Anda di halaman 1dari 21

. Hubungan As-Sunnah dan Al-Qur'an.

Dalam hubungan dengan Al-Qur'an, maka as-Sunnah berfungsi sebagai penafsir,


pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi asSunnah dalam hubungan dengan Al-Qur'an itu adalah sebagai berikut :
a. Bayan Tafsir, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak.
Seperti hadits : " Shallu kama ro-aitumuni ushalli ". ( Shalatlah kamu sebagaimana kamu
melihatku shalat ) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur'an yang umum, yaitu : "
Aqimush- shalah ", ( Kerjakan shalat ). Demikian pula hadits: " Khudzu anni manasikakum "
( Ambillah dariku perbuatan hajiku ) adalah tafsir dari ayat Al-Qur'an " Waatimmulhajja " ( Dan
sempurnakanlah hajimu ).
b. Bayan Taqrir, yaitu as-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan
al-Qur'an. Seperti hadits yang berbunyi : " Shoumu liru'yatihiwafthiru liru'yatihi " ( Berpuasalah
karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya ) adalah memperkokoh ayat AlQur'an dalam surat Al-Baqarah : 185.
c. Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat al-Qur'an, seperti
pernyataan Nabi : " Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik hartahartamu yang sudah dizakati ", adalah taudhih ( penjelasan ) terhadap ayat Al-Qur'an dalam
surat at-Taubah : 34 yang berbunyi sebagai berikut : " Dan orang-orang yang menyimpan mas
dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah maka gembirakanlah mereka
dengan azab yang pedih ". Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat
untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab
dengan hadits tersebut.

Main menu
Skip to content
Sekilas KKN
o About KKN
o Contoh Laporan Akhir KKN
Sekilas PPL
Tentang Aku
UBINSA
o About UBINSA
o English Drama Contest
o English Drama Script
Ungkapan Hati
o Rasa yang Terdalam
o Rasa yang Terdalam 2

Misbakhudin Munir
Menulis untuk berbagi dan menulis untuk
menginspirasi
Search

RSS

SUNNAH SEBAGAI SUMBER


AGAMA ISLAM
Posted by misbakhudinmunir on July 13, 2010
A. RASULULLAH SEBAGAI SUMBER SUNNAH
Sunnah menurut bahasa artinya adalah metode dan jalan, baik terpuji atau tercela.
Assunnah menurut para Fuqaha adalah suatu perintah yang berasal dari Nabi SAW
namun tidak bersifat wajib dia adalah salah satu dari hukum talkifi yang lima, wajib,
sunnah, haram, makruh,d an mubah.[1]
Asunnah menurut ulama ushul fiqih adalah apa yang bersumber dari nabi SAW
selain Al-Quran, baik berupa perkataan, perbuatan, atau pengakuan beliau.[2] Sedangkan

pengertian assunnah menurut ulama hadits adalah apa yang disandarkan kepada Nabi
SAW baik berupa perkataan, perbuatan, sifat, atau sirah beliau. [3]
Pendapat lain dari para ahli ushul mengatakan bahwa sunnah adalah segala
sesuatu yang bersumber dari nabi SAW, baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang
berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada
manusia. [4]
Berdasarkan definisi tentang assunah yang telah disajikan, para ahli hadits
menyamakan antara sunnah dengan hadits. Para ahli hadits mebawa makna sunnah ini
kepada seluruh kebiasaan nabi SAW baik yang melahirkan hukum syara ataupun tidak.
Para ulama Ushuliyyin jika antara sunnah dan hadits dibedakan, maka bagi
mereka hadits adalaha sebatas sunnah qouliyyah-nya nabi saja. Ini berarti sunnah
cakupannya lebih luas dari hadits sebab sunnah mencakup perkataan, perbuatan, dan
penetapan (taqrir) rasul yang bisa dijadikan dalil hukum syari.
Para ahli Ushuliyyin mendefinisikan hadits seperti yang telah disajikan oleh para
ahli hadits, yaitu mereka memandang Rasulullah sebagai uswatun hasannah (contoh atau
teladan yang baik). Oleh karenanya, mereka menerima secara utuh segala yang dibeikan
tentang diri Rasulullah SAW apakah yang diberitakan itu berhubungan dengan hukum
syara atau tidak.[5]
Berbeda dengan ahli hadits, ahli ushul mengatakan bahwa sunnah adalah segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang berhubungan dengan
hukum syara, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir beliau. Berdasarkan
pemahaman ini mereka mendifinisikan sunnah sebagai segala sesuatu yang bersumber
dari Rasulullah SAW selain Al-Quran Al-Karim, baik berupa perkataan, perbuatan,
maupun taqrirnya yang pantas dijadikan dalil untuk hukum syara.
Berdasarkan pengertian tersebut para ahli ushul hanya memberikan bahwasannya
sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah SAW baik perkataan,
perbuatan, dan ketetapan beliau yang berkaitan dengan hukum syara. Namun hal-hal
yang berkaitan dengan hukum syara yang dilakukan oleh Nabi Muhammad sebelum
kenabian tidaklah dianggap sebagai sunnah.
Berdasarkan pengertian dan pendapat di atas jelaslah bahwa sunah adalah segala
sesuatu yang bersumber dari rasulullah, baik itu perkataannya, pebuatannya, ataupun
pengakuannya termasuk semua kebiasaan nabi yang menghasilkan hukum syara ataupun
tidak. Dari ketiga definisi di atas kita dapat menjawab bahwa benar apabila rasulullah
adalah sebagai sumber sunnah. Dengan kata lain ini dikarenakan sunnah adalah apa-apa
yang dikatakan rasul, diperbuat rasul dan disepakati atau diakui rasul. Sehingga benar
jika rasul adalah sebagai sumber sunnah.
B. KEDUDUKAN DAN FUNGSI SUNNAH

1. Kedudukan Hadits/ Sunnah

Seluruh umat islam telah sepakat bahwa sunnah/ hadits adalah merupakan salah
satu sumber ajaran islam. Ia menempati kedudukannya setelah Al-Quran. Keharusan
mengikuti sunnah atau hadits bagi umat islam baik yang berupa perintah atau larangan
sama halnya dengan kewajiban mengikuti Al-Quran. Hal ini dikarenakan sunnah/ hadits
adalah Mubayyin terhadap Al-Quran, oleh karena itu siapapun tidak akan bisa
memahami Al-Quran tanpa dengan memahami dan menguasai hadits/ sunnah. Begitu
pula dalam memahami atau menggunakan hadits tanpa Al-Quran. Karena Ak-Quran
merupakan dasar hukum pertama yang di dalamnya berisi garis besar syariat. Dengan
demikian antara Al-Quran dan Hadits memiliki kaitan yang sangat erat, yang untuk
memahami dan mengamalkannya tidak bisa dipisah-pisahkan atau berjalan sendirisendiri.[6]
a. Dalil Al-Quran
Banyak ayat Al-quran yang menerangkan tentang kewajiban untuk tetap teguh
beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Iman kepada Rasulullah sebagai utusan
Allah SWT merupakan satu keharusan dan sekaligus kebutuhan setiap individu. Dengan
demikian Allah akan memperkokoh dan memperbaiki keadaan mereka. Dalam surat Ali
Imran ayat 17 diterangkan :
(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan
hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur (QS. Ali Imran :
17).
Dalam ayat lain diterangkan pula :
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun (Qs.
An-nisa: 136).
Selain Allah memerintahkan umat islam agar percaya kepada Rasul SAW, juga
menyerukan agar mentaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang
dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasul
SAW ini sama halnya tuntutan taat dan patuh kepada Allah SWT[7]. Seperti dijelaskan
dalam surat Ali Imron Ayat 32, yaitu :
Katakanlah: Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir (QS. Ali Imron : 32).
Dalam surat An-Nisa ayat 59 Allah juga berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya (QS. An-Nisa : 59).
Dalam surat Al-Hasyr ayat 7 Allah juga berfirman :
..Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat
keras hukumannya (QS. Al-Hasyr : 7).
Masih banyak ayat lain yang menjelaskan tentang perintah untuk taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, seperti surat Al-Maidah ayat 92 dan An-Nur ayat 54.
Dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan dan ditarik suatu pemahaman bahwa
ketaatan kepada Rasulullah adalah mutlak sebagaimana ketaatan kepada Allah SWT.
Begitupula dengan ancaman dan peringatan bagi yang durhaka. Ancaman Allah sering
disejajarkan dengan ancaman karena durhakan kepada Rasul-Nya.
Disamping ayat-ayat yang menjelaskan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ada beberapa ayat dalam Al-Quran yang menjelaskan untuk mentaati Rasul secara
Khusus dan terpisah, karena pada dasarnya ketaatan kepada Rasul berarti adalah ketaatan
kepada Allah. Seperti yang disebutkan dalam surat An-Nisa ayat 80, bahwa manifestasi
dari ketaatan kepada Allah adalah dengan mentaati Rasul-Nya.
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan
Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk
menjadi pemelihara bagi mereka (QS. An-Nisa : 80).
Dalam surat Ali Imrin ayat 31 juga ditegaskan bahwa konsekuensi logis dari
kecintaan manusia kepada Allah adalah dengan mentaati rasul-Nya.
Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (QS. Ali Imron : 31).
Ungkapan-ungkapan pada beberapa ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya
kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam yang dimanifestasikan dalam bentuk
aqwal, afal, dan taqarir Rasul SAW.
b. Dalil Hadits Rasul SAW
Kedudukan hadits/ sunnah sebagai sumber ajaran agama islam, selain dapat
dilihat dan dikaji berdasarkan beberapa ayat Al-Quran, juga dapat dilihat dan dikaji
dengan hadits atau sunnah Rasulullah SAW itu sendiri. Banyak hadits yang

menggambarkan hal ini dan menunjukkan perlunya ketaatan pada perintahnya (Rasul).
Dalam satu pesan Rasul berkenaan dengan keharusan menjadikan hadits atau sunnah
rasul sebagai pedoman hidup di samping Quran. Rasulullah bersabda sebagai berikut
(yang artinya) :
Aku tinggalkan dua pusaka kepada kalian. Jika kalian berpegang teguh kepada
keduanya, ciscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (Al-Quran) dan sunnah RasulNya. (HR. Al-Hakim dan Abu Hurairah).
Dalam hadits lain disebutkan bahwa (yang artinya) :
Kalian wajib berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah khulafa ar-rasyidin yang
mendapat petunjuk berpegang teguh lah kamu sekalian dengannya. (H.R. Abu Daud).
Dalam salah satu taqrirnya rasul juga memberikan petunujuk kepada umat islam,
bahwa dalam menghadapi berbagai persoalan hukum dan kemasyarakatan, kedua sumber
ajaran yakni Al-Quran dan Hadits/ Sunah Rasul merupakan sumber asasi. Ini terlihat
dalam dialog yang terjadi pada Rasul dan Muadz bin Jabal menjelang keberangkatannya
ke Yaman. Rasul dalam hal ini bertanya kepada Muadz dan membenarkan semua
jawabannya.
Dari beberapa pernyataan di atas juga dapat ditarik pemahaman bahwa Hadits/
sunnah tetap memiliki peranan yang penting sebagai sumber hukum agama islam setelah
Al-Quran yang ditinjau berdasarkan sunnah/ hadits Rasul itu sendiri.
c. Kesepakatan Ulama (Ijma)
Umat islam dan para ulama telah sepakat bahwa hadits/ sunnah adalah sebagai
salah satu dasar hukum dalam beramal. Penerimaan mereka terhadap hadits/ sunnah sama
seperti penerimaan mereka terhadap Al-Quran sebagai sumber dalam beramal. Namun
ada beberapa kalangan dari umat islam yang menentang bahwasannya hadits/ sunnah
adalah sebagai salah satu sumber dalam beramal. Kalangan tersebut adalah orang-orang
yang menyimpang dan para pembuat kobohongan.
Kesepakatan umat islam dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan
segala ketentuan yang terkandung di dalam hadits berlaku sepanjang zaman, sejak
Rasulullah masih hidup dan sepeninggalnya, masa Khulafa Ar-Rasyidin, tabiin, tabiut
tabiin, atbau tabiin, serta masa-masa selanjutnya, dan tidak ada yang mengingkarinya
sampai sekarang.[8] Kebanyakan dari mereka tidak hanya mengamalkan isi kandungan
hadits/ sunnah, tetapi mereka juga menghafalnya, mentadwin, dan menyebarluaskan
dengan segala upaya kepada generasi-genarasi selanjutnya. Dengan ini diharapkan bahwa
tidak akan ada satu hadits pun yang tercecer dari pemeliharaannya, begitupula tidak akan
ada satu hadits palsu pun yang mengotorinya.

Banyak kisah diantara para sahabat yang menunjukkan adanya kesepakatan


menggunakan hadits/ sennah rasul sebagai sumber hukum islam, antara lain dikisahkan
pada kisah di bawah ini.
Pertama, ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata Saya
tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan atau dilaksanakan oleh
Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya.[9]
Kedua, pernah dinyatakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan sholat
safar dalam Al-Quran. Ibnu Umar menjawab Allah SWT telah mengutus Nabi
Muhammad SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Maka sesungguhnya
kami berbuat sebagaimana Rasulullah SAW berbuat.[10]
Sikap para sahabat tersebut, seutuhnya diwarisi oleh generasi selanjutnya secara
berkesinambungan. Segala apa yang diterima dan diperoleh dari generasi sebelum-Nya,
kemudia diwariskan seutuhnya kepada generasi berikutnya baik semangat, sikap, maupun
aktifitas mereka terhadap hadits/ sunnah Rasul SAW.[11] Dibawah ini adalah kisah para
tabiin dan tabiut tabiin dalam menyampaikan pesan dan saran-sarannya kepada umat
dan murid yang dibinannya.
Pertama, Al-A masy berkata Kalian harus mengikuti as-sunnah dan
mengajarkannya kepada anak-anak. Hal ini karena, pada saatnya nanti merekalah yang
akan memelihara agama untuk kepentingan manusia.
Kedua, Abu Hanifah berkata Jauhilah pendapat rayu tentang agama Allah
SWT!, kalian harus berpegang kepada as-sunnah. Barangsiapa yang menyimpang
daripadanya, niscaya dia akan sesat.
Kisah diatas merupakan kisah yang menunjukkan sikap dan pandangan para
ulama tentang hadits/ sunnah, yang menggambarkan betapa perhatian dan pandangan
mereka yang sangat tinggi terhadap hadits/ sunnah sebagai sumber ajaran agama islam.
d. Sesuai dengan Petunjuk Akal
Kerasulan Nabi Muhammad yang telah diakui dan dibenarkan oleh umat islam
menunjukkan bahwa Nabi Muhammad membawa misi untuk menegakkan amanat dari
Dzat yang mengangkat kerasulan itu, yaitu Allah SWT. Dari aspek akidah Allah SWT
bahkan menjadikan kerasulan ini sebagai salah satu dari prinsip keimanan. Dengan
demikian, manifertasi (konsekuensi logis) dari pengakuan dan keimanan itu
mengharuskan semua umtanya mentaati dan mengamalkan segala peraturan dan
perundang-undangan serta inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan
wahyu maupun hasil ijtihadnya sendiri.
Di dalam mengemban misinya itu, terkadang beliau hanya sekedar menyampaikan apa
yang diterima dari Allah SWT, baik isi maupun formulasinya dan terkadang pula atas
inisiatif sendiri dengan bimbingan ilham dari tuhan. Namun juga tidak jarang beliau

membawakan hasl\il ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak ditunjuk
oleh wahyu dan juga tidak dibimbing oleh ilham. Kesemuanya itu merupakan hadits/
sunnah Rasul yang terpelihara dan tetap berlaku sampai ada nas yang menasakhnya.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa hadits merupakan salah satu sumber hukum
dan sumber ajaran Islam yang menduduki urutan kedua setelah Al-Quran. Sedangkan
bila dilihat dari kehujjahannya hadits melahirkan hukum dzanni kecuali hadits yang
mutawatir.
2. Fungsi Hadits/ Sunnah Terhadap Al-Quran

Berdasarkan kedudukannya, Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup dan


sumber ajaran islam, antara satu dengan yang lainnya jelas tidak dapat dipisahkan. AlQuran sebagai sumber pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global
yang perlu dijelaskan lebih lanjut dan terperinci.[12] Di sinilah Hadits menempati
kedudukan dan fungsinya sebagai sumber ajaran kedua. Al-Hadits/ Sunnah menjadi
penjelas (Mubayyin) is kandungan Al-Quran. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
Surat An-Nahl ayat 44, yang berbunyi :
Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia. (QS. An-Nahal : 44).
Ada bermacam-macam fungsi Hadits/ sunnah terhadap Al-Quran. Malik bin Anas
menyebutkan bahwa fungsinya ada lima yaitu, bayan at-taqrir, bayan at-tafsir, bayan attafshil, bayan al-basth, bayan at-tasyri.[13] Kemudian Imam Syafii menyebutkan bahwa
fungsi Hadits/ Sunnah terhadap Al-Quran ada lima macam pula, yaitu bayan at-tafshil,
bayan at-takhshish, bayan at-tayin, bayan at-tasyri, dan bayan an-nasakh. Sementara
Imam Al-Hambal menyebutkan empat fungsi, yaitu bayan at-takid, bayan at-tafsir,
bayan at-tasyri, dan bayan at-takhshish. [14]
a. Bayan At-Taqrir
Bayan at-taqrir disebut juga bayan at-takid dan bayan al-itsbat. Yang dimaksud
dengan bayan ini adalah menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan di dalam AlQuran. Fungsi hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-Quran[15].
Contoh dari fungsi hadits ini dapat dilihat dalam surat Al-Maidah ayat 6, yaitu :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,... (QS. Al-Maidah : 6).
Ayat di atas ditaqrir oleh hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Abu
Huarairah, yang berbunyi (yang artinya) :

Rasul SAW bersabda : Tidak diterima shalat seseorang yang berhadas sebelum ia
berwudhu.
Menurut sebagian ulama, bahwa bayan taqrir atau bayan takid ini disebut juga
bayan al-muwafiq li naskh al-kitab al-karim. Hal ini karena munculnya hadits-hadits itu
sesuai dengan untuk memperkokoh nash Al-Quran.
b. Bayan At-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan at-tafsir adalah penjelasan hadits terhadap ayatayat yang memerlukan perincian atau penjelasan. Lebih lanjut adalah pada ayat-ayat yang
mujmal, muthlaq, dan am. Maka fungsi hadits pada hal ini adalah untuk memberikan
perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih mujmal,
memberikan taqyid ayat-ayat yang masih muthlaq, dan memberikan takhshihs ayat-ayat
yang masih umum.[16]
1. Merinci ayat-ayat yang mujmal

Yang mujmal artinya yang ringkas atau singkat. Dari ungkapan yang singkat ini
terkandung banyak makna yang perlu dijelaskan. Ini dikarenakan bahwa dalam ungkapan
yang ringkas ini masih belum jelas makna yang dimaksudkannya, kecuali setelah adanya
penjelasan atau rincian. Dengan kata lain ungkapannya masih bersifat global yang
memerlukan mubayyin.
Dalam Al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang masih bersifat mujmal, antara lain
adalah ayat-ayat yang menjelaskan firman Allah SWT untuk menjalankan shalat, puasa,
zakat, jual beli, nikah, qishas, dan lain-lain. Ayat-ayat yang menjelaskan hal tersebut
umumnya masih bersifat global atau dijelaskan hanya secara garis besarnya saja. Atau
walaupun diantaranya sudah ada perincian namun masih memerlukan perincian lanjut
yang lebih pasti. Hal ini disebabkan karena dalam masalah-masalah tersebut tidak
dijelaskan misalnya, bagaimana cara mengerjakannya, apa sebabnya, apa syaratsyaratnya, atau apa halangan-halangannya dan sebagainya. Maka Rasulullah SAW dalam
hal ini menafsirkan dan menjelaskannya secara terperinci. Misal nya dalam hal sholat
Rasul memberikan penjelasan dalam hadits-nya,
sholatlah sebagaimana kalian melihatku sholat
Dari perintah mengikuti shalatnya dari hadits tersebut, Rasulullah kemudian memberinya
contoh shalat yang dimaksud secara sempurna. Bahkan bukan hanya itu beliau juga
melengkapinya dengan berbagai kegiatan lainnya yang dilakukan sejak sebelum shalat
sampai dengan sesudahnya. Dengan demikian, maka hadits di atas menjelaskan
bagaimana seharusnya shalat dilakukan, sebagai perincian dari perintah Allah SWT
dalam surat Al baqoroh ayat 43 yang berbunyi :

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang
ruku (QS. Al-Baqarah : 43).
Masih berkaitan dengan ayat tersebut, Rasul juga memberikan penjelasan tentang
zakat secara lengkap, baik yang berkaitan dengan jenis dan ukurannya, sehingga menjadi
suatu pembahasan yang memiliki kajian yang cukup luan.
1. Men-Taqyid Ayat-ayat yang Muthlaq

Kata muthlaq artinya kata yang menunjuk pada hakikat kata itu sendiri apa adanya,
dengan tanpa memandang jumlah maupun sifatnya.[17] Men-taqyid yang muthlaq artinya
membatasi ayat-ayat yang mutlaq dengan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu.[18]
Ini dapat dilihat pada surat Al-Maidah ayat 38 yang berbunyi :
laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah..
(QS. Al-Maidah : 38).
Ayat tersebut di-taqyid-kan dengan sabda Rasulullah (yang artinya) :
Tangan pencuri tidak boleh dipotong melainkan pada (pencurian) seperempat dinar
atau lebih. (H.R. Mutafaq alaih, hadits ini menurut lafazh muslim).
1. Men-Takhshish Ayat yang Am

Kata am, ialah kata yang menunjuk atau memiliki makna dalam jumlah yang banyak.
Sedangkan kata takhshish atau khash ialah kata yang menunjukkan arti khusus, tertentu
tau tunggal. Yang dimaksud dengan men-takhshish yang am adalah membatasi
keumuman ayat Al-Quran sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu.[19]
Contoh pada hal ini terdapat dalam suran An-Nisa ayat 11 yang berbunyi :
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan (QS.
An-Nisa : 11).
Ayat ini di-takhshish-kan oleh sabda Rasulullah SAW (yang artinya) :
Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan. (H.R. Ahmad).
c. Bayan At-Tasyri

At-tasyri artinya pembuatan, mewujudkan, atau menetapkan atauran atau hukum.


Maka yang dimaksud dengan bayan at-tasyri adalah penjelasan hadits yang berupa
mewujudkan, mengadakan, atau menetapkan suatu hukum atau aturan-aturan syara yang
tidak didapati nashnya dalam Al-Quran.[20] Rasul SAW dalam hal ini berusaha
mewujudkan suatu kepastian hukum terhadap beberapa persoalan yang muncul pada saat
itu, dengan sabdanya sendiri.
Contoh dari hadits/ sunnah Rasul yang termasuk kedalam kelompok ini
diantaranya adalah hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita
bersaudara (antara isteri dengan bibinya), hukum merajam pezina yang masih perawan,
hukum membasuh atas sepatu di saat berwudhu, hukum tentang ukuran zakat fitrah, dan
hukum tentang hak waris bagi seorang anak.
Bayan ini oleh sebagian para ulama juga disebut dengan bayan zaid ala al-kitab
al-karim (tambahan-tambahan terhadap nash Al-Quran).[21] disebut sebagai tambahan
karena sebenarnya di dalam Al-Quran ketentuan-ketuan pokok akan suatu hukum
sebenarnya sudah ada, sehingga datangnya hadits tersebut hanyalah berupa tambahan
terhadap pokok-pokok tersebut.
d. Bayan Nasakh
An-nasakh secara bahasa memiliki beberapa arti, yakni dapat berarti sebagai alibthal (membatalkan), al-Ifalah (menghilangkan), at-tahwil (memindahkan), atau aitagyir (mengubah).
Diantara para ulama terjadi perbedaan dalam mendifinisikan bayan an-nasakh.
Perbedaan ini terjadi karena perbedaan mereka dalam memahami arti nasakh dari sudut
kebahasaan. Menurut ulama muttaqoddimin bahwa yang dimaksud dengan bayan annasakh adalah adanya dalil syara yang datangnya hukum.
Dari perngertian di atas, bahwa ketentuan yang datang kemudian dapat
menghapus ketentuan yang datang terdahulu. Hadits sebagai ketentuan yang datang
kemudian dari pada Al-Quran dalam hal ini dapat menghapus ketentuan dan isi
kandungan Al-Quran.
Diantara para ulama ada yang membolehkan adanya nasakh Hadits terhadap AlQuran juga berbeda pendapat dalam jenis hadits yang digunakan untuk men-nasakh-nya.
Dalam perbedaan ini, mereka terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. membolehkan men-nasakh Al-Quran dengan hadits ahad. Pendapat ini
diantaranya dikemukakan oleh para ulama muttaqadimin dan Ibn Hazm serta
sebagian pengikut Zhahiriyah;
2. membolehkan men-nasakh dengan syarat, bahwa hadits tersebut adalah hadits
muttawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mutazailah;
3. ulama membolehkan men-nasakh dengan hadits masyhur, tanpa harus dengan
hadits muttawatir. Pendapat ini dipegang oleh ulama hanafiah.

Contoh hadits ini adalah hadits Rasulullah SAW dari Abu Ummamah al bahili,
yang artinya :
Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tiap-tiap orang haknya (masingmasing). Maka, tidak ada wasiat bagi ahli waris. (H.R. Ahmad dan Al-Arbaah, kecuali
An-Nasai. Hadits ini dinilai hasan oleh Ahmad dan At-Turmudzi).
Hadits ini menurut mereka men-nasakh isi Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 180
tentang wasiat, yang berbunyi :
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)
maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara maruf[.. (QS. Al-Baqarah : 180)
Kewajiban melakukan wasiat kepada kaum kerabat dekat berdasarkan surat AlBaqarah ayat 180 di atas, di-nasakh hukumnya oleh hadits yang menjelaskan, bahwa ahli
waris tidak boleh dilakukan wasiat.
C. KODIFIKASI PENDEKATAN MEMAHAMI SUNNAH

Kodifikasi atau tadwin artinya ialah pencatatan, penulisan atau pembukuan hadits.
Secara individual perncatatan hadits telah dilakukan sejak masa Rasulullah SAW.
Namum dalam pembahasan kali ini, yang dimaksud dengan kodifikasi adalah penulisan
secara resmi berdasarkan perintah khalifah, dengan melibatkan beberapa anggota yang
ahli dalam bidang ini.[22] Bukan yang dilakukan secara perorangan atau untuk
kepentingan pribadi.
Kegiatan ini dimulai pada masa pemerintahan islam ketika dipimpin oleh
Khalifah Umar bin Abdul Azis (Khalifah ke-8 dari kekhalifahan bani Umayyah). Melalui
instruksinya kepada Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazn (Gubernur Madinah)
dan para ulama madinah agar memperhatikan dan mengumpulkan Hadits dari para
penghafalnya.
Khalifah mengisnstruksikan kepada Abu Bakar Ibn Muhammad bin Hazm (177
H) agar mengumpulkan hadits-hadits yang ada pada Amrah binti Abdurrahman al-Asyari
(98 H, murid kepercayaan Siti Aisyah) dan al-Qosim bin Muhammad bin Abi Bakr (107
H). Instruksi yang sama ditunjukkan kepada Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (124 H)
yang dinilainya orang yang lebih banyak mengetahui hadits dibandingkan orang yang
lainnya. Peranan para ulama dalam mengumpulkan hadits sangat mendapatkan
penghargaan dari seluruh umat islam khususnya Az-Zuhri. Mengingat pentingnya
perenannya, ulama di masanya memberikan komentar bahwa jika tidak ada dia, diantara

hadits-hadits pasti sudah banyak yang hilang.[23] Namun sayangnnya karya kedua tabiin
ini lenyap tidak sempat diwariskan kepada generasi sekarang.

1. Latar Belakang Pemikiran Munculnya Usaha Kodifikasi Hadits/ Sunnah


Ada tiga hal pokok yang mendasari Khalifah Umar bin Abdul Azis mengambil
kebijakan ini, yaitu :
1. ia khawatir hilangnya hadits-hadits dengan meninggalnya para ulama di medan
perang, hal ini merupakan faktor yang paling utama mengingat bahwa ulama pada
saat itu bukan hanya sebagi pengajar ilmu agama, namun juga turut mengambil
bagian bahkan mengambil bagian penting dalam peperangan;
2. ia khawatir akan tercampurnya antara hadits-hadits yang shahih dengan haditshadits yang palsu;
3. bahwa dengan semakin meluasnya daerah kekuasaan islam, sementara
kemampuan para tabiin antara yang satu dengan yang lainnya tidak sama jelas
memerlukan adanya usaha kodifikasi ini.

Dengan melihat berbagai permasalahan yang muncul, sebagai akibat terjadinya


pergolakan politik yang sudah cukup lama, dan mendesakanya kebutuhan untuk
mengambil keputusan ini guna menyelamatkan hadits-hadits dari pemusnahan dan
pemalsuan. Umar bin Abdul Azis merupakan pelopor dalam penulisan-penulisan hadits.
Karena, ada beberapa riwayat yang mengatakan bahwa dia pun ikut andil dalam
penulisan hadits ini. Bahkan ia memiliki tulisan hadits-hadits yang ia terima.
2. Pembukuan Hadits/ Sunnah Pada Kalangan Tabiin dan Tabiut Tabiin Setelah
Ibn Syihab az-Zuhri

Diantara para ulama setelah az-Zuhri, ada ulama ahli hadits yang berhasil
menyusun kitab tadwin yang bisa diwariskan kepada generasi sekarang, yaitu Malik bin
Anas (93 179 H) di Madinah, dengan kitab hasil karyanya yang dinami Al-Muwaththo.
Kitab tersebut selesai disusun pada tahun 143 H dan para ulama menilainya sebagi kitab
tadwin yang pertama.
Dari kenyataan yang terjadi bahwa terdapat garis perbedaan antara karya-karya
ulama sebelum Az-Zuhri dengan karya-karya ulama setelahnya. Karya ulama setelah AzZuhri yang tidak terlepas dari campur tangan Az-Zuhri sendiri dapat mewariskan
karyanya tetap terpelihara sampai sekarang. Sedangkan karya-karya ulama sebelumnya
hanya sampai di tangn murid-muridnya dan tidak dapat diwariskan ke generasi yang lebih
jauh.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Munzier Suparta, MA. 2002. Ilmu Hadits. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
DR. H. Said Agil Husain Al-Munawar, M.A.1996. Ilmu Hadits. Jakarta. Gaya Media
Pratama.
http//www.opi.110mb.com. 2009. Hadits Web Assunah, Wahyu Kedua Setelah Al-Quran.
Syaikh Manna Al-Qaththan. 2004. Pengantar Studi Ilmu Hadits Edisi Terjemah. Jakarta.
Pustaka Alkautsar
www.an_nawa.blogspot.com.2009. Fungsi dan Kedudukan Sunnah dan Al-Quran.
[1] Syaikh Manna Al-Qaththan. 2004. Pengantar Studi Ilmu Hadits Edisi Terjemah.
Jakarta. Pustaka Alkautsar. Hal. 28.
[2] Ibid. Hal. 29.
[3] Ibid. Hal. 29.
[4] Drs. Munzier Suparta, MA. 2002. Ilmu Hadits. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Hal. 4
[5] Drs. Munzier Suparta, MA. Op. Cit. Hal. 8
[6] DR. H. Said Agil Husain Al-Munawar, M.A.1996. Ilmu Hadits. Jakarta. Gaya Media
Pratama. Hal. 19.
[7] Ibid. Hal. 20.
[8] Mustafha as-Sibai dalam DR. H. Said Agil Husain Al-Munawar, M.A. Op Cit. Hal 23
[9] Abu Abdillah Ahmad bin Hambal. Musnad Ahmad bin Hambal, Juz 1. Al-Maktabah
Al- Islami. Beriut t.t. Hal. 164.
[10] Ibid. Juz 7. hal 67.
[11] DR. H. Said Agil Husain Al-Munawar, M.A. Cop Cit. Hal 24.
[12] DR. H. Said Agil Husain Al-Munawar, M.A. Cop Cit. Hal 26.
[13] DR. H. Said Agil Husain Al-Munawar, M.A. Cop Cit. Hal 26.

[14] Ibid. Hal 26.


[15] Ibid. Hal.27.
[16] DR. H. Said Agil Husain Al-Munawar, M.A. Cop Cit. Hal 29.
[17] DR. H. Said Agil Husain Al-Munawar, M.A. Cop Cit. Hal 31.
[18] Ibid. Hal. 31.
[19] DR. H. Said Agil Husain Al-Munawar, M.A. Cop Cit. Hal 33.
[20] Ibid. Hal. 33.
[21] DR. H. Said Agil Husain Al-Munawar, M.A. Cop Cit. Hal 34.
[22] DR. H. Said Agil Husain Al-Munawar, M.A. Cop Cit. Hal 64.
[23] DR. H. Said Agil Husain Al-Munawar, M.A. Cop Cit. Hal 67.

Share this:

Facebook8
Print
Email
Twitter

Like this:
Like
Be the first to like this post.
This entry was posted in Makalah. Bookmark the permalink.

Post navigation
IZINKAN AKU
PENGERTIAN, DASAR-DASAR DAN TUJUAN SERTA RUANG LINGKUP
ADMINISTRASI PENDIDIKAN

5 Responses to SUNNAH SEBAGAI SUMBER


AGAMA ISLAM

1.

misbakhudinmunir says:
July 13, 2010 at 9:32 am
I like your paper!
Reply

2.

Muhars says:
November 22, 2010 at 8:15 pm
Mas Misbah..
Maaf ya,Saya Copy Bahan SUNNAH SEBAGAI SUMBER AGAMA ISLAM
Mkasih
Reply

misbakhudinmunir says:

November 26, 2010 at 7:28 pm


Ia.. tapi untuk makalahnya jangan hanya copy paste, oke oke?
Reply

3.

Exhiliuseli says:
December 9, 2010 at 4:04 am
Hi, very interesting post, greetings from Greece!
Reply

misbakhudinmunir says:
December 11, 2010 at 2:03 am

hi,,, thankyou
Reply

Leave a Reply
Enter your comment here...

Search for:

Search

Calendar
July 2010
M T W T F S S
Jun
Aug
1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11
12 13 14 15 16 17 18
19 20 21 22 23 24 25
26 27 28 29 30 31

My Worlds

All about English


Announcement
Common Errors in English
Lyrics
Makalah
Materi Download
Nilai
Puisi
Religion
Short Story
Tutorials

Archives

May 2012

April 2012
November 2011
October 2011
September 2011
August 2011
June 2011
May 2011
April 2011
March 2011
February 2011
January 2011
December 2010
November 2010
October 2010
August 2010
July 2010
June 2010

Pages

Sekilas KKN
o About KKN
o Contoh Laporan Akhir KKN
Sekilas PPL
Tentang Aku
UBINSA
o About UBINSA
o English Drama Contest
o English Drama Script
Ungkapan Hati
o Rasa yang Terdalam
o Rasa yang Terdalam 2

Its me!

Hi, My name is Misbakhudin. I am the third brother of four brothers. I was born at

Kotagajah May 06 1989. Now I am studying at one of Islamic Collage in Lampung, that
is STAIN Jurai Siwo Metro. I study at English Education Department.
I only have one ambition in my study, that I want to be a professional teacher or lecturer.
ups.. once more!
In my blog, you can figure out some article to be your references for article, or poems if
you want to learn how to make a poem.
For my students who visit my blog, you can see about your value of my subject here.

My Visitors

53,501 Pasang Mata. Thank you.

Blog Kawan

aBowman Gadgets
Amazing Fi
Aryani DiSa
Cak Bas Akan Indah Pada Waktunya
Dedi Irwansyah
M Ashuri
Mabruri Punya Cerita
Mas Fajar Poenya
Mr. Nawawi
Officiall Blog of PBI STAIN Metro
Puskom STAIN
STAIN Metro
Stain-Akademik Home

Link Bermanfaat

Kumpulan Perangkat Pembelajaran SD SMP SMA


Kumpulan Sillabus RPP 1
Kumpulan Sillabus RPP 2
MGMP IPA
RPP-Silabus SD/ MI

Yuk di Download!

Al-Qur'an Terjemah 4 Mobile

American Idioms Dictionary


Drama Script 4 UBINSA
English-Indonesia Dictionary
Form Surat Pernyataan dan Transkip Untuk KKN
Harry Potter
Lampiran dan Silabus Manajemen Kursus
Psycholinguistics Hand Book
Scrabble 4 Mobile Phone

Recent Posts

PESAN RPP SD KELAS 1-6


Berbagi Ilmu : Perangkat Bahasa Inggris SMA XI berkarakter dan taksonomi
English Implicature
Some Approaches of Language Teaching
WordPress Background Tutorial

Recent Comments
misbakhudinmunir on PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MEN
ulfi aziza on PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MEN
misbakhudinmunir on Pocket Al-Quran dan Ter
fadilah on Pocket Al-Quran dan Ter
Melisa Cly on Preposition and the Meani
misbakhudinmunir on English Implicature
Ibnunurkholis on English Implicature
misbakhudinmunir on English Implicature
misbakhudinmunir on English Drama Script

misbakhudinmunir on English Implicature


misbakhudinmunir on WordPress Background Tuto
misbakhudinmunir on PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN
misbakhudinmunir on English-Indonesia Dictionary
novita on English-Indonesia Dictionary
aziz noor fachrudin on PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN

Email Subscription
Masukan E-mail anda untuk bergabung dengan blog ini!
Join 5 other followers

Sign me up!

My Pets
Ayo kenalan sama mereka! Caranya, mainkan mousenya..
Blog at WordPress.com. | Theme: Piano Black by Mono-Lab.

Anda mungkin juga menyukai