Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN HEMATOLOGI

“ HITUNG RETIKULOSIT”

OLEH :

Nama : Putu Nopik Angganingsih

Nim : P07134018033

Kelas : 2A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

2019
HITUNG RETIKULOSIT

I. TUJUAN
.Tujuan Intruksional Umum
1) mahasiswa dapat memahami cara menghitung Reticulosit darah
probandus.
2) mahasiswa dapat menjelaskan cara hitung reticulosit darah probandus.
Tujuan Intruksional Khusus
1) mahasiswa dapat melakukan hitung Retiuculosit darah probandus.
2) mahasiswa dapat mengetahui jumlah REticulosit dalam %
3) Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil hitung Reticulosit darah
Probandus.

II. METODE
Metode yang digunakan adalah sediaan basah

III. PRINSIP
Sel – sel Retikulosit adalah eritrosit muda mengandung sisa dari RNA
yang basophilic ( berwarna biru ). Materi yang berwarna biru ini akan
tercat secara supravital oleh cat tertentu seperti New Methylene Blue
atau Briliant Cresyl Blue untuk membentuk suatu granula yang
berwarna biru.

IV. DASAR TEORI


Retikulosit adalah Sel Darah Merah (SDM) yang masih muda yang
tidak berinti dan berasal dari proses pematangan normoblas di sumsum
tulang. Sel ini mempunyai jaringan organela basofilik yang terdiri dari
RNA dan protoforpirin yang dapat berupa endapan dan berwarna biru
apabila dicat dengan pengecatan Biru metilin. Retikulosit akan masuk ke
sirkulasi darah tepi dan bertahan kurang lebih selama 24 jam sebelum
akhirnya mengalami pematangan menjadi eritrosit. Jumlah retikulosit
penting karena dapat digunakan sebagai indikator produktivitas dan
aktivitas eritropoiesis di sumsum tulang dan membantu untuk menentukan
klasifikasi anemia sebagai hiperproliferatif, normoproliferatif, atau
hipoproliferatif. Penghitungan jumlah retikulosit ini bisa dilakukan dengan
metode manual menggunakan pengecatan supravital dan bisa dengan
analisa otomatis flowsitometer (Suega, 2010).
Retikulosit di dalam perkembangannya melalui 6 tahap:
pronormoblast, basofilik normoblas, polikromatofilik normoblas,
ortokromik normoblas, retikulosit, dan eritrosit. Dalam keadaan normal
keempat tahap pertama terdapat pada sumsum tulang. Retikulosit terdapat
baik pada sumsum tulang maupun darah tepi. Di dalam sumsum tulang
memerlukan waktu kurang lebih 2 – 3 hari untuk menjadi matang, sesudah
itu lepas ke dalam darah. (Brown, 1993: 111-116).
Pada pasien tanpa anemia hitung retikulosit nya berkisar antara1 –2%.
Jumlah ini penting karena dapat digunakan sebagai indikator produktivitas
dan aktivitas eritropoiesis di sumsum tulang dan membantu untuk
menentukan klasifikasi anemia sebagai hiperproliferatif, normoproliferatif,
atauhipoproliferatif. Penghitungan jumlah retikulosit ini bisa dilakukan
dengan metode manual menggunakan pengecatan supravital dan bisa
dengan analisa otomatis flowsitometer (Suega Ketut, 2010).
Kadar retikulosit darah mencerminkan ukuran kuantitatif dari
eritropoiesis, sedangkan parameter retikulosit lebih memberikan informasi
kondisi tentang kualitas retikulosit (Suega Ketut, 2010).

V. ALAT dan BAHAN


a. Alat
1. Objek glass
2. Cover glass
3. Tabung serologis
4. Mikroskop binokuler
5. Pipet tetes
6. Cawan petridish
7. Counter cell
8. Tissue basah

b. Spesimen pemeriksaan
1. Darah vena (antikoagulan EDTA )

c. Reagen

Briliant Cresyl Blue atau

New Methylene Blue ( Colour Index 52030 ) ……... 1g

Larutan sitrat salin ..................................................... 100 ml

Larutan sitrat salin dibuat dengan :

1 bagian natrium sitrat 30 g/l

4 bagian larutan NaCl 9,0 g/l

VI. PROSEDUR KERJA


A. Sediaan basah
1. Larutan brilliant cresyl blue dan darah diteteskan dengan perbandingan
zat warna dan darah 2:1 pada tabung serologis. (2 tetes brilliant cresyl
blue dan 1 tetes darah)
2. Dihomogenkan didalam tabung serologis.Teteskan pada objek glass
dengan pipet yang berbeda lalu tutup dengan cover glass. Lapisan darah
dalam sediaan basah ini harus tipis dan benar.
3. Diinkubasi selama 15 menit didalam cawan petri berisi tissue basah.
4. Diamati dengan mikroskop binokuler dengan lensa objektif 10x, 40x,
dan ditambahkan oil imersi pada perbesaran 100x.
5. Dicari daerah yang baik yaitu eritrosit tidak tumpang tindih.
Retikulosit tampak sebagai sel yang lebih besar dari eritrosit. Dan
mengandung filament atau granula. Dengan BCB, retikulosit berwarna
biru keunguan dengan filament atau granula berwarna ungu.
6. Bila menggunakan NMB, retikulosit berwarna biru dengan filament
atau granula berwarna biru tua.
7. Hitunglah jumlah retikulosit per 1000 eritrosit dengan lensa imersi
8. Jumlah retikulosit dapat dinyatakan persen terhadap jumlah eritrosit
total atau dilaporkan dalam jumlah mutlaknya.

VII. NILAI RUJUKAN


Jumlah retikulosit biasanya dihitung dengan % atau perseribu eritrosit
Nilai normal retikulosit adalah 0.5 – 1.5 % dari jumlah eritrosit. Dapat
menyebut jumlah eritrosit µl darah. Nilai normal 25.000 – 75.000 per µl
darah.

VIII. HASIL PENGAMATAN


Adapun hasil pengamatan yang diperoleh pada percobaan Hitung Retikulost
adalah sebagai berikut :
Nama probandus : Ni Kadek Ayu Cintia Risqi
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
TTL :18 juli 2000
Hasil : 1,3 %
Lapang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 jumlah
Pandang
Retikulosit 2 0 2 2 2 2 3 0 0 0 0 13

Eritrosit 90 91 85 85 103 122 82 104 91 85 46 984


Perhitungan :
% retikulosit jumlah retikulost
= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 x 100%

= 13 X 100%
984
= 1,3 %

IX. PEMBAHASAN

Retikulosit adalah sel darah merah yang masih muda yang tidak berinti dan
berasal dari proses pematangan normoblas di sumsum tulang. Sel ini mempunyai
jaringan organela basofilik yang terdiri dari RNA dan protoforpirin. Pemeriksaan
hitung jumlah retikulosit ini penting karena dapat digunakan sebagai indikator
produktivitas dan aktivitas eritropoesis di sumsum tulang (Syam R. Evan. 2016).

Menurut NCLLS-ICSH 1997, retikulosit adalah sel yang dapat dilihat dengan
pewarnaan supravital yang mewarnai asam nukelat dan harus mempunyai lebih
dari 2 granula yang dapat dilihat dengan mikroskop cahaya dan granula tersebut
tidak boleh berada di tepi membran sel. Pewarnaan supravital yang dapat
digunakan adalah larutan Brilliant Cresyl Blue, New Methylene Blue, Azure B,
Acridine orange untuk metoda visual dan zat warna fluorokrom seperti Thiazole
orange, Auramine O, Oxazine dan Polymethine yang bisa digunakan pada metode
otomatik. Retikulosit merupakan sel darah merah yang masih muda, tidak berinti,
berdiameter 6-9 mikron, dan berasal dari proses pematangan normoblas di
sumsum tulang. Retikulosit mempunyai jaringan organela basofilik yang terdiri
dari RNA dan protoforpirin, dapat berupa endapan dan berwarna biru
apabila dicat dengan pengecatan biru metilin. Retikulosit akan masuk ke sirkulasi
darah tepi dan bertahan kurang lebih selama 24 jam sebelum akhirnya mengalami
pematangan menjadi eritrosit. Jumlah retikulosit pasien tanpa anemia berkisar
antara 1 sampai 2% (Subowo, 2002).
Hitung retikulosit merupakan pemeriksaan darah tambahan, bukan bagian dari
pemeriksaan normal. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mikroskop dengan
menghitung presentase eritrosit yang masih memiliki reticulum atau endapan jala-
jala zat pewarna setelah dilakukan inkubasi terhadap sampel darah dengan zat
pewarna biru metilen. Metode ini untuk mengidentifikasi asam ribonukleat
(RNA) di dalam eritrosit, yang menunjukkan bahwa sel tersebut baru saja dilepas
dari sumsum tulang (berusia 1-3 hari). Hitung retikulosit bisa dilakukan dengan
alat otomatis, dengan prinsip seperti menghitung retikulosit dengan mikroskop
atau dengan menggunakan pewarna fluresens yang mengikat RNA (Bain, 2018).
Penghitungan jumlah retikulosit seharusnya menggambarkan jumlah total
eritrosit tanpa memperhatikan konsentrasi eritrosit, tapi kenyataannya tidak
demikian. Gambaran produksi retikulosit yang sebenarnya didapatkan dengan
mengoreksi hitung retikulosit. Cara yang dipakai untuk melakukan koreksi
terhadap hitung retikulosit adalah membagi hematokrit pasien dengan hematokrit
individu normal dikalikan dengan jumlah retikulosit dalam persen. Nilai ini
dikenal sebagai koreksi pertama atau persentasi retikulosit terkoreksi (Brown,
1993).
Dalam menghitung jumlah retikulosit dapat dilakukan dengan menggunakan
cara manual, cara manual dapat dilakukan dengan dua metode yaitu, dengan
metode kering dan basah. Cara kering dilakukan dengan mencampurkan sampel
darah dengan larutan pewarna lalu dibuat sediaan apus dan dibiarkan sampai
kering, sementara cara basah dilakukan dengan mencampur sampel darah dengan
larutan pewarna lalu dibuat sediaan basah, dimana larutan sampel diteteskan
diatas kaca objek lalu ditutup dengan kaca penutup (deck glass). Pada
pemeriksaan manual ini biasanya menggunakan cat warna yaitu New Methylene
Blue atau Brilliant Cresyl Blue. Pengecatan BCB tidak hanya retikulosit yang
ditemukan, tetapi ada struktur lain yaitu Badan Hemoglobin H (HbH) dan Badan
Heinz. HbH berupa titik-titik yang berwana biru pucat dan ukurannya bervariasi.
Badan ini ditemukan pada kebanyakan eritrosit dan ditemukan pada penyakit
HbH. Sedangkan, Badan Heinz berupa granula yang berwarna biru ukurannya
bervariasi dan eksentrik (dekat membran sel). Badan ini ditemukan pada
defisiensi glukosa-6-fosfatase dehidroginase yang disebabkan oleh terapi
medikamentosa tertentu (trans. Chairlan & Lestari Estu, 2011).
Pada setiap Laboratorium untuk mendapatkan hasil akurat yang harus
mengacu kepada GLP (Good Laboratory Procedure) yaitu melalui tahapan pra
analitik, Analitik, dan Pasca Analitik. Pra analitik dapat dikatakan sebagai tahap
pesriapan awal, dimana tahap ini sangat menentukan kualitas sampel yang
nantinya akan dihasilkan dan mempengaruhi proses kerja berikutnya (ILAC,
2005). Tahap pra analitik di penelitian ini yang perlu di perhatikan adalah
Perbandingan antara darah dengan antikoagulan tidak sesuai, tidak
menghomogenkan dengan benar antara darah dengan antikoagulan,
pembendungan yang terlalu lama,volume yang tidak tepat karena pipet tidak
dikalibrasi, penggunaan bilik hitung yang kotor, basah dan tidak menggunakan
kaca penutup khusus. Tahap Analitik adalah tahap pengerjaan pengujian sampel
sehingga diperoleh hasil pemeriksaan (ILAC, 2005). Tahap analitik merupakan
usaha untuk menghasilkan data analisis yang akurat, rellabel dan valid.
Dilakukan usaha agar tidak terjadi kesalahan program analisis. Usaha
pengendalian dan usaha meminimalisir faktor interferensi pada saat dilakukan
analisis sampel (Sukorini, 2010). Tahap analitik pada penlitian ini adalah
kalibrasi alat, pengguanaan larutan control, larutan standard dan dilakukannya
quality control baik external maupun internal. Tahap Pasca Analitik adalah tahap
akhir pemeriksaan yang dikeluarkan untuk meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan
yang dikeluarkan benar-benar valid atau benar (ILAC, 2005).

Pada praktikum kali ini, cara kerjanya adalah Reagen BCB dimasukkan
sebanyak 2 tetes ke dalam tabung serologis yang berukuran kecil dengan
menggunakan pipet tetes. Selanjutnya sampel darah yang telah diisi antikoagulan
EDTA dipipet dengan menggunakan pipet tetes lalu dimasukkan kedalam tabung
serologis yang telah terisi BCB. Dilakukan penghomogenan dengan cara
menggiling gilingkan tabung dengan telapak tangan atau dapat dilakukan dengan
memipet larutan lalu mengeluarkannya kembali terus diulang seperti itu hingga
homogen. Penghomogenan ini bertujuan agar seluruh sel darah dapat tercampur
merata dengan regaen BCB dengan asumsi selama 3 menit dilakukan hal tersebut
berarti sampel telah homogen. Dibersihkan objek glass lalu diteteskan campuran
pada tabung serologis sebanyak 1/3 tetes saja agar hapusan yang dibuat tipis.
Tujuan dibuatnya hapusan yan tipis adalah agar sel eritrosit yang didapat pada
lapang pandang dimikroskop lebih sedikit sehingga nantinya akan mempermudah
untuk melihat dan menghitung sel retikulosit. Setelah itu ditutup dengan cover
glass dan diinkubasi selama 15 menit di dalam petridish yang berisi tissue basah.
Hal ini bertujuan agar sel sel didalam darah dapat diendapkan sehingga saat
dibaca dengan mikroskop tidak ada lagi sel yang bergerak - gerak dan nantinya
akan mempermudah perhitungan. Setelah selesai diinkubasi diamati dengan
menggunakan perbesara 10x, lalu ke perbesaran 40x, dan 100x. Saat pemeriksaan
100x ditambahkan oil imersi agar cahaya dapat diteruskan oleh oil imersi.
Kemudian akan diperoleh jumlah retikulosit dan jumlah eritrosit lalu dilanjutkan
dengan perhitungan. Harus dipastikan pula bahwa pada saat menutup dengan
cover glass tidak ada gelembung yang masuk karena akan menyebabkan
terjadinya kesalahan pada saat pemeriksaan dan apabila ada gelembung maka
akan menghasilkan bias dalam pembacaan pada mikroskop. (Gayatri
Prakash,2012).

Praktikum yang telah dilaksanakan pada Jumat, 18 Oktober 2019 mengenai


hitung Retikulosit dengan menggunakan metode Sediaan Basah. Sampel darah
yang digunakan berasal dari pasien atas nama Ni Kadek Ayu Cintia Risqi dengan
usia 19 tahun (perempuan). Setelah dibaca dengan menggunakan mikroskop
binokuler, diperoleh hasil atas nama pasien Ni Kadek Ayu Cintia Risqi yang
berusia 19 tahun (perempuan) memiliki kadar retikulosit sebanyak 1,3% dengan
metode manual (sediaan basah). Sesuai dengan nilai rujukan kadar retikulosit
normal yaitu dengan rentang nilai sebesar 0,5-1,5% atau 25.000-75.000 retikulosit
per mL darah maka kadar retikulosit pasien adalah Normal. Faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam pemeriksaan ini adalah cat yang tidak disaring
menyebabkan pengendapan cat pada sel-sel eritrosit sehingga terlihat seperti
retikulosit, menghitung di daerah yang terlalu padat, dan peningkatan kadar
glukosa akan mengurangi pewarnaan.

Sumber Kesalahan Pemeriksaan Retikulosit yaitu Tahap Pra Analitik


Pengambilan sampel darah vena Menggunakan jarum dan spuit yang basah,
Menggunakan ikatan pembendung terlalu kuat dan lama, sehingga menyebabkan
hemokonsentrasi, Terjadinya bekuan dalam spuid karena lambatnya kerja,
Terjadinya bekuan dalam botol karena darah tidak tercampur tepat dengan
antikoagulan. (Gandasoebrata, R, 2007).

Tahap Analitik Pembuatan Darah Apus Faktor – faktor yang mempengaruhi


ketidak berhasilan dalam pembuatan darah apus yaitu : Darah yang cepat
menggumpal atau mengering saat diteteskan pada kaca objek, Kurangnya
pengalaman dan kesabaran praktikan, Ketebalan darah apus mempengaruhi
sel.19, Lama waktu dalam pewarnaan juga dapat berpengaruh, karena daya serap
jaringan berbeda, Cat yang tidak disaring akan membentuk endapan pada eritrosit,
Perubahan pH cat ke arah asam akan menyebabkan retikulum berbentuk granula
halus, sedangkan perubahan ke arah alkali akan menyebabkan retikulum
berbentuk noktah. (Gandasoebrata, R, 2007)

Tahap Pasca Analitik Pada tahap ini didapatkan hasil penghitungan


retikulosit, namun perlu diperhatikan juga hal-hal yang dapat menimbulkan
kesalahan penghitungan sebagai berikut : Pengendapan cat pada eritrosit akan
tampak sebagai retikulosit, sehingga kemungkinan terhitung sebagai retikulosit,
Benda inklusi pada eritrosit ditafsirkan sebagai retikulosit, misalnya basofilik
stipling. (Gandasoebrata, R, 2007)
X. SIMPULAN
Berdasarkan praktikum hitung Retikulosit dengan menggunakan
metode Sediaan Basah, pada Jumat, 18 Oktober 2019, diperoleh hasil atas
nama pasien Ni Kadek Ayu Cintia Risqi dengan usia 19 tahun
(perempuan) memiliki jumlah Retikulosit sebanyak 1,3 % dengan metode
Sediaan Basah. Sesuai dengan nilai rujukan jumlah retikulosit normal
yaitu 0,5-1,5% dari jumlah eritrosit atau 25.000-75.000 retikulosit per µL
darah maka jumlah retikulosit pasien dapat dikatakan Normal.

XI. DAFTAR PUSTAKA


Bain, B. J. 2018. Hematologi Kurikulum Inti. Jakarta: EGC.
Brown BA 1993. Hematology: principles and procedures. Six Edition.
Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 111-116.
Chairlan, M dan Lestari Estu, Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium
Kesehatan, Edisi 2, EGC; Jakarta, 2011.
Gandasoebrata R. 2007 Penuntun laboratorium klinik. Dian Rakyat :
Jakarta. Gandasoebrata, R. 2010. Penuntun laboratorium Klinik, Edisi
16. Dian Rakyat. Jakarta
Gayatri Prakash. 2012. Lab Manual on Blood Analysis and Medical
Diagnostics.
ILAC. 2005. Good Laboratory Practice (GLP). Dalam : Praptomo, Agus
Joko. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Hitung Jumlah Trombosit
Metode Langsung (Rees Ecker),Metode Tidak Langsung (Fonio), Dan
Metode Automatik (Hematologi Analyzer). Jurnal Medika : Karya
Ilmiah Kesehatan, [S.l.], v. 1, n. 1, p. 1-12, dec. 2018. ISSN 2654-
945X. Available at:
http://jurnal.stikeswhs.ac.id/index.php/medika/article/view/34
Subowo. 2002. Histologi Umum. edisi ke 2. Penerbit Bumi Aksara,
Jakarta.
Suega, Ketut. 2010. Aplikasi Klinis Retikulosit. Jpenydalam, Volume 11
nomor 3 september 2010.
Syam R. Evan. 2016. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Retikulosit Dengan
Inkubasi Dan Tanpa Inkubasi.

Anda mungkin juga menyukai