Anda di halaman 1dari 3

Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase

1. Farmakodinamik
Inhibisi aktivitas karbonik anhidrase sangat menekan reabsorbsi HCO3
-
di
Tubulus Kontortus Proksimal. Pada dosis paling aman, penghambat karbonik
anhidrase menghambat 85% kapasitas reabsorbsi HCO3
-
oleh TKP superfisial.
Beberapa HCO3- tetap dapat diabsorbsi di tempat lain di nefron melalui
mekanisme yang tidak bergantung pada karbonik anhidrase sehingga efek
keseluruhan penghambatan oleh dosis maksimal acetazolamide hanyalah sebesar
45% dari seluruh reabsorbsi HCO3- di ginjal (Katzung, 2010).
Penggunaan diuretik acetazolamide setelah beberapa hari akan
menyebabkan penurunan efektivitas yang signifikan. Penurunan efektivitas ini
disebabkan karena penurunan kadar HCO3- dalam filtrat glomerulus dan fakta
bahwa deplesi HCO3- akan menyebabkan peningkatan reabsorbsi NaCl di segmen
neron lai (Katzung, 2010).
2. Farmakokinetik
Obat ini diabsorbsi secara baik melalui pemberian oral. Peningkatan pH
urin akibat diuresis HCO3
-
terjadi dalam waktu 30 menit, maksimal setelah
pemberian 2 jam, dan bertahan selama 12 jam setelah pemberian dosis tunggal.
Obat diekskresi melalui sekresi pada tubulus proksimal sehingga dosis obat harus
diturunkan pada insufisiensi ginjal (Katzung, 2010).
3. Efek Samping Obat
Asidosis metabolik hiperkloremik mungkin terjadi akibat reduksi kronik
cadangan HCO3- dalam tubuh oleh penghambat karbonik anhidrase. Selain itu
juga menyebabkan fosfaturia dan hiperkalsiuria yang berpotensi meningkatkan
pembentukan batu ginjal. Efek samping lain seperti megantuk dan parestesia
umum dijumpai pada pemberian acetazolamide dosis besar. Penghambat karbonik
anhidrase dapat menumpuk dalam tubuh pasien gagal ginjal sehingga
menimbulkan toksisitas sistem saraf. Reaksi hipersensitivitas dan nefritis
intersisialis dapat juga terjadi (Katzung, 2010).
4. Indikasi
Penggunaan obat penghambat karbonik anhidrase diindikasikan untuk
menurunkan tekanan intraokuler seperti pada penyakit glaukoma.Selain itu
diindikasikan juga pada alkalinisasi urin, alkalosis metabolik, acute mountain
sickness, epilepsi, hiperfosfatemia berat, dan pada paralisis periofik akibat
hipokalemia (Katzung, 2010).
5. Kontraindikasi
Alkalinisasi urin yang dipicu oleh penghambat karbonik anhidrase akan
menurunkan ekskresi NH4+ dalam urine dan dapat berperan menimbulkan
hiperamonemia dan ensefalopati hepatik pada pasien sirosis (Katzung, 2010).
Asetazolamid dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitivitas
sulfonamid dan ibu hamil selama kehamilan trimester pertama. Selain itu pasien
dengan sirosis hati juga dikontraindikasikan karena dapat menyebabkan
disorientasi mental (Deglin, 2005).

6. Sediaan
Azetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan 250 mg
untuk pemberian oral. Dosis antara 250-500 mg per kali,dosis untuk chronic
simple glaucoma yaitu 250-1000 mg per hari. Natrium Azetazolamid untuk
pemberian parenteral hendaknya diberkan satu kali sehari,kecuali bila
dimaksudkan untuk menimbulkan asidosis metabolic maka obat diberikan
setiap 8 jam. Dosis dewasa untuk acute mountain sickness yaitu 2 kali
sehari 250 mg,dimulai 3-4 hari sebelum mencapai ketinggian.Dosis untuk
paralisis periodic yaitu 250-750 mg sehari dibagi 2 atau 3 dosis.
Diklorofenamid dalam tablet 50 mg,efek optimal dicapai dengan dosis awal
200 mg sehari,serta metazolamid dalam tablet 25 mg dan 50 mg dan dosis
100-300 mg sehari,tidak terdapat dipasar (Lachman, 2008).

Deglin, Judith H. 2005. Pedoman Obat Untuk Perawat. Jakarta: EGC
Katzung, Bertram G.2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta :EGC
Lachman, Leon dkk. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.

Anda mungkin juga menyukai