ANESTESI UMUM
Pembimbing :
dr. Sabur, Sp. An
dr Ucu, Sp. An
Penyusun :
Endah tri puspitasari
030.07.081
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
petunjuk-Nya saya dapat menyelesaikan referat berjudul anestesi umum ini tepat
pada waktunya. Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW
semoga rahmat dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada kita.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepanitraan klinik di bagian
Anestesi RSUD Karawang. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Sabur Nugraha, Sp.An dan dr. Ucu Nurhadiat,
Sp.An selaku dokter pembimbing dalam kepanitraan klinik Anestesi ini dan rekanrekan koas yang ikut membantu memberikan semangat dan dukungan moril.
Saya menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
dalam bidang Anestesi khususnya dan bidang kedokteran yang lain pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ..
BAB II PEMBAHASAN ..
BAB III KESIMPULAN .
BAB 1V DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Praktek
anestesi
pernapasanpemantauan
umum
fungsi-fungsi
juga
vital
tubuh
termasuk
selama
mengendalikan
prosedur
anestesi.
BAB II
PEMBAHASAN
ANESTESI UMUM
Umur
o Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum
o Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermudahkan
dilakukan dengan anestesi local atau umum
Status fisik
o Riwayat penyakit dan anestesia terdahulu. Untuk mengetahui apakah
pernah dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah
o
umum endotrakeal.
Posisi pembedahan
umum
endotrakea
untuk
menjamin
ventilasi
selama
mengurangi
perdarahan,
relaksasi
otot
pada
laparotomi,
Faktor respirasi
Pada setiap inspirasi sejumlah zat anestesika akan masuk ke dalam
paru-paru (alveolus). Dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial
tertentu. Kemudian zat anestesika akan berdifusi melalui membrane
alveolus. Epitel alveolus bukan penghambat disfusi zat anestesika,
sehingga tekanan parsial dalam alveolus sama dengan tekanan parsial
dalam arteri pulmonarsi. Hal- hal yang mempengaruhi hal tersebut
adalah:
Konsentrasi zat anestesika yang dihirup/ diinhalasi; makin tinggi
konsentrasinya, makin cepat naik tekanan parsial zat anestesika dalam
alveolus.
Ventilasi alveolus; makin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat
meningginya tekanan parsial alveolus dan keadaan sebaliknya pada
hipoventilasi.
Faktor sirkulasi
Terdiri dari sirkulasi arterial dan sirkulasi vena
Faktor jaringan
1. Perbedaan tekanan parsial obat anestesika antara darah arteri dan
jaringan.
2. Koefisien partisi jaringan/darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat
anestesika, kecuali halotan.
3. Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:
a) Jaringan kaya pembuluh darah (JKPD) : otak, jantung, hepar,
ginjal. Organ-organ ini menerima 70-75% curah jantung hingga
tekanan parsial zat anestesika ini meninggi dengan cepat dalam
organ-organ ini. Otak menerima 14% curah jantung.
b) Kelompok intermediate : otot skelet dan kulit.
c) Lemak : jaringan lemak
d) Jaringan sedikit pembuluh darah (JSPD) : relative tidak ada aliran
kecelakaan
dalam
anestesia.
Sebelum
pasien
dibedah
tentang
apakah
pasien
pernah
mendapat
anestesia
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi
intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi
intubasi.
Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak
boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua
system organ tubuh pasien.
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan
dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan
meliputi pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa
pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran
pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
Kebugaran untuk anestesia
Pembedahan
elektif
boleh
ditunda
tanpa
batas
waktu
untuk
adalah
yang
berasal
dari
The
American
Society
of
Kelas II
Kelas III
terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan
aktivitas
rutin
dan
penyakitnya
merupakan
ancaman
Pasien
sekarat
yang
diperkirakan
dengan
atau
tanpa
pada
pasien-pasien
yang
menjalani
anestesia.
Untuk
jam dan untuk keperluan minumobat air putih dalam jumlah terbatas
boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
I.2 Premedikasi
Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah
dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia
diberi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun
dari anestesi diantaranya:
1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien
a. Menghilangkan rasa khawatir melalui:
i. Kunjungan pre anestesi
ii. Pengertian masalah yang dihadapi
iii. Keyakinan akan keberhasilan operasi
b. Memberikan ketenangan (sedative)
c. Membuat amnesia
d. Mengurangi rasa sakit (analgesic non/narkotik)
e. Mencegah mual dan muntah
2. Memudahkan atau memperlancar induksi
a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
3. Mengurangi jumlah obat-obat anestesi
a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
4. Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah/liur)
5. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung
a. Pemberian antikolinergik atropine, primperan, rantin,
antagonis
6. Mengurangi rasa sakit
Waktu dan cara pemberian premedikasi:
H2
Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam1 jam, secara
intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat
darurat dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat
dapat diberikan secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum
induksi. Bila pembedahan belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan
pemberian premedikasi intramuscular, subkutan tidak dianjurkan. Semua
obat premedikasi bila diberikan secara intravena dapat menyebabkan
sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi
dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.
Obat-obat yang sering digunakan:
1. Analgesik narkotik
a. Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
c. Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3gr/kgBB
2. Analgesik non narkotik
a. Ponstan
b. Tramol
c. Toradon
3. Hipnotik
a. Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
a. Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1
mg/kgBB
b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5
mg/kgBB
d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
5. Anti emetic
a. Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg),dosis
0,001 mg/kgBB
b. DBP
c. Narfoz, rantin, primperan.
II.
INDUKSI ANASTESI
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak
sadar,
pembedahan.
sehingga
Induksi
memungkinkan
dapat
dikerjakan
dimulainya
secara
anestesi
intravena,
dan
inhalasi,
S : Scope
jantung.
Stetoskop
untuk
mendengarkan
suara
paru
dan
(naso-tracheal
airway).
Pipa
ini
untuk
S : Suction
Induksi intravena
o Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena dikerjakan
dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat
induksi bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik.
Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan
darah harsu diawasi dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada
o
digunakan
dilarutkan
dalam
akuades
steril
Ketamin (ketalar)
Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia,
N2O
(gas
gelak,
laughing
gas,
nitrous
oxide,
dinitrogen
sehingga
sering
digunakan
untuk
mengurangi
nyeri
Halotan (fluotan)
Sebagai induksi
juga
untuk
laringoskop
intubasi,
asalkan
depresi
miokard,
dan
inhibisi
refleks
baroreseptor.
otak
dan
tekanan
intracranial.
Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%),
Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan
depolarisasi,
hanya
menghalangi
asetilkolin
III.
analgesia
cukup,
sehingga
tinggal
memberikan
relaksasi
IV.
Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar
berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat
dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat
berupa pipa kerasdari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga
supaya tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan
lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan
esophagus.
E. Pipa trakea (endotracheal tube)
Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat
dari bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui
mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).
F. Laringoskopi dan intubasi
Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop
merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung
supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar.
Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop:
1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa
2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.
Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka
maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi
menjadi 4 gradasi.
Gradasi
1
2
3
4
Pilar faring
+
-
Uvula
+
+
-
Palatum Molle
+
+
+
-
Komplikasi intubasi
1. Selama intubasi
a. Trauma gigi geligi
b. Laserasi bibir, gusi, laring
c. Merangsang saraf simpatis
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esophagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
b. Aspirasi
c. Gangguan fonasi
d. Edema glottis-subglotis
e. Infeksi laring, faring, trakea
Ekstubasi
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:
a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan
catatan tak akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan
cairan lainnya.
BAB III
KESIMPULAN