Anda di halaman 1dari 12

IDENTIFIKASI, MORFOLOGI DAN KUNCI DETERMINASI KELAS AVES

Devi, Dwi, Cinthya, Shinta, Tri zulistiana


ABSTRAK
Pratikum yang berjudul identifikasi, morfologi dan kunci determinasi kelas aves dilaksanakan
pada pada hari Senin, 1 dan 8 April 2013, di Laboratorium Taksonomi Hewan, Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui karakter morfologi, identifikasi dan kunci
determinasi hewan dari kelas aves. Columba livia betina berukuran lebih besar dari yang
jantan, memiliki warna leher hitam kebiruan, Columba livia jantan berukuran lebih kecil dari
yang betina, memiliki warna leher hitam kehijauan, Stretopelia chinensis memiliki tipe ekor
segi empat dan tidak memiliki serra pada pangkal paruhnya, Melopsittacus undulatus betina
berukuran lebih besar dari yang jantan dan memiliki corak warna yang lebih sederhana dari
yang jantan, Melopsittacus undulatusjantan berukuran lebih kecil dari yang betina dan corak
warnanya lebih bervariasi dari yang betina, Lonchura maja berukuran kecil dan warna kakinya
keunguan, Burung yang memliki mahkota adalah Niltava grandis, Pycnonotus goiavier,
Psilopogon pyrolophus, Lanius tiginus.
Key word : identifikasi, morfologi, kunci determinasi, aves.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut Iskandar (1989) jenis-jenis aves di
Indonesia ini terdapat 1531 jenis aves, 381
jenis
diantaranya
adalah
endemik.
Indonesia merupakan urutan ke empat di
dunia dalam keanekaragamn aves setelah
Colombia,
Peru
dimana
Sumatra
merupakan salah satu pulau yang sangat
kaya dengan jenis aves setelah Irian Jaya.
Di Sumatra terdapat 464 jenis aves, 138
jenis diantaranya juga dijumpai di kawasan
Sunda, 16 jenis burung hanya ditenui di
Pulau Jawa dan Sumatra, dan 11 jenis di
Kalimantan dan Sumatra. Marleec dan
Voos (1988), mengelompokkan burung di
sumatera ke dalam dua kelompok besar
yaitu
Non
Passeriformes.
Non
Passeriformes terdiri dari 210 spesies
dengan 29 jenis family, sedangkan
Passeriformes terdiri dari 228 spesies
dengan 46 famili.
Keberagaman jenis aves disebabkan
oleh posisi geografis Indonesia yang
terletak di antara benua Asia dan benua
Australia merupakan salah satu sebab
beragamnya jenis ini . Indonesia yang

terletak disekitar garis khatulistiwa


khatulistiwa mempunyai iklim tropis.
Daerah ini selalu mendapatkan cahaya
matahari secara terus menerus sepanjang
tahun, baik dimusim kemarau (panas)
maupun musim hujan (dingin). Hujan
cukup banyak dan hampir merata di
seluruh wilayah. Semua ini mengakibatkan
adanya alam tumbuhan atau flora dengan
rimba rayanya yang selalu menghijau
(Redaksi Ensiklopedi Indonesia, 1992).
Penyebaran itu didukung oleh
kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap
berbagai faktor-faktor lingkungan dimana
mereka dapat hidup dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang mereka tempati
(Bufalloe, 1969).
Jasin (1992) menyatakan Kelas
Aves menunjukkan kemajuan bila
dibandingkan dengan kelas-kelas lain yang
mendahuluinya dalam hal tubuh memiliki
penutup bersifat isolasi, daerah vena dan
arteri terpisah secara sempurna dalam
sirkulasi pada jantung, pengaturan suhu
tubuh, rata-rata metabolismenya tinggi,
memiliki kemampuan untuk terbang,

suaranya berkembang dengan baik dan


menjaga anaknya secara khusus.
Iskandar (1989) mendefinisikan
aves adalah hewan yang memiliki bulu
yang indah, suaranya yang merdu, dan
tingkah lakunya yang menarik. Hal tersebut
membuat adanya minat masyarakat pada
burung tinggi, dan sering menjadikannya
sebagai binatang peliharaan. Akan tetapi
tidak sedikit pula dari beberapa jenis
burung yang di percayai sebagai pertanda
buruk dan pertanda baik. Bahka dibeberapa
daerah aves menjadi sebuah lambang suatu
wilayah atau kekuasaan. Aves memiliki
kemampuan mobilitas yang tinggi sehingga
penyebarannya sangat luas.
Aves
memiliki
kepentingan
ekonomi, sebagian dari mereka dapat
dijadikan sebagai hewan peliharaan dan
hewan
ternak
yang
mana
dapat
diperdagangkan. Aves juga dapat dijadikan
sumber
bahan
makanan
karena
mengandung protein yang tinggi. Selain
bernilai ekonomi aves juga bernilai ilmiah
seperti
dijadikan
sebagai
indikator
lingkungan, dan bahan penelitian ilmiah
(Jasin, 1992)
Aves ini memiliki manfaat yang
sangat besar dalam kehidupan kita,
sehingga kita diharuskan mengetahui
sedikit banyaknya tentang aves. Manfaat
aves di antaranya adalah sebagai indikator
lingkungan, merupakan sumber protein,
sebagai bahan penelitian, sebagai rekreasi,
dan banyak lagi. Untuk itu dilakukan
praktikum ini agar mahasiswa mengetahui
dengan baik tentang burung.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mengetahui karakter morfologi, identifikasi
dan kunci determinasi hewan dari kelas
aves.
BAHAN DAN METODE
1. Waktu dan Tempat
Praktikum tentang morfologi, identifikasi
dan kunci determinasi hewan kelas Aves
dilaksanakan pada hari Senin, 1 dan 8 April

2013, di Laboratorium Taksonomi Hewan,


Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Andalas, Padang.
2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum
adalah vernier kaliper, penggaris, dan alatalat tulis. Bahan yang digunakan adalah
hewan-hewan kelompok aves seperti :
Melopsittacus undulatus, Columba livia,
Strepthopelia chinensis, Lonchura maja
beserta specimen burung awetan.
3. Cara Kerja
Objek diletakkan dibak bedah, diarahkan
kepalanya kesebelah kiri, kemudian difoto.
Setelah itu dilakukan pengukuran serta
perhitungan
terhadap
karakteristik
topografinya seperti : panjang sayap (PS),
panjang tarsus (PTA), panjang paruh(PP),
panjang ekor (PE), panjang total (PT),
lebar paruh (LP), lebar kepala( LK),
panjang sayap lengkung(PSL), diameter
tarsus (DT), panjang kepala (PK), warna
bulu, tipe paruh, warna paruh, tipe kaki,
warna kaki, tipe ekor dan diamati juga ada
tidaknya serra pada paruh, mahkota pada
kepala, bulu sungut dan ciri khas lainnya.
Kemudian buat klasifikasi lengkap dan
kunci
determinasi
objek
tersebut
berdasarkan parameter yang telah diamati
dan diukur.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil dan Pembahasan
Adapun hasil yang didapatkan pada
praktikum yang telah dilaksanakan adalah
sebagai berikut:
4.1.1 Columba livia Gmelin 1789 (IUCN,
2013)
Columba livia betina memiliki PS 190 mm
sedangkan jantannya 250 mm. Pada betina
PTA 70 mm dan pada jantannya 24 mm. PP
pada betina 20 mm dan pada jantannya 15
mm. PE pada betina 95 mm dan pada
jantan 50 mm. PT 270 mm dan pada jantan
200 mm. LP pada betina 5 mm dan pada
jantan 10 mm. LK pada betina 25 mm dan

pada jantan 20 mm. PSL pada betina 205


mm, pada jantan 130 mm DT pada betina 8
mm pada jantan 5,8 mm. PK pada betina
60 mm dan pada jantan 60. Warna kepala
pada betina hitam keabu-abuan dan pada
jantan leher hitam kehijauan. Bulu leher
pada betina hitam kebiruan pada jantan
hitam kehijauan, warna punggung pada
betina dan jantan hitam keabu-abuan, tipe
paruh pada seed cracking, warna paruh
pada betina dan jantan abu-abu kehitaman,
tipe kaki wading, warna kaki merah marun
pada betina dan jantannya. Tipe ekornya
berbentuk baji. Terdapat serra berwarna
putih pada pangkal paruh.
Merpati dan dara adalah burung
berbadan gempal dengan leher pendek dan
paruh ramping pendek dengan cera berair.
Spesies yang umumnya dikenal sebagai
"merpati" umum digunakan di banyak kota.
Dara dan merpati membangun sangkarnya
dari ranting dan sisa-sisa lainnya, yang
ditempatkan di pepohonan, birai, atau
tanah, tergantung spesiesnya. Mereka
mengerami satu atau dua telur, dan kedua
induknya sangat memedulikan anaknya,
yang akan meninggalkan sangkarnya
setelah 7 hingga 28 hari. Dara
makan biji, buah dan
tanaman.
Tidak
seperti kebanyakan burung lainnya (namun
lihat juga flamingo), dara dan merpati
menghasilkan "susu tembolok." Kedua
jenis kelamin menghasilkan zat bernutrisi
tinggi ini untuk memberi makan anaknya.
Burung merpati mempunyai Cera yaitu
lapisan lemak yang terdapat pada bagian
paruhnya yang berfungsi untuk menyaring
air ketika terbang dan mempunyai Pigeon
Milk yang akan diberikan kepada anaknya
(Crome,1991).
Columba livia memiliki penyebaran
yang sangat terbatas, terutama terbatas
pada pulau-pulau Sumatera, Indonesia
(seperti Simeulue, Mentawi Kepulauan,
Riau dan kepulauan Lingga), dan lepas
pantai barat Sarawak, Malaysia dan
Kalimantan, Indonesia (misalnya Karimata

dan Kepulauan Natuna, termasuk Burong)


(Mackinnon,1991 ).
4.1.2 Streptopelia chinensis Scopoli, 1786
(IUCN, 2013)
Streptopelia chinensis memiliki PS 210
mm, PTA 50 mm, PP 10 mm, PE 120 mm,
PT 300 mm, LP 4,5 mm, LK 13,2 mm,
PSL 105 mm, DT 5,8 mm, PK 50 mm.
Warna kepala coklat susu, bulu lehercoklat
susu bercorak hitam, warna punggung
hitamcoklat susu, tipe paruh seed cracking,
warna hitam, tipe kaki perching, warna
kaki pink tua, tipe ekornya segi empat dan
tidak terdapat serra pada pangkal paruh.
Menurut
Mackinnon
(2000)
Streptopelia chinensis berukuran sedang
yaitu 30 cm, memiliki warna coklat
kemerahjambuan, ekor tampak panjang,
bulu ekor terluar memiliki tepian putih
tebal. Bulu sayap lebih gelap daripada bulu
tubuh, terdapat garis-garis hitam khas pada
sisi leher, berbintik-bintik putih halus, iris
berwarna jingga, paruh berwarna hitam dan
kaki berwarna merah.
Streptopelia chinensis yang biasa
disebut burung balam atau tekukur
merupakan hewan yang dapat dijadikan
peliharaan manusia. Burung ini tersebar di
seluruh Asia seperti Indonesia (Sumatra,
Jawa, dan Bali) dan Australia. Memiliki
habitat yang tak jauh dari lingkungan
manusia, pedesaan atau perkotaan, burung
ini biasa mencari makan di daerah terbuka,
sawah, atau ladang. Makanan burung ini
yaitu biji tanaman terutama biji beras
(MacKinnon, 1991).
4.1.3 Melopsittacus undulatus Shaw, 1805
(IUCN, 2013)
Melopsittacus undulatus betina memiliki
PSL 80 mm sedangkan jantannya 96 mm.
Pada betina PTA 17 mm dan pada
jantannya 19,5 mm. PP pada betina 15
mm dan pada jantannya 10 mm. PE pada
betina 77 mm dan pada jantan 95 mm. PT
pada betina 165 mm dan pada jantan 170
mm. LP pada betina 7,43 mm dan pada
jantan 8,5 mm. LK pada betina 14,74 mm

dan pada jantan 28 mm. PS pada betina


60 mm, pada jantan 95 mm DT pada betina
2,7 mm pada jantan 7 mm. PK pada betina
35 mm dan pada jantan 28 mm. Warna
kepala pada betina kuning hijau dan pada
janta biru muda. Bulu leher pada betina
hijau corak hitam pada jantan biru muda
bercorak hitam. Warna punggung pada
betina hijau dan jantan biru muda. Tipe
paruh seed cracking, warna paruh pada
jantan dan betina kuning kebu-abuan, tipe
kaki perching. Warna kaki pada betina pink
keabu-abuan dan pada jantan pink, tipe
ekornya berbentuk pointed. Terdapat serra
pada pangkal paruh.
Melopsittacus undulatus yang biasa
disebut dengan burung parkit merupakan
burung yang dapat dijadikan hewan
peliharaan. Burung ini memiliki warna
yang sangat menarik dan bervariasi.
Ukuran burung ini rata-rata mencapai 18
cm dengan berat 30-40 gram. Burung ini
mempunyai gaya hidup nomaden. Dapat di
temukan di daerah yang terbuka, semak
belukar, padang rumput atau hutan yang
terbuka, burung ini dapat berpindah
kemana saja tergantung pada ketersediaan
makanan dan air. Makanan burung ini
berupa buah-buahan, biji-bijian, sayuran,
bahkan gabah beras atau kecambah
Leguminosa (Dorst, 1972).
Melopsittacus
undulatus
ini
merupakan hewan seksual dimorfisme
yang dapat dibedakan antara jantna dan
betinanya sehingga daa yang didapatkan
juga berebda antara jantan dan betinanya.
Sering disebut budgie atau parkit yang
berciri-ciri burung dominan hijau dan
kuning kecil ekor panjang dengan tanda
bergerigi hitam pada sayap dan bahu.
Mereka merupakan spesies dominan
pemakan
biji-bijian. Parkit dapat
ditemukan diseluruh bagian-bagian kering
di Australia. Rata-rat burung iniberukuran
18 cm, berat 30,40 gram, dahi dan wajah
berwarna kuning pada burung dewasa.
Bulu ekor luar berwarna kuning cerah.

sayap mereka memiliki bulu berwarna


kehijauan-hitam dan bulu hitam dengan
pinggiran kuning (Dorst, 1972).
4.1.4 Lonchura maja Linnaeus, 1776
(IUCN, 2013)
Lonchura maja memiliki PSL 56 mm, PTA
13,5 mm, PP 13 mm, PE 45 mm, PT 95,5
mm, LP 10 mm, LK 19,7 mm, PS 68 mm,
DT 3,5 mm, PK 31 mm. Warna kepala
kuning kehijauan, bulu leherhijau bercorak
hitam, warna punggung hitam, tipe paruh
seed cracking, warna paruh kuning keabuabuan, tipe kaki perching, warna kaki pink
keabu-abuan, tipe ekornya pointed dan
terdapat serra pada pangkal paruh.
Mackinnon (2000), berpendapat
bahwa Lonchura maja merupakan burung
berukuran kecil yaitu sekitar 11 cm, warna
tubuh coklat dan kepala berwarna
keputihan, seluruh tenggorokan dan
kepalanya berwarna keputihan, iris
berwarna coklat, paruh abu-abu dan kaki
berwarna biru pucat.
4.1.5 Padda oryzivora Linnaeus, 1758
(www.iucn.org)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut: PK
32 mm, LK 38 mm, PP 19 mm, LP 13,6
mm, PS 68 mm, PSL 69 mm, Panjang
Tarsus (PT) 15 mm, DT 0,51 mm, PE 38
mm, Tipe Paruh hawfinch, Tipe Ekor
rounded, Tipe Cakar petengger, Warna
Bulu coklat tua, Warna Paruh Cokelat tua,
Warna Kaki cokelat kehitaman.
Menurut Kaler (2000) Padda
oryzivora atau yang biasa dikenal sebagai
burung gelatik identik dengan ciri-ciri
bertubuh kecil hingga sedang, memiliki
bulu yang berwarna-warni, dan bentuk
paruh yang disesuaikan dengan bentuk
makanannya yaitu biji-bijian. Senantiasa
bertengger di ranting-ranting pepohonan
yang tidak begitu tinggi. Burung ini aktif
dipadi hari. Biasanya pada pagi hari burung
ini sering berkeliaran disekitar lading
persawahan disekitar habitatnya.

Padda
oryzivora
merupakan
endemik asli dari pulau Jawa, Bali, dan
Madura. Di Indonesia, pesebaran hewan ini
sudah meluas. Akan tetapi pada saat ini
pesebaran hewan ini justru sulit ditemukan
terutama di Pulau Jawa. Kelompok hewan
ini sering membuat sarangnya di bawah
atap rumah, di lubang-lubang pohon, dan di
dalam gua (Brickle, 2012)..
4.1.6 Famili Columbidae
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut: PK
20 mm, LK 15 mm, PP 15 mm, LP 10 mm,
PS 140 mm, panjang PSL 60 mm, PTA 50
mm, DT 13 mm, panjang ekor PE 80 mm,
tipe paruh snipe, tipe ekor squre, tipe
cakar petengger, warna bulu hitam
dengan corak kuning kehijauan, warna
paruh kuning, warna kaki coklat.
4.1.7 Megalaima oorti Muller, 1835
(IUCN, 2013)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut: PK
43 mm, LK 19,6 mm, PP 25 mm, LP 5,4
mm, PS 90 mm, PSL 20 mm, PTA 50 mm,
DT 3,5 mm, PE 20 mm, tipe paruh golden
prover, tipe cakar segenal parot, warna
bulu hitam.
Hewan ini berukuran kecil sampai
sedang, yaitu sekitar 21 cm. Tubuhnya
berwarna berwarna hijau dengan kepala
berhiaskan warna biru, merah, kuning, dan
hitam. Perbedaanya dengan Takur gedang,
Megalaima oorti ukuran lebih kecil, alis
hitam, pipi biru, tenggorokan kuning, dan
bintik merah di atas bahu. Pada individu
mudanya
berwarna
lebih
suram.
Iris coklat, paruh hitam, kaki berwarna
abu-abu kehijauan (Kutilang Indonesia,
2013).
Burung
ini
lebih
dikenal
masyarakat sebagai takur bukit. Dimana
burung ini adalah termasuk tipeburung
yang suka berkicau. Habitat burung ini
yaitu di tajuk atas dan tengah. Di Sumatera,
umum terdapat di hutan pegunungan dan
sub-pegunungan di Pegunungan Bukit

Barisan, antara ketinggian 1000-2000 m


(Kutilang Indonesia, 2013).
4.1.8 Lanius tiginus Drapiez, 1828 (IUCN,
2013)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut: PK)
42 mm, LK 19 mm, PP 22 mm, LP 13 mm,
PS 180 mm, PSL 46 mm, Panjang Tarsus
(PT) 145 mm, DT 2,3 mm, PE 70 mm,
Tipe Cakar petengger, Warna Kaki abu-abu
keunguan.
Lanius tiginus atau biasa lebih
dikenal oleh masyarakat sebagai bentet
loreng ini mempunyai ukuran yang kecil
hingga sedang. Ukurannya hanya kira-kira
mampu mencapai 19 cm. Mempunyai
punggung berwarna merah bata. Mirip
Bentet coklat, bedanya paruh nampak lebih
tebal, ekor lebih pendek, dan mata lebih
besar. Mempunyai mahkota dan tengkuk
berwarnaabu-abu. Serta punggung, sayap,
dan ekor berwarna coklat, yang disertai
dengan garis hitam halus. Mempunyai
setrip mata hitam lebar dan tubuh bagian
bawah putih, bergaris coklat samar pada
sisi tubuh (Kutilang Indonesia, 2013).
Pada usia muda, burung ini
berwarna coklat-buram. Disertai dengan
setrip mata bergaris-garis hitam samar, dan
garis alis putih. Bagian tubuh bagian
bawah berwarna kuning tua dengan perut
dan sisi tubuh bergaris lebih jelas
dibandingkan dengan Bentet coklat muda.
Mempunyai iris berwarna coklat, dan paruh
berwarna biru berujung hitam serta kaki
berwarna abu-abu. Pada umumnya burung
ini mendatangi pinggiran hutan dan lebih
banyak tinggal di dalam hutan pada dataran
rendah sampai ketinggian 900 mdpl. Khas
jenis-jenis burung Bentet; memburu
serangga dari tempat bertengger (Kutilang
Indonesia, 2013).
4.1.9 Ducula badia Raffles 1822 (IUCN,
2013)
Dari
praktikum
yang
telah
dilaksanakan, maka didapatkan data
sebagai berikut: PK 40 mm, LK 20 mm, PT

200 mm PP 15 mm, LP 6 mm, Panjang


Sayap (PS) 30 mm, PSL) 50 mm, PTA 20
mm, DT 4,5 mm, PE 90 mm, Tipe Paruh
crosbill, Tipe Ekor rounded, Tipe Cakar
petengger, Warna Bulu coklat kemerahan,
Warna Paruh putih gading, Warna Kaki
coklat muda.
Ducula badia merupakan salah satu
golongan burung yang berpostur tubuh
sedang sampai besar yaitu kira-kira sekitar
45 cm. Warna kepala, leher, dada, dan perut
berwarna abu-abu keunguan dengan dagu
dan kerongkongan berwarna putih.
Mempunyai mantel dan penutup sayap
berwarna merah tua dengan punggung dan
pinggul coklat tua keabu-abuan. Ekornya
berwarna hitam kecoklatan dengan garis
abu-abu lebar pada ujungnya dan penutup
bagian bawah kuning tua (Kutilang
Indonesia, 2013)/
Menurut Kutilang Indonesia (2013)
burung yang dikenal dengan sebutan
Pergam gunung biasanya menghuni hutan
pegunungan pada rentang ketinggian antara
400-2200 mdpl. Burung ini sering
berjelajah ke dataran rendah hingga ke
hutan Mangrove hanya untuk mencari
makan. Burung ini juga sering dijumpai di
daerah pantai, bahkan di kawasan hutan
mangrove sedang bermain atau mandi.
4.1.10
Anthracoceros
albirostris
(McKinnon, 1992)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut: PK
190 mm, LK 50 mm, PP 120 mm, LP 25
mm, Tipe Paruh hawfinch.
4.1.11 Pycnonotus nieuwenhuisi Finsch,
1901 (www.avibase.org)
Dari praktikum yang telah dilakukan,
diketahui nieuwenhuisi memiliki PK 25
mm, LK 25 mm, PP 20 mm, LP 10 mm, PS
90 mm, PSL 80 mm, PTA 20 mm, DT 2
mm, PE 80 mm, PT 150 mm, tipe paruh
seed cracking, tipe ekor meruncing, tipe
cakar petengger, warna bulu hitam pada
bagian dorsal dan kuning terang pada
bagian kloaka (batas antara abdomen dan

ekor), warna paruh coklat keabuan, warna


kaki coklat, dan warna tarsus coklat terang.
Menurut Kutilang Indonesia (2013)
hewan kelompok ini biasanya berukuran
kecil sampai sedang sekitar berukuran 18
cm. Tubuhnya berwarna hijau zaitun
dengan kepala kehitaman. Mempunyai
jambul yang pendek, serta kelopak mata
berwarna biru yang lunak jika dipegang.
Serta ujung ekor yang berwarna putih.
Mempunyai iris berwarna coklat, paruh
berwarna hitam dan kaki yang berwarna
abu-abu. Tipe jarinya pettengger.
Hewan kelompok ini juga lebih
dikenal sebagai burung yang suka
bernanyi. Di Indonesia sendiri lebih
dikenal
sebagai
kelompok
burung
KutilangPycnonotidae (kutilang) terdiri
dari sekitar 140 spesies dan 355 taksa, luas
di Asia Selatan, Afrika, Madagaskar dan
pulau-pulau di Samudera Hindia barat
(Fishfool & Tobias, 2005). Reproduksi
hewan kelompok ini sering kali di dataran
rendah. Hal tersebut telah dikaji Oleh
Liversidge (1970) di Asia dan Afrika.
4.1.12 Ceyx erithacus Linnaeus, 1758
(www.iucn.org)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut: PK
25 mm, LK 14 mm, PT 118 mm, PP 33
mm, LP 7 mm, PS 57 mm, PSL 51 mm,
PTA 7 mm, DT 1,5 mm, PE 22 mm, Tipe
Paruh bitten, Tipe Ekor meruncing, Tipe
Cakar petengger, Warna Bulu biru, coklat,
kuning, putih, Warna Paruh kuning gading,
Warna Kaki kuning dan
4.1.13 Psilopogon pyrolophus Mller, 1835
(www.iucn.org)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut: PK
58,5 mm, LK 28 mm, PP 37 mm, LP 23
mm, PS 120 mm, PSL 30 mm, PTA 25
mm, DT 2,7 mm, PE 110 mm, Tipe Paruh
howfinch, Tipe Ekor pointed, Warna Bulu
hijau kehitaman.
Menurut Kutilang Indonesia (2013)
kelompok burung ini berukuran sedang

sampai besar, yaitu sekitar 26 cm. Burung


yang lebih dikenal sebagai takur apai,
mampu mengeluarkan suara yang sangat
keras pada saat ingin mendarat. Hewan ini
mempunyai cirri tubuh berwarna hijau.
Paruh nya yang berwarna krem, serta
terdapat pita kuning pada dada yang
dibatasi oleh garis hitam dibawahnya.
Terdapat seikat rambut jingga terang di atas
paruh. Kepala berhiaskan warna hitam,
hijau, abu-abu, dan ungu muda. Pada masa
remaja nya, burung ini berwarna lebih
buram dengan mahkota berwarna hijau
zaitun. Iris berwarna coklat, paruh hijaukrem dengan garis tengah hitam, kaki
berwarna hijau kekuningan.
Kelompok burung ini merupakan
penghuni hutan yang pada umumnya
berada di ketinggian antara 500-1500 m.
Burung ini mencari makan diantara tajuk
pohon, dan lebih menyukai hutan yang
berpohon tinggi. Hewan ini sering
ditemukan sedang bergelantungan pada
batang pohon vertikal untuk memetik buah,
biji dan bunga untuk dimakan. Duduk diam
untuk waktu yang lama di puncak pohon
sambil mengeluarkan suara monoton yang
keras dan berulang. Warna tubuh yang
hijau menyebabkan burung ini tersamar
dengan baik ketika berada di tajuk pohon
(kutilang Indonesia, 2013).
4.1.14 Pycnonotus eutilosus Jardine dan
Selby, 1836 (www.iucn.org)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut: PK
60 mm, LK 29,5 mm, PP 35 mm, LP 11
mm, PS 125 mm, PT 135 mm, PSL 125
mm, PTA 34 mm, DT 0,5 mm, PE 168 mm,
Tipe Paruh alpinswift, Tipe Ekor pointed,
Tipe Cakar petengger, Warna Bulu coklat,
Warna Paruh oren, Warna Kaki krem.
4,1.15 Pycnonotus goiavier Scopoli, 1786
(www.avibase.org)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut: PK
20 mm, LK 17,5 mm, PP 15 mm, LP 6,1
mm, PS 90 mm, PSL 50 mm, PTA 18 mm,

PT 150 mm, DT 2 mm, PE 70 mm, Tipe


Paruh seed cracking, Tipe Ekor rounded,
Tipe Cakar petengger, Warna Bulu hijau
tua, Warna Paruh coklat kehitaman, Warna
Kaki coklat kehitaman.
Menurut kutilang Indonesia (2013),
Pycnonotus goiavier atau yang lebih
dikenal oleh masyarakat sumatera sebagai
empuru lelang, mempunyai ukuran kecil
sampai sedang sekitar 20 cm. Tubuhnya
berwarna coklat dan putih dengan tunggir
kuning yang khas. Mempunyai mahkota
berwarna coklat gelap, alis putih, kekang
hitam. Tubuh bagian atas nya berwarna
coklat. Tenggorokan, dada dan perut putih
dengan coretan coklat pucat pada sisi
lambung. Iris coklat, paruh hitam, kaki
abu-abu merah jambu.
Hewan ini sering membentuk
kelompok. Sering berbaur dengan burung
kelompok Pycnonotus lainnya. Berkumpul
dan bertengger bersama-sama disuatu
tempat. Kelompok hewan ini menyukai
habitat terbuka, tumbuhan sekunder, tepi
jalan dan kebun sampai ketinggian 1500
mdpl. Serta sering menghabiskan waktu
lebih lama untuk makan di atas tanah
(Kutilang Indonesia, 2013).
4.1.16 Niltava grandis Blyth, 1842
(www.avibase.org)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut: PK
32 mm, LK 18 mm, PP 13 mm, LP 7 mm,
PS 100 mm, PSL 40 mm, DT 3 mm, PE 88
mm, Tipe Paruh alpineswift, Tipe Ekor
baji, Tipe Cakar petengger, Warna Bulu
hitam coklat biru, Warna Paruh coklat
silver, Warna Kaki coklat silver.
Burung berukuran kecil-sedang
dengan ukuran rata-rata berkisar 22 cm, ini
mempunyai cirri khas dari luar yaitu
berprawakan gelap. Dengan tubuh bagian
atas dan mahkota burung jantan berwarna
biru, serta dengan setrip pada sisi-leher,
bercak pada bahu, dan tunggir berwarna
biru-mengilap/metalik. Sedangkan tubuh
bagian bawahnya berwarna hitam. Pada

burung betinanya berwarna coklat zaitun


dengan corak merah karat, serta dengan
mahkota berwarna abu-abu kebiruan,
bercak-leher biru muda, dan tenggorokan
keputih-putihan
(Kutilang
Indonesia,
2013).
Pada usia muda, burung ini
berwarna coklat dengan bintik-bintik putih
pada kepala dan bintik-bintik merah karat
pada punggung, sedangkan tubuh bagian
bawahnya
bersisik
hitam.
Iris berwarna coklat-tua, paruh berwarna
hitam, dan kaki berwarna abu-abu. Hewan
ini hidup sendirian, menghuni tumbuhan
bawah yang rimbun di hutan perbukitan
dan pegunungan atau sekitar aliran sungai
pada rentang ketinggian antara 900 1500
m.me Meskipun kadang dapat dijumpai
sampai ketinggian 2500 m. Makanannya
antara lain serangga dan buah-buahan
kecil. Sarang berbentuk mangkuk kecil
berbahan lumut dan diletakkan diantara
bebatuan, pada percabangan pohon atau di
cerungk dangkal pada pohon yang mati
(Kutilang Indonesia, 2013).
4.1.17 Pycnonotus bimaculatus Muller,
1836 (www.iucn.org)
Pycnonotus
bimaculatus
merupakan
burung yang lebih dikenal dengan sebutan
daerah sebagai cucak gunung. Burung
dengan ukuran sedang sekitar 20 cm,
memiliki ciri tubuh berwarna coklat dan
putih pada bulunya. Tungging berwarna
kuning, kekang dan bintik jingga yang khas
di atas mata. Tubuh bagian atas coklat
zaitun, tenggorokan dan dada atas coklat
kehitaman. Dada bawah berbintik coklat
dan putih, Perut putih atau suram. Iris
coklat, paruh, dan kaki hitam (Kutilang
Indonesia, 2013)
Menurut Kutilang (2013) Cucak
gunung ini pada umumnya sering dijumpai
di gunung-gunung sampai pada ketinggian
800-3000 m. Burung ini menyukai
pinggiran hutan dan ruang terbuka di
tengah hutan di pegunungan sampai zona
Vaccinium di puncak tertinggi. Burung

yang aktif bersuara ini lebih sering


sendirian, tidak secara berkelompok.
4.1.18 Macronous ptilosus Jardine &
Selby, 1835 (www.avibase.org)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut: PK
30 mm, LK 20 mm, PP 35 mm, LP 5 mm,
PS 60 mm, PSL 25 mm, PTA 20 mm, DT
10 mm, PE 50 mm, Tipe Paruh golden
plover, Tipe Ekor rounded, Tipe Cakar
petengger, Warna Paruh coklat kuning,
Warna Kaki coklat kuning.
4.1.19 Acrocephalus stentoreus Hemprich
dan Ehrnbrg, 1833 (Sibley, 1990)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut: PK
15 mm, LK 11 mm, PP 12 mm, LP 5 mm,
PS 61 mm, PSL 56 mm, PT 22 mm, DT 2
mm, PE 58 mm, Tipe Paruh golden plover,
Tipe Ekor rounded, Tipe Cakar petengger,
Warna Bulu putih coklat.
Menurut Kutilang Indonesia (2013)
burung yang termasuk kedalam golongan
burung pengicau ini berukuran kecil
sampai sedang, sekitar 18 cm. Mempunyai
warna tubuh berwarna coklat dengan ekor
memanjang, dan alis mata keputih-putihan.
Tubuh bagian atas berwarna coklat zaitun
seragam.
Sedangkan
tubuh
bagian
bawahnya
berwarna
keputih-putihan
dengan sisi tubuh dan ekor penutup bawah
berwarna kuning tua. Irisnya berwarna
coklat, dengan paruh dan kaki berwarna
coklat keabu-abuan.
Burung ini biasanya tinggal
sendirian atau berpasangan pada buluhbuluh atau vegetasi lain yang dekat
tanah. Menghuni badan rawa, di daerah
perairan payau berbuluh, sawah dekat rawa
alang, dan hutan mangrove. Burung ini
bergantung pada batang buluh ketika
bertengger.
Burung
ini
mampu
menggembungkan bulu di tenggorkan
sewaktu bernyanyi. Umumnya burung ini
sering bersuara di malam hari (Kutilang
Indonesia, 2013).

Tabel 1. Klasifikasi hewan dari kelas aves


KINGDO
M
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a
Animali
a

FILUM
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta
Chorda
ta

KEL
AS

ORDO

Aves

Columbriformes Columbidae

Aves

Columbriformes Columbidae

Aves

Psittaciformes

Aves

FAMILY

GENUS

SPESIES

Psittacidae

Columba
Streptopeli
a
Melopsittac
us

Passeriformes

Estrildidae

Lonchura

Aves

Passeriformes

Estrildidae

Padda

Columba livia
Streptopelia
chinensis
Melopsittacus
undulatus
Lonchura
maja
Padda
oryzivora

Aves

Columbiformes

Columbidae

Aves

Perciformes

Ramphastidae Megalaima

Megalaima
oorti

Aves

Passeriformes

Laniidae

Lanius

Lanius tiginus

Aves

Columbriform
es

Columbidae

Aves

Coraciiformes

Bucerotidae

Ducula
Anthracoce
ros

Aves

Passeriformes

Pcynonotidae

Pycnonotus

Aves

Coraciiformes

Alcedinidae

Ceyx

Aves

Piciformes

Ramphastidae Psilopogon

Aves

Passeriformes

Pcynonotidae

Pycnonotus

Aves

Passeriformes

Pcynonotidae

Pycnonotus

Aves

Passeriformes

Muscicapidae

Niltava

Aves

Passeriformes

Pycnonotidae

Pycnonotu

Aves

Passeriformes

Timaliidae

Aves

Cuculiformes

Cuculidae

Macronou
Acrocephal
us

Ducula badia
Anthracocero
s albirostris
Pycnonotus
nieuwenhuisi
Ceyx
erithacus
Psilopogon
pyrolophus
Pycnonotus
eutilosus
Pycnonotus
goiavier
Niltava
grandis
Pycnonotus
bimaculatus
Macronous
ptilosus
Acrocephalus
stentoreus

Gambar 1. Columba livia

Gambar 2. Streptopelia chinensis

Gambar 3. Melopsittacus
Undulates

Gambar 4. Lonchura maja

Gambar 5. Padda oryzivora

Gambar 6. Famili
Columbidae

Gambar 7. Megalaima oorti

Gambar 10. Anthracoceros


Albirostris

Gambar 8. Lanius tiginus

Gambar 11. Pycnonotus


nieuwenhuisi

Gambar 9. Ducula badia

Gambar 12. Ceyx


erithacus

Gambar 13. Psilopogon

Gambar 14. Pycnonotus

pyrolophus

Gambar 16. Niltava grandis

eutilosus

Gambar 17. Pycnonotus


Bimaculatus

Gambar 15. Pycnonotus


goiavier

Gambar 18. Macronous


ptilosus

Gambar 19. Acrocephalus stentoreus


KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah
dilakdsanakan
maka
didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Columba livia betina berukuran lebih
besar dari yang jantan, memiliki warna
leher hitam kebiruan.
2. Columba livia jantan berukuran lebih
kecil dari yang betina, memiliki warna
leher hiatam kehijauan.
3. Stretopelia chinensis memiliki tipe ekor
segi empat dan tidak memiliki serra
pada pangkal
paruhnya.
4. Melopsittacus
undulatus
betina
berukuran lebih besar dari yang jantan
dan memiliki corak
warna yang lebih sederhana dari yang
jantan

5.

Melopsittacus undulates jantan


berukuran lebih kecil dari yang betina
dan corak warnanya lebih bervariasi dari
yang betina.
6. Lonchura maja berukuran kecil dan
warna kakinya keunguan.
7. Burung yang memliki mahkota adalah
Niltava grandis, Pycnonotus goiavier,
Psilopogon pyrolophus, Lanius tiginus.
2. Saran
Dalam melaksanakan praktikum kali ini
dilaksanakan kepada praktikan untuk lebih
teliti dan cermat dalam pemilihan objek.
Dalam melakukan pengukuran juga harus
lebih teliti agar hasil yang didapatkan lebih
akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Buffalo, N.P.1968. Animal and Plant
Diversity.
Prentice-Hall.
Eglewoo Cliffs: New Jersey

Crome,

Francis H.J. 1991. Forshaw,


Joseph.
ed. Encyclopaedia
of
Animals: Birds. London: Merehurst
Press
Djuhanda, T. 1983. Analisa Struktur
Vertebrata Jilid I. Armico. Bandung.
Dorst, J. 1972. The Life of Birds. Vol. II.
Weidentifild and Nicolson :
London
Fishfool, L.D.C. & J.A. Tobias (2005).
Family Pycnonotidae (bulbuls), pp.
124253. In: del Hoyo, J., A. Eliott
& D.A. Christie (eds.). Handbook
of the Birds of the World. Vol. 10,
Lynx Edicions, Barcelona, 896pp.
Iskandar, J. 1989. Jenis Burung yang
Umum di Indonesia. Djambatan : Jakarta
Jarulis. 2001. Fauna Burung gi Taman
Kota dan Jalur Hijau Kota Madya
Padang. Unand : Padang
Jasin, M. 1992. Zoologi Vertebrata Untuk
Perguruan Tinggi. Sinar Wijaya :
Suarabaya
Liversidge, R. (1970). The Ecological Life
History of the Cape Bulbul. PhD
Thesis. University of Cape Town,
Cape Town, South Africa.
Mackinnon, J, K. Philiphs dan S.V. Balen.
2000. Burung-burung di Sumatra,
Jawa, Bali, dan Kalimantan. LIPI
dan Bird Life IP : Bogor
Mackinnon, Jhon.1991. Burung-burung di
Jawa dan Bali. UGM Press :
Yogyakarta
Marleec, J. K dan K. H. Voous. 1988. The
Birds of Sumatera Bov Check List no 10.
Mukayat, D.B. 1990. Zoology Dasar.
Erlangga. Jakarta
Novarino, W, Jarulis. 2009. Penuntun
Praktikum
Taksonomi
Hewan
Vertebrata. Universitas Andalas :
Padang
Kaler,
S.K.,
2000.
Filogeografi
Intraspesies
Gelatik
(Padda
oryzivora L) di Pulau Bali.
Disertasi IPB : Bogor

The British Ornithologist Union. 1985. A


Dictionary of Birds. Edited by
Bruce Campbell and Elizabeth
Luck. England.
www.IUCN.org
www.avibase.orgo
www.kutilang.or.id

Anda mungkin juga menyukai