Anda di halaman 1dari 3

1.

Kandungan Surah Al-Baqarah Ayat 221


Ini adalah pengharaman bagi kaum muslimin untuk menikahi wanita-
wanita musyrik, para penyembah berhala. Jika yang dimaksudkan adalah kaum
wanita musyrik secara umum yang mencakup semua wanita, baik dari kalangan
ahlul kitab maupun penyembah berhala, maka Allah Ta’ala telah
merrngkhursurskan Ahlul Kitab, melalui firman-Nya yang artinya: “(Dan
dihalalkan menikahi) yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antarra orang-orang yang
diberi al-Kitab ssebelum kamu, jika kamu telah membayar mas kawin mereka
dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak pula
menjadikannya gundik.” (QS. Al-Maidah: 5)
Perkawinan erat hubungannya dengan agama. Orang musyrik bukan orang
beragama. Mereka menyembah selain Allah. Di dalam soal perkawinan dengan
orang musyrik ada batas tembok yang kuat, tetapi dalam soal pergaulan
bermasyarakat itu biasa saja. Sebab perkawinan, erat hubungannya dengan
keturunan dan keturunan erat hubungannya dengan harta pusaka, berhubungan
dengan makan dan minum dan ada hubungannya dengan pendidikan dan
pembangunan Islam.
Perkawinan dengan orang musyrik dianggap membahayakan, maka tegras-
tegas Allah melarang mengadakan hubungan perkawinan dengan mereka.
Golongan orang musyrik itu akan selalu menjerumuskan umat Islam ke dalam
bahaya dunia, dan menjerumuskannya ke dalam neraka di akhirat, sedang ajaran-
ajaran Allah kepada kebahagiaan dunia dan masuk surga di akhirat. Ayat-ayat
seperti ini diturunkan Allah kepada manusia supaya mereka selalu ingat, jangan
lalai dan lengah, sebab bahaya besar, bila tidak lagi berjalan di atas rel yang benar
yang telah ditetapkan Allah dalam syariat-Nya.
Hikmah atau pelajaran dari ayat tersebut adalah:
a. Pada ayat ini, dapat diambil pelajaran tentang larangan menikah dengan
orang non muslim, meskipun dalam keadaan suka sama suka. Kecuali
dengan dalih mau beriman.
b. Meikahi seorang budak sesungguhnya lebih baik dan lebih mulia, daripada
menikah dengan wanita non muslim.
c. Terdapay kaidah berlakunya subuah hukum itu tergantung ada atau
tidaknya penyebab. “sebelum mereka beriman”, hal ini menunjukkan
bahwa ketika label musyrikah pada seseorang telah hilang maka ia halal
dinikahi dan sebaliknya.
d. Ayat di atas menunjukkan bahwa seorang laki-laki atau suami adalah wali
bagi dirinya.
e. Mengajarkan bahwa keutamaan manusia adalah berbeda-beda dan tidaklah
mereka pada derajat yang sama.
f. Ancaman terhadap berkasih sayang bersama orang-orang musyrik, bergaul
atau bercamour bersama mereka. Karena mereka mengajak kepada
kekufuran dengan perilaku, ucapan dan perbuatan mereka dengan
demikian mengajak krepada neraka.
g. Wajibnya berksih sayang derngan orang-orang mukmin karena mereka
mengajak ke surga.
2. Kandungan Suran Al-Baqarah Ayat 227
Ayat ini berhubungan dengan seseorang yang bersumpah tidak akan
mencampuri istrinya, seperti: “Demi Allah, aku tidak akan bersetubuh dengan
engkau lagi,” sumpah seperti ini disebut ila’. Dalam hal ini istri tentu akan
tersiksa dan menderita, karena tidak digauli dan tidak pula dicerai (ditalak). Hal
seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, sebab perbuata seperti ini adalah
perbuatan zalim. Bila sudah dekat empat bulan lamanya sesudah bersumpah itu,
suami harus mengambil keputusan apakah ia akan akan kembali bergaul sebagai
suami istri, atau bercerai. Kalau suami mengambil keputusan kembali berbaik
dengan istrinya, maka itulah yang lebih baik; tetapi dia harus membayar kafarat
sumpah. Dia harus mengatur rumah tangganya kembali, mendidik anaknya dan
tidak boleh diulangi lagi sumpah yang seperti itu. Tapi kalau dia bermaksud untuk
menceraikan, maka ceraikanlah yang baik, jangan sampai istri itu teraniaya, sebab
Allah Maha Mendengar Maha Mengetahui.
Dalam ayat tersebut terkandung pengertian yang menunjukkan bahwa
