Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

ANESTESI UMUM

Pembimbing :
dr. Sabur, Sp. An
dr Ucu, Sp. An

Penyusun :
Endah tri puspitasari
030.07.081

Kepanitraan Klinik Ilmu Anestesi


Rumah Sakit Umum Daerah Karawang
Periode 30 Januari 2 Februari 2012
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
petunjuk-Nya saya dapat menyelesaikan referat berjudul anestesi umum ini tepat
pada waktunya. Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW
semoga rahmat dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada kita.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepanitraan klinik di bagian
Anestesi RSUD Karawang. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Sabur Nugraha, Sp.An dan dr. Ucu Nurhadiat,
Sp.An selaku dokter pembimbing dalam kepanitraan klinik Anestesi ini dan rekanrekan koas yang ikut membantu memberikan semangat dan dukungan moril.
Saya menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
dalam bidang Anestesi khususnya dan bidang kedokteran yang lain pada umumnya.

Karawang, Februari 2012

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ..
BAB II PEMBAHASAN ..
BAB III KESIMPULAN .
BAB 1V DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

Anestesi secara umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit


ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh. Namun, obat-obat anestesi tidak hanya menghilangkan rasa
sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaran. Selain itu, juga dibutuhkan
relaksasi otot yang optimal agar operasi dapat berjalan lancer.
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen
anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi
otot.

Praktek

anestesi

pernapasanpemantauan

umum

fungsi-fungsi

juga
vital

tubuh

termasuk
selama

mengendalikan
prosedur

anestesi.

Tahapannya mencakup induksi, maintenance, dan pemulihan.


Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memahami anestesi umum,
penggunaan anestesi umum, teknik anestesi umum, jenis-jenis anestesi umum dan
obat-obatan yang digunakan untuk anestesi umum.

BAB II
PEMBAHASAN
ANESTESI UMUM

Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral


disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.
Anestesi memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan
menimbulkan sakit yang tak tertahankan, mempotensiasi eksaserbasi fisiologis
yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.
Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka
Pilhan cara anestesi

Umur
o Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum
o Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermudahkan
dilakukan dengan anestesi local atau umum
Status fisik
o Riwayat penyakit dan anestesia terdahulu. Untuk mengetahui apakah
pernah dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah
o

ada komplikasi anestesia dan pasca bedah.


Gangguan fungsi kardiorespirasi berat sedapat mungkin dihindari

penggunaan anestesia umum.


Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa

sebaikmya dilakukan dengan anestesia umum.


Pasien obesitas, bila disertai leher pendek dan besar, sering timbul
gangguan sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi
anestesia. Pilihan anestesia adalah regional, spinal, atau anestesi

umum endotrakeal.
Posisi pembedahan

Posisi seperti miring, tungkurap, duduk, atau litotomi memerlukan


anestesis

umum

endotrakea

untuk

menjamin

ventilasi

selama

pembedahan.demikian juga pembedahan yang berlangsung lama.


Keterampilan dan kebutuhan dokter pembedah
o Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan
keterampilan dan kebutuhan dokter bedah antara lain teknik hipotensif
untuk

mengurangi

perdarahan,

relaksasi

otot

pada

laparotomi,

pemakaian adrenalin pada bedah plastik dan lain-lain.


Keterampilan dan pengalaman dokter anestesiologi
Keinginan pasien
Bahaya kebakaran dan ledakan
o Pemakaian obat anestesia yang tidak terbakar dan tidak eksplosif
adalah pilah utama pada pembedahan dengan alat elektrokauter.
Faktor-faktor yang mempengaruhi anestesi umum:

Faktor respirasi
Pada setiap inspirasi sejumlah zat anestesika akan masuk ke dalam
paru-paru (alveolus). Dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial
tertentu. Kemudian zat anestesika akan berdifusi melalui membrane
alveolus. Epitel alveolus bukan penghambat disfusi zat anestesika,
sehingga tekanan parsial dalam alveolus sama dengan tekanan parsial
dalam arteri pulmonarsi. Hal- hal yang mempengaruhi hal tersebut
adalah:
Konsentrasi zat anestesika yang dihirup/ diinhalasi; makin tinggi
konsentrasinya, makin cepat naik tekanan parsial zat anestesika dalam
alveolus.
Ventilasi alveolus; makin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat
meningginya tekanan parsial alveolus dan keadaan sebaliknya pada

hipoventilasi.
Faktor sirkulasi
Terdiri dari sirkulasi arterial dan sirkulasi vena

Factor-faktor yang mempengaruhi:


1. Perubahan tekanan parsial zat anestesika yang jenuh dalam alveolus
dan darah vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestesika diserap
jaringan dan sebagian kembali melalui vena.
2. Koefisien partisi darah/ gas yaitu rasio konsentrasi zat anestesika
dalam darah terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam
keadaan seimbang.
3. Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung. Makin banyak
aliran darah yang melalui paru makin banyak zat anestesika yang
diambil dari alveolus, konsentrasi alveolus turun sehingga induksi
lambat dan makin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
tingkat anesthesia yang adekuat.

Faktor jaringan
1. Perbedaan tekanan parsial obat anestesika antara darah arteri dan
jaringan.
2. Koefisien partisi jaringan/darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat
anestesika, kecuali halotan.
3. Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:
a) Jaringan kaya pembuluh darah (JKPD) : otak, jantung, hepar,
ginjal. Organ-organ ini menerima 70-75% curah jantung hingga
tekanan parsial zat anestesika ini meninggi dengan cepat dalam
organ-organ ini. Otak menerima 14% curah jantung.
b) Kelompok intermediate : otot skelet dan kulit.
c) Lemak : jaringan lemak
d) Jaringan sedikit pembuluh darah (JSPD) : relative tidak ada aliran

darah : ligament dan tendon.


Faktor zat anestesika
Bermacam-macam zat anestesika mempunyai potensi yang berbedabeda. Untuk menentukan derajata potensi ini dikenal adanya MAC
(minimal alveolar concentration atau konsentrasi alveolar minimal) yaitu
konsentrasi terendah zat anestesika dalam udara alveolus yang mampu

mencegah terjadinya tanggapan (respon) terhadap rangsang rasa sakit.


Makin rendah nilai MAC, makin tinggi potensi zat anestesika tersebut.

TAHAPAN TINDAKAN ANESTESI UMUM


I.

Penilaian dan persiapan pra anestesia


Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor
terjadinya

kecelakaan

dalam

anestesia.

Sebelum

pasien

dibedah

sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada


waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan dari kunjungan
tersebut adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi
biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
I.1 Penilaian pra bedah
Anamnesis
Riwayat

tentang

apakah

pasien

pernah

mendapat

anestesia

sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal


yang perlu mendapat perhatian khusus,misalnya alergi, mual-muntah,
nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga dapat
dirancang anestesia berikutnya dengan lebih baik. Beberapa penelitit
menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah dimasa lampau
sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan
ulang dalam waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe
berkepanjangan juga jangan diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya
dihentikan 1-2 hari sebelumnya

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi
intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi
intubasi.
Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak
boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua
system organ tubuh pasien.
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan
dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan
meliputi pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa
pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran
pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
Kebugaran untuk anestesia
Pembedahan

elektif

boleh

ditunda

tanpa

batas

waktu

untuk

menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi


sito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.
Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik
seseorang

adalah

yang

berasal

dari

The

American

Society

of

Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko

anestesia, karena dampaksamping anestesia tidak dapat dipisahkan dari


dampak samping pembedahan.
Kelas I

: Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Kelas II

: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

Kelas III

: Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin

terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan
aktivitas

rutin

dan

penyakitnya

merupakan

ancaman

kehidupannya setiap saat.


Kelas V

Pasien

sekarat

yang

diperkirakan

dengan

atau

tanpa

pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.


Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko
utama

pada

pasien-pasien

yang

menjalani

anestesia.

Untuk

meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk


operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral
(puasa) selamaperiode tertentu sebelum induksi anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan
pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam
sebeluminduksi anestesia. Minuman bening, air putih teh manis sampai 3

jam dan untuk keperluan minumobat air putih dalam jumlah terbatas
boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.

I.2 Premedikasi
Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah
dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia
diberi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun
dari anestesi diantaranya:
1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien
a. Menghilangkan rasa khawatir melalui:
i. Kunjungan pre anestesi
ii. Pengertian masalah yang dihadapi
iii. Keyakinan akan keberhasilan operasi
b. Memberikan ketenangan (sedative)
c. Membuat amnesia
d. Mengurangi rasa sakit (analgesic non/narkotik)
e. Mencegah mual dan muntah
2. Memudahkan atau memperlancar induksi
a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
3. Mengurangi jumlah obat-obat anestesi
a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
4. Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah/liur)
5. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung
a. Pemberian antikolinergik atropine, primperan, rantin,
antagonis
6. Mengurangi rasa sakit
Waktu dan cara pemberian premedikasi:

H2

Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam1 jam, secara
intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat
darurat dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat
dapat diberikan secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum
induksi. Bila pembedahan belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan
pemberian premedikasi intramuscular, subkutan tidak dianjurkan. Semua
obat premedikasi bila diberikan secara intravena dapat menyebabkan
sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi
dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.
Obat-obat yang sering digunakan:
1. Analgesik narkotik
a. Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
c. Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3gr/kgBB
2. Analgesik non narkotik
a. Ponstan
b. Tramol
c. Toradon
3. Hipnotik
a. Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
a. Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1
mg/kgBB
b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5
mg/kgBB
d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
5. Anti emetic
a. Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg),dosis
0,001 mg/kgBB
b. DBP
c. Narfoz, rantin, primperan.

II.

INDUKSI ANASTESI
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak

sadar,

pembedahan.

sehingga
Induksi

memungkinkan

dapat

dikerjakan

dimulainya
secara

anestesi

intravena,

dan

inhalasi,

intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia


langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan
pembedahan selesai.
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan STATICS:

S : Scope

jantung.

Stetoskop

untuk

mendengarkan

suara

paru

dan

Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang

sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.


T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon
(cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway
pipa

Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau


hidung-faring

(naso-tracheal

airway).

Pipa

ini

untuk

menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya


lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
tercabut.
I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel)
yang mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa
trakea mudah dimasukkan.

C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia


penyedot lender, ludah danlain-lainnya.

S : Suction

Induksi intravena
o Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena dikerjakan
dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat
induksi bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik.
Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan
darah harsu diawasi dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada
o

pasien yang kooperatif.


Obat-obat induksi intravena:
Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000
mg
sebelum

digunakan

dilarutkan

dalam

akuades

steril

sampai kepekatan 2,5% ( 1ml = 25mg). hanya boleh digunakan


untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan perlahanlahan dihabiskan dalam 30-60 detik.
Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan
menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hypnosis,
anestesia atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran
darah otak, tekanan likuor, tekanan intracranial dan diguda
dapat melindungi otak akibat kekurangan O 2 . Dosis rendah
bersifat anti-analgesi.

Propofol (diprivan, recofol)


Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu

bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan

intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik


sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.
Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk
anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh dengan
dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada
wanita hamil.

Ketamin (ketalar)
Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia,

hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat


menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.
Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam
(dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis0,1 mg/kg
intravena dan untuk mengurangi salvias diberikan sulfas atropin
0,01 mg/kg.
Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg.
ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml =
10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg).

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)


Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular,

sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan


kelianan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil
dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.
Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi inhalasi

N2O

(gas

gelak,

laughing

gas,

nitrous

oxide,

dinitrogen

monoksida) berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi,


tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus
disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya
kuat,

sehingga

sering

digunakan

untuk

mengurangi

nyeri

menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan


sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain
seperti halotan.
o

Halotan (fluotan)
Sebagai induksi

juga

untuk

laringoskop

intubasi,

asalkan

anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan


analgesi semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus
simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi
vasomotor,

depresi

miokard,

dan

inhibisi

refleks

baroreseptor.

Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan menghambat


pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.
o

Enfluran (etran, aliran)


Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran

lebih iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat


dibanding halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek
relaksasi terhadap otot lurik lebih baik disbanding halotan.
o

Isofluran (foran, aeran)


Meninggikan aliran darah

otak

dan

tekanan

intracranial.

Peninggian aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi


dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak
digunakan untuk bedah otak.

Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga


digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada
pasien dengan gangguan koroner.
o

Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%),

bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek


depresi napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas
atas sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.
o

Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan

isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas,


sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
Induksi per rectal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau
midazolam.
Induksi mencuri
Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi
biasa hanya sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi
kita berikan jarak beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru
sungkup muka kita tempelkan.
Pelumpuh otot nondepolarisasi Tracurium 20 mg (Antracurium)
o Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak
menyebabkna
o
o

depolarisasi,

hanya

menghalangi

asetilkolin

menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.


Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi
selama 20-45 menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit.
Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:
Cegukan (hiccup)

III.

Dinding perut kaku


Ada tahanan pada inflasi paru

RUMATAN ANESTESI (MAINTAINANCE)


Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau
dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.
Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur rinan
(hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien
selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang
cukup.
Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi,
fentanil 10-50 g/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur
dengan

analgesia

cukup,

sehingga

tinggal

memberikan

relaksasi

pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis


biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam.
Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot dan
ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara
+ O2 atau N2O + O2.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2
dengan perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 24% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah
pasien bernapas spontan, dibantu atau dikendalikan.

IV.

TATALAKSANA JALAN NAPAS


Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan:
1. Hidung
Menuju nasofaring
2. Mulut
Menuju orofaring
Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum
durum dan palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring.
Hipofaring menuju esophagus dan laring dipisahkan oleh epiglotis
menuju ke trakea. Laring terdiri dari tulang rawan tiroid, krikoid,
epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan kuneiform.
A. Manuver tripel jalan napas
Terdiri dari:
1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.
2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula
3. Mulut dibuka
Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas,
sehingga gas atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.
B. Jalan napas faring
Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas
mulut-faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat
hidung (naso-pharyngeal airway).
C. Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system
anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa
sehingga ketika digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan
positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau
hidung.
D. Sungkup laring (Laryngeal mask)

Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar
berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat
dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat
berupa pipa kerasdari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga
supaya tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan
lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan
esophagus.
E. Pipa trakea (endotracheal tube)
Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat
dari bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui
mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).
F. Laringoskopi dan intubasi
Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop
merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung
supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar.
Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop:
1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa
2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.
Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka
maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi
menjadi 4 gradasi.

Gradasi
1
2
3
4

Pilar faring
+
-

Uvula
+
+
-

Palatum Molle
+
+
+
-

Indikasi intubasi trakea


Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam
trakea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira
dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat
bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut:
1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.
Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret
jalan napas, dan lain-lainnya.
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan
efisien, ventilasi jangka panjang.
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
Kesulitan intubasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Leher pendek berotot


Mandibula menonjol
Maksila/gigi depan menonjol
Uvula tak terlihat
Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
Gerak vertebra servikal terbatas

Komplikasi intubasi
1. Selama intubasi
a. Trauma gigi geligi
b. Laserasi bibir, gusi, laring
c. Merangsang saraf simpatis
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esophagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
b. Aspirasi

c. Gangguan fonasi
d. Edema glottis-subglotis
e. Infeksi laring, faring, trakea
Ekstubasi
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:
a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan
catatan tak akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan
cairan lainnya.

BAB III
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai