Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MANAJEMEN/PENGELOLAAN STAF
2.1.1 Definisi pengelolaan/manajemen staf
Pengelolaan merupakan fungsi organik manajemen yang merupakan dasar
dan titik tolak dari kegiatan pelaksanaan tertentu dalam usaha mencapai
tujuan organisasi apabila proses pengelolaan dilakukan dengan baik akan
memberikan jaminan pelaksanaan kegiatan menjadi baik sehingga
mencapai tujuan organisasi yang berdaya guna dan berhasil guna.
Manajemen sumber daya manusia adalah manajemen yang menyangkut
pengerahan dan seleksi karyawan, uraian tugas, pendidikan pelatihan dan
2.1.2

pengembangannya.
Fungsi staffing
Fungsi
staffing

mencakup

memperoleh,

menempatkan,

dan

mempertahankan staf pada posisi yang dibutuhkan dalam pekerjaan


keperawatan
2.2 REKRUTMEN SUMBER DAYA MANUSIA
2.2.1 Definisi
Proses mendapatkan sejumlah calon tenaga kerja yang kualified untuk
jabatan atau pekerjaan tertentu dalam suatu organisasi atau perusahaan.
Perencanaan sumber daya manusia diarahkan pada upaya untuk mendapatkan
orang yang tepat dan memiliki komitmen kuat terhadap visi, misi, dan tujuan
organisasi. Semakin banyak calon yang berhasil dikumpulkan maka akan semakin
baik karena kemungkinan untuk mendapatkan calon terbaik akan semakin besar.
Koontz & Weihrich (1990) dalam Samsudin (2006) menyebutkan bahwa
selection is the prosses of choosing from among candidates, from within the
organization or from the outside, the most suitable person for the current position
or for the future positions.

Dalam upaya rekrutmen tenaga kerja untuk

kepentingan organisasi maka organisasi perlu menentukan sifat dan keadaan


jabatan yang akan diangkat adalah orang-orang yang diperlukan dalam organisasi.
Untuk mengetahui kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan dapat dilakukan
dengan langkah-langkah, sebagai berikut:
1.
Jenis tenaga kerja yang diperlukan

2.2.2

2.
Kualitas dan kuantitas tenaga kerja yang dibutuhkan
3.
Sumber tenaga kerja yang dibutuhkan
4.
Prosedur yang ditempuh untuk memperoleh tenaga kerja.
Sumber Rekrutmen tenaga kerja
Perencanaan rekrutmen harus dilakukan dengan memperhatikan sumber

tenaga kerja baik internal maupun eksternal, yaitu:


1. Sumber internal
Untuk melakukan rekrutmen internal kegiatan yang populer dan banyak
yang digunakan adalah rencana suksesi, pengisian jabatan dan penempatan
sementara. Rekrutmen tenaga kerja dari sumber internal artinya mengisi
kekosongan jabatan dari dalam organisasi atau perusahaan itu sendiri.
Proses ini sering terjadi karena adanya jabatan rangkap sehingga
mengakibatkan lowongan pada jabatan yang lain. Keuntungan rekrutmen
internal adalah sebagai berikut:
a. Pembiayaan relatif murah
b. Organisasi atau perusahaan akan mengetahui secara tepat pekerja yang
berkemampuan tinggi dan kualified untuk mengisi jabatan yang
kosong
c. Para pekerja memiliki motivasi yang tinggi
d. Mencegah tenaga kerja yang baik keluar dari organisasi atau
perusahaan karena pengembangan karier tidak jelas
e. Pekerja dapat memahami kebijakan, prosedur, ketentuan dan
kebiasaan organisasi atau perusahaan
2. Sumber eksternal
Jika sumber dari dalam belum cukup atau sudah tidak mungkin lagi maka
langkah lain untuk menarik tenaga kerja adalah dari sumber dari luar
organisasi atau perusahaan. Sumber-sumber tenaga kerja yang berasal dari
luar organisasi yang dapat dimanfaatkan antara lain sebagai berikut:
a. Teman atau anggota keluarga karyawan
Rekomendasi tertentu dari karyawan dalam organisasi atau perusahan
yangbersangkutan pada dasarnya merupakan screening pendahuluan.
Belum tentu yang bersangkutan memenuhi syarat, namun paling tidak
sudah ada jaminan bahwa rekomendasi tersebut tidak sembarangan.
b. Lamaran yang masuk secara kebetulan
Perusahaan tidak atau belum mengumumkan suatu lowongan
pekerjaan, tetapi ada lamaran yang datang. Pelamar semacam ini

apabila memenuhi syarat mungkin saja dapat diterima sebagai


karyawan.
c. Lembaga pendidikan
Lulusan suatu lembaga pendidikan merupakan tenaga-tenaga yang
dapat dimanfaatkan untuk mengisi lowongan jabatan. Lowongan
tersebut diisi oleh calon pegawai yang memenuhi persyaratan yang
sudah ditentukan. Oleh karena itu sering kali perusahaan yang
membina hubungan dengan lembaga-lembaga pendidikan tinggi untuk
mempermudah memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan.
d. Badan-badan penempatan kerja
Pada umumnya terdapat tiga jenis badan-badan penempatan tenaga
kerja, yaitu:
1) Badan pencari tenaga kerja yang dibentuk bersama oleh dua atau
lebih perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja untuk
perusahaan itu sendiri.
2) Badan swasta yang khusus didirikan untuk mencarai tenaga kerja.
Umumnya badannya semacam ini mencari laba dan merupakan
tempat pendaftaran yang menganggur atau yang sedang mencari
pekerjaan.
3) Jawatan kantor tenaga atau suatu badan pemerintah yang khusus
didirikan untuk bertugas mencari tenaga kerja. Hal semacam ini
di Amerika Serikat disebut United States Employment Service.
e. Iklan/ advertensi
Penggunaan iklan dalam mencari tenaga kerja yang dibutuhkan oleh
suatu organisasi banyak dalam praktiknya. Cara ini dianggap akan
memudahkan untuk memperoleh calon tenaga kerja yang cukup
banyak sehingga membuka kemungkingan yang besar untuk memilih
yang terbaik. Ada dua macam advertensi yaitu blind advertisement
(advertensi yang tidak menyebutkan nama perusahaan yang
membutuhkan tenaga kerja), open Advertisement (advertensi yang
jelas-jelas menyebutkan nama perusahaan yang membutuhkan tenaga
2.2.3

kerja).
Prosedur rekrutmen tenaga kerja
Rekrutment tenaga kerja yang dibutuhkan suatu organisasi atau perusahaan

tidaklah mudah untuk dilakukan. Hal yang menyulitkan adalah masalah penilaian

atau pengukuran terhadap kemampuan psikologis pelamar. Untuk membuat


prosedur rekrutmen tenaga kerja terlebih dahulu harus terpenuhi tiga kebutuhan
berikut, yaitu:
1.Kewenangan untuk memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan dengan
cara analisis beban kerja dan angkatan kerja
2.Adanya standar personalia sebagai pembanding yang diperoleh dari
analisis jabatan atau pekerjaan
3.Adanya pelamar kerja yang akan dipilih atau diseleksi
Prosedur rekrutment tenaga kerja pada dasarnya merupakan serangkaian
metode untuk memperoleh informasi yang lengkap dari pelamar melalui berbagai
langkah

yang

kronologis

dan

sistematis.

Berdasarkan

data

tersebut

dikembangkanlah sebuah sistem informasi SDM, yang akan mengolah data


menjadi informasi, sebagai bahan analisis dalam penyusun perencanaan SDM
yang akurat dan eligible.

Keadaan pegawai saat ini:


Identitas personal
Tingkat penguasaan kompetensi
Jumlah tenaga kerja yang tersedia

Pengadaan rekrutmen, seleksi, penempata


Kondisi organisasi
Pemberdayaan induksi dan integrasi
Visi, misi dan
Pengembangan
tujuan
Penilaian
Desain struktur
Remunerasi
Perencanaan Sumberdaya Manusia
Kepemimpinan
Pemutusan hubungan kerja
Dukungan
Menciptakan lingkungan kerja yang ergono
sumberdaya
organisasi loainnya
Bagan
2.1
Kebutuhan masa yang akan datang terkait
dengan
Kualifikasi
Perencanaan SDM
Jumlah
2.2.4 Proses rekrutmen tenaga kerja
Perubahan globalTujuan utama dan proses rekrutmen adalah mendapatkan tenaga kerja yang
tepat bagi suatu jabatan tertentu sehingga orang tersebut mampu bekerja secara
optimal dan dapat bertahan diperusahaan untuk waktu yang lama. Kesalahan

memilih orang yang tepat sangat besar dampaknya bagi perusahaan atau
organisasi. Rekrutmen adalah proses mencari, menemukan, mengajak dan
menetapkan sejumlah orang dari dalam maupun dari luar perusahaan sebagai
calon tenaga kerja dengan karakteistik tertentu seperti yang telah ditetapkan dalam
perencanaan sumberdaya manusia. Berikut ini langkah-langkah yang umumnya
dilakukan dalam pelaksanaan rekrutmen, seperti:
1.Mengidentifikasi jabatan yang lowong
2.Mencari informasi jabatan melalui analisis jabatan
3.Menentukan calon yang tepat
4.Memilih metode-metode rekrutmen yang paling tepat
5.Memanggil calon yang dianggap memenuhi persyaratan jabatan
6.Menyaring atau menyeleksi kandidat
7.Membuat penawaran kerja
8.Mulai kerja
2.2.5 Proses Seleksi Sumber Daya Manusia
Seleksi SDM merupakan sebuah proses untuk memilih dan menetapkan
sejumlah orang dari calon-calon yang tersedia dengan referensi tertentu, sejalan
dengan itu Rivai (2014) mengemukan bahwa proses seleksi merupakan rangkain
tahap-tahap khusus yang digunakan untuk memutuskan pelamar mana yang baik
diterima, proses tersebut dimulai ketika pelamar kerja dan diakhiri dengan
keputusan penerimaan.
Istilah seleksi maksudnya pemilihan tenaga kerja yang sudah tersedia.
Seleksi pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi
syarat dan memiliki kualifikasi yang sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang ada
atau sesuai dengan kebutuhan organisasi atau perusahaan. Untuk itu perlu adanya
dasar kebijakan dalam seleksi tersebut sehingga ada landasan yang kuat untuk
mencapai hasil penarikan tenaga kerja yang sebaik-baiknya sehingga diperoleh
jumlah tenaga kerja yang sesuai dengan kualitas yang diharapkan.
Dilihat dari teknis pelaksanaannya seleksi dapat dibedakan kedalam tiga
jenis, yaitu seleksi terhadap persyaratan administratif, seleksi berdasarkan hasil
pengujian (tes), dan seleksi atas dasar kepribadian. Adapun proses seleksi dapat
terlihat dari gambar, sebagai berikut:

Rekrutmen pegawai

Perencanaan SDM

Analisis Jabatan

Analisis Beban Kerja dan Kapasitas Kerja


Deskriptif Tugas
Calon Pegawai
Kebutuhan Pekerja

Spesifikasi Pekerjaan

Alat seleksi
Standar Kualifikasi
Formulir isian
Kelengkapan administratif
Testing
Wawancara
Kesehatan: fisik dan mental
Fit dan proper test untuk menelusuri latar belakang
Bagan 2.2
Prores Rekrutmen
2.3 ORIENTASI STAF
Perawat yang telah lulus dalam tes seleksi penerimaan pegawai baru

Kualifikasi Individu

yang diterima
maka akan mengikuti kegiatan Pegawai
orientasi. Orientasi
dilakukan disemua unit yang
ada dirumah sakit dan selama beberapa waktu agar semua pegawai baru dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang baru. Perawat khususnya
perawat ICU dituntut memiliki pengetahuan, ketrampilan, daya analisa dan
tanggungjawab yang tinggi, mampu bekerja mandiri, membuat keputusan yang
cepat dan tepat, serta berkolaburasi dengan tim kesehatan lainnya (Depkes RI,
2006). Sebagai contoh orientasi 2 minggu dapat diterapkan di unit rawat intentif,
unit kebidanan, 4 minggu di unit bedah dalam dan anak (Oneal 1986).
Program orientasi tiga bulan diberikan kepada semua perawat untuk
mempercepat proses adaptasi selama masa transisi dari status siswa ke status

pegawai (Minor & Thompson, 1981). Menurut harmon dalam Gillies (1986)
orientasi menekan perubahan moral yang terjadi dari status siswa perawat ke
status pegawai. Pengenalan lingkungan kerja merupakan langkah awal untuk
meningkatkan pengetahuan dan pengalaman tentang berbagai aspek dalam
memberikan pelayanan keperawatan sehingga diharapkan dapat memberikan
asuhan keperawatan yang profesional.

Terdapat hubungan antara program

orientasi dengan kinerja perawat pelaksana yang ada di RS semakin baik


pelaksanaan program orientasi yang terdiri dari isi/materi , supervisi dan tim
pelatih maka semakin baik pula kinerjanya (Hartiti, 2012).
Dalam penelitian Darmayanti dan Oktamianti (2013) dikatakan bahwa
adanya hubungan yang bermakna antara sistem rekrutmen, sistem penempatan
dan orientasi serta pengembangan SDM dengan kompetensi perawat. Cherie dan
Gebrekidan (2013) menyatakan masa orientasi menjadi hal yang penting bagi
tenaga baru khususnya tenaga perawat baru, dimana akan memberikan
keuntungan antara lain membangun pengertian karyawan akan organisasi rumah
sakit, membantu memperoleh penerimaan oleh rekan perawat lainnya,
memberikan pemahaman tentang budaya kerja serta memberikan lingkungan kerja
yang nyaman dan kondusif. Sunyoto (2013) menyatakan bahwa orientasi
merupakan suatu program untuk memperkenalkan karyawan baru pada peranperan mereka, kebijakan, organisasi, keyakinan dan nilai-nilai organisasi serta
pada lingkungan dan teman kerja yang baru.
Menurut Robbins (2010), ada dua jenis orientasi yaitu orientasi unit kerja
yang memperkenalkan karyawan dengan unit kerja, menjelaskan pekerjaannya
dan pengenalan dengan rekan kerjanya sehingga nantinya mereka akan
berkontribusi

terhadap

kemajuan

organisasi.

Orientasi

organisasi

menginformasikan karyawan baru tentang sasaran organisasi, filosofinya,


prosedur dan peraturan organisasi serta kebijakan sumber daya manusia yang
relevan. Orientasi akan memberikan manfaat yang sangat besar karena dapat
mengurangi perasaan diasingkan, kecemasan, dan kebimbangan pegawai, dalam
waktu yang singkat dapat merasa menjadi bagian dari organisasi, program
orientasi juga akan mempercepat proses sosialisasi.

Program orientasi memberikan

informasi yang dibutuhkan tentang

aturan perumahsakitan atau organisasi berupa visi, misi, filosofi, standar


Operasional kerja, standar praktik, peraturan-peraturan, serta kebijakan-kebijakan
yang ditetapkan. Dengan mengetahui gambaran kerja yang akan dilaluinya,
seorang perawat baru dapat menghindari kesenjangan yang timbul antara apa yang
diharapkan dari pekerjaan barunya dengan kenyataan yang ada ( Dessler 1997).
Menurut Smaley 2000, orientasi yang buruk dapat menyebabkan pegawai baru
mengundurkan

diri

sewaktu-waktu

atau

menimbulkan

masalah

dimasa

mendatang. Berhasil tidaknya seseorang mengenal organisasi dan beradaptasi


sangat dipengaruhi oleh seberapa banyak mereka mengenal sikap, standar, nilai
dan pola perilaku yang harus dimiliki sebagai hasil akhir dari kinerja mereka.
Pada saat melakukan orientasi, akan dilakukan supervisi secara langsung agar
pelaksanaan orientasi berjalan dengan efektif.
Supervisi dilakukan oleh pimpinan keperawatan dengan merencanakan,
mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong, memperbaiki,
mempercayai,mengevaluasi berkesinambungan setiap perawat dengan sabar, adil,
serta bijaksana sehingga setiap perawat dapat memberikan asuhan keperawatan
dengan baik, aman, cepat, dan tepat secara menyeluruh sesuai kemampuan dan
keterbatasan dari perawat . Menurut Gillies 1989 supervisi yang diterapkan pada
masa orientasi oleh seorang atasan langsung membuat perawat pelaksana mengerti
standar pelaksanaan kerja lebih baik dibanding siapapun, oleh karena dengan
supervisi seorang atasan dapat memberikan penilaian langsung kepada bawahan
yang terlibat langsung dalam program orientasi. Hal-hal yang akan disampaikan
pada kegiatan orientasi diberikan oleh orang yang terlatih sehingga materi dapat
diterima oleh pegawai baru dengan baik. Asnawi 2000, perencanaan program
orientasi bagi perawat harus mempertimbangkan tim pelatih yang akan
menyampaikan isi program orientasi. Tim pelatih ini harus mempunyai
kemampuan konseptual, teknikal dan hubungan antar manusia.
Kegiatan orientasi perawat baru membutuhkan perencanaan dan
persiapan agar efektif, antaralain : dipersiapkan untuk karyawan baru,
pertimbangkan penggunaan pembimbing teman baik, gunakan sebuah daftar
periksa (checklist) orientasi, sediakan informasi yang dibutuhkan, sampaikan

informasi orientasi secara efektif, hindari terlalu banyak informasi, evaluasi dan
tindak lanjut (Darmayanti T, Oktamianti P, 2013).
Dalam kegiatan orientasi juga perlu dipertimbangkan hal-hal yang harus
dihindari, yaitu penekanan pada kertas kerja, tinjauan yang kurang lengkap
mengenai dasar-dasar pekerjaan dan langsung ditempatkan pada unit tertentu,
tugas pertama yang tidak signifikan, memberi informasi yang terlalu cepat, proses
orientasi yang terlalu banyak dan penyampaian yang terlalu cepat dapat
mengakibatkan karyawan baru tidak terkonsentrasi dalam memahami materi yang
disampaikan.
2.4 PENJADWALAN STAFF (STAFFING SCHEDULE)
2.4.1 Kebutuhan tenaga
Kebutuhan tenaga keperawatan ditetapkan berdasarkan karakteristik
klien,model penugasan dan kompetensi yang dipersyaratkan untuk mencapai
tujuan pelayanan keperawatan.Kesesuaian tenaga keperawatan tersebut mencakup
jumlah, jenis dan kualifikasi untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan yang
efektif dan efisien. Penghitungan ketenagaan keperawatan dapat dihitung dengan
berbagai macam cara untuk menilai dan membandingkan apakah tenaga yang ada
saat ini cukup, kurang atau lebih. Formula tersebut antara lain:
1. Menurut Gillies (1982)
Kebutuhan tenaga perawat secara kuantitatif dapat dirumuskan dengan
perhitungan sebagai berikut :
Tenaga Perawat (TP) :

A x B x 365
(365 C) x jam kerja/hari

Keterangan :
A

: Jam efektif /24 jam

: BOR x jumlah tempat tidur

: Jumlah hari libur

Dengan catatan :
1) Ada satu jam pengganti
2) Jam kerja efektif 7 jam/hari.
3) Libur hari minggu = 52 hari

4) Cuti tahunan = 12 hari


5) Libur Nasional = 14 hari
6) Cuti hamil rata-rata = 29 hari
7) Sehingga keseluruhan hari libur berjumlah 78 hari.
2. Menurut Douglas (1984)
Penghitungan jumlah tenaga keperawatan menurut Douglas dihitung
berdasarkan tingkat ketergantungan pasien untuk setiap shift seperti tabel
berikut :
Tabel 2.1 Jumlah Tenaga Keperawatan Berdasarkan Klasifikasi
Ketergantungan Pasien Menurut Douglas
Waktu

Jumlahperawat
Siang

Klasifikasi
Minimal

Pagi
0,17

0,14

0, 07

Intermediate

0,27

0,15

0, 10

Maksimal
0,36
Sumber : Douglas, 1984

0,30

0,20

Sedangkan

klasifikasi

derajat

ketergantungan

Malam

pasien

terhadap

keperawatan menurut Douglas berdasarkan kriteria sebagai berikut :


a. Perawatan minimal memerlukan waktu 1 2 jam/24 jam, dengan kriteria:
-

Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri

Makan dan minum dilakukan sendiri

Ambulasi dengan pengawasan

Observasi tanda-tanda vital dilakukan tiap shiff

Pengobatan minimal, status psikologi stabil

Persiapan pengobatan memerlukan prosedur

b. Perawatan intermediet memerlukan waktu 3 4 jam/24 jam dengan


kriteria :
-

Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu

Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam

Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali

Foley catheter/intake output di catat

Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan,


memerlukan prosedur

c. Perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5 6 jam/24 jam


dengan kriteria :
-

Segalanya diberikan/dibantu

Posisi diatur, observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam

Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena

Pemakaian suction

Gelisah/disorientasi
Tabel 2.2. Contoh Jumlah Tenaga Keperawatan Berdasarkan
Klasifikasi Ketergantungan Pasien Menurut Douglas
Waktu
Klasifikasi
Pagi
Minimal
0,17x26=4,42
Intermediate
0,27x8=2,16
Maksimal
0,36x4=1,44
SubTotal
8,02
Total
Loss Day : 17 x 25 % = 4 orang

Jumlahperawat
Siang
0,14x26=3,64
0,15x8=1,2
0,30x4=1,2
6,04
16,76=17 orang

Malam
0, 07x26=1,82
0, 10x8=0,08
0,20x4=0,8
2,7

Jadikebutuhantenagaperawat= 17 + 4 + 1 org kepalaruang


= 22 orang
3. Menurut Depkes 200
Menurut Depkes model pendekatan yang dapat digunakan dalam
penghitungan tenaga keperawatan di rumah sakit untuk rawat inap, yaitu :
- Tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus
- Rata-rata pasien perhari
- Jam perawatan yang diperlukan /hari/pasien
- Jam perawatan yang diperlukan /ruangan/hari
- Jam kerja efektif setiap perawat 7 jam/hari
Perhitungan kebutuhan tenaga perawat di Ruang Instalasi Gawat Darurat :
Rata-rata jumlah pasien/hari x Jumlah jam perawatan/hari
7
Tabel 2.3 Ketergantungan Pasien
No

Klasifikasi

Rata rata

Jumlah Jam

Jumlah jam

1
2
3

Minimal
Intermediate
Total
Jumlah

Jumlah
Pasien/hari
26
8
4
38

Perawatan/Hari
2
3.08
6.16
15.24

Jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan =


=
=

Perawatan/hari
52
24.64
24.64
101.28

101.28
7
14.47
15 orang

Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor


koreksi) dengan hari libur/cuti/hari besar (loss day) :
Libur hari minggu = 52 hari
Cuti tahunan = 12 hari
Libur Nasional = 14 hari
Loss day =

52+12+14
X 15
(jumlah
perawat)
286 (Jumlah hari efektif)
4.09 = 4 orang

tenaga

Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas non

keperawatan (non-nursing jobs) seperti contohnya; membuat perincian


pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan pasien,
dll diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.

Faktor Koreksi=

15 +4 X 25
100
= 4,75 = 5 orang

Jadi jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan =


Jumlah kebutuhan perawat +Loss Day + Faktor Koreksi+ kepala ruangan
15 + 4 + 5 + 1 kepala ruang = 25 orang
2.5 Konsep Beban Kerja Perawat
2.5.1 Definisi

Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.


Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang harus
sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis pekerja yang
menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan
beban kerja psikologis. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti
mengangkat, merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja psikologis dapat
berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu
dengan individu lainnya (Manuaba, 2000). Menurut Nursalam (2011) pengertian
beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan
oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.
Marquis dan Hauston (2000) mendefinisikan beban kerja perawat adalah
seluruh kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama
bertugas disuatu unit pelayanan keperawatan. Beban kerja (work load) biasanya
diartikan sebagai patient days yang merujuk pada sejumlah prosedur,
pemeriksaan, kunjungan (visite) pada pasien, injeksi dan sebagainya. Pengertian
beban kerja secara umum adalah upaya merinci komponen dan target volume
pekerjaan dalam satuan waktu dan satuan hasil tertentu (Hasibuan, 1994).
Beberapa pengertian di atas dapat digarisbawahi bahwa beban kerja perawat
pelaksana di ruang rawat merupakan bagian yang sangat penting untuk diketahui
oleh pimpinan atau manajemen sebagai sebuah organisasi dalam hal ini rumah
sakit, paling tidak diketahui oleh manajer keperawatan dan kepala ruangan, ini
berkaitan erat dengan pelayanan yang diberikan oleh perawat di ruang rawat
sebagai sebuah asuhan agar lebih optimal dan berdampak pada mutu pelayanan
rumah sakit lebih baik.
2.5.2

Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja


Beban kerja dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor

internal. Menurut Manuaba (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja


antara lain:
1.

Faktor eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar


tubuh pekerja, seperti;

a. Tugas-tugas yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat kerja,
alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, dan tugas-tugas yang bersifat
psikologis, seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan, tanggung jawab
pekerjaan.
b. Organisasi kerja, seperti lamanya waktu bekerja, waktu istirahat, shift kerja,
kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas
dan wewenang.
c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi,
2.

lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.


Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat
dari reaksi beban kerja eksternal. Faktor internal meliputi faktor somatis
(jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, dan kondisi kesehatan) dan
faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan,
sedangkan

menurut

Gillies

(1994)

menyatakan

beban

kerja

dapat

diperkirakan dengan melihat beberapa komponen antara lain:


a. Jumlah pasien yang dirawat
Pelayanan di rumah sakit dapat terjadi oleh karena adanya pengguna jasa atau
pasien. Jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam pelayanan di sebuah
rumah sakit, ditentukan juga oleh jumlah pasien yang datang sebagai
pengguna. Sehingga perhitungan kebutuhan tenaga yang akan diperlukan,
senantiasa berdasarkan jumlah pasien. Tenaga keperawatan, dimana
merupakan sumber daya manusia terbanyak yang berada di rumah sakit
terlebih di ruang rawat inap, dan jumlah pasien yang dirawat dihitung
berdasarkan Bed Ocuppation Rate (BOR) baik dihitung harian, bulanan
bahkan tahunan. Perhitungan ini dapat dilakukan di masing-masing ruangan
dan ada juga perhitungan secara keseluruhan rumah sakit itu sendiri. Ilyas
(2004) menunjukkan bahwa untuk melayani pasien dan berapa lama waktu
untuk menyelesaikan tugas dapat diketahui berdasarkan banyaknya jumlah
pasien. Jumlah ini akan menentukan besarnya beban kerja perawat. Beban
kerja tersebut dapat dihitung yaitu waktu kumulatif perhari yang dibutuhkan
perawat untuk sejumlah pelayanan.

b. Tingkat ketergantungan pasien


Ketergantungan pasien dapat mempengaruhi beban kerja perawat. Edwaston
dalam Gillies (1994) pengelompokkan pasien berdasarkan kebutuhan
keperawatan klinis dapat diobservasi oleh perawat. Sistem ketergantungan
pasien ini dikelompokkan sesuai dengan tingkat ketergantungannya pada
perawat atau lama waktu dan kemampuan yang dibutuhkan dalam
memberikan

asuhan

keperawatan

sesuai

kebutuhan

pasien.

Tujuan

pengelompokkan ini dijadikan sebagai informasi perkiraan beban kerja


perawat. Klasifikasi ketergantungan pasien dapat dilihat melalui observasi
terhadap pasien melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dalam periode
waktu tertentu selama perawatan, seperti: makan, minum, kebersihan diri,
eliminasi, aktifitas, perilaku, terapi dan pendidikan kesehatan. Tingkat
ketergantungan ini akan mengukur jumlah usaha yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan keperawatan yang dilakukan pasien. Pengkategorian
atau pengelompokkan tingkat ketergantungan pasien dibagi menjadi 5
kategori, yaitu:
1) Kategori I: Perawatan Mandiri
- Kegiatannya makan, minum dilakukan sendiri atau dengan sedikit
bantuan, merapikan diri dilakukan sendiri dan kebutuhan eliminasi ke
kamar mandi serta mengatur kenyamanan posisi tubuh dapat
-

dilakukan sendiri.
Keadaan umum baik, masuk rumah sakit untuk check up atau bedah

minor.
Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi: membutuhkan
penjelasan untuk tiap prosedur tindakan, membutuhkan penjelasan

persiapan pulang, emosi stabil


Pengobatan dan tindakan tidak ada atau hanya tindakan dan

pengobatan sederhana
2) Kategori II: Perawatan Minimal
- Kegiatan sehari-hari, makan, minum perawat bantu dalam persiapan,
masih dapat makan dan minum sendiri, merapikan diri perlu sedikit
bantuan, perlu dibantu ke kamar mandi/menggunakan urinal,
kenyamanan posisi tubuh dapat melakukan sendiri dengan sedikit
bantuan.

Keadaan umum tampak sakit ringan, perlu observasi tanda vital.


Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi: perlu 10-15
menit per shift, sedikit bingung atau agitasi, tapi dapat terkendali

dengan obat.
Pengobatan dan tindakan: perlu 20-30 menit per shift, sering evaluasi

efektifitas pengobatan dan tindakan, perlu observasi status tiap 2 jam.


3) Kategori III: Perawatan Moderat
- Aktifitas makan, minum disuapi, masih dapat mengunyah dan
menelan makanan, tidak dapat merapihkan diri sendiri, eliminasi di
pispot dan urinal, sering ngompol, kenyamanan posisi tubuh
-

tergantung pada perawat.


Keadaan umum: gejala akut dapat hilang timbul, perlu observasi fisik
dan emosi tiap 2-4 jam. Pasien terpasang infus, dimonitor setiap 1

jam.
Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi: perlu 10-30
menit tiap shift, gelisah, menolak bantuan, cukup dikendalikan dengan

obat.
Pengobatan dan tindakan: perlu 30-60 menit per shift, perlu sering
diawasi terhadap efek samping pengobatan dan tindakan, perlu

observasi status mental tiap satu jam.


4) Kategori IV: Perawatan Ekstensif (Semi total)
- Kegiatan makan, minum tidak bisa mengunyah dan menelan makanan,
perlu personde, merapikan diri perlu dibantu semua, dimandikan,
perawatan rambut dan kebersihan gigi dan mulut harus dibantu,
eliminasi sering ngompol lebih dari dua kali pershift, kenyamanan
-

posisi perlu dibantu oleh dua orang.


Keadaan umum: tampak sakit berat, dapat kehilangan cairan atau

darah, gangguan sistem pernapasan akut, perlu sering dipantau.


Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi: perlu lebih
dari 30 menit per shift, keadaan pasien gelisah, agitasi tidak terkendali

dengan obat.
Pengobatan dan tindakan: perlu lebih dari 60 manit per shift, perlu

observasi status mental tiap kurang dari satu jam.


5) Kategori V: Perawatan Intensif (Total)

Pasien yang termasuk kategori ini memerlukan tindakan dan


pengawasan intensif atau terus menerus dan diperlukan satu perawat
untuk satu pasien. Semua kebutuhan pasien diurus/dibantu perawat.

Namun, aplikasi tersebut banyak diterapkan di ruangan rawat inap.


Kemungkinan jika diterapkan di IGD beban kerja dipengaruhi oleh jumlah pasien.
2.5.3

Jenis Beban Kerja


Beban kerja meliputi 2 jenis, sebagaimana dikemukakan oleh Munandar

(2001) ada 2 jenis beban kerja, yaitu:


1. Beban kerja kuantitatif, meliputi:
a. Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja.
b. Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan.
c. Kontak langsung perawat pasien secara terus menerus selama jam kerja.
d. Rasio perawat dan pasien
2. Beban kerja kualitatif, meliputi:
a. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat tidak mampu
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2.5.4

mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit.


Tanggung jawab yang tinggi terhadap asuhan keperawatan pasien kritis.
Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas.
Tuntutan keluarga pasien terhadap keselamatan pasien.
Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.
Tugas memberikan obat secara intensif.
Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi
terminal.
Dampak Beban Kerja
Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik

fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan
pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit
dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan
kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan
yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan. sehingga
secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba, 2000). Beban kerja yang
tinggi dapat meningkatkan terjadinya komunikasi yang buruk antar perawat
dengan pasien, kegagalan kolaborasi antara perawat dan dokter, keluarnya
perawat dan ketidakpuasan kerja perawat.

2.6 Sistem Penugasan Staf (Assignment Staff)


Management staffing merupakan upaya mengatur atau mengelola tenaga
kesehatan atau penyedia layanan kesehatan sebagai upaya menciptakan
lingkungan kerja yang efeketif dan efisien dalam proses pelayanan. Pengaruh dari
sistem penataan tenaga kesehatan di rumuskan oleh Gabow (2005) dimana dalam
teorinya Gabow mengilustrasikan bahwa Turnover perawat dan perumusan
ketenagakerjaan dipengaruhi oleh efisiensi, pengembangan daya kerja, efek
arsitektural dalam lingkungan kerja. Manajemen staf juga akan berpengruh pada
model pelayanan kesehatan yang diberikan. Model-model dalam penjadwalan
staff :

1. Model praktik keperawatan profesional (MPKP)


Adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang
memungkinkan perawat profesinal mengatur pemberian asuhan keperawatan.
Karakteristik model MPKP:
a. spek struktur : penentuan jumlah perawat berdasarkan jumlah pasien
sesuai derajat ketergantungan klien.
b. Jenis tenaga : Clinical Care Manager (CCM), perawat primer/PP (Primary
nurse) memiliki otonomi dan akuntabilitas untuk mempertanggung
jawabkan asuha yang diberikan termasuk tindakan yang dilakukan oleh
PA, perawat asosiet (PA)
c. Aspek proses : menggunakan metode modifikasi keperawatan primer
(kombinasi dari metode tim dan primer)
2. Model penugasan Fungsional ( Buku Ajar : manajemen Keperawatan.
Roymond H Simora. 2012. Jakarta : EGC)
Model penugasan fungsional ini di kembangkan setelah perang dunia ke II,
dimana jumlah pendidikan perawat meningkat dan banyak lulusan yang bekerja di
rumah sakit dari berbagai jenis program pendidikan keperawatan. Untuk
memaksimalkan pemanfaatan tanag perawat yang bervarian dimunculkan ini
model fungsional dalam asuhan keperawatan.
Karakteristik model penugasan fungsional :

a. Model ini merupakan fungsi pengorganisasian yang didasarkan pada


pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan.
b. Setiap perawat diberikan satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan di
ruangan. Prioritas utama kerja adalah pemenuhan kebutuhan fisik yang
dibutuhkan oleh pasien secara holistik.
c. Kepala ruang bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mensupervisi
staf, menentukan tugas setiap perawat, menerima laporan tugas.
d. Kepala ruang bertanggung jawab membuat laporan pasien dan memikirkan
kebutuhan pasien secara komprehensif.
e. Orientasi model ini adalah menyelesaikan tugas bukan kualitas. Model ini
efisien untuk menyelesaikan tugas bila jumlah staf sedikit
Dampak dari model ini adalah :
a. kualitas asuhan keperawatan sering terabaikan, karena pemebrian asuhan
yang terfragmentasi.
b. Komunikasi antar perawat kurang, sehingga tidak adak perawat yang
mengenali satu klien secara komprehensif. Klien menjadi tidak puas
karena sering tidak mendapat jawaban yang tepat tantang hal yang
ditanyakan dan menimbulkan hubungan tidak saling percaya antar pasien
dan perawat.
c. Komunikasi antar staf terbatasa dalam membahas kondisi pasien
d. Perawat tidak memiliki waktu untuk berdiskusi dengan pasien,
mengobservasi reaksi obat ataupun asuhan keperawatan yang diberikan .
3. Model penugasan alokasi pasien atau keperawatan total ( Buku Ajar :
manajemen Keperawatan. Roymond H Simora. 2012. Jakarta : EGC)
Karakteristik :
a. Model ini merupakan pengorganisasian pelayanan asuhan keperawatan
untuk satu atau beberapa pasien oleh satu orang perawat selama
bertugas/shift atau hingga pasien pulang
Fokus keperawatan sesuai kebutuhan pasien
Keperawatan komprehensif
Pekerjaan non keperawatan dilakukan oleh staf lain (non perawat)
Kepuasan tugas dapat tercapai
Kekurangan:
a. Beban kerja tinggi, khususnya saat jumlah pasien meningkat
b. Peserta didik sulit melatih keterampilan dalam perawaatan besar misal
b.
c.
d.
e.

menyintik, mengukur suhu


c. Pendelegasian perawatan

klien

penanggung jawab pasien bertugas

hanya

sebagian

selama

perawata

4. Model penugasan tim keperawatan atau keperawatan berkelompok ( Buku


Ajar : manajemen Keperawatan. Roymond H Simora. 2012. Jakarta :
EGC)
Model tim merupakan suatu

model dimana perawat profesional

memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan


keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaborasi
(Douglas, 1984). Falsafah model ini adalah bila sekelompok tenaga
keperawatan bekerja bersama-sama dengan terkoordinasi dan kooperatif akan
dapat berfungsi secara menyeluruh dalam memberikan asuhan keperawatan
Keuntungan bekerja dalam kelompok :
a. Keputusan yang di tentukan secara bersama-sama akan motivasi tim dalam
melaksanakannya
b. Keputusan bersama akan lebih mudah dipahami
c. Bekerja dalam tim akan meningkatkan semangat di banding bekerja secara
individu karena dalam tim akan ada proses saling mendorong,memotivasi
untuk memiliki wewenang dan tanggung jawab sehingga dapat
meningkatkan harga diri perawat
Model :
Head
Nursing
Nursing
Staf
Nursing
Staf

Nursing
Staf
Nursing
Staf
4-6 patient

4-6 patient

Nursing
Staf
Nursing
Staf
4-6 patient

Menurut Kron & Gray, model tim mengandung 2 konsep utama

yang harus ada yaitu kepemimpinan dan komunikasi efektif.


Keuntungan model tim :
a. Pelayanan keperawatan yang komprehensif
b. Perbedaan pnendapat/konflik antar staf dapat di tekan melalui rapat
tim
c. Memberikan kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
dan menyatukan perbedaan dengan aman dan efektif
Kekurangan :
a. Memerlukan waktu untuk rapat tim, sehingga pada waktu sibuk rapat
di laksanakan secara terburu-buru dimana hasilnya komunikasi dan
koordinasi antar anggota terganggu

b. Perawat yang belum terampil dan berpengalaman selalu bergantung


atau berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.
5. Model penugasan keperawatan primer atau utama ( Buku Ajar : manajemen
Keperawatan. Roymond H Simora. 2012. Jakarta : EGC)
Tujuan dari pembentukan model perawat orimer adlaah untuk menciptakan
kentinuitas keperawatan yang dilaukan secara komprehensif dan dapat
dipertanggung jawabnkan.
Karakteristik :
a. Penugasan perawat primer diberikan sejak pasien masuk , dimana
penentuan tugas berdasarkan kondisi pasien dan kemampuan dari perawat
b. Primary nurse memiliki 4-6 pasien dan baertanggung jawab memberikan
asuhan keperawatan, kewenangan melakukan rujukan kepada pekerja
sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat, membuat jadwal
perjanjian klinik mengadakan kunjungan rumah, dan lain lain.
c. Primary nurse di tuntuk memilik akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil
pelayanan yang diberikan
d. Primary nurse berperan sebagai advokat pasien kepada birokrasi rumah
sakit
e. Kepuasan yang di rasakan pasien adalah pasien merasa dimanusiawikan
karena mendapatkan pelayanan yang bermutu dan efeketif terhadap
pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi.
f. Staf medis juga merasakan kepuasan terhadap model ini dikarenakan
informasi terkait kondisi pasien mutakhir dan komprehensif.
g. Keuntungan pihak rumah sakit adalah rumah sakit tidak perlu
memperkerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi tenaga yang
ada harus berkualitas tinggi. Penetapan/pemilihan primary nurse harus
meliputi : kemampuan asertif, self direction, kemampuan mengambil
keputusan yang tepat, penguasaan keperawatan klinik, akuntabel dan
kemampuan kolaborasi anatar interdisiplin.
h. Perawat primer bertanggung jawab selama 24 jam, sehingga mampu
mengobservasi kemajuan pasien
i. Rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal dan rencana
keperawatan dan medik dapat berjalan pararel
Model :
Associate
nurse
(night)

Associate
nurse
physichia
n

Primary
nurse
Patient/kli
en
Charge
nurse

Associate
nurse

Hospital
resource

6. Model penugasan modular ( Buku Ajar : manajemen Keperawatan.


Roymond H Simora. 2012. Jakarta : EGC)
7. Model penugasan menejem kasus
Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model primary
nursing.
2.7 Pengembangan Staff (Staffing Development)
Selain mencipatakan model-model keperawatan sebagai upaya mengelola
tanaga kesehatan, peningkatan kualitas perawat juga menjadi bagian penting
dalam aspek Staffing management. Peningkatan dan pengembangan staf yang
terstruktur diikuti dengan penerapan model pelayanan yang baik akan
menciptakan kualitas layanan keperawatan yang prima.
Terdapat beberapa bentuk pengembangan staff yang dapat dilakukan
(Arwani,2005) :
1. In service education
Perlibatan staf dalam proses pendidikan melalui pelayanan kesehatan
atau keperawatan pada pasien. Proses ini dapat dilakukan di dalam
maupun di luar rumah sakit.
2. Orientasi
Program ini diberikan pada staf baru maupun lama untuk mengenalkan
tugas-tugas yang harus dilakuan atau pengenelana terhdapat teknologi
baru di bidang kesehatan
3. Job training
Program pelatihan sesuai bidang penugasan atau job tertentu
4. Continuing nursing education
Program pendidikan yang dilakukan secara berkelanjutan sesuai degan
pendidikan formal yang diselaraskan dengan status perawat sebagai
insan profesi. Seluruh perawat layak untuk megikuti program ini
sebagai upaya pengembangan kualitas perawat.
5. Pelatihan kepemimpinan

Setiap individu hakekatnya seorang pemimpin termasuk perawat


seorang individu dimana individu tersebut perlu untuk mengembangkan
kemampuan leader-ship nya sebagai seorang profesional.
6. Pengembangan karier
Pengembangan karier adalah suatu kondisi yang menunjukkan
adanya peningkatan status seseorang dalam suaru organisasi pada jalur
karier yang telah ditetapkan dalam organisasi yang bersangkutan
(Hanggraeni, 2012). Manfaat dari pengembangan karier yaitu
meningkatkan kemampuan karyawan dan meningkatkan suplay
karyawan yang berkemampuan. Untuk itu, seluruh staf memiliki hak
untuk mengembangakan karir sesuai dengan aturan/sistem yang
berlaku.

Pemimpin

dituntut

untuk

mampu

merencanakan,

melaksanakan dan menilai stafnya untuk kemudian diberikan masukan,


motivasi,

stimulus

dan

juga

perhargaan

untuk

peningkatan

prestasi/karirnya.(
Pengembangan karier ini mampu diciptakan dengan baik jika
terdapat perencanaan karier yang baik pula. Perencanaan karir di mulai
dari awal karyawan atau pegawai tersebut masuk hingga sampai masa
akhir atau pensiun. Dikarenakan perencanaan karier ini penting baik
bagi institusi maupun bagi karyawan maka konseling karier di setiap
insitusi sangat diperlukan.
7. Studi banding
Dalam dunia kerja dikenal sebuah tradisi kompetisi, dimana
tuntutan menjadi lebih baik menjadi harga mati jika ingin terus
bertahan. Salah satu upaya meningkatkan kualitas individu atau instansi
adalah dengan melakukan studi banding pada instansi lain yang dirasa
memiliki

nilai

lebih

sehingga

dapat

dijadikan

pembelajaran,

membangun motivasi, pengembangan dan peningkatan prestasi. Bentuk


lain yang saat ini sedang berkembang pesat adalah kegiatan Study
Branch Marking.
8. Penilaian kerja

Seluruh staf berhak menerima penilaian atas kinerja yang


dilakukan melalui sistem penilaian yang berlaku. Cakupan penilaian
kinerja meliputi tanggung jawab, loyalitas, kerajinan, kedisiplinan,
kepemimpinan dan kejujuran.
9. Pendidikan dan pelatihan
Program ini memberikan pendidikan dan pelatihan kepada staf
melalui kurikulum yang disesuai dengan kebutuhan dan target tertentu
(waktu, materi, keterampilan). Pelaksanaannya melalui kepantiaan atau
lembaga yang kompeten.
10. Magang di rumah sakit yang lebih maju
Pengakuan bahwa terdapat banyak rumah sakit yang memiliki nilai
lebih bagus membuat pengambil kebijakan untuk belajar dan
menambah ilmu dengan melakukan magang di rumah sakit tersebut.
11. Kelompok kerja keperawatan
Produk dari kelompok kerja keperawatan hasil diskusi
pengembagan keperawatan, karya tulis, prosedur tetap, materi buku
ajar, temu ilmiah, penelitian keperawatan, pengembangan sistem
pendidikan keperawatan dan masukan untuk pengembangan organisasi
profesi.
12. Pengembangan kerja tim di ruangan
Konsep kerja perawata secara tim masih memiliki banyak kendala
dalam pelaksanaannya, sehingga perawat secara otonomi dan mandiri
harus lebih proaktif dalam membangun sistem kerja tim di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai