Anda di halaman 1dari 44

DAFTAR ISI

0
TATA TERTIB

Demi kelancaran dan keamanan pelaksanaan Praktikum Kimia Analisis, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Praktikan harus sudah hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai. Keterlambatan dapat
mengakibatkan praktikan tidak diperkenankan mengikuti praktikum.
2. Bahan praktikum yang akan dikerjakan harus sudah dikuasai, disiapkan rencana kerja
(sebuah buku tulis) dan daftar pembagian waktu kerja.
3. Selama praktikum, praktikan wajib mengenakan jas praktikum. Dilarang mengenakan
pakaian di luar ketentuan dan dilarang memakai sandal.
4. Selama praktikum, praktikan wajib menjaga ketenangan, kebersihan dan kerapian
laboratorium.
5. Selama praktikum, praktikan wajib mengenakan tanda pengenal (name tag) untuk
memudahkan identifikasi.
6. Apabila sudah selesai menggunakan larutan pereaksi, botol harus dikembalikan ke
tempat semula dengan rapi.
7. Tidak dibenarkan mengambil larutan dari botol secara berlebihan dan jangan
mengembalikan kelebihan larutan yang telah diambil ke dalam botol.
8. Pipet yang dipergunakan untuk mengambil larutan pereaksi harus bersih, dicuci dan
dibilas dengan air dan dikeringkan untuk menghindari kontaminasi.
9. Hati-hati sewaktu bekerja dengan asam-asam pekat. Usahakan melakukannya di almari
asam.
10. Sewaktu beristirahat (sembahyang dan makan) tidak diperbolehkan semua anggota
kelompok meninggalkan laboratorium secara bersama-sama.
11. Setelah selesai praktikum, alat-alat yang dipergunakan harus dicuci sampai bersih.
12. Jika ada salah satu anggota kelompok memecahkan alat, maka yang bersangkutan
harus menggantinya dan konsekuensinya kelompok tersebut tidak bisa praktikum.
13. Praktikan yang tidak menyiapkan rencana kerja, tidak diperkenankan mengikuti
praktikum.
14. Praktikan harus menyediakan alat-alat sendiri (lap, korek api, pipet tetes, dsb). Selama
praktikum tidak diperkenankan pinjam-meminjam alat tersebut.

1
15. Alat-alat gelas yang disediakan di setiap meja praktikum menjadi tanggung jawab
praktikan. Alat-lat yang tertukar, hilang atau pecah, sepenuhnya menjadi tanggung
jawab praktikan.
16. Data pengamatan dan catatan lain mengenai jalannya praktikum, dicatat dalam buku
catatan/rencana kerja.
17. Praktikan tidak diperkenankan meninggalkan ruang praktikum sebelum waktu
praktikum habis, tanpa seijin dan sebelum pemeriksaan alat-alat oleh asisten yang
bertugas.
18. Praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum pada waktu yang ditentukan wajib
mengganti praktikum sesegera mungkin. Laporan dibuat dalam kertas laporan.
Penyusunan laporan disediakan waktu seminggu. Laporan yang dikumpulkan
terlambat selama satu hari dari waktu yang ditentukan akan mendapatkan pemotongan
nilai sebesar 50%. Dan bila dikumpulkan diluar waktu tersebut akan mendapatkan nilai
nol. Kecuali ada alasan legal dan jelas.

2
PERINGATAN KESELAMATAN DI LABORATORIUM

1. Sebagian besar zat di labolatorium kimia analitik mudah terbakar dan beracun. Ikuti
petunjuk berikut untuk menjaga keselamatan :
a Perlakukan semua zat sebagai racun. Jika zat kimia mengenai kulit, cuci segera
dengan air yang banyak. Gunakan sabun dan air menghilangkan zat padat berbau
atau cairan kental. Jangan pernah mencicipi zat kimia kecuali ada petunjuk
khusus. Jika harus membaui zat kimia lakukan dengan mengibas gas dan
menempatkan wadahnya 15 sampai 25 cm dari hidung dan hisap sesedikit
mungkin. Jika ada zat yang tertumpah, segera bersihkan, hal ini termasuk untuk
tumpahan terhadap permukaan meja, lantai, alat pemanas, timbangan, dll.
b Zat yang bertitik didih rendah yang mudah terbakar harus didestilasi atau
dievaporasi dengan menggunakan heating mantle atau dalam penangas oil, jangan
dipanaskan. Jangan dipanaskan dengan pembakar bunsen. Senyawa seperti :
metanol, etanol, benzen, petroleum eter, aseton, dll.
c Pelarut yang mudah terbakar disimpan dalam botol bermulut kecil dan disimpan
agak jauh dengan tempat anda bekerja
d Jangan mengembalikan zat yang sudah dikeluarkan ke dalam botol asalnya.
Hitung dengan seksama keperluan anda terhadap suatu zat dan ambil sesuai
dengan keperluan. Bawa tempat zat yang akan ditimbang ke dekat neraca, dan
tutup kembali segera setelah penimbangan.
e Gunakan zat sesuai dengan keperluan praktikum, hal ini untuk mengurangi limbah
dan mencegah kecelakaan
f Ketika melarutkan asam kuat dengan air, selalu tambahkan asam ke dalam air
sambil terus diaduk.
g Jangan membuang pelarut organik ke dalam tempat sampah, karena dapat
menyebabkan kebakaran.
2. Jangan membuang campuran air-pelarut tak larut air (eter, petroleum eter, benzen, dll)
dan campuran yang mengandung senyawa yang tak larut air ke dalam bak cuci.
Gunakan kaleng atau tempat khusus untuk menampung limbah ini. Jika masuk ke
dalam bak cuci maka harus diguyur dengan air yang banyak

3
PRAKTIKUM I
IDENTIFIKASI KATION

A. Tujuan :
1) Mahasiswa mampu melakukan identifikasi kation dari reaksi yang terbentuk
2) Mahasiswa mampu menjelaskan reaksi kimia yang terjadi dalam identifikasi kation
3) Mahasiswa mampu melakukan identifikasi jenis kation pada sampel yang unknown
4) Mahasiswa mampu melakukan pemisahan campuran kation dan identifikasi jenis kation
5) Mahasiswa terampil dalam menggunakan alat dan melakukan reaksi pada identifikasi
kation
B. Teori Singkat
Kation adalah ion yang bermuatan positif, sedangkan anion adalah ion yang bermuatan
negatif. Ion satu dengan lainnya dapat dibedakan karena tiap ion mempunyai reaksi kimia
spesifik. Kation dan anion merupakan penyusun suatu senyawa, sehingga untuk menentukan
jenis zat atau senyawa tunggal secara sederhana dapat dilakukan dengan menganalisis jenis
kation dan anion yang dikandungnya.
Reagensia golongan yang dipakai untuk klasifikasi kation yang paling umum adalah
asam klorida, hidrogen sulfida, ammonium sulfida, dan ammonium karbonat. Klasifikasi ini
didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagensia-reagensia ini dengan
membentuk endapan atau tidak. Jadi boleh dikatakan, bahwa klasifikasi kation yang paling
umum didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida, sulfida, dan karbonat dari kation
tersebut.
Kelima golongan kation dan ciri khas golongan-golongan ini adalah sebagai berikut:
a. Golongan I
Kation golongan ini membentuk endapan putih dengan asam klorida encer. Ion-ion golongan ini
adalah timbal (Pb2+), merkurium (I) (Hg2+) (raksa), dan perak (Ag+).

b. Golongan II
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam klorida, tetapi membentuk endapan dengan
hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Ion-ion golongan ini adalah golongan IIa
yaitu merkurium (II) (Hg2+), tembaga (Cu2+), bismuth (Bi3+), cadmium (Cd2+), dan golongan IIb
yaitu arsenic (III) (As3+), arsenic (V), stibium (III) (Sb3+), stibium (V), timah (II) (Sn2+), dan timah

4
(III) (IV). Sulfida dari kation dalam golongan IIa tak dapat larut dalam ammonium polisulfida,
sulfida dari kation dalam golongan IIb justru dapat larut.
c. Golongan III
Kation golongan ini tak bereaksi dengan asam klorida encer, ataupun dengan hidrogen sulfida
dalam suasana asam mineral encer. Namun, kation ini membentuk endapan dengan ammonium
sulfida dalam suasana netral atau amoniakal. Kation-kation golongan ini adalah kobalt (II) (Co2+),
nikel (II) (Ni2+), besi (II) (Fe2+), besi (III) (Fe3+), kromium (III) (Cr3+), aluminium (Al3+), zink (Zn2+),
dan mangan (II) (Mn2+).

d. Golongan IV
Kation golongan ini tak bereaksi dengan reagensia golongan I, II, dan III. Kation-kation ini
membentuk endapan dengan ammonium karbonat dengan adanya ammonium klorida, dalam
suasana netral atau sedikit asam. Kation-kation golongan ini adalah magnesium (Mg2+), kalsium
(Ca2+) , strontium (Sr2+), dan barium (Ba2+).
e. Golongan V
Kation-kation yang umum, yang tidak bereaksi dengan reagensia-reagensia golongan
sebelumnya merupakan golongan kation yang terakhir, yang meliputi ion-ion rubidium, cesium,
natrium, kalium, ammonium, litium, dan hidrogen.
Kebanyakan reagensia sedikit banyak bersifat beracun, maka menggunakannya
haruslah dengan hati-hati. Reagensia yang sangat beracun atau berbahaya sekali, harus diberi
label khusus dan harus dipakai dengan luar biasa hati-hati. Dalam daftar reaksi, reagensia ini
akan diberi tanda (RACUN) atau (BAHAYA). Kita tak boleh memakai reagensia ini bila sedang
bekerja sendirian dalam laboratorium. Asisten atau seorang rekan kerja harus selalu diberi tahu
sebelum kita memakai zat-zat tersebut.
Beberapa jenis warna padatan dan larutan yang dapat kita lihat nantinya dalam analisis
adalah sebagai berikut.
Padatan:
Merah : Pb3O4, HgO, HgI2, HgS, Sb2S3, CrO3, K3(Fe(CN)6)
Merah jingga : K2Cr2O7
Merah keunguan : CdS, As2S3, PbI2, K4(Fe(CN)6), K2CrO4, FeCl3, Fe(NO3)3
Hijau : Cr2O3, Hg2I2, Cr(OH)3, garam-garam fero (Fe2+), garam-garam nikel (Ni2+), CuCO3,
CrCl3.6H2O, CuCl2.6H2O
Biru : Garam-garam kobalt (CO2+) anhidrat, garam-garam tembaga (Cu2+) terhidrat.
Coklat : PbO2, CdO, Fe3O4, Fe2O3, Fe(OH)3
Hitam : PbS, CuS, CuO, HgS, FeS, MnO2, CoS, NiS dan C (karbon)

