukumnya menambah nama suami dibelakang nama isteri, seperti
misalnya HIllary clinton yg menambah nama suaminya (clinton) dari bill clinton,
kalau dari lajnah daimah saudi dibilang gak boleh, adakah dari fatwa lembaga lai
n berpendapat lainnya atau kah sama, ataukah ada pendapat2 dari fiqh 4 mazhab yg
berpendapat dalam masalah ini, mengingat ini adalah masalah kontemporere, terim
akasih, mohon reply juga postingan di webnya ke e-mail saya, wass. jazakumullah
khoiron
Jawaban:
Segala puji bagi Allah shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kit
a Nabi Muhammad kepada para keluarganya sahabatnya dan yang mengikuti mereka den
gan baik hingga hari kiamat. Amma ba'du:
Penisbatan istri kepada nama suaminya merupakan hal yang belum dikenal dizaman p
ara salasus shalih dahulu, namun baru dikenal dizaman ketika kaum muslimin mulai
berinteraksi dengan budaya barat yang memang tidak memiliki jati diri.
Dalam ajaran Islam seorang istri tidak boleh menambahkan nama suaminya atau nama
keluarga suaminya yang terakhir setelah namanya sebagaimana banyak terjadi kepa
da non-muslim berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (3508) bahw
a Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Artinya: (tidaklah seseorang mendakwakan kepada selain ayahnya sedangkan dia men
getahuinya kecuali dia telah kafir, barangsiapa yang mendakwakan kepada suatu ka
um sedangkan dia tidak memiliki nasab dari mereka, maka hendaklah dia memesan te
mpatnya dalam neraka).
: ( ..
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: (Barangsiapa yang menisbatka
n dirinya kepada selain ayahnya, maka baginya laknat Allah, para malaikat dan ma
nusia seluruhnya) HR Ibnu Majah(2599) dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dala
m Shahihul Jami (6104).
Dalam dua hadits diatas ada ancaman keras bagi yang mengganti nama ayahnya atau
keluarganya dan menisbatkan dirinya kepada keluarga atau kaum yang bukan asalnya
.
Disamping itu perbuatan ini juga merupakan tasyabuh (menyerupai) orang-orang kaf
ir, karena tradisi yang tercela ini tidak pernah dikenal kecuali dari mereka, da
n dari merekalah sebagian kaum muslimin yang awam mengadopsinya.
Dalam perbuatan itu juga ada unsur pengingkaran seorang wanita kepada keluargany
a dimana hal itu bertentangan dengan sifat kebajikan, ihsan dan akhlak yang muli
a.
Sesungguhnya sangat banyak pengaruh dari tasyabuh dengan orang-orang barat dalam
hal pemberian nama, diantaranya yang banyak terjadi sekarang ini yaitu dengan m
enghapus antara namanya dan bapaknya sebutan bin atau binti, yang dahulu sebabny
a adalah karena sebagian keluarga mengangkat sebagian orang menjadi anak angkat,
sehingga mereka menambahkan nama mereka dibelakangnya, maka jadilah mereka (ful
an fulan), yaitu untuk membedakan anak kandung mereka yang dipanggil (fulan bin
fulan), kemudian pada abad 14 H mereka mulai menghapus sebutan bin atau binti da
ri anak kandung mereka dimana hal itu merupakan perkara yang diingkari baik seca
ra bahasa, adat maupun syarie.
Diantara pengaruh lain dari penisbatan istri kepada nama suaminya karena aslinya
: bahwa seorang wanita haruslah dipanggil (fulanah binti fulan), bukan (fulanah
istri fulan) meskipun kita tahu bahwa suami memiliki kedudukan sangat tinggi bag
i istrinya, bahkan Nabi shallallahu alaihi wasallam mengatakan seandainya sujud k
epada manusia diperbolehkan niscaya seorang istri diperintahkan untuk sujud kepa
da suaminya.
Dalam hal ini Allah Taalaa berfirman:
{ } [ :5]
Artinya: (panggilah mereka kepada bapak-bapak mereka itu lebih adil disisi Allah
) [QS Al-Ahzab:5].
Perintah ini tidak hanya berlaku di dunia tetapi juga di akhirat sebagaimana sab
da Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
"
Sesungguhnya pengkhianat akan dikibarkan untuknya bendera pada hari kiamat, lalu
dikatakan inilah pengkhianatan fulan bin fulan HR Imam Bukhari (5709) dan Muslim
(3265).
Syeikh Bakr Abu Zaid hafidhohullah berkata: ini termasuk rahasia dalam syariat,
karena penisbatan kepada bapak lebih kuat untuk dikenal, dan lebih dalam untuk d
ibedakan, karena bapak adalah yang memiliki hak kepemimpinan atas anaknya dan ib
u anaknya di rumah dan di luar. Oleh karena itu bapak muncul dalam perkumpulan d
an pasar-pasar, dan dia rela menempuh bahaya dalam safarnya untuk mendapatkan ri
zki yang halal dan berusaha demi kebaikan dan kelancaran urusan mereka, maka san
gat pantas untuk menisbatkan anak kepadanya bukan kepada ibu-ibu mereka yang dip
erintahkan oleh Allah Taalaa dalam firman-Nya (Dan diamlah kalian dalam rumah kal
ian) [QS Al-ahzab:33]. Lihat kitab Tasmiyatul Maulud: 30.
Oleh karena itu: karena tidak adanya hubungan nasab antara suami dan istri maka
bagaimana bisa ditambahkan kepada nasabnya, kemudian barangkali suatu saat dia d
icerai, atau suaminya mati, lalu menikah dengan pria lain, maka apakah penisbata
n kepada suaminya akan senantiasa berubah ketika dia hidup dengan pria lain ?
Ditambah lagi bahwa penisbatan kepada ayahnya berkaitan dengan hukum-hukum waris
an, nafkah, kemahraman dan lain-kain maka penisbatannya kepada suaminya akan mer
usak semua itu.
Kemudian ketika suami menisbatkan dirinya kepada bapaknya lalu apa kaitan istri
dinisbatkan kepada bapak mertuanya ? Tentu ini adalah sesuatu yang menyimpang da
ri akal sehat dan kenyataan.
Tidak kita temukan dalam sunah Nabi shallallahu alaihi wasallam yang menunjukkan
bahwa istri dinisbatkan kepada suaminya, bahkan ini merupakan perkara baru yang
tidak ditetapkan oleh syariat Islam, karena para istri Rasulullah shallallahu ala
ihi wasallam yaitu para ibu kaum mukminin menikah dengan manusia yang paling mul
ia nasabnya namun tidak seorang dari mereka yang dinisbatkan kepada nama beliau
shallallahu alaihi wasallam, bahkan mereka semua masih dinisbatkan kepada ayah me
reka meskipun kafir, demikian pula para istri sahabat radhiallahu anhum dan yang
datang setelah mereka tidak pernah mengganti nasab mereka.
Kesimpulannya kita sebagai muslim yang memiliki jati diri, yang taat kepada Alla
h Taalaa dan mencontoh Nabi shallallahu alaihi wasallam hendaklah menghindari hal-
hal seperti ini karena adanya larangan tasyabuh dengan mereka apalagi biasanya h
al itu hanya ditujukan untuk mencari sensasi.
Wallahu Alam
(ar/voa-islam.com)
Rubrik ini diasuh oleh Ust. Abu Roidah Lc dan Ust. Badrul Tamam
Sampaikan pertanyaan seputar masalah agama ke ustadz@voa-islam.com

Anda mungkin juga menyukai