Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGETAHUAN BAHAN PANGAN


PERIKANAN

Nama
Nrp
Kelompok
No. Meja
Asisten
Tanggal Percobaan

Oleh :
: Mugni Srinovia
: 103020011
: C
: 4 (Empat)
: Arindi Sulistiani
: 29 November 2012

LABORATORIUM PENGETAHUAN BAHAN PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2012

Pengetahuan Bahan Pangan Perikanan

PENGETAHUAN BAHAN PANGAN


PERIKANAN
Mugni Srinovia, Sekar Arum, Ira Guci, M. Fikri Isnaeni
INTISARI
Ikan adalah sumber makanan yang penting. Hewan air lain, seperti moluska dan krustasea kadang
dianggap pula sebagai ikan ketika digunakan sebagai sumber makanan. Menangkap ikan untuk keperluan
makan dalam jumlah kecil atau olah raga sering disebut sebagai memancing. Hasil penangkapan ikan dunia
setiap tahunnya berjumlah sekitar 100 juta ton (Anonim, 2008)
Tujuan dari percobaan struktur fisik ikan adalah untuk mengetahui struktur fisik dari hasil-hasil
perikanan sehingga dapat mengenal lebih dekat hasil-hasil perikanan tersebut serta untuk mengetahui cara
penanganan atau pengolahannya. Tujuan dari percobaan edible portion adalah untuk mengetahui seberapa
besar jumlah atau bagian yang dapat dimakan pada hasil-hasil perikanan sehingga dapat diperkirakan jumlah
bahan yang dibutuhkan untuk produksi. Tujuan dari percobaan kesegaran ikan adalah untuk mengetahui mutu
dari ikan dengan melihat dari sifat-sifat ikan tersebut termasuk kesegarannya.
Prinsip dari percobaan struktur fisik adalah berdasarkan bentuk, warna, dan struktur bagian dalam atau
daging pada hasil-hasil perikanan. Prinsip dari percobaan edible portion adalah berdasarkan jumlah atau
bagian yang dapat dimakan dinyatakan dalam persen terhadap berat utuh. Prinsip dari percobaan kesegaran
ikan adalah berdasarkan pengamatan fisik subjektif terhadap ciri fisik ikan yang dilihat dari warna keadaan
mata, kulit, tekstur, sisik, insang, aroma, serta berdasarkan pengamatan secara objektif dengan cara kimia dan
mikrobiologi.
Kesimpulan dari percobaan struktur dan sifat fisik pada sampel ikan belut didapat bentuk yang panjang,
dengan warna kulit coklat tua, dan warna daging coklat muda. Dan % edible portionnya sebesar 24,8%. Pada
uji kesegaran ikan secara subjektif, didapat hasil warna coklat tua, mata cemerlang, kulit cemerlang warna asli
kontras, tekstur daging bila ditekan tidak ada bekas jari, tidak ada sisik, insang tidak berbau dan aroma segar.
Pada uji eber pada didapat hasil negative karena mengeluarkan NH3. Pada uji postma didapat hasil negative
karena tidak mengeluarkan gas NH3. Pada uji H2S hasil negative karena tidak mengeluarkan gas H2S.
Kata kunci : belut

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan adalah sumber makanan yang
penting. Hewan air lain, seperti moluska
dan krustasea kadang dianggap pula
sebagai ikan ketika digunakan sebagai
sumber makanan. Menangkap ikan untuk
keperluan makan dalam jumlah kecil atau
olah raga sering disebut sebagai
memancing. Hasil penangkapan ikan dunia
setiap tahunnya berjumlah sekitar 100 juta
ton (Anonim, 2012).
Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan struktur fisik
ikan adalah untuk mengetahui struktur
fisik dari hasil-hasil perikanan sehingga
dapat mengenal lebih dekat hasil-hasil
perikanan tersebut serta untuk mengetahui
cara penanganan atau pengolahannya.