5
Larutan:
Merah muda : Co2+, Mn2+

Merah jingga : Cr2O72-


Kuning : CrO42-, Fe(CN)63-, Fe3+
Hijau : Ni2+, Fe2+, Cr3+
Biru : Cu2+ (dari garam-garam terhidrat)

Ungu : MnO4-

C. Alat dan Bahan


Alat :
Tabung reaksi dan rak tabung reaksi, pipet tetes, pipet ukur/gelas ukur, corong, lampu spritus,
penjepit tabung, penangas air
Bahan :
AgNO3 0,1 M, PbCl2 0,1 M, CuSO4 0,1 M, HgCl2 0,1 M, FeCl3 0,1 M, Al(OH)3 0,1 M, ZnSO4
0,1 M, BaCl2 0,1 M, MgCl2 0,1M, CaCl2 0,1 M, KCl 0,1M, NH4Cl 0,1 M
HCl 1 M, NaOH 1 M, ammonia, K2CrO4 5%, KI 2%, KOH 1 M, HCl pekat, KSCN 1 M, H2SO4 0,1
M, Asam Pikrat 1%, ammonium oksalat 1%

D. Prosedur Kerja
D.1 Identifikasi Golongan I
1) Ambil sebanyak 5 tabung reaksi dan tambahkan masing-masing 1 mL larutan AgCl.
2) Tambahkan masing-masing tabung tersebut sekitar ± 10 tetes reagen HCl 1 M, NaOH 1
M, ammonia, K2CrO4 5%, KI 2%. Pada tabung yang ditambahkan HCl, diamati
perubahannya dan dipanaskan untuk mengamati kelarutannya.
3) Amati perubahan warna yang terjadi dan catat pada tabel pengamatan.
4) Lakukan langkah 1) sampai dengan 3) pada larutan PbCl2.
D.2 Identifikasi Golongan II
1) Ambil sebanyak 3 tabung reaksi dan tambahkan masing-masing 1 mL larutan CuSO4.
2) Tambahkan masing-masing tabung tersebut sekitar ± 10 tetes reagen NaOH 1 M,
ammonia, KI 2%.Untuk yang ditambahkan NaOH, setelah pengamatan, kemudian
dilakukan pemanasan untuk melihat sifat kelarutannya.
3) Amati perubahan warna yang terjadi dan catat pada tabel pengamatan.
4) Lakukan langkah 1) sampai dengan 3) pada larutan HgCl2.
D.3 Identifikasi Golongan III

6
1) Ambil sebanyak 4 tabung reaksi dan tambahkan masing-masing 1 mL larutan FeCl3.
2) Tambahkan masing-masing tabung tersebut sekitar ± 10 tetes reagen NaOH 1 M,
KSCN, ammonium, KOH.
3) Amati perubahan warna yang terjadi dan catat pada tabel pengamatan.
4) Lakukan langkah 1) sampai dengan 3) pada larutan Al(OH)3 dan ZnSO4.
D.4 Identifikasi Golongan IV
1) Ambil sebanyak 3 tabung reaksi dan tambahkan masing-masing 1 mL larutan BaCl2.
2) Tambahkan masing-masing tabung tersebut sekitar ± 10 tetes reagen Amonium oksalat,
Kalium kromat, dan asam sulfat encer.
3) Amati perubahan warna yang terjadi dan catat pada tabel pengamatan.
4) Lakukan langkah 1) sampai dengan 3) pada larutan MgCl2 dan CaCl2.
D.5 Identifikasi Golongan V
1) Ambil sebanyak 2 tabung reaksi dan tambahkan masing-masing 1 mL larutan KCl.
2) Tambahkan masing-masing tabung tersebut sekitar ± 10 tetes reagen asam pikrat,
NaOH.
3) Amati perubahan warna yang terjadi dan catat pada tabel pengamatan.
4) Lakukan langkah 1) sampai dengan 3) pada NH4Cl.
D.4 Pemisahan dan Penentuan Jenis Kation pada Larutan Sampel
1) Ambil 10 mL sampel larutan, kemudian tambahkan dengan HCl
2) Kemudian filtrasi endapan yang terbentuk (Endapan 1).
3) Filtrat (Filtrat 1) ditambahkan dengan NaOH 1M.
4) Endapan (Endapan 2) yang terbentuk kemudian disaring.
5) Filtratnya (Filtrat 2) kemudian ditambahkan kembali dengan KOH berlebih.
6) Filtrasi endapan (Endapan 3) tersebut, dan filtratnya (Filtrat 3) kemudian ditambahkan
dengan kalium kromat.
7) Adanya endapan (Endapan 4) yang terbentuk kemudian disaring, dan filtratnya (Filtrat 4)
ditambahkan dengan asam pikrat.
8) Setiap hasil pengamatan kemudian dicatat dalam tabel dan tentukan jenis kation yang
terdapat dalam sampel larutan tersebut.

7
E. Hasil Pengamatan
Tabel Identifikasi Kation Golongan I
Perubahan yang terjadi setelah penambahan pereaksi
Larutan
HCl 1 M NaOH 1 M ammonia K2CrO4 5% KI 2%.

Ag+

Pb2+

Tabel Identifikasi Kation Golongan II


Perubahan yang terjadi setelah penambahan pereaksi
Larutan
NaOH 1 M ammonia KI 2%

Cu2+

Hg2+

Tabel Identifikasi Kation Golongan III


Perubahan yang terjadi setelah penambahan pereaksi
Larutan
NaOH 1 M KSCN ammonium KOH

Fe2+

Al3+

Zn2+

8
Tabel Identifikasi Kation Golongan IV
Perubahan yang terjadi setelah penambahan pereaksi
Larutan
Amonium oksalat Kalium kromat asam sulfat encer

Ba2+

Mg2+

Ca2+

Tabel Identifikasi Kation Golongan V


Perubahan yang terjadi setelah penambahan pereaksi
Larutan
asam pikrat NaOH

K+

NH4+

Tabel Identifikasi Pemisahan Kation


Pemisahan Perubahan warna/endapan
Pemisahan I Endapan 1 Jenis kation Filtrat 1 Jenis kation

Pemisahan II Endapan 2 Jenis kation Filtrat 2 Jenis kation

Pemisahan III Endapan 3 Jenis kation Filtrat 3 Jenis kation

Pemisahan IV Endapan 4 Jenis kation Filtrat 4 Jenis kation

9
Pertanyaan:
1. Jelaskan cara melakukan pemisahan dan identifikasi kation pada Golongan I sampai
Golongan V!
2. Jelaskan cara mengidentifikasi kation pada kation-kation Golongan I!
3. Jelaskan cara mengidentifikasi kation pada kation-kation Golongan II!
4. Jelaskan cara mengidentifikasi kation pada kation-kation Golongan III!
5. Jelaskan cara mengidentifikasi kation pada kation-kation Golongan IV!
6. Jelaskan hal yang dapat diamati (ciri-ciri) untuk menentukan terjadinya reaksi kimia pada
suatu percobaan?
7. Bagaimana proses terjadinya endapan pada suatu reaksi kimia?
8. Jelaskan hal-hal yang mempengaruhi kelarutan suatu zat!
9. Jelaskan hal-hal yang mempengaruhi terbentuknya suatu endapan pada suatu reaksi
kimia!
10. Tuliskan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam identifikasi kation sehingga dapat
diidentifikasi jenis kationnya!

10
PRAKTIKUM II
IDENTIFIKASI ANION

A. Tujuan :
1) Mahasiswa mampu melakukan identifikasi anion dari reaksi yang terbentuk
2) Mahasiswa mampu menjelaskan reaksi kimia yang terjadi dalam identifikasi anion
3) Mahasiswa mampu melakukan identifikasi jenis anion pada sampel yang unknown
4) Mahasiswa terampil dalam menggunakan alat dan melakukan reaksi pada identifikasi
anion
B. Teori Singkat
Cara identifikasi ion dibagi menjadi 2 macam, yaitu identifikasi kation dan identifikasi
anion. Pada analisa anion tidak begitu sistematik seperti pada identifikasi kation. Salah satu cara
penggolongan anion adalah pemisahan anion berdasarkan kelarutan garam-garam perak,
garam-garam kalsium, barium dan seng. Selain itu ada cara penggolongan anion menurut
Bunsen, Gilreath dan Vogel. Bunsen menggolongkan anion dari sifat kelarutan garam perak dan
garam bariumnya, warna, kalarutan garam alkali dan kemudahan menguapnya. Gilreath
menggolongkan anion berdasarkan pada kelarutan garam-garam Ca, Ba, Cd dan garam
peraknya. Sedangkan Vogel menggolongkan anion berdasarkan pada proses yang digunakan
dalam identifikasi anion yang menguap bila diolah dengan asam dan identifikasi anion
berdasarkan reaksinya dalam larutan. Identifikasi anion yang menguap bila diolah dengan asam
dibagi dua lagi yaitu anion membentuk gas bila diolah dengan HCl encer atau H 2SO4 encer, dan
anion yang membentuk gas atau uap bila diolah dengan H2SO4 pekat.
Ada pula identifikasi anion berdasarkan reaksi dalam larutan, yaitu anion yang
diidentifikasi dengan reaksi pengendapan dan dengan reaksi redoks. Reaksi pengendapan
umumnya terjadi saat proses pemisahan yang kemudian dilanjutkan dengan uji identifikasi,
namun tidak ada jenis anion tertentu yang termasuk dalam kelompok reaksi pengendapan
karena hal tersebut sesuai dengan uji lanjutannya. Pembentukan endapan karena adanya
senyawa baru setelah bereaksi. Banyak sekali reaksi yang di gunakan dalam analisis anorganik
kualitatif melibatkan pembentukan endapan. Endapan adalah zat yang memisahkan dari suatu
fase padat keluar dari larutan endapan, mungkin berupa Kristal (kristalin) atau koloid dan dapat
dikeluarkan dari larutan dengan penyaringan. Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu
jenuh dengan zat yang bersangkutan ke larutan (S) satu endapan, menurut defenisi adalah sama
dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan tergantung pada berbagai kondisi

11
seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan itu dan pada komposisi
pelarutnya.
Pada hakekatnya, proses-proses yang dipakai dalam identifikasi aniondapat dibagi ke
dalam kelas A proses yang melibatkan indetifikasi produk-produk yang mudah menguap, yang
diperoleh pada pengolahan dengan asam-asam, dan kelas B proses yang tergantung pada
rekasi-reaksi dalam larutan
Kelas A
(i) Gas dilepaskan dengan asam klorida encer atau asam sulfat encer : Karbonat, hidrogen
karbonat (bikarbonat), sulfit, hosulfat, sulfida, nitrit, hipoklorit, sianida, dan sianat.
(ii) Gas atau uap asam dilepaskan dengan asam sulfat pekat.
Ini meliputi zat-zat dari (i) plus zat yang berikut : fluorida, heksafluorosilikat, klorida, bromida,
iodida, nitrat, klorat (bahaya), perklorat, permanganat (BAHAYA), bromat, borat, heksasianoferat
(II), heksasianoferat (III), tiosianat, format,asetat, oksalt, tartrat, dan sitrat.
Kelas B
(i) Reaksi pengendapan
Sulfat, peroksodisulfat, fosfat, fosfit, hipofosfit, arsenat, arsenit, kromat, dikromat, silikat,
heksafluorosilikat, salisilat, benzoat, dan suksinat.
(ii) Oksidasi dan reduksi dalam larutan,
Manganat, permanganat, kromat dan dikromat.

Untuk memudahkan, reaksi dari asam-asam organik tertentu, dikelompokkan bersama :


ini meliputi asetat, format, oksalat, tartrat, sitrat, salisilat, benzoat, dan suksinat. Perlu
ditunjukkan disini bahwa asetat, format, salisilat, benzoat, dan suksinat sendiri, membentuk
suatu golongan yang lain lagi; semuanya memberi pewarnaan atas endapan yang kas setelah
ditambahkan larutan besi (III) klorida kepada suatu larutan yang praktis netral. Kelarutan semua
karbonat normal, dengan pengecualian karbonat dari logam-logam alkali serta ammonium tidak
dapat larut dalam air. Hidrogen karbonat atau bikarbonat dari kalsium, strontium, barium,
magnesium, dan mungkin dari besi ada dalam larutan air; mereka terbentuk karena aksi oleh
asam karbonat yang berlebih terhadap karbonat normal, dalam larutan air atau suspensi dan
akan terurai pada pendidihan larutan.
Kelarutan sulfat dari barium, strontium, dan timbel praktis tidak larut dalam air,
kebanyakan sulfat dari logam-logam sisanya larut. Beberapa sulfat basa juga tdak larut dalam
air, tetapi larut dalam asam klorida encer. Kebanyakan tiosulfat larut dalam air, tetapi tiosulfat
dari timbel, perak, dan barium larut sedikit. Sedangkan kelarutan perak nitrit sangat sedikit dalam

12
air, tapi semua nitrit lainnya larut dalam air. Kebanyakan klorida larut dalam air kecuali Hg 2Cl2,
AgCl, PbCl2 (yang ini tidak larut dalam air dingin, tetapi mudah larut dalam air mendidih). Semua
nitrat larut dalam air, nitrat dari merkurium dan bismuth menghasilkan garam basa setelah diolah
dengan air, garam-garam ini larut dalam asam nitrat encer.
C. Alat dan Bahan
Alat :
Tabung reaksi dan rak tabung reaksi, pipet tetes, pipet ukur/gelas ukur, corong, lampu spritus,
penjepit tabung, penangas air
Bahan :
AgNO3 1%, H2SO4 0,1 N, Asam sulfat pekat, CuSO4 1%, HgCl2 1%, kloroform, KI 1%, larutan
Iodium 1%, BaCl2 jenuh,
NaCl 0,1 M, KI 0,1 M, KBr 0,1 M, Na2S2O3 0,1 M, Na2CO3 0,1 M, Na2C2O4 0,1 M, K2CrO4 0,1 M,
H2BO3

D. Prosedur Kerja
D.1 Identifikasi Anion Br-, Cl-, dan I-
1) Ambil sebanyak 5 tabung reaksi dan tambahkan masing-masing 1 mL larutan NaCl.
2) Tambahkan masing-masing tabung tersebut sekitar ± 10 tetes reagen AgNO3 , asam
sulfat encer, HgCl2 1%, asam sulfat pekat, CuSO4 1%.
3) Pada tabung yang ditambahkan asam sulfat encer, dipanaskan sehingga timbul
perubahan warna.
4) Pada tabung yang ditambahkan asam sulfat pekat, ditambahkan dengan kloroform
dengan hati-hati, dan diamati perubahan warnanya.
5) Amati setiap perubahan warna yang terjadi dan catat pada tabel pengamatan.
6) Lakukan langkah 1) sampai dengan 3) pada larutan KI dan KBr.
D.2 Identifikasi Anion S2O32-
1) Ambil sebanyak 4 tabung reaksi dan tambahkan masing-masing 1 mL larutan S2O32-.
2) Tambahkan masing-masing tabung tersebut sekitar ± 10 tetes reagen asam sulfat encer,
AgNO3, CuSO4 1%, Iodium 1%.
3) Amati perubahan warna yang terjadi dan catat pada tabel pengamatan.
D.3 Identifikasi Anion CO32-, C2O42-, CrO42-
1) Ambil sebanyak 3 tabung reaksi dan tambahkan masing-masing 1 mL larutan CO32-.
2) Tambahkan masing-masing tabung tersebut sekitar ± 10 tetes reagen Asam sulfat
encer, Perak nitrat, dan barium klorida.

13
3) Amati perubahan warna yang terjadi dan catat pada tabel pengamatan.
4) Lakukan langkah 1) sampai dengan 3) pada larutan C2O42-, dan CrO42-.

D.4 Identifikasi Anion BO32-


1) Ambil sebanyak 2 tabung reaksi dan tambahkan masing-masing 1 mL larutan BO32-.
2) Tambahkan masing-masing tabung tersebut sekitar ± 10 tetes reagen Perak nitrat, dan
barium klorida. Pada tabung yang ditambahkan perak nitrat kemudian dipanaskan
sehingga terbentuk adanya perubahan.
3) Amati perubahan warna yang terjadi dan catat pada tabel pengamatan.

E. Hasil Pengamatan
Tabel Identifikasi Anion Br-, Cl-, I-
Reagen
Anion AgNO3 Asam sulfat encer- Asam sulfat pekat – HgCl2 1% CuSO4
dipanaskan ditambahkan kloroform 1%
Br-

Cl-

I-

Tabel Identifikasi Anion S2O32-


Reagen
Anion
asam sulfat encer AgNO3 CuSO4 1% Iodium 1%
S2O32-

14
Tabel Identifikasi Anion CO32-, C2O42-, CrO42-
Reagen
Anion AgNO3 Asam sulfat encer- barium klorida
dipanaskan
CO32-

C2O42-

CrO42-

Tabel Identifikasi Anion BO32-


Reagen
Anion
AgNO3 barium klorida
BO32-

Pertanyaan:
1. Jelaskan reaksi-reaksi yang terjadi dalam analisa identifikasi anion!
2. Jelaskan mengapa dalam identifikasi anion tidak dapat ditentukan secara sistematis!
3. Jelaskan anion-anion yang dalam reaksi dapat membentuk endapan dan perubahan
warna!
4. Jelaskan hal yang menentukan terjadinya reaksi dalam analisa identifikasi anion!!
5. Jelaskan perbedaan antara analisa anion dengan kation!

15
PRAKTIKUM III
PENENTUAN KADAR KLORIDA SECARA GRAVIMETRI

A. Tujuan :
1) Mahasiswa mampu melakukan pengendapan pada metode gravimetric
2) Mahasiswa mampu terampil dalam melakukan filtrasi dan reaksi akhir pengendapan
3) Mahasiswa mampu melakukan menentukan kadar klorida pada sampel dengan metode
gravimetri
B. Teori Singkat
Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau
senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan senyawa gravimetri meliputi transformasi
unsur atau radikal senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat
ditimbang dengan teliti. Berat unsur dapat dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat atom
unsur – unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan dengan berbagai cara, seperti : metode
pengendapan; metode penguapan; metode elektroanalisis; atau berbagai macam cara lainya.
Pada prakteknya 2 metode pertama adalah yang terpenting, metode gravimetri memakan waktu
yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor-faktor
pengoreksi dapat digunakan.
Gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan hasil reaksi
pengendapan. Gravimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling
sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaan itu kelihatan
karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan cara menimbang langsung massa zat
yang dipisahkan dari zat-zat lain. Pada dasarnya pemisahan zat dengan gravimetri dilakukan
dengan cara sebagai berikut. Mula-mula cuplikan dilarutkan dalam pelarutnya yang sesuai, lalu
ditambahkan zat pengendap yang sesuai. Endapan yang terbentuk disaring, dicuci, dikeringkan
atau dipijarkan, dan setelah itu ditimbang. Kemudian jumlah zat yang ditentukan dihitung dari
faktor stoikiometrinya.
Gravimetri pengendapan adalah merupakan gravimetri yang mana komponen yang
hendak didinginkan diubah menjadi bentuk yang sukar larut atau mengendap dengan sempurna.
Bahan yang akan ditentukan diendapkan dalam suatu larutan dalam bentuk yang sangat sedikit
larut agar tidak ada kehilangan yang berarti bila endapan disaring dan ditimbang. Syarat – syarat
senyawa yang di timbang : stokiometri mempunyai kestabilan yang tinggi dan faktor
gravimetrinya kecil. Adapun beberapa tahap dalam analisa gravimetri adalah sebagai berikut :

16
a. Memilih pelarut sampel Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan sampel yang
akan di larutkan, Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk melarutkan sampel dari
logam – logam.
b. Pengendapan analit Pengendapan analit dilakukan dengan memisahkan analit dari larutan
yang mengandungnya dengan membuat kelarutan analit semakin kecil, dan pengendapan
ini dilakukan dengan sempurna.
c. Pengeringan endapan Pengeringan yang dilakukan dengan panas yang disesuaikan
dengan analitnya dan dilakukan dengan sempurna. Disini kita menentukan apakah analit
dibuat dalam bentu oksida atau biasa pada karbon dinamakan pengabuan.
d. Menimbang endapan Zat yang ditimbang haruslah memiliki rumus molekul yang jelas
Biasanya reagen R ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan endapan.
Dalam menentukan keberhasilan metode gravimetri ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi, yaitu :
a. Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit yang tak
terendapkan secara analitis tak dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg atau kurang dalam
menentukan penyusunan utama dalam suatu makro)
b. Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan hendaknya murni, atau
sangat hampir murni. Bila tidak akan diperoleh hasil yang galat.Persyaratan yang kedua itu
lebih sukar dipenuhi oleh para analis. Galat-galat yang disebabkan faktor-faktor seperti
kelarutan endapan umumnya dapat diminimumkan dan jarang menimbulkan galat yang
signifikan. Masalahnya mendapatkan endapan murni dan dapat disaring itulah yang menjadi
problema utama. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai pembentukkan dan sifat-sifat
endapan, dan diperoleh cukup banyak pengetahuan yang memungkinkan analis
meminimumkan masalah kontaminasi endapan.
Banyak sekali reaksi yang digunakan dalam analisis kualitatif melibatkan endapan.
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan.
Endapan mungkin berupa kristalin atau koloid, dan dapat dilakukan dengan penyaringan atau
pemusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang
bersangkutan. Kelarutan (s) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi
molar larutan jenuhnya. Kelarutan suatu zat tergantung pada berbagai kondisi, seperti suhu,
tekanan, konsentrasi bahan- bahan lain dalam larutan itu, dan komposisi pelarutnya.
Dalam prosedur gravimetrik yang lazim suatu endapan ditimbang dan darinya nilai analit
dalam sampel dihitung. Maka persentase massa analit A adalah:

17
massa analit A
%A  x100
massa sampel
Massa analit ditentukan berdasarkan massa endapan (E) yang ditimbang, persamaan reaksi
yang sudah disetarakan dan perhitungan stoikiometri.
Cara lain yang dapat digunakan yaitu faktor gravimetri (FG) yang merupakan massa
analit yang terdapat dalam setiap gram endapan. FG dapat dicari berdasarkan persamaan reaksi
dan perbandingan mol. Perkalian massa endapan dengan faktor gravimetric menghasilkan
banyaknya analit dalam setiap gram sampel sesuai dengan rumus:
Massa A = Massa E x faktor gravimetric
massa E x faktor gravimetri
%A  x100
massa sampel
Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat dihitung faktor gravimetric yaitu:
Ar atau Mr yang dicari
faktor gravimetri 
Mr endapan yang ditimbang
Walaupun faktor gravimetric dapat dilakukan untuk menentukan kadar analit, namun kita
harus menyelesaikan dan menyetarakan persamaan reaksi kimia yang terjadi.
C. Alat dan Bahan
Alat :
Gelas kimia, corong, Erlenmeyer, pipet volume, oven/furnace, neraca analitik, batang pengaduk,
sinterered-glass cawan, corong Buchner, desikator, cawan porselin
Bahan :
HNO3, sampel garam, akuades, AgNO3 1 M.
D. Prosedur Kerja
1) Sampel Garam dikeringkan dalam oven sekitar 1 jam pada suhu 110 0C, kemudian
selanjutnya didinginkan dalam desikator.
2) Timbang sekitar 1,0 gram sampel, dan tempatkan pada gelas kimia 500 mL.
3) Tambahkan 150 ml Akuades bebas klorida dan 0,5 mL (10 tetes) asam nitrat pekat.
4) Aduk sampai merata dengan batang pengaduk, dan tambahkan larutan AgNO 3 perlahan-
lahan. Volume AgNO3 dilebihkan sekitar 10% setelah terbentuk endapan.
5) Panaskan gelas kimia yang berisi larutan sampai mendidih sambil diaduk. (Hindarkan
dari sinar matahari langsung)
6) Tambahkan kembali AgNO3 untuk mengetahui ada atau tidaknya klorida pada sampel
yang telah diendapkan. Jika masih tampak keruh larutannya maka tambahkan AgNO 3
dan panaskan kembali.

18
7) Filtrasi endapan yang telah terbentuk dan cuci dengan HNO 3 encer ( 0,6 mL asam nitrat
pekat dalam 200 mL).
8) Endapan yang terdapat dalam kertas saring kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam
cawan yang sebelumnya telah ditimbang. Cuci sisa endapan yang masih menempel
dengan asam nitrat encer.
9) Keringkan endapan pada cawan ke dalam oven selama 2 jam pada suhu 110 0C.
Selanjutnya dinginkan dalam desikator. Pemanasan ini dilakukan sampai diperoleh
massa konstan.
10) Hitung kadar klorida dalam sampel (Ar Cl = 35,45, Mr AgCl = 143,32)

E. Hasil Pengamatan
Massa Cawan :
Perubahan Warna
Jenis garam
Warna awal Penambahan AgNO3
Larutan Garam A
Larutan Garam B
Larutan Garam C

Perubahan Warna
Jenis Garam Massa garam Massa endapan I Massa Massa Kadar klor
awal endapan II endapan III
Garam A
Garam B
Garam C

Pertanyaan:
1) Mengapa asam nitrat digunakan sebagai pencuci endapan yang terbentuk? Apakah
dapat menggunakan reagen lainnya?
2) Mengapa penambahan perak nitrat dilakukan secara berlebih?
3) Jelaskan keadaan optimum dari suatu proses pengendapan!
4) Jelaskan hal yang mempengaruhi proses pengendapan!
5) Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis pengotor dalam endapan dan cara menghilangkannya!
6) Jelaskan perbedaan antara kelarutan dan larutan!

19
7) Jelaskan kelebihan dan kekurangan gravimetric!
8) Jelaskan yang dimadsud dengan pencucian dan caranya!

20
PRAKTIKUM IV
ARGENTOMETRI

A. TUJUAN
Tujuan dari percobaan “Argentometri” adalah mahasiswa mampu menentukan
konsentrasi ion Cl- pada sampel.

B. LANDASAN TEORI
Titrasi adalah suatu proses dalam analisis volumetrik dimana suatu titran atau larutan
standar yang sudah diketahui konsentrasinya diteteskan melalui buret kedalam larutan lain yang
belum diketahui konsentrasinya. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut titran dan zat yang
sudah diketahui kadarnya tersebut disebut titer.
Pada analisis titrimetri atau volumetrik, untuk mengetahui saat reaksi sempurna dapat
dipergunakan suatu zat yang disebut indikator. Indikator umumnya adalah senyawa yang
berwarna, dimana senyawa tersebut akan berubah warnanya dengan adanya perubahan pH.
Indikator dapat menanggapi munculnya kelebihan titran dengan adanya perubahan warna.
Indikator berubah warna karena sistem kromofornya diubah oleh reaksi asam basa.
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO 3) pada suasana
tertentu. Metode ini disebut juga metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan
pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi
argentometri yaitu :
AgNO3 + Cl- AgCl (s) + NO3
Klorida ditentukan dengan metode argentometri dalam larutan netral atau sedikit basa
menggunakan kalium kromat sebagai indikator dengan standar perak nitrat sebagai titer. Sodium
klorida digunakan sebagai sumber standar Cl, asam nitrat digunakan untuk keasaman larutan
dan argentum nitrat digunakan sebagai titran. Argentometri adalah titrasi dengan menggunakan
larutan AgNO3. Argentometri dibedakan menjadi dua golongan, yaitu argentometri
pemebentukan endapan dan Argentometri pembentukan kompleks.

21
Metode argentometri dapat dilakukan dengan tiga cara : Cara Mohr, Volhard dan Fajans.
METODE MOHR
Tujuan titrasi Mohr adalah untuk menentukan garam klorida dengan titrasi langsung atau
menentukan garam perak dengan titrasi kembali setelah penambahan larutan baku NaCl
berlebih. pH larutan harus diatur antara 7 – 10. Indikator yang digunakan adalah K2Cr2O7.
Reaksi yang terjadi :

Ag+ (berlebih) + Cl- → AgCl(S) + Ag+(sisa)


2 Ag+(sisa) + Cr2O4= → Ag2CrO4

METODE VOLHARD
Titrasi ini berdasarkan pengendapan perak thiosianat dalam larutan asam nitrat. Sebagai
indikator digunakan ion Fe(III) yang akan bereaksi dengan ion thiosianat menjadi senyawa
berwarna merah. Titrasi ini digunakan untuk menentukan ion perak secara langsung atau ion
halide secara tidak langsung. Juga untuk penentuan anion lain yang mudah larut dari AgSCN.
Tetapi dengan mengatur pH agar Fe3+ tidak terhidrolisis.
Reaksi :

Ag+ + SCN- → AgSCN(S) putih


Fe3+ + SCN- → FeSCN2+(s) merah

METODE FAJANS
Titrasi ini berdasarkan peranan indikator adsorpsi pada penentuan halida dengan ion perak.
Larutan Ag+ yang ditambahkan akan bereaksi dengan ion halida misalnya klorida sehingga
terbentuk AgCl. Selama Cl- masih berlebih di dalam larutan akan terbentuk AgCl, Cl-. Cl-
bertindak sebagai ion terserap primer. Selanjutnya pada titik ekivalensi akan terbentuk AgCl.
Penambahan Ag+ setelah titik ekivalensi akan mengakibatkan terbentuk AgCl, Ag+. Ion terserap
primernya menjadi Ag+. Sedangkan ion yang berlawanan yang terjadi pada permukaan endapan
disebut ion terserap sekunder.
Reaksi yang terjadi :
AgCl → Ag+ Cl-
merah jambu

22
AgX → Ag+ (P) + Cl- → AgX , Ag+ , Cl-
Kuning merah jambu

Titik akhir ditandai tepat terbentuknya warna merah jambu akibat terjadinya ikatan Ag+ dan Cl-.
Klorida dapat ditetapkan dengan metode Mohr yaitu titrasi contoh dengan AgNO 3 dengan
indicator K2Cr2O4. AgCl yang terbentuk merupakan titik ekivalen yang sesuai dengan kandungan
klorida. Perak klorida mengendap secara kuantitatif sebelum endapan perak kromat (merah)
terbentuk.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah
a) Buret
b) Corong
c) Erlenmeyer
d) Pipet tetes
e) Pipet Volume
f) Statif dan klem
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah
a) AgNO3 0,1 N
b) NaCl 0,1 N
c) Air sumur
d) Air PAM
e) larutan infus
f) K2CrO4 5%

D. PROSEDUR KERJA
1. Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl 0,1 N
a. Timbang ± 0,2300 gram AgNO3 dan larutkan dengan aquades lalu encerkan
hingga 100 mL.
b. Pipet 10 mL larutan standar NaCl 0,01N ke dalam erlenmeyer.

23
c. Tambahkan 6 tetes K2CrO4 dan titrasi dengan larutan AgNO3 sampai warna
endapan berubah dari warna kuning muda menjadi kemerahan. Di bagian
bawah terbentuk endapan AgCl yang berwarna putih.
d. Tutup Erlenmeyer lalu kocok kuat hingga endapan AgCl pecah. Bilas dinding
Erlenmeyer dengan air dan titrasi dilanjutkan hingga warna coklat.
e. Hitung normalitas AgNO3
2. Penentuan Klorida dalam larutan sampel
a. Ambil 50 mL larutan sampel. Jika larutan sampel berwarna maka tambahkan 3
mL suspensi Al(OH)3 kocok biarkan mengendap, saring. Cuci endapan dengan
air. Filtrat dan air cucian disatukan. Atur pH cairan tersebut hingga 7 – 10
dengan penambahan NaOH atau H2SO4.
b. Tambahkan 1 mL K2CrO4 lalu titrasi dengan AgNO3 sampai timbul endapan
warna kuning kemerahan
c. Lakukan titrasi blanko
d. Hitung kadar Cl- (mg/L)

E. HASIL PENGAMATAN
1. Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl

Volume AgNO3 Volume rerata AgNO3

V NaCl x N NaCl
Normalitas AgNO3 = ----------------------------
V AgNO3
2. Penentuan Klorida dalam air sungai
Kadar Cl- (mg/L)
(A - B) x N x 35,5
Cl- (mg/L) = -------------------------
V contoh (L)

24
A = mL AgNO3 dalam contoh
B = mL AgNO3 dalam blanko
N = Normalitas AgNO3

Pertanyaan:
1) Jika tidak terdapat natrium klorida di laboratorium, apakah bisa digantikan dengan
reagen lainny?
2) Tuliskan reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses titrasi argentometri penentuan kadar
klorida!
3) Hitung volume AgNO3 yang dibutuhkan sehingga diperoleh titik ekivalennya!
4) Jelaskan kelebihan dan kelemahan titrasi argentometri!
5) Jelaskan kurva titrasi dari titrasi Argentometri!

25
TITRASI KOMPLEKSIOMETRI
“Penentuan Kesadahan pada Sampel Air”

TUJUAN
1. Mahasiswa dapat melakukan penentuan kadar Cad an Mg pada sampel air
2. Mahasiswa dapat melakukan penentuan kesadahan suatu sampel air
PRINSIP
Garam dinatrium etilen diamin tetra asetat (EDTA) akan bereaksi dengan kation logam tertentu
membentuk senyawa kompleks kelat yang larut. Pada pH 10,0 + 0,1, ion-ion kalsium dan
magnesium dalam contoh uji akan bereaksi dengan indikator Eriochrome Black T (EBT), dan
membentuk larutan berwarna merah keunguan. Jika Na2EDTA ditambahkan sebagai titran,
maka ion-ion kalsium dan magnesium akan membentuk senyawa kompleks, molekul indikator
terlepas kembali, dan pada titik akhir titrasi larutan akan berubah warna dari merah keunguan
menjadi biru. Dari cara ini akan didapat kesadahan total (Ca + Mg). Kalsium dapat ditentukan
secara langsung dengan EDTA bila pH contoh uji dibuat cukup tinggi (12-13), sehingga
magnesium akan mengendap sebagai magnesium hidroksida dan pada titik akhir titrasi indikator
Eriochrome Black T (EBT) hanya akan bereaksi dengan kalsium saja membentuk larutan
berwarna biru. Dari cara ini akan didapat kadar kalsium dalam air (Ca). Dari kedua cara tersebut
dapat dihitung kadar magnesium dengan cara mengurangkan hasil kesadahan total dengan
kadar kalsium yang diperoleh, yang dihitung sebagai CaCO3.
TEORI
Air merupakan unsur penting utama bagi hidup kita di planet bumi ini. Sumber-sumber
air yang ada di bumi antara lain adalah air atmosfer, air permukaan, air laun dan air tanah. Air
merupakan suatu sarana utama dalam meningkatkan derajat kesehatan. Jika kandungan bahan-
bahan dalam air tersebut tidak mengganggu kesehatan, air dianggap bersih dan layak untuk
diminum, air dikatakan tercemar jika terdapat gangguan terhadap kualitas air sehingga air
tersebut tidak dapat digunakan untuk tujuan penggunaannya. Pencemaran air dapat terjadi
karena masuknya makhluk hidup, zat, dan energi terdalam air oleh kegiatan manusia. Keadaan
itu dapat menurunkan kualitas air sampai ke tingkat tertentu dan membuat air tidak berfungsi lagi
sebagaimana mestinya).
Air merupakan pelarut penting, yang memiliki kemampuan yang dapat melarutkan zat-
zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan dan banyak macam
molekul organik. Bahan-bahan mineral yang dapat terkandung dalam air adalah CaCO3, MgCO3,

26
CaSO4, MgSO4, NaCl, Na2SO4, SiO2 dan sebagainya. Dimana air yang banyak mengandung ion-
ion kalsium dan magnesium dikenal sebagai air sadah.
Air sadah adalah air yang di dalamnya terlarut garam-garam kalsium dan magnesium,
air sadah tidak baik untuk mencuci karena ion-ion Ca2+ dan Mg2+ akan berikatan dengan sisa
asam karbohidrat pada sabun dan membentuk endapan sehingga sabun tidak berbuih.
Senyawa-senyawa kalsium dan magnesium ini relatif sukar larut dalam air, sehingga senyawa-
senyawa ini cenderung untuk memisah dari larutan dalam bentuk endapan atau precipitation
yang kemudian melekat pada logam (wadah) dan menjadi keras.
Air sadah digolongkan menjadi dua jenis, berdasarkan jenis anion yang diikat oleh kation
(Ca2+ atau Mg2+) yaitu air sadah sementara dan air sadah tetap. Air sadah sementara adalah air
sadah yang mengandung ion bikarbonat (HCO3-) atau boleh jadi air tersebut mengandung
senyawa kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) dan atau magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2). Air
yang mengandung ion atau senyawa-senyawa tersebut disebut air sadah sementara karena
kesadahannya dapat dihilangkan dengan pemanasan air, sehingga air tersebut terbebas dari ion
Ca2+ dan atau Mg2+ dengan jalan pemanasan senyawa-senyawa tersebut akan mengendapkan
pada dasar ketel.
Air sadah tetap adalah air sadah yang mengandung anion selain ion bikarbonat,
misalnya dapat berupa ion Cl-, NO3- dan SO42-. Berarti senyawa yang terlarut boleh jadi berupa
kalsiu klorida (CaCl2), kalsium nitrat (Ca(NO3)2), kalsium sulfat (CaSO4), magnesium klorida
(MgCl2), magnesium nitrat (Mg(NO3)2) dan magnesium sulfat (MgSO4). Air yang mengandung
senyawa-senyawa tersebut disebut air sadah tetap, karena kesadahannya tidak bisa dihilangkan
hanya dengan cara pemanasan. Untuk membebaskan air tersebut dari kesadahan harus
dilakukan dengan cara kimia yaitu dengan mereaksikan air tersebut dengan zat-zat kimia
tertentu. Pereaksi yang digunakan adalah larutan karbonat, yaitu Na 2CO3 atau K2CO3.
Penambahan larutan karbonat dimaksudkan untuk mengendapkan ion Ca2+ dan atau Mg2+.
Air sadah dapat menyebabkan terbentuknya kerak pada dasar ketel yang selalu
digunakan untuk memanaskan air. Sehingga untuk memanaskan air tersebut diperlukan
pemanasan yang lebih lama. Hal ini merupakan pemborosan energi. Timbulnya kerak pada pipa
uap dapat menyebabkan penyumbatan sehingga dikhawatirkan pipa tersebut akan meledak, dan
jika terjadi peledakan akan dapat menyebabkan polusi udara yang bisa menurunkan kualitas
lingkungan dan lingkungan tidak bisa berfungsi sebagai mana mestinya. Untuk itu perlu
dilakukan pengujian kesadahan. Manfaat penentuan atau pengujian kesadahan adalah untuk

27
mengetahui tingkat kesadahan air, dan untuk dapat menentukan kesadahan digunakan metode
Titrasi EDTA ( Ethylene Diamene Tetra Asetat).
EDTA (ethylene diamine tetraacetic) merupakan suatu kompleks kelat yang larut ketika
ditambahkan ke dalam suatu larutan yang mengandung kation logam tertentu seperti Ca2+ dan
Mg2+, dimana akan membentuk kompleks dengan logam-logam tersebut. Ketika ditambahkan
suatu indikator EBT ke dalam larutan yang mengandung kompleks tersebut maka akan
menghasilkan perbahan warna pada pH tertentu, sehingga dengan prinsip ini nilai kesadahan air
dapat dianalisis.
Titrasi kompleksometri adalah suatu analisis volumetri berdasarkan reaksi pembentukan
senyawa kompleks antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks (ligan). Ligan yang
banyak digunakan adalah dinatrium etilen, dianida tetra asetat (NA2EDTA). Salah satu tipe
reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi)
kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di
sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah
anion atau molekul netral. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi
reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi
dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan
tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal
sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat
pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L =
M(H2O)(n-1) L + H2O
Titrasi kompleksometri dilakukan dengan beberpa cara tergantung dari reaksi yang terjadi antara
senyawa uji dengan baku primer atau baku sekunder diantaranya : titrasi langsung; titrasi
kembali; titrasi substitusi; titrasi tidak langsung; dan titrasi alkalimetri.

ALAT DAN BAHAN


Alat
 Buret 50 ml
 Labu ukur 100 ml dan 250 ml
 Pipet volume 25 ml
 Statip dan buret
 Kaca arloji

28
 Pipet tetes
 Corong
 Gelas ukur 10 ml
 Hot plate

Bahan
(1) Indikator mureksid
1) Timbang 200 mg mureksid dan 100 g kristal natrium klorida (NaCl), kemudian
dicampur.
2) Gerus campuran tersebut hingga mempunyai ukuran 40 mesh sampai dengan 50
mesh.
3) Simpan dalam botol yang tertutup rapat.
(2) Indikator Eriochrome Black T (EBT)
1) Timbang 200 mg EBT dan 100 g kristal NaCl, kemudian dicampur.
2) Gerus campuran tersebut hingga mempunyai ukuran 40 mesh sampai dengan 50
mesh.
3) Simpan dalam botol yang tertutup rapat.
Larutan natrium hidroksida (NaOH) 1 N
1) Timbang 40 g NaOH, larutkan dengan 50 mL air suling
2) Encerkan dengan air suling hingga volumenya menjadi 1000,0 mL.

(3) Larutan penyangga pH 10 + 0,1


1) Cara I
(a) Larutkan 16,9 g amonium klorida (NH4Cl) dalam 143 mL ammonium
hidroksida (NH4OH) pekat.
(b) Tambahkan 1,25 g magnesium etilen diamin tetra asetat (Mg-EDTA).
(c) Encerkan dengan air suling hingga volumenya menjadi 250,0 mL.
2) Cara II
(a) Larutkan 1,179 g Na2EDTA dihidrat dan 780 mg magnesium sulfat penta
hidrat (MgSO4.7H2O) atau 644 mg magnesium klorida heksa hidrat
(MgCl2.6H2O) dalam 50 mL air suling.
(b) Tambahkan larutan tersebut ke dalam 16,9 g NH4Cl dan 143 mL NH4OH
pekat, sambil dilakukan pengadukan.

29
(c) Encerkan dengan air suling hingga volumenya menjadi 250,0 mL.

(4) Larutan standar kalsium karbonat (CaCO3) 0,01 M (1,0 mg/mL)


1) Timbang 1,0 g CaCO3 anhidrat, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 500 mL.
2) Larutkan dengan sedikit asam klorida (HCl) 1 : 1, tambah dengan 200 mL air
suling.
3) Didihkan beberapa menit, untuk menghilangkan CO2, lalu dinginkan.
4) Setelah dingin, tambahkan beberapa tetes indikator metil merah.
5) Tambahkan NH4OH 3 N atau HCl 1 : 1 sampai terbentuk warna orange.
6) Pindahkan secara kuantitaif ke dalam labu ukur 1000 mL, kemudian tepatkan
sampai tanda tera.

(5) Larutan baku dinatrium etilen diamin tetra asetat dihidrat (Na2EDTA 2H2O = C10H14N2
Na2O8.2H2O) 0,01 M
Larutkan 3,723 g Na2EDTA dihidrat dengan air suling di dalam labu ukur 1000 mL,
tepatkan sampai tanda tera
(6) Air sumur/PDAM/Air Beji/Limbah Hotel/Air Isi ulang/Limbah Laundry
PROSEDUR KERJA
(1) Standarisasi Larutan Na2EDTA + 0,01 M
1) Pipet 10,0 mL larutan standar CaCO3 0,01 M, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer
250 mL
2) Tambah 40 mL air suling dan 1 mL larutan penyangga pH 10 + 0,1
3) Tambahkan seujung spatula 30 mg sampai dengan 50 mg indikator EBT
4) Titrasi dengan larutan Na2EDTA 0,01 M sampai terjadi perubahan warna dari
merah keunguan menjadi biru.
5) Catat volume larutan Na2EDTA yang digunakan.
6) Ulangi titrasi tersebut 3 kali, kemudian volume Na2EDTA yang digunakan dirataratakan
(perbedaan volume atau RSD).
7) Hitung molaritas larutan baku Na2EDTA dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

30
(2) Kesadahan total
a) Ambil 25 mL contoh uji secara duplo, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL,
encerkan dengan air suling sampai volume 50 mL.
b) Tambahkan 1mL sampai dengan 2 mL larutan penyangga pH 10 + 0,1.
c) Tambahkan seujung spatula 30 mg sampai dengan 50 mg indikator EBT.
d) Lakukan titrasi dengan larutan baku Na2EDTA 0,01 M secara perlahan sampai terjadi
perubahan warna merah keunguan menjadi biru.
e) Catat volume larutan baku Na2EDTA yang digunakan.
f) Apabila larutan Na2EDTA yang dibutuhkan untuk titrasi lebih dari 15 mL, encerkan
contoh uji dengan air suling dan ulangi langkah-langkahnya.
g) Ulangi titrasi tersebut 2 kali, kemudian rata-ratakan volume Na2EDTA yang digunakan.

(3) Kalsium
a) Ambil 25 mL contoh uji air secara duplo, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL
dan encerkan dengan air suling sampai volume 50 mL.
b) Tambahkan 2 mL larutan NaOH 1 N (secukupnya) sampai dicapai pH 12 sampai dengan
pH 13.
c) Apabila contoh uji keruh, tambahkan 1 mL sampai dengan 2 mL larutan KCN 10%.
d) Tambahkan seujung spatula atau setara dengan 30 mg sampai dengan 50 mg indikator
mureksid.
e) Lakukan titrasi dengan larutan baku Na2EDTA 0,01 M sampai terjadi perubahan warna
merah muda menjadi ungu.
f) Catat volume larutan baku Na2EDTA yang digunakan.
g) Apabila larutan Na2EDTA yang dibutuhkan untuk titrasi lebih dari 15 mL, encerkan
contoh uji dengan air suling dan ulangi langkah 3.5.2.a). sampai dengan 3.5.2.f) dari 3.5.
h) Ulangi titrasi tersebut 3 kali, kemudian rata-ratakan volume Na2EDTA yang digunakan.

31
PERHITUNGAN
Hitung kadar kalsium
Kesadahan total dan magnesium dalam contoh uji dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

dengan pengertian :
VC.u. adalah volume larutan contoh uji (mL);
VEDTA (a) adalah volume rata-rata larutan baku Na2EDTA untuk titrasi kesadahan total
(mL);
EDTA M adalah molaritas larutan baku Na2EDTA untuk titrasi (mmol/mL);
VEDTA (b) adalah volume rata-rata larutan baku Na2EDTA untuk titrasi kalsium (mL).

HASIL PENGAMATAN
Volume Na2-EDTA yang diperlukan Indikator
Titrasi Perubahan Warna
V1 V2 V3 Vrata-rata
Standarisasi
Na2-EDTA
Kesadahan Total

Kadar Kalsium

Pertanyaan:
1) Jelaskan yang dimadsud dengan kesadahan air dan penanggulangannya!
2) Jelaskan mengapa dalam titrasi harus diatur derajat keasamannya (pH)!
3) Jelaskan reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses titrasi penentuan kesadahan air!
4) Jelaksan gambar kurva titrasi dalam titrasi kompleksiometri!
5) Jelaskan kelebihan dan kelemahan titrasi kompleksiometri!

32
TITRASI PERMANGANOMETRI
“UJI KADAR ZAT ORGANIK DALAM AIR”

I. TUJUAN PERCOBAAN
Adapun yang menjadi tujuan dari percobaan ini adalah
(1) Mahasiswa mampu melakukan standarisasi kalium permanganate dengan asam
oksalat.
(2) Mahasiswa mampu menentukan bilangan permanganat sebagai kadar zat organik
dalam air

II. PRINSIP
Zat organik dalam sampel dioksidasi dengan KMnO4 dalam suasana asam dengan
pemanasan. Sisa KMnO4 direduksi oleh asam oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat dititrasi
kembali dengan KMnO4.
a) Reaksi oksidasi KMnO4 dalam kondisi asam sebagai berikut :
2 KMnO4 + 3 H2SO4  2 MnSO4 + K2SO4 + 5 On
b) Oksidasi KMnO4 dalam kondisi basa sebagai berikut :
2 KMnO4 + H2O  2 MnO2 + KOH + 3 On + 3 H2O
c) Zat organik dapat dioksidasi dengan reaksi sebagai berikut :
C2H2O + On  2 CO2 + H2O
III. DASAR TEORI
Dalam titrasi redoks, permanganometri adalah proses titrasi dimana garam kalium
permanganat (KMnO4) digunakan sebagai zat standard karena kalium permanganat (KMnO4)
tidak murni, banyak mengandung oksidanya (MnO dan Mn 2O3), maka zat tersebut bukan
merupakan standard primer melainkan zat standard sekunder sehingga larutannya harus
distandarisasi dengan zat standard primer. Standarisasi dapat dilakukan dengan beberapa
reduktor, seperti : As2O3, Fe, Na2C2O4, H2C2O4.2H2O, KHC2O4, K4{Fe(CN)6}, Fe(NH4)2(SO4)2.
Reaksi reduksi ion permanganat (MnO4 -) tergantung pada suasana larutan. Dalam
suasana asam ion permanganat (MnO4 -) yang berwarna ungu mengalami reduksi menjadi Mn2+
yang tidak berwarna menurut reaksi :
MnO4 - + 8H+ + 5e-  Mn2+ + 4H2O

33
Dengan demikian, 1 ekivalen MnO4 - = 1/5 mol, atau berat ekivalen (BE) = 158/5 =
31,6. Dalam suasana asam ini dapat digunakan untuk menentukan secara langsung berbagai
macam kation maupun anion, antara lain :
Kation / anion Hasil oksidasi
Fe2+, Sn2+, VO2+, H2O2 Fe3+, Sn4+, VO3 -, O2
Mo3+, As3+, Ti3+, U4+ Mo3+, As3+, Ti3+, U4+
C2O4 2-, NO2 -, SO3 2- CO2, NO3 -, SO4 2-
Sedangkan secara tidak langsung, melalui penambahan reduktor berlebih dapat
digunakan untuk menentukan : MnO4 -, Cr2O7 2-, Ce4+, MnO2, Mn3O4, PbO2, Pb2O3, dan Pb3O4.
Dalam suasana netral dan basa, MnO4 - mengalami reduksi menjadi endapan MnO2
yang berwarna hitam, menurut reaksi :
MnO4 - + 2H2O + 3e-  MnO2 + 4OH-
Dalam reaksi tersebut, 1 ekivalen MnO4 - = 1/3 mol, atau berat ekivalen (BE) = 158/3 =
52,7. Zat-zat yang dapat ditentukan secara permanganometri dalam suasana netral dan basa ini
antara lain garam-garam Mn(II), asam format, dan garam format.
Pada proses titrasi permanganometri tidak perlu ditambahkan indikator untuk
mengatahui terjadinya titik ekivalen, karena MnO4 - yang berwarna ungu dapat berfungsi sebagai
indikator sendiri (auto indicator).
Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan natrium oksalat atau
sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer. Reaksi yang terjadi pada proses pembakuan
kalium permanganat menggunakan natrium oksalat adalah:
5C2O4- + 2MnO4- + 16H+ → 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan
permanganat.
Dalam larutan asam, permanganat(VII) akan tereduksi sehingga tidak berwarna dan
bilangan oksidasinya menjadi +2 (ion mangan(II) (Mn2+)).
8 H+ + MnO4− + 5 e− → Mn2+ + 4 H2O
Dalam larutan basa kuat, permanganat(VII) akan tereduksi, warnanya menjadi hijau,
dengan bilangan oksidasi +6 (manganat MnO42−).
MnO4− + e− → MnO42−
Dalam larutan netral, ion ini akan tereduksi sehingga bilangan oksidasinya menjadi +4,
warnanya hijau (mangan dioksida MnO2).
2 H2O + MnO4− + 3 e− → MnO2 + 4 OH−.

34
Zat organik air dioksidasikan dengan KMNO4 direduksikan oleh asam oksalat.
Kelebihan asam oksalat dititrasi dengan KMNO4. Nilai permanganate jumlah miligram kalium
permanganat yang dibutuhkan untuk mengoksidasi organik dalam 1000 mL air pada
kondisi mendidih.
IV. BAHAN DAN ALAT
4.1 Peralatan
a) erlenmeyer 300 mL;
b) labu ukur 1000 mL dan 100 mL;
c) stop watch;
d) pemanas listrik;
e) gelas ukur 5 mL;
f) pipet ukur 10 mL dan 100 mL;
g) gelas piala 1000 mL;
h) buret 25 mL; dan
i) termometer.
4.2 BAHAN
4.2.1 Asam sulfat, H2SO4 8 N yang bebas zat organik
a) Pindahkan 222 mL H2SO4 pekat sedikit demi sedikit ke dalam 500 mL air suling dalam gelas
piala sambil didinginkan dan encerkan sampai 1000 mL dalam labu ukur 1000 mL.
b) Pindahkan kembali ke dalam gelas piala dan tetesi dengan larutan KMnO4 sampai berwarna
merah muda.
c) Panaskan pada temperatur 800C selama 10 menit, bila warna merah hilang selama
pemanasan tambah kembali larutan KMnO4 0,01 N sampai warna merah muda stabil.
4.2.2 Kalium permanganat, KMnO4 0,1 N
Larutkan 3,16 g KMnO4 dengan air suling dalam labu ukur 1000 mL. Simpan dalam botol gelap
selama 24 jam sebelum digunakan.
4.2.3 Kalium permanganat, KMnO4 0,01 N
Pipet 10 mL KMnO4 0,1 N masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, tepatkan dengan air suling
sampai tanda tera.
4.2.4 Asam oksalat, (COOH)2.2H2O 0,1 N
Larutkan 6,302 g (COOH)2.2H2O dalam 1000 mL air suling atau larutkan 6,7 g natrium oksalat,
(COONa)2.2H2O dalam 25 mL H2SO4 6 N, dinginkan dan encerkan sampai 1000 mL dalam
labu takar.

35
4.2.5 Asam oksalat 0,01 N
Pipet 10 mL larutan asam oksalat 0,1 N masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, tepatkan dengan
air suling sampai tanda tera.
4.2.6 Natrium oksalat (COONa)2. 2H2O
4.2.7 Air PDAM, limbah hotel, air beji, air sumur
V. PROSEDUR KERJA
Penetapan larutan kalium permanganat, KMnO4 0,01 N
a) Pipet 100 mL air suling secara duplo dan masukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 mL,
panaskan hingga 700C.
b) Tambahkan 5 mL H2SO4 8 N yang bebas zat organik.
c) Tambahkan 10 mL larutan baku asam oksalat 0,01 N menggunakan pipet volume.
d) Titrasi dengan larutan kalium permanganat 0.01 N sampai warna merah muda dan catat
volume pemakaian.
e) Hitung normalitas larutan baku kalium permanganat dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

dengan pengertian:
V1 adalah mL larutan baku asam oksalat;
N1 adalah normalitas larutan baku asam oksalat yang dipergunakan untuk titrasi;
V2 adalah mL larutan baku kalium permanganat; dan
N2 adalah normalitas larutan baku kalium permanganat yang tidak dicari.
2. Uji nilai permanganat
a) Pipet 100 mL contoh uji masukkan ke dalam erlenmeyer 300 mL dan tambahkan 3 butir batu
didih.
b) Tambahkan KMnO4 0,01 N beberapa tetes ke dalam contoh uji hingga terjadi warna
merah muda.
c) Tambahkan 5 ml asam sulfat 8 N bebas zat organik.
d) Panaskan di atas pemanas listrik pada suhu 105oC ± 2oC, bila terdapat bau H2S, pendidihan
diteruskan beberapa menit.
e) Pipet 10 mL larutan baku KMnO4 0,01 N.
f) Panaskan hingga mendidih selama 10 menit.
g) Pipet 10 mL larutan baku asam oksalat 0,01 N.
h) Titrasi dengan kalium permanganat 0,01 N hingga warna merah muda.

36
i) Catat volume pemakaian KMnO4.
j) Apabila pemakaian larutan baku kalium permanganat 0,01 N lebih dari 7 mL, ulangi
pengujian dengan cara mengencerkan contoh uji.

dengan pengertian:
a adalah volume KMnO4 0,01 N yang dibutuhkan pada titrasi;
b adalah normalitas KMnO4 yang sebenarnya;
c adalah normalitas asam oksalat;
d adalah volume contoh; dan
f adalah faktor pengenceran contoh uji.
HASIL PENGAMATAN
Perubahan Warna
Kegiatan Warna awal Penambahan Penambahan Perubahan Volume
larutan KMnO4 asam oksalat warna Titrasi Titrasi
Standarisasi
KMnO4

Volume rata-rata
Uji Nilai
Permanganat

Volume rata-rata

Pertanyaan:
1) Jelaskan mengapa pada titrasi permanganometri harus dilakukan pada suhu 60 – 70
0C!

2) Mengapa kalium permanganate perlu distandarisasi dengan oksalat?


3) Jelaskan apakah dalam titrasi tersebut menggunakan indikator?
4) Tuliskan reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses titrasi!

37
TITRASI IODOMETRI-IODIMETRI

A. Tujuan Praktikum
Untuk menentukan kadar suatu asam askorbat dengan menggunakan titrasi iodimetri
dengan menggunakan Larutan baku iodin sebagai titrannya dan menentukan kadar suatu
kaffein dengan mennggunakan titrasi iodometri dengan menggunakan larutan baku Na 2S2O3
sebagai titrannya

B. Dasar teori
Titrasi redoks adalah titrasi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi. Kedua
proses ini selalu terjadi secara bersamaan. Dalam titrasi redoks biasanya menggunakan
potensiometri untuk mendeteksi titik akhir. Untuk mengetahui kadar vitamin C metode titrasi
redoks yang digunakan adalah titrasi langsung yang menggunakan iodium. Iodium akan
mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil
dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada iodium
sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Pendeteksian titik akhir pada
titrasi iodimetri ini adalah dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan
memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir (Gandjar, dkk., 2007).
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-
iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri,
sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan
menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.
Banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium
yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel (Rohman, 2007).
Titrasi Iod harus dilakukan dengan lambat agar I2sempurna bereaksi dengan antalgin,
jika titrasi tepat maka I2 tidak bereduksi sempurna dengan antalgin sehingga titik akhir lebih
cepat, tercapai, dan hasilnya tidak akurat. Deteksi titik akhir ada iodimetri ini dilakukan
dengan menggunakan indikatir kanji oleh amilum yang akan memberikan warna biru pada
saat terjadinya titik akhir titrasinya. (Sudjadi, 2007)
Dalam proses analitis, iod digunakan sebagai zat pengoksid (iodimetri), dan ion
iodidadigunakan sebagai zat pereduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan

38
pereaksi reduksiyang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka
jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup
kuat untuk bereaksisempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses
iodometrik. Suatu kelebihan ioniodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang
ditentukan dengan larutan natrium tiosulfat.Iodometri adalah suatu proses analitis tak
langsung yang melibatkan iod. Ion iodida berlebih ditambahkan pada suatu zat pengoksid
sehingga membebaskan iod, yang kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat (Underwood :
2002).
Dalam larutan yang netral, atau sedikit alkalin, oksidasi menjadi sulfat tidak muncul,
terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran. Ada dua metode titrasi iodometri, yaitu :
(Underwood : 2002)
1. Secara langsung (iodimetri) Disebut juga sebagai iodimetri. Menurut cara ini
suatu zat reduksi dititrasi secara langsung oleh iodium, misal pada titrasi Na2S2O3 oleh I2.
(Underwood : 2002)
2Na2S2O3 + I2 → 2NaI + Na2S4O6
Indikator yang digunakan pada reaksi ini, yaitu larutan kanji. Apabila larutan thiosulfat
ditambahkan pada larutan iodine, hasil akhirnya berupa perubahan penampakan dari tak
berwarna menjadi berwarna biru. Tetapi apabila larutan iodine ditambahkan kedalam larutan
thiosulfat maka hasil akhirnya berupa perubahan penampakan dari berwarna menjadi
berwarna biru. (Underwood : 2002)
2. Secara tak langsung (iodometri) Disebut juga sebagai iodometri.Dalam hal ini
ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium-iodium yang terbentuk dititrasi, dengan
larutan standar Na2S2O3. Jadi cara iodometri digunakan untuk menentukan zat
pengoksidasi, misal pada penentuan suatu zat oksidator ini (H2O2). Pada oksidator ini
ditambahkan larutan KI dan asam hingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi
dengan larutan (Underwood : 2002).
Na2S2O3. H2O2 + 2HCl → I2 + 2KCl + 2H2O.
Amilum merupakan indikator redoks khusus yang digunakan sebagai petunjuk telah
terjadi titik ekuivalen pada titrasi iodometri. Hal ini disebabkan warna biru gelap dari
kompleks iodin – amilum merupakan warna yang spesifik untuk titrasi iodometri.
Mekaismenya belum diketahui dengan pasti namun ada asumsi bahwa molekul iodin
tertahan di permukaan B-amilosa. Larutan amilum mudah terkomposisi oleh bakteri,
sehingga biasanya ditabahkan sebagai pengawet (Pursitasari ; 2014).

39
C. Alat dan Bahan
1. Alat Praktikum
Alat - alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah adalah aluminium foil, batang
pengaduk, bulk, buret, corong, erlenmeyer, gelas kimia 250 mL, gelas ukur 10 mL, kertas
saring, pipet tetes, pipet skala, pipet volume 10 mL, spatula, dan statif.
2. Bahan Praktikum
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Aquadest, asam sulfat (H 2SO4),
Iodium (I2), indikator kanji, natrium klorida (NaCl), natrium tiosulfat (Na2S2O3), sampel asam
askorbat, sampel kaffein, dan tissue.

D.Prosedur Kerja
1. Pembuatan Larutan Baku Na2S2O3 0,1 N
Timbang 13 gram Na2S2O3 dalam gelas arloji. Pindahkan ke dalam gelas piala 250
mL, larutkan dengan 50 mL air suling dan tambahkan 100 mg Na2CO3. Aduk dengan
baik hingga homogeny. Pindahkan larutan ke dalam labu ukur, encerkan dengan air
suling bebas CO2 sampai volume larutan 500 mL. simpan dalam botol yang tertutup dan
beri etiket.
2. Pembakuan Larutan Baku Na2S2O3 0,1 N dengan KIO3
Timbang 0,891 g KIO3 kristal dengan teliti pada gelas arloji yang telah ditimbang.
Masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL melalui corong. Bilas gelas arloji dan corong
dengan air suling 25 mL dan masukan air suling ke dalam Erlenmeyer. Tambahkan 2 g
KI yang bebas dari iodat dan 5 mL asam sulfat 2 N, titrasi dengan natrium tiosulfat yang
akan ditentukan normalitasnya. Bila warna kuning iodium hampir hilang, hentikan titrasi
dan tambahkan 4 mL indikator kanji. Teruskan titrasi sampai warna biru dari larutan tepat
hilang . Tiap mL Na2S2O3 0,1 N setara dengan 3,567 mg KIO3
3. Pembuatan Larutan Baku I2 0,1 N
Timbang dengan teliti 7 g I2 murni dalam botol timbang. Masukkan ke dalam gelas
piala.timbang 18 g KI dan lautkan dalam 50 mL air suling. Tambahkan dalam gelas piala
yang berisi 7 g I2 tadi. Aduk dengan baik sehingga semua larut. Pindahkan dalam labu
ukur, encerkan dengan air hingga volumenya menjadi 500 mL, sambil dikocok dengan
baik hingga homogeny. Simpan dalam botol yang gelap dan beri etiket.

40
4. Pembakuan Larutan Baku I2 0,1 N
Timbang dengan teliti 15 mg As2O3 murni dalam botol timbang yang talah
ditimbang. Pindahkan ke dalam gelas piala 500 mL. larutkan dalam 20 mL NaOH 1 N
dengan sedikit pemanasan. Encerkan dengan 40 mL air suling, tambahkan 2 tetes jingga
metil dan tetesi asam klorida encer sampai warna larutan berubah dari kuning menjadi
jingga. Tambahkan 2 g Natrium bikarbnat dan encerkan dengan 50 mL air suling.
Tambahkan 3 mL larutaan kanji dan titrasi dengan laarutan iodium o,1 N sampai terjadi
warna biru yang stabil. Tiap mL I2 setara dengan 49,46 mg As2O3
5. Penetapan kadar kaffein dengan metode iodometri menggunakan larutan standar
natrium tiosulfat (N2S2O3).
Timbang 100 mg sampel uji kaffein menggunakan wadah gelas arloji. Masukkan larutan
standar natrium tiosulfat 0,998 N ke dalam buret lalu tutup dengan aluminium foil.
Masukkan sampel uji kaffein yang sudah ditimbang ke dalam Erlenmeyer dengan
menggunakan sendok tanduk. Masukkan 10 mL aquadest yang sudah diukur
menggunakan gelas ukur ke dalam Erlenmeyer. Tambahkan 2,5 mL asam sulfat (H2SO4)
10% ke dalam Erlenmeyer. Tambahkan 25 mL larutan iodin(I2) 0,1 N yang dipipet
mengggunakan pipet volume. Tambahkan 10 mL natrium klorida (NaCl) yang sudah
diukur menggunakan gelas ukur ke dalam Erlenmeyer. Tutup dengan aluminium foil dan
diamkan selama 5 menit. Saring menggunakan kertas saring yang sudah disediakan
pada mulut corong ke dalam gelas kimia sebagai wadahnya. Cuci Erlenmeyer,lalu
pindahkan larutan zat uji yang sudah disaring kembali ke dalam Erlenmeyer. Tambahkan
3 tetes larutan indicator kanji .Titrasi menggunakan larutan standar natrium tiosulfat
sampai terjadi perubahan warna dari warna biru ke bening.

6. Penetapan kadar asam askorbat dengan metode iodimetri menggunakan larutan


standar I2.
Timbang 100 mg asam askorbat dengan wadah cawan porselin. Masukkan Larutan I 2 ke
dalam buret, lalu ditutup alumunium foil. Masukkan asam askorbat yang sudah ditimbang
ke dalam erlenmeyer. Masukkan 25 mL air bebas CO2 ke dalam labu ukur. Tambahkan
asam sulfat sebanyak 10 mL. Titrasi dengan iodium 0,1 N. Tambahkan indikator kanji.
Amati perubahan yang terjadi dari warna bening ke biru.

41
E. Perhitungan
a. Iodimetri

% Kadar = x 100%

b. Iodometri

% Kadar = x 100%

Pertanyaan :
1) Jelaskan perbedaan antara titrasi iodometri dengan iodimetri!
2) Tuliskan reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses titrasi!
3) Jelaskan indikator yang dapat digunakan dalam titrasi iodometri dan iodimetri!
4) Jelaskan keadaan pH larutan yang dibutuhkan dalam titrasi Iodoemtri dan Iodimetri!
5) Jelaskan Kelebihan dan kelemahan dari titrasi iodometri dan iodimetri!

42
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed M. J., M. R. H., A. Ahsan, S. Siraj, M. H. R. Bhuiyan, S. C. B. dan S. Islam, 2010,


Physicochemical Assessment of Surface and Groundwater Quality of the Greater
Chittagong Region of Bangladesh, Pak. J. Anal. Environ. Chem. Vol. 11, No. 2.
Day & Underwood, 2002, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi kelima, Jakarta : Erlangga
Gandjar, I.G dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia
Ika, Dani. 2009. Alat Otomatisasi Pengukur Kadar Vitamin C Dengan Metode Titrasi Asam Basa.
Jurnal neutrino. Vol. 1, No 2.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press

Pursitasari, Dwi Indarini, 2014, Kimia Analitik Dasar, Bandung : Alfabeta


Rohman, Abdul. 2007. Kimia Analisis Farmasi. Digi Art Yogya. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Svehla, G. 1985. “ VOGEL : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro “. PT.
Kalma Media Pustaka, Jakarta
Yudhi N, Aminhar L, 1998, Analisis Khlorida Di Dalam Serbuk Uo Dengan Teknik Titrasi
Potensiometrik, Prosiding Presentasi Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir VI.

43

Anda mungkin juga menyukai