talak tidak jatuh hanya dengan lewatnya masa empat bulan. Demikianlah menurut
pendapat jumhur ulama mutaakhirin. Sedangkan menurut ulama lainnya, talak
astu jatuh setelah lewat masa empat bulan. Pendapat ini didukung oleh riwayat
yang sanadnya berpredikat shahih, dari Umar, Usman, Ali, Ibnu Mas’ud, Ibnu
Abbas, Ibnu Umar, dan Said ibnu Sabit. Kemudian dikatakan bahwa istri tertalak
dengan lewatnya masa ila’ empat bulan dengan status talak raj’i. Demikianlah
menurut pendapat Said ibnul Musayyab, Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul
Haris ibnu Hisyam, Makhul, Rabi’ah. Az-Zuhri, dan Marwan ibnul Hakim.
Menurut pendapat yang lain lagi, si istri tertalak bain. Pendapat ini
diriwayatkan dari Ali, Ibnu Mas’ud, Usman, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Zaid
ibnu Sabit. Semua pendapat yang mengatakan bahwa si sistri tertalak dengan
lewatnya masa empat bulan mewajibkan adanya iddah atas pihak istri. Kecuali
apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abusy Sya’sa yang mengatakan
bahwa si istri telah mengalami haid tiga kali, maka tidak ada iddah atas dirinya.
Pendapat inilah yang dikemukakan Imam Syafi’i. Akan tetapi pendapt yang
dikatakan oleh jumhur ulama mutaakhirin mengatakan bahwa pihak suami
dihentikan, lalu ia dituntut untuk kembali kepada istrinya atau menceraikannya,
dan tiada suatu talak pun yang jatuh atas diri si istri hanyya karena lewtnya masa
empat bulan.
3. Kandungan Surah Al-Baqarah Ayat 232
Dalam ayat yang mulia ini Allah SWT menjelaskan bahawa apabila suami
yang telah mentalak istrinya denag talak satu atau dua dan telah habis masa
iddahnya menginginkn untuk menikahi kembali mantan istrinya itu (dengan akad
baru dan mahar), maka para wali (bapak, kakek, saudara laki-laki, paman dari
bapak, dan lain-lain) dari istrinya tersebut tidak boleh melarang dan menghalang-
halanginya kalau mantan istrinya tersebut mau dan keduanya bertekad untuk
menjalin hubungan rumah tangga dengan baik. Ayat ini adalah larangan dari
Allah SWT yang ditujukan kepada para wali mantan istri tersebut.
Ayat ini adalah jawaban dari Allah SWT untuk saudara perempuan Ma’qil
bin Yassar al-Muzani ra. ketika dia ingin kemali kepada mantan suaminya yang
telah menceraikannya dan telah habis masa iddahnya, akan tetapi Ma’qil ra
melarangnya, maka turunlah ayat ini yang melarang Ma’qil (dan para wali lainnya
yang keadaannya seperti Ma’qil) menghalangi mantan suaminya untuk
meniikahinya kembali.
Firman Allah “ itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu kepada Allah dan hari akhir.” Maknanya adalah bahwa
laranga ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman epada Allah dan hari
akhir, beriman dengan syariatnya dan takut terhadap adzabnya di akhirat. Yaitu
mereka yang hatinya hidup dn meyambut seruan Allah dan Rasul-Nya apabila
dengan cara menjalankan perintah denagn meningglkan larangan-Nya.
Yang terakhir Allah SWT mengabarkan kepada mereka (para wali) bahwa
tindakan mereka memperbolehkan anaknya dinikahi kembali oleh mantan
suaminya lebih baik bagi mereka, saat ini maupun yang akan datang.
Faedah dari ayat di atas adalah:
a. Tidak diperbolehkan melakukan akad nikah dengan perempuan yang
ditalak, sebelum habis masa iddahnya, karena akad nikah pada masa
iddah adalah batil dan tidak sah.
b. Diharamkannya para wali mengahalangi anak perempuan yang dalam
perwaliannya menikah denga siapa yang disukainya.
c. Wajibnya wali nikah bagi seorang perempuan dan bahwasanya itu
adalah salah satu syarat sahnya nikah, karena ayat di atas ditujukan
kepada para wali. Karena seandainya wali itu tidak disyaratkan dalam
sebuah pernikahan, maka tidak ada pengaruhmya penghalangan para
wali kepada anak perempuannya dari menikah lagi.
d. Dibutuhkannya keridhaan/kerelaan dari calon suami maupun calon
istri di dalam akad nikah.

Anda mungkin juga menyukai