Anda di halaman 1dari 8

TTIIN

NJJA
AU
UA
AN
N PPU
USSTTA
AK
KA
A

HELMINTOLOGI DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU


M. Salakory1 dan Zulfendri2
1

Departemen Geografi, FIKIP, Universitas Pattimura Ambon


Jl. Ir. Puttuhena, Poka, Ambon
2
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM USU Medan
Jl. Universitas No. 21 Kampus USU Medan, 20155
ABSTRACT
Basically, knowledge has three basics: ontology, epistemology, dan axiology.
The stdy of helminthology is also important to be reviewed from that three
basics. The study of helminthology by using ecoepidemiology approach that
focus on the relationship among host, agent, and environment, need to be
applied widely as an policy in controlling prevalence, incidence, and
distribution of geohelminth. Controlling can be conducted by using satelite
technology for ecoepidemiology sensing, geographic information system,
medical geography, biometeorology, environmental health, and integration
among them all.
Keywords: Helminthologi, Bcoepidemiology, Biometereology
PENDAHULUAN
Kesehatan sesungguhnya adalah hak
asasi manusia, di samping kesehatan adalah
investasi bagi perorangan, keluarga, dan bangsa.
Maknanya adalah pengembangan bidang
kesehatan yang include dalam pembangunan
bidang kesehatan jika tidak mengindahkan
dampak positif dan dampak negatif terhadap
kesehatan manusia, kesehatan lingkungan,
kesehatan sosial, dan kesehatan budayanya
merupakan bentuk dari pelanggaran hak asasi
manusia. United Nation Development Program
(UNDP) menyatakan bahwa Human Development
Index (HDI) sesungguhnya merupakan
etalase dari kesejahteraan sebuah negara dan
bangsa; dengan damai makronya: kesehatan,
pendidikan, dan ekonomi (in come)
penduduk (Hapsara, 2004).
Pembangunan kesehatan dalam kaitannya dengan
konteks demokratisasi,
desentralisasi dan globalisasi, sesungguhnya
perlu memperhatikan 3 hal sebagai berikut:
1). Prinsip-prinsip dasar yang merupakan
nilai-nilai kebenaran dengan aturan
pokok yang berlaku sebagai landasan
utama berfikir dan bertindak dalam
pembangunan kesehatan.

2). Kejelasan transformasi pembangunan


kesehatan di masa depan yang diharapkan
dapat mempersatukan berbagai upaya
kesehatan secara terencana dan menyeluruh.
3). Sinergisme upaya-upaya kesehatan yang
bersifat dinamis, yaitu upaya kesehatan
yang dikembangkan dan dilaksanakan
secara terarah, terkait, dan demokratis
(Hapsara, 2004).
Ditegaskan lagi oleh Hapsara (2004),
bahwa untuk mewujudkan Indonesia sehat
2010, telah ditetapkan empat misi pembangunan
kesehatan sebagai berikut:
1). Menggerakkan pembangunan nasional
berwawasan kesehatan.
2). Mendorong kemandirian masyarakat
untuk hidup sehat.
3). Memelihara dan meningkatkan kesehatan
individu, keluarga dan masyarakat
beserta lingkungannya.
Dari angka kejadian infeksi geohelminths
Soedarto (1992), nampak hampir tersebar
merata di seluruh daerah di Indonesia,
dengan angka kejadian yang bervariasi. Jika
ini dijadikan sebagai dasar bagi penyusunan
kebijakan kesehatan masyarakat yang ada

180
Universitas Sumatera Utara

saat ini, mesti mempertimbangkan pentingnya


visi-visi dan disiplin ilmu-ilmu baru yang
dapat membantu upaya memerangi dan
mencegah penyakit ini. Ekoepidemiologi
adalah salah satu dari disiplin ilmu tersebut.
Kajian Helmintologi dengan menggunakan
pendekatan ekoepidemiologi yang menitikberatkan pada keterkaitan hubungan antara
inang (host), agen (agent), dan lingkungan
(environment) yang terkondisikan atau
membantu perkembangbiakan suatu penyakit,
perlu digunakan secara lebih luas pada
kesehatan masyarakat sebagai suatu kebijakan
dalam melakukan pengontrolan secara
terintegrasi yang nyata terhadap masalahmasalah kesehatan masyarakat. Pengontrolan
dapat dilakukan secara terintegrasi yakni dengan
menggunakan jasa satelit bagi penginderaan
epidemiologi, Sistem Informasi Geografis
(SIG), medical geography, biometeorologi,
kesehatan lingkungan, serta integrasi di
antara kesemuanya itu.
Dengan menggunakan pendekatan
ekoepidemiologis, yang didukung oleh data
penginderaan jauh dan aplikasi SIG, diharapkan
gejala atau kejadian infeksi geohelminth yang
bervariasi ini dapat dijelaskan melalui suatu
penelitian prospektif. Penelitian dilakukan
dengan menitikberatkan pengamatannya pada
perubahan dan penyebaran spesifik lingkungan
geohelminth tersebut dalam hubungannya
dengan konsentrasi telur dan larva geohelminth
di tanah serta pengaruhnya terhadap prevalensi
infeksi geohelminth di masyarakat. BroBasmussen (1984), dan Morales (2006),
mengatakan bahwa ekoepidemiologi adalah
suatu konsep baru sebagai analogi bagi
epidemiologi manusia. Hingga saat ini
disiplin ini masih semata diterapkan sebagai
suatu
kegiatan
akademis,
belum
diterjemahkan ke dalam kebijakan-kebijakan
kesehatan masyarakat di banyak negara.
Upaya-upaya untuk mengaitkan kebijakankebijakan kesehatan masyarakat dengan
ekoepidemiologi bagi suatu pengontrolan
secara luas dan cepat terhadap penyakit
terkait lingkungan telah dilakukan sejak
lama. Di Venezuela misalnya, sudah mulai
dilakukan
penerapan
visi-visi
ekoepidemiologi dalam praktik keseharian
dari kesehatan masyarakat.
Bagaimana penerapan pendekatan
ekoepidemiologi
di
Indonesia,
yang
didukung oleh data penginderaan jauh dan
aplikasi SIG? Pendekatan ekoepidemiologis

ini di Indonesia sesungguhnya juga masih lebih


banyak menjadi percakapan pada tataran
akademis yang masih perlu diterjemahkan
dalam tingkatan pengambilan keputusan dan
kebijakan. Mengingat pendekatan ekoepidemiologis
yang didukung oleh data penginderaan jauh
dan aplikasi SIG, dengan menitikberatkan
pengamatannya
pada
perubahan
dan
penyebaran spesifik lingkungan geohelminths
dalam hubungannya dengan konsentrasi telur
atau larva geohelminths di tanah serta
pengaruhnya terhadap prevalensi infeksi
geohelminth di masyarakat, belum pernah
dilakukan apalagi di daerah daerah otonomi
maka perlu dilakukan penelitian terlebih
dahulu.
Pemilihan topik kajian helmintologi
dalam perspektif filsafat ilmu dapat dijadikan
bahan referensi bagi para mahasiswa yang
ingin mendalami bidang ilmu epidemiologi,
parasitologi (khususnya geohelminth), dan
medical geography. Hasil penelitian bidang
ini dapat dipergunakan sebagai database,
oleh pihak Dinkes dalam menentukan
prioritas Rencana Strategis tahunan, jangka
menengah, maupun jangka panjang ke depan.
Melalui aplikasi teknologi remote sensing
dan SIG, pihak Dinkes dapat melakukan
pengontrolan dinamika geohelminth secara
akurat dan cepat. Dapat juga digunakan
sebagai pedoman bagi petugas kesehatan
dalam menentukan prioritas penyuluhan dan
isi pesan pemberantasan penyakit cacing,
terutama yang penularannya melalui tanah.
PEMBAHASAN
Filsafat Ilmu dan Pengetahuan
Ilmu, seperti dikemukakan oleh
Suriasumantri (1980) adalah merupakan
kumpulan pengetahuan yang mempunyai
ciri-ciri tertentu yang membedakan ilmu
dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya.
The Liang Gie (1991), mengemukakan
bahwa ilmu merupakan aktivitas manusia,
suatu kegiatan melakukan sesuatu yang
dilaksanakan orang atau lebih tepat suatu
rangkaian aktivitas yang membentuk suatu
proses. The Liang Gie (1991) juga
menyimpulkan bahwa ilmu adalah rangkaian
aktivitas manusia yang rasional dan kognitif
dengan berbagai metode
berupa angka
prosedur dan tata langkah sehingga
menghasilkan kumpulan pengetahuan yang
sistematis mengenai gejala-gejala kealaman,

Helmintologi dalam Perspektif Filsafat Ilmu (180 187)


M. Salakory dan Zulfendri

181
Universitas Sumatera Utara

kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan


mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman,
memberikan penjelasan, ataupun melakukan
penerapan.
Perlu kiranya dibedakan antara pengertian
ilmu (science) dengan pengetahuan (knowledge).
Alfandi (2001) menyebutkan bahwa ilmu adalah
sistem pengetahuan di bidang tertentu, yang
bersifat umum, sistematis, metodologis,
logis, umum, untuk mencapai kebenaran dan
kebahagiaan hidup manusia. Dengan kata
lain ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang
menjelaskan hubungan kausal suatu obyek
berdasarkan metode tertentu yang merupakan
satu kesatuan sistematis.
Pengertian
pengetahuan,
masih
menurut Alfandi (2001) adalah pembentukan
pola pikir asosiatif antara pikiran dan
kenyataan yang didasarkan pada kumpulan
pengalaman manusia di suatu bidang tertentu
tanpa memahami adanya hubungan kausal
yang hakiki dan universal, yang belum dapat
digolongkan sebagai ilmu, karena belum
menjawab pertanyaan sebagai dasar ilmu,
yaitu; mengapa.
Dalam keseharian kita, pengertian ilmu
pengetahuan biasanya yang dimaksudkan
adalah dengan ilmu. Jadi di sini biasanya
disebutkan ilmu pengetahuan, yang jika
didefinisikan adalah suatu pengetahuan yang
bersifat umum dan sistematis (sistem
pengetahuan) yang terdiri dari sekumpulan
pengetahuan
di bidang tertentu, yang
mempunyai metode tertentu, yang ditujukan
untuk mencapai kebenaran (ilmiah) dan
secara pragmatis dapat digunakan untuk
mencapai kebahagiaan umat manusia
(Alfandi, 2001).
Lebih lanjut, Archie. J. Bahm, dalam
bukunya What is Science mengemukakan
enam komponen dari ragam bangun ilmu
pengetahuan yaitu; 1). Adanya masalah, 2).
Adanya sikap ilmiah, 3). Menggunakan
metode ilmiah, 4). Adanya aktivitas, 5).
Adanya kesimpulan, dan 6). Adanya
pengaruh.
Dalam kaitannya dengan itu semua,
secara lebih tegas Suriasumantri dalam Tim
Dosen Filsafat Ilmu UGM (1996),
mengatakan bahwa semua pengetahuan
apakah itu ilmu, seni, atau pengetahuan pada
dasarnya memiliki tiga landasan yaitu;
ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi membahas tentang apa yang ingin
diketahui atau dengan kata lain merupakan

182

suatu pengkajian mengenai teori tentang ada.


Dasar ontologis dari ilmu berhubungan
dengan materi yang menjadi obyek
penelaahan ilmu. Epistemologi membahas
secara mendalam segenap proses yang
terlihat dalam usaha untuk memperoleh
pengetahuan. Dengan kata lain, epistemologi
adalah suatu teori pengetahuan. Aksiologi
membahas tentang manfaat yang diperoleh
manusia
dari
pengetahuan
yang
didapatkannya.
Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Helmintologi
Disebutkan oleh Suriasumantri (1996),
bahwa pengetahuan pada dasarnya memiliki
tiga landasan yaitu; ontologi, epistemologi,
dan aksiologi. Kajian bidang Helmintologi
pun akan ditinjau dari tiga landasan tersebut.
Ontologi membahas tentang apa yang ingin
diketahui atau dengan kata lain merupakan
suatu pengkajian mengenai teori tentang ada.
Dasar ontologis dari ilmu berhubungan
dengan materi yang menjadi obyek penelaan
ilmu tentang kecacingan tersebut. Dari
pemahaman tersebut maka kajian ontologi
hakikat dan struktur pengetahuan tentang
kecacingan (helmintologi) tersebut.
Hakikat
Helmintologi adalah ilmu cabang dari
parasitologi, yang dalam bidang kedokteran
dikenal sebagai ilmu yang mempelajari
infeksi kecacingan pada manusia, apakah itu
menyangkut infeksi kecacingan, faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya infeksi
kecacingan, dampak yang ditimbulkan oleh
infeksi karena cacing, serta upaya
pencegahan
dan
pengobatan
infeksi
kecacingan tersebut.
Helmintologi, diadopsi dari kata
helmintos yang artinya cacing, dan logos yang
artinya ilmu. Sementara Parasitologi berasal
dari kata parasitos yang artinya organisme yang
mengambil makan, dan logos yang artinya ilmu,
telaah. Dalam kaitan dengan masalah kesehatan,
maka parasitologi medik mempelajari parasit
yang
menghinggapi
manusia
dapat
menyebabkan penyakit dan bahkan kematian
(Jangkung, 2002).
Masalah kecacingan di masyarakat, selalu
identik dengan kondisi sanitasi dan personal
hygiene. Karena identik itulah maka
permasalahan tentang kecacingan di Indonesia
berbeda dari suatu masyarakat ke masyarakat

