Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI

HITUNG RETIKULOSIT

(Metode Sediaan Basah dan Sediaan Kering)

NAMA

: ISMA DEWI NUR AYATI

NIM

: P07134014036

SEMESTER

: III (TIGA)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
DIII JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2015

HITUNG RETICULOSIT
I. TUJUAN
a. Tujuan Instruksional Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara hitung Reticulosit darah probandus.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan cara hitung Reticulosit darah probandus.
b. Tujuan Instruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan hitung Reticulosit darah probandus.
2. Mahasiswa dapat mengetahui jumlah Reticulosit dalam %.
3. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil hitung Reticulosit darah probandus.
II. DASAR TEORI
Retikulosit didefinisikan sebagai sekelompok sel eritrosit muda yang tidak lagi
mengandung inti dan masih memiliki sisa-sisa asam ribonukleat di dalam sitoplasmanya.
Keragaman dalam retikulosit pertama kali dipelajari oleh Heilmeyer dan Westhauser pada
awal 1930-an, dimana mereka mengklasifikasikan empat jenis kelompok retikulosit
(kelompok I, kelompok II, kelompok III dan kelompok IV) apabila dilakukan pengecetan
dengan menggunakan brilliant cresyl blue.
Retikulosit terbentuk dari eritroblas ortokromatik yang kemudian menurunkan
organel internal dan membentuk bentuk yang seragam. Ketika tidak ada RNA yang residu
ditemukan didalam sitosol maka artinya retikulosit telah menjadi sel darah merah yang
muda.
Penelitian menunjukkan bahwa pematangan retikulosit terjadi dalam dua tahapan.
Fase awal terjadi ketika komponen membrane plasma tidak diperlukan dalam eritrosit,
kemudian komponen yang tidak diperlukan ini dengan cepat dihilangkan melalui jalur
endosomal-exosome.

Dalam

fase

selanjutnya

plasma

besar

membrane

vesikel

diinternalisasikan dengan autophagosome. Pada proses yang sama juga dapat mengakibatkan
membrane plasma, sehingga memberikan penyesuaian yang memungkinkan adanya
interaksi antara lipid bilayer dan kerangka membran untuk memberikan stabilitas eritrosit
dan karakteristik deformabilitas yang menopang melalui beberapa bagian melalui sirkulasi
perifer. Retikulosit yang telah melalui proses pematangan akan menggabungkan endositosis
dan autophagy dalam satu proses yang berkesinambungan. Waktu yang dibutuhkan untuk
pematangan retikulosit ini kira-kira 4 hari, dimana 3 hari proses terjadi pada sumsum tulang
dan 1 hari terjadi di dalam sirkulasi perifer.

Beberapa peneliti menemukan bahwa dalam kondisi normal sekitar 3% dari


retikulosit yang pertama dikeluarkan dari sumsum tulang dan telah mengalami proses
pematangan semua sel akan dilepaskan.pematangan retikulosit adalah langkah akhir dari
terminal diferensiasi eritrosit. Eritrosit dan retikulosit memiliki morfologi yang berbeda.
Retikulosit memiliki luas permukaan 20% lebih besar dari eritrosit, memiliki profil
stomatositik dan mengandung vesikel
Hitung retikulosit adalah indicator aktivitas sum-sum tulang dan digunakan untuk
mendiagnosa penyakit anemia. Jumlah retikulosit normal pada orang dewasa adalah 0,51,5% dari jumlah ertrosit. Apabila jumlah retikulosit di bawah angka normal maka akan
dapat menyebabkan penyakit anemia apabila jumlah retikulosit melampau batas angka
normal maka dapat menyebabkan penyakit polisitemia.

III. METODE
Sediaan basah dan sediaan Kering
IV. PRINSIP
Sel sel Reticulosit adalah eritrosit muda mengandung sisa dari RNA yang basophilic
(berwarna biru).
Materi yang berwarna biru ini akan tercat secara supravital oleh cat tertentu seperti New
Methylene Blue atau Brilliant Cresyl Blue untuk membentuk suatu granula yang berwarna
biru.
V. ALAT DAN BAHAN
a. Alat:
Objek glass
Cover glass
Tabung serologis
Mikroskop
b. Bahan pemeriksaan:
Darah kapiler atau darah vena dengan anticoagulan
VI. CARA KERJA
A. Sediaan Basah
1. a. Satu tetes larutan brilliant cresyl blue dalam alkohol ditengah kaca obyek dan
biarkan sampai kering (kaca dengan bercak zat itu boleh disimpan untuk menjadi
persediaan yang dapat dipakai)

Kalau akan menggunakan larutan brilliant cresyl blue dalam garam, langkah 1.a
diganti dengan:
*Taruhlah 1 tetes larutan zat warna tersebut diatas kaca obyek kemudian
lanjutkan dengan langkah 2.
2. Setetes darah kecil darah ditaruh pada bercak kering atau kearah tetes zat warna, dan
segera campur darah dan zat warna itu dengan memakai sudut kaca obyek lain.
3. Tetes darah itu ditutup dengan kaca penutup.
Lapisan darah dalam sediaan basah ini harus tipis benar.
4. Biarkan beberapa menit atau masukkan dalam cawan petri yang berisi kertas saring
basah jika pemeriksaan ditunda.
5. Tentukan berapa banyak reticulosit didapat antara 1000 eritrosit.
B. Sediaan Kering
1. 0.5 sampai 1 ml larutan brilliant cresyl blue kedalam tabung kecil
2. 5 tetes darah ditambahkan pada larutan tadi kemudian dicampur, dan biarkan selama
5 menit.
3. Dari campuran itu diambil setetes untuk membuat sediaan apus seperti biasa yang
kemudian dipulas Wright atau Giemsa. (Campuran diatas boleh juga dipakai untuk
membuat sediaan basah : setetes diletakkan diatas obyek dengan ditutup oleh kaca
penutup).
4. Periksalah dengan lensa imersi dan hitunglah jumlah reticulosit yang terlihat per 1000
eritrosit.
VII. NILAI RUJUKAN
Jumlah Reticulosit biasanya dihitung dengan % atau perseribu eritrosit.
Nilai normal retikulosit adalah 0.5 1.5 % dari jumlah eritrosit. Dapat menyebut jumlah
eritrosit per l darah. Nilai normal 25.000 75.000 reticulosit per l darah.
Perhitungan Retikulosit

VIII. HASIL PENGAMATAN


Identitas Probandus:

Nama

: Wayan Ladra

Umur

: 73 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Perhitungan retikulosit :
Diketahui:
a. Jumlah retikulosit = 14
b. Jumlah eritrosit

= 1015

Ditanya: % retikulosit.?

Nilai hitung retikulosit yang diperoleh dari praktikum penetapan nilai hitung
retikulosit dengan menggunakan metode sediaan kering adalah : 1,38%

No.
1.

Gambar

Keterangan
Darah vena dengan antikoagulan
EDTA ditambahkan

cat

Brilliant Cresyl Blue 1:1.

warna

2.

Sediaan

darah

diteteskan

pada

objek glass secukupnya.

3.

Pada

preparat

sediaan

basah,

ditutup tetesan campuran darah


dengan cover glass.

4.

Preparat sediaan basah setelah di


tutup dengan cover glass.

5.

Tampak eritrosit dan retikulosit


pada

lapang

perbesaran 10x

pandang

dengan

6.

Tampak retikulosit pada


perbesaran 100x.

7.

Tanpak eritrosit pada perbesaran


100x.

IX. PEMBAHASAN
Retikulosit didefinisikan sebagai sekelompok sel eritrosit muda yang tidak lagi
mengandung inti dan masih memiliki sisa-sisa asam ribonukleat di dalam sitoplasmanya.
Ribosom memiliki kemampuan untuk bereaksi dengan pewarna tertentu seperti Brilliant
Cresyl Blue dan New Methylene Blue untuk membentuk endapan granula atau filament
yang berwarna biru. Reaksi ini hanya terjadi pada pewarnaan terhadap sel yang masih hidup
dan tidak difiksasi. Oleh karena itu pewarnaan retikulosit ini disebut pewarnaan supravital.
(Riswanto. 2013).
Retikulosit paling muda (imatur) adalah yang mengandung ribosome terbanyak dan
memiliki bentuk yang lebih besar, sebaliknya retikulosit tertua hanya mempunyai beberapa
titik ribosom. Densitasnya tergantung pada:

Semakin tinggi kadar zat warna yang dipakai, semakin baik reticulum itu nampak, yaitu
lebih lebar dan kurang pecah-pecah.

Dengan mengeringkan apusan darah, reticulum menjadi lebih halus.

Dengan memanaskan sediaan, akan merusak reticulum sehingga hanya terlihat bentukbentuk batang atau granula.

Perubahan pH atau pewarna ke arah asam menyebabkan reticulum bernetuk granula


halus, sedangkan ke arah alkali menyebabkan reticulum berbentuk noktah-noktah.
Pada pewarnaan Wright retikulosit berbentuk tampak sebagai eritrosit yang

berukuran lebih besar dan berwarna lebih biru daripada eritrosit. Reticulum terlihat sebagai
bintik-bintik abnormal. Polikromatofilia yang menunjukkan warna kebiru-biruan dan bintikbintik basofil (basophilic stippling) pada eritrosit, sebenarnya disebabkan oleh bahan
ribosom terrsebut. Sedangkan pada pewarnaan dengan menggunakan Brilliant Cresyl Blue
atau New Methylene Blue retikulosit tampak sebagai eritrosit yang berwarna hijau kebiruan
dengan reticulum yang terlihat sebagai bintik-bintik abnormal berwarna biru. (Riswanto.
2013).
Menghitung jumlah retikulosit bertujuan untuk mengetahui bentuk atau morfologi
serta jumlah eritrosit didalam darah sehingga dapat diketahui terjadinya anemia dan evaluasi
terhadap fungsi sum-sum tulang. Dalam keadaan normal, eritrosit beredar dalam bentuk
retikulosit selama 1-2 hari dan dalam bentuk matang selama 120 hari. jumlah normal
retikulosit yang beredar pada sirkulasi perifer adalah 0,5-1,5% dari jumlah eritrosit.
(Riswanto. 2013).
Dalam menghitung jumlah retikulosit dapat dilakukan dengan menggunakan 2 cara
yaitu secara otomatis dan manual. Perhitungan secara otomatis dapat dilakukan dengan
menggunakan fluorescence polimetin yang dibaca dengan alat hematologi analyzer, dimana
alat ini dapat memberikan akurasi yang tinggi dan tidak membutuhkan waktu pemeriksaan
yang lama. Perhitungan retikulosit dengan cara otomatis menggunakan darah dengan antikoagulan K3EDTA yang dicampur dengan zat warna polimetin yang dilalui oleh sinar laser
sehingga terjadi flouresensi yang dapat ditangkap oleh optikal detector blocked. Dengan
menggunakan alat otomatis ini, retikulosit dapat dilaporkan secara relative dalam satuan
persen (%) atau secara absolute dalam mikroliter (L). (Riswanto. 2013).
Sedangkan dengan cara manual dapat dilakukan dengan dua metode yaitu, dengan
metode kering dan basah. Cara kering dilakukan dengan mencampurkan sampel darah

dengan larutan pewarna lalu dibuat sediaan apus dan dibiarkan sampai kering, sementara
cara basah dilakukan dengan mencampur sampel darah dengan larutan pewarna lalu dibuat
sediaan basah, dimana larutan sampel diteteskan diatas kaca objek lalu ditutup dengan kaca
penutup (deck glass). Pada pemeriksaan manual ini biasanya menggunakan cat warna yaitu
New Methylene Blue atau Brilliant Cresyl Blue.
Dalam praktikum 2 minggu sebelumnya dan minggu lalu dilakukan pemeriksaan
nilai retikulosit dengan menggunakan metode sediaan kering dan basah. Metode ini
menggunakan prinsip dimana sel-sel retikulosit adalah eritrosit muda yang mengandung sisa
dari RNA yang basophilic (berwarna biru). Materi yang berwarna biru ini akan tercat secara
supravital oleh cat tertentu seperti New Methylene Blue arau Brilliant Cresyl Blue untuk
membentuk suatu granula yang berwarna biru.
Pada praktikum 2 minggu lalu, hanya dilakukan pengamatan untuk mengetahui
bentuk dari eritrosit dan retikulosit. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan
metode sediaan basah, dimana dalam metode ini menggunakan campuran darah vena dengan
antikoagulan EDTA dan cat pewarna Brilliant Cresyl Blue yaitu 1:1. Setelah darah dan cat
telah tercampur, campuran ini ditunggu selama 15 menit untuk memberikan waktu bagi
sel-sel darah agar menyerap warna sehingga dapat lebih mudah untuk diamati di bawah
mikroskop. Setelah dibiarkan selama 15 menit campuran darah siap untuk digunakan,
kemudian diambil sekitar 1 tetes campuran darah vena dan zat warna dengan menggunakan
pipet tetes dan diteteskan pada objek glass. Objek glass yang telah berisi tetesan kemudian
ditutup menggunakan cover glass , penutupan dengan cover glass haruslah sangat berhatihati dan diperhatikan agar tidak ada gelembung pada sediaan preparat, karena dapat
menghalangi proses pengamatan. Darah yang diteteskan pada objek glass sebaiknya jangan
terlalu banyak karena apabila darah yang diteteskan terlalu banyak, maka saat diamati di
bawah mikroskop sel-sel darah (eritrosit) akan saling bergerak sehingga bertumpuk yang
dapat mengakibatkan kesulitan dalam menghitungnya.
Sedangkan pada praktikum minggu lalu, dilakukan hitung nilai retikulosit dengan
menggunakan metode sediaan kering. Pembuatan sediaan darah dengan metode ini tidak
jauh berbeda dengan metode sediaan basah, dimana digunakan juga campuran darah dengan
antikoagulan EDTA dengan cat pewaran Brillian Cresyl Blue dengan perbandingan 1:1.

Setelah darah dan cat telah tercampur, campuran ini ditunggu selama 15 menit untuk
memberikan waktu bagi sel-sel darah untuk menyerap warna. Setelah dibiarkan selama 15
menit, diambil sekitar 1 tetes campuran darah dengan menggunakan pipet tetes dan
diteteskan pada objek glass. Kemudian dibuat apusan dengan membentuk seperti peluru dan
apusan dibiarkan mengeringkan. Pada pembuatan apusan pun harus diperhatikan agar
apusan tidak terlalu tebal dan terlalu tipis dan merata. Apabila apusan slide yang tidak
merata sangat mempengaruhi pemeriksaan jumlah retikulosit. Pada pembacaan slide
kesalahan dapat terjadi terutama pada penentuan bentuk sel darah dan penumpukan sel.
Berikut ini adalah kelemahan dan kelebihan dari sediaan basah dan sediaan kering:
1. Sediaan basah
a. Kelebihan: pada saat pembuatan lebih mudah, ringkas dan tidak memerlukan waktu
yang lama pada proses pembuatannya.
b. Kelemahan: pada sediaan basah, sel retikulosit yang bergerak menyebabkan sel dapat
terhitung ulang dan menyebabkan hasil pemeriksaan yang tidak akurat. Sediaan basah
tidak dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama.
2. Sediaan kering
a.

Kelebihan : sediaan dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama jika pemeriksaan
sampel ditunda.

b.

Kelemahan: proses pembuatan sediaan yang dikerjakan cukup lama, proses


pembacaan memerlukan waktu pengeringan dan fiksasi yang cukup lama sehingga
mengurangi kepraktisan dalam pengerjaannya.
Setelah preparat siap digunakan, dilakukan pengamatan dibawah mikroskop.

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan perbesaran lemah yaitu 10x terlebih dahulu
untuk mencari lapang pandang. Apabila lapang pandang telah ditemukan, perbesaran diubah
menjadi 100x dengan penambahan oil imersi. Penambahan oil imersi ini bertujuan agar
meningkatkan indeks bias cahaya pada perbesaran 100x sehingga objek yang berada di
bawah mikroskop dapat terlihat dengan jelas.

Pada perbesaran 100x bentuk retikulosit dan eritrosit sudah dapat dilihat secara jelas.
Bentuk retikulosit tampak seperti eritrosit namun memiliki ukuran yang lebih besar dengan
bintik-bintik abnormal berwarna biru, dimana bintik-bintik berwarna biru ini merupakan sisa
dari RNA yang basophilic.
Dalam pembacaan preparat, hitung retikulosit dimulai dari lapang pandang yang
terdapat retikulositnya. Perhitungan terus dilakukan hingga dicapai jumlah eritrosit yang
mendekati 1000, karena dalam menentukan jumlah retikulosit digunakan rumus: jumlah
retikulosit dibagi jumlah 1000 eritrosit di kali 100%. Apabila terdapat eritrosit yang saling
bertumpukan dan memiliki jumlah eritrosit yang terlalu padat, maka eritrosit tersebut tidak
perlu dihitung karena dapat mempersulit pada saat proses perhitungan.
Pada praktikum yang kedua, dilakukan pemeriksaan sampel darah EDTA dengan
menggunakan metode sediaan kering yang didapat dari Rumah Sakit Sanglah dengan pasien
yang bernama Wayan Ladra (laki-laki) yang berumur 73 tahun. Hasil pengamatan di bawah
mikroskop yang dilakukan oleh prkatikan, ditemukan 14 retikulosit sebanyak 14 buah dalam
1015 eritrosit pada 9 lapang pandang. Sehingga setelah dilakukan perhitungan didapatkan
nilai retikulosit pasien adalah 1,38%, dimana hasil ini menunjukkan nilai normal karena nilai
rujukan untuk jumlah retikulosit didalam darah adalah 0,5%-1,5%.
Namun hasil pemeriksaan retikulosit yang dilakukan dengan menggunakan alat
hematologi analyzer yang dilakukan di Rumah Sakit Sanglah didapatkan hasil adalah 2,59%.
Dari nilai rujukan standar 0,5-2,5% yang dimiliki oleh alat hematologi analyzer ini
menunjukkan bahwa pasien memiliki nilai retikulosit diatas normal.
Dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa pasien mengalami peningkatan nilai
retikulosit, yang artinya bisa saja pasien menderita anemia (hemolitik, sel sabit). Namun
untuk menentukkan jenis anemia yang diderita oleh pasien harus ditunjang dengan
penggunakan pemeriksaan lainnya agar hasil diagnosa yang didapat lebih akurat.
Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menunjukkan terjadinya akselerasi
produksi eritrosit dalam sumu-sum tulang. Peningkatan jumlah retikulosit dapat ditemukan
pada penderita anemia (hemolitik, dan sel sabit), defisiensi enzim eritrosit, talasemia mayor,
pacsa perdarahan (3 sampai 4 hari ), perdarahan kronis, pengobatan anemia (defisiensi besi,

vitamin B12, asam folat), leukemia, eritroblastosis fetalis (penyakit hemolitik pada bayi baru
lahir), penyakit hemoglobin C dan D, kehamilan serta malaria. Sebaliknya nilai hitung
retikulosit yang rendah terus-menerus dapat mengindikasikan keadaan hipofungsi sum-sum
tulang atau anemia aplastik. Sedangkan apabila terjadi penurunan jumlah retikulosit di
dalam darah dapat mengakibatkan terjadinya anemia (aplastik, pernisiosa, defisiensi asam
folat), terapi radiasi, efek iradiasi sinar X, hipofungsi adrenorkotikal, hipofungsi hipofisis
anterior, sirosi hati (alkohol menyupresi retikulosit). (Riswanto. 2013).
Faktor yang mempengaruhi pada hitung retikulosit

Larutan pewarna yang tidak disaring menyebabkan pengendapan cat pada sel-sel eritrosit
sehingga tampak seperti retikulosit.

Tidak menghomogenkan sampel sebelum diperiksa.

Menghitung pada area yang padat, dimana penyebaran eritrosit bertumpuk-tumpuk.

Peningkatan kadar glukosa darah akan mengurangi pewarnaan.

X. SIMPULAN
1. Retikulosit didefinisikan sebagai sekelompok sel eritrosit muda yang tidak lagi
mengandung inti dan masih memiliki sisa-sisa asam ribonukleat di dalam sitoplasmanya.
2. Hitung retikulosit bertujuan untuk mengetahui bentuk atau morfologi serta jumlah eritrosit
didalam darah sehingga dapat diketahui terjadinya anemia dan evaluasi terhadap fungsi
sum-sum tulang.
3. Metode yang digunakan pada hitung retikulosit adalah metode sediaan basah dan sediaan
kering.

4. Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien bernama Wayan Ladra (laki-laki)
yang berusia 73 tahun didapatkan hasil 1,38%. Namun pada saat pemeriksaan dengan
menggunakan alat hematology analyzer didapatkan hasil 2,59% yang artinya terjadi
kesalahan pada saat pemeriksaan dengan cara manual.

DAFTAR PUSTAKA
Benoit, dkk.2013. Significant Biochemical, Biophysical and Metabolic Diversity in Circulating
Human Cord Blood Reticulocytes. Online. Tersedia: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC3793000/. (Diakses 25 Oktober 2015).
Jingliu, dkk. 2010. Membrane Remodeling During Reticulocyte Maturation. Online. Tersedia:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2837329/.
2015).

(Diakses

25

Oktober

Juan, dkk. 2011. Pharmacodynamic Analysis of Recombinant Human Erythropoietin Effect on


Reticulocyte Production Rate and Age Distribution in Healthy Subjects. Online.
Tersedia:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3145321/.

(Diakses

25

Oktober 2015).
Poorana, dkk. 2014. Role of Absolute Reticulocyte Count in Evaluation of Pancytopenia-A
Hospital Based Study. Online. Tersedia: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/
PMC4190718/. (Diakses 25 Oktober 2015).
Rebecca, dkk. 2012. Maturing Reticulocytes Internalize Plasma Membrane in Glycophorin A
Containing Vesicles that Fuse with Atophagosomes Before Exocytosis. Online. Tersedia:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3383192/.

(Diakses

25

Oktober

2015).
Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta: Kanal Medika,
Alfamedia.

Lembar Pengesahan
Denpasar, 4 November 2015
Praktikan

(Isma Dewi Nur Ayati)

P07134014036
Mengetahui,
Pembimbing I

Pembimbing II

DR. dr. Sianny Herawati, Sp.PK

Rini Riowati, B.Sc

Pembimbing III

Pembimbing IV

I Ketut Adi Santika, A.Md.AK

Luh Putu Rinawati, S.Si


Pembimbing V

Surya Bayu Kurniawan, S.Si

Anda mungkin juga menyukai