Chapter 1. the location of legal theory Pada chapter ini, luhman mencoba menjelaskan mengenai dimana hukum itu berada. Pertanyaannya apabila dalam mendefinisikan suatu batasan hukum tidak berdasarkan pada pengamatnya, melainkan pada hukum itu sendiri, maka bagaimana hukum menentukan batasannya sendiri ?. Telah banyak teori teori yang mencoba memecahkan batasan hukum. Namun belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Seperti teori hukum alam misalnya, yang memasukkan hal hal yang bukan hukum sebagai hukum. Analisis ekonomi hukum yang menurunkan derajat hukum menjadi sekedar kalkulasi untung dan rugi. Teori positivis yang hanya berfokus pada hukum tertulis, seolah olah keputusan hukum itu sendiri yang merupakan basis atau landasan yang membentuk hukum. Luhmann menganggap bahwa kesulitan dalam menentukan batasan hukum itu dapat diselesaikan apabila kita menganggap hukum sebagai sistem yang auto-poietic ( sistem mereproduksi sendiri). Teori ini dapat menjawab batasan hukum yang ada dalam masyarakat yang semakin kompleks, karena Hukum tidak bisa menentukan batasannya sendiri apabila dia hanya menggunakan nilai yang berada diluar hukum. Dengan sistem auto-poietic hukum dikatakan berkembang sesuai dengan lingkungannya ( menyesuaikan diri ). Ia memproduksi sendiri struktur dan batasannya dengan asupan dari lingkungannya. Hukum membedakan dirinya dengan nilai yang ada dalam masyarakat dengan menggunakan istilah komunikasi untuk nilai yang bukan hukum dan komunikasi untuk nilai hukum. Dalam komunikasi hukum terdapat struktur alur kompleks berupa informasi, ke pesan yang menuju kepada pengertian. Untuk memahami dinamika tersebut digunakan teori evolusi yakni variasi/ seleksi/ restabilisasi. Luhmann memahami bahwa teori ini sedikit kompleks. Namun kompleksitas tersebut diperlukan untuk memahami batasan hukum yang kompleks. Chapter 2. the operative closure of the legal system Pada chapter ini luhmann mencoba mengidentifikasi sifat autonomi dari hukum dengan membahas mengenai operative closure system dalam hukum (sistem kerja yang tertutup). Sebelumnya perlu dijelaskan bahwa pengetahuan berasal bukan dari linguistik (pendapat orang orang tertentu) melainkan dari komunikasi. Dengan adanya interaksi yang membentuk komunikasi sehingga manusia dapat bertukar pikiran satu sama lain maka pengetahuan terwujud. Yang perlu dibedakan disini ialah mana yang komunikasi pada umumnya dan mana komunikasi hukum. Komunikasi hukum dapat dikatakan merupakan segala bentuk interaksi komunikasi yang berkaitan dengan hukum. Hal ini yang menjadi pisau untuk menganalisis perbedaan mana yang hukum dan mana yang tidak. Bila kita ambil contoh misalnya, hukum dengan politik. Sulit untuk membedakan antara kedua hal tersebut padahal politik tidak dapat digunakan sebagai hukum. Hukumlah yang menjadikannya sumber untuk mengembangkan pengetahuan di bidang hukum. Luhmann berpendapat bahwa dengan teori autopoiesis maka hukum dikatakan sebagai sistem yang bekerja tertutup tapi terbuka (a system that operationally closed but cognitively open). Dikatakan begitu karena dalam menjalankan fungsinya di masyarakat. Hukum dikatakan tertutup. Ia tidak boleh mendapat campur tangan dari unsur apapun seperti politik, religi, dll. Hukum dalam artian yang tertutup ini disebut sebagai hukum yang bersifat normatif ( dalam artian sempit). Tapi di lain sisi hukum dikatakan sebagai sistem yang terbuka karena hukum untuk dapat berkembang ia harus mengikuti perubahan yang ada dalam masyarakat dimana dia berada ( ubi societas ibi ius ). Maka dalam berjalannya hukum ia merespons kepada lingkungannya, nilai nilai tertentu. Berjalannya hukum dengan merespons nilai nilai tertentu ini dikatakan luhmann sebagai operational openness. Ia menerima respon dari luar yang berguna bagi perkembangannya dalam kuantiti tertentu untuk kemudian dia pelajari dan serap untuk menjadikannya bagian dari dirinya sendiri. Inilah sebab hukum disebut sebagai suatu sistem yang auto-poiesis ( auto-reproduction). Chapter 3. The Function Of Law Melalui diferensiasi hukum terhadap unsur lainnya diatas, luhmann membawa lebih lanjut kepada bagaimana seharusnya fungsi hukum itu. Banyak teori yang sebelumnya mencoba menejaslkan bagaimana fungsi hukum seperti parsons dengan stressed integration, dan marxis dengan teori konfliknya. Namun kesemuanya berujung kepada hal yang sama yakni hukum sebagai penyelesaian persengketaan ( dispute resolution ) padahal fungsi dari hukum itu sendiri jauh lebih luas. Terhadap fungsi hukum luhmann membagi menjadi dua pengertian, yakni terkait fungsi dan kinerja. Dikatakan bahwa fungsi hukum ialah spesifik walaupun dalam kinerjanya cenderung kepada penyelesaian masalah. Fungsi spesifik hukum ini bagi luhmann ialah untuk memelihara ekspektasi dari masyarakat dari kekecewaan. Inilah fungsi utama dari hukum itu yang bukan sekedar paksaan atas penegakan aturan. Lewat ekspektasi dari masyarakat hukum mendapat masukan dari masyarakat akan aturan yang akan dibuat. Aturan itu kemudian dijalankan demi menjaga ekspektasi dari masyarakat akan kekecewaan. Sejauh yang luhmann ketahui tidak ada sistem alin yang mampu menandingi hukum dalam memelihara kestabilan ekspektasi masyarakat dari kekecewaan. Hal ini bukan karena hukum paling dekat dengan masyarakat, malah sebaliknya. Hukum telah memisahkan diri dengan masyarakat. Hal inilah yang membuat norma hukum konsisten dan stabil. Luhmann tidak mengklaim bahwa hukum selalu bebas dari kestabilan. Ada beberapa faktor yang diperlukan untuk menjaga kestabilan itu. Secara internal, untuk dapat menjaga stabilitas hukum dan juga mengembangkannya maka hukum perlu membuat sub sistem untuk menentukan apa hukum itu ( termasuk mengembangkannya) dengan melakukan komunikasi hukum. Secara eksternal, ialah kemampuan untuk mengatur ketidaksepakatan. Hal ini disebut juga sebagai dimensi sosial dari hukum. Seperti yang dijelaskan luhmann bahwa dengan sistem hukum yang bersifat auto- poiesis membuat hukum menjadi stabil sehingga dapat memenuhi ekspektasi masyarakat. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan terjadi beda pendapat. Kemampuan untuk mengelola perbedaan pendapat itulah yang diperlukan hukum untuk menjaga kestabilan hukum agar sistem hukum itu sendiri tidak tergerus oleh pengaruh dari luar. Luhmann sendiri mengakui bahwa dalam pengelolaan ketidaksepahaman dalam hukum sebagian besar dipengaruhi oleh faktor politik dan bahkan etnik. Chapter 4. Coding And Programming Dengan hanya fungsi hukum saja seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya masih belum dapat memberikan penjelasan yang cukup mengenai apa itu hukum. Ia belum dapat memberikan apa yang digunakan oleh hukum untuk mereproduksi sendiri dan menarik batasan antara dirinya dengan lingkungannya. Untuk hal ini maka kita perlu mendiskusikan mengenai coding dan programming. Code adalah yang membedakan mana yang merukana bagian dari sistem hukum dan mana yang bukan. Dan program adalah yang memberikan suatu pada objek (objek hukum) yakni ilegal atau legal. Membicarakan kedua nilai tersebut, perlu diketahui sebelumnya bahwa ilegal atau legal tidak dapat dikatakan sebagai buruk dan baik. Bila dimisalkan dalam perkara perdata, apa kita bisa mengatakan pihak yang menang dalam perkara sebagai pihak yang baik dan pihak yang kalah sebagai pihak yang buruk ? nilai ini memiliki arti yang penting namun sering diabaikan oleh praktisi hukum yang selalu berpegang pada norma ( dalam hal ini program ). Dalam menggambarkan hubungan coding dengan programming erat kaitannya dengan tautologi, paradox dan kontradiksi. Dikatakan begitu karena dalam kaitannya dengan operative closure memunculkan tautologi dimana hanya hukum yang dapat menentukan mana yang legal dan ilegal. Paradoks muncul karena apa yang legal dapat menjadi ilegal begitupun sebaliknya, sehingga terjadi kontradiksi. Hal ini karena perbedaan keduanya setipis kertas seperti dapat dilihat pada contoh yang diberikan diatas. Pertanyaan apa perbedaan legal dan ilegal sulit untuk dijawab. Tapi luhmann sendiri berpendapat bahwa terkait dengan fungsi hukum menjaga kestabilan ekspektasi masyarakat, apabila hal tersebut tercapai maka dalam pelaksanaan hukum dapat seminimal mungkin menghindari paradoks dan kontradiksi legal dan ilegal. Hukum sendiri seiring berjalannya waktu terus berubah. Begitu pula dengan code yang ada di dalamnya sehingga tidak menutup kemungkinan apa yang legal sekarang akan menjadi ilegal di kemudian hari. Begitupun sebaliknya. Chapter 5. Justice, A Formula For Contingency Apabila nilai yang diberikan pada objek hukum hanya berupa legal atau ilegal belaka. Timbul pertanyaan, dimanakah peran keadilan ? . walau dari penjabaran diatas terlihat bahwa keadilan tidak berperan, tapi jangan lalu keadilan disamakan dengan sumber hukum lainnya seperti ethic atau politik. Bila di satu sisi keadilan dikatakan sebagai subjek dari komunikasi hukum , suatu subs sistem yang sama seperti politik dan etik. Namun keadilan inilah yang menjadi pondasi dasar dari komunikasi hukum. Luhmann beranggapan bahwa keadilan yang bergerak dalam sistem hukum apabila dianggap tidak ada maka sistem hukum itu dianggap sebagai bukan hukum. Keadilan seharusnya diperlakukan sebagai rumusan kemungkinan dari sistem hukum. Sistem hukum, dalam konteks yang sistem kerjanya tertutup. Maka ia kehilangan kontak dengan keseluruhan sistem sosial. Maka untuk memperbesar daya responsi kepada sistem sosial, sistem auto-poiesis dengan sendirinya membuat sistem untuk mengembangkan dirinya dari dalam. Hal ini adalah rumusan kemungkinan (formulae of contingency) .Dan dalam kaitannya dengan hukum ialah rumusan keadilan. Perlu dipertimbangkan bahwa keadilan sebagai sebuah rumusan kemungkinan tidak diartikan sebagai kemungkinan yang melawan sistem hukum itu. Melainkan kemungkinan yang dapat membuat struktur baru yang membuat hukum berkembang, sama seperti aturan, prinsip dan doktrin. Dengan rumusan keadilan dapat dimungkinkan hukum untuk mencari faktor determinan ( mekanisme trial and error dimana code diterapkan berulang ulang berdasarkan program yang ada demi mencapai hasil yang sesuai) dan indeterminan ( kemungkinan untuk merubah program itu sendiri, bila memang ada ekspektasi dari masyarakat) yang dapat digunakan program untuk penerapan code karena keadilan tidak hanya membedakan mana yang adil dan mana yang tidak adil, namun juga menentukan nilai kebebasan dan pembatasan( kedua hal inilah yang membuat HAM dapat beroperasi di dalam sistem hukum ). Dan, sebagaimana program hukum, mebuat isiyang didalamnya terdapat nilai kebebasan, sebagaimana keadilan, adalah hukum, yang tidak ada dalam sistem sosial lainnya. . Chapter 6. The Evolution Of Law Dalam chapter ini, luhmann mencoba mengevaluasi sejarah hukum dan perkembangannya menggunakan teori evolusi. Dengan harapan dapat mengkaitkan hubungan antara hukum dalam perpektif teori evolusi dengan sistem hukum dalam konteks sistem yang tertutup. Dan kontribusi yang diberikan hukum dalam konteks sistem yang tertutup dalam proses evolusinya tersebut. Perkembangan hukum melalui proses evolusi tidak terjadi begitu saja dengan mulus. Melainkan melalui kejadian yang tidak disengaja yang kemudian malah memberi kontribusi terhadap jalannya evolusi hukum. Tertutupnya sistem hukum membuat kemungkinan hukum untuk mer evolusi di dalam sistem masyarakat dinilai mustahil Bila dilihat dari perspektif sejarah masa lalu. Luhmann, dengan teori auto-poiesisnya. Menunjukkan bahwa dengan tetutupnya hukum masih tidak menutup kemungkinan untuk perubahan hukum itu sendiri. Hal ini dapat terjadi apabila : 1. adanya variasi dari sistem auto-poietic dimana reproduksi yang sebelumnya berbeda dengan yang sekarang. 2. pemilihan struktur, dimana pada masa lalu masih dianggap mustahil. Namun sekarang dapat dilakukan sebagai kondisi reproduksi karena struktur tersebut telah menjadi lebih rumit. 3. pengelolaan kestabilan sistem. Berkaita dengan kondisi yang semakin dinamis, ini, adalah kelanjutan sistem reprodiksi yang auto-poietic dan terstruktur. Luhmann mengangap bahwa struktur dalam masyarakat itu sendiri terdiri dari autopoietic(mereproduksi sendiri) dan evolutionary ( dapat berubah ). Karena dalam masyarakat yang eksis karena adanya komunikasi, , melahirkan struktut, dan struktur itu dijadikan fondasi untuk mebentuk komunikasi mementuk struktur baru (evolusi). Dan komunikasi tersebut mengenai lingkungannya. Sehingga membentuk komunikasi dengan lingkungannya walaupun terpisah dari lingkungan itu sendiri. Kapasitas dari sistem hukum dalam beradaptasi dengan lingkungan seperti yang disebutkan diatas berasal dari variabilitasnya. Satu struktur utama yang memberikan sistem hukum variabilitas tersebut ialah hak hukum subjektif. Inilah yang memberi personalisasi pada sistem hukum yang memberikan beberapa poin penting dalam perkembangan sistem hukum. Dengan adanya hak hukum subjektif telah membuka payung keadilan, yang walaupun di lain sisi menyulitkan permasalahan politik dan ekologi tertentu.