Contoh Lapkas Kolestasis
Contoh Lapkas Kolestasis
LAPORAN KASUS
KOLESTASIS
Oleh:
Putu Eka Kristi Permatasari
(157008023)
Pembimbing:
dr. IGN Oka Nurjaya, Sp. A
BAB I
PENDAHULUAN
Ikterus adalah kekuningan pada kulit, sklera, membran mukosa dan cairan tubuh.
Ikterus merupakan penemuan klinis umum yang ditemukan pada 2 minggu pertama
kelahiran, terjadi pada 15% sampai 24% bayi baru lahir. Ikterus paling umum adalah
ikterus yang tidak langsung (indirect)/bilirunin yang tidak terkonyugasi dan dapat
sembuh secara spontan tanpa intervensi. Ikterus persisten merupakan kondisi yang
abnormal dan merupakan tanda dari kerusakan hepatobilier dan metabolik. Saat ikterus
lebih dari 2 minggu (persisten), harus dipikirkan kolestasis atau hiperbilirubin
terkonyugasi. Kolestasis menandakan rusaknya aliran empedu yang disebabkan oleh
gangguan intrahepatik atau ekstrahepatik. Untuk membedakan kolestasis dari ikterus
lainnya, serum bilirubin harus difraksikan ke dalam konyugasi atau level bilirubin direk
lebih besar dari 1mg/dL ketika jumlah total bilirubin kurang dari 5mg/dL atau lebih dari
20% dari jumlah bilirubin total jika jumlah total bilirubin lebih dari 5mg/dL.
Hiperbilirunin terkonyugasi bukan merupakan hal yang fisiologis. Serbaliknya,
hiperbilirubin yang tidak terkonyugasi merupakan hal yang umum terjadi akibat ikterus
fisiologis, breastfeeding and human milkassociated jaundice, hemolisis sel darah
merah, hipotiroid, sidrom gilbert atau sindrom Crigler-Najjar. Kunci untuk
mendiagnosis kolestasis diantaranya hepatomegali, diare, peningkatan berat badan yang
rendah, hipopigmentasi atau feses alkolik, dan urin yang berwarna pekat atau
memberikan warna pada popok1.
Kolestasis merupakan suatu gejala dengan etiologi yang bermacam-macam dan
salah satu penyebabnya, yakni infeksi virus, bakteri, dan parasit. Kolestasis pada
neonatus terjadi pada 1:2.500 kelahiran hidup. Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr.
Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 terdapat 19.270 pasien rawat inap, di
antaranya 96 pasien dengan neonatal kolestasis. Pada periode Januari sampai dengan
Desember 2003 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM tercatat 99 pasien
dengan kolestasis, 68 di antaranya dengan kolestasis intrahepatik. Penelitian Bachtiar
menunjukkan berbagai faktor risiko seperti nilai laboratorium (leukosit, C-reactive
protein/ CRP, imature total ratio/IT ratio) serta gejala klinis sepsis neonatorum tidak
bermakna secara statiskik dengan kejadian kolestasis, sedangkan lama rawat 15 hari
2,45 kali berisiko untuk terjadi kolestasis. Penelitian Wrigth dkk11 menunjukkan berat
badan, durasi pemberian nutrisi parenteral, dan penggunaan nutrisi parenteral bermakna
untuk terjadi kolestasis2.
Infan yang masih kekuningan lebih dari 2-3 minggu harus dievaluasi untuk
untuk mengeksklusi kolestasis neonatal, dan jika ada, dapat lebih cepat diidentifikasi
penyebab kolestasis untuk kemudian ditangani secara medis ataupun operasi. Meskipun
penatalaksanaan spesifik tidak tersedia, konsumsi nutrisi yang baik dapat mencegah
komplikasi. Data menunjukkan diagnosis dini kolestasis dan etiologinya berpotensial
menyelamatkan pasien lebih banyak1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Batasan Kolestasis
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah
normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai
tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum 4. Dari segi klinis didefinisikan
sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam
empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi
kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier3.
2.2
Epidemiologi Kolestasis
Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25.000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal
1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi -1 antitripsin
1:20000. Penyebab hepatoseluler ( intrahepatal) sekitar 45 hingga 69%, sementara
penyebab obstruktif 19 hingga 55% dari seluruh kasus. Sekitar 20 hingga 30%
penyebab kolestasis neonatal adalah idiopatik pada studi terakir ini, laporan yang terakir
menunjukan bahwa proporsi ini lebih randah. Publikasi yang terakir dilakukan
menunjukan bahwa Pi-Z dan Pi-S alleles gen bertanggujng jawab untuk terjadinya
devisiensi enzim alpha -1 antitrypsin yang meskipun jarang terjadi di populasi kita. 1.
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 19992004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis.
Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%),
kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%). Prevalensi kolestasis
yang disebabkan oleh sepsis berkisar 3%-8%. Penelitian Bachtiar di Jakarta,
menemukan 65,9% angka kejadian kolestasis pada sepsis neonatorum. Mortalitas sepsis
neonatorum cukup tinggi berkisar 13%-25% dan angka mortalitas tersebut meningkat
pada bayi kurang bulan dan bayi dengan sakit berat pada saat awal. Sepsis sendiri dapat
menyebabkan kolestasis intrahepatik serta berperan dalam meningkatkan angka
kematian 52,8%. Sepsis sebagai penyebab kolestasis umumnya disebabkan oleh bakteri
Gram negative2.
2.3
Klasifikasi
dihasilkan pada sepsis. Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi
yang luas dari neonatal hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang
disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan infeksi intrauterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya
pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan
serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan
kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai
diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit,
gangguan metabolik tidak dapat ditemukan1.
Tabel 1. Etiologi kolestasis
Saluran Empedu Ekstrahepatik
Biliary atresia
Biliary atresia
Choledochal cyst dan choledochocele
Biliary hipoplasia
Choledocholithiasis
Bile duct perforation
Neonatal sclerosing cholangitis
Syndromic paucity (sindrom Alagille,
mutasi pada JAGGED1)
Nonsyndromic paucity
Hypothyroidism
Bile duct dysgenesis
Congenital hepatic fibrosis
Ductal plate malformation
Polycystic kidney disease
Carolis disease
Hepatic cyst
Cystic fibrosis
Langerhans cell histiocytiosis
2.4
Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
10
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis kolestasis pada umumnya disebabkan karena adanya keadaan seperti
Terganggunya aliran empedu memasuki usus: (1) tinja berwarna dempul, (2) urobilin
dan sterkobilin tinja menurun, (3) urobilinogen urin menurun, (4) malabsorpsi lemak
dan vitamin yang larut dalam lemak, (5) hipoprotrombinemia; Akumulasi empedu
dalam darah: (1) Ikterus, (2) Gatal-gatal, (3) Hiperkolesterolemia, (4) Kerusakan sel
hepar sebagai akibat penumpukan garam empedu, (5) SGOT, SGPT, alkali fosfatase,
glutamil transpeptidase meningkat.
11
Diagnosis
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara
kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini
obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi.
Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat
diatasi dengan medikamentosa6.
a. Anamnesis
1. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten
harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier6.
12
2. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau
berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak
perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan
tinja akolis lebih awal6.
3. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang
demam atau disertai tanda-tanda infeksi6.
4. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi 1antitripsin)6.
b. Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar
bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna
kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin.
Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi
terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif6.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah
arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi
yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis.
Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel
(pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati
diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa
membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit
storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa
pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin
suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik.
Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati
yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan
bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan
gangguan organ lain6.
Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan
untuk membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan
kriteria tersebut kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis
13
ekstrahepatik 82% dari 133 penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi
gambaran histopatologi hati6.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi lengkap, gambaran hapusan darah tepi
2. Biokimia darah : bilirubin direk dan indirek, ALT (SGPT) AST (SCOT),
GT, masa protrombin, albumin, globulin, kolesterol, trigliserida, gula darah
puasa, ureum, kreatinin
3. Urin : rutin (lekosit, bilirubin, urobilinogen, reduksi) dan kultur
4. Tinjauan 3 porsi (dilihat warna tinja pada 3 periode dalam 24 jam)
5. Pemeriksaan etiologi infeksi : TORCH (toxoplasma, rubella, CMV, herpes
simpleks), hepatitis virus B/C
6. Pencitraan
a. USG 2 fase (puasa 6-8 jam dan sesudah minum)
b. USG doppler bila sudah sirosis
14
7. Biopsi Hati : pada evaluasi tersangka atresia bilier dan untuk mencari
etiologi kolestasis intrahepatik yang tidak dapat ditentukan dengan cara yang
non invasive7
Tabel 3. Data laboratorium awal pada bayi kolestasis
Kolestasis
Kolestasis
intrahepatik
12,19,6
8,06,8
>20x
>10x
<5x
ekstrahepatik
10,24,5
6,22,6
<5x
<5x
>5x
15
16
2.8 Prognosis
Prognosis kolestasis intrahepatik tergantung pada penyakit penyebab dan
banyaknya kerusakan sel-sel hati. Kolestasis yang terjadi oleh karena sepsis,
prognosisnya baik. pada kasus kolestasis ekstrahepatik seperti atresia bilier,
setelah dilakukan operasi kasai 30-60% bisa bertahan sampai 5 tahun7.
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien
Nama
Tempat/Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Alamat
Suku
Nomor Rekam Medis
Tanggal pemeriksaan
: DGCD
: Gianyar, 1 Oktober 2015
: Perempuan
: Br. Kaja Kauh, Tulikup
: Bali, Indonesia
: 541767
: 15 Oktober 2015
17
II.
Anamnesis
Keluhan Utama
Panas + kuning
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien bayi laki-laki usia 8 hari datang ke IGD RSUD Sanjiwani dengan keluhan
utama panas dari tanggal 3/10/2015, Panas dikatakan naik pada malam hari dan
tidak menurun dengan penggunaan obat. Selain itu pasien juga dikeluhkan
kuning. Kuning dikatakan sejak 5 hari sebelum MRS (3/10/15 pk 07.00 wita).
Keluhan kuning muncul pertama kali di bagian wajah, kemudian menyebar ke
dada, perut dan paha. Dikatakan keluhan tidak membaik setelah di jemur selama
30 menit 1 jam. Sebelum melahirkan ibu pasien sempat dikatakan mengalami
demam selama 3 hari. BAB (+) warna kuning kehijauan terakhir pagi ini, BAK
(+) normal tidak menimbulkan bercak warna pada pempers terakhir 20 menit
yang lalu. Penggunaan ASI (+), pasien dikatakan bergerak aktif dan menangis
kuat, mual muntah dikatakan (-). Di keluarga tidak ada yang menderita penyakit
yang sama sebelumnya atau mempunyai riwayat kuning sebelumnya.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien tidak pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya. Riwayat penyakit
kronis seperti hipertensi, asma, DM, dan penyakit lainnya disangkal oleh
keluarga pasien.
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat berobat ke klinik dengan keluhan panas pada usia 3 hari
dikatakan menerima obat penurun panas, namun lupa jenis obat yang diberikan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama sebelumnya atau
mempunyai riwayat kuning sebelumnya. Riwayat penyakit kronis seperti
hipertensi, asma, DM, dan penyakit lainnya pada keluarga ibu dan bapak pasien
disangkal.
Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan
18
Pasien merupakan anak pertama. Pasien tinggal bersama orang tuanya, dengan
lingkungan rumah yang dikatakan cukup bersih dan sirkulasi udara yang cukup.
Saat proses kehamilan pasien mengonsumsi makanan bergizi dan vitamin.
Riwayat Alergi
Riwayat alergi belum diketahui.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara spontan dengan berat badan lahir 2900 gram, panjang badan
49, ditolong oleh dokter, sedangkan lingkar kepala, lingkar dada, dan lingkar
lengan atas tidak diingat oleh ibu pasien. Tidak ada komplikasi pada ibu dan
bayi saat persalinan
Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya baru mendapat imunisasi yang langsung
diberikan sesaat setelah lahir.
Riwayat Nutrisi
ASI
:0 sekarang
Pemeriksaan Fisik
a. Status present (15/10/2015)
Keadaan Umum
: baik
Nadi
RR
: 44 x/menit, reguler
Suhu Axila
: 36,7C
b. Status gizi
- Status gizi dengan menggunakan antropometri WHO:
BB
: 3,15 kg
TB
: 50 cm
BBI
: 3,5 kg
19
BB/U
PB/U
BB/TB
c. Status general:
Kepala
Mata
THT
: Normocephali
: Konjungtiva pucat (-/-), hiperemi (-/-), Sclera ikterik (-/-)
: Telinga : sekret (-)
Hidung : sekret (-)
Tenggorokan : faring hiperemi (-)
Leher
Bibir
: Sianosis (-)
Cor
Pulmo
Thorax:
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Ekstremitas
: Distensi (-)
: Nyeri tekan (-), Hepar : tidak teraba,
lien: tidak teraba,turgor kembali cepat
: Bising usus (+) normal
: Keempat ekstremitas hangat, edema (-), CRT < 2 detik
Kulit
Tinja
IV.
Diagnosis
NCB + suspek sepsis neonatal awitan lambat + kolestasis intrahepatal ec
sepsis + suspek PJB asianotik susp PDA dd/ ASD
V.
-
Penatalaksanaan
Kebutuhan cairan 100 ml/kgBB/hr ~ 315ml/hari
ASI on demand atau minimal 40 ml @ 3 jam, menyusui selang-seling
boleh 1-2x. sisa perdot/cup feeding
20
VI.
70ml/kgBB/hari
25 ml @ 3jam
- Taxegram 2x150 intravena
wita). Keluhan kuning muncul pertama kali
- Estazor 3x30 mg oral
di bagian wajah, kemudian menyebar ke - Sequest 3x1 pulvenes
- Bila mampu minum s/d 40
dada, perut dan paha. Dikatakan keluhan
ml @ 3 jam besok
tidak membaik setelah di jemur selama 30
stopper
menit 1 jam. Sebelum melahirkan ibu
- Plan : tampung tinja 3
pasien sempat dikatakan mengalami demam
porsi, UL, kultur urin,
selama 3 hari. BAB (+) warna kuning
CT scan kepala
kehijauan terakhir pagi ini, BAK (+) normal
tidak menimbulkan bercak warna pada
pempers terakhir 20 menit yang lalu.
Penggunaan ASI (+), pasien dikatakan
bergerak aktif dan menangis kuat, mual
muntah dikatakan (-). Di keluarga tidak ada
yang
menderita
sebelumnya
atau
kuning sebelumnya.
O: Status Present
penyakit
yang
mempunyai
sama
riwayat
21
cairan
ml/kgBB/hari
350ml/hari
- Tridex 100 6ml/jam
- Minum
110
~
ASI
70ml/kgBB/jam
minimal 25ml @ 3 jam
- Taxegram 2x150 intravena
- Estazor 3x30 mg oral
- Sequest 3x1 pulv
- Plan cek UL, tinja 3 porsi,
+ USG 2 fase
cairan
ml/kgBB/hari
120
22
observasi
cefal
hematom
10/10/2015
08.00
11/10/2015
06.00
- Kebutuhan
cairan
120ml/kgBB/hari
- ASI 25 ml @ 3 jam
- IVFD tridex 100 6ml/jam
- Taxegram 2x150 intravena
- Estazor 3x30 mg oral
- Sequest 3x1 pulv
- Plan : USG 2 fase, cek
LFT, DL (12/10/2015)
23
- Kebutuhan
348ml/hari
- Puasa
sementara
cairan
~
persiapan USG
- IVFD tridex 100 15 tpm
(makro)/ 15ml/jam
- Taxegram 2x150 intravena
- Estazor 3x30 mg oral
- Sequest 3x1 pulv
- Plan : USG 2 fase, cek
LFT, DL (hari ini)
13/10/2015
06.00
- Kebutuhan
cairan
348ml/hari
- IVFD tridex 100 15 tpm
(makro)/ 15ml/jam
- Taxegram 2x150 intravena
- Estazor 3x30 mg oral
- Sequest 3x1 pulv
- Plan : Antibiotika s/d 14
hari dan cek DL setelah
24
antibiotika 14 hari
- Kebutuhan
cairan
348ml/hari
- IVFD tridex 100 15 tpm
(makro)/ 15ml/jam
- Taxegram 2x150 intravena
- Estazor 3x30 mg oral
- Sequest 3x1 pulv
- Plan : Antibiotika s/d 14
hari dan cek DL setelah
antibiotika 14 hari
Hasil
Rujukan
Warna
Kuning
Kuning muda
Berat jenis
1,025
1,003-1,030
pH
6,0
4,8-7,5
Protein
Negatif
Glukosa
+++
Negatif
25
Bilirubin
Negatif
Negatif
Urobilinogen
Normal
Normal
Keton
Negatif
Negatif
Nitrit
Negatif
Negatif
Eritrosit
Negatif
Lekosit
Negatif
Hasil
Rujukan
SGOT
76
< 35
SGPT
< 41
Protein total
4.22
6,6-8,8
Albumin
3,19
3,5-5,2
Bilirubin Total
4.13
0.1-1.2
Bilirubin direk
1.35
<0.2
Bilirubin indirek
2.78
< 0.75
Hasil
Rujukan
WBC
9,6
4,0-10,0
Lymph #
4,2
0,8-4,0
Mid #
1,3
0,1-0,9
Gran #
4,1
2,0-7,0
Lymph %
44,2
20,0-40,0
Mid %
13,5
3,0-9,0
Gran %
42,3
50,0-70,0
RBC
4,59
3,50-5,50
HGB
14,0
11,0-16,0
26
HCT
41,2
37,0-54,0
MCV
89,8
82,0-95,0
MCH
30,5
27,0-31,0
MCHC
34,0
32,0-36,0
RDW-CV
15,8
11,5-14,5
RDW-SD
60,3
35,0-56,0
PLT
261
150-450
MPV
9,8
7,0-11,0
PDW
16,4
9,0-17,0
PCT
0,256
0,106-0,282
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Kolestasis neonatal di definisikan sebagai hiperbilirubin terkonjugasi yang terjadi pada
bayi baru lahir atau diatas 14 hari yang terjadi sebagai akibat dari aliran empedu yang
berkurang atau terhambat. Setiap bayi baru lahir dengan kuning, dengan urin berwarna
kuning gelap yang merekat pada pempers, dengan atau tanpa disertai kotoran yang
berwarna pucat (dempul) harus dicurigai kuat dengan kolestasis neonatal. Pada pasien
bayi laki-laki usia 8 hari datang ke IGD RSUD Sanjiwani dengan keluhan utama kuning
dan panas, kuning dikatakan sejak 5 hari sebelum MRS (3/10/15 pk 07.00 wita).
Keluhan kuning muncul pertama kali di bagian wajah, kemudian menyebar ke dada,
perut dan paha. Dikatakan keluhan tidak membaik setelah dijemur selama 30 menit 1
jam. Dari anamnesis mengarahkan diagnosis ke bayi dengan ikterus. Ikterus yang
terjadi tidak pernah hilang. Dari anamnesis tidak didapatkan riwayat BAB dempul, dan
warna urin kuning, pada kondisi ini pasien masih didiagnosis dengan ikterus fisiologis
sebelum pemeriksaan lab dilakukan. Dalam perjalanan perkembangannya selama 2 hari
di RS (10/10/2015) warna kulit pasien sedikit demi sedikit berubah menjadi kuning
kehijauan, sehingga pasien tetap harus dicurigai menderita kolestasis neonatal.
Kolestasis neonatal terjadi pada 1 diantara 2500 kelahiran hidup. Penyebab
hepatoseluler (intrahepatal) sekitar 45 hingga 69%, sementara penyebab obstruktif 19
hingga 55% dari seluruh kasus. Sekitar 20 hingga 30% penyebab kolestasis neonatal
adalah idiopatik. Dari riwayat keadaan pasien dan klinis nampaknya tidak cocok dengan
kolestasis ekstrahepatik. Dilihat dari tidak didapatkan riwayat BAB dempul, dan warna
urin kuning yang menjadi khas pada etiologi tertinggi kolestasis extrahepatik yaitu
atresia billier. Jadi kemungkinan ikterus yang terjadi disebabkan oleh kolestasis
intrahepatik.
Evaluasi awal bayi dengan kolestasis neonatal termasuk pemeriksaan fungsi hati
yang lengkap, tes hormon tiroid dan skrining sepsis yang diikuti pemeriksaan radiologi
yang spesifik dan uji patohistologi. Prinsip utama dalam mendiagnosis adalah untuk
menentukan atau membedakan penyakit hepatoseluler ini dari kelainan anatomi atau
memerlukan tindakan pembedahan. Dilakukan langkah mengikuti tahapan evaluasi
28
29
DAFTAR PUSTAKA