Helmintologi dalam Perspektif Filsafat Ilmu (180 187)


M. Salakory dan Zulfendri
Universitas Sumatera Utara

lainnya. Dalam lingkungan masyarakat tertentu,


ada mitos bahwa anak-anak tidak boleh
memakan daging ikan terlalu banyak sebab
nantinya akan menderita kecacingan, sebab
cacing dalam perut manusia suka sekali
terhadap daging ikan. Mitos ini sebenarnya
mengandung maksudnya bahwa dalam
kondisi ekonomi masyarakat yang lemah
untuk membelanjakan kebutuhan makanan
keluarga tiap hari, pengaturannya harus secara
pasti. Pemaknaan mitos ini mengandung
pengertian bahwa membelanjakan makan untuk
keluarga setiap hari harus dikelola secara
bijaksana. Jadi tiap orang dalam keluarga
sudah mempunyai jatah makanan masingmasing mulai dari yang usianya paling tua
sampai ke anak-anak.
Mitos kecacingan karena terlalu
banyak makan ikan ini sampai sekarang
masih tetap dipraktikkan dalam keluargakeluarga sederhana di desa-desa di Indonesia
sebagai upaya untuk membangun pola hidup
hemat, tidak boros, tidak menyia-nyiakan
makanan sebagai suatu anugerah Tuhan.
Pada sisi lainnya, dari sudut pandang ilmu
kesehatan justru anak tersebutlah yang
membutuhkan intake zat gizi lebih sebab dia
berada dalam masa tumbuh-kembang.
Struktur Helmintologi
Yang dibicarakan di dalam struktur
helmintologi di sini adalah membicarakan
sistematika ilmu tentang kecacingan itu
sendiri.
Parasit cacing termasuk golongan
binatang yang mempunyai banyak sel
(multiseluler)
dan
tubuhnya
simetris
bilateral. Parasit cacing yang penting bagi
manusia dapat dikelompokkan ke dalam dua
golongan besar yaitu filum Platyhelminthes
dan filum Nemathelminthes. Di dalam filum
Platyhelminthes terdapat dua kelas yang
penting: kelas Cestoidea dan kelas Trematoda.
Sedangkan di dalam filum Nemathelminthes
yang penting adalah kelas Nematoda.
Epistemologi Helmintologi
Epistemologi menurut Tim Dosen
Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM (1996)
disebutkan juga sebagai teori pengetahuan
(theory of knowledge) (Tim Dosen, 1996).
Selanjutnya oleh tim tersebut disebutkan pula
bahwa
persoalan-persoalan
dalam
epistemologi adalah: 1). Bagaimana manusia
dapat mengetahui sesuatu, 2). Dari mana

pengetahuan itu diperoleh, 3). Bagaimana


validitas pengetahuan itu dapat dinilai,
4). Apa perbedaan antara pengetahuan
apriori (pengetahuan pengalaman) dengan
pengetahuan aposteriori atau pengetahuan
purnapengalaman (Tim Dosen, 1996).
Dari pemahaman tersebut maka kajian
epistemologi helmintologi meliputi; obyek
helmintologi, cara memperoleh pengetahuan
tentang helmintologi, ukuran kebenaran
pengetahuannya.
Obyek Helmintologi
Obyek pengetahuan sains seperti
dikutip oleh Ahmad Tafsir dari Jujun. S.
Suriasumantri (1994) mengatakan bahwa
obyek pengetahuan sains atau obyek yang
diteliti sains ialah semua obyek yang empiris
(Tafsir; 2004). Aplikasinya dalam bidang
helmintologi adalah; host yang dalam hal ini
adalah manusia, agent adalah cacing itu
sendiri, dan environment atau lingkungan.
Secara lebih terperinci akan dibatasi uraian
ini tentang geohelminth, atau ada yang
menyebutnya soil transmitted helminths,
ataupun soil mediatted helminths.
Dari golongan cacing-cacing yang
penularannya melalui tanah, ada tiga jenis yang
menimbulkan masalah kesehatan masyarakat,
oleh karena prevalensinya tinggi. Dan ini dapat
dipakai sebagai indikator sosial ekonomi
masyarakat, dan sanitasi lingkungan yang
jelek. Ketiga jenis tersebut ialah: Ascaris
lumbricoides (cacing gelang), Trichuris
trichiura (cacing cambuk), dan Hookworm
(cacing kait).
Pada
prinsipnya
usaha
untuk
pemberantasan cacing dapat dilakukan
dengan memutuskan rantai daur hidup dari
cacing-cacing yang hendak diberantas.
Ascaris lumbricoides
Nama Indonesia cacing ini adalah
cacing gelang. Infeksi dengan cacing ini
disebut ascariasis.
Parasit cacing paling sering ditemukan
pada manusia dan penyebarannya dapat
sangat luas di daerah tropik, yang beriklim
panas dan lembab maupun di daerah subtropik yang keadaan lingkungan hidupnya
sesuai. Di daerah pedesaan Indonesia,
prevalensi infeksi cacing ini dapat mencapai
90%, sementara di kota di mana lahan
tanahnya lebih sempit umumnya lebih rendah
(Soedarto, 1992).

Helmintologi dalam Perspektif Filsafat Ilmu (180 187)


M. Salakory dan Zulfendri

183
Universitas Sumatera Utara

Manusia akan terinfeksi bila menelan


minuman atau makanan yang terkontaminasi
dengan telur yang infektif. Sedangkan pada
anak-anak biasanya lewat tangannya yang
terkontaminasi dengan tanah yang telah
tercemar telur cacing, telur yang infektif tadi
akan menetas di dalam usus halus dan
keluarlah larva rabditiform yang akan
menembus dinding usus dan masuk ke vena
kecil atau pembuluh limfa.
Untuk memberantas cacing harus
memutuskan rantai daur hidupnya, yang
dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
pencegahan dan pengobatan.
Trichuris trichiura
Nama Indonesia cacing ini adalah
cacing cambuk karena bentuknya mirip
cambuk. Infeksi dengan cacing ini disebut
trikuriasis.
Trichuris trichiura tersebar luas di
daerah tropik yang panas dan lembab.
Frekuensi tertinggi didapatkan pada daerah
dengan hujan lebat dan sering, kelembaban
yang tinggi, teduh dan tanah yang basah. Di
Indonesia sangat tinggi yaitu di daerah
pedesaan, serta di wilayah kumuh di daerah
perkotaan.
Telur Trichuris tak tahan terhadap
sinar matahari langsung dan akibat
kekeringan. Infeksi terjadi apabila telur yang
berisi embrio tertelan dengan perantaraan
tangan, makanan atau minuman dan alat
permainan anak-anak yang berkontaminasi.
Cacing dewasa hidup di usus besar manusia,
terutama di daerah sekum dengan
membenamkan kepalanya di dalam dinding
usus. Kadang-kadang cacing didapatkan
hidup di apendiks dan illeum bagian distal.
Sumber penularan trikuriasis adalah
manusia untuk manusia lainnya. Trikuriasis
pada hewan tidak menular pada manusia.
Telur yang keluar bersama tinja penderita
belum mengandung larva, oleh karena itu
belum infektif. Bila lingkungannya terutama
temperatur, kelembaban dan keteduhan
kurang menguntungkan maka pertumbuhan
telur akan terlambat sampai beberapa bulan.
Cacing Kait (Hookworm)
Nama cacing ini diberikan karena
bentuknya seperti kaitan yang diterjemahkan
juga dari kata hook-woorm. Ada juga yang
menamakannya dengan nama cacing
tambang. Nama tersebut diperoleh karena

184

cacing ini sering menghinggapi para pekerja


di tambang di Eropa yang di masa lalu belum
memiliki fasilitas sanitasi yang baik. Ada dua
spesies yang merupakan parasit pada
manusia yaitu Anclylostoma duodenale dan
Necator americanus.
Faktor-faktor yang menguntungkan
penyebaran cacing kait:
- Adanya sumber penularan yaitu orangorang yang mengandung cacing tambang
ini dalam ususnya.
- Cara/kebiasaan berak, sehingga telur
cacing tambang ini jatuh pada tempat
yang menguntungkan untuk pertumbuhan
selanjutnya.
- Tanah pasir atau campuran tanah liat dan
pasir yang mengandung humus merupakan
tempat pembiakan yang baik untuk larva
cacing tambang.
- Iklim panas, kelembaban rendah dan
curah hujan 30 s.d. 40 inci, lingkungan
yang teduh sangat cocok untuk tempat
pertumbuhan larva.
- Adanya kesempatan untuk kontak antara
larva filariform yang infektif dengan
kulit manusia. Penduduk yang miskin
dengan tingkat pendidikan yang rendah di
mana mereka tidak biasa menggunakan alas
kaki terutama untuk penduduk pedesaan,
sangat mudah terinfeksi dengan cacing
tambang.
Cara Memperoleh Pengetahuan tentang
Gohelminth
Perkembangan sains pada awalnya
didorong oleh paham humanisme, kemudian
secara berturut-turut rasionalisme, empirisme,
dan positivisme yang memerlukan alat untuk
membuktikan logikanya, mengajukan bukti
empirisnya yang terukur, dan sebagai alatnya
ialah metode ilmiah (Tafsir, 2004).
Oleh Archi J. Bahm, disebutkan bahwa;
metode ilmiah meliputi 5 langkah yaitu; a)
menyadari akan masalah, b) menguji masalah, c)
mengusulkan solusi, d) menguji usulan atau
proposal, e) memecahkan masalah (Archi. J.
Bahm: 17). Dengan demikian aplikasinya dalam
bidang geohelminth atau dengan kata lain
untuk memperoleh pengetahuan tentang
geohelminth dipergunakan metode ilmiah
yang dalam hal ini dapat disebutkan satu
contoh metode ilmiah yang dapat
dipergunakan dengan melibatkan sejumlah
bidang pengetahuan terkait. Rancangan

Helmintologi dalam Perspektif Filsafat Ilmu (180 187)


M. Salakory dan Zulfendri
Universitas Sumatera Utara

penelitian yang dapat dikembangkan adalah


penelitian Cohort selama satu tahun.
Dipilihnya desain ini, karena tujuan
penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara kondisi ekoepidemiologi
(faktor risiko) dengan konsentrasi telur dan
larva geohelminth di tanah (efek), juga antara
konsentrasi telur dan larva geohelminth di
tanah (faktor risiko) dengan prevalensi dan
insidens geohelminth di masyarakat (efek),
dengan pendekatan longitudinal ke depan
atau pendekatan prospektif.
Lokasi Penelitian
Penelitian dapat dilakukan di Pulau
yang secara ekologis pulau tersebut
merupakan satu ekosistem, tetapi secara
administratif-pemerintahan, pulau tersebut
dapat meliputi wilayah kerja dari dua daerah
administratif (kabupaten/kota).
Populasi dan Sampel
Sebagai populasi adalah orang atau
penduduk yang tinggal pada desa-desa di
pulau-pulau tersebut. Pulau sebagai satu
kesatuan ruang yang lebih luas dengan desadesa sebagai satu kesatuan ruang yang lebih
sempit atau kecil.
Mengingat populasi yang cukup besar
dan kompleks tersebut maka perlu ditentukan
sejumlah orang atau subyek sebagai sampel.
Teknik sampling dapat dilakukan secara
berstrata. Pada tahap pertama ditentukan 3
buah desa (sampling area) sebagai desa kasus.
Selain itu ditentukan pula 3 buah desa
(sampling area) sebagai desa kontrol atau
untuk dilakukan matching. Pada tahap kedua,
dipilih subyek yang negatif mengandung
geohelminth. Untuk itu terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan faeces agar diketahui
seseorang positif atau negatif mengandung
geohelminth. Subjek negatif itulah yang
kemudian diikuti selama 12 bulan melalui
pemeriksaan faeces sebanyak 4 kali selama
periode penelitian. Desa-desa dengan
prevalensi tinggi dipandang sebagai desa
dengan faktor risiko positif, sedangkan desadesa dengan prevalensi rendah dipandang
sebagai desa dengan faktor risiko negatif.
Sampel tanah diperoleh dari areal
lahan di mana penduduk/subyek lebih
banyak beraktivitas, yaitu dari areal sekitar
lokasi rumah tinggalnya, serta areal sekitar
tempat biasanya buang air besar.

Ukuran Kebenaran Pengetahuan tentang


Geohelminth
Sebagai ukuran yang dimaksudkan di
sini adalah meliputi variabel-variabel yang
akan diteliti atau dijadikan dasar bagi
pengujian hipotesis nanti dapat meliputi: a)
ekoepidemiologi geohelminth; faktor fisik
tanah, hidrologi, musim, pH tanah, bologis
tanah. b) Dinamika perkembangan telur dan
larva geohelminth infektif di tanah, c)
prevalensi dan insidens geohelminth serta
distribusinya; kelompok risiko ringan
distribusinya, jumlah penderita geohelminth
(prevalence, incidence), intensitas infeksi
akibat geohelminth (TPG), indeks penularan.
Aksiologi Helmintologi
Yang dimaksudkan dengan aksiologi
menurut Tim Dosen Filsafat ilmu Fakultas
Filsafat UGM (1996), disebutkan bahwa
aksiologi ilmu membahas tentang manfaat
yang diperoleh manusia dari pengetahuan
yang didapatnya.
Aplikasinya dalam helmintologi adalah;
kegunaan pengetahuan helmintologi yang dalam
hal ini dibatasi pada geohelminths, serta cara
pengetahuan helminths menyelesaikan masalah.
Kegunaan Pengetahuan Helminths
Dari apa yang telah dibicarakan setelah
dipahami karakteristik masing-masing spesies
serta cara pencegahannya maka pada bagian
ini dapat dibuat suatu resume tentang cara
pemberantasan dan pencegahan infeksi
cacing yang ditularkan melalui tanah.
Pada prinsipnya untuk cacing-cacing
yang ditularkan melalui tanah memutuskan
daur hidup dapat dilakukan dengan: a)
membuang air besar hendaknya dilakukan di
jamban, tidak di sungai, kebun, atau
halaman. Ini dimaksudkan untuk mencegah
tinja penderita mencemari tanah sehingga
telur cacing tidak tumbuh menjadi stadium
infektif yang dapat menjangkiti orang lain. b)
Menjaga kebersihan perorangan misalnya
dengan selalu mencuci tangan dengan air
bersih sebelum dan sesudah makan dan
minum sehingga telur cacing yang infektif
tidak tertelan. Buah dan sayuran sebelum
dimakan hendaknya dicuci atau lebih baik
kalau dimasak lebih dahulu. c) Pemupukan
tanaman dengan tinja segar manusia
sebaiknya ditiadakan, dan penyiraman
sayuran yang biasanya dimakan mentah
hendaknya disiram dengan mempergunakan

Helmintologi dalam Perspektif Filsafat Ilmu (180 187)


M. Salakory dan Zulfendri

185
Universitas Sumatera Utara

air bersih. d) menjaga kebersihan lingkungan


rumah dan halaman. Biasakan menggunakan
sandal atau alas kaki jika berjalan di kebun.
Bila berkebun dianjurkan menggunakan
sarung tangan. Selain untuk mencegah
masuknya larva infektif cacing tambang juga
mencegah tercemarnya tangan dengan telur
infektif cacing tambang, gelang dan cambuk.
e) Mengobati penderita, penderita sebagai
satu-satunya sumber infeksi cacing usus.
Dengan mengobati penderita maka sumber
penularan yaitu cacing dewasa yang hidup di
usus penderita dapat dibasmi, sehingga
produksi telur terhenti.
Cara Pengetahuan Helminths Menyelesaikan
Masalah
Beberapa pesan yang disampaikan oleh
Archie. J. Bahm dalam tulisannya What is
Science kepada pembaca dalam mengkaji
suatu keabsahan suatu ilmu pengetahuan sbb:
a) diperlukannya komunikasi antar ilmuan
dalam menyikapi suatu permasalahan. Pada
paragraph terakhir dari halaman pertama
dinyatakan dibutuhkannya suatu komunikasi
dalam
penentuan
keilmiahan
suatu
permasalahan. b) Seseorang harus mempunyai
keinginan untuk menyelidiki lebih lanjut guna
mendapatkan pengertian yang spesifik c)
Dibutuhkannya sikap obyektif bagi seorang
ilmiah akan tetapi sikap obyektif itu harus
dapat dipertanggungjawabkan kemanfatannya.
Sehingga dibutuhkan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang seimbang
dengan pengembangan aksiologi, etika,
religi, dan sosiologi. d) Diharapkan agar
setiap ilmuan untuk selalu memahami enam
unsur utama dari ilmu pengatahuan, dan
penerapannya dalam pelaksanaan tugasnya
sebagai ilmuan (Archie. J. Bahm: 1-34).
Bagaimana aplikasinya dalam bidang
kajian Helmintologi? Sebagaimana halnya
pengetahuan ilmiah secara universal yang
menjunjung tinggi kaidah-kaidah ilmiah
dalam menyatakan jati dirinya, kajian ilmiah
bidang helmintologi dapat meliputi: a)
pertemuan para pakar bidang helmintologi
medik secara berkala untuk mengkaji berbagai
permasalahan menyangkut perkembangan ilmu
bidang helmintologi. b) Penyajian tulisantulisan ilmiah atau artikel dan penelitian
helmintologi dalam jurnal-jurnal parasitologi
dan helmintologi ataupun jurnal kesehatan
masyarakat. c) Para akademisi diharapkan
sering melakukan penelitian helmintologi

186

yang memiliki nilai praktis dan nilai


keilmuan. d) Pelaksanaan ceramah ilmiah,
workshop, seminar, lokakarya, diskusi panel,
dan sejenisnya yang menyajikan tulisantulisan bermutu baik bagi pemecahan
masalah
endemis
helminths
maupun
pengembangan bidang parasiotologi dan
helmintologi.
PENUTUP
Sebagai bagian akhir dari penulisan ini,
maka dapat dibuat beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
Pengembangan bidang kesehatan yang
include
dalam
pembangunan
bidang
kesehatan yang tidak mengindahkan dampak
positif dan dampak negatif terhadap
kesehatan manusia, kesehatan lingkungan,
kesehatan sosial, dan kesehatan budayanya
merupakan bentuk dari pelanggaran hak asasi
manusia.
Mengingat kompleksnya pembangunan
kesehatan dalam kaitannya dengan konteks
demokratisasi, desentralisasi dan globalisasi,
maka pengembangan bidang kesehatan
dewasa ini sesungguhnya memperhatikan 3
hal antara lain; a) Prinsip-prinsip dasar yang
merupakan nilai-nilai kebenaran dalam
pembangunan kesehatan, b) Kejelasan
transformasi pembangunan kesehatan di
masa depan c) Sinergisme upaya-upaya
kesehatan yang bersifat dinamis.
Semua pengetahuan apakah itu ilmu,
seni, atau pengetahuan pada dasarnya
memiliki tiga landasan yaitu; ontologi,
epistemologi, dan aksiologi. Ontologi
helmiths berbicara tentang hakikat helminths
dan struktur helminths. Epistemologi
helminths berbicara tentang obyek helminths,
cara memperoleh pengetahuan tentang soil
transmitted
helminths,
serta
ukuran
kebenaran
pengetahuan
tentang
soil
transmitted helminths. .Aksiologi helminths
berbicara tentang kegunaan pengetahuan
helminths, dan cara pengetahuan helminths
menyelesaikan masalah.
Dari kesimpulan yang dibuat tersebut,
maka beberapa saran dapat kami sampaikan
sebagai berikut:
1. Perguruan tinggi seluruh Indonesia perlu
melakukan pencanangan mata kuliah
filsafat ilmu sebagai mata kuliah wajib
seluruh fakultas.

Helmintologi dalam Perspektif Filsafat Ilmu (180 187)


M. Salakory dan Zulfendri
Universitas Sumatera Utara

2. Aplikasi pengembangan ilmu melalui


penulisan skripsi, tesis, disertasi para
mahasiswa, pada dasarnya harus
memiliki tiga landasan yaitu; ontologi,
epistemologi, dan aksiologi.
DAFTAR PUSTAKA
_______. 1994, Pandangan tentang Strategi
Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Kedokteran,
Journal,
September 1994, Akademi Ilmu
Pengetahuan Indonesia Komisi Bidang
Ilmu Kedokteran, Jakarta.
_______. 1995, Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Kedokteran di Indonesia,
Journal, Juli 1995, Akademi Ilmu
Pengetahuan Indonesia Komisi Bidang
Ilmu Kedokteran, Jakarta.
Alfandi W., 2001, Epistemologi Geografi,
Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Archie J. Bahm., tanpa tahun, What Is
Science, Modul Kuliah Filsafat Ilmu
Program Doktor Bidang Kedokteran,
UGM.
Hapsara. H. R. 2004. Pembangunan
Kesehatan Di Indonesia, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Jangkung S O., 2000. Parasitologi Medik. 1.


Helmintologi, EGC, Jakarta.
Morales G A, Pino LA, Chourio-Lozano G.,
Ecoepidemiology
Of
Ascaris
lumbricoides in an endemic Artea and
Its Relation with Blood Groups, Acta
Cient
Venes,
PMID:
9239849
[PubMed indexed for MEDELINE],
Download 16/09/2006.
Notoatmodjo S. 1996. Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.
Pratiknya A W.. 1993. Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Soedarto. 1992. Helmintologi Kedokteran,
EGC, Jakarta.
Suriasumantri J.S. 1991. Ilmu Dalam
Perspektif, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.
Tafsir A. 2004. Filsafat Ilmu, Remaja
Rosdakarya, Bandung.
The Liang Gie. 1991. Pengantar Filsafat
Ilmu, Liberty, Yogyakarta.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat.
1996.
Filsafat
Ilmu,
Liberty,
Yogyakarta.

Helmintologi dalam Perspektif Filsafat Ilmu (180 187)


M. Salakory dan Zulfendri

187
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai