Anda di halaman 1dari 58

PEWARISAN SIFAT

OLEH :
I GEDE JONIARTA

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari, tentunya kita pernah dan bahkan sering
menemukan beberapa ekor hewan yang memiliki beberapa perbedaan
dan persamaan. Tidak hanya pada hewan, tumbuhan yang dimakan oleh
sebagian besar hewan pun memiliki penampakan yang tidak sama,
meskipun namanya sama. Tumbuhan yang sama bisa berbunga putih,
berbunga merah, berbatang tinggi dan ada yang berbatang rendah.
Begitu pula dengan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
paling sempurna. Manusia di muka bumi ini tidak ada yang persis sama.
Cobalah kita amati orang-orang yang paling dekat di sekitar kita. Anggota
keluarga adalah orang yang paling dekat dengan diri kita. Kemudian
bandingkanlah dirimu dengan Ibu, Bapak dan saudara-saudaramu!
Apakah ada yang persis sama di antara anggota keluarga kalian? Apakah
ada perbedaan yang sangat mencolok antara kamu dengan anggota
keluargamu? Mengapa kita tidak persis sama dengan ayah dan ibu?
Bagaimanakah hal itu dapat terjadi?
Pada waktu dilahirkan, orang sering menerka, anak yang baru lahir itu
mirip Bapaknya atau Ibunya, atau tidak mirip dengan kedua orang tuanya.
Yang lebih mencelakakan adalah anak yang baru lahir itu bisa mirip
dengan paman atau bibinya. Bagi orang yang melahirkan di rumah sakit,
seandainya kasus seperti ini terjadi, tentu akan mendapat penjelasan dari
petugas sehingga tidak menimbulkan prasangka yang buruk terhadap
seseorang.
Sebuah contoh untuk menjelaskan bahwa tidak ada manusia yang
persis sama dimuka bumi ini. Rudi itulah nama seorang anak laki-laki yang
lahir dari hasil perkawinan antara PakJoni dengan Buk Rediti lima tahun
yang lalu. Si Rudi ini memiliki kelopak mata dan bulu mata yang persis
dengan bapaknya. Namun, anak ini memiliki bentuk hidung dan warna

kulit yang persis dengan ibunya. Ada hal yang lain dari si Rudi, sifat
rambut yang dimilikinya tidak mirip dengan kedua orang tuanya yaitu
rambut lurus. Kalau kita tidak mengetahui bagaimana sifat-sifat itu
diwariskan dari orang tua kepada anaknya, maka akan timbul prasangka
kasus perselingkuhan yang dilakukan oleh ibu anak ini. Tetapi pada
kenyataannya, Buk Rediti ini adalah tipe isteri sangat setia terhadap
suaminya. Sementara itu, kucing Pak Joni beranak dua ekor. Satu ekor
berbulu mengikuti corak bulu induk jantan, sedangkan yang satunya
mengikuti corak bulu induk betina.
Dari kedua contoh di atas, maka dapat kita tentukan bahwa sifat yang
dimiliki oleh siRudi merupakan sifat yang diperoleh dari kedua orang
tuanya. Demikian juga dari kucing Pak Joni. Lantas, bagaimanakah
pewarisan sifat itu dapat terjadi? Apa sajakah yang berperan di
dalamnya? Untuk menjawab pertanyaan itu marilah kita kaji lebih jauh
tentang mekanisme pewarisan sifat pada mahkluk hidup.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut :
1) Bagaimanakah materi genetis bertanggung jawab dalam pewarisan sifat?
2) Bagaimanakah terminologi bidang genetika?
3) Bagaimanakah pewarisan sifat menurut hukum Mendel?
4) Bagaimanakah mekanisme pewarisan sifat pada manusia?
5) Apakah manfaat perwarisan sifat bagi kehidupan manusia dalam konteks
Salingtemas?
1.3 Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan ini adalah
sebagai berikut :
1)

Untuk mendeskripsikan materi genetis yang bertanggung jawab dalam


pewarisan sifat.

2)

Untuk mendeskripsikan terminologi bidang genetika.

3)

Untuk mendeskripsikan pewarisan sifat menurut hukum Mendel.

4)

Untuk mendeskripsikan mekanisme pewarisan sifat pada manusia.

5)

Untuk mendeskripsikan manfaat perwarisan sifat bagi kehidupan


manusia dalam konteks Salingtemas.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah sebagai
berikut :
1)

Manfaat Teoritis
Secara teoris, penulisan ini dapat dijadikan salah satu referensi dan salah
satu sumber informasi yang berkaitan dengan pewarisan sifat pada
makhluk hidup.

2)

Manfaat Praktis
Dengan

melakukan

penulisan

ini,

penulis

dapat

meningkatakan

pemahaman dan menambah wawasan berkaitan dengan pewarisan sifat


pada makhluk hidup, serta dapat memberikan saran kepada masyarakat
terkait dengan manfaat pewarisan sifat demi kelangsungan hidup
organisme.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Materi Genetik
Dahulu orang beranggapan bahwa sifat seseorang diwariskan kepada
keturunannya melalui darah yang mengandung tunas-tunas dari berbagai
alat tubuh (teori pangenensis).Teori ini dikeluarkan oleh Charles Darwin
(1809-1882). Oleh karena itu, seseorang disebut berdarah Belanda untuk
menunjukkan bahwa dia adalah keturunan orang Belanda. Ternyata,
pendapat itu tidak benar sejak Galton (1822-1911) melalui eksperimennya
membuktikan bahwa darah kelinci putih yang dipindahkan ke tubuh kelinci
hitam dan sebaliknya, ternyata tidak memunculkan kelinci belang (hitamputih). Contoh lain yang bisa kita cermati pada masa sekarang ini bahwa
pernyataan atau pendapat itu salah, orang yang menerima transfusi
darah dari orang lain, sifatnya tidak menampakkan sifat baru sesuai
dengan sifat orang yang mendonorkan darahnya. Akhirnya teori ini pun
gugur.
Keturunan merupakan hasil perkembangbiakan secara generatif yang
didahului oleh peristiwa peleburan inti gamet jantan dengan inti gamet
betina. Di dalam inti sel terdapat kromosom, dan di dalam kromosom
terdapat gen. Dengan demikian, individu baru hasil perkembangbiakan
generatif membawa sifat-sifat kedua induknya. Lalu apakah yang
dimaksud dengan gen? Apa pula yang dimaksud dengan kromosom.
Supaya lebih mudah memahami materi genetik, marilah kita simak uraian
berikut!

2.1.1 Gen
Gen adalah

unit

hereditas

yang

mengontrol

sifat-sifat

suatu

organisme. Ada juga yang menyatakan gen adalah substansi hereditas


penentu

sifat-sifat

individu

yang

menyusun

kromosom.

Di

lain

pihak gen adalah suatu unit keturunan (pembawa sifat) berupa suatu
segmen tertentu dari molekul ADN (Asam Dioksiribo Nukleat), umumnya
terletak

di

kromosom,

dan

memperlihatkan

ekspresinya

berupa

penampakan luar yang bisa diamati dan dirasakan, biasanya dinyatakan


dengan simbul huruf tunggal. Bisa ditulis dengan huruf kapital untuk gen
yang bersifat dominan dan huruf kecil untuk gen yang bersifat resesif.
Misalnya gen untuk sifat batang tinggi (dominan) ditulis dengan huruf (T)
dan sifat untuk batang rendah (resesif) ditulis dengan (r).
Jumlah gen pada satu makhluk

hidup sangat banyak, sesuai dengan jumlah sifat yang dimilikinya.


Masing-masing sifat ditentukan oleh satu gen. Gen menempati lokasi
tertentu pada kromosom. Letak gen dalam kromosom seolah-olah
berderetan pada tempat yang disebut dengan lokus. Seperti pada Gambar
01. sebagai berikut ini.

Gambar 01: Gen di dalam kromosom


Sumber

: http://images.google.co.id/imgres
Diakses 17 Desember 2008

2.1.2 Kromosom
Dalam tahun 1879 Walter Flamming (1843-1915), seorang profesor
pada suatu perguruan tinggi di Praha dan Kiel, memperkenalkan
istilah kromatin untuk mendeskripsikan

materi

yang

tampak

serupa

benang (serabut) di dalam nukleus. Ketika diwarnai, benang-benang


tersebut nampak dengan jelas (bahasa Yunani: kroma = warna).
Sementara untuk istilah kromoson, baru diperkenalkan pada tahun
1888 oleh W. Waldeyer (1836-1921). Istilah nama kromoson berasal dari
bahasa Yunani yaitu terdiri dari kata kroma yang artinya warna, dan
kata soma yang berarti benda. Jadi dapat disimpulkan bahwa kromosom
adalah suatu badan/benda yang mudah menyerap warna ketika dilakukan
pewarnaan sel.
Seorang pemuda Amerika, Walter S. Sutton (1876-1916) mengetahui
bahwa antara perubahan-perubahan yang berlangsung pada kromosom
(= tingkah laku kromosom) dan pemindahan gen menurut Mendel
terdapat pararelisme. Karena itu, dalam tahun 1902 ia merumuskan teori
kromosom, yang antara lain menyatakan bahwa faktor-faktor yang
diwariskan kepada keturunannya (gen) terdapat di dalam kromosom,
seperti pada Gambar 01 di atas.
Kromosom merupakan susunan seperti banang yang terdiri atas ADN
dan protein yang terdapat di dalam inti sel hewan ataupun sel tumbuhan.
Kromosom berbentuk batang dapat lurus atau bengkok. Pada kromosom
terdapat sentromer atau kinetokor, yaitu bagian bening yang merupakan
penyimpitan primer yang terletak pada pertemuan lengan-lengannya.
Fungsi sentromer berkaitan dengan gerakan kromosom pada saat anafase
sehingga sentromer dipandang sebagai tempat perlekatan kromosom

pada spindel pembelahan. Pada umumnya kromosom hanya mempunyai


satu buah sentromer (monosentrik), tetapi mungkin juga ada kromosom
yang memiliki dua buah sentromer (disentrik), dan bahkan mungkin juga
ada yang polisentrik.
Kromosom hanya tampak pada saat sel akan membelah. Pada waktu
itu, kromosom berduplikasi membentuk dua anakan yang masih terikat
satu sama lain di bagian sentromer. Masing-masing anakan kromosom
disebut kromatid seperti Gambar 02 dibawah ini.

