Anda di halaman 1dari 6

A Quick Translation Of Book

Law As A Social System


By Niklass Luhmann
An Oxford Socio-Legal Studies

Chapter 1. the location of legal theory
Pada chapter ini, luhman mencoba menjelaskan mengenai dimana hukum itu
berada. Pertanyaannya apabila dalam mendefinisikan suatu batasan hukum tidak
berdasarkan pada pengamatnya, melainkan pada hukum itu sendiri, maka bagaimana
hukum menentukan batasannya sendiri ?.
Telah banyak teori teori yang mencoba memecahkan batasan hukum. Namun
belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Seperti teori hukum alam
misalnya, yang memasukkan hal hal yang bukan hukum sebagai hukum. Analisis
ekonomi hukum yang menurunkan derajat hukum menjadi sekedar kalkulasi untung dan
rugi. Teori positivis yang hanya berfokus pada hukum tertulis, seolah olah keputusan
hukum itu sendiri yang merupakan basis atau landasan yang membentuk hukum.
Luhmann menganggap bahwa kesulitan dalam menentukan batasan hukum itu
dapat diselesaikan apabila kita menganggap hukum sebagai sistem yang auto-poietic
( sistem mereproduksi sendiri). Teori ini dapat menjawab batasan hukum yang ada
dalam masyarakat yang semakin kompleks, karena Hukum tidak bisa menentukan
batasannya sendiri apabila dia hanya menggunakan nilai yang berada diluar hukum.
Dengan sistem auto-poietic hukum dikatakan berkembang sesuai dengan
lingkungannya ( menyesuaikan diri ). Ia memproduksi sendiri struktur dan batasannya
dengan asupan dari lingkungannya. Hukum membedakan dirinya dengan nilai yang ada
dalam masyarakat dengan menggunakan istilah komunikasi untuk nilai yang bukan
hukum dan komunikasi untuk nilai hukum. Dalam komunikasi hukum terdapat struktur
alur kompleks berupa informasi, ke pesan yang menuju kepada pengertian. Untuk
memahami dinamika tersebut digunakan teori evolusi yakni variasi/ seleksi/ restabilisasi.
Luhmann memahami bahwa teori ini sedikit kompleks. Namun kompleksitas
tersebut diperlukan untuk memahami batasan hukum yang kompleks.
Chapter 2. the operative closure of the legal system
Pada chapter ini luhmann mencoba mengidentifikasi sifat autonomi dari hukum
dengan membahas mengenai operative closure system dalam hukum (sistem kerja yang
tertutup).
Sebelumnya perlu dijelaskan bahwa pengetahuan berasal bukan dari linguistik
(pendapat orang orang tertentu) melainkan dari komunikasi. Dengan adanya interaksi
yang membentuk komunikasi sehingga manusia dapat bertukar pikiran satu sama lain
maka pengetahuan terwujud. Yang perlu dibedakan disini ialah mana yang komunikasi
pada umumnya dan mana komunikasi hukum.
Komunikasi hukum dapat dikatakan merupakan segala bentuk interaksi
komunikasi yang berkaitan dengan hukum. Hal ini yang menjadi pisau untuk
menganalisis perbedaan mana yang hukum dan mana yang tidak. Bila kita ambil contoh
misalnya, hukum dengan politik. Sulit untuk membedakan antara kedua hal tersebut
padahal politik tidak dapat digunakan sebagai hukum. Hukumlah yang menjadikannya
sumber untuk mengembangkan pengetahuan di bidang hukum.
Luhmann berpendapat bahwa dengan teori autopoiesis maka hukum dikatakan
sebagai sistem yang bekerja tertutup tapi terbuka (a system that operationally closed but
cognitively open). Dikatakan begitu karena dalam menjalankan fungsinya di masyarakat.
Hukum dikatakan tertutup. Ia tidak boleh mendapat campur tangan dari unsur apapun
seperti politik, religi, dll. Hukum dalam artian yang tertutup ini disebut sebagai hukum
yang bersifat normatif ( dalam artian sempit). Tapi di lain sisi hukum dikatakan sebagai
sistem yang terbuka karena hukum untuk dapat berkembang ia harus mengikuti
perubahan yang ada dalam masyarakat dimana dia berada ( ubi societas ibi ius ). Maka
dalam berjalannya hukum ia merespons kepada lingkungannya, nilai nilai tertentu.
Berjalannya hukum dengan merespons nilai nilai tertentu ini dikatakan luhmann
sebagai operational openness. Ia menerima respon dari luar yang berguna bagi
perkembangannya dalam kuantiti tertentu untuk kemudian dia pelajari dan serap untuk
menjadikannya bagian dari dirinya sendiri. Inilah sebab hukum disebut sebagai suatu
sistem yang auto-poiesis ( auto-reproduction).
Chapter 3. The Function Of Law
Melalui diferensiasi hukum terhadap unsur lainnya diatas, luhmann membawa
lebih lanjut kepada bagaimana seharusnya fungsi hukum itu. Banyak teori yang
sebelumnya mencoba menejaslkan bagaimana fungsi hukum seperti parsons dengan
stressed integration, dan marxis dengan teori konfliknya. Namun kesemuanya berujung
kepada hal yang sama yakni hukum sebagai penyelesaian persengketaan ( dispute
resolution ) padahal fungsi dari hukum itu sendiri jauh lebih luas.
Terhadap fungsi hukum luhmann membagi menjadi dua pengertian, yakni terkait
fungsi dan kinerja. Dikatakan bahwa fungsi hukum ialah spesifik walaupun dalam
kinerjanya cenderung kepada penyelesaian masalah. Fungsi spesifik hukum ini bagi
luhmann ialah untuk memelihara ekspektasi dari masyarakat dari kekecewaan. Inilah
fungsi utama dari hukum itu yang bukan sekedar paksaan atas penegakan aturan.
Lewat ekspektasi dari masyarakat hukum mendapat masukan dari masyarakat
akan aturan yang akan dibuat. Aturan itu kemudian dijalankan demi menjaga ekspektasi
dari masyarakat akan kekecewaan. Sejauh yang luhmann ketahui tidak ada sistem alin
yang mampu menandingi hukum dalam memelihara kestabilan ekspektasi masyarakat
dari kekecewaan. Hal ini bukan karena hukum paling dekat dengan masyarakat, malah
sebaliknya. Hukum telah memisahkan diri dengan masyarakat. Hal inilah yang
membuat norma hukum konsisten dan stabil.
Luhmann tidak mengklaim bahwa hukum selalu bebas dari kestabilan. Ada
beberapa faktor yang diperlukan untuk menjaga kestabilan itu. Secara internal, untuk
dapat menjaga stabilitas hukum dan juga mengembangkannya maka hukum perlu
membuat sub sistem untuk menentukan apa hukum itu ( termasuk mengembangkannya)
dengan melakukan komunikasi hukum. Secara eksternal, ialah kemampuan untuk
mengatur ketidaksepakatan. Hal ini disebut juga sebagai dimensi sosial dari hukum.
Seperti yang dijelaskan luhmann bahwa dengan sistem hukum yang bersifat auto-
poiesis membuat hukum menjadi stabil sehingga dapat memenuhi ekspektasi
masyarakat. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan terjadi beda pendapat.
Kemampuan untuk mengelola perbedaan pendapat itulah yang diperlukan hukum untuk
menjaga kestabilan hukum agar sistem hukum itu sendiri tidak tergerus oleh pengaruh
dari luar. Luhmann sendiri mengakui bahwa dalam pengelolaan ketidaksepahaman
dalam hukum sebagian besar dipengaruhi oleh faktor politik dan bahkan etnik.
Chapter 4. Coding And Programming
Dengan hanya fungsi hukum saja seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya masih
belum dapat memberikan penjelasan yang cukup mengenai apa itu hukum. Ia belum
dapat memberikan apa yang digunakan oleh hukum untuk mereproduksi sendiri dan
menarik batasan antara dirinya dengan lingkungannya. Untuk hal ini maka kita perlu
mendiskusikan mengenai coding dan programming.
Code adalah yang membedakan mana yang merukana bagian dari sistem hukum
dan mana yang bukan. Dan program adalah yang memberikan suatu pada objek (objek
hukum) yakni ilegal atau legal.
Membicarakan kedua nilai tersebut, perlu diketahui sebelumnya bahwa ilegal atau
legal tidak dapat dikatakan sebagai buruk dan baik. Bila dimisalkan dalam perkara
perdata, apa kita bisa mengatakan pihak yang menang dalam perkara sebagai pihak
yang baik dan pihak yang kalah sebagai pihak yang buruk ? nilai ini memiliki arti yang
penting namun sering diabaikan oleh praktisi hukum yang selalu berpegang pada norma
( dalam hal ini program ).
Dalam menggambarkan hubungan coding dengan programming erat kaitannya
dengan tautologi, paradox dan kontradiksi. Dikatakan begitu karena dalam kaitannya
dengan operative closure memunculkan tautologi dimana hanya hukum yang dapat
menentukan mana yang legal dan ilegal. Paradoks muncul karena apa yang legal dapat
menjadi ilegal begitupun sebaliknya, sehingga terjadi kontradiksi. Hal ini karena
perbedaan keduanya setipis kertas seperti dapat dilihat pada contoh yang diberikan
diatas.
Pertanyaan apa perbedaan legal dan ilegal sulit untuk dijawab. Tapi luhmann
sendiri berpendapat bahwa terkait dengan fungsi hukum menjaga kestabilan ekspektasi
masyarakat, apabila hal tersebut tercapai maka dalam pelaksanaan hukum dapat
seminimal mungkin menghindari paradoks dan kontradiksi legal dan ilegal. Hukum
sendiri seiring berjalannya waktu terus berubah. Begitu pula dengan code yang ada di
dalamnya sehingga tidak menutup kemungkinan apa yang legal sekarang akan menjadi
ilegal di kemudian hari. Begitupun sebaliknya.
Chapter 5. Justice, A Formula For Contingency
Apabila nilai yang diberikan pada objek hukum hanya berupa legal atau ilegal
belaka. Timbul pertanyaan, dimanakah peran keadilan ? . walau dari penjabaran diatas
terlihat bahwa keadilan tidak berperan, tapi jangan lalu keadilan disamakan dengan
sumber hukum lainnya seperti ethic atau politik.
Bila di satu sisi keadilan dikatakan sebagai subjek dari komunikasi hukum , suatu
subs sistem yang sama seperti politik dan etik. Namun keadilan inilah yang menjadi
pondasi dasar dari komunikasi hukum.
Luhmann beranggapan bahwa keadilan yang bergerak dalam sistem hukum
apabila dianggap tidak ada maka sistem hukum itu dianggap sebagai bukan hukum.
Keadilan seharusnya diperlakukan sebagai rumusan kemungkinan dari sistem hukum.
Sistem hukum, dalam konteks yang sistem kerjanya tertutup. Maka ia kehilangan
kontak dengan keseluruhan sistem sosial. Maka untuk memperbesar daya responsi
kepada sistem sosial, sistem auto-poiesis dengan sendirinya membuat sistem untuk
mengembangkan dirinya dari dalam. Hal ini adalah rumusan kemungkinan (formulae of
contingency) .Dan dalam kaitannya dengan hukum ialah rumusan keadilan.
Perlu dipertimbangkan bahwa keadilan sebagai sebuah rumusan kemungkinan
tidak diartikan sebagai kemungkinan yang melawan sistem hukum itu. Melainkan
kemungkinan yang dapat membuat struktur baru yang membuat hukum berkembang,
sama seperti aturan, prinsip dan doktrin.
Dengan rumusan keadilan dapat dimungkinkan hukum untuk mencari faktor
determinan ( mekanisme trial and error dimana code diterapkan berulang ulang
berdasarkan program yang ada demi mencapai hasil yang sesuai) dan indeterminan
( kemungkinan untuk merubah program itu sendiri, bila memang ada ekspektasi dari
masyarakat) yang dapat digunakan program untuk penerapan code karena keadilan
tidak hanya membedakan mana yang adil dan mana yang tidak adil, namun juga
menentukan nilai kebebasan dan pembatasan( kedua hal inilah yang membuat HAM
dapat beroperasi di dalam sistem hukum ). Dan, sebagaimana program hukum, mebuat
isiyang didalamnya terdapat nilai kebebasan, sebagaimana keadilan, adalah hukum,
yang tidak ada dalam sistem sosial lainnya. .
Chapter 6. The Evolution Of Law
Dalam chapter ini, luhmann mencoba mengevaluasi sejarah hukum dan
perkembangannya menggunakan teori evolusi. Dengan harapan dapat mengkaitkan
hubungan antara hukum dalam perpektif teori evolusi dengan sistem hukum dalam
konteks sistem yang tertutup. Dan kontribusi yang diberikan hukum dalam konteks
sistem yang tertutup dalam proses evolusinya tersebut.
Perkembangan hukum melalui proses evolusi tidak terjadi begitu saja dengan
mulus. Melainkan melalui kejadian yang tidak disengaja yang kemudian malah
memberi kontribusi terhadap jalannya evolusi hukum.
Tertutupnya sistem hukum membuat kemungkinan hukum untuk mer evolusi di
dalam sistem masyarakat dinilai mustahil Bila dilihat dari perspektif sejarah masa lalu.
Luhmann, dengan teori auto-poiesisnya. Menunjukkan bahwa dengan tetutupnya hukum
masih tidak menutup kemungkinan untuk perubahan hukum itu sendiri. Hal ini dapat
terjadi apabila :
1. adanya variasi dari sistem auto-poietic dimana reproduksi yang sebelumnya
berbeda dengan yang sekarang.
2. pemilihan struktur, dimana pada masa lalu masih dianggap mustahil. Namun
sekarang dapat dilakukan sebagai kondisi reproduksi karena struktur tersebut telah
menjadi lebih rumit.
3. pengelolaan kestabilan sistem. Berkaita dengan kondisi yang semakin dinamis,
ini, adalah kelanjutan sistem reprodiksi yang auto-poietic dan terstruktur.
Luhmann mengangap bahwa struktur dalam masyarakat itu sendiri terdiri dari
autopoietic(mereproduksi sendiri) dan evolutionary ( dapat berubah ). Karena dalam
masyarakat yang eksis karena adanya komunikasi, , melahirkan struktut, dan struktur itu
dijadikan fondasi untuk mebentuk komunikasi mementuk struktur baru (evolusi). Dan
komunikasi tersebut mengenai lingkungannya. Sehingga membentuk komunikasi
dengan lingkungannya walaupun terpisah dari lingkungan itu sendiri.
Kapasitas dari sistem hukum dalam beradaptasi dengan lingkungan seperti yang
disebutkan diatas berasal dari variabilitasnya. Satu struktur utama yang memberikan
sistem hukum variabilitas tersebut ialah hak hukum subjektif. Inilah yang memberi
personalisasi pada sistem hukum yang memberikan beberapa poin penting dalam
perkembangan sistem hukum. Dengan adanya hak hukum subjektif telah membuka
payung keadilan, yang walaupun di lain sisi menyulitkan permasalahan politik dan
ekologi tertentu.

Anda mungkin juga menyukai