Tujuan dari percobaan edible portion


adalah untuk mengetahui seberapa besar
jumlah atau bagian yang dapat dimakan
pada hasil-hasil perikanan sehingga dapat
diperkirakan
jumlah
bahan
yang
dibutuhkan untuk produksi.
Tujuan dari percobaan kesegaran
ikan adalah untuk mengetahui mutu dari
ikan dengan melihat dari sifat-sifat ikan
tersebut termasuk kesegarannya.
Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan struktur fisik
adalah berdasarkan bentuk, warna, dan
struktur bagian dalam atau daging pada
hasil-hasil perikanan.
Prinsip dari percobaan edible portion
adalah berdasarkan jumlah atau bagian
yang dapat dimakan dinyatakan dalam
persen terhadap berat utuh.

Pengetahuan Bahan Pangan Perikanan

Prinsip dari percobaan kesegaran


ikan adalah berdasarkan pengamatan fisik
subjektif terhadap ciri fisik ikan yang
dilihat dari warna keadaan mata, kulit,
tekstur, sisik, insang, aroma, serta
berdasarkan pengamatan secara objektif
dengan cara kimia dan mikrobiologi.
METODE PERCOBAAN
Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan pada
percobaan pengetahuan bahan pangan ikan
adalah belut, reagen Eber, MgO, air dan Pb
asetat.
Alat-alat yang Digunakan
Alat yang digunakan pada percobaan
pengetahuan bahan pangan ikan adalah
neraca, pisau, tabung reaksi, bunsen,
cawan petri, kertas saring, kertas lakmus
merah, gabus dan pipet tetes.
Metode Percobaan
1. Pengamatan Struktur Fisik Ikan

Gambar 1. Pengamatan Sifat Fisik dan Struktur

Pengetahuan Bahan Pangan Perikanan

Prosedur percobaan pengamatan


struktur fisik ikan adalah ikan ditimbang
dan
digambar
bentuk
keseluruhan
kemudian dikuliti jika ikan memiliki sisik
2. Edible Portion

atau cangkang. Setelah dikuliti kemudian


ikan ditimbang kembali kemudian diamati
bentuk, warna, struktur dan dalam serat
daging. Kemudian hitung berat daging.

Gambar 2. Edible Portion


Ikan dicuci dengan menggunakan air
bersih, kemudian ditiriskan dan ditimbang.
Kemudian pisahkan bagian sisik, ekor sirip
kepala, insang, isi perut, tulang, dan

daging. Bagian daging dicuci dengan air


dan tiriskan kemudian timbang kembali.
Hitung bagian ikan yang dapat dimakan.

3. Pengamatan Subjektif

Gambar 3. Pengamatan Subjektif


Ambil ikan, kemudian amati warna
mata, kulit, tekstur, sisik, insang, dan
aroma, simpulkan mutunya.
4. Uji Eber

Pengetahuan Bahan Pangan Perikanan

Gambar 4. Uji Eber


Potong daging ikan sebesar 1 x 1 x 1
cmkemudian masukan ke dalam tabung
reaksi yang telah diisi larutan reagen eber

sebanyak 5 ml. Amati terbentuknya gas


berwarna putih atau tidak.

5. Uji Postma

6.
7. Gambar 5. Uji Postma

Pengetahuan Bahan Pangan Perikanan

8. Daging ikan dihancurkan dengan


ditambahkan air sebanyak 1 : 10
kemudian disaring dan diambil
filtratnya sebanyak 10 ml dan
ditambahkan 0,1 gram MgO

kemudian tabung reaksi diberi


lakmus merah dan ditutup dengan
gabus. Panaskan filtrat dalam
penangan bersuhu 50-60oC. amati
kertas lakmus (merah-biru).

9.

Uji H2S
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17. Gambar 6. Uji H2S
18.
Daging
ikan
dipotong
19. HASIL PERCOBAAN DAN
1x1x1 cm kemudian dimasukan kedalam
PENGAMATAN
cawan petri tutup daging ikan dengan
20.
Hasil
pengamatan
menggunakan kertas saring hingga
pengetahuan bahan pangan perikanan
menutupi cawan petri. Tutup cawan petri
dapat dilihat pada table berikut:
tetapi tidak terlalu rapat.
21. Tabel 1. Hasil Pengamatan Struktur dan Sifat Fisik
22. Keterangan
23. Hasil
24. Sampel
25. Belut

Pengetahuan Bahan Pangan Perikanan

26. Gambar

28. Kulit
30. Bentuk
32. Warna kulit
34. Warna daging
36. Sumber: Kelompok C, Meja 4, (2012).

27.

29. Cangkang/sisik
31. Panjang
33. Coklat tua
35. Coklat muda

37. Tabel 2. Hasil Pengamatan Edibele Portion


38. Keterangan
39. Hasil
40. Sampel
41. Belut
42. Berat utuh
43. 93 gram
44. Berat daging
45. 24 gram
46. % edible portion
47. 24,8%
48. Sumber: Kelompok C, Meja 4, (2012).
49.
Berdasarkan
hasil
51.
Komposisi kimia daging
pengmatan struktur dan sifat fisik pada
ikan sangat bervariasi dan dipengaruhi
sampel ikan belut didapat bentuk yang
oleh:
panjang, dengan warna kulit coklat tua,
Faktor biologis
52. Yaitu faktor yang berasal dari
dan warna daging coklat muda. Dan %
jenis/individu ikan itu sendiri. Umur,
edible portionnya sebesar 24,8%.
jenis kelamin, jenis/spesies. Umur
50.
Belut adalah sekelompok
mempengaruhi kandungan lemak,
ikan berbentuk mirip ular yang termasuk
makin tua umur ikan, maka kandungan
dalam suku Synbranchidae. Suku ini terdiri
lemak semakin meningkat.
dari empat genera dengan total 20 jenis.
Faktor alami (ekstrinsik)
Jenis-jenisnya banyak yang belum
53. Semua faktor luar yang tidak
diperikan dengan lengkap sehingga angkaberasal dari ikan, terdiri dari daerah
angka itu dapat berubah. Anggotanya
kehidupannya: musim dan jenis
bersifat pantropis (ditemukan di semua
makanan yang tersedia (Afifah, 2012).
daerah tropika). Ikan ini boleh dikatakan
54.
Edible portion pada ikan
tidak memiliki sirip, tidak bersisik atau
adalah bagian ikan yang dapat dimakan.
hanya sedikit, dapat bernapas dari udara
Bagian ini adalah ikan tampa sisik, sirip,
bukaan insang sempit, tidak memiliki
ekor, kepala, insang isi perut dan tulang.
kantung renang dan tulang rusuk (Anonim,
2012).
55. Tabel 3. Hasil Pengamatan Kesegaran Ikan Secara Subjektif
56. Keterangan
57. Hasil
58. Sampel
59. Belut

Pengetahuan Bahan Pangan Perikanan

60. Warna
62. Mata
64. Kulit
66. Tekstur daging
68. Sisik
70. Insang
72. Aroma
74. Sumber: Kelompok C, Meja 4, (2012).
75.
Berdasarkan
hasil
pengamatan kesegaran ikan secara
subjektif pada sampel ikan belut,
didapathasil warna coklat tua, mata
cemerlang, kulit cemerlang warna asli
kontras, tekstur daging bila ditekan tidak
ada bekas jari, tidak ada sisik, insang tidak
berbau dan aroma segar.
76. Ciri-ciri ikan segar :
1. Kulit berwarna terang dan jernih, masih
kuat membungkus tubuh, dan tidak
mudah sobek terutama di bagian perut.
Warna-warna khusus yang ada pada
kulit masih terlihat jelas.
2. Sisik berkilap, menempel kuat pada
tubuh dan sulit dilepas.
3. Sirip elastis, bila ditarik atau
dikembangkan kembali ke tempat
semula.
4. Mata tampak terang, jernih, menonjol,
dan cembung.
5. Insang berwarna terang, dan lamella
insang terpisah. Selain itu insang masih
tertutup lendir berwarna terang.
6. Daging masih melekat kuat pada tulang.
Warna putih cemerlang.
7. Bila ditekan dengan jari, tidak tampak
bekas lekukan. Daging terasa kenyal
(ikan fase pre-rigor) atau tegang (ikan
fase rigor).
8. Daging perut masih utuh.
9. Bau segar, khas bau ikan.
10. Bila ditaruh dalam air ikan akan
tenggelam,
tidak
mengapung
(Sudarisman, 1997).

61. Coklat tua


63. Cemerlang/bening
65. Cemerlang, warna asli kontras
67. Daging bila ditekan tidak ada bekas
jari
69. Tidak ada sisik
71. Tidak berbau
73. Segar
77.
Ciri-ciri ikan yang mulai
busuk :
1. Kulit warna suram, pucat, dan banyak
lendir. Terlihat mengendur di beberapa
tempat tertentu dan mudah sobek.
2. Warna-warna khusus akan hilang.
3. Sisik kurang berkilap dan mudah
terlepas dari tubuh.
4. Sirip
kaku,
bila
ditarik
atau
dikembangkan akan koyak.
5. Mata tampak suram, tenggelam, dan
berkerut.
6. Insang berwarna coklat suram atau abuabu dan lamella insang berdempetan.
Lendir insang keruh dan berbau asam,
menusuk hidung.
7. Daging yang lunak menandakan fase
rigor sudah selesai (post-rigor).
8. Bila ditekan dengan jari maka daging
terasa lembek dan tampak bekas
lekukan. Daging pun mudah lepas dari
tulang.
9. Isi perut sering keluar. Daging berwarna
kuning kemerah-merahan terutama di
sekitar punggung.
10. Bau tak enak, lama kelamaan menjadi
anyir.
11. Bila ditaruh dalam air maka ikan akan
mengapung (Sudarisman, 1997).
78.
Pada saat ditangkap, ikan
masih bernafas hingga beberapa waktu
kemudian. Seluruh jaringan peredaran
darah ikan masih mampu menyerap
oksigen sehingga proses kimia yang terjadi
dapat berlangsung secara aerob. Reaksi

Pengetahuan Bahan Pangan Perikanan

aerob yang terpenting adalah reaksi


glikogenolisis, yaitu proses perubahan
glikogen menjadi asam sitrat dengan
menghasilkan 30 unit ATP. Selama ikan
hidup, ATP yang akan terbentuk akan
digunakan sebagai sumber energi untuk
melakukan berbagai aktivitas kehidupan
sehari-hari (Afrianto, 1998).
79.
Setelah ikan mati, tidak
terjadi aliran oksigen di dalam jaringan
peredaran darah karena aktivitas jantung
dan kontrol otaknya telah berhenti.
Akibatnya di dalam tubuh ikan mati tidak
terjadi
glikogenolisis
yang
dapat
menghasilkan ATP. Terhentinya aliran
oksigen ke dalam jaringan peredaran darah
menyebabkan terjadinya reaksi anaerob
yang tidak diharapkan karena sering
mengakibatkan kerugian (Afrianto, 1998).
80.
Reaksi
anaerob
akan
memanfaatkan ATP dan glikogen yang
telah terbentuk selama ikan masih hidup,
sebagai sumber energi, sehingga jumlah
ATP terus berkurang. Akibatnya, pH tubuh
menurun dan jaringan otot tidak mampu
mempertahankan
fleksibilitasnya
(kekenyalannya). Kondisi inilah yang
dikenal dengan istilah rigor mortis
(Afrianto, 1998).
81.
Perubahan Karena Aktivitas
Enzim (Autolisis)
82.
Autolisis adalah proses
penguraian organ-organ tubuh ikan oleh
enzim-enzim yang terdapat dalam tubuh
ikan sendiri. Proses ini biasanya terjadi
setelah ikan yang mati melewati proses
rigor mortis, (Afrianto, 1998).
83.
Untuk menentukan kualitas
ikan yang baik atau ikan segar, dapat
dilihat dari dagingnya yang kenyal, tidak
empuk, badan kaku, sisik rapi dan rapat,
insang berwarna merah, mata bersih
bersinar dan tidak tenggelam tetapi
melotot, jika ditekan dengan jari tidak akan

meninggalkan bekas, bagian luarnya


memiliki sedikit lendir atau tidak sama
sekali, baunya segar dan khas, jika
dimasukkan ke dalam air akan tenggelam,
kulitnya bersinar atau mengkilap dan tidak
keruh, dagingnya jika dipotong tidak
kering dan nampak segar, dan sisik ikan
tidak mudah lepas (Winarno, 1997).
84.
Untuk
mempertahankan
kesegaran ikan sampai ke tangan
konsumen sangat sulit, karena ikan
merupakan komoditi yang sangat mudah
rusak atau busuk. Hal ini disebabkan
karena perubahan-perubahan pada tubuh
ikan setelah ikan ditangkap. Proses
perubahan ini terjadi karena adanya
aktivitas enzim, mikroorganisme, atau
oksidasi oksigen (Afrianto, 1998).
85.
Setelah hewan ditangkap
dan mati, maka akan terjadi perubahan
biokimia pasca mortem. Fase setelah
hewan mati disebut fase pasca mortem.
Fase ini terdiri dari tiga tahap, yaitu : fase
pre-rigor, fase rigor mortis, dan fase post
rigor.
86.
Fase pre rigor adalah fase
setalah hewan mengalami kematian. Pada
fase ini otot belum kaku, karena belum
terjadinya persilangan antara protein aktin
dan miosin. Sehingga daging ikan masih
lunak dan lentur.
Pada fase rigor mortis,
daging mengalami kekakuan setelah 1
sampai 7 jam ikan mati dan apabila
dibekukan terjadi pada 3 sampai 120 jam.
Hal ini disebabkan di karenakan adanya
persilangan antara aktin dan miosin
menjadi aktomiosin.
87.

88.
Proses perubahan pada
tubuh ikan terjadi karena adanya aktivitas
enzim, mikroorganisme atau oksidasi
oksigen. Setelah ikan mati, berbagai proses

Pengetahuan Bahan Pangan Perikanan

perubahan
fisik
maupun
kimiawi
berlangsung lebih cepat. Semua perubahan
ini akhirnya mengarah ke pembusukan.

Seluruh permukaan tubuh ikan yang


sedang mengalami proses pembusukan
dipenuhi lendir (Afrianto, 1998).

89. Tabel 4. Hasil Pengamatan Uji Eber


90. Keterangan
91. Hasil
92. Sampel
93. Belut
94. Hasil
- (negative)
95. Kesimpulan
96. Belut masih dalam keadaan segar karena
tidak mengeluarkan gas NH3 yang
berwarna putih
97. Sumber: Kelompok C, Meja 4 (2012).
98.
Berdasarkan
hasil
pengamatan uji eber pada sampel belut
adalah negative karena mengeluarkan NH3.
99.
Pemeriksaan
awal
pembusukan yang dilakukan dengan uji
Eber. Jika terjadi pembusukan, maka pada
uji ini ditandai dengan terjadi pengeluaran
asap di dinding tabung, dimana rantai asam
amino akan terputus oleh asam kuat (HCl)
sehingga akan terbentuk NH4Cl (gas). Pada
ikan belut segar yang diperiksa hasilnya
negatif dimana tidak terdapat NH4Cl
setelah diuji dengan mengunakan larutan
Eber karena pada ikan tersebut belum
terbentuk gas NH3 . Pada daging ikan yang
busuk akan jelas terlihat gas putih (NH 4Cl)
pada dinding tabung karena pada daging
busuk gas NH3 sudah terbentuk
(Mustaqim, 2012).
100.
Reagen eber ini terbuat dari
campuran HCl pekat, alcohol 90%, eter
dengan perbandingan 1:1:1.
101.
Pembusukan berlangsung
segera setelah ikan mati. Proses
kerusakan ikan segar merupakan
proses yang agak kompleks dan
disebabkan oleh sejumlah sistem
internal yang saling terkait. Faktor
utama yang berperan dalam
pembusukan
adalah
proses
degradasi protein yang membentuk
berbagai
produk
seperti

hipoksantin,
trimetilamin,
terjadinya
proses
ketengikan
oksidatif
dan
pertumbuhan
mikroorganisme. Ikan segar lebih
cepat
mengalami
kebusukan
dibandingkan
dengan
daging
mamalia. Kebusukan ikan mulai
terjadi segera setelah proses rigor
mortis selesai. Faktor yang
menyebabkan ikan cepat busuk
adalah kadar glikogennya yang
rendah sehingga rigor mortis
berlangsung lebih cepat dan pH
akhir daging ikan cukup tinggi
yaitu 6.46.6, serta tingginya
jumlah bakteri yang terkandung
didalam perut ikan. Bakteri
proteolitik mudah tumbuh pada
ikan segar dan menyebabkan bau
busuk hasil metabolisme protein.
Pada ikan hidup, makanan dalam
saluran pencernaan diolah menjadi
komponen-komponen sederhana,
seperti gula dan asam amino, yang
diserap
oleh
darah.
Darah
mengirim komponen-komponen ini
kebagian
tubuh
yang
membutuhkan, khususnya otot.
Produksi komponen-komponen ini
diinduksi oleh enzim, yang ada
didalam
saluran
pencernaan
maupun yang ada didalam otot.

Pengetahuan Bahan Pangan Perikanan

Setelah ikan mati, enzim-enzim ini


masih tetap aktif. Akibatnya, terjadi
proses autolisis atau penghancuran
diri sendiri yang akhirnya akan
mempengaruhi flavor, tekstur, dan
penampakan ikan. Proses autolisis
karena aktivitas enzim ini dapat
dilihat pada daging ikan. Secara
fisik daging ikan yang telah mati
(pasca mortem) mula-mula akan
kehilangan elastisitasnya (tahap
pre-rigor),
kemudian
terjadi
kekakuan daging (tahap rigor-

mortis) dan proses autolisis lebih


lanjut akan menyebabkan daging
menjadi lunak atau lemas lagi
(tahap post-rigor). Reaksi autolisis
bisa berlangsung secara cepat,
misalnya pada ikan kecil berkadar
lemak tinggi. Kerusakan awal
biasanya terjadi pada bagian perut,
karena aktivitas enzim di dalam
saluran
pencernaan
dan
menyebabkan pelunakan dibagian
perut ikan (Anin, 2012).

102.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Uji Postma
103.
Keterangan
104.
Hasil
105.
Sampel
106.
Belut
107.
Hasil
108.
(-) lakmus tetap merah
110.
Belut masih dalam keadaan segar
109.
Keterangan
karena tidak mengeluarkan gas NH3
111.
Sumber: Kelompok C, Meja 4 (2012).
112.
Berdasarkan
hasil
menghasilkan NH3OH. Pada daging ikan
pengamatan uji postma pada sampel ikan
yang segar tidak terbentuk hasil NH3OH
belut didapat hasil negative karena tidak
karena belum adanya NH3 yang bebas. Jika
mengeluarkan gas NH3.
tidak terjadinya perubahan warna kertas
113.
Hasil
pemeriksaan
uji
lakmus karena MgO merupakan ikatan
Postma menunjukkan bahwa sampel ikan
kovalen rangkap yang sangat kuat
belut segar belum mulai terjadi
sehingga walaupun terdapat unsur basa
pembusukan. Hasil positif hanya akan
pada MgO tersebut, namun basa tersebut
ditunjukkan oleh sampel daging ikan yang
tidak lepas dari ikatan rangkapnya. Jika
busuk, yaitu dengan adanya perubahan
adanya NH3 maka ikatan tersebut akan
warna kertas lakmus pada tabung reaksi.
terputus sehingga akan terbentuk basa
Pada prinsipnya, daging yang sudah mulai
lemah NH3OH yang akan merubah warna
membusuk akan mengeluarkan gas NH3.
kertas lakmus dari merah menjadi biru
NH3 bebas akan mengikat reagen MgO dan
(Mustaqim, 2012).
114.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Uji H2S
115.
Keterangan
116.
Hasil
117.
Sampel
118.
Belut
119.
Hasil
120.
Negative
121.
Keterangan
122.
Belut masih dalam keadaan
segar karena tidak mengeluarkan gas
H2S
123.
Sumber: Kelompok C, Meja 4 (2012)
124.
Berdasarkkan
hasil
didapat hasil negative karena tidak
pengamatan uji H2S pada sampel belut
mengeluarkan gas H2S.

Pengetahuan Bahan Pangan Perikanan

125.
Dari hasil uji H2S pada
sampel daging segar menunjukkan bahwa
daging tersebut belum terjadi pembusukan,
sampel daging dingin dan daging beku
juga menunjukkan hasil negatif. Uji H2S
pada dasarnya adalah uji untuk melihat
H2S yang dibebaskan oleh bakteri yang
menginvasi daging tersebut. H2S yang
dilepaskan pada daging membusuk akan
berikatan dengan Pb acetat menjadi Pb
sulfit (PbSO3) dan menghasilkan bintikbintik berwarna coklat pada kertas saring
yang diteteskan Pb acetat tersebut. Hanya
kelemahan uji ini, bila bakteri penghasil
H2S tidak tumbuh maka uji ini tidak dapat
dijadikan ukuran. Pembusukan dapat
terjadi karena dibiarkan di tempat terbuka
dalam waktu relatif lama sehingga
aktivitas bakteri pembusuk meningkat dan
terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim
yang membentuk asam sulfida dan
ammonia (Mustaqim, 2012).
126.

KESIMPULAN DAN
SARAN

127.
Kesimpulan
128.
Kesimpulan dari percobaan
struktur dan sifat fisik pada sampel ikan
belut didapat bentuk yang panjang, dengan
warna kulit coklat tua, dan warna daging
coklat muda. Dan % edible portionnya
sebesar 24,8%. Pada uji kesegaran ikan
secara subjektif, didapat hasil warna coklat
tua, mata cemerlang, kulit cemerlang
warna asli kontras, tekstur daging bila
ditekan tidak ada bekas jari, tidak ada
sisik, insang tidak berbau dan aroma segar.
Pada uji eber pada didapat hasil negative
karena mengeluarkan NH3. Pada uji
postma didapat hasil negative karena tidak
mengeluarkan gas NH3. Pada uji H2S hasil
negative karena tidak mengeluarkan gas
H2S.

129.
Saran
130.
Praktikan dalam melakukan
percobaan harus dilakukan dengan hatihati, dan bagi laboratorium, peralatan yang
tersedia lebih dilengkapi.
131.

DAFTAR PUSTAKA

132. Afifah, Dina Nur. (2012). Ikan dan Hasil


Perikanan
Lainnya,
http://eprints.undip.ac
.id/1059/1/IKAN_semester_1.pdf
133. Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty, (1998),
Pengawetan dan Pengolahan Ikan,
Kanisius, Yogyakarta.
134. Anin, (2012). Proses Pembusukan Ikan.
http://id.shvoong.com/exactsciences/1790308-proses-pembusukan-ikan/
135. Anonim,
(2012).
http://id.wikipedia.org /wiki/Belut

Belut,

136. Mustaqim, Mohammad Nizam. (2012).


Laporan
Uji
Daging,
http://nizamora.blogspot.
com/2012/10/laporan-uji-daging.html
137. Sudarisman, Teguh, (1997), Petunjuk
Memilh Ikan dan Daging, Penebar
Swadaya, Jakarta
138. Winarno, F.G., (1997), Pangan, Gizi,
Teknologi, dan Konsumen, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

139.
140.
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152.

Pengetahuan Bahan Pangan Perikanan

153.

165.

154.

166.

155.

167.

156.

168.

157.

169.

158.

170.

159.

171.

160.

172.

161.

173.

162.

174.

163.

175.

164.

176.
177.
178.
179.
180.
181.
182.
183.
184.
185.
186.
187.
188.
189. LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Edible Portion
190.
Berat Utuh = 93 gram
191.
Berat Daging = 24 gram
192.
Perhitungan:
berat daging

100
193.
berat utuh
194.
195.

24
100
93
25,8

Anda mungkin juga menyukai