Gambar 02: Kromosom dengan kromatid yang masing melekat


pada satu sentromer
Sumber

: http://images.google.co.id/imgres?

Diakses 17 Desember 2008


Tubuh makhluk hidup tersusun atas sel-sel yang beranekaragam
bentuk dan ukurannya. Semua sel yang menyusun tubuh makhluk hidup,
kecuali sel kelamin atau sel nutfah (gamet) disebut sel somatik. Sel nutfah
atau

gamet

adalah

sel

seperti ovumdan sperma. Dalam

satu

kelamin
sel

tubuh

suatu
terdapat

organisme,
sepasang

kromosom yang diterima dari kedua orang tua atau induknya. Sepasang
kromosom ini disebut kromosom homolog. Satu bagian diterima dari induk
jantan dan satu bagian diterima dari induk betina. Oleh karena itu jumlah
kromosom di dalam sel tubuh dinamakan diploid (dilambangkan dengan
2n). Sedangkan sel kelamin hanya mengandung setengah dari jumlah sel
tubuh

(dilambangkan

dengan

n)

proses fertilisasi inti ovum oleh

yang

bersifat haploid. Akibat

inti sperma terbentuklah zigot.

dari
Zigot

mendapat kromosom dari inti sperma sebanyak n kromosom dan dari inti
ovum sebanyak n kromosom. Oleh karena itu, zigot memiliki sel tubuh
yang diploid (2n kromosom).
Jumlah kromosom pada beberapa jenis makhluk hidup dapat dilihat
pada Tabel 01 berikut.
Tabel 01. Jumlah Kromosom Pada Beberapa Jenis Makhluk Hidup
N

Nama Makhluk Hidup

Jumlah Kromosom
Sel
Sel

Tubuh

Kelamin

Manusia (Homo sapiens)

(2n)
46 buah

(n)
23 buah

Orang

48 buah

24 buah

pygmaeus)

48 buah

24 buah

Simpansee

78 buah

39 buah

troglodytes)

38 buah

19 buah

Anjing (Canis familiaris)

64 buah

32 buah

Kucing (Felis domestica)

36 buah

18 buah

Kuda (Equus caballus)

8 buah

4 buah

Kodok (Xenopus laevis)

12 buah

6 buah

Lalat

utan

(Pongo
(Pan

buah

(Drosophila

melanogaster)
Padi (Oryza sativa)
Sumber : Bawa, Wayan (1991)
Untuk mempelajari morfologi kromosom paling dilakukan pada saat
metaphase

dan

anaphase

pembelahan

sel.

Berdasarkan

sentromernya, kromosom dibedakan menjadi empat tipe, yaitu :

letak

a.

Kromosom telosentrik, bentuknya seperti tongkat pendek dengan


sentromer yang terletak pada ujung proksimal.

b.

Kromosom akrosentrik, bentuknya seperti tongkat pendek dengan


lengan yang sangat kecil sehingga hamper tidak kelihatan.

c.

Kromosom sub-metasentrik, mempunyai lengan yang tidak sama


panjangnya sehingga tampak seperti huruf L.

d.

Gambar 03.: a) kromosom telosentrik, b) kromosom akrosentrik, c)


kromosom sub-metasentrik, dan d) kromosom metasentrik
Sumber

: Dikutip dari Bawa, Wayan (1991)

Kromosom metasentrik, mempunyai lengan yang sama atau hampir sama


panjangnya sehingga tampak seperti huruf V.
O

O
a
b

Setiap makhluk hidup memiliki jumlah kromosom yang berbeda-beda


seperti Tabel 01 di atas. Misalnya, setiap sel tubuh manusia memiliki 46
buah atau 23 pasang kromosom. Dari 46 buah kromosom tersebut, 23
buah kromosom datang dari ayah dan 23 buah kromosom datang dari ibu.

Sel sel yang membawa 23 kromosom baik dari ayah maupun dari ibu
disebut sel-sel kelamin.
Berdasarkan peranannya, kromosom dibedakan menjadi dua, yaitu
kromosom tubuh (autosom) dan kromosom kelamin (gonosom). Autosom
merupakan kromosom yang mengatur sifat-sifat tubuh makhluk hidup dan
tidak terlibat dalam penentuan jenis kelamin. Autosom dilambangkan
dengan A. Gonosom merupakan kromosom yang menentukan jenis
kelamin. Gonosom terdiri atas dua macam, yaitu kromosom X yang
menentukan jenis kelamin betina dan kromosom Y yang menentukan jenis
kelamin jantan.
Manusia dan sebagian besar mammalia memiliki sepasang gonosom.
Secara normal, tubuh seorang perempuan memiliki sepasang kromosom X
(XX), sedangkan laki-laki normal memiliki satu kromosom X dan satu
kromosom Y (XY). Dengan demikian, susunan kromosom sel tubuh
seorang wanita normal dapat ditulis dengan formula 44A + XX atau 22AA
+ XX, sedangkan untuk laki-laki normal, susunan kromosom sel tubuhnya
dapat ditulis dengan formula 44A + XY atau 22AA + XY.

Pada sel tubuh lalat buah (Drosophila melanogaster) terdapat delapan


buah kromosom, yaitu tiga pasang autosom (dilambangkan A) dan
sepasang gonosom yang dilambangkan dengan XX untuk lalat buah
betina dan XY untuk lalat buah jantan. Formula kromosom untuk lalat
buah betina 3AA + XX , sedangkan untu lalat buah jantan 3AA + XY. Untuk
sel kelamin lalat buah, susunan kromosomnya adalah 3A + X untuk lalat
buah betina, dan 3A + X dan 3A + Y.
2.2 Terminologi Bidang Genetik
Untuk dapat mewariskan sifat induk kepada keturunannya maka
induk harus melakukan perkawinan. Dalam bidang genetika, sebagai
salah satu cabang biologi, mengkaji tentang mekanisme pewarisan sifat.
Untuk itu, perlu dipahami beberapa istilah yang terkait dengan hal
tersebut. Misalnya: parental, filia/keturunan, fenotipe, genotipe, dominan,
resesif, homozigot, heterozigot, dan intermediat.
Parental yang sering dilambangkan dengan huruf P adalah tetua
yang melakukan perkawinan. Sedangkan filia (F) adalah anak yang
dihasilkan dari perkawinan induknya. Anak-anak yang dihasilkan langsung
dari induk disebut keturanan pertama (F 1). Sedangkan anak-anak yang
dihasilkan dari perkawinan keturunan pertama disebut keturunan kedua/
filia dua (F2).
Sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu individu ditentukan oleh faktor
pembawa
membawa

sifat
sifat

dilambangkan

keturunan
tertentu
dengan

yang
pula.
huruf

disebut
Gen

dengan gen. Gen

yang

pertama

membawa
dari

sifat

tertentu

suatu

sifat

tersebut.

Susunan/komposisi

gen

pada

suatu

makhluk

hidup

disebut

dengan genotipe. Genotipe ini biasanya dilambangkan dengan dua huruf


karena setiap individu memiliki susunan kromosom yang diploid (2n).
Genotipe itu akan membawa sifat tertentu yang akan muncul dan dapat
diamati pada individu yang bersangkutan. Dengan kata lain ekspresi dari
genotipe itulah yang disebut dengan fenotipe. Misalkan: genotipe untuk
sifat batang tinggi disimbulkan dengan huruf TT. Genotipe TT ini akan
mengekspresikan sifat batang tinggi. Fenotipe batang tinggi merupakan
sifat-sifat morfologi yang tampak dan dapat diamati secara langsung
dengan panca indera.
Fenotipe suatu individu merupakan hasil interaksi antara genotipe
dengan faktor lingkungan. Hal ini berarti juga bahwa lingkungan
berpengaruh

terhadap

ekspresi

suatu

gen.

Sebagai

contoh,

dua

tanamanan yang sama ditaruh pada tempat/lingkungan yang berbeda


akan menampakkan fenotipe yang berbeda pula. Dalam hal ini, faktorfaktor lingkungan mengarahkan ekspresi suatu gen.
Pada suatu perkawinan/persilangan antara tanaman berbatang tinggi
dengan tanaman berbatang rendah, ternyata dihasilkan keturunan baru
yang semuanya berbatang tinggi. Dalam hal ini gen pembawa sifat
batang tinggi bersifat dominan. Sebaliknya, gen untuk sifat batang rendah
bersifat resesif. Suatu

gen

tersebut menutupi atau

mengalahkan

ekspresi

Pasangan

selanjutnya

disebut alel.Sedangkan

gen

yang ditutupi atau

ini
gen

yang

dikatakan dominan apabila

dikalahkan

gen

gen

pasangannya.

ekspresinya

gen
disebut

gen resesif. Untuk gen dominan dilambangkan dengan huruf kapital (T)
sedangkan untuk gen resesif dilambangkan dengan huruf kecil (t). Sifat
batang tinggi (T) dominan terhadap sifat batang rendah (t). Dari contoh ini
dapat kita tuliskan genotipe individu yang berbatang tinggi yaitu TT, Tt
dan untuk sifat batang rendah dituliskan dengan tt.
Jika dalam suatu persilangan antara tumbuhan berbunga merah (MM)
dengan tumbuhan berbunga putih (mm), ternyata dari hasil persilangan
itu dihasilkan keturunan (F1) dengan fenotipe merah muda (Mm). Sifat
warna merah muda ini adalah sifat baru yang muncul dari pencampuran

sifat warna bunga merah dengan sifat bunga warna putih. Sifat seperti ini
disebut dengan intermediat.
Genotipe tanaman berbunga merah (MM) atau bunga yang berwarna
putih (mm) dikatakan homozigot. Homozigot adalah sifat suatu individu
yang genotipenya terdiri atas pasangan gen yang sama. Sebaliknya,
untuk

sifat

warna

bunga

merah

muda

dikatakan heterozigot. Heterozigot adalah

dengan

sifat

suatu

genotipe

Mm

individu

yang

genotipenya terdiri atas pasangan gen yang tidak sama. Jika genotipenya
MM, dikatakan dominan homozigot. Dan jika genotipenya mm, dikatakan
resesif homozigot.
2.3 Reproduksi Sel Sebagai Dasar Pewarisan Sifat
Reproduksi sel dikatakan sebagai dasar pewarisan sifat karena pada
reproduksi sel terjadi peristiwa yang sangat penting yaitu mitosis yang
terjadi pada sel-sel somatis, dan meiosis yang tejadi sel-sel kelamin.
Akibat dari peristiwa ini terjadi variasi dalam susunan gen yang ada dalam
kromosom. Macam gamet pada setiap individu dapat berbeda-beda.
Bagaimana terjadinya proses pewarisan kromosom yang bersifat diploid
dan

haploid

ini

dengan

berbagai

kemungkinan

variasi

gen

yang

dikandungnya akan dibahas dalam pembelahan mitosis dan meiosis.


2.3.1 Mitosis
Gamet betina (n-kromosom) setelah dibuahi oleh gamet jantan (nkromosom) akan menghasilkan zigot yang bersifat diploid (2n-kromosom).
Dalam perkembangannya zigot akan mengalami pembelahan berkali-kali
secara mitosis yang melalui fase-fase sebagai berikut :
(1) Interfase
Fase ini sering juga disbut fase istirahat. Pada fase ini sel siap untuk
membelah, tetapi belum memperlihatkan kegiatan membelah. Inti sel
nampak keruh, dan lambat laun kelihatan benang-benang kromatin yang
halus.
(2) Profase

Fase ini ditandai dengan kondensasi benang-benang kromatin yang


semakin memendek dan akhirnya terbentuk unit-unit yang disebut
kromosom. Masing-masing kromosom terdiri dari belahan lengan yang
disebut

kromatida.

Pada

saat

kondensasi

kromosom

berlangsung,

organela mitokondria dan plastida mulai menghilang, membran inti


menghilang, kromosom berpindah ke bagian tengah, benang spindel
mulai muncul dari kedua kutub yang berlawanan dan berhubungan
langsung dengan sentromer. Pada hewan, muncul sentriol. Lama waktu
profase dapat berlangsung satu jam sampai beberapa jam.
(3) Matafase
Fase ini ditandai dengan benang spindel semakin nyata, kromosom
bergerak menuju bidang pembelahan (equatorial) yang terletak ditengahtengah keduan kutub. Pada akhir metafase yang berlangsung pendek
sekitar

5-15

menit,

seluruh

kromosom

sudah

berada

di

bidang

pembelahan.
(4) Anafase
Pada fase ini kromosom membelah mulai sentromer menjadi dua
anakan yang sama dengan kromosom induk (2n-kromosom). Pada awal
anafase, kromosom mulai bergerak ke arah kutub-kutub yang berlawanan.
Anafase berakhir pada saat kromosom sudah sampai pada kutub-kutub
yang berlawanan. Lama waktu yang diperlukan fase ini sekitar 2-10 menit.
(5) Telofase
Pada

fase

ini

kromosom

sudah

berada

di

kutub-kutub

yang

berlawanan. Membran inti terbentuk kembali, kromosom menjadi samarsamar dan akhirnya lenyap. Anakan inti terbentuk, demikian pula jalinan
endoplasmik retikulum. Pada akhir telofase yang berlangsung sekitar 1030 menit terbentuk dua sel anakan yang persis sama dengan iduknya.

Gambar 05
Sumber

: Pembelahan Mitosis
: Suryo, (1995)

2.3.2 Meiosis
Meiosis adalah pembelahan sel yang terjadi pada sel kelamin (gonad),
yaitu pada saat terjadinya pembentukkan gamet (gametogenesis). Dalam
pembelahan ini terjadi pengurangan jumlah kromosom dari 2n-kromosom
menjadi n-kromosom.
Pembelahan meiosis berlangsung melalui dua tingkat yaitu meiosis
I dan meiosis II. Tahapan meiosis berlangsung sebagai berikut :
(1) Meiosis I
(a) Profase I
Meiosis I mempunyai tahapan seperti mitosis, hanya tahapan
profasenya

memiliki

kekhasan,

yaitu leptotenema (leptoten),

yang

terdiri

zigonema (zigoten),

dari

lima

stadium

pakinema (pakiten),

diplonema (diploten), dan diakinesis.


a.1 Leptonema (Leptoten)
Pada inti kelihatan benang-benang halus berstruktur kromosom yang
bersifat diploid.
a.2 Zigonema (Zigoten)
Kromosom homolog saling mendekat lalu berpasangan (sinapsis) yang
dimulai

pada

sentromer.

Pasangan

kromosom

homolog

ini

disebut gemini atau bivalen.


a.3 Pakinema (Pakiten)
Pembentukkan gemini sempurna, sehingga jumlah kromosom menjadi
haploid.
a.4 Diplonema (Diploten)
Kromosom yang ada dalam bentuk gemini tersebut membelah secara
membujur menjadi 4-kromatida (tetrad) yang saling berjauhan. Pada saat
pembentukkan

tetrad

terbentukknya kiasmata yang

sangat
memungkinkan

memungkinkan
terjadi

pindah

silang

(Crossing over).
a.5 Diakinesis
Pada stadium ini, kromosom memendek menebal, dan mereka tersebar
di sepanjang tepi inti.
(b) Metafase I

Pada metafase I, dinding inti dan nukleoli lenyap, diikuti dengan


terbentuknya benang-benang spindel. Kromosom (bivalen) bergerak
menuju bidang pembelahan (equatorial) secara acak dengan sentromrt
mengarah ke kutub.
(c) Anafase I
Pada fase ini kromosom-kromosom homolog (bivalen) yang terdiri dari
dua kromatid (diad) saling memisahkan diri dan ditarik oleh benangbenang spindel ke arah kutub yang berlawanan. Ini berarti bahwa jumlah
kromosom telah mengalami pengurangan jumlah kromosom.
(d) Telofase I
Pada fase ini terjadi sitokinesis (pembelahan sel menjadi dua sel
anakan yang masing-masing bersifat haploid). Meiosis I berakhir, dan
segera menuju ke meiosis II. Waktu istirahat antara meiosis I dan
meiosis II sangat singkat yang disebut dengan interkinesis.

(2) Meiosis II
Meiosis II berlangsung seperti mitosis, hanya saja terjadi pada sel-sel
yang bersifat haploid, dengan tahapan sebagai berikut :
(a) Profase II
Benang-benang kromatin terbentuk kembali, kemudian memendekmenebal menjadi kromosom.
(b) Metafase II
Kromosom menempatkan diri pada bidang equtorial/pembelahan.
(c) Anafase II
Tiap

kromosom

memisahkan

diri,

yang

berasal

bergerak

dari

diad

masing-masing

membelah
ke

arah

membujur,
kutub yang

berlawanan.
(d) Telofase II
Pada fase ini kromosom yang sudah berada d kutub yang berlawanan
menjadi semakin tebal dan jelas, membran inti terbentuk kembali, terjadi
sitokinesis, sehingga terbentuk sel anakan baru yang jumlahnya 4 buah
sel tetapi bersifat haploid (n-kromosom).

Gambar 06 : Meiosis
berlangsung melalui
dua tahap
Sumber

2.3.3 Gametogenesis

: Suryo (1995)

Pada mahluk tingkat tinggi


seperti

manusia

gametogenesis

ada

dua

macam,

yaituspermatogenesis dan oogenesis. Sementara pada tumbuhan tingkat


tinggi

proses

ini

di

dengan mikrosporogenesis dan megasporogenesis. Hasil


meiosis

biasanya

tidak

langsung

berupa

gamet.

sebut
akhir

dari

Mereka

masih

memerlukan waktu agar dapat berfungsi sebagai gamet yang disebut


dengan istilah maturasi (dewasa).
2.3.3.1 Gametogenesis Pada Manusia
(1) Spermatogenesis
Merupakan proses pembentukkan spermatozoa hewan jantan dan
orang laki-laki. Sel-sel primordial diploid dalam testis membelah secara
mitosis membentuk spermatogonium. Spermatogonium tumbuh menjadi
spermatosit

primer

(diploid)

yang

kemudian

membelah

secara

meiosis. Dari spermatosit primer dihasilkan dua spermatosit sekounder


yang bersifat haploid. Selanjutnya sel-sel ini akan mengalami pembelahan
meiosis II, dan menghasilkan 4 spermatid haploid. Selama maturasi
spermatid akan berkembang menjadi spermatozoa.

Gambar 07 : Bagan Spermatogenesis pada


hewan

(2) Oogenesis

dan manusia

Sel primordial dilpoid dalam ovarium yang disebut oogonium, tumbuh


menjadi

oosit

primer

(2n).

Oosit

primer

mengalami

meiosis

menghasilkan oosit sekunder (sebuah sel yang besar) dan badan kutub
primer (sebuah sel yang kecil), yang masing-masing bersifat haploid.
Badan kutub selanjutnya mengalami degenerasi dan tidak ikut berperan
dalam fertilisasi. Pada meiosis II dari oosit sekunder dihasilkan dua sel
yang tidak sama besar, yang disebut dengan ootid dan yang kecil disebut
badan kutub sekunder. Dalam proses maturasi ootid berkembang menjadi
ovum, sedangkan badan kutub tidak berfungsi.

Gambar 08 : Bagan oogenesis pada hewan


manusia

dan

2.3.3.2 Gametogenesis Pada Tumbuhan Tinggi


(1) Mikrosporogenesis
Mikrosporogenesis adalah gametogenesis yang berlangsung dibagian
jantan dari bunga yang disebut dengan kepala sari (antera) yang,
menghasilkan serbuk sari (pollen).
Sel induk mikrospora (mikrosporosit) yang bersifat diploid yang
terdapat di dalam antera mengalami meiosis I menghasilkan sepasang
sel

haploid.

Sel

tersebut

selanjutnya

mengalami

meiosis

II,

menghasilkan 4-mikrospora haploid yang berkelompok menjadi satu. Inti


dari

setiap

mikrospora

mengalami

karyokinesis

(pembelahan

inti)

sehingga di dalamnya terdapat dua inti haploid yang masing-masing


disebut inti saluran serbuk sari (inti vegetatif/inti tabung) dan inti
generatif. Setelah terbentuk serbuk sari, inti generatif (inti sperma)
membelah secara mitosis tanpa disertai sitokinesis, sehingga terbentuk
dua inti sperma. Dalam serbuk sari yang matang akan terdapat tiga buah
inti yaitu dua inti generatif dan satu inti vegetatif.
(2) Megasporogenesis
Megasporogenesis adalah gametogenesis pada ovarium atau bakal
buah

yang

menghasilkan

kandungan

lembaga.

Megasporosit

yang

merupakan sel induk megaspora yang bersifat diploid dalam ovarium


mengalami meiosis I menghasilkan dua sel haploid. Pada meiosis II
dihasilkan empat megaspora haploid yang berderet. Tiga megaspora
mengalami degenerasi lalu mati. Satu megaspora yang masih hidup
mengalami pembelahan kromosom sebanyak tiga kali berturut-turut
tanpa diikuti dengan sitokinesis. Dari peristiwa ini menghasilkan sebuah

sel besar yang disebut kandung lembaga muda yang mengandung 8 inti
haploid dan dilindungi oleh integumen, tetapi diujungnya terdapat sebuah
liang kecil yang disebut mikrofilsebagai tempat masuknya saluran serbuk
sari ke dalam kandung lembaga. Tiga dari 8 inti haploid tadi menepatkan
diri

di

dekat

mikrofil.

Dari

tiga

inti

ini,

dua

diantaranya

disebut sinergid mengalami degenerasi, dan yang satu berkembang


menjadi ovum. Tiga buah inti lainnya yang disebut antipoda bergerak ke
arah ujung yang berlawanan, dua inti sisanya bersatu di tengah kandung
lembaga menjadi sebuah inti yang diploid (2n) yang disebut inti kutub (inti
polar).
Pada saat pembuahan, salah satu inti sperma akan membuahi ovum
menghasilkan zigot yang akan berkembang menjadi embrio. Inti sperma
yang

lain

akan

menghasilkan

membuahi

inti

triploid

inti

(3n)

kandung

yang

lembaga

selanjutnya

yang

akan

diploid

mengalami

pembelahan berkali-kali membentuk jaringan putih lembaga (jaringan


endosperm) yang digunakan oleh embrio untuk pertumbuhan.
Setelah

terbentuk

mengemukakan

suatu

gamet
cara

seperti

mencari

di

atas,

gamet

selanjutnya

suatu

Mendel

individu dengan

genotipe tertentu. Berdasarkan prinsip segregasi (pemisahan secara


bebas), yaitu seperti pada Tabel 02 sebagai berikut.
Tabel 02. Jumlah Gamet pada Berbagai Genotipe Individu
N

Genotipe

Jumlah

Individu

Macam Gamet

o
1

BB

Gamet
1 macam

BBKK

1 macam

BK

BBKKMM

1 macam

BKM

Bb

2 macam

B dan b

BbKK

2 macam

BK dan bK

BbKk

4 macam

BK, Bk, bK, dan bk

BbKKMm

4 macam

BKM, BKm, bKM, dan

BbKkMm

8 macam

bKm

BKM, BKm, BkM, Bkm,


bKM, bKm, bkM, dan
bkm
Sumber : Daroji & Haryati (2007)
Berdasarkan tabel 02 di atas, dapat dirumuskan bahwa jumlah gamet
dalam suatu genotipe individu adalah 2 n, dimana n adalah jumlah alel
yang heterozigot, misalnya sebagai berikut :
a)

Jika jumlah alel heterozigot adalah 0, jumlah macam gametnya adalah


20 = 1 macam. Contoh: gamet BB tidak memiliki alel heterozigot, atau n =
0,

sehingga

jumlah

gametnya

20 =

macam,

dan

macam

gametnya hanya B saja.


b)

Jika jumlah alel heterozigot adalah 1, jumlah macam gametnya adalah


21 = 2 macam. Contoh: gamet Bb memiliki 1 alel heterozigot, atau n = 1,
sehingga jumlah gametnya 21 = 2 macam, dan macam gametnya adalah
B dan b.

c)

Jika jumlah alel heterozigot adalah 2, jumlah macam gametnya adalah


22 = 4 macam. Contoh: gamet BbKk memiliki 2 alel heterozigot, atau n =
2, sehingga jumlah gametnya 22 = 4 macam, dan macam gametnya BK,
Bk, bK, dan bk.
Selanjutnya, untuk menentukan jumlah macam gamet, sifat beda serta
kemungkinan kombinasi genotipe atau fenotipe pada keturunan kedua (F2)
dapat dilihat pada Tabel 03 sebagai berikut.

Tabel 03. Kombinasi Genotipe dan Fenotipe


Jumla

Jumla

Macam

Jumlah

Perbandingan

Kemungki

Kemungki

Fenotipe F2

Sifat

Maca

nan

nan

Beda

Genotipe

Fenotipe

Game

F2

F2

t
2 =2

3:1

22 = 4

9:3:3:1

23 = 8

27

27 : 9 : 9 : 9 : 3 :

24 =

81

16

16

81 : 27 : 27 :

5
n

3:3:1

25

35

25

27 : 27 : 9 : 9 : 9

3n

2n

:9:9:9:3:3:

2n

3:3:1
243 : 81 dst
3n : dst
Sumber : Sarna, dkk (2000)

2.4 Pewarisan Sifat Menurut Mendel


Salah satu cabang biologi yang mengkaji tentang pewarisan sifat
adalah

genetika.

Ilmu

genetika

berkembang

sangat

pesat

sejak

ditemukannya teori pewarisan sifat oleh seorang rahib di sebuah biara di


Brunn, Austria yang bernama Gregor Johann Mendel yang selanjutnya
tokoh ini disebut Bapak Genetika.
Mendel

adalah

orang

yang

pertama

melakukan

percobaan

perkawinan silang. Dalam percobaannya, Mendel menyilangkan beberapa


jenis tanaman ercis atau kacang kapri (Pisum sativum) di kebun biara. Di
kebun tersebut banyak sekali terdapat tanaman kacang kapri yang
beraneka ragam, ada yang berwarna putih dan merah, ada yang berbiji
bulat dan keriput, serta ada pula yang berbatang tinggi dan rendah.
Mendel memilih kacang kapri untuk penelitiannya karena kacang
tersebut memiliki sifat sebagai berikut :
1.

Memiliki bunga sempurna yang dapat melakukan penyerbukan sendiri;

2.

Dapat dengan mudah dilakukan penyerbukan silang;

3.

Masa hidupnya tidak lama, sehingga segera menghasilkan keturunan;

4.

Memiliki pasangan sifat yang mencolok.


Salah satu percobaan yang dilakukan Mendel adalah meyilangkan
tanaman kacang kapri berbiji bulat galur murni dengan tanaman kacang

kapri berbiji keriput galur murni dan sebaliknya. Galur murni (pure
line) adalah

tumbuhan

yang

melakukan

penyebukan sendiri

dan

menghasilkan keturunan dengan sifat-sifat seperti induknya meskipun


ditanam ulang beberapa kali, dan memiliki pasangan gen (alel) yang
sama, yaitu dominan saja atau resesif saja. Ada juga pendapat yang
menyatakan galur

murni adalah

suatu

populasi

yang

terdiri

dari

individu-individu yang genetisnya sama (homozigot) akibat dari kawin


silang dalam (inbreeding) atau perkawinan keluarga. Kedua pendapat
diatas memiliki satu kesaman yaitu pada susunan genetisnya yang
homozigot.
Penyilangan dua individu dengan menyilangkan masing-masing
serbuk sari tanaman yang satu ke putik tanaman yang lain disebut
dengan

persilangan resiprok. Dengan

merupakan
berperan

persilangan
sebagai

antara

penyumbang

dua

kata

lain

individu

serbuk

sari.

persilangan
yang
Agar

resiprok

masing-masing
tidak

terjadi

penyerbukan sendiri, Mendel menghilangkan serbuk sari pada bunga yang


akan ditaburi serbuk sari bunga lain semenjak bunga tersebut masih
berbentuk kuncup.
Mendel melakukan percobaan ini berulang kali dan hasilnya dicatat
dengan teliti. Percobaan juga dilakukan dengan sifat tanaman kacang
kapri yang memiliki sifat mencolok lainnya. Misalnya, sifat warna bunga
merah dan sifat warna bunga putih, sifat batang tinggi dengan batang
rendah.
Mendel melakukan banyak percobaan pada tanaman kacang kapri
yang memiliki bermacam-macam sifat beda. Hasil percobaan tersebut
dirumuskan menjadi sebuah hipotesa (dugaan semetara). Hipotesis ini
dibuat berdasarkan fakta-fakta dari percobaan perkawinan silang tanaman
kacang kapri. Adapun hipotesa yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.

Pada setiap organisme ada sepasang faktor yang mengendalikan sifat


tertentu. Sepasang faktor tersebut sekarang disebut gen.

2.

Gen-gen yang bersifat dominan akan mengalahkan gen-gen yang


bersifat resesif. Prinsip dominan tersebut ditunjukkan dengan tanaman
kacang kapri (F1) yang bergenotipe Mm tampak berbunga merah.

3.

Keturunan pertama (F1) dengan genotipe Mm, menghasilkan dua


macam gamet yang berjumlah sama. Misalnya: jika dihasilkan 50 serbuk
sari, 25 sebuk sari memiliki genotipe M dan 25 serbuk sari yang lain
memiliki genotipe m. Demikian juga pada sel telurnya. Hal ini terjadi
karena pada waktu pembentukkan sel gamet pasangan gen Mm memisah
secara bebas. Akibatnya masing-masing sel kelamin (sebuk sari atau sel
telur) hanya memperoleh satu gen, yaitu M atau m. Peristiwa ini untuk
selanjutnya disebut denganprisip pemisahan secara bebas.

4.

Dari hipotesa di atas, Mendel selanjutnya merumuskan sebuah prinsip


yang berkaitan dengan pewarisan sifat, yang selanjutnya disebut dengan
hukum Mendel (Mendelisme), sebagai berikut :

a)Hukum Mendel - I.
Prinsip berpisah secara bebas (segregasi). Selama pembentukkan gamet,
tiap alel diturunkan secara bebas kepada setiap gamet. Ini terjadi pada
persilangan monohibrid
b)

Hukum Mendel - II.


Prinsip

berpasangan

(penggabungan)

gen

secara

bebas.

Selama

pembentukkan gamet dihibrid F1, pasangan alel akan mencari pasangan


yang bukan alelnya. Misalnya, dari persilangan induk dengan dua sifat
beda (dihibrid) diperoleh F1 dengan genotipe BbKk. Dalam pembentukkan
gametnya B tidak akan berpasangan dengan b melainkan B akan
berpasangan dengan K atau k sehingga gamet yang terbentuk BK, Bk, bK,
dan bk.
2.4.1 Persilangan dengan Satu Sifat Beda (Monohibrida)
Di antara dua individu, sebenarnya banyak ditemukan sifat beda.
Untuk mempermudah mempelajarinya, maka jumlah sifat yang diamati
perlu dibatasi. Persilangan yang mengamati satu sifat beda disebut
dengan persilangan monohibrida (mono = 1, hibrida = hasil persilangan
dua individu yang memiliki sifat beda).
Contoh persilangan monohobrid antara kacang kapri berbunga merah
dengan kacang kapri berbunga putih. Bunga merah (M) dominan terhadap
bunga putih (m). Selanjutnya, F1dari persilangan ini akan disilangkan

kembali dengan sesamanya, sehingga diperoleh keturunan keduanya (F2)


seperti Gambar 06 di bawah ini.
Persilangan juga dilakukan pada tanaman kapri biji bulat galur murni
dengan kapri biji keriput. Sifat biji bulat dominan terhadap biji keriput.
Dengan cara yang sama maka, pada persilangan ini juga di peroleh
keturunan keduanya.

1
Merah : Putih = 3 : 1
Gambar 09 : Bagan Persilangan Monohobrid
Tabel 04. Diagram Persilangan Kacang Kapri Berbunga Merah dengan Kacang Kapri
Berbunga Putih
M

50 %

50%

Sel Telur
M

MM

Mm

50 %

25%

25%

(Merah)

(Merah)

Mm

Mm

50 %

25%

25%

(Merah)

(Putih)
Sumber : Daroji & Haryati (2007)

Serbuk Sari

Dari bagan di atas tampak bahwa induk (parental) memilki sifat


bunga merah disilangkan dengan induk berbunga putih, menghasilkan
keturunan

pertama

(F1)

yang

semuanya

berwarna

merah. Dalam

persilangan tersebut, sifat bunga merah menutupi atau mengalahkan sifat


bunga putih. Hal ini berarti sifat bunga merah dominan terhadap sifat
bunga putih. Sifat bunga putih disebut resesif.
Selanjutnya, keturunan pertama (F1) yang berbunga merah (Mm)
disilangkan

dengan

sesamanya. Hasil

dari

persilangan

itu

adalah

tanaman kacang kapri yang merupakan keturunan kedua (F2). Pada


bagan di atas tampak hasil persilangan yang memunculkan sifat bunga
putih, padahal parental kedua (F1 x F1) berwarna merah. Peristiwa ini
menunjukkan bahwa dalam induk kedua sifat bunga putih masih ada,
tetapi masih tertutupi oleh sifat bunga merah.
Pada diagram persilangan munculnya sifat bunga putih terjadi karena
gen resesif pembawa sifat bunga berwarna putih bertemu dengan alelnya
yang sama-sama resesif, sehingga sifat bunga berwarna putih muncul
kembali.
Dari diagram di atas, tampak bahwa keturunan kedua dalam
persilangan tersebut memiliki tiga macam genotipe, yaitu MM, Mm, dan
mm dengan perbandingan 1 : 2 : 1. Hal ini berarti keturunan kedua (F 2),
sebanyak 25 % individu bergenotipe MM, 50 % bergenotipe Mm, dan 25 %
bergenotipe mm. Adapun fenotipe yang muncul ada dua macam, yaitu
merah dan putih, dengan perbandingan (rasio) 3 : 1.
Selain hasil percobaan di atas, Mendel juga menemukan persilangan
monohibrid yang sifatnya intermediat, yaitu sifat perpaduan antara gen
dominan dengan gen resesif yang memunculkan fenotipe baru, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 10 di bawah ini.

Induk (P):

Gamet:

Keturunan
pertama (F1) :

Merah : Merah Muda : Putih = 1 : 2 : 1


Gambar 10 : Bagan Persilangan Monohobrid dengan sifat intermediat
Tabel 05. Diagram Persilangan Monohibrid dengan sifat
Intermediat
M

MM

Mm

(Merah)

(Merah Muda)

Mm

Mm

Serbuk Sari
Sel Telur
M

(Merah Muda)
(Putih)
Sumber : Daroji & Haryati (2007)
Dari persilangan di atas tampak ada fenotipe baru yang muncul. Sifat
warna merah muda muncul sebagai akibat dari pengaruh gen dominan
dangan resesif

yang sama-sama

kuat memunculkan pengaruhnya,

sehingga tidak ada yang saling menutupi dan yang ditutupi (gen M
memiliki pengaruh yang sama kuat dengan gen m). Jika antar keturunan
F1 di silang diperoleh keturunan kedua (F2) dengan perbandingan atau
rasio sebagai berikut :
1.

Rasio berdasarkan genotipe adalah MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1

2.

Rasio berdasarkan sifat yang tampak (fenotipe) adalah Merah : Merah


Muda : Putih = 1 : 2 : 1
2.4.2 Persilangan dengan Dua Sifat Beda (Dihibrida)
Selain melakukan percobaan dengan satu sifat beda, Mendel juga
melakukan percobaan persilangan dengan dua sifat beda. Persilangan
yang dilakukan pada dua individu dengan memperhatikan dua sifat beda
disebut dengan persilangan dihibrida. Tanaman kacang kapri yang dipilih

selalu merupakan galur murni. Dalam ekperimennya, Mendel memilih


kacang kapri biji bulat, warna kuning untuk disilangkan dengan kacang
kapri biji keriput warna hijau. Pada F1nya diperoleh semua keturunannya
berbiji bulat warna kuning. Hal ini menunjukkan bahwa sifat biji bulat,
warna kuning dominan terhadap sifat biji keriput, warna hijau.
Hasil persilangan pertama tadi (F1), selanjutnya ditanam kembali dan
dibiarkan melakukan penyerbukan sendiri. Biji-biji yang dihasilkan, oleh
Mendel disebut turunan kedua (F2), dengan fenotipe biji bulat warna
kuning : Biji Bulat warna hijau : biji keriput warna kuning : biji keriput
warna hijau dengan perbandingan (rasio) = 9 : 3 : 3 : 1. Proses penurunan
sifat pada persilangan dihibrida dapat dijelaskan sebagai berikut.
Bila B = simbul untuk gen bulat (dominan), b = simbul untuk gen
kisut, K = untuk warna kuning, k = simbul gen warna hijau, maka genotipe
parental dan filia dari F1 dan F2 dapat dibuat seperti Gambar 11 berikut ini:

Keturunan
kedua (F2):

BK

Bk

bK

bk

BK
BBKK

BBKk

(1)

(2)

BBKk

BBkk

BbKK

BbKk

(3)

(4)

Bk

(5)

BbKk

Bbkk

(7)

(8)

bbKK

bbKk

(6)
bK
BbKK

BbKk

(9)

(10)

(1

(12)

1)
bk
BbKk

Bbkk

(13)

(14)

bbKk

bbkk

(15)

(16)

Gambar 11 : Bagan Persilangan pada Dihibrid


Sumber

: Nurharyati (2006)

Diagram punnet di atas menunjukkan bahwa variasi genotipe dan


fenotipe pada persilangan dihobrida lebih banyak dari variasi genotipe
dan fenotipe pada persilangan monohibrida. Pada persilangan dihibrid :
a.

Persilangan antar F1 (BbKk x BbKk) menghasilkan 9/16 turunan biji


bulat warna kuning dengan genotipe BBKK (1), BBKk (2), BbKK (2), BbKk
(4); 3/16 biji bulat warna

hijau dengan genotipe, BBkk

(1), Bbkk

(2); 3/16 bagian biji keriput warna kuning dengan genotipe, bbKK (1),
bbKk (2); 1/16 bagian biji keriput warna hijau dengan genotipe, bbkk (1).
b.

Di antara F2 ternyata muncul dua kombinasi sifat fenotipe yang tidak


dimiliki oleh kedua induknya (P). Kedua fenotipe baru ini adalah biji bulat
warna hijau dan biji keriput warna kuning. Dari kenyataan ini Mendel
berasumsi bahwa dalam pembentukkan gamet, tiap alel diturunkan
secara bebas kepada setiap gamet. Jika pada monohibrida terjadi
segregasi (pemisahan) bebas dari satu pasang alel (Hukum Mendel - I),
maka pada dihibrida F1 dengan genotipe BbKk, dalam pembentukkan
gametnya B tidak akan berpasangan dengan b melainkan B akan
berpasangan dengan K atau k sehingga gamet yang terbentuk BK, Bk, bK,
dan bk. Prinsip Mendel inilah yang kemudian disebut dengan Hukum
Mendel II yaitu hukum pengelompokkan gen secara bebas (The Law of
Independent Assortment of Genes) atau hukum pilihan acak (Random
Assortment).

c.

Hasil keturunan pada kotak nomor 1, 6, 11 dan 16 yang letaknya


diagonal dari kiri atas ke kanan bawah, semuanya bersifat homozigot.

d.

Sedangkan pada kotak nomor 4, 7, 10 dan 13 yang letaknya diagonal


dari kanan atas ke kiri bawah, semuanya bersifat heterozigot dengan
genotipe dan fenotipe yang sama.
Selain
persilangan

dengan

cara

dihibrida

punnet

juga

seperti

dapat

di

dicari

atas,

keturunan

dengan

pada

menggunakan

sistem bracket. Sistem ini dapat digunakan untuk menentukan : 1) macam


gamet dari suatu individu, 2) rasio fenotipe dari suatu persilangan, 3)
rasio genotipe dari suatu persilangan.

Mencari gamet dari individu dengan genotipe BbKk


K

BK

bK

b
k

Bk

bk

Selanjutnya gamet yang terbentuk disilangkan :


1 KK---> BBKK = 1
Fe
notipe:
1 BB

2 Kk----> BBKk = 2

Bulat Kuning=
9/

16 bagian
1 kk-----> BBkk = 1
1 KK----> BbKK =
2

Fenotipe:
Bul

at hijau =
BbKk><BbKk

2 Bb

2 Kk-----> BbKk = 4

3/16

bagian
1 kk-----> Bbkk = 2
Fe
notipe:
1 KK----> bbKK =
1

Keriput Kuning=
3/1

6 bagian
1 bb

2 Kk-----> bbKk = 2
Fenotipe:
1 kk-----> bbkk = 1

Keriput hijau

=
16 individu 1/16 bagian

Persilangan dengan menggunakan sistem breeket dapat dilihat pada


Gambar 12 sebagai berikut.

Gambar 12 : Persilangan Dihibrid dengan Sistem Breeket


Sumber

: Sarna, dkk. (2000)

2.5 Penyimpangan Semu Hukum Mendel


Pewarisan sifat yang terjadi pada persilangan monohibrid, dihibrid,
polihibrid bertolak dari konsep suatu pewarisan sifat keturunan yang
ditentukan oleh gen tunggal. Akan tetapi dalam kenyataannya kadangkadang suatu sifat tidak bisa diterangkan dengan dasar sebuah gen
tunggal, melainkan oleh adanya interaksi beberapa pasang gen yang
saling memberikan pengaruh. Proses pewarisan siafat itu sendiri masih
mengikuti

pola

dari

hukum

Mendel.

Namun

variasi

fenotif

yang

dihasilkannya seperti tidak sesuai dengan hukum Mendel itu sendiri.


Karenanya proses interaksi gen juga disebut dengan penyimpangan semu
hukum Mendel, atau modifikasi dari perbandingan klasik 9 : 3 : 3 :1.
2.5.1 Interaksi Beberapa Pasang Alel

Adanya interaksi gen ini pertama kali diketahui oleh W. Bateson dan
R.C Punnet pada awal abad ke-20 dari persilangan ayam dengan pial
(jengger) yang berbeda. Dikenal ada 4 macam bentuk jengger yaitu tipe
gerigi/mawar (rose), tipe biji/kacang (pea), tipe walnut/sumpel, dan tipe
bilah (single).
Bila ayam pial mawar (galur murni) disilangkan dengan ayam pial
kacang (galur murni) yang keduanya telah diketahui dominan, pada F1-nya
dihasilkan turunan berpial walnut, yang berbeda dari pial kedua induknya.
Apabila pial walnut disilangkan dengan sesamanya, maka pada F 2-nya
dihasilkan ayam berpial Walnut : mawar : kacang : bilah = 9 : 3 : 3 : 1.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa bentuk pial dipengarhi oleh dua
pasang alel yang saling berinteraksi.
Sebagai contoh, perilangan antara ayam berpial mawar (RRpp)
dengan ayam berpial kacang (rrPP), akan menghasilkan ayam berpial
walnut pada keturunan pertamanya (F1-nya). Dengan bagan persilangan
sebagai berikut:
P1

Mawar

RRpp
F1

Kacang
rrPP

RrPp
(walnut)

F2

:
RP

Rp

rP

rp

RP
RRPP
(W

RRPp

RrPP

(Walnut)

RrPp

(W

(Walnut
)

alnut)

alnut)

Rp
RRPp

RRpp

(Walnut)

RrPp

Rrpp

(Walnut)

(Mawar)

rrPP

rrPp

(M
awar)
rP
RrPP
(Walnut

RrPp
(Walnut)

(Kacang
)

Kacang)
rp
RrPp
(Walnu
t)

Genotip pial walnut : R P

Rrpp
(Mawar)

rrPp

rrpp

(Kacang)

(Bilah)

9/16 bagian

Genotip pial mawar : R pp

3/16 bagian

Genotip pial kacang : rr P

3/16 bagian

Genotip pial bilah

: rr pp

1/16 bagian

Dalam

peristiwa

interaksi

ini

dua

pasang

alel

bekerjasama

menghasilkan fenotip pial tertentu (walnut, mawar, kacang, bilah).


Adapun ciri interaksi gen yaitu; (1) F 1 tidak pernah sama dengan
induknya, (2) muncul sifat baru (bilah).
2.5.2 Epistasis Dominan
Epistasis adalah peristiwa penutupan ekspresi gen oleh gen lain yang
bukan alelnya. Gen yang ditutupi disebut hipostasis. Peristiwa ini pertama
kali ditemukan oleh Nelson dan Ehle pada persilangan gandum. Apabila
gen dominan menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya maka
disebut epistasis dominan.
Dari persilangan gandum yang kulit bijinya hitam (HHkk) dengan
gandum yang kulit bijinya kuning (hhKK), keturunan pertama (F1)
semuanya berkulit biji hitam. Hal ini menunjukkan bahwa sifat hitam
dominan

terhadap

sifat

kuning.

Selanjutnya

F1 disilangkan

dengan

sesamanya menghasilkan keturunan kedua (F 2) dengan perbandinga 12


hitam : 3 kuning : 1 putih.
P1

Hitam

Kuning

HHkk
F1

hhKK

HhKk
(hitam)

P2

HhKk

HK

HhKk

Hk

hK

hk

HK
HHKk

HhKK

HhKk

(Hitam)

(Hitam)

(Hitam)

HHKk

HHkk

HhKk

Hhkk

(Hitam)

(Hitam)

(Hitam)

(Hitam)

HhKK

HhKk

hhKK

hhKk

(Hitam)

(Hitam)

(Kuning

(Kuning

HHKK
(Hitam)
Hk

hK

hk
HhKk

Hhkk

hhKk

hhkk

(Hitam)

(Hitam)

(Kuning

(Putih)

)
Genotip kulit biji hitam : H K

9/16 bagian

Genotip Kulit biji hitam : H kk

3/16 bagian

Genotip kulit biji kuning: hh K

3/16 bagian

Genotip kulit biji putih : hh kk

1/16 bagian

Perbandingan fenotip Hitam : Kuning : Putih = 12 : 3 : 1


2.5.3 Epistasis Resesif (Kriptomeri)
Pada peristiwa ini gen resesif menutupi ekspresi gen lainnya. Contoh
pada perkawinan tikus hitam dengan tikus putih yang homozigot. F1-nya
menghasilkan tikus hibrida yang semuanya berwarna hitam. Sedangkan

keturan kedua (F2) didapatkan ratio fenotip hitam : abu-abu : putih = 9 :


3 : 4, yang nampaknya menyimpag dari hukum Mendel.
Diketahui :
o RC

= hitam

o rr C k

= abu-abu

o - - cc

= putih (albino)

P1

Hitam

Kuning

RR CC
F1

rr cc

Rr Cc
(hitam)

P2

Rr Cc

RC

Rr Cc

Rc

rC

rc

RRCc

RrCC

RrCc

(Hitam)

(Hitam)

(Hitam)

RRcc

RrCc

Rrcc

RC

RRCC
(Hitam)
Rc
RRCc

(Hitam)

(Putih)

(Hitam)

(Putih)

RrCc

rrCC

rrCc

(Abu-

(Abu-

abu)

abu)

rrCc

rrcc

rC
RrCC
(Hitam)

(Hitam)

rc
RrCc

Rrcc

(Hitam)

(Putih)

(Abu-

(Putih)

abu)
Genotip hitam

:RC

9/16 bagian

Genotip Putih

: R cc

3/16 bagian

Genotip Abu-abu

: rr C

3/16 bagian

Genotip putih

: rr cc

1/16 bagian

Perbandingan fenotip Hitam : Abu-abu : Putih = 9 : 3 : 4

2.5.4 Epistasis Dominan dan Resesif


Pada peristiwa ini proses saling menutupi semakin komplek. Misalnya
pada persilangan ayam ras Leghorn dan Plymouth Rack yang sama-sam
berwarna putih. Pada F1-nya semua turunan berwarna putih, suatu
kenyataan yang wajar berdasarkan prinsip dominansi Mendel. Namun
pada F2-nya ternyata, muncul turunan ayam berwarna yang mengundang
pertanyaan. Setelah dikaji ternyata ada sejumlah gen yang saling
berinteraksi, diantaranya adalah sebagai berikut :
C

= gen yang menyebabkan bulu ayam berwarna

= gen yang menyebabkan bulu ayam tidak berwarna (putih)

= gen yang menghambat munculnya warna

= gen yang tidak mencegah timbulnya warna

sehingga proses penurunan dapat digambarkan sebagai berikut.

P1

cc ii

CC II

Plymouth Rock

Leghorn

(putih)
F1

(putih)

CcIi
(Putih)

F2

:
CI

Ci

cI

ci

Cc II

Cc Ii

(Putih)

(Putih)

CI

Ci

CC II

CC Ii

(Putih)

(Putih)

CC Ii
(Putih)

CC ii

Cc ii

(Berwar

(Berwar

na)

na)

Cc Ii
(Putih)
cI

cc Ii
(Putih)

Cc II

Cc Ii

(Putih)

(Putih)
cc II
(Putih)

ci

Cc Ii

cc ii

(Putih)

(Putih)

Cc ii
(Berwar
na)
cc Ii
(Putih)

Genotip putih

: C I

9/16 bagian

Genotip berwarna

: C ii

3/16 bagian

Genotip putih

: cc I

Genotip putih

: cc ii

3/16 bagian
1/16 bagian

Perbandingan fenotip Putih : berwarna = 13 : 3


2.6 Pewarisan Sifat Pada Manusia
Seperti

halnya

pada

tumbuh-tumbuhan,

pewarisan

sifat

pada

manusia juga terjadi.Beberapa gen pada kromosom autosom dan


gonosom akan mengawasi sifat-sifat tertentu. Pasangan gen heterozigot
dalam ekspresinya dipengaruhi oleh jenis kelamin individu yaitu hormon.
Pada manusia sifat-sifat yang dipengaruhi oleh jenis kelamin antara
lain; botak pada usia muda, gigi coklat sebagian (white forelock) dan
panjang telunjuk jadi tangan. Genotipe sifat botak pada manusia
ditunjukkan pada Tabel 06 sebagai berikut.
Tabel 06. Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Ekspresi Pasangan Gen b yang
Mengontrol Kepala Botak
Genotipe
BB
Bb
bb

Pria
Botak
Botak
Tidak Botak

Wanita
Botak
Tidak Botak
Tidak Botak

Sumber : Sarna, dkk (2000)


Pada peristiwa lain, pewarisan sifat juga ditentukan oleh adanya
interaksi beberapa alel yang disebut dengan alel ganda. Alel ganda adalah
alel yang anggotanya lebih dari satu. Jumlah alel yang lebih dari dua
tersebut hanya terdapat dalam suatu populasi. Misalnya, penentuan
golongan darah manusia.
Golongan darah manusia ditentukan menurut sistem A B O. Dari
sistem ini, golongan darah manusia terdapat empat tipe yaitu: golongan
darah A, golongan darah B, golongan darah AB, dan golongan darah O. Ini
didasarkan atas ada tidaknya antigen A dan anti gen B di dalam
eritrositnya. Adanya anti gen ditentukan oleh gen di dalam kromosom.
Keempat golongan darah itu ditentukan oleh tiga macam alel. Simbul
yang digunakan adalah huruf I berasal dari Isoaglutinasi atau huruf L
berasal dari Lanstainer, yaitu orang yang menemukan golongan darah.
Dengan demikian kombinasi genotipe golongan darah terdapat sebanyak
enam macam genotipe, seperti ditunjukkan pada Tabel 07 berikut ini.
Tabel 07. Hubungan Golongan Darah dan Kombinasi Genotipe Serta Antigen dalam
Eritrosit
Golongan Darah
A
B
AB
O

Antigen
A
B
A dan B
-

Genotipe
IAIA dan IAIO
IBIB dan IBIO
IAIB
IOIO
Sumber : Sarna, dkk (2000)

Dalam hal ini, antara IA dengan IB tidak ada yang lebih dominan,
sehingga antara orang yang bergenotipe IAIB bergolongan darah AB atau
kedua alel tersebut bersifat kodominan. Sedangkan alel IA > IO dan IB >
IO. Selain dengan sistem A-B-O terdapat pula sistem golongan darah M-N
dan sistem Rhesus (Rh)
Faktor Rh pertama kali ditemukan oleh Lanstainer Wiener pada
tahun 1942, antigen ini dinamakan faktor rhesus karena ditemukan
dalam darah kera (Macaca rhesus). Faktor Rh ada dua macam yaitu
Rh+ dan Rh-, dimana Rh+ > Rh-.

Selain oleh kombinasi alel ganda, pewarisan sifat pada manusia juga
dipengaruhi oleh keberadan gen ganda. Gen ganda adalah gen yang
jumlahnya lebih dari satu pasang, terletak pada lokus-lokus berlainan di
kromosom, bekerja secara komulatif dalam menumbuhkan sifat genetik
kuantitatif. Misalnya dalam pewarisan sifat pigmentasi kulit dan bentuk
sidik jari (dipengaruhi oleh dua pasang gen) sedangkan untuk tinggi
badan dan warna mata manusia dipengaruhi oleh 3-5 pasang gen.
Beberapa kelainan pada manusia juga diturunkan.Biasanya pewarisan
itu diturunkan melalui kromosom autosom maupun gonosom, baik yang
bersifat resesif ataupun yang bersifat dominan.
Kelainan yang diwariskan melalui autosom dominan, antara lain jari
pendek (brakidaktili), jari bergabung (sindaktili), dan jumlah jari lebih
(polidaktili). Kelainan yang diwariskan melalui kromosom autosom resesif
misalnya gangguan mental, albino, anemia bulan sabit (sickle cell anemi).
Selain itu, kelainan juga diwariskan melalui gonosom, misalnya buta
warna (colour blind), dan darah tidak bisa membeku (hemofilia). Kedua
kelainan ini diwariskan melalui kromosom X, dan bersifat resesif.
Gen buta warna (colour blind) yang terpaut kromosom X dan bersifat
resesif (cb) ini akan berpengaruh ketika dalam keadaan homozigot resesif
pada kromosom X untuk perempuan. Apabila pada laki-laki, satu gen
resesif saja pada kromosom X sudah menimbulkan buta warna. Dengan
demikian, kemungkinan genotipe yang dapat terjadi adalah sebagai
berikut :
XCB XCB = wanita normal
XCB Xcb = wanita normal karier (pembawa sifat) buta warna
Xcb Xcb = wanita buta warna
XCB Y

= laki-laki normal

Xcb Y

= laki-laki buta warna

Misalkan

seorang

laki-laki

normal

menikah

dengan

seorang

perempuan pembawa sifat buta warna. Dari perkawinan ini kemungkinan


anak-anak mereka adalah wanita normal : laki-laki normal : wanita normal
pembawa buta warna : laki-laki buta warna.

XCB Xcb

P:

(carier buta warna)


XCB, Xcb

G:

XCB Y
(normal)
XCB, Y

XCB XCB : XCB Y : XCB Xcb : XcbY

F1:

Sama dengan buta warna, pewarisan kelainan berupa hemofili (h)


juga terjadi melalui kromosom X . Pada keadaan homozigot dominan (hh),
dapat menimbulkan hemofili. Sehingga ada beberapa kemungkinan
genotipe yang dapat terjadi, sebagai berikut :
XH XH = wanita normal
XH Xh = wanita normal karier (pembawa sifat) hemofili
Xh Xh = wanita hemofili (bersifat letal)
XH Y

= laki-laki normal

Xh Y

= laki-laki hemofili

Gen-gen yang terpaut pada kromosom Y disebut dengan gengen holandrik. Sebagian besar gen- gen ini tidak mempunyai pasangan
pada kromosom X, selain itu gen-genya sangat langka. Gen ini hanya
diwariskan dari ayah hanya pada anak laki-laki saja. Contoh sifat yang
terpaut kromosom Y adalah hypertrichosis (pertumbuhan rambut pada
telinga), keratoma dissipatum (penebalan kulit pada tangan dan kaki), dan
jari kaki berselaput.
2.7 Manfaat Pewarisan Sifat bagi kehidupan dalam konteks
Salingtemas
Dengan
digunakan

semakin
dalam

berkembangnya
kehidupan

ilmu

sehari-hari

genetika
untuk

telah

banyak

meningkatkan

kesejahteraan hidup manusia. Salah satu prinsip genetika yang diterapkan


dalam bidang pertanian dan peternakan adalah dihasilkannya bibit
unggul.
Beberapa bibit unggul pada tanaman pangan dan hewan ternak
sudah ditemukan. Misalnya, untuk tanaman pangan diperolehnya bibit
padi unggul, kentang, jagung, papaya, kedelai, dan tomat yang semuanya

ini bersifat unggul. Pada hewan ternak misalnya sapi pedaging, babi
unggul, sapi perah, unggas pedaging atau petelur, dan berbagai jenis
ikan. Bibit unggul ini diperoleh melalui persilangan dan seleksi.
Perkawinan silang dilakukan terhadap dua individu yang memiliki
sifat unggul tertentu dengan harapan untuk menghasilkan keturunan
yang memiliki gabungan sifat unggul dari kedua induknya untuk
selanjutnya

akan

dijadikan

bibit.

Biasanya

bibit

unggul

yang

disebarluaskan kepada petani atau peternak merupakan galur murni


dengan genotipe dominan homozigot, sehingga sifat unggulnya akan
terus nampak meskipun ditanam berulangkali.
Mencari bibit unggul merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
produksi pangan. Sifat unggul yang dimaksud biasanya sifat yang sesuai
dengan kepentingan manusia (sesuai dengan tujuan manusia). Tumbuhan
dan hewan bibit unggul diharapkan memiliki sifat-sifat menonjol (unggul),
antara

lain

tahan

terhadap

penyakit,

umur

lebih

pendek

(cepat

menghasilkan), produksi tinggi, rasa enak, hasil tidak cepat rusak/busuk,


tahan kering, dan cepat beradaptasi dengan lingkungan.
Selain pada tumbuhan dan hewan, konsep genetika ini juga bisa
diterapkan dalam kehidupan manusia yaitu dalam menentukan pasangan
hidup manusia kelak. Karena manusia juga ingin memperbaiki kehidupan
dan melestarikan jenisnya, maka manusia sebagai salah satu agen
genetika memiliki kriteria tertentu untuk menentukan pasangan hidupnya
dengan memperhatikan Bibit, Bebet dan Bobot.
Andaikata ketiga kriteria di atas bisa diterapkan maka keturunan
yang dihasilkan dari suatu proses perkawinan, diharapkan memiliki sifatsifat unggul yang dimiliki oleh orang tuanya. Sehingga konsep genetika
secara empiris bisa diterapkan, terutama dalam memilih pasangan hidup
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh si pemilih.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
3.1.1 Yang berperan dalam pewarisan sifat adalah gen dan kromosom. Gen
adalah pembawa sifat menurun yang ada pada kromosom. Sedangkan
kromosom adalah suatu badan/benda yang mudah menyerap warna
ketika dilakukan pewarnaan sel.
3.1.2 Terminologi bidang genetika antara lain :
a.

Lokus gen adalah tempat tertentu pada kromosom yang diduduki oleh
satu alel gen dari suatu sifat.

b.

Alel adalah sepasang gen yang terletak pada posisi sama pada
sepasang kromosom.

c.

Dominan

adalah

sifat

yang

menutupi

atau

mengalahkan

sifat

pasangannya.
d.

Resesif adalah sifat yang ditutupi ekspresinya oleh sifat dominan.

e.

Intermediat adalah sifat baru ynag muncul karena gen dominan dan
gen resesif sama-sama kuat pengaruhnya sehingga tidak ada yang
menutupi dan yang ditutupi atau dengan kata lain sifat antara dari sifat
dominan dan sifat resesif.

f.

Homozigot adalah sifat suatu individu yang genotipenya terdiri atas


pasangan gen yang sama, misalnya individu dengan genotipe MMTT,
MMtt, mmTT, mmtt.

g.

Heterozigot adalah sifat suatu individu yang genotipenya terdiri atas


pasangan gen yang berbeda, misalnya individu dengan genotipe MmTt,
Mmtt, mmTt.

h.

Parental adalah tetua/induk yang akan disilangkan, biasanya diberi


simbul P.

i.

Gamet adalah sel reproduksi jantan atau betina yang sudah masak
(sperma, serbuk sari, sel telur).

j.

Filia

adalah

anak

yang

dihasilkan

dari

perkawinan

induknya

(keturunan), biasanya diberi simbul F.


k.

Genotipe adalah susunan genetik, atau jumlah total dari semua gen
dalam satu individu yang ada hubungannya dengan fenotipe. Biasanya
dinyatakan dengan huruf pertama dari sifat fenotipe. Karena individu itu
bersifat diploid maka genotipe ditunjukkan dengan huruf dobel. Misalnya
MM, Mm, mm dan seterusnya.

l.

Fenotipe adalah ekspresi dari genotipe yang dapat diamati dengan


panca indera. Atau fenotipe adalah kenampakan luar dari suatu individu
yang sangat tergantung dari susunan genetisnya. Biasanya dinyatakan
dengan kata sifat yang terkait dengan ukuran (tinggi-pendek), rasa
(manis-asam), bentuk (bulat-keriput) dan lain-lain.

m.
n.

Autosom adalah kromosom sel-sel tubuh


Gonosom adalah kromosom sel-sel kelamin

3.1.3 Pewarisan sifat menurut Mendel adalah mengikuti pola sesuai dengan
sifat beda yang diamati. Pola itu selanjutnya disebut dengan hukum
Mendel (Mendelisme). Adapun hukum yang dimaksud adalah :
a) Hukum Mendel - I.
Prinsip berpisah secara bebas (segregasi). Selama pembentukkan gamet,
tiap alel diturunkan secara bebas kepada setiap gamet. Ini terjadi pada
persilangan monohibrid
b) Hukum Mendel - II.
Prinsip

berpasangan

(penggabungan)

gen

secara

bebas.

Selama

pembentukkan gamet dihibrid F1, pasangan alel akan mencari pasangan


yang bukan alelnya. Misalnya, dari persilangan induk dengan dua sifat
beda (dihibrid) diperoleh F1 dengan genotipe BbKk. Dalam pembentukkan
gametnya B tidak akan berpasangan dengan b melainkan B akan
berpasangan dengan K atau k sehingga gamet yang terbentuk BK, Bk, bK,
dan bk.
3.1.4

Pewarisan

sifat

pada

persilangan

monohobrid

mempunyai

perbandingan/ratio genotif = 1 : 2 : 1 pada F2-nya dan ratio fenotif = 3 : 1,


sedangkan pada persilangan dihibrid dengan sifat dominan resesif pada
F2-nya mempunyai perbandingan fenotif = 9 : 3 : 3 :1. Perbandingan
klasik menurut Mendel akan mengalami modifikasi akibat adanya interaksi
alel yang bukan pasangannya sehingga menimbulkan kesan seolah-olah
terjadi penyimpangan pewarisan sifat menurut hukum Mendel yang
selanjutnya disebut dengan penyimpangan semu hukum Mendel, seperti
interaksi beberapa pasang alel, Epistasis dominan, epistasis resesif,
epistasis dominan resesif, epistasis karena gen resesif rangkap, epistasis
karena gen dominan rangkap, dan epistasis karena gen-gen rangkap
dengan pengaruh komulatif.
3.1.5 Pewarisan sifat pada manusia pada prinsipnya sama dengan pewarisan
sifat pada tumbuhan. Ada dua kromosom yang berperan yaitu autosom
dan gonosom. Beberapa sifat diatur gen pada autosom dan beberapa sifat
diatur oleh gen pada gonosom yang memang tidak bisa berpisah dalam
pembentukan gamet (pautan gen).

3.1.6 Kelainan akibat pautan gen ini ada sifat yang lebih cenderung muncul
pada laki-laki karena gen terpaut pada kromosom Y, yang tidak
mempunyai pasangan pada koromosom X. Akibatnya, satu saja terdapat
gen yang menimbulkan kelainan, maka pada laki-laki kelainan itu akan
muncul.
3.1.7 Pewarisan sifat pada manusia juga dibatasi oleh jenis kelamin. Hal ini
terkait dengan hormon adanya gen-gen yang bersifat kodominan, alel
ganda, dan gen ganda.
3.1.7 Salah satu manfaat yang bisa dirasakan dengan kemuajuan ilmu
genetika adalah diperolehnya bibit unggul pada tanaman budidaya dan
peternakan. Dalam kehidupan manusia, pemahaman konsep genetika
diterapkan dalam menentukan sifat-sifat tertentu yang menjadi kriteria
dalam memilih pasangan hidup.
3.2 Saran-Saran
Menyimak simpulan tadi, serta fenomena yang terjadi di zaman
sekarang, ilmu genetika begitu pesat perkembangannya, sehingga penulis
dapat menyarankan:
1.

Konsep genetika bisa diterapkan untuk menentukan kriteria tertentu

dalam memilih pasangan hidup kelak.


2.

Bagi yang sudah memasuki masa berumah tangga (Grahasta), sifat-

sifat anak kita yang sedikit berbeda dari kedua orang tuanya, sematamata disebabkan karena pola pewarisan sifat. Implikasi dari pernyataan
ini adalah kepada suami diharapkan tidak cepat berprasangka buruk
terhadap isterinya, dan sebaliknya.
3.

Pemahaman

konsep

dan

penerapannya

dimasyarakat

dapat

membantu masyarakat untuk mencoba menemukan bibit unggul yang


bisa dikembangkan lebih lanjut meskipun dengan teknologi dan dana
yang terbatas.

DAFTAR PUSTAKA
Bawa,

Wayan.
Pendidikan

1991. Dasar-Dasar

Biologi

Sel. Jakarta

Departemen

dan Kebudayaan.

Budimansyah, dkk. 2005. Uji Kompetensi Ulangan Harian dan Umum:Penunjang


Kurikulum 2004.Bandung : Penerbit Epsilon Group.

Daroji & Haryati. 2007. Sukses Belajar Ilmu Pengetahuan Alam untuk Kelas IX
SMP dan MTs.Solo : Penerbit PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
http://images.google.co.id/imgres?. 2008. Gambar. On Line. Diakses 17 Desember
2008.
Nurharyati, Nunung. 2006. Pendalaman Kompetensi IPA Biologi untuk SMP/MTs
Kelas IX.Bandung : Yrama Widya.
Sarna, dkk. 2000. Buku Aja Genetikar. Singaraja : Program Studi Pendidikan
Biologi, STKIP Singaraja.
Soedarjatmo, dkk. 1996. Biologi 3a untuk Kelas 3 Catur Wulan 1 SMU. Surakarta :
PT Intan Pariwara.
Sunarto, dkk. 2003. Terampil Menerapkan Konsep dan Prinsip IPA Biologi Kelas
3A. Solo : PT Tiga Serangkai Puataka Mandiri.
Suryo. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
-------. 1996. Genetika Manusia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai