Anda di halaman 1dari 47

Pengertian Interaksi Sosial Secara

2.

Interaksi individu-kelompok

Bahasa: inter (antar/saling); action (tindakan).


Secara Etimologis: hubungan timbal balik
antarsesamanya.
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik
antara antara individu manusia dengan individu
lainnya, antara individu dengan kelompok atau
antara kelompok dan individu. Menurut Charles P.
Loomis, ciri-ciri interaksi sosial adalah:
1. Jumlah pelaku lebih dari satu orang.
2. Komunikasi antarpelaku menggunakan
simbol dan lambang.

3.

Interaksi antarkelompok

3.

Ada dimensi waktu.

4.

Ada tujuan yang hendak dicapai.

2. Syarat terjadinya Interaksi Sosial


Menurut Soerjono Soekanto, interaksi sosial
terjadi karena terpenuhinya 2 syarat, yaitu:
a. Kontak sosial
Dalam Sosiologi, kontak sosial dapat terjadi
dengan atau tanpa hubungan fisik.
Kontak sosial memiliki sifat-sifat:
Bersifat positif jika menghasilkan kerja
sama dan bersifat negatif jika
menghasilkan pertikaian.
Bersifat primer jika pelaku interaksi
bertemu muka langsung. Bersifat sekunder
jika melalui suatu perantara.
b. Komunikasi
Komunikasi memuat komponen-komponen sebagai
berikut:
1.
2.

Komunikator : penyampai pesan


Komunikan : penerima pesan

3.

Pesan : segala sesuatu yang disampaikan


komunikator

4.

Media : sarana untuk menyampaikan


pesan

5.

Efek : perubahan yang terjadi pada


komunikan setelah mendapat pesan dari
komunikator

Adanya komunikasi menimbulkan kontak sosial.


Akan tetapi, adanya kontak sosial belum tentu
menimbulkan komunikasi. Interaksi sosial juga
dapat terjadi melalui komunikasi nonverbal. Setiap
pihak menyadari keberadaan pihak lain yang dapat
menyebabkan perubahan perasaan.
3. Jenis-jenis Interaksi Sosial
1.

Interaksi antarindividu

Berkenalan adalah interaksi antarindividu.


Gambar : https://encrypted-tbn2.gstatic.com/
Jika interaksi sosial terjadi berulang dengan pola
yang sama dan bertahan dalam waktu tertentu,
maka akan mewujudkan hubunga sosial. Hubungan
sosial tersebut dapat menimbulkan terjadinya
bentuk kerja sama atau dapat juga berbentuk
pertentangan/pertikaian.
B. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG
INTERAKSI SOSIAL
Interaksi sosial dilandasi oleh beberapa faktor, baik
dari dalam diri manusia itu sendiri maupun dari
luar.
1. Faktor dari dalam manusia meliputi:

Dorongan kodrati sebagai makhluk sosial


Dorongan untuk memenuhi kebutuhan

Dorongan untuk mengembangkan diri

2. Faktor dari luar manusia


a. Imitasi : proses sosial atau tindakan seseorang
untuk meniru orang lain melalui sikap, penampilan,
gaya hidupnya, bahkan apa saja yang dimiliki
orang lain. Imitasi bisa membawa dampak positif
dan negatif, tergantung dari yang ditiru.

Sule meniru Rhoma Irama. Gambar :


https://encrypted-tbn2.gstatic.com/
b. Identifikasi : upaya yang dilakukan oleh
seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain
yang ditirunya.
c. Sugesti : rangsangan, pengaruh atau stimulus
yang diberikan seorang individu kepada individu
lainnya sedemikian rupa, sehingga orang yang
diberikan sugesti tersebut menuruti apa yang
disugestikannya tanpa berfikir lagi secara kritis dan
rasional (bersifat negatif).

Cara Romy Rapaelenghipnotos adalah dengan


cara memberikan sugesti.
d. Motivasi : rangsangan, pengaruh atau stimulus
yang diberikan seorang individu kepada individu
lainnya sedemikian rupa, sehingga orang yang

diberikan motivasi tersebut menuruti apa yang


dimotivasikan secara kritis, rasional, dan penuh
rasa tanggung jawab (bersifat positif).

terbentuknya pranata, lembaga atau organisasi


sosial. Yang termasuk proses sosial sssosiatif,
antara lain:

e. Simpati : suatu proses kejiwaan, di mana


seorang individu merasa tertarik kepada seseorang
atau sekelompok orang, karena sikapnya,
penampilannya, wibawanya, atau perbuatannya
yang sedemikian rupa.

a. Kerja sama
Adalah usaha bersama antara individu dengan
individu lainnya, antar individu dengan kelompok
atau kelompok dengan kelompok untuk mencapai
tujuan bersama. Kerja sama timbul saat seseorang
menyadari bahwa mereka punya kepentingan
bersama. Kerja sama menuntut adanya pembagian
kerja dan keadilan, sehingga rencana kerja sama
dapat tercapai dengan baik untuk mencapai tujuan
bersama. Kerja sama akan bertambah kuat bila ada
bahaya dari luar yang mengancam kelompoknya.

f. Empati: mirip dengan simpati, tapi tidak sematamata perasaan kejiwaan saja tapi dibarengi
perasaan yang sangat dalam.
C. Status dan Peranan Individu dalam Interaksi
Sosial
Status seseorang menentukan perannya, peran
seseorang menentukan perilakunya.
1. Status (kedudukan)
Adalah posisi seseorang dalam kelompok
masyarakat secara umum sehubungan dengan
keberadaan orang lain di sekitarnya. Seseorang
dapat mempunyai beberapa status karena ikut serta
dalam berbagai pola kehidupan.
Menurut Ralph Linton, ada tiga macam status,
yaitu:
a. Ascribed Status
Status yang diperoleh secara otomatis melalui
kelahiran. Status ini bersifat tertutup, yaitu hanya
pada orang tertentu saja.
b. Achieved Status
Status ini diperoleh melalui usaha-usaha yang
dilakukan sendiri. Jadi, status ini terbuka bagi
setiap orang. Semua orang dapat mencapainya,
asalkan memenuhi syarat tertentu.
c. Ascribed Status
Status ini merupakan pemberian dari orang lain.
Status ini umumnya diberikan kepada orang yang
berjasa memperjuangkan sesuatu bagi masyarakat.
2. Peran sosial
Peran adalah pelaksanaan hak dan kewajiban
seseorang sesuai dengan status sosialnya. Jika
seseorang telah melaksanakan kewajiban dan
meminta haknya sesuai dengan status yang
disandangnya, maka ia telah melaksanakan
perannya. Status dan peran tidak dapat dipisahkan
karena tidak ada peran tanpa status dan sebaliknya.
D. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Menurut Gillin and Gillin, proses sosial yang
timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial ada 2,
yaitu:
1. Proses Sosial Assosiatif
Adalah proses sosial yang menuju terbentuknya
persatuan/integrasi sosial dan mendorong

Ditinjau dari segi pelaksanaannya, ada berbagai


bentuk kerja sama:
1) Kerukunan
Contoh : tolong menolong dan gotong royong
(kerja bakti)
2) Bergaining
Kerja sama yang pelaksanaannya dengan perjanjian
tentang pertukaran barang-barang atau jasa antara
dua organisasi atau lebih.
3) Kooptasi
Suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam
kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam
suatu organisasi sebagai salah satu cara menjaga
stabilitas dan menghindari terjadinya kegoncangan.
4) Koalisi
Kombinasi antara 2 organisasi/lebih yang punya
tujuan sama.
5) Joint venture
Kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek
tertentu.
b. Akomodasi
Tujuan akomodasi:
1.

2.

Mengurangi pertentangan antarindividu,


individu-kelompok atau antarkelompok
sebagai akibat adanya perbedaan
pendapat.
Mencegah meledaknya pertentangan untuk
sementara waktu.

3.

Memungkinkan terjadinya kerja sama


antara kelompok-kelompok sosial yg
hidupnya terpisah sbg akibat faktor-faktor
psikologis dan kebudayaan.

4.

Mengusahakan peleburan antara


kelompok-kelompok sosial yang terpisah.

Akomodasi mempunyai beberapa bentuk, antara


lain:

1.

2.

3.

4.

5.

6.
7.

8.

Koersi (coercion): bentuk akomodasi


yang prosesnya melalui paksaan fisik
maupun psikologis. Dalam koersi, ada
pihak yang lemah dan ada pihak yang
kuat.
Kompromi (compromise): bentuk
akomodasi yang terjadi karena pihak yang
bersengketa saling mengurangi
tuntutannya agar tercapai kesepakatan.
Arbitrasi (arbitration): akomodasi
dengan menggunakan jasa pihak ketiga
karena pihak yang bersengketa tidak
mampu menyelesaikan persengketaan.
Pihak ketiga ini ditunjuk oleh yang
bersengketa atau pihak yang berwenang.
Mediasi (mediation): hampir mirip
dengan arbitrasi, hanya saja pihak
ketiganya netral dan tidak bisa
memutuskan. Ia hanya bisa mengusahakan
jalan damai tapi tidak mempunyai
wewenang untuk menyelesaikan masalah.
Konsiliasi (consiliation): usaha untuk
mempertemukan keinginan-keinginan dari
pihak yang berselisih untuk mencapai
mufakat.
Adjudikasi: cara penyelesaian perkara
lewat pengadilan.
Gencatan senjata: penangguhan
permusuhan pada waktu tertentu karena
menunggu jalan keluar yang baik.
Toleransi: bentuk akomodasi tanpa
persetujuan formal. Kadang kala toleransi
timbul secara tidak sadar dan spontan
akibat reaksi alamiah individu.

c. Asimilasi
Asimilasi adalah upaya untuk mengurangi
perbedaan
antarindividu/kelompok
untuk
menghasilkan suatu kesepakatan berdasarkan
kepentingan dan tujuan bersama. Asimilasi terjadi
pada masyarakat yang berbeda kebudayaan
sehingga terbentuk kebudayaan baru dalam waktu
lama.
Asimilasi terjadi setelah melalui tahap kerja sama
dan akomodasi.
Syarat-syarat asimilasi:

Terdapat sejumlah kelompok yang punya


kebudayaan berbeda.
Terjadi pergaulan antarindividu dan
kelompok secara intensif dalam waktu
yang lama.

Kebudayaan masing-masing kelompok


mengalami perubahan dan penyesuaian
diri.

Faktor-faktor yang mendukung terjadinya


asimilasi:

Sikap menghargai dan menghormati orang


lain dan kebudayaannya.
Sikap terbuka dari golongan yang
berkuasa dalam masyarakat.

Persamaan dalam unsur budaya secara


universal.

Terjadinya perkawinan campur antar


kelompok yang berbeda budaya.

Mempunyai musuh yang sama dan


meyakini kekuatan masing-masing untuk
menghadapi musuh tersebut.

Faktor yang menjadi penghalang asimilasi:

Terisolasinya kehidupan suatu golongan


tertentu.
Kurangnya pengetahuan tentang
kebudayaan baru.

Adanya prasangkan buruk terhadap


kebudayaan baru.

Adanya perasaan bahwa kebudayaan


kelompok tertentu lebih tinggi dari
kebudayaan kelompok lainnya, sehingga
tidak mau menerima kebudayaan baru.

Adanya perbedaan ciri-ciri fisik, seperti


tinggi badan, warna kulit, atau warna
rambut.

Adanya perasaan keterikatan yang sangat


kuat terhadap kebudayaan yang sudah ada.

d. Akulturasi
Akulturasi adalah hasil perpaduan dua kebudayaan
berbeda yang membentuk suatu kebudayaan baru
dengan tidak menghilangkan ciri-ciri kebudayaan
masing-masing. Proses akulturasi berlangsung
dalam waktu yang lama.
2. Proses Sosial Disosiatif (oposisi)
Suatu cara berjuang melawan seseorang atau
sekelompok manusia untuk mencapai tujuan
tertentu. Yang termasuk proses sosial disosiatif
antara lain:
a. Persaingan
Persaingan adalah proses sosial ketika individu-

individu/kelompok-kelompok manusia bersaing


untuk mendapatkan sesuatu. Persaingan terjadi
hampir di setiap bidang kehidupan. Namun
persaingan harus dilakukan secara jujur dan sportif.
b. Kontravensi
Kontravensi adalah proses sosial yang berada di
antara persaingan dan pertentangan. Kontravensi
biasanya bersifat rahasia. Dalam kontravensi,
lawan tidak diserang secara fisik tapi secara
psikologis sehingga ia menjadi tidak tenang.
c. Konflik
Konflik adalah proses sosial yang terjadi ketika
pihak yang satu berusaha menyingkirkan pihak
yang lain dengan cara menghancurkan atau
membuatnya tidak berdaya. Konflik muncul karena
adanya perbedaan perasaan, kebudayaan ataupun
perbedaan kepentingan.
Bentuk-bentuk konflik antara lain:

Konflik pribadi
Konflik antarkelompok

Konflik rasial

Konflik antarkelas sosial

Konflik politik

Konflik internasional

Konsep dan Teori Kebijakan Publik


Kebijakan publik merupakan salah satu kajian yang
menarik di dalam ilmu politik. Meskipun demikian,
konsep mengenai kebijakan publik lebih
ditekankan pada studi-studi mengenai administrasi
negara. Artinya kebijakan publik hanya dianggap
sebagai proses pembuatan kebijakan yang
dilakukan oleh negara dengan mempertimbangkan
beberapa aspek. Secara umum, kebijakan publik
dapat didefinisikan sebagai sebuah kebijakan atau
keputusan yang dibuat oleh pihak berwenang
(dalam hal ini pemerintah) yang boleh jadi
melibatkan stakeholders lain yang menyangkut
tentang publik yang secara kasar proses
pembuatannya selalu diawali dari perumusan
sampai dengan evaluasi.[1]
Dari sudut pandang politik, kebijakan publik boleh
jadi dianggap sebagai salah satu hasil dari
perdebatan panjang yang terjadi di ranah negara
dengan aktor-aktor yang mempunyai berbagai
macam kepentingan. Dengan demikian, kebijakan
publik tidak hanya dipelajari sebagai proses
pembuatan kebijakan, tetapi juga dinamika yang
terjadi ketika kebijakan tersebut dibuat dan
diimplementasikan. Tulisan ini selanjutnya akan

membahas atau berisi tentang review dari sebuah


buku mengenai kebijakan publik.[2] Dengan
demikian, maka tulisan ini akan sedikit
menceritakan ulang isi dari bagian buku tersebut
yang selanjutnya akan dianalisis mengenai
kelebihan dan kekurangan dari buku tersebut.
Pasca perang dunia kedua, ilmuwan sosial
(khususnya politik) mencoba untuk mencari sebuah
fokus baru mengenai studi politik yaitu mengenai
hubungan negara dan masyarakat (warga negara).
Sebelumnya, studi politik hanya berkutat pada
institusi pemerintahan yang selanjutnya disebut
sebagai negara. Selanjutnya, studi politik terus
mengalami perkembangan dari fokus studinya yang
berupa negara. Studi tersebut tidak hanya melihat
negara sebagai aktor tunggal dan netral, tetapi juga
di dalamnya terdapat kontestasi, khususnya ketika
menentukan sebuah kebijakan. Selanjutnya, studi
tersebut berkembang pada tahun 1970-an,
khususnya setelah terbitnya tulisan Harold
D.Laswell tentang Policy Science.[3] Selanjutnya,
yang disebut sebagai Policy Science menurut
Laswell, fokus atau kajian ilmu politik tidak hanya
selalu melihat struktur pemerintahan atau kebiasaan
aktor politik yang ada, tetapi juga mengenai sesuatu
yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah.
Pendekatan tersebut selanjutnya fokus pada
kebijakan publik atau proses pembuatan kebijakan
publik.
Selanjutnya, ada beberapa ilmuwan politik atau
tokoh-tokoh politik yang mencoba untuk
mendefinisikan arti kebijakan publik. Salah satu
tokoh awal yang mencoba untuk mendefinisikan
kebijakan publik adalah Thomas Dye. Thomas Dye
mendeskripsikan kebijakan publik sebagai segala
sesuatu yang dipilih oleh pemerintah untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
[4] Definisi tersebut memang dirasa terlalu sempit
untuk mendeskripsikan mengenai kebijakan publik.
Ada dua makna yang bisa diambil dari definisi
Thomas Dye tersebut. Pertama, Dye berargumen
bahwa kebijakan publik itu hanya bisa dibuat oleh
pemerintah, bukan organisasi swasta. Kedua, Dye
menegaskan kembali bahwa kebijakan publik
tersebut menyangkut pilihan yang dilakukan atau
tidak dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal
tersebut, pilihan yang diambil oleh pemerintah
merupakan sebuah kesengajaan untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu. Salah satu contohnya
ketika pemerintah tidak menaikkan pajak yang
dianggap sebagai sebuah kebijakan publik juga.
Selain Thomas, ada imuwan lain yang mencoba
untuk mendifinsikan kebijakan publik secara lebih
luas. William Jenkins mendefinisikan kebijakan
publik sebagai sebuah keputusan dari berbagai
aktor yang saling berhubungan untuk mencapai
tujuan tertentu. Hal yang perlu digarisbawahi yaitu

William lebih menekankan kebijakan publik pada


sebuah proses pembuatan kebijakan, tidak seperti
Thomas Dye yang hanya mendefinisikan kebijakan
publik sebagai sebuah pilihan yang diambil oleh
pemerintah.[5] Misalnya saja ketika pemerintah
ingin membuat sebuah kebijakan terkait kesehatan,
maka pemerintah harus melibatkan berbagai aktor
seperti departemen kesehatan, keuangan,
kesejahteraan, dan lain sebagainya. Selain itu,
James Anderson mendefinisikan kebijakan publik
sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badanbadan dan aparat pemerintah, meskipun kebijakan
tersebut dapat dipengaruhi oleh para aktor dan
faktor dari luar.
Hal terpenting selain definisi yang sudah
disebutkan diatas adalah mengenai proses
pembuatan kebijakan publik. Laswell menjelaskan
beberapa tahapan atau proses dalam pembuatan
sebuah kebijakan publik. Adapun urutannya
adalah intelligence(mengumpulkan dan memproses
berbagai pendapat dari proses pembuatan
kebijakan), promotion (memilih beberapa pilihan
yang ada), prescription (menentukan
aksi), Invocation (persetujuan adanya sangsisangsi), application (diimplementasikan),terminati
on (penghentian), dan appraisal (penilaian atau
evaluasi).[6] Dari proses tersebut, Gary Brewer
juga menawarkan proses yang hampir serupa yang
berawal dariInitiation, Estimation, Selection,
Implementation, Evaluation, dan Termination. Ada
sedikit perbedaan dari kedua proses tersebut yang
terletak pada bagian akhir dari proses tersebut.
Menurut Gary, sebelum sebuah kebijakan itu
dihentikan, seharusnya kebijakan tersebut
dievaluasi terlebih dahulu, bukan sebaliknya.
Proses lain dari policy cycle yaitu berupa agenda
setting, policy formulation, decision making, policy
implementation, and policy evaluation. Keuntungan
yang didapatkan dalam model seperti ini adalah
proses pembuatan kebijakan lebih mudah
dimengerti karena dari hal yang sebenarnya
kompleks bisa dipilah-pilah menjadi beberapa
tahapan. Selain itu, proses pembuatan kebijakan
juga tidak hanya dilakukan pemerintah (meskipun
secara legal formal), tetapi juga aktor-aktor lain
yang berada di luar pemerintah. Meskipun proses
tersebut terlihat ideal, pada praktiknya hasil dari
proses tersebut bisa dibatalkan atau tidak sama
persis dengan sesuatu yang telah disepakati atau
diputuskan. Dari hal tersebut, diperlukan model
yang lebih jelas mengenai kejelasan dari aktoraktor yang terlibat dan institusi yang ikut dalam
proses pembuatan kebijakan, serta faktor-faktor
lain yang dapat mempengaruhi proses pembuatan
kebijakan.
Ada beberapa kelebihan dari tulisan Howlett dan
Ramesh. Pertama, secara umum mereka mampu

menjelaskan terlebih dahulu mengenai ilmu


kebijakan (policy science) sebelum masuk ke dalam
pembahasan utama yaitu mengenai kebijakan
publik. Hal tersebut tentu akan mempermudah
pembaca untuk memahami secara lebih jelas
mengenai proses atau lahirnya sebuah fokus baru
yang bernama kebijakan pbulik. Kedua, tulisan
tersebut juga rapi untuk menyusun beberapa
definisi kebijakan publik meskipun diambil dari
beberapa tokoh atau ilmuwan politik. Hal ini bisa
dilihat dari definisi Thomas Dye yang dianggap
cukup simple atau terlalu sempit yang selanjutnya
dijelaskan oleh beberapa tokoh lain yang
merupakan penjabaran dari definisi Thomas Dye
sehingga definisi kebijakan publik menjadi lebih
komprehensif.
Ketiga, tulisan tersebut juga telah memperlihatkan
proses pembuatan kebijakan publik (urutan) yang
diharapkan akan mudah dipahami oleh pembaca.
Bagian ini menjadi penting mengingat sebenarnya
dinamika politik yang ada di dalam proses tersebut
cukup kompleks. Keempat, penulis juga
memberikan beberapa masukan atau pembaharuan
mengenai konsep-konsep yang sudah dikemukakan
oleh beberapa tokoh politik. Mereka melihat bahwa
sebenarnya kebijakan publik juga harus melihat
konteks sosial dan sebenarnya ada nilai-nilai yang
mempengaruhi pengambilan keputusan.
Di sisi lain, ada beberapa hal yang terlewatkan atau
kurang dari tulisan tersebut. Pertama, tulisan
tersebut kurang menjelaskan secara lebih rinci
kerangka kerja kebijakan publik yang ditentukan
oleh beberapa variabel. Beberapa variabel tersebut
yaitu tujuan yang akan dicapai (kompleksitas
tujuan yang akan dicapai), preferensi nilai yang
perlu dipertimbangkan dalam pembuatan
kebijakan, sumber daya yang mendukung
kebijakan, kemampuan aktor yang terlibat,
lingkungan yang mencakup lingkungan sosial,
politik, dan ekonomi, serta strategi yang digunakan
untuk mencapai tujuan (otoriter atau demokratis).
[7]
Kedua, penjelasan mengenai proses pembuatan
kebijakan sudah cukup komprehensif, tetapi kurang
dalam hal pemberian contoh konkrit. Apabila ada
contoh konkrit, maka sebenarnya pembaca akan
lebih mudah memahami dan mengerti proses
pembuatan kebijakan publik tersebut. Ketiga,
tulisan tersebut tidak memuat faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pembuatan kebijakan publik
secara lebih rinci, khususnya masalah lingkungan
seperti variabel kebudayaan politik dan sosial
ekonomi yang biasanya mempunyai pengaruh kuat
dalam proses pembuatan kebijakan publik.[8] Di
luar itu, Howlett dan Ramesh boleh jadi
menempatkan dirinya sebagai pengamat sekaligus
memberikan kritik dan masukan terhadap beberapa

ilmuwan politik sebelumnya yang menjelaskan


mengenai kebijakan publik. Mereka berusaha untuk
mengembangkan definisi dan proses pembuatan
kebijakan publik supaya lebih komprehensif.
Dengan demikian, proses pembuatan kebijakan
yang ditawarkan mereka (dari agenda
setting sampai evaluation) masih menjadi rujukan
beberapa ilmuwan politik lain sampai saat ini.

a.
b.
c.
d.

e.

3. Pengertian Kebijakan Publik


Pengertian kebijakan publik dapat dilihat dari
pendapat
beberapa
ahli.
MenurutCandler dan Plano dalamHesel Nogi S.
Tangkilisan, kebijakan publik adalah pemanfaatan
yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya
yang ada untuk memecahkan masalah-masalah
publik
atau
pemerintah.[5] Pendapat
lain
menyatakan bahwa kebijakan publik adalah jalan
mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan.[6]
Anderson memberikan definisi kebijakan publik
sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh
badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, yang
membawa implikasi :
Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu
dan
mempunyai
tindakan-tindakan
yang
berorientasi kepada tujuan;
Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan
pemerintah;
Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar
dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan
apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan;
Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif
dalam arti merupakan tindakan pemerintah
mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau
bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan
pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu;
kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti
positif didasarkan pada peraturan perundangan
yang besifat mengikat dan memaksa.[7]
PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan
bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan
Internasional disebut sebagai public policy, yaitu
suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama
yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh
warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi
sesuai dengan bobot pelanggarannya yang
dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan
masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas
menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7).
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana
kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi
kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu
hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum
namun kita harus memahaminya secara utuh dan
benar. Ketika suatu isu yang menyangkut
kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur

a.
b.

c.

d.

Berbagai pengertian kebijakan publik di atas


mempunyai implikasi sebagai berikut :
Bahwa kebijakan publik itu bentuk awalnya adalah
merupakan
penetapan
tindakan-tindakan
pemerintah,
Bahwa kebijakan publik tersebut tidak cukup hanya
dinyatakan dalam bentuk teks-teks formal, namun
juga harus dilaksanakan atau dimplementasikan
secara nyata,
Bahwa kebijakan publik tersebut pada hakekatnya
harus memiliki tujuan-tujuan dan dampak-dampak,
baik jangka panjang maupun jangka pendek, yang
telah dipikirkan secara matang terlebih dahulu,
Dan pada akhirnya segala proses yang ada di atas
diperuntukkan bagi pemenuhan kepentingan
masyarakat.[8]
Dengan demikian kebijakan publik umumnya harus
dilegalisasikan dalam bentuk hukum, serta pada
dasarnya sebuah hukum adalah hasil kebijakan
publik.[9]Dalam suatu rechtsstaat yang modern,
fungsi perundang-undangan bukanlah hanya
memberi bentuk kepada endapan nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku dan hidup dalam
masyarakat, dan undang-undang bukanlah hanya
sekedar produk fungsi negara di bidang
pengaturan.Perundang-undangan adalah salah satu
metode dan instrumen ampuh yang tersedia untuk
mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat
menuju cita-cita yang diharapkan.[10]
Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap anak
sebagai sebuah kebijakan publik harus menerapkan
asas legalitas, yaitu bahwa kebijakan publik atau
tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu
masalah tertentu, harus didasarkan pada peraturan
perundangan.

maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan


publik yang harus dilakukan dan disusun serta
disepakati oleh para pejabat yang berwenang.
Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan
menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi
Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan
Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk
Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut
berubah menjadi hukum yang harus ditaati.
Sementara
itu
pakar
kebijakan
publik
mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah
segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak
dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu
kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi
kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan
yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung
manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak
kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan
yang merugikan, walaupun demikian pasti ada

yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah


letaknya pemerintah harus bijaksana dalam
menetapkan suatu kebijakan (Thomas Dye, 1992;
2-4).
Untuk memahami kedudukan dan peran yang
strategis dari pemerintah sebagai public actor,
terkait dengan kebijakan publik maka diperlukan
pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya
diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi
kepada kepentingan rakyat. Seorang pakar
mengatakan: (Aminullah dalam Muhammadi,
2001: 371 372):
bahwa kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan
untuk mempengaruhi sistem pencapaian tujuan
yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud
bersifat strategis yaitu berjangka panjang dan
menyeluruh.

Model ini mempunyai asumsi bahwa kebijakan


publik dapat dipandang sebagai nilai-nilai dan
pilihan-pilihan elit yang memerintah. Thomas R.
Dye dan Harmon memberikan ringkasan pemikiran
mengenai model ini, yaitu:
1.

Masyarakat terbagi dalam suatu kelompok kecil


yang mempunyai kekuasaan dan massa yang tidak
mempunyai kekuasaan. Hanya sekelompok kecil
saja orang yang mengalokasikan nilai untuk
masyarakat sementara massa tidak memutuskan
kebijakan.

2.

Kelompok kecil yang memerintah tersebut bukan


tipe massa yang dipengaruhi. Para elit ini biasanya
berasal dari lapisan massyarakat yang ekonominya
tinggi.

3.

Perpindahan dari kedudukan non-elit ke elit sangat


pelan dan berkesinambungan untuk memelihara
stabilitas dan menghindari revolusi. Hanya
kalangan non-elit yang telah menerima konsensus
elit yang mendasar yang dapat diterima dalam
lingkaran kaum elit.

4.

Elit memberikan konsensus pada nilai dasar


sistem soaial dan pemeliharaan sistem.

5.

Kebijakan publik tidak merefleksikan tuntutan


massa tetapi nilai-nilai elit yang berlaku.

6.

Para elit secara relatif memperoleh pengaruh


langsung yang kecil dari massa yang apatis.
Sebaliknya elit mempengaruhi massa yang lebih
besar.

Menurut Thomas R. Dye menyarankan beberapa


kriteria yang dapat dipakai untuk melihat kegunaan
suatu model di dalam mengkaji kebijakan publik,
yaitu :
1.

Apakah model menyusun dan menyederhanakan


kehidupan politik sehingga dapat memahami
hubungan-hubungan tersebut dalam dunia nyata
dan memikirkannya dengan lebih jelas.

2.

Apakah model mengidentifikasi


penting dalam kebijakan publik.

aspek-aspek

3.

Apakah model kongruen (sama dan sebangun)


dengan realitas.

4.

Apakah model mengkomunikasikan sesuatu yang


bermakna menurut cara yang kita semua dapat
mengerti.

5.

Apakah model mengarahkan penyelidikan dan


penelitian kebijakan publik.

6.

Apakah model menyarankan penjelasan bagi


kebijakan publik.
Ketika kita melakukan penyederhanaan dalam
rangka memahami multiplisitas fktor dan kekuatan
yang membentuk problem dan proses sosial kita
mesti menyusun model, pemetaan atau berpikir
dalam term metafora. Hal ini mencakup kerangka
tempat kita berpikir dan menjelaskan
2.2 MODEL KEBIJAKAN MENURUT THOMAS
D RYE
1. Model Elitis/Policy as Elite Preference

Model elit lebih memusatkan perhatian pada


peranan kepemimpinan dalam pembentukan
kebijakan publik. Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa dalam suatu sistem politik
beberapa orang memerintah orang banyak, para elit
politik yang mempengaruhi massa rakyat dan
bukan sebaliknya. Model ini dikembangkan dari
teori elit yang menentang keras pandangan bahwa
kekuasaan dalam masyarakat itu berdistribusi
secara merata. Dengan demikian suatu kebijakan
publik selalu mengalir dari atas ke bawah, yaitu
dari kaum elit ke massa (rakyat).
2.
Model
Pluralis/Policy
Equilibrium/Model Kelompok

as

Group

Model ini berangkat dari suatu anggapan bahwa


interaksi antar kelompok dalam masyarakat adalah
pusat perhatian dari politik. Individu-individu yang
memiliki latar belakang kepentingan yang sama
biasanya akan bergabung baik secara formal
maupun informal untuk mendesakan kepentingankepentingannya pada pemerintah. Dalam model ini,
perilaku individu akan mempunyai makna politik
kalau mereka bertindak sebagai bagian atas nama

kepentingan kelompok. Kelompok dipandang


sebagai jembatan yang penting antara individu dan
pemerintah, karena politik pada dasarnya adalah
perjuangan-perjuangan yang dilakukan kelompok
untuk mempengaruhi kebijakan publik. Dari sudut
pandang model ini sistem politik mempunyai tugas
untuk mengelola konflik yang timbul dalam
perjuanagan antar kelompok tersebut, dengan cara :
1.

Menetapkan aturan permainan dalam perjuangan


kelompok;

2.

Mengatur
kompromi-kompromi
menyeimbangkan kepentingan;

3.

Memberlakukan kompromi yang telah dicapai


dalam bentuk kebijakan publik;

4.

dan

Memaksakan kompromi tersebut.


Model pluralis lebih menitik beratkan bahwa
kebijakan publik terbentuk dari pengaruh subsistem yang berada dalam sistem demokrasi. Dalam
model ini adalah gagasan yang sifatnya lebih
parsitipatif dan berbasis komunitas dalam
perumusan kebijakan atau pengambilan kebijakan.
[4] Padangan Pluralis menurut Robert Dahl dan
David Truman, menguraikan sebagai berikut :

1.

Kekuasaan merupakan atribut individu dalam


hubungannya dengan individu-individu yang lain
dalam proses pembuatan keputusan.

2.

Hubungan hubungan kekuasaan tidak perlu tetap


berlangsung, hubungan-hubungan kekuasaan lebih
dibentuk untuk keputusan-keputusan khusus.
Setelah keputusan tersebut dibuat maka hubunganhubungan kekuasaan tersebut tidak akan nampak,
hubungan ini akan digantikan oleh seperangkat
hubungan kekuasaan yang berbeda ketika
keputusan selanjutnya hendak dibuat.

3.

Tidak ada pembedaan yang tetap antara elit dan


massa. Individu-individu yang berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan dalam suatu wakt tidak
dibutuhkan oleh individu yang sama yang
berpartisipasi dalam waktu yang lain.

4.

Kepemimpinan bersifat cair dan mempunyai


mobilitas yang tinggi.

5.

Terdapat banyak pusat kekuasaan diantara


komunitas. Tidak ada kelompok tunggal yang
mendominasi pembuatan keputusan untuk semua
masalah kebijakan.

6.

Kompetisi dapat dianggap berada diantara


pemimpin. Kebijakan publik lebih lanjut dipandang
merefleksikan tawar menawar atau kompromi yang
dicapai diantara kompetisi pemimpin politik.

Dalam model ini kebijakan publik pada dasarnya


mencerminkan keseimbangan yang tercapai dalam
perjuangan antar kelompok pada suatu waktu
tertentu dan kebijakan publik mencerminkan
kesimbangan setelah pihak-pihak atau kelompokkelompok tertentu berhasil mengarahkan kebijakan
publik ke arah yang menguntungkan mereka.Besar
kecilnya pengaruh kelompok-kelompok tersebut
ditentukan oleh jumlah, kekayaan, kekuatan
organisasi, kepemimpinan, akses terhadap pembuat
keputusan dan kohesi dalam kelompok.
3. Model Sistem/ Policy as System output
Model sistem menurut Paine dan Naumes
menggambarkan model pembuatan kebijakan
sebagai interaksi yang terjadi antara lingkungan
dengan para pembuat para pembuat kebijakan,
dalam suatu proses yang dinamis. Model ini
mengasumsikan bahwa dalam pembuatan kebijakan
terjadi interaksi yang terbuka dan dinamis antara
pembuat kebijakan dengan lingkungannya.
Interaksi yang terjadi dalam bentuk keluaran dan
masukan (inputs dan outputs).
Menurut model sistem, kebijakan politik dipandang
sebagai tanggapan dari suatau sistem politik
terhadap tuntutan-tuntutan yang timbul dari
lingkungan yang merupakan kondisi atau keadaan
yang berada di luar batas-batas politik. Kekuatan
yang timbul dari lingkungan dan mempengaruhi
sistem politik dipandang sebagai masukan
(inputs) bagi sistem politik, sedangkan hasil-hasil
yang dikeluarkan oleh sistem politik yang
merupakan tanggapan terhadap tuntutan tersebut
dipandangkan
sebagai
keluaran (outputs) dari
sistem politik. Sistem politik adalah sekumpulan
struktur untuk dan proses yang saling berhubungan
yang
berfungsi
secara
otoritatif
untuk
mengalokasikan nilai-nilai bagi suatu masyarakat.
Hasil-hasil (outputs) dari sistem politik merupakan
alokasi nilai secara otoritatif dari sistem dan
alokasi-alokasi ini merupakan kebijakan publik.
Menurut model sistem, kebijakan publik
merupakan hasil dari suatu sistem politik. Konsep
sistem menunjuk pada seperangkat lembaga dan
kegiatan yang dapat diidentifikasikan dalam
masyarakat yang berfungsi mengubah tuntutan
menjadi keputusan yang otoritatif. Konsep ini juga
menunjukan adanya saling hubungan antara elemen
yang membangun sistem politik serta mempunyai
kemampuan dalam menanggapi kekuatan dalam
lingkungannya. Masukan yang diterima oleh sistem
politik dapat dalam bentuk tuntutan maupun
dukungan.
Untuk mengubah tuntutan menjadi hasil-hasil
kebijakan, suatu sistem harus mampu mengatur
penyelesaian-penyelesaian
pertentangan
atau
konflik
dan
memberlakukan
penyelesaian

pertentangan atau konflik dan memberlakukan


penyelesaian ini pada pihak yang bersangkutan.
Oleh karena itu suatu sistem dibangun berdasarkan
elemen yang mendukung sistem tersebut dan hal ini
bergantung pada interaksi antar berbagai sub
sistem, maka suatu sistem akan melindungi dirinya
melalui tiga hal, yaitu :
1.

Menghasilkan
memuaskan;

outputs

yang

secara

2.

Mengatahui semua alternatif kebijakan yang


tersedia.

3.

Mengetahui semua
alternatif kebijakan.

4.

Memperhitungkan rasio antara tujuan dan nilai


sosial yang dikorbankan bagi setiap alternatif
kebijakan.

5.

Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien.

layak

2.

Menyandarkan diri pada ikatan-ikatan yang


berakar dalam sistem itu sendiri;

3.

Menggunakan
atau
mengancam
untuk
menggunakan kekuatan (penggunaan otoritas).

2.

3.

Dimensi-dimensi lingkungan apakah yang


menimbulkan tuntutan-tuntutan terhadap sistem
politik ?
Ciri-ciri sistem politik yang bagaimanakah yang
memungkinkannya untuk mengubah tuntutantuntutan menjadi kebijakan publik dan berlangsung
terus-menerus ?
Dengan cara yang bagaimana masukan-masukan
yang bersasal dari lingkungan mempengaruhi
sistem politik?

dari

setiap

Model ini terdiri dari elemen sebagai berikut :


1.

Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu


masalah tertentu. Masalah ini dapat dipisahkan
dengan masalah yang lain atau paling tidak
masalah tersebut dapat dipandang bermakna bila
dibandingkan dengan masalah yang lain.

2.

Tujuan, nilai atau sasaran yang mengarahkan


pembuat keputusan dijelaskan dan disusun menurut
arti pentingnya.

3.

Berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu


diselidiki.

4.

Konsekunsi (biaya dan keuntungan) yang timbul


dari setiap pemilihan alternatif diteliti.

5.

Menurut Thomas R. Dye, dengan teori sistem ini


dapat diperoleh petunjuk mengenai[5] :
1.

konsekuensi

4.

Ciri-ciri sistem politik yang bagaimanakah yang


mempengaruhi isi kebijakan publik?

5.

Bagaimanakah masukan-masukan yang berasal


dari lingkungan mempengaruhi kebijakan publik?

Setiap alternatif dan konsekuensi yang


menyertainya dapat dibandingkan dengan alternatif
lain. Pembuat keputusan memil;iki alternatif
beserta
konsekuensi
yang
memaksimalkan
pencapaian tujuan, nilai atau sasaran yang hendak
dicapai.

6.

Bagaimanakah
kebijakan
publik
melalui
mekanisme umpan balik mempengaruhi lingkungan
dan sistem politik itu sendiri ?

Keseluruhan proses tersebut akan menghasilakan


suatu keputusan yang rasional, yaitu keputusan
yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu.

4. Model Rasional Komprehensif/ Policy as


Efficient Goal Achievement.

Namun ada krikit


komprehensif, yaitu :

Model rasional komprehensif ini menekankan pada


pembuatan keputusan yang rasional dengan
bermodalkan pada komprehensivitas informasi dan
keahlian pembuat keputusan. Dalam model ini
suatu kebijakan yang rasional adalah suatu
kebijakan yang sangat efisien, dimana rasio antara
nilai yang dicapai dengan nilai yang dikorbankan
adalah positif dan lebih tinggi dibandingkan dengan
alternatif-alternatif yang lain.
Dalam model ini para pembuat kebijakan untuk
membuat kebijakan yang rasional, harus :
1.

Mengetahui semua nilai-nilai utama yang ada


dalam masyarakat.

terhadap

model

rasional

1.

Para pembuat keputusan tidak dihadapkan pada


masalah-masalah yang konkrit dan jelas. Sehingga
seringkali para pembuat keputusan gagal
mendefinisikan masalah dengan jelas, akibatnya
keputusan yang dihasilkan untuk menyelesaikan
masalah tersebut tidak tepat.

2.

Tidak realitis dalam tuntutan yang dibuat oleh


para pembuat keputusan. Menurut model ini
pembuat keputusan akan mempunyai cukup
informasi mengenai alternatif yang digunakan
untuk menanggulangi masalah. Pada kenyataannya
para pembuat keputusan seringkali dihadapkan oleh
waktu yang tidak memadai karena desakan masalah
yang membutuhkan penanganan sesegera mungkin.

3.

Para pembuat keputusan publik biasanya


dihadapkan dengan situasi konflik daripada
kesepakatan nilai. Sementara nilai-nilai yang
bertentangan tersebut tidak mudah diperbandingkan
atau diukur bobotnya.

4.

Pada kenyataannya bahwa para pembuat


keputusan tidak mempunyai motivasi untuk
menetapkan keputusan-keputusan berdasarkan
tujuan masyarakat, sebaliknya mereka mencoba
memaksimalkan ganjaran-ganjaran mereka sendiri.

5.

Para pembuat keputusan mempunyai kebutuhan,


hambatan dan kekurangan sehingga menyebabkan
mereka tidak dapat mengambil keputusan atas
dasar rasionalitas yang tinggi.

6.

Investasi yang besar dalam program dan kebijakan


menyebabkan
pembuat
keputusan
tidak
mempertimbangkan lagi alternatif yang telah
ditetapkan oleh keputusan sebelumnya.

7.

6.

Keputusan yang diambil dari model ini hasil


kompromi dan kesepakatan bersama antara banyak
partisipan. Dalam kondisi banyaknya partisipan,
keputusan akan lebih mudah dicapai bila persoalan
yang disengketakan oleh berbagai kelompok hanya
merupakan perubahan terhadap program yang
sudah ada, keadaan sebaliknya jika menyangkut
perubahan kebijakan besar yang menyangkut
keuntungan dan kerugian besar. Pembuatan
keputusan secara inkrementalisme adalah penting
dalam rangka mengurangi konflik, memelihara
stabilitas dan sistem politik itu sendiri.
Dalam pandangan inkrementalis, para pembuat
keputusan dalam menunaikan tugasnya berada
dibawah keadaan yang tidak pasti yang
berhubungan dengan konsekuensi dari tindakan
mereka di masa depan, maka keputusan
inkrementalis dapat mengurangi risiko atau biaya
ketidakpastian itu.

Terdapat banyak hambatan dalam mengumpulkan


semua informasi yang diperlukan untuk
mengetahui semua kemungkinan alternatif dan
konsekuensi dari masing-masing alternatif.
5. the Past

7. Game Teori/ Policy as Rational Choice


Competitive Situations.

Model inkremental pada dasarnya memandang


kebijakan publik sebagai kelanjutan dari kegiatankegiatan yang telah dilakukan pemerintah pada
masa lampau dengan hanya melakukan perubahanperubahan seperlunya.
Model ini lebih bersifat deskritif dalam pengertian,
model ini menggambarkan secara aktual cara-cara
yang dipakai para penjabat dalam membuat
keputusan. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan
dalam
mempelajari
model
penambahan, yakni :
1.

Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis empirik


terhadap tindakan dibutuhkan.

2.

Para
pembuat
keputusan
hanya
mempertimbangkan beberapa alternatif untuk
menanggulangi masalah yang dihadapi dan
alternatif hanya berada secara marginal dengan
kebijakan yang sudah ada.

3.

Untuk setiap alternatif, pembuat keputusan hanya


mengevaluasi beberapa konsekuensi yang dianggap
penting saja.

4.

Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan


dibatasi kembali secara berkesinambungan.

5.

Tidak ada keputusan tunggal atau penyelesaian


masalah yang dianggap paling tepat.

Pembuatan keputusan secara inkremental pada


dasarnya merupakan remedial dan diarahkan lebih
banyak
kepada
perbaikan
terhadap
ketidaksempurnaan sosial yang nyata sekarang ini
daripada mempromosikan tujuan sosial di masa
depan.

Menurut Thomas R. Dye, teori ini bertitik tolak


pada 3 (tiga) hal pokok, yaitu :
1.

Kebijakan yang akan diambil bergantung pada


(setidak-tidaknya) dua pemain atau lebih;

2.

Kebijakan yang dipilih ditarik dari dua atau lebih


alternatif pemecahan yang diajukan oleh masingmasing pemain;

3.

Pemain-pemain selalu dihadapkan pada situasi


yang serba bersaing dalam pengambilan keputusan.
Menurut model ini pilihan kebijakan akan
dijatuhkan
pada
pilihan
yang
saling
menguntungkan, dimana pembuat kebijakan
senantiasa dihadapkan pada pilihan yang saling
bergantung.
8. Policy as Institutional Activity
Model ini memandang kebijakan publik sebagai
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga
pemerintah. Menurut pandangan model ini,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan warga negara,
baik yang dilakukan secara perseorangan maupun
kelompok pada umumnya ditujukan pada lembaga
pemerintah. Kebijakan ditetapkan, disahkan, dan
dilaksanakan serta dipaksakan berlakunya oleh
lembaga pemerintah. Dalam model ini yang

membentuk kebijakan publik adalah interaksi antar


lembaga-lembaga pemerintah, dilain pihak,
betapapun kerasnya kehendak publik, namum
apabila tidak mendapat perhatian dari lembaga
pemerintah, kehendak tersebut tidak akan menjadi
kebijakan publik.

1.

Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu


masalah tertentu. Masalah ini dapat dipisahkan
dengan masalah yang lain atau paling tidak
masalah tersebut dapat dipandang bermakna bila
dibandingkan dengan masalah yang lain.

2.

Tujuan, nilai atau sasaran yang mengarahkan


pembuat keputusan dijelaskan dan disusun menurut
arti pentingnya.

kepada

3.

Berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu


diselidiki.

memerlukan

4.

Konsekunsi (biaya dan keuntungan) yang timbul


dari setiap pemilihan alternatif diteliti.

Dengan demikian keunggulan kebijakan yang


dikeluarkan pemerintah adalah bahwa kebijakan
tersebut dapat menuntut loyalitas dari semua warga
negaranya dan mempunyai kemampuan membuat
kebijakan yang mengatur seluruh masyarakat dan
memonopoli penggunaan kekuasaan secara sah
yang mendorong individu-individu dan kelompok
membentuk
pilihan-pilihan
mereka
dalam
kebijakan.

5.

Setiap alternatif dan konsekuensi yang


menyertainya dapat dibandingkan dengan alternatif
lain. Pembuat keputusan memil;iki alternatif
beserta
konsekuensi
yang
memaksimalkan
pencapaian tujuan, nilai atau sasaran yang hendak
dicapai.

Lembaga pemerintah memberikan karakteristik


berbeda dalam kebijakan publik, yaitu :
1.

Pemerintah memberikan
kebijakan-kebijakan.

2.

Kebijakan-kebijakan
universalitas.

legitimasi

pemerintah

2.3 MODEL KEBIJAKAN


UNTUK INDONESIA

YANG

IDEAL

Menurut analisi dari kami bahwa Negara kita


paling ideal dapat menggunakan monel kebijakan
dar Thomas r dye yakni
Model rasional komprehensif ini menekankan
pada pembuatan keputusan yang rasional dengan
bermodalkan pada komprehensivitas informasi dan
keahlian pembuat keputusan. Dalam model ini
suatu kebijakan yang rasional adalah suatu
kebijakan yang sangat efisien, dimana rasio antara
nilai yang dicapai dengan nilai yang dikorbankan
adalah positif dan lebih tinggi dibandingkan dengan
alternatif-alternatif yang lain.
Dalam model ini para pembuat kebijakan untuk
membuat kebijakan yang rasional, harus :
1.

Mengetahui semua nilai-nilai utama yang ada


dalam masyarakat.

2.

Mengatahui semua alternatif kebijakan yang


tersedia.

3.

Mengetahui semua
alternatif kebijakan.

4.

Memperhitungkan rasio antara tujuan dan nilai


sosial yang dikorbankan bagi setiap alternatif
kebijakan.

5.

Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien.

konsekuensi

dari

Model ini terdiri dari elemen sebagai berikut :

setiap

Keseluruhan proses tersebut akan menghasilakan


suatu keputusan yang rasional, yaitu keputusan
yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu.
Hal ini dikarenakan bahwa dengan melihat tingkat
rasional kita bisa memahami keadaan yang paling
dibutuhkan pada suatu daerah khususnya
INDONESIA,
selain
itu
kita
bisa dapat
membandingkan tingkat Anggaran Negara dengan
kebijakan yang diterapkan
Bahwasanya
Indonesia
bukanlah
Negara
superpower oleh karena itu kita perlu memilah
mana saja kebijakan yang sesuai dan dominan
dengan keadaan wilayah sehingga diharapkan
kebijakan yang keluar nantinya bisa berjalan secara
efisien untuk Negara tersebut
Pada dasarnya tidak semua aspirasi dapat
dilaksanakan namun dengan terori model ini kita
dapat menarik kesimpulan dari kebijakan yang
diinginkan sesuai dengan visi dan misi juga
anggaran yang tersedia
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Model kebijakan adalah representasi sederhana
mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu
kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan
tertentu.Model adalah wakil ideal dari situasisituasi dunia nyata.Model adalah menyederhanakan
dari realitas yang diwakili. Model dapat dibedakan
atas model fisik dan model abstrak. Model
memiliki fungsiantara lain: Membantu kita untuk
memperoleh pemahaman tentang peroperasinya

sistem alamiah atau system buatan manusia. Model


membantu kita menjelaskan sistem apa, dan
bagaimana sistem tersebut beroperasi, membantu
kita dalam menjelaskan permasalahan dan
memilah-milah elemen-elemen tertentu yang
relevan dengan permasalahan, membantu kita
memperjelas hubungan antara elemen-elemen
tersebut, membantu kita dalam merumuskan
kesimpulan dan hipotesis mengenai hakekat
hubungan antar elemen. Selain fungsi yang di
miliki model, model kebijakan juga memiliki jenis
yaitu model pluralis, elitis, sistem, rasional,
inskrementalis, dan institusional. Sedangkan untuk
pendekatan kebijakan juga memiliki berbagai
macam yaitu pendekatan kelompok, proses
fungsional, kelembagaan, peran serta warga negara,
psikologis,
proses,
subtantip,
logispositivis,ekonomentrik, Fenomenologik/Pospositivi
s,partisipatori, Normatif/Preskriptif,
ideologik,Historis.

---------------------------------------------------------OTONOMI DAERAH
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut undang-undang no 32 tahun 2004
tentang pemerintahan daerah yang di maksud
otonomi daerah adalah hak, wewenang, kewajiban
Daerah mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Selanjutnya yang di
maksud dengan daerah otonom, selanjutnya di
sebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas wilayah tertentu yang
berhak, berwenang, berkewajiban mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai
dengan peratura perundang-udangan yang berlaku.
Otonomi daerah memiliki peran penting dalam
penerapan demokrasi di Indonesia terutama pada
fungsi pembagian kekuasaan yang berarti
mengurangi peran pemerintah pusat dan
memberikan
otonomi
daerah(desentralisasi). Konsep
desentralisasi
sendiri sebenarnya sudah ada sejak tahun 1974
dengan di bentuknya Undang-Undang No. 5 tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.
Akan tetapi gelombang perubahan yang melanda
Indonesia pasca jatuhnya pemerintahan orde baru,
membuka wacana dan gerakan baru tentang konsep
desentralisasi yaitu otonomi daerah .
A.

Sejarah Pekembangan Otonomi Daerah


------------------------------------------------

B.

SARAN

Dalam sebuah kebijakan yang di tetapkan oleh


pemerintah dan telah direalisasikan kepada
masyarakat ada kalanya merupakan sebuah
kebijakan yang dapat diterima dengan baik oleh
masyarakat, karena kebijakan tersebut mampu
menanggulangi krisis dan ketimpangan serta
masalah-masalah yang ada dalam masyarakat, akan
tetapi ada kalanya dalam pemerintah membuat
sebuah kebijakan tidak diterima oleh masyarakat
karena kebijakan tersebut dinilai tidak sesuai
dengan kondisi dan situasi yang ada dalam
masyarakat. Oleh karena itu, saran dalam makalah
ini adalah sebaiknya pemerintah dalam membuat
sebuah kebijakan hendaklah melihat realita dalam
masyarakat sehingga kebijakan yang akan
ditetapkan dapat diterima oleh masyarakat dan
kebijakan tersebut dapat menjadi solusi yang tepat
bagi problematika dalam masyarakat tersebut.
Sejarah perkembangan otonomi daerah dapat
dibagi menjadi beberapa tahap diantaranya sebagai
berikut :
a. UU Nomor 1 Tahun 1945 Tentang Pembentukan
Komite Nasional Daerah.
Dalam pasal 18 UUD 1945, dikatakan
bahwa, Pembagian daerah Indonesia ataas dasar
daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk
susunan pemerintahannya ditetapkan dengan
Undang-Undang, dengabn memandang dan
mengingat dasar permusyawaratan dalam system
pemerintahan Negara, dan hak-hak asal usul dalam
daerah yang bersifat istimewa. Oleh karena itu
Indonesia dibagi dalam daerah-daerah yang lebih
kecil yang bersifat otonom yang pengaturanya
dilakukan dengan Undang-undang. Peraturan
perundangan yang pertama yang mengatur otonomi
daerah di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor
1 tahun 1945. Undang-Undang ini dibuat dalam
keadaan darurat, sehingga sehingga hanya
mengatur hal-hal yang bersita darurat dan segera
saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari
6 (enam ) pasal saja dan sama sekali tidak memiliki
penjelasan. Penjelasan kemudian dibuat oleh
Menteri Dalam Negeri dan tentang penyerahan
urusan kedaerah tidak ada penjelasdan secara
eksplisit.
Dalam undang-undang ini menetapkan
tiga jenis daerah otonom, yaitu karesidenan,
kabupaten
dan
kota
berotonomi.
Pada
pelaksanaannya wilayah Negara dibagi kedalam
delapan propinsi berdasarkan penetapan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal
19 Agustus 1945. Propinsi-propinsi ini diarahkan
untuk berbentuk administratif belaka, tanpa
otonomi. Dalam perkembangannya khususnya,
Propinsi Sumatera, propinsi berubah menjadi
daerah otonom. Di propinsi ini kemudian dibentuk

Dewan Perwakilan Sumatera atas dasar Ketetapan


Gubernur Nomor 102 tanggal 17 Mei 1946,
dikukuhkan dengan PP Nomor 8 Tahun 1947.
Peraturan yang terakhir menetapkan Propinsi
Sumatera sebagai Daerah Otonom.
Dari uraian diatas maka tidak dapat dilihat
secara jelas system rumah tangga apa yang dianut
oleh Undang-undang ini.
b. Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah
Nomor 22 Tahun 1948.
Peraturan kedua yang mengatur tentang
otonomi daerah di Indonesia adalah UU nomor 22
tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada
tanggal 15 April 1948.
Dalam UU dinyatakan bahwa daerah
Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni :
a. Propinsi
b. Kabupaten/ Kota Besar

konsekuen karena dalam UU tersebut ditemukan


pula ketentuan dalam pasal 28 ayat 4 yang
berbunyi: Peraturan daerah tidak berlaku lagi jika
hal-hal yang diatur didalamnya kemudian diatur
dalam Undang-Undang atau dalam Peraturan
pemerintah atau dalam peraturan Daerah yang lebih
tinggi tingkatannya. (Sujamto;1990)
Ketentuan ini terlihat jelas membawa ciri
sistem rumah tangga formil. Jadi pada dasarnya UU
ini menganut dua sistem rumah tangga yaitu formil
dan materil. Hanya saja karena sifat-sifat sistem
materiil lebih menonjol maka banyak yang
beranggapan UU ini menganut sistem Materil.
Perlu dicatat bahwa pada 27 Desember
1949 RI menandatangani Konferensi Meja Bundar,
dimana RI hanya sebagai Negara bagian dari
Republik Indonesia Serikat yang wilayahnya hanya
meliputi Jawa, Madura, Sumatera ( minus Sumatera
Timur), dan Kalimantan. Dengan demikian maka
hanya pada kawasan ini sajalah UU ini
diberlakukan sampai tanggal 17 Agustus 1950 saat
UUD sementara diberlakukan.

c. Desa/ Kota Kecil, negeri, marga dan sebagainya A s/d


C tyang berhak mengatur dan mengurus rumah
c. Undang-Undang Nomor 1 tahun1957
tangganya sendiri. (Soejito;1976)
Dalam
undang-undang
ini
tidak
dinyatakan mengenai system rumah tangga yang
dianutnya. Oleh karena itu untuk mengetahui
system mana yang dianutnya, kita harus
memperhatikan pasal-pasal yang dimuatnya.
Terutama yang mengatur batas-batas rumah tangga
daerah. Ketentuan yang mengatur hal ini terutama
terdapat pada pasal 23 yang terdiri dari 2 ayat
sebagi berikut:
1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur dan
mengurus rumah tangga daerahnya.
2. Hal-hal yang masuk urusan rumah tangga tersebut
dalam ayat 1 ditetapkan dalam undang-undang
pembentukan bagi tiap-tiap daerah. (Sujamto;1990)
Dari kedua pasal diatas terlihat bahwa luas
daripada urusan rumah tangga atau kewenangan
daerah
dibatasi
dalam
undang-undang
pembentukannya.
Daerah
tidak
memiliki
kewenangan untuk mengatur atau mengurus
urusan-urusan diluar yang telah termasuk dalam
daftar urusan yang tersebut dalam UU
pembentukannya kecuali apabila urusan tersebut
telah diserahkan kemudian dengan UU.
Dari uraian di atas terlihat bahewa UU ini
menganut sistem atau ajaran materiil. Sebagai
mana dikatakan Nugroho (2001) bahwa peraturan
ini menganut menganut otonomi material., yakni
dengan mengatur bahwa pemerintah pusat
menentukan kewajiban apasaja yang diserahkan
kepada daerah. Artinya setiap daerah otonom
dirinci kewenangan yang diserahkan, diluar itu
merupakan kewenangan pemerintah pusat. Hanya
saja sistem ini ternyata tidak dianut secara

Dalam perjalannya UU ini mengalami dua


kali penyempunaan yaitui dengan Penetapan
Presiden Nomor 6 Tahun 1959 dan Penetapan
Presiden Nomor 5 Tahun 1960. Adapun nama resmi
dari system otoniomi yang dianut adalah system
otonomi riil, sebagaimana secara tegas dinyatakan
dalam
memori
penjelan
UU
tersebut.
(Soejito;1976)
Ketentuan yang mencirikan tentang system
otonomi yang dianutnya terdapat pada pasal 31
ayat 1,2 dan 3 sebagai berikut:
1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur dan
mengurus segala urusan rumah tangga daerahnya
kecuali urusan yang oleh Undang-undang
diserahkan kepada peguasa lain.
2. Dengan tidak mengurangi ketentuan termaksud
dalam ayat 1 diatas dalam peraturan pembentukan
ditetapkan urusan-urusan tertentu yasng diatur dan
diurus oleh dewan perwakilan Rakyat Daerah sejak
saat pembentukannya.
3. Dengan peraturan pemerintah tiap-tiap waktu dengan
memperhatikan kesanggupan dan kemampuan dari
masing-masing daerah, atas usul dari dewan
perwakilan rakyat daerah yang bersangkutan dan
sepanjang mengenai daerah tingkat II dan III
setelah minta pertimbangan dari dewan pemerintah
daerah dari daderah setingkat diatasny, urusanurusan tersebut dalam ayat 2 ditambah denga
urusan lain.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut terlihat
bahwa ciri-ciri system otonomi riil jauh lebih
menonjol dibandingkan dengan yang tedapat dalam

UU nomor 22 tahun 1948. karena itu tidak aneh


jika banyak para ahli yang tetap menganggabnya
sebagai sistem otonomi formil. Tetapi karena
dualisme yang dianutnya seperti telihat pada pasal
31 ayat 2 diatas maka tidak salah juga unutk
mengatakan bahwa UU ini menganut system yang
dapat diberi nama sendiri yaitu system otonomi
riil. (Sujamto;1990)
Penyempurnaan pertama terhadap UU ini
dilakukan berdasarkan Penetapan Presiden Nomor
6 tahun1959. pemberlakukan PP dilatar belakangi
oleh kembalinya RI kedalam sistem Negara
kesatuan dengan diberlakukannya kembali UUD
1945 melalui dDekrit Presiden 5 Juli 1959
menggantikan UUD Sementara tahun 1950. dalam
peraturan ini daerah tetap dibagi dalam tiga
tingkatan, namun dengan perbedaan bahwa Kepala
Daerah I dan II tidak bertanggung jawab kepada
DPRD I dan II sehingga dualisme kepemimpinan di
daerah dihapuskan. Kepala Daerah berfungsi sebagi
alat pusat di Daerah dan Kepala Daerah diberi
kedududukan sebagai Pegawai Negara.
d. Undang-undang Nomor 18 tahun 1965
UU ini hampir seluruhnya melanjutkan
ketentuan yang ada dalam UU Nomor 1 tahun 1957
dan Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 serta
Nomor 5 tahun 1960. Dikatakan oleh Sujamto
(1990) Seperti halnya UU Nomor 1 Tahun 1957
UU ini juga menyatakan diri menganut Sistem
Otonomi Riil. Bahkan dalam penjelasan umumnya
banyak sekali mengoper bagian dari penjelasan
umum UU Nomor 1 Tahun 1957.
Dalam pelaksanaannya
meski konsepsinya
menyatakan adalah penyerahan otonomi daerah
secara riil dan seluas-luasnya, namun kenyataannya
otonomi daerah secara kesel;uruhan masih berupa
penyerahan oleh pusat.daerah tetap menjadi actor
yang pasif.
e. UU Nomor 5 tahun 1974
Berbeda dengan dua UU terdahulu ( UU
Nomor 1 tahun 1957 dan UU Nomor 18 tahun
1965) yang menyatakan diri menganut system
otonomi riil UU nomor 5 tahun 1974 tidak
berbicara apa-apa mengenai system otonomi yang
dianutnya. UU ini menyatakan otonomi yang nyata
dan
bertanggung
jawab bukan
sebagai system atau faham ataupengertian akan
tetapi sebagai suatu prinsip. (Sujamto; 1990)

a. Asas desentralisai digunakan seimbang dengan asas


dekonsentrasi dimana asas dekonsentrasi tidak lagi
dipandang sebagai suplemen atau pelengkap dari
asas desentralisasi ;
b. Prinsip yang dianut tidak lagi prinsip otonomi yang
seluas-luasnya, melainkan otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Di kemudian hari, MPR dengan
ketetapan
MPR
Nomor
IV/MPR/1978
menambahkan kata dinamis di samping kata nyata
dan bertanggungjawab.
Menurut Undang-undang Nomor 5
Tahun 1974, otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai
dengan Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku. Dalam Undang-undang ini juga menganut
prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung
jawab. Prinsip ini dianut untuk mengganti sistem
otonomi rill dan seluas-luasnya yang dianut oleh
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965.
Adapun ketentuan yang mengatur mengenai
pembatasan terhadap luasnya urusan rumah tangga
daerah dapat dilihat dalam beberapa pasal berikut :
1. Pasal 5 yang merupakan ketentuan yang belum
pernah ada pada semua UU terdahulu yaitu yang
mengatur tentang penghapusan suatu daerah.
2. Pasal 7 yang berbunyi daerah berhak, berwenang dan
berkewajiban mengatur dan mengurus rumah
tangga sendiri sesuai dengan peraturan perundang
undangan yang berlaku;
3. Pasal 8 ayat 1 berbunyi Penambahan penyerahan
urusan pemerintahan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
4. Pasal 9 yang berbunyi sesuatu urusan pemerintahan
yang telah diserahkan kepada daerah dapat ditarik
kembali dengan pengaturan perundang-undangan
yang setingkat.
5. pasal 39 yang mengatur pembatasan-pembatasan
terhadap ruang lingkup materi yang yang dapat
diatur oleh Peraturan Daerah.
Dari ketentuan-ketentuan diatas maka terlihat
sesungguhnya UU adalah menganut system
atau ajaran rumah tangga material . dalam UU ini
tidak ditemukan ketentuan yang mengatakan
tentang gugurnya suatu Peraturan Daerah apabila
materinya telah diatur dalam Peraturan perundangundangan atau dalam peraturan daerah yang lebih
tinggi yang merupakan ciri dari system rumah
tangga formil.

Sebagaimana diketahui pada masa


pemerintahan Orde baru melakukan perombakan
secara
mendasar
dalam
penyelenggaraan
UU Nomor 22 tahun 1999
desentralisasi dan otonomi daerah, f. melalui
kebijakan yang tertuang di garis-Garis Besar
Sebagaimana UU Nomor 5 tahun 1974
Haluan Negara (GBHN) dalam Ketetapan MPR
dalam UU ini juga tidak dinyatakan secara
No. IV/MPR/1973, yang antara lain mengatakan :
gamblang tentang system atau ajarang rumah
tangga yang dianutnya. Untuk dapat mengetahui

system atau ajaran yang dianut kita


f. UU
harus
Nomor 32 tahun 2004
melihatnya pada pasal-pasal yang mengatur tentang
Otonomi Daerah yang dilaksanakan saat
pembatasan kewenangan atau luasnya uruasan yang
ini adalah Otonomi Daerah yang berdasarkan
diberikan kepada daerah. Dalam UU sebutan
kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
daerah tingkat I dan II sebagaimana UU Nomor 5
tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini,
tahun 1974 dihilangkan menjadi hanya daerah
otonomi daerah dipahami sebagai Pemerintah
propinsi dan daerah kabupaten/ kota. Hierarki
pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
antara propinsi dan Kabupaten/ kota ditiadakan.
Presiden Republik Indonesia yang memegang
Otonomi yang luas diberikan kepada daerah
kekuasaan
pemerintahan
negara
Republik
kabupaten dan daerah kota. Sedangkan propinsi.
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangAdapun ketentuan yang mengatur mengenai
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
pembatasan terhadap luasnya urusan rumah tangga
1945.
Pemerintahan
daerah
adalah
daerah dapat dilihat dalam beberapa pasal berikut :
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas
1. Dalam pasal 7 dinyatakan bahwa kewenangan daerah
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
mencakup kewenangan dalam seluruh bidang
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam politik
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
moneter dan fiscal, agama serta kewenangan
Republik Indonesia Tahun 1945.
bidang lain.
Kewenangan Daerah otonom, selanjutnya
disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum
2. Dalam pasal 9 dinyatakan Kewenangan propinsi
yang mempunyai batas-batas wilayah yang
sebagai daerah otonom mencakup kewenangan
berwenang mengatur dan mengurus urusan
dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas
pemerintahan dan kepentingan masyarakat
kabupaten dan kota serta kewenangan yang tidak
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
atau belum dilaksankan oleh kabupaten dan kota.
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Selain itui kewenangan propinsi sebagai daerah
Republik Indonesia. Prinsip-prinsip pemberian
administrative mencakup kewenangan dalam
Otonomi Daerah dalam UU 32/2004 adalah :
bidang pemerintahan yanmg dilimpahkan kepada
1.Penyelengaraan Otonomi Daerah dilaksanakan
gubernur selaku wakil pemerintah pusat.
dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,
3. Dalam pasal 10 ayat 1 daerah berwenang mengelola
pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman
sumberdaya nasional yang tersedia diwilayahnya
Daerah.
dan bertanggung jawab memelihara kelestarian
2.Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada
lingkungan sesuai dengan perundang-undangan.
otonomi luas, nyata dan bertangung jawab.
3.Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh
4. Dalam pasal 11 dinyatakan bahwa kewenangan
diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah
daerah kabupaten dan kota mencakup semua
Kota.
kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang
4.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai
dikecualikan dalam pasal 7 dan yang diatur dalam
dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin
pasal 9.
hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta
Dari uraian diatas terlihat system atau ajaran rumah
antara Daerah.
tangga yang digunakan atau danutnya adalah
5.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih
perpaduan
antara ajaran
rumah
tangga
meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan
material dan ajaran
rumah
tangga
formil.
karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah
Dikatakan menganut ajaran materil karena dalam
Kota tidak ada lagi wilayah administratif.
pasal 7, pasal 9 dan pasal 11dinyatakan secara jelas
6.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih
apa-apa saja yang menjadi urusan rumah tangga
meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
yang merupakan ciri daripada system atau ajaran
Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi
rumah tangga material. Sedangkan dikatakan
pengawas maupun fungsi anggaran atas
menganut pula ajaran formil antara lain terlihat
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
pada pasal 10, pasal 70 dan pasal 81 didalamnya
dinyatakan bahwa daerah kabupaten dan kota
B. Peranan Otonomi Daerah Terhadap Ekonomi
memiliki
kewenangan
untuk
mengelola
Daerah
sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya.
Era reformasi saat ini memberikan
Selain itu dkatakan bahwa peraturan daerah daerah
peluang bagi perubahan paradigma pembangunan
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
nasional dari paradigma pertumbuhan menuju
umum, peraturan daerah lain dan peraturan
paradigma pemerataan pembagunan secara lebih
perundangan-undangan yang lebih tinggi yang
adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini
meruapakan ciri daripada system atau ajaran
antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi
rumah tangga formil.
daerah dan perimbangan keuangan pusat dan

daerah diatur dalam satu paket undang-undang


yaitu UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah dan UU No 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah.
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan
desentralisasi yang luas nyata dan bertanggung
jawab kepada daerah merupakan langkah strategis
dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan
desentralisasi
merupakan
jawaban
atas
permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa
ancaman disentrgrasi bangsa, kemiskinan, ketidak
merataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup
masyarakat dan masalah pembaguna sumber daya
manusia (SDM). Kedua, otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis
bangsa Indonesia untuk menyongsong era
globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis
perekonomian daerah.
Otonomi yang diberikan kepada daerah
dan kota dilaksanakan dengan memberikan
kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab kepada pemerintah daerah secara
proporsiona. Artinya, pelimpahan tanggung jawab
akan diikuti oleh pengaturan, pembagian, dan
pemamfaatan dan sumber daya nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
Hal-hal yang mendasar pada undangundang ini adalah kuatnya upaya untuk mendorong
pemberdayaan masyarakat, perkembangan prakarsa
dan kreativitas, peningkatan peran serta
masyarakat, dan pengembangan peran dan fungsi
DPRD. UU ini memberikan otonomi secara penuh
kepada daerah kabupaten dan kota untuk
membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut
prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Artinya, saat
sekarang daerah sudah di berikan kewenagan penuh
untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi,
mengendalikan dan mengevaluasi kebijakankebijakan daerah. Dengan semakin besarnya
partsipasi masyarakat ini, desentralisasi kemudian
akan
mempengaruhi
komponen
kualitas
pemerintahan lainnya. Salah satunya berkaitan
dengan pergeseran orientasi pemerintah dari
command and control menjadi berorientasi pada
tuntutan dan kebutuhan publik. Orientasi yang
seperti ini kemudian akan menjadi dasar bagi
pelakasanaan peran pemerintah sebagai stimulator,
fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha
) dalam proses pembangunan.
Maka dengan demikan jelas bahwa peran
otonomi
daerah
sangat
besar
terhadap
perkembangan ekonomi daerah karena otonomi
daerah membeikan kewenangan bagi daerah untuk
mengelola segala potensi yang ada dalam
daerahnya
masing-masing. Hal ini akan
menstimulan masyarakat daerah itu sendiri untuk
berbuat lebih maju agar daerahnya sendiri dapat
maju dan berkembang.

C. Bagaimana Otonomi Daerah Mempengaruhi


Pertumbuhan Ekonomi Suatu Daerah
Pemberian otonomi daerah di harapkan
dapat meningkatkan efisiensi, efekivitas, dan
akuntanbilitas sektor publik di Indonesia. Dengan
otonomi, daerah di tuntut untuk mencari alternative
sumber
pembiayaan
pembangunan
tanpa
mengurangi harapan masi adanya bantuan dan
bagian sharing dari pemerintah pusat dan
mengunakan dana publik sesuai dengan prioritan
dan aspirasi masyarakat.
Dengan kondisi seperti ini, peran investasi
swasta dan perusahaan milik daerah sangat di
harapkan sebagai pemicu utama pertumbuhandan
pembagunan ekonomi daerah. Daerah juga di
harapkan mampu menarik investor untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta
menimbulka efek multiplier yang besar.
Pemberian otonomi daerah diharapkan
dapat memberikan keleluasaan kepada daerah
dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha
yang sejauh mungkin mampu meningkatkan
partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya
terkandung tiga misi utama sehubungan dengan
pelaksanaan otonomi daerah tersebut, yaitu :
1. Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan
sumber daya daerah
2. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan
kesejahteraan masyarakat
3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi
masyarakat untuk ikut serta ( berpartisipasi) dalam
proses pembagunan.
Globalisasi ekonomi telah meningkatkan
persaingan antar Negara dalam suatu sistem
ekonomi internasional. Salah satu dengan cara
menghadapi dan memamfaatkan perdagangan
internasional adalah meningkatkan daya saing
melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas
kerja. Sebagai langkah awal untuk meningkatkan
efisiensi dan produktivitas, perlu dilakukan
perubahan struktual untuk memperkuat kedudukan
dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian
nasional.
Menurut Mardiasmo( 2002) Perubahan
struktual adalah perubahan dari ekonomi
tradisional yang subsistem menuju ekonomi yang
modern yang berorientasi pada pasar. Untuk
mendukung perubahan struktual dari ekonomi
tradisional yang subsistem menuju ekonomi yang
modern ini di perlukan pengalokasian sumber daya,
penguatan kelembagaan, penguatan teknologi
pembagunan sumber daya manusia. Langkahlangkah yang perlu diambil dalam mewujudkan
kebijakan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pemberian peluang atau skes yang lebih besar
kepada asset prosuksi, yang paling mendasar
adalah askes pada dana.
2. Memperkuat posisi transaksidan kemitraan usaha
ekonomi rakyat.

3.
4.

5.

6.

Meningkatkan
pelayanan
pendidikan dan
kesehatan dalam rangka kualitas sumber daya
manusia, disertai dengan upaya peningkatan gizi
Kebijakan pengembangan industri harus mengarah
pada penguatan industri rakyat yang terkait dengan
industri besar. Industri rakyat yang berkembang
menjadi industri-industri kecil dan menengah yang
harus kuat menjadi tulang punggung industri
nasional.
Kebijakan ketenagakerjaan yang mendorong
tumbuhnya tenaga kerja yang mandiri sebagai cikal
bakal wirausaha baru yang nantinya berkembang
menjadi wirausaha kecil dan menengah yang kuat
dan saling menunjang.
Pemerataan pembagunan antar daerah. Ekonomi
rakyat tersebut tersebar di seluruh penjuru tanah air,
\
Oleh karena itu pemerataan pembagunan
daerah diharapkam mempengaruhi peningkatan
pembaguna ekonomi rakyat.
`BAB III
PENUTUP

1.

2.

3.

4.

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan
diatas adalah :
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan
kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Pada masa orde baru peran pemerintah terlalu
dominan dalam segala kebijakan sehingga muncul
gelombang baru pada era reformasi yang
menghendaki adanya kewenangan terhadap daerah
memalui otonomi daerah
Otonomi daerah memiliki peranan yang sangat
besar terhadap perkembangan ekonomi daerah
karena otonomi memberikan kewenangan dagi
daerah untuk mengelola segala potensi yang ada
dalam daerahnya masing-masing. Hal ini akan
menstimulan masyarakat itu sendiri untuk berbuat
lebih maju agar daerahnya sendiri maju
Salah satu kunci keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan dalam menghadapi era global adalah
dengan mengembangkan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal. Dengan demikian, diharapkan
mekanisme perumusan kebijakan yang akomodatif
terhadap aspirasi masyarakat daerah dapat dibagun,
sehingga keberadaan otonomi daerah akan lebih
bermakna dan pada akhirnya akan meningkatkan
mutu pelayanan kepada masyarakat.
A.Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi
daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos
yang berarti sendiri dan namos yang berarti
Undang-undang atau aturan. Sedangkan "daerah"

adalah suatu "wilayah" atau "lingkungan


pemerintah". Dengan demikian pengertian secara
istilah
"otonomi
daerah"
adalah
"wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah
yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan
wilayah/daerah masyarakat itu sendiri." Pengertian
yang lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan
pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan
mengelola
untuk
kepentingan
wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai dari
ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan
keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan
ideologi yang sesuai dengantradisi adat istiadat
daerah lingkungannya.
Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang meliputi kemampuan si
pelaksana,
kemampuan
dalam
keuangan,
ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan
dalam berorganisasi.
Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang
tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama.
Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan
pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah
berdasar pada prinsip demokrasi, keadilan,
pemerataan, dan keanekaragaman.[1]
Menurut UU No. 32 tahun 2004 (sebagai
pengganti UU No. 22 tahun 1999) tentang
Pemerintah Daerah, menyebutkan "Otonomi
Daerah" adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pada hakikatnya otonomi
daerah memberikan ruang gerak secukupnya bagi
pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya
sendiri agar lebih berdaya mampu bersaing dalam
kerjasama, dan profesional terutama dalam
menjalankan pemerintah daerah dan mengelola
sumber daya serta potensi yang dimiliki daerah
tersebut.[2]
B.Tujuan Otonomi Daerah
Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan
otonomi daerah antara lain adalah membebaskan
pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu
dalam menangani urusan daerah. Dengan demikian
pusat berkesempatan mempelajari, memahami,
merespon berbagai kecenderungan global dan
mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang
sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu
berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro
(luas atau yang bersifat umum dan mendasar)
nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak,
dengan desentralisasi daerah akan mengalami
proses pemberdayaan yang optimal. Kemampuan
prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan
terpacu, sehingga kemampuannya dalam mengatasi

berbagai masalah yang terjadi di daerah akan


semakin kuat.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada
daerah adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang semakin baik.
2. Pengembangan kehidupan demokrasi.
3. Keadilan.
4. Pemerataan.
5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat
dan Daerah serta antar daerah dalam rangka
keutuhan NKRI.
6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas,
meningkatkan peran serta masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.[3]
C. Asas-asas dan prinsip-prinsip Pemerintah
Daerah
1. Asas-asas Pemerintah Daerah
Otonomi daerah diselenggarakan dengan
tujuan tertentu. Agar otonomi daerah dapat
mencapai tujuan tersebut maka dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah pusat
menggunakan asas desentralisasi, tugas
pembantuan, dan dekonsentrasi. Sedangkan
pemerintah daerah menggunakan asas otonomi dan
tugas pembantuan.
Pengertian dari asas-asas tersebut adalah :
a. Asas desentralisasi
Asas desentralisasi adalah penyebaran kekuasan
atau wewenang pemerintahan oleh pemerintah
(pusat) kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
b. Asas dekonsentrasi
Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang
pemerintahan dari pemerintah (pusat) kepada
gubernur sebagai wail pemerintah dan/atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu.
c. Asas tugas pembantuan
Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari
pemerintah (pusat) kepada daerah dan/atau desa,
dari pemerintah provinsi kepada daerah dan/atau
desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada
desa untuk melaksanakan tugas tertentu.[4]
2. Prinsip-prinsip Otonomi Daerah
Adapun prinsip Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan
dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman
daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada
otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh
diletakan pada daerah kabupaten dan daerah kota,
sedang pada daerah propinsi merupakan otonomi
yang terbatas.

4.

5.

6.

7.

8.

Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan


konstitusi Negara sehingga tetap terjamin
hubungan yang serasi antara pusat dan daerahserta
antar-daerah
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih
meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan
karenanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak
ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula di
kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh
pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita,
kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan
industri, kawasan perkebunan, kawasan
pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan
perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan
semacamnya berlaku ketentuan peraturan daerah
otonom.
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih
meningkatkan peranan dan fungsi badan legislative
daerah, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan
maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan
pemerintah daerah.
Plaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada
daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai
wilayah administrasi untuk melaksanakan
kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan
kepada Gubernur sebagai Wakil Pemeritah.
Pelaksanaan asan tugas pembantuan
dimungkinkan , tidak hanya dari pemerintah
kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan
daerah kepada desa yang disertai dengan
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber
daya manusia dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada
yang menugaskan.[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita
ambil kesimpulan bahwa Otonomi Daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dan
mempunyai
tujuan
untuk membebaskan pemerintah pusat dari bebanbeban yang tidak perlu dalam menangani urusan
daerah.
Otonomi daerah diselenggarakan dengan
tujuan tertentu. Agar otonomi daerah dapat
mencapai
tujuan
tersebut
maka
dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah pusat
menggunakan
asas
desentralisasi,
tugas
pembantuan, dan dekonsentrasi.
-----------------------------------------------------

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT


A. PENGERTIAN HAK, KEWAJIBAN DAN
WARGA NEGARA
1) Pengertian Hak
Hak adalah Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita
dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Contohnya: hak mendapatkan pengajaran, hak
mendapatkan nilai dari guru dan sebagainya.
Adapun Prof. Dr. Notonagoro mendefinisikannya
sebagai berikut: Hak adalah kuasa untuk
menerima atau melakukan suatu yang semestinya
diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu
dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang
pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa
olehnya.
2) Pengertian Kewajiban
Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu
yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu
oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain
manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut
secara paksa oleh yang berkepentingan (Prof. Dr.
Notonagoro). Sedangkan Kewajiban adalah
Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa
tanggung jawab. Contohnya : melaksanakan tata
tertib di sekolah, membayar SPP atau
melaksanakan tugas yang diberikan guru dengan
sebaik-baiknya dan sebagainya.
3) Pengertian Warga Negara
Warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya
dapat diatur oleh Pemerintah Negara tersebut dan
mengakui
Pemerintahnya
sendiri.
Adapun
pengertian penduduk menurut Kansil adalah
mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu
yang ditetapkan oleh peraturan negara yang
bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat
tinggal pokok (domisili) dalam wilayah negara itu.
B. ASAS KEWARGANEGARAAN
Adapun untuk menentukan siapa-siapa yang
menjadi warga negara, digunakan 2 kriterium,
yaitu:
1. Kriterium kelahiran. Berdasarkan kriterium ini,
masih dibedakan lagi menjadi 2, yaitu:
a) Kriterium kelahiran menurut asas keibubapaan
atau disebut pula Ius Sanguinis. Di dalam asas ini,
seseorang memperoleh kewarganegaraan suatu
negara berdasarkan asas kewarganegaraan orang
tuanya, di manapun ia dilahirkan.
b) Kriterium kelahiran menurut asas tempat
kelahiran atau Ius Soli. Di dalam asas ini,
seseorang
memperoleh
kewarganeraannya
berdasarkan negara tempat di mana dia dilahirkan,
meskipun orang tuanya bukan warga negara dari
negara tersebut.
Kedua prinsip kewarganegaraan ini digunakan
secara bersama dengan mengutamakan salah satu,

tetapi tanpa meniadakan yang satu. Konflik antara


Ius Soli dan Ius Sanguinis akan menyebabkan
terjadinya kewarganegaraan rangkap (bi-patride)
atau tidak mempunya kewarganegaraan sama sekali
(a-patride). Berhubungan dengan itu, maka untuk
menentukan
kewarga
negaraan
seseorang
digunakan 2 stelsel kewarganegaraan (di samping
kedua asas di atas), yaitu stelsel aktif dan stelsel
pasif. Pelaksanaan kedua stelselo ini kita bedakan
dalam:
- Hak Opsi : ialah hak untuk memiliki
kewarganegaraan (pelaksanaan stelsel aktif);
- Hak Reputasi, ialah hak untuk menolak
kewarganegaraan (pelaksana stelsel pasif).
2. Naturalisasi atau pewarganegaraan, adalah suatu
proses hukum yang menyebabkan seseorang
dengan
syarat-syarat
tertentu
mempunyai
kewarganeraan negara lain.
Di indonesia, siapa-siapa yang menjadi warga
negara telah disebutkan di dalam pasal 26 UUD
1945, yaitu:
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang
bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara.
(2) Syarat-syarat mengenai kewarganeraan
ditetapkan dengan undang-undang.
Pelaksanaan selanjutnya dari pasal 26 UUD 1945
ini diatur dalam UU nomor 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang pasal
1-nya menyebutkan:
Warga Negara Republik Indonesia adalah:
a. Orang-orang yang berdasarkan perundangundangan dan/atau perjanjian-perjanjian dan/atau
peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi
17 Agustus 1945 sudah warga negara Republik
Indonesia.
b. Orang yang pada waktu lahirnya mempunyai
hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya,
seorang warga negara RI, dengan pengertian bahwa
kewarganegaraan karena RI tersebut dimulai sejak
adanya hubungan hukum kekeluargaan ini diadakan
sebelum orang itu berumur 18 tahun, atau sebelum
ia kawin pada usia di bawah umur 18 tahun.
c. Anak yang lahir dalam 300 hari setelah ayahnya
meninggal dunia, apabila ayah itu pada waktu
meninggal dunia warga negara RI.
d. Orang yang pada waktu lahirnya ibunya warga
negara RI, apabila ia pada waktu itu tidak
mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan
ayahnya.
e. Orang yang pada waktu lahirnya ibunya warga
negara RI, jika ayahnya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau selama tidak diketahui
kewarganegaraan ayahnya.
f. Orang yang lahir di dalam wilayah RI selama
kedua orang tuanya tidak diketahui.
g. Seseorang yang diketemukan di dalam wilayah
RI selama tidak diketahui kedua orang tuanya.

h. Orang yang lahir di dalam wilayah RI, jika


kedua
orang
tuanya
tidak
mempunyai
kewarganegaraan atau selama kewarganegaraan
kedua orang tuanya tidak diketahui.
i. Orang yang lahir di dalam wilayah RI yang pada
waktu lahirnya tidak mendapat kewarganegaraan
ayah atau ibunya itu.
j. Orang yang memperoleh kewarganegaraan RI
menurut aturan undang-undang ini.
Selanjutnya di dalam Penjelasan Umum UU No. 62
Tahun 1958 ini dikatakan bahwa kewarganegaraan
RI diperoleh:
a) Karena kelahiran;
b) Karena pengangkatan;
c) Karena dikabulkan permohonan;
d) Karena pewarganegaraan;
e) Karena atau sebagai akibat dari perkawinan;
f) Karena turut ayah/ibunya;
g) Karena pernyataan.
Selanjutnya di dalam Penjelasan Pasal 1 UU
Nomor 62 Tahun ini disebutkan: b, c, d, dan e.
Sudah selayaknya keturunan warga negara RI
adalah WNI. Sebagaimana telah diterangkan di atas
dalam bab I huruf a yang menentukan status anak
ialah ayahnya. Apabila tidak ada hubungan hukum
kekeluargaan dengan ayahnya atau apabila ayahnya
tidak mempunyai kewarganegaraan ataupun
(selama) tidak diketahui kewarganegaraannya,
maka barulah ibunya yang menentukan status anak
itu. Hubungan hukum kekeluargaan antara ibu dan
anak selalu mengadakan hukum secara yuridis.
Anak baru turut kewarganegaraan ayahnya, setelah
ayah
itu
mengadakan
hubungan
hukum
kekeluargaan dan apabila hubungan hukum itu baru
diadakan setelah anak itu menjadi dewasa, maka ia
tidak turut kewarganegaraan ayahnya.
Menjalankan ius soli supaya orang-orang yang lahir
di
Indonesia
tidak
ada
yang
tanpa
kewarganegaraan.
C.
HAK
DAN
KEWAJIBAN
WNRI
BERDASARKAN UUD 1945
Menurut pasal 26 ayat (2) UUD 1945,
Penduduk adalah warga negara Indonesia dan
orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia.
Bukan Penduduk, adalah orang-orang asing yang
tinggal dalam negara bersifat
sementara sesuai dengan visa
Istilah Kewarganegaraan (citizenship) memiliki
arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau
ikatan antara negara dengan warga negara, atau
segala hal yang berhubungan dengan warga negara.
Pengertian kewarganegaraan dapat dibedakan
dalam arti : 1) Yuridis dan Sosiologis, dan 2)
Formil dan Materiil.
Hak Warga Negara Indonesia :
- Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak :
Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal


27 ayat 2).
- Hak untuk hidup dan mempertahankan
kehidupan: setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak
mempertahankan
hidup
dan
kehidupannya.(pasal 28A).
- Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah (pasal 28B
ayat 1).
- Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
Berkembang
- Hak untuk mengembangkan diri dan melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak
mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan
kualitas
hidupnya
demi
kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
- Hak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
(pasal 28C ayat 2).
- Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D
ayat 1).
- Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama,
hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun. (pasal 28I ayat 1).
Kewajiban Warga Negara Indonesia :
- Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27
ayat (1) UUD 1945 berbunyi :
segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
- Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Pasal 27 ayat (3) UUD 1945
menyatakan : setiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.
- Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain.
Pasal 28J ayat 1 mengatakan :
Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia
orang lain
- Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang. Pasal 28J ayat 2
menyatakan : Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undangundang dengan maksud untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai

agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam


suatu masyarakat demokratis.
- Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945.
menyatakan: tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara.
HAK DAN KEWAAJIBAN WARGA NEGARA :
1. Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara
Wujud hubungan warga negara dan negara pada
umumnya berupa peranan (role).
2. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Hak kewajiban warga negara Indonesia tercantum
dalam pasal 27 sampai dengan pasal 31 UUD 1945.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hak adalah Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita
dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Sedangkan Kewajiban adalah Sesuatu yang harus
dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Kedua harus menyatu, maksudnya dikala hak-hak
kita sebagai warga negara telah didapatkan, maka
kita juga harus menenuaikan kewajiban kita kepada
negara seperti: membela negara, ikut andil dalam
mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal yang
positif yang bisa memajukan bangsa ini.
Warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya
dapat diatur oleh Pemerintah Negara tersebut dan
mengakui
Pemerintahnya
sendiri.
Adapun
pengertian penduduk menurut Kansil adalah
mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu
yang ditetapkan oleh peraturan negara yang
bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat
tinggal pokok (domisili) dalam wilayah negara itu.
Adapun untuk menentukan siapa-siapa yang
menjadi warga negara, digunakan 2 kriterium,
yaitu:
1. Kriterium kelahiran. Berdasarkan kriterium ini,
masih dibedakan lagi menjadi 2, yaitu:
a) Kriterium kelahiran menurut asas keibubapaan
atau disebut pula Ius Sanguinis.
b) Kriterium kelahiran menurut asas tempat
kelahiran atau Ius Soli.
2. Naturalisasi atau pewarganegaraan, adalah suatu
proses hukum yang menyebabkan seseorang
dengan
syarat-syarat
tertentu
mempunyai
kewarganeraan negara lain.
Hak-Hak kita warga negara sebagai anggota
masyarakat telah tercantum dalam Undang-Undang
Dasar sebagai berikut:
Pasal 27 (2) : Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupannya yang layak bagi
kemanusiaan.
Pasal 30 (1) : Tiap-tiap warga negara berhak ikut
serta dalam usaha pembelaan negara.
Pasal 31 (1) : Tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran.

Di samping adanya pasal-pasal yang menyebutkan


tentang hak-hak warga negara, di Undang-Undang
Dasar juga terdapat di dalamnya tentang
kewajiban-kewajiban kita warga negara sebagai
anggota masyarkat, adapun bunyinya sebagai
berikut:.
Pasal 27 (1) : Segala Warga negara.....wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.
Pasal 30 (1) : Tiap-tiap warga negara berhak ikut
serta dalam usaha pembelaan negara.
---------------------------------------------KETAHANAN NASIONAL
1. PENGERTIAN
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis
suatu
bangsa, meliputi
seluruh
aspek
kehidupannasional yang terintegrasi, berisi
keuletan, dan ketangguhan serta mengandung
kemampuan
mengembangkan
kekuatan
nasional dalam menghadapi segala tantangan,
ancaman, hambatan, serta gangguan dari luar
maupun dari dalam, langsung maupun tidak
langsung membahayakan integrasi, identitas,
kelangsungan hidupbangsa dan negara , serta
perjuangan mengejar tujuan nasionalnya.

2. ASAS KETAHANAN NASIONAL


Asas Ketahanan Indonesia adalah taat laku
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945,
dan Wawasan Nusantara, yang terdiri dari :
1. Asas Kesejahteraan dan Keamanan
Kesejahteraan dan kemakmuran dapat
dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dan
merupakan kebutuhan manusia yang mendasar
dan esensial. Dengan demikian, kesejahteraan
dan keamanan merupakan asa dalam sistem
kehidupan nasional. Tanpa kesejateraaan dan
keamanan, sesitem kehidupan nasional tidak
akan dapat berlangsung. Kesejahteraan dan
keamanan merupakan nilai intrinsik yang ada
pada sistem kehidupan nasuional itu sendiri.
Kesejahtrean maupun keamanan harus selalu
ada, berdampingan pada kondisi apa pun.
Dalam kehidupan nasional, tingkat
kesejahteraan dan keamanan nasional yang
dicapai merupakan tolok ukur Ketahanan
Nasional
2. Asas Komprehensif Integral atau Menyeluruh
Terpadu
Sistem kehidupan nasional mencakup
segenap aspek kehidupan bangsa dalam bentuk
perwujudan persatuan dan perpaduan yang
seimbang, serasi dan selaras pada seluruh aspek

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan


bernegara. Ketahanan Nasional mencakup
ketahanan segenap aspek kehidupan bangsa
secara utuh, menyeluruh dan terpadu
(komprehensif intergral).

kepribadian bangsa. Kemandirian


(idenpendency) ini merupakan prasyarat untuk
menjalin kerjasama yang saling
menguntungkan dalam perkembangan global
(interdependent).
2. Dinamis

3. Asas Mawas ke Dalam da Mawas ke Luar

Ketahanan Nasional tidaklah tetap. Ia dapat


meningkat atau menurun, tergantung pada
situasi dan kondisi bangsa, Negara serta
lingkungan strategisnya. Hal ini sesuai dengan
hakikat bahwa segala sesuatu di dunia ini
senantiasa berubah dan perubahan itu
senantiasa berubah pula. Karena itu, upaya
peningkatan Ketahanan Nasional harus
senantiasa diorientasikan ke masa depan dan
dinamikanya diarahkan untuk pencapaian
kondisi kehidupan nasional yang lebih baik.

Sistem kehidupan naasional merupakan


perpaduan segenap aspek kehidupan bangsa
yang saling berinteraksi. Di samping itu, sistem
kehidupan nasional juga berinteraksi dengan
linkungan sekelilingnya. Dalam proses interaksi
tersebut dapat timbul berbagai dampak baik
yang bersifat positif maupun negatif. Untuk itu
diperlukan sikap mawas ke dalam maupun
keluar.
a. Mawas ke Dalam
Mawas ke dalam bertujuan menumbuhkan
hakikat, sifat, dan kondisi kehidupan nasional
itu sendiri berdasarkan nilai-nilai kemadirian
yang proporsional untuk meningkatkan kualitas
derajat kemandirian bangsa yang ulet dan
tangguh.

3. Wibawa
Keberhasilan pembinaan Ketahanan
Nasional Indonesia secara lanjut dan
berkesinambungan akan meningkatkan
kemampuan dan keseimbangan akan
meningkatkan kemampuan dan kekuatan
bangsa. Makin tinggi tingkat Ketahanan
Nasional Indonesia makin tinggi pula nilai
kewibawaan dan tingkat daya tangkal yang
dimiliki oleh bangsa dan negara Indonesia.

b. Mawas ke Luar
Mawas Ke luar bertujuan untuk dapat
mengantisipasi dan berperan serta mengatasi
dampak lingkungan stategis luar negeri dan
menerima kenyataan adanya interaksi dan
ketergantungan dengan dunia internasional.

4. Konsultasi dan Kerjasama


Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia
tidak mengutamakan sikap konfrontatif dan
atagonistis, tidak mengandalkan kekuasaan dan
kekuata fisik semata, tetapi lebih
mengutamakan sikap konsultatif, kerjasama
serta saling menghargai dengan mengandalkan
kekuatan, moral dan kepribadian bangsa.

4. Asas Kekeluargaan
Asas kekeluargaan mengandung keadilan,
kearifan kebersamaan, kesamaan, gotong
royong, tenggang rasa dan tanggung jawab
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Perbedaan tersebut harus
dikembangkan secara serasi dalam hubungan
kemitraan agar tidak berkembangkan menjadi
konflik yang bersifat saling menghancurkan.

4. Kedudukan dan Fungsi Ketahanan Nasional


3. SIFAT KETAHANAN NASIONAL

Kedudukan dan fungsi ketahanan nasional


dapat dijelaskan sebagai berikut :

Sifat Ketahanan Nasional Indonesia


1. Mandiri
Ketahanan Nasional percaya pada
kemampuan dan kekuatan sendiri serta pada
keuletan dan ketangguhan, yang mengandung
prinsip tidak mudah menyerah, dengan
tumpuan pada identitas, integritas dan

a.

Kedudukan :
ketahanan nasional merupakan suatu ajaran
yang diyakini kebenarannya oleh seluruh
bangsa Indonesia serta merupakan cara terbaik
yang perlu di implementasikan secara berlanjut
dalam rangka membina kondisi kehidupan
nasional yang ingin diwujudkan, wawasan

nusantara dan ketahanan nasional


berkedudukan sebagai landasan konseptual,
yang didasari oleh Pancasil sebagai landasan
ideal dan UUD sebagai landasan konstisional
dalam paradigma pembangunan nasional.
b.

Fungsi :
Ketahanan nasional nasional dalam fungsinya
sebagai doktrin dasar nasional perlu dipahami
untuk menjamin tetap terjadinya pola pikir,
pola sikap, pola tindak dan pola kerja dalam
menyatukan langkah bangsa yang bersifat inter
regional (wilayah), inter sektoral maupun
multi disiplin. Konsep doktriner ini perlu
supaya tidak ada cara berfikir yang terkotakkotak (sektoral). Satu alasan adalah bahwa bila
penyimpangan terjadi, maka akan timbul
pemborosan waktu, tenaga dan sarana, yang
bahkan berpotensi dalam cita-cita nasional.
Ketahanan nasional juga berfungsi sebagai pola
dasar pembangunan nasional. Pada hakikatnya
merupakan arah dan pedoman dalam
pelaksanaan pembangunman nasional disegala
bidang dan sektor pembangunan secara
terpadu, yang dilaksanakan sesuai dengan
rancangan program.

Yaitu ciri khas suatu bangsa atau negara dilihat


secara keseluruhan. Negara dilihat dalam
pengertian sebagai suatu organisasi masyarakat
yang dibatasi oleh wilayah dengan penduduk,
sejarah, pemerintahan, dan tujuan nasional
serta dengan peran internasionalnya.
Integritas
Yaitu kesatuan menyeluruh dalam kehidupan
nasional suatu bangsa baik unsur sosial maupun
alamiah, baik bersifat potensional maupun
fungsional.
Ancaman
Yang dimaksud disini adalah hal/usaha yang
bersifat mengubah atau merombak
kebijaksanaan dan usaha ini dilakukan secara
konseptual, kriminal dan politis.
Hambatan dan gangguan
Adalah hal atau usaha yang berasal dari luar
dan dari diri sendiri yang bersifat dan
bertujuan melemahkan atau menghalangi
secara tidak konsepsional.
1. Konsepsi Ketahanan Nasional

5. Ketahanan Nasional dan Konsepsi Ketahanan


Nasional
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis
suatu bangsa yang meliputi segenap kehidupan
nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional dalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan,
ancaman, hambatan dan gangguan, baik yang
datang dari dalam maupun dari luar, untuk
menjamin identitas, integrasi dan kelangsungan
hidup bangsa dan negar serta perjuangan
mencapai tujuan nasional dapat dijelaskan
seperti dibawah ini :
Ketangguhan
Adalah kekuatan yang menyebabkan seseorang
atau sesuatu dapat bertahan, kuat menderita
atau dapat menanggulangi beban yang
dipikulnya.
Keuletan
Adalah usaha secara giat dengan kemampuan
yang keras dalam menggunakan kemampuan
tersebut diatas untuk mencapai tujuan.
Identitas

Konsepsi pengembangan kekuatan nasional


melalui pengaturan dan penyelenggaraan
kesejahteraan dan keamanan yang seimbang,
serasi dan selaras dalam seluruh aspek
kehidupan secara utuh dan terpadu
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 dan
wawasan nusantara dengan kata lain konsepsi
ketahanan nasional merupakan pedoman untuk
meningkatkan keuletan dan ketangguhan
bangsa yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional dengan
pendekatan kesejahteraan dan keamanan.
Kesejahteraan dapat digambarkan sebagai
kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan
mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi
sebesar-besarnya kemakmuran yang adil dan
merata, rohaniah dan jasmaniah. Sedangkan
keamanan adalah kemampuan bangsa
melindungi nilai-nilai nasional terhadap
ancaman dari luar maupun dari dalam.

a. Aspek Ekonomi
Ketahanan Ekonomi diartikan sebagai kondisi
dinamis kehidupan perekonomian bangsa yang
berisi keuletan dan ketangguhan kekuatan
nasional dalam menghadapi serta mengatasi
segala tantangan, ancaman, hambatan dan
gangguan yang egara dari luar maupun dari
dalam secara langsung maupun tidak langsung

untuk menjamin kelangsungan perekonomian


bangsa dan egara berlandaskan Pancasila dan
UUD 1945.
b.

2. Mewujudkan Keberhasilan Ketahanan Nasional


a.

Aspek Ekonomi
Pencapaian tingkat ketahanan ekonomi
memerlukan pembinaan sebagai berikut:

Aspek Sosial Budaya


Ketahanan sosial budaya diartikan sebagai
kondisi dinamis budaya Indonesia yang berisi
keuletan dan ketangguhan kekuatan nasional
dalam menghadapi serta mengatasi segala
tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan
yang datang dari luar maupun dari dalam
secara langsung maupun tidak langsung
membahayakan kelangsungan kehidupan sosial
budaya.

Sistem ekonomi Indonesia diarahkan untuk


dapat mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan yang adil dan merata di seluruh
wilayah Nusantara melalui eknomi kerakyatan
Ekonomi kerakyatan harus menghindari sistem
free fight liberalism, etatisme, dan monopoli
ekonomi
Pembangunan ekonomi merupakan usaha
bersama atas asas kekeluargaan

c.

Pemerataan pembangunan dan pemanfaatan


hasilnya dengan memperhatikan keseimbangan
dan keserasian pembangunan antarwilayah dan
antar sektor.

Aspek Pertahanan dan Keamanan


Ketahanan pertahanan dan keamanan diartikan
sebagai kondisi dinamis kehidupan pertahanan
dan keamanan bangsa Indonesia mengandung
keuletan, ketangguhan, dan kemampuan dalam
mengembangkan, menghadapi dan mengatasi
segala tantangan dan hambatan yang datang
dari luar maupun dari dalam yang secara
langsung maupun tidak langsung
membahayakan identitas, integritas, dan
kelangsungan hidup bangsa dan negara
Kesatuan Republik Indonesia.

b.

Untuk mewujudkan keberhasilan ketahanan


sosial budaya warga negara Indonesia perlu:
Kehidupan sosial budaya bangsa dan masyarkat
Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta
tanah air, maju, dan sejahtera dalam kehidupan
yang serba selaras, serasi dan seimbang serta
mampu menangkal penetrasi budaya asing yang
tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.

d. Aspek Politik
Ketahanan pada aspek politik diartikan sebagai
kondisi dinamis kehidupan politik bangsa
Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan
kekuatan nasional dalam menghadapi serta
mengatasi segala tantangan, ancaman,
hambatan dan gangguan yang datang dari luar
maupun dari dalam secara langsung maupun
tidak langsung untuk menjamin kelangsungan
kehidupan politik bangsa dan negara Republik
Indonesia berdasar Pancasila dan UUD 1945.
e. Aspek Ideologi
Dapat diartikan sebagai kondisi dinamis
kehidupan ideologi bangsa Indonesia.
Ketahanan ini diartikan mengandung keuletan
dan ketangguhan kekuatan nasional dalam
menghadapi serta mengatasi segala tantangan,
ancaman, hambatan dan gangguan yang datang
dari luar maupun dari dalam secara langsung
maupun tidak langsung membahayakan
kelangsungan kehidupan ideologi bangsa dan
negara Indonesia.

Aspek Sosial Budaya

c.

Aspek Pertahanan dan Keamanan


Untuk mewujudkan keberhasilan Ketahanan
Nasional setiap warga negara Indonesia perlu:

Memiliki semangat perjuangan bangsa dalam


bentuk perjuangan non fisik yang disertai
keuletan dan ketangguhan tanpa kenal
menyerah dan mampu mengembangkan
kekuatan nasional dalam rangka menghadapi
segala tantangan, ancaman, hambatan, dan
gangguan yang datang dari luar maupun dari
dalam untuk menjamin identitas, integritas,
kelangsungan hidup bangsa dan negara serta
pencapaian tujuan nasional.
Sadar dan peduli akan pengaruh-pengaruh yang
timbul pada aspek ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan keamanan.

d.

Aspek Ilmu Pengetahuan

Untuk mecapai percepatan kemandirian dan


kesejahteraan berbasis dukungan ilmu
pengetahuan dan teknologi ( Iptek )
Dilakukan lewat penguatan empat pilar
knowledge based economy ( KBE ), yaitu :

Perjuangan bangsa Indonesia


yangf menyakut kepentingan

- Sistem pendidikan

-------------------------------------------------------

- Sisten inovasi

NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM


SILA PANCASILA
Nilai adalah sesuatu yang berharga,
berguna,
indah, memperkaya
batin, dan
menyadarkan
manusia
akan
harkat
dan
martabatnya. Dalam Dictionary of Sociology an
Related Sciences nilai adalah suatu kemampuan
yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Menurut C Klukhon, nilai
bukanlah keinginan melainkan apa yang
diinginkan. Sedang menurut Kamus ilmiah populer
nilai adalah ide tentang apa yang baik, benar,
bijaksana, dan apa yang berguna, sifatnya lebih
abstrak dari norma.

- Infrastruktur masyarakat informasi


- Kerangka kelembagaan, peraturan
perundangan, dan ekonomi
Perbaikan kualitas pelayanan kesehatan dan
pendidikan
Mewujudkan tumbuhnya masyarakat yang
berbudaya iptek
e.

Aspek Ideologi
Upaya memperkuat Ketahanan Ideologi
memerulkan memerlukan langkah pembinaan
berikut:
Pengamalan pancasila secara obyektif dan
subyektif
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
dan negara Republik Indonesia
Pendidikan moral Pancasila
Sesanti Bhineka Tunggal Ika dan konsep
Wawasan Nusantara bersumber dari Pancasila

f.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia


perlu dilaksanakan dengan pembenahan sistem
pendidikan, pelatihan dan penyuluhan

Aspek Politik
Upaya mewujudkan ketahan pada aspek politik:

1. Politik Dalam Negeri


Sistem pemerintahan yang berdasarkan
hukum
Mekanisme politik yang memungkinakan
adanya perbedaan pendapat
Terjalin komunikasi politik timbal balik
antara pemerintah dan masyarakat
2. Politik Luar Negeri
Hubungan luar negeri ditujukan untuk
meningkatkan kerjasama interansional di
berbagai bidang
Politik luar negeri terus dikembangkan menurut
prioritas dalam rangka meningkatkan
persahabatan dan kerjasama antarnegara

Nilai dibagi menjadi dua macam yaitu


nilai yang mendarah daging dan nilai dominan.
~ Nilai yang mendarah daging yaitu nilai yang
sudah menjadi kepribadian bawah sadar atau yang
mendorong timbulnya tindakan tanpa berpikir
panjang lagi. Contohnya : orang yang taat
beragama maka akan menderita saat ia melanggar
larangan dari norma agama tersebut.
~ Nilai dominan yaitu nilai yang dianggap lebih
penting daripada nilai-nilai yang lain. Beberapa
pertimbangan dominan atau tidaknya nilai tersebut
bisa dilihat dari :
* Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut.
* Lamanya nilai tersebut dirasakan oleh anggota
kelompok tersebut.
* Tingginya usaha mempertahankan nilai tersebut.
* Tingginya kedudukan
membawakan nilai tersebut.

orang-orang

yang

Pancasila di rumuskan bukan semata tanpa


arti. Dalam setiap sila dalam Pancasila
mengandung nilai-nilai luhur. Nilai-nilai inilah
yang jika diterapkan secara konsisten dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dapat menjadi
pendorong untuk kemajuan bangsa.

Menurut Dardji
Darmidihardjo nialinilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila
yaitu sebagai berikut :

Sila pertama yaitu Ketuhan yang Maha


Esa mengandung nilai antara lain keyakinan
terhadap Tuhan yang Maha Esa dengan sifat-sifatNya yang Maha Sempurna, yakni Maha Kasih,
Maha Kuasa, Maha Adil, Maha Bijaksana, dan lainlain sifat yang suci serta ketaqwaan terhadap Tuhan
yang Maha Esa yakni menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sila
pertama ini meliputi dan menjiwai sila-sila
selanjutnya.
Sila pertama ini mencerminkan bahwa
suatu keharusan bagi masyarakat warga Indonesia
menjadi masyarakat yang beriman kepada Tuhan
dan masyarakat yang beragama. Negara yang
berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah
negara yang menjamin kebebasan untuk memeluk
agama dan beribadat menurut agama dan
kepercayaan masing-masing.
Akan lebih baik jika nilai yang terkandung
dalam sila pertama ini diterapkan oleh seluruh
rakyat Indonesia segera dilakukan agar Konflik
Poso yang pernah terjadi di Sulawesi Tengah antara
Islam dan Kristen yang terjadi hingga tiga kali
tidak akan terulang kembali di Indonesia.
Sila kedua adalah kemanusiaan yang adil
dan beradab. Nilai yang terkandung dalam sila ini
antara lain pengakuan terhadap adanya martabat
manusia, perlakuan yang adil terhadap sesama
manusia, pengertian manusia yang beradab yang
memiliki daya cipta, rasa, karsa, dan keyakinan
sehingga jelas adanya perbedaan antara manusia
dengan hewan. Nilai sila ini diliputi dan dijiwai sila
I, meliputi dan menjiwai sila III, IV, dan V.
Sila ini mencerminkan agar bangsa
Indonesia membentuk suatu kesadaran tentang
keteraturan sebagai asas kehidupan untuk menjadi
manusia sempurna. Manusia yang peradabannya
maju akan lebih mudah menerima kebenaran, lebih
mungkin untuk mengikuti tata cara dan pola
kehidupan masyarakat yang teratur, dan mengenal
hukum universal. Kesadaran inilah yang harus
diterapkan dalam kehidupn agar tercipta kehidupan
yang penuh toleransi.
Sila ketiga adalah Persatuan Indonesia.
Nilai yang terkandung dalam sila ini antara lain
persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang
mendiami wilayah, bangsa Indonesia adalah
persatuan suku-suku bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia, Pengakuan terhadap ke-Bhineka
Tunggal Ika-an suku bangsa(etnis) dan kebudayaan
bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa) yang
memberikan arah dalam pembinaan kesatuan
bangsa. Nilai sila ini diliputi dan dijiwai sila I dan
II, meliputi dan menjiwai sila IV, dan V.

Persatuan adalah gabungan yang terdiri


atas beberapa bagian. Negara Kesatuan Republik
Indonesia terbentuk dalam proses sejarah
perjuangan panjang dan terdiri dari bermacammacam kelompok suku bangsa dan sila ini
menegaskan pada bangsa Indonesia perbedaan
bukan untuk dipertentangkan tetapi hal tersebut
akan menjadi sesuatu yang luar biasa jika dijadikan
persatuan Indonesia.
Sila keempat adalah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan
perwakilan.
Nilai
yang
terkandung dalam sila ini antara lain menegaskan
bahwa kedaulatan negara ada ditangan rakyat,
pimpinan kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan
yang dilandasi oleh akal sehat, manusia Indonesia
sebagai warga Indonesia dan masyarakat warga
Indonesia mempunyai kedudukan hak dan
kewajiban yang sama, musyawarah untuk mufakat
dicapai dalam permusyawaratan wakil-wakil
rakyat. Nilai sila ini diliputi dan dijiwai sila I, II,
dan III, meliputi dan menjiwai sila V.
Prinsip-prinsip
kerakyatan
untuk
membangkitkan
bangsa
Indonesia
adalah
kerakyatan yang mampu mengendalikan diri dan
mengusai diri untuk menciptakan perubahan pada
kebangkitan bangsa. Hikmah kebijaksanaan bisa
diartikan sebagai kondisi rakyat yang harus berpikir
dalam tahap yang lebih tinggi sebagai bangsa, dan
membebaskan diri dari pemikiran kelompok dan
aliran tertentu yang sempit.
Sila kelima yaitu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Nilai yang terkandung
antara lain perwujudan keadilan sosial dalam
kehidupan sosial atau kemasyarakatan meliputi
seluruh bangsa Indonesia, keadilan dalam
kehidupan sosial terutama meliputi bidang-bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan dan
pertahanan
keamanan
nasional
(Ipoleksosbudhankamnas), cita-cita masyarakat adil
makmur, material dan spiritual yang merata bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan cinta akan kemajuan
dan pembangunan. Nilai sila ini diliputi dan dijiwai
sila I, II, III, dan IV.
Nilai keadilan adalah nilai yang
menjunjung
norma
berdasarkan
ketidak
berpihakkan, keseimbangan, serta pemerataan
terhadap suatu hal. Setiap bangsa Indonesia
mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh
dan berkembang serta belajar hidup. Segala usaha
diarahkan untuk menggali potensi rakyat,
membangun
perwatakan
sehingga
bisa
meningkatan kualitas rakyat. Dengan demikian
kesejahteraan yang meratapun bisa tercapai
---------------------------------------------------------

Pengertian, Hakekat dan Kedudukan wawasan


Nusantara
1. Pengertian Wawasan Nusantara
Secara Etimologi kata wawasan berasal
dari kata wawas (bahasa Jawa) yang berarti
pandangan, tinjauan atau penglihatan indrawi,
ditambahkan akhiran (an) bermakna cara pandang,
cara tincau atau cara melihat. Dari kata wawas
muncul kata mawas yang berarti; memandang,
meninjau atau melihat. Wawasan artinya;
pandangan, tinjauan, penglihatan, tanggap indrawi,
atau cara pandang atau cara melihat.
Selanjutnya kata Nusantara terdiri dari
kata nusa dan antara. Kata nusa artinya pulau atau
kesatuan kepulauan. Antara menunjukkan letak
antara dua unsur. Nusantara artinya kesatuan
kepulauan yang terletak antara dua benua yakni
Asia dan Australia dan dua samudera yakni;
samudera Hindia dan samudera Pasifik.
Menurut Kelompok kerja LEMHANAS
1999 Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan
sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
Iingkungannya yang serba beragam dan bernilai
strategis dengan mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan
nasional.
Sedangkan pengertian yang digunakan
sebagai acuan pokok ajaran dasar Wawasan
Nusantara sebagai geopolitik Indonesia adalah cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri
dan lingkungannya yang serba beragam dan
bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan
dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan
menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek
kehidupan nasional untuk mencapai tujuan
nasional.
Landasan Wawasan Nusantara
Idiil Pancasila Konstitusional UUD 1945
2. Hakekat Wawasan Nusantara
Pada hakekatnya Wawasan Nusantara
adalah : Keutuhan Bangsa dan kesatuan wilayah
nasional. Dengan kata lain hahekat Wawasan
Nusantara adalah persatuan bangsa dan kesatuan
wilayah. Bangsa Indonesia dari aspek sosial
budaya adalah beragam, dari segi wilayah bercorak
nusantara dipandang sebagai suatu kesatuan yang
utuh.
Dadalam bahasa GBHN disebutkan bahwa
hakekat wawasan nusantara adalah diwujudkan
dengan menyatakan kepulauan Nusantara sebagai
satu kesatuan ekonomi, politik, sosial budaya dan

pertahanan keamanan. Berarti setiap warga bangsa


dan aparatur negara harus berfikir, bersikap dan
bertindak secara utuh menyeluruh dalam Iingkup
dan demi kepentingan bangsa termasuk produkproduk yang dihasilkan oleh lembaga Negara.
3. Kedudukan Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara berkedudukan
sebagai visi bangsa. Visi adalah keadaan atau
rumusan umum mengenai keadaan yang ingin
dicapai. Wawasan nasional merupakan visi bangsa
yang bersangkutan dalam menuju masa depan. Visi
bangsa Indonesia sesuai dengan konsep wawasan
Nusantara adalah; menjadi bangsa yang satu
dengan wilayah yang satu secara utuh.
Fungsi Wawasan Nusantara adalah
pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu
dalam menentukan segala kebijaksanaan,
keputusan, tindakan dan perbuatan, baik bagi
penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah
maupun bagi seluruh rakyat dalam kehidupan
bermasyarakat, bernegara dan berbangsa.
A. Latar Belakang Konsepsi Wawasan Nusantara
Mengapa bangsa Indonesia memandang
diri dengan lingkungan tempat tinggalnya sebagai
satu kesatuan yang utuh? Jawaban atas pertanyaan
ini merupakan latar belakang lahirnya konsepsi
Wawasan Nusantara. Faktor-faktor yang
melatarbelakangi lahirnya konsepsi wawasan
nusantara, antara lain : Aspek historis dan aspek
geografis
Berdasarkan sejarah, bangsa Indonesia
menginginkan menjadi bangsa yang satu dengan
wilayah yang utuh adalah karena 2 (dua) hal,
yakni :
a. Bangsa Indonesia pernah mengalami kehidupan
sebagai bangsa yang terjajah dan terpecah;
b. Bangsa Indonesia pernah mengalami memiliki
wilyah yang terpisah-pisah.
Penjajahan memang bertujuan memecah
bangsa Indonesia yang dikenal dengan politik
Devide et impera. Dengan politik ini sadar atau
tidak orang-orang Indonesia justru melawan
bangsanya sendiri. Jadi dari sejarah bangsa
Indonesia adalah bangsa yang terjajah dan dipecahpecah oleh bangsa lain (penjajah).
Secara historis, wilayah Indonesia adalah
wilkayah bekas jajahan Belanda atau wilayah eks
Hindia Belanda. Wilayahnya berbentuk kepulauan
merupakan wilayah yang terpisah oleh laut bebas
dan bukan merupakan satu kesatuan . Buktinya

digunakan ketentuan bahwa laut teritorial Hindia


Belanda adalah selebar 3 mil berdasarkan
Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie
tahun 1939.
Sebagai bangsa yang memiliki wilayah
yang terpisah-pisah, jelas merupakan faktor
penghambat untuk mewujudkan bangsa yang
merdeka, bersatu, berdaulat menuju bangsa yang
adil dan makmur.
Berdasarkan keadaan historis itu, bangsa
Indonesia berupaya mengembangkan konsepsi
tentang visi bangsa yakni bangsa yang bersatu
dalam satu wilayah yang utuh.
Untuk bisa keluar dari bangsa yang
terjajah dan terpecah dibutuhkan semangat
kebangsaan (nasionalisme) yang ditandai dengan
era kebangkitan nasional. Perkembangan semangat
kebangsaan Indonesia, dibagi dalam 3 (tiga) kurun
waktu, yakni :
- Jaman perintis 1908 (muncul pergerakan nasional
Budi Utomo)
- Jaman penegas (1928, ikrar sumpah pemuda)
- Jaman pendobrak (1945, Proklamasi kemerdekaan
Indonesia).
Upaya untuk menjadikan wilayah
Indonesia sebagai wilayah yang utuh dan tidak lagi
terpisah-pisah, adalah dengan mengganti
territoriale Zee en Mariteme Kringen Ordonantie,
yakni dikeluarkan Deklarasi Juanda tanggal 13
Desember 1957. Isi Pokok Deklarasi Juanda adalah
:
1. Segala perairan di sekitar, di antara dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara
Indonesia dengan tidak memandang Iuas/Iebarnya
adalah bagian-bagian yang wajar sebagai wilayah
daratan Indonesia.
2. Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman
bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekadar
tidak bertentangan/ mengganggu kedaulatan dan
keselamatan negara Indonesia.
3. Batas laut teritorial adalah 12 mil diukur dari
garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang
terluar pada pulau-pulau negara Indonesia.
Deklarasi Djuanda:
4. Segala perairan di sekitar, di antara dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara
Indonesia dengan tidak memandang Iuas/Iebarnya
adalah bagian-bagian yang wajar sebagai wilayah
daratan Indonesia.
5. Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman
bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekadar
tidak bertentangan/ mengganggu kedaulatan dan
keselamatan negara Indonesia.
6. Batas laut teritorial adalah 12 mil diukur dari
garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang

terluar pada pulau-pulau negara Indonesia.


Deklarasi ini kemudian dikukuhkan dengan
Undang-Undang Nomor 4/Prp tahun 1960 tentang
Perairan Indonesia. Deklarasi Juanda melahirkan
konsepsi Wawasan Nusantara, dimana laut tidak
lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai penghubung.
Konsepsi Deklarasi Juanda diperjuangkan dalam
forum Internasional dan mendapat pengukukan
sekaligus sebagai kekuatan hukum pada Konferensi
PBB tanggal 30 April 1982 (Konferensi Hukum
Laut) yang mengakui asas Negara Kepulauan
(Archipelego State).
Dari segi geografis dan sosial budaya, Indonesia
merupakan negara dan bangsa dengan wilayah dan
posisi yang unik serta bangsa yang heterogen.
Keunikan wilayah dan heterogenitas antara lain :
1. Indonesia bercirikan negara kepulauan/maritim
dengan jumlah 17.508 pulau
2. Luas wilayah 5.192 juta Km; daratan 2,027 juta
Km dan lautan seluas 3,166 juta Km
3. Jarak Utara-Selatan 1.888 juta Km dan Timur ke
Barat 5.110 juta Km
4. Inonesia terletak di antara dua samudera dan dua
benua (posisi silang)
5. Indonesia terletak pada garis Khatulistiwa
6. Berada pada iklim tropis dengan dua musim
7. Indonesia menjadi pertemuan dua jalur
pegunungan, yakni Mediterania dan Sirkum pasifik
8. Berada pada 6 derajat LU, 11 derajat LS, 95
derajat BT, 141 derajat BB.
9. Wilayah yang subur dan habitable (dapat dihuni)
10. Kaya akan flora, fauna dan sumber daya alam
11. Memiliki etnik yang banyak dan kebudayaan
yang beragam
12. Memiliki jumlah penduduk yang besar, sekitar
218,868 juta (tahun 2005).
B. Unsur-Unsur Konsepsi Wawasan Nusantara
Unsur-unsur konsepsi Wawasan Nasional antara
lain :
a. Wadah (Contour)
Wadah kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara meliputi seluruh wilayah
Indonesia yang memiliki sifat serba nusantara
dengan kekayaan alam dan penduduk serta aneka
ragam budaya.
b. Isi (Content)
Adalah aspirasi bangsa yang berkembang
di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional
yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Isi
menyangkut dua hal, pertama realisasi aspirasi
bangsa sebagai kesepakatan bersama dan
perwujudannya, pencapaian cita-cita dan tujuan
nasional persatuan, kedua persatuan dan kesatuan
dalam kebinekaan yang meliputi semua aspek
kehidupan nasional.
c. Tata laku (Conduct)
Hasil interaksi antara wadah dan isi wasantara yang

terdiri dari :
i. Tata laku batiniah yaitu mencerminkan jiwa,
semangat dan mentalitas yang balk dari bangsa
Indonesia.
ii. Tata laku Iahiriah yaitu tercermin dalam
tindakan, perbuatan dan perilaku dari bangsa
Indonesia.
C. Asas Wawasan Nusantara
Merupakan ketentuan-ketentuan dasar
yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara dan
diciptakan agar terwujud demi tetap taat dan
setianya komponen/unsur pembentuk bangsa
Indonesia (suku/golongan) terhadap kesepakatan
(commitment) bersama. Asas wasantara terdiri
dari :
a. Kepentingan/Tujuan yang sama
b. Keadilan
c. Kejujuran
d. Solidaritas
e. Kerjasama
f. Kesetiaan terhadap kesepakatan
Tujuan Wawasan Nusantara adalah
mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala
bidang dari rakyat Indonesia yang Iebih
mengutamakan kepentingan nasional dari pada
kepentingan orang perorangan, kelompok,
golongan, suku bangsa/daerah.
Fungsi Wawasan Nusantara adalah
pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu
dalam segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan
dan perbuatan, baik bagi penyelenggara negara di
tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh
rakyat dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara
dan berbangsa.
D. Implementasi Wawasan Nusantara
Penerapan wawasan nusantara harus tercermin
pada pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang
senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa
(Negara).
a. Implementasi dalam kehidupan politik adalah
menciptakan iklim kehidupan dan perilaku
penyelenggara Negara yang sehat, demokratis ,
dinamis, dan beretika demi mewujudkan
pemerintahan yang transparan, bersih, aspiratif, dan
berwwibawa.
b. Implementasi dalam kehidupan ekonomi adalah
menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar
menjamin pemenuhan dan peningkatan
kesejahtaraan dan kemakmuran rakyat secara
merata dan adil, adanya tanggung jawab
pengelolaan sumber daya alam antara eksploitasi
dan pelestarian yang seimbang.
c. Implementasi dalam kehidupan sosial budaya
adalah menciptakan sikap batiniah dan lahiriah
yang mengakui, menerima dan menghormati segala
bentuk perbedaan sebagai kenyataan yang hidup di

sekitarnya dan merupakan karunia Sang Pencipta,


sehingga tercipta kehidupan yang rukun dan
berdampingan dengan damai.
d. Implementasi dalam kehidupan pertahanan
keamanan adalah menumbuhkan kesadaran cinta
tanah air dan membentuk sikap bela Negara pada
setiap WNI. Pemahaman wawasan nusantara harus
mampu menggerakkan partisipasi rakyat dalam
mengatasi beerbagai ATHG yang dating dari luar
maupun dari dalam Negara.
E. Wawasan Nasional Indonesia
Wawasan nasional Indonesia
dikembangkan berdasarkan wawasan nasional
secara universal sehingga dibentuk dan dijiwai oleh
paham kekuasaan dan geopolitik yang dipakai
negara Indonesia.
Paham kekuasaan Indonesia Bangsa
Indonesia yang berfalsafah dan berideologi
Pancasila menganut paham tentang perang dan
damai berdasarkan : Bangsa Indonesia cinta
damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan.
Dengan demikian wawasan nasional bangsa
Indonesia tidak mengembangkan ajaran kekuasaan
dan adu kekuatan karena hal tersebut mengandung
persengketaan dan ekspansionisme.
Wilayah perairan laut Indonesia dapat
dibedakan tiga macam, yaitu zona Laut Teritorial,
zona Landas kontinen, dan zona Ekonomi
Eksklusit.
a. Zona Laut Teritorial
Batas laut Teritorial ialah garis khayal
yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah
laut lepas. Jika ada dua negara atau Iebih
menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu
kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di
tarik sama jauh dari garis masing-masing negara
tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan
garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Garis
dasar adalah garis khayal yang menghubungkan
titik-titik dari ujung ujung pulau terluar.
b. Zona Landas Kontinen
Landas Kontinen ialah dasar laut yang
secara geologis maupun morfologi merupakan
lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman
lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia terletak
pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan
kontinen Asia dan landasan kontinen Australia.
Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari
garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada
dua negara atau lebih menguasai lautan di atas
landasan kontinen, maka batas negara tersebut
ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing
Negara.

c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)


Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut
selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari
garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini,
Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam
memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona
ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan
pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan
laut tetap diakui sesuai dengan prinsip -prinsip
Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen,
dan batas zona ekohomi eksklusif antara dua
negara yang bertetangga saling tumpang tindih,
maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan
titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua
negara itu sebagai batasnya.
3) Pemikiran berdasarkanAspek Sosial Budaya
Budaya/kebudayaan secara etimologis
adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh
kekuatan budi manusia. Kebudayaan diungkapkan
sebagai cita, rasa dan karsa (budi, perasaan, dan
kehendak). Secara universal kebudayaan
masyarakat yang heterogen mempunyai unsurunsur yang sama:
Sistem religi dan upacara keagamaan sistem
masyarakat dan organisasi kemasyarakatan sistem
pengetahuan
Bahasa
Keserasian
Sistem mata pencaharian
Sistem teknologi dan peralatan
Sesuai dengan sifatnya, kebudayaan
merupakan warisan yang bersifat memaksa bagi
masyarakat yang bersangkutan, artinya setiap
generasi yang lahir dari suatu masyarakat dengan
serta-merta mewarisi norma-norma budaya dari
generasi sebelumnya. Warisan budaya diterima
secara emosional dan bersifat mengikat ke alam
(cohesiveness)sehingga menjadi sangat sensitif.
Proses sosial dalam upaya menjaga
persatuan nasional sangat membutuhkan kesamaan
persepsi atau kesatuan cara pandang diantara
segenap masyarakat tentang eksistensi budaya yang
sangat beragam namun memiliki semangat untuk
membina kehidupan bersama secara harmonis.
4) Pemikiran berdasarkan aspek kesejarahan
Perjuangan suatu bangsa dalam meraih
cita-cita pada umumnya tumbuh dan berkembang
akibat latar belakang sejarah. Kerajaan Sriwijaya
dan Majapahit Iandasannya adalah mewujudkan
kesatuan wilayah, meskipun belum timbul rasa
kebangsaan namun sudah timbul semangat
bernegara. Kaidah kaidah negara modern belum
ada seperti rumusan falsafah negara, konsepsi cara

pandang dsb. Yang ada berupa slogan- slogan


seperti yang ditulis oleh Mpu Tantular yaitu
Bhineka Tunggal Ika.Wawasan Nasional Indonesia
diwarnai oleh pengalaman sejarah yang
menginginkan tidak terulangnya lagi perpecahan
dalam Iingkungan bangsa yang akan melemahkan
perjuangan dalam mengisi kemerdekaan untuk
mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sebagai
hasil kesepakatan bersama agar bangsa Indonesia
setara dengan bangsa lain
Tujuan Wawasan Nusantara adalah sebagai berikut:
1. Tujuan ke dalam, yaitu menjamin perwujudan
persatuan dan kesatuan segenap aspek kehidupan
nasional, yaitu politik, sosial budaya,
dan pertahanan keamanan.
2. Tujuan ke luar, yaitu terjaminnya kepentingan
nasional dalam dunia yang serba berubah, dan ikut
serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
serta mengembangkan suatu kerjasama dan saling
menghormati.
Adapun manfaat yang kita dapatkan dari
konsepsi Wawasan Nusantara adalah sebagai
berikut:
1. Diterima dan diakuinya konsepsi Nusantara di
forum internasional. Hal ini dibuktikan dengan
penerimaan asas negara kepulauan berdasarkan
Konvensi Hukum Laut 1982. Indonesia sebagai
negara kepulauan diakui oleh dunia internasional.
2. Pertambahan luas wilayah teritorial Indonesia.
Berdasarkan Ordonansi 1939, wilayah teritorial
Indonesia hanya seluas 2 juta km2. Dengan adanya
konsepsi Wawasan Nusantara maka luas wilayah
Indonesia menjadi 5 juta km2 sebagai satu kesatuan
wilayah.
Pertambahan luas wilayah sebagai ruang hidup
memberikan potensi sumber daya yang besar bagi
peningkatan kesejahteraan. Sumber daya tersebut
terutama sumber minyak yang ditemukan di
wilayah teritorial dan landas kontinen Indonesia.
4. Penerapan Wawasan Nusantara menghasilkan
cara pandang tentang keutuhan wilayah nusantara
yang perlu dipertahankan oleh bangsa Indonesia.
5. Wawasan Nusantara menjadi salah satu sarana
integrasi nasional. Misalnya tercermin dalam
semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Pengertian Tata Pemerintahan


Yang Baik (Good Governance)
Good governance adalah mantra yang diucapkan
oleh banyak orang di Indonesia sejak 1993. Kata
governance mewakili suatu etika baru yang
terdengar rasional, profesional, dan demokratis,
tidak soal apakah diucapkan di kantor Bank Dunia
di Washington, AS atau di kantor LSM yang kumuh

di pinggiran Jakarta. Dengan kata itu pula wakil


dari berbagai golongan profesi seolah disatukan
oleh koor seruan kepada pemerintah yang korup
di negara berkembang. Good governance, bad
men! terkepung oleh seruan dari berbagai pihak,
kalangan pejabat pemerintah pun lantas juga fasih
menyebut konsep ini, meski dengan arti dan
maksud yang berbeda.
Proses pemahaman umum mengenai governance
atau tata pemerintahan mulai mengemuka di
Indonesia sejak tahun 1990-an, dan mulai semakin
bergulir pada tahun 1996, seiring dengan interaksi
pemerintah Indonesia dengan negara luar sebagai
negara-negara pemberi bantuan yang banyak
menyoroti kondisi obyektif perkembangan ekonomi
dan politik Indonesia. Istilah ini seringkali
disangkutpautkan dengan kebijaksanaan pemberian
bantuan dari negara donor, dengan menjadikan
masalah isu tata pemerintahan sebagai salah satu
aspek yang dipertimbangkan dalam pemberian
bantuan, baik berupa pinjaman maupun hibah.
Kata governance sering dirancukan dengan
government. Akibatnya, negara dan pemerintah
menjadi korban utama dari seruan kolektif ini,
bahwa mereka adalah sasaran nomor satu untuk
melakukan perbaikan-perbaikan. Badan-badan
keuangan internasional mengambil prioritas untuk
memperbaiki birokrasi pemerintahan di Dunia
Ketiga dalam skema good governance mereka.
Aktivitis dan kaum oposan, dengan bersemangat,
ikut juga dalam aktivitas ini dengan menambahkan
prinsip-prinsip kebebasan politik sebagai bagian
yang tak terelakkan dari usaha perbaikan institusi
negara. Good governance bahkan berhasil
mendekatkan hubungan antara badan-badan
keuangan multilateral dengan para aktivis politik,
yang sebelumnya bersikap sinis pada hubungan
antara pemerintah negara berkembang dengan
badan-badan ini. Maka, jadilah suatu sintesa antara
tujuan ekonomi dengan politik.
Tetapi, sebagaimana layaknya suatu mantra, para
pengucap tidak dapat menerangkan sebab akibat
dari suatu kejadian, Mereka hanya mengetahui
sebgian, yaitu bahwa sesuatu yang invisible hand
menyukai mantra yang mereka ucapkan. Pada
kasus good governance, para pengucap hanya
mengetahui sedikit hal yaitu bahwa sesuatu yang
tidak terbuka dan tidak terkontrol akan
mengundang penyalahgunaan, bahwa program
ekonomi tidak akan berhasil tanpa legitimasi,
ketertiban sosial, dan efisiensi institusional.
Satu faktor yang sering dilupakan adalah, bahwa
kekuatan konsep ini justru terletak pada keaktifan
sektor negara, masyarakat dan pasar untuk
berinteraksi. Karena itu, good governance, sebagai
suatu proyek sosial, harus melihat kondisi sektor-

sektor di luar negara.


2.1. ARTI GOOD GOVERNANCE
Governance, yang diterjemahkan menjadi tata
pemerintahan, adalah penggunaan wewenang
ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola
urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata
pemerintahan mencakup seluruh mekanisme,
proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan
kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan
kepentingan mereka, menggunakan hak hukum,
memenuhi kewajiban dan menjembatani
perbedaan-perbedaan diantara mereka.
Definisi lain menyebutkan governance adalah
mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan
sosial yang melibatkan pengaruh sector negara dan
sector non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif.
Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang
terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan
yang menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama
dari terminologi governance membantah
pemahaman formal tentang bekerjanya institusiinstitusi negara. Governance mengakui bahwa
didalam masyarakat terdapat banyak pusat
pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat
yang berbeda.
Meskipun mengakui ada banyak aktor yang terlibat
dalam proses sosial, governance bukanlah sesuatu
yang terjadi secara chaotic, random atau tidak
terduga. Ada aturan-aturan main yang diikuti oleh
berbagai aktor yang berbeda. Salah satu aturan
main yang penting adalah adanya wewenang yang
dijalankan oleh negara. Tetapi harus diingat, dalam
konsep governance wewenang diasumsikan tidak
diterapkan secara sepihak, melainkan melalui
semacam konsensus dari pelaku-pelaku yang
berbeda. Oleh sebab itu, karena melibatkan banyak
pihak dan tidak bekerja berdasarkan dominasi
pemerintah, maka pelaku-pelaku diluar pemerintah
harus memiliki kompetensi untuk ikut membentuk,
mengontrol, dan mematuhi wewenang yang
dibentuk secara kolektif.
Lebih lanjut, disebutkan bahwa dalam konteks
pembangunan, definisi governance adalah
mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi
dan sosial untuk tujuan pembangunan, sehingga
good governance, dengan demikian, adalah
mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan
sosial yang substansial dan penerapannya untuk
menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat
utama efisien) dan (relatif) merata.
Menurut dokumen United Nations Development
Program (UNDP), tata pemerintahan adalah
penggunaan wewenang ekonomi politik dan
administrasi guna mengelola urusan-urusan negra

pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup


seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga
dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat
mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan
hak hukum, memenuhi kewajiban dan
menjembatani perbedaan-perbedaan diantara
mereka.
Jelas bahwa good governance adalah masalah
perimbangan antara negara, pasar dan masyarakat.
Memang sampai saat ini, sejumlah karakteristik
kebaikan dari suatu governance lebih banyak
berkaitan dengan kinerja pemerintah. Pemerintah
berkewajiban melakukan investasi untuk
mempromosikan tujuan ekonomi jangka panjang
seperti pendidikan kesehatan dan infrastuktur.
Tetapi untuk mengimbangi negara, suatu
masyarakat warga yang kompeten dibutuhkan
melalui diterapkannya sistem demokrasi, rule of
law, hak asasi manusia, dan dihargainya pluralisme.
Good governance sangat terkait dengan dua hal
yaitu (1) good governance tidak dapat dibatasi
hanya pada tujuan ekonomi dan (2) tujuan ekonomi
pun tidak dapat dicapai tanpa prasyarat politik
tertentu.
2.2. MEMBANGUN GOOD GOVERNANCE
Membangun good governance adalah mengubah
cara kerja state, membuat pemerintah accountable,
dan membangun pelaku-pelaku di luar negara
cakap untuk ikut berperan membuat sistem baru
yang bermanfaat secara umum. Dalam konteks ini,
tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapat
diwujudkan dengan baik hanya dengan mengubah
karakteristik dan cara kerja institusi negara dan
pemerintah. Harus kita ingat, untuk
mengakomodasi keragaman, good governance juga
harus menjangkau berbagai tingkat wilayah politik.
Karena itu, membangun good governance adalah
proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha
tersebut harus dilakukan secara bertahap. Untuk
Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep
ini diperlukan agar dapat menangani realitas yang
ada.
2.3 PRINSIP-PRINSIP TATA PEMERINTAHAN
YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)
UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik
governance, yaitu legitimasi politik, kerjasama
dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan
berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas
birokratis dan keuangan (financial), manajemen
sektor publik yang efisien, kebebasan informasi
dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat
dipercaya.
Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah
karakteristik good governance adalah masyarakat
sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka,
pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi,
eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang

profesional dan aturan hukum.


Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan
sejumlah indikator seperti: transparansi,
akuntabilitas, kewajaran dan kesetaraan, serta
kesinambungan.
Asian Development Bank sendiri menegaskan
adanya konsensus umum bahwa good governance
dilandasi oleh 4 pilar yaitu (1) accountability, (2)
transparency, (3) predictability, dan (4)
participation.
Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip
yang melandasi tata pemerintahan yang baik sangat
bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari
satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak
ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai
prinsip-prinsip utama yang melandasi good
governance, yaitu (1) Akuntabilitas, (2)
Transparansi, dan (3) Partisipasi Masyarakat.
GOOD GOVERNANCE (TATA
PEMERINTAHAN YANG BAIK)
Good governance tindakan atau tingkah laku
yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat
mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi
masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu
dalam tindakan dan kehidupan keseharian.
Indikator pemerintahan yang baik adalah jika
produktif dan memperlihatkan hasil dengan
indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat
dalam aspek produktifitas maupun dalam daya
belinya, kesejahteraan spiritualitasnya terus
meningkat dengan indikator rasa aman, tenang dan
bahagia serta sense of nationality yang baik.
Prinsip-prinsip Good Governance.
1. Partisipasi (Participation) Semua warga
berhak terlibat dalam pengambilan keputusan, baik
langsung maupun melalui lembaga perwakilan
yang sah untuk mewakili kepentingan mereka.
Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun
berdasarkan kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat serta kapasitas untuk
berpartisipasi secara konstruktif.
2. Penegakan Hukum (Rule of Law) Partisipasi
masyarakat dalam proses politik dan perumusanperumusan kebijakan publik memerlukan sistem
dan aturan-aturan hukum. Tanpa diimbangi oleh
sebuah hukum dan penegakkannya yang kuat,
partisipasi akan berubah menjadi proses politik
yang anarkis.
Karakter dalam menegakkan rule of law:
1. Supremasi hukum (the supremacy of law);
2. Kepastian hukum (legal certainty);
3. Hukum yang responsif;
4. Penegakkan hukum yang konsisten dan nondiskriminasi;
5. Independensi peradilan.
3. Transparansi

Salah satu yang menjadi persoalan bangsa di akhir


masa orde baru adalah merebaknya kasus-kasus
korupsi yang berkembang sejak awal masa rejim
kekuasaannya. Salah satu yang dapat menimbulkan
dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah
manajemen pemerintahan yang tidak transparan.
Aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus
dilakukan secara transparan. Setidaknya ada 8
aspek yaitu:
1. Penetapan posisi, jabatan atau kedudukan
2. Kekayaan pejabat publik
3. Pemberian penghargaan
4. Penetapan kebijakan yang terkait dengan
pencerahan kehidupan
5. Kesehatan
6. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan
publik
7. Keamanan dan ketertiban
8. Kebijakan strategis untuk pencerahan
kehidupan masyarakat
4. Responsif (Responsiveness)
Pemerintah harus peka dan cepat tanggap terhadap
persoalan-persoalan masyarakat.
5. Orientasi Kesepakatan (Consencus Orientation)
Pengambilan putusan melalui proses musyawarah
dan semaksimal mungkin berdasar kesepakatan
bersama.
6. Keadilan (Equity)
Kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan
7. Efektifitas (Effectiveness) dan Efisiensi
(Efficiency)
Agar pemerintahan efektif dan efisisen, maka para
pejabat perancang dan pelaksana tugas-tugas
pemerintahan harus mampu menyusun
perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan
kebutuhan nyata dari masyarakat, secara rasional
dan terukur.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Pertanggungjawaban pejabat publik terhadap
masyarakat yang memberinya delegasi dan
kewenangan untuk mengurusi berbagai urusan dan
kepentingan mereka, setiap pejabat publik dituntut
untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan,
perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya
terhadap masyarakat.
8. Visi Strategis (Syrategic Vision)
Pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi
masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi
penting dalam kerangka perwujudan good
governance, karena perubahan dunia dengan
kemajuan teknologinya yang begitu cepat.
Langkah-langkah perwujudan Good Governance
1. Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga
Perwakilan
2. Kemandirian Lembaga Peradilan
3. Aparatur Pemerintahan yang Profesional dan
Penuh Integritas
4. Masyarakat Madani (Civil Society) yang Kuat
dan Partisipatif
5. Penguatan Upaya Otonomi Daerah

1.
Arti Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan
kratos. Demos artinya rakyat. kata kratos berarti
pemerintahan. Jadi, demokrasi berarti pemerintahan
rakyat,yaitu pemerintahan yang rakyatnya
memegang peranan yang sangat menenentukan.
Kata demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan
negara atau masyarakat, dimana warga negara
dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan
melalui wakilnya yang diplih melalui pemilu.
Pemerintahan di Negara demokrasi juga
mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara,
beragarna, berpendapat, berserikat setiap warga
Negara, menegakan rule of law, adanya
pemerintahan menghormati hak-hak kelompok
minoritas; dan masyarakat warga Negara memberi
peluang yang sama untuk mendapatkan kehidupan
yang layak.
Pengertian demokrasi menurut para ahli adalah
sebagai berikut.

Abraham Lincoln, Demokrasi adalah


pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat.

Kranemburg, Demokrasi berasal dari kata


Yunani demos dan kratos. Demos (rakyat) dan
kratos (pemerintahan). Jadi, demokrasi berarti cara
memerintah dari rakyat.

Charles Costello, Demokrasi adalah sistem


social dan politik pemerintahan diri dengan
kekuasaan-kekuasaan emerintah yang dibatasi
hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak
perorangan warga negara.

Koentjoro Poerbopranoto, Demokrasi


adalah negara yang pemerintahannya dipegang oleh
rakyat. Hal ini berarti suatu sistem dimana rakyat
diikut sertakan dalam pemerintahan negara.

Harris Soche, Demokrasi adalah


pemerintahan rakyat karena itu kekuasaan melekat
pada rakyat.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian demokrasi
adalah bentuk pemerintahan yang berasal dari
rakyat, dilakukan oleh rakyat, dan dipergunakan
untuk kepentingan rakyat.
Dalam Negara demokrasi, kata demokrasi pada
hakekatnya mengandung makna (Masoed, 1997)

adalah partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan .


(partisipasi politik), yaitu;
1.
2.

Penduduk ikut pemilu;


Penduduk hadir dalam rapat selama 5
tahun terakhir;
3.
Penduduk ikut kampanye pemilu;
4.
Penduduk jadi anggota parpol dan ormas;
5.
Penduduk komunikasi langsung dengan
pejabat pemerintah.
Perwujudan sistem demokrasi pada masing-masing
negara dapat berbeda-beda tergantung dari kondisi
dan situasi dari negara yang bersangkutan.
1.
Manfaat Demokrasi
Demokrasi dapat memberi manfaat dalam
kehidupan masyarakat yang demokratis, yaitu:
1.

Kesetaraan sebagai warga Negara. Disini


demokrasi memperlakukan semua orang adalah
sama dan sederajat. Prinsip kesetaraan
menuntut perlakuan sama terhadap pandanganpandangan atau pendapat dan pilihan setiap
warga Negara.
2.
Memenuhi kebutuhan-kebutuhan umum.
Kebijakan dapat mencerminkan keinginan
rakyatnya. Semakin besar suara rakyat dalam
menentukan semakin besar pula kemungkinan
kebijakan itu menceminkan keinginan dan
aspirasi rakyat.
3.
Pluralisme dan kompromi. Demokrasi
mengisyaratkan kebhinekaan dan kemajemukan
dalam masyarakat maupun kesamaan
kedudukan diantara para warga Negara. Dalam
demokrasi untuk mengatasi perbedaanperbedaan adalah lewat diskusi, persuasi,
kompromi, dan bukan dengan paksanaan atau
pameran kekuasaan.
4.
Menjamin hak-hak dasar. Demokrasi
menjamin kebebasan-kebebasan dasar tentang
hak-hak sipil dan politis; hak kebebasan
berbicara dan berekspresi, hak berserikat dan
berkumpul, hak bergerak, dsb. Hak-hak itu
memungkinkan pengembangan diri setiap
individu dan memungkinkan terwujudnya
keputusan-keputusan kolektif yang lebih baik.
5.
Pembaruan kehidupan social. Demokrasi
memungkinkan terjadinya pembawan
kehidupan social. Penghapusan kebijakankebijakan yang telah usang secara rutin dan
pergantian para politisi dilakukan dengan cara
yang santun, dan damai. Demokrasi
memuluskan proses alih generasi tanpa
pergolakan.
1.
Ciri-Ciri Sistem Demokrasi
Ciri-ciri sistem demokrasi dimaksudkan untuk
membedakan penyelenggaraan pemerintahan
Negara yang demokratis, yaitu:

1.

Memungkinkan adanya pergantian


pemerintahan secara berkala;
2.
Anggota masyarakat memiliki kesempatan
yang sama menempati kedudukan dalam
pemerintahan untuk masa jabatan tertentu,
seperti; presiden, menteri, gubemur dsb;
3.
Adanya pengakuan dan anggota
masyarakat terhadap kehadiran tokoh-tokoh
yang sah yang berjuang mendapatkan
kedudukan dalam pemerintahan; sekaligus
sebagai tandingan bagi pemerintah yang sedang
berkuasa;
4.
Dilakukan pemilihan lain untuk memilih
pejabat-pejabat pemerintah tertentu yang
diharapkan dapat mewakili kepentingan rakyat
tertentu;
5.
Agar kehendak masing-masing golongan
dapat diketahui oleh pemenntah atau anggota
masyarakat lain, maka harus diakui adanya hak
menyatakan pendapat (lisan, tertulis,
pertemuan, media elektronik dan media cetak,
dsb);
6.
Pengakuan terhadap anggota masyarakat
yang tidak ikut serta dalam pemilihan umum.
Ciri-ciri kepribadian yang demokratis:
(1) Menerima orang lain;
(2) terbuka terhadap pengalaman dan ide-ide baru;
(3) bertanggungjawab;
(4) Waspada terhadap kekuasaan;
(5) Toleransi terhadap perbedaan-perbedaan;
(6) Emosi-emosinya terkendali;
(7) Menaruh kepercayaan terhadap lingkungan
1.
Nilai-Nilai dan Prinsip Demokrasi
1.
Nilai-Nilai Demokrasi
Untuk menumbuhkan keyakinan akan baiknya
system demokrasi, maka harus ada pola perilaku
yang menjadi tuntunan atau norma nilai-nilai
demokrasi yang diyakini masyarakat. Nilai-nilai
dan demokrasi membutuhkan hal-hal sebagai
berikut:
1.

Kesadaran akan puralisme. Masyarakat


yang hidup demokratis harus menjaga
keberagaman yang ada di masyarakat.
Demokrasi menjamin keseimbangan hak dan
kewajiban setiap warga Negara.

2.

Sikap yang jujur dan pikiran yang sehat.


Pengambilan keputusan didasarkan pada prinsip
musyawarah prinsip mufakat, dan
mementingkan kepentingan masyarakat pada
umumnya. Pengambilan keputusan dalam
demokrasi membutuhkan kejujuran, logis atau
berdasar akal sehat dan sikap tulus setiap orang
untuk beritikad baik.
3.
Demokrasi membutuhkan kerjasama
antarwarga masyarakat dan sikap serta itikad
baik. Masyarakat yang terkotak-kotak dan
penuh curiga kepada masyarakat lainnya
mengakibatkan demokrasi tidak berjalan
dengan baik.
4.
Demokrasi membutuhkan sikap
kedewasaan. Semangat demokrasi menuntut
kesediaan masyarakat untuk membenkan kritik
yang membangun, disampaikan dengan cara
yang sopan dan bertanggung jawab untuk
kemungkinan menerima bentuk-bentuk tertentu.
5.
Demokrasi membutuhkan pertimbangan
moral. Demokrasi mewajibkan adanya
keyakinan bahwa cara mencapai kemenangan
haruslah sejalan dengan tujuan dan berdasarkan
moral serta tidak menghalalkan segala cara.
Demokrasi memerlukan pertimbangan moral
atau keluhuran akhlak menjadi acuan dalam
berbuat dan mencapal tujuan.
2.
Prinsip Demokrasi
Suatu Negara dikatakan demokratis apabila system
pemerintahannya mewujudkan prinsip-pnnsip
demokrasi. Robert. Dahi (Sranti, dkk; 2008)
menyatakan terdapat beberapa prinsip demokrasi
yang harus ada dalam system pemerintahan Negara
demokrasi, yaltu:
1.

2.

3.

4.

Adanya control atau kendali atas


keputusan pemerintah. Pemerintah dalam
mengambil keputusan dikontrol oleh lembaga
legislative (DPR dan DPRD).
Adanya pemilihan yang teliti dan jujur.
Demokrasi dapat berjalan dengan baik apabila
adanya partisipasi aktif dan warga Negara dan
partisipasi tersebut dilakukan dengan teliti dan
jujur.Warga Negara diberi informasi
pengetahuan yang akurat dan dilakukan dengan
jujur.
Adanya hak memilih dan dipilih. Hak
untuk memilih, yaitu memberikan hak
pengawasan rakyat terhadap pemerintahan,
serta memutuskan pilihan terbaik sesuai tujuan
yang ingin dicapai rakyat. Hak dipilih yaitu
memberikan kesempatan kepada setiap warga
Negara untuk dipilih dalam menjalankan
amanat dari warga pemilihnya.
Adanya kebebasan menyatakan pendapat
tanpa ancaman. Demokrasi membutuhkan
kebebasan dalam menyampaikan pendapat,
bersenkat dengan rasa aman.

5.

Adanya kebebasan mengakses informasi.


Dengan membutuhkan informasi yang akurat,
untuk itu setiap warga Negara harus
mendapatkan akses informasi yang memadai.
Setiap keputusan pemerintah harus
disosialisasikan dan mendapatkan persetujuan
DPR, serta menjadi kewajiban pemenntah
untuk memberikan inforrnasi yang benar.
6.
Adanya kebebasan berserikat yang
terbuka. Kebebasan untuk berserikat ini
memberikan dorongan bagi warga Negara yang
merasa lemah, dan untuk memperkuatnya
membutuhkan teman atau kelompok dalam
bentuk serikat.
Untuk mengukur pelaksanaan pemerintahan
demokrasi, perlu diperhatikan beberapa parameter
demokrasi, yaitu:
1.

2.

3.

4.

5.

Pembentukan pemerintahan melalui


pemilu. Pembentukan pemerintahan dilakukan
dalam sebuah pemilihan umum yang
dilaksanakan dengan teliti dan jujur.
Sistem pertanggungjawaban pemerintah.
Pemerintahan yang dihasilkan dan pemilu harus
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan dalam periode tertentu.
Penganturan system dan distribusi
kekuasaan Negara. Kekuasaan Negara
dijalankan secara distributive untuk
menghindari penumpukan kekuasaan dalam
satu tangan (legislative, eksekutiv, dan
yudikatif).
Pengawasan oleh rakyat. Demokrasi
membutuhkan system pengawasan oleh rakyat
terhadap jalannya pemerintahan, sehingga
terjadi mekanisme yang memungkinkan chek
and balance terhadap kekuasaan yang
dijalankan eksekutif dan legislative.
Jenis-Jenis Demokrasi

Terdapat beberapa jenis demokrasi yang


disebabkan perkembangan dalam pelaksanaannya
diberbagai kondisi dan tempat. Oleh karena itu,
pembagian jenis demokrasi dapat dilihat dari
beberapa hat, sebagai berikut:
1.
1.

2.

Demokrasi berdasarkan cara


menyampaikan pendapat. Temiasuk jenis
demokrasi ini terdiri dari:
Demokrasi langsung. Rakyat secara
langsung diikutsertakan dalam proses
pengambilan keputusan untuk menjalankan
kebijakan pemerintahan.
Demokrasi tidak langsung atau demokrasi
perwakilan. Demokrasi ini dijalankan oleh
rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya
melalui pemilu. Aspirasi rakyat disalurkan

melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di


lembaga perwakilan rakyat.
3.
Demokrasi perwakilan dengan system
pengawasan langsung dari rakyat (referendum)
yang dapat diklasifikasi; a) referendum wajib;
b) referendum tidak wajib; dan C) refendum
fakultatif.
4.
Demokrasl formal. Demokrasi ini disebut
juga demokrasi liberal, yaitu secara hukum
menempatkan semua orang dalam kedudukan
yang sama dalam bidang politik, tanpa
mengurangi kesenjangan ekonorni.
5.
Demokrasi material. Demokrasi ini
memandang manusia mempunyai kesamaan
dalam bidang sosial ekonomi, sehingga
persamaan bidang politik tidak menjadi
prioritas. Demokrasi material dikembangkan di
Negara sosialis-komunis.
6.
Demokrasi campuran. Demokrasi ini
merupakan campuran dan kedua demokrasi
tersebut Demokrasi ini berupaya menciptakan
kesejahteraan seluruh rakyat dengan
menempatkan persamaan derajat dan hak setiap
orang.
7.
Demokrasi liberal, yaitu memberikan
kebebasan yang luas pada individu. Campur
tangan pemerintah diminimalkan bahkan
ditolak. Pemerintah bertindak atas dasar
konstitusi (hukum dasar).
8.
Demokrasi rakyat atau demokrasi proletar.
Demokrasi ini bertujuan menyejahterakan
rakyat. Negara dibentuk tidak mengenal
perbedaan kelas. Semua warga Negara
mempunyai persamaan dalam hukum dan
politik.
9.
Demokrasi system parementer; dengan
ciri-ciri antara lain:
10.
Demokrasi system presidensial. Ciri-cin
pemerintahan yang menggunakan
2.
Demokrasi berdasarkan titik perhatian
atau prioritas. Jenis demokrasi ini dapat
diklasifikasi;
3.
Demokrasi berdasarkan pninsip ideologi.
Demokrasi diklasifikasikan:
4.
Demokrasi berdasarkan wewenang dan
hubungan antar alat kelengkapan Negara, dapat
diklasifi kedalam;
1.
DPR lebih kuat dari pemerintah.
2.
Kepala pemerintahan/kepala
eksekutif disebut perdana menteri dan
memimpin kabinet dengan sejumlah
menteri yang bertanggung jawab kepada
DPR.
3.
Program kebijakan kabinet
disesuaikan dengan tujuan politik anggota
parlemen.
4.
Kedudukan kepala Negara
terpisah dengan kepala pemerintahan,
biasanya hanya berfungsi sebagal symbol
Negara. Tugas kepala Negara sebagiari

besar bersifat serimonial seperti melantik


kabinet dan duta besar sebagai panglima
tertinggi angkatan bersenjata (kehormatan).
5.
Jika pemerintah dianggap tidak
mampu, maka anggota DPR (parlemen)
dapat meminta mosi tidak percaya kepada
parlemen untuk membubarkan pemerinta.
Jika mayoritas anggota parlemen
menyetujui, maka pemerintah bubar, dan
kendali pemerintahan dipegang oleh
pemerintahan sementara sampai terbentuk
pemerintahan baru hasil pemilu.
System presidentil, adalah:
1.
2.

3.
4.

1.

Negara dikepalai presiden.


Kekuasaan eksekutif presiden
dijalankan berdasarkan kedaulatan yang
dipilih dari dan oleh rakyat langsung atau
melalui badan perwakilan.
Presiden mempunyai kekuasaan
mengangkat dan memberhentikan menteri.
Menteri tidak bertanggung jawab
kepada DPR melainkan kepada presiden.
Presiden dan DPR mempunyai kedudukan
yang sama sebagai lembaga Negara, dan
tidak dapat saling membubarkan.

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia

Dalam perjalanan sejarah bangsa, ada empat


macam demokrasi di bidang politik yang pernah
diterapkan dalam kehidupan ketatanegaraan
Indonesia, yaitu:
1.

Demokrasi Parlementer (liberal)

Demokrasi ini dipraktikan pada masa berlakunya


UUD 1945 periode pertama (1945-1949) kemudian
dilanjutkan pada bertakunya Konstitusi Republik
Indonesia Serikat (UUD RIS) 1949 dan UUDS
1950. Demokrasi ini secara yuridis resmi berakhir
pada tanggal 5 Juti 1959 bersamaan dengan
pemberlakuan kembal UUD 1945.
Pada masa berlakunya demokrasi parlementer
(1945-1959), kehidupan politik dan pemerintahan
tidak stabil, sehingga program dari suatu
pemerintahan tidak dapat dijalankan dengan baik
dan berkesinambungan. Timbulnya perbedaan
pendapat yang sangat mendasar diantara partai
politik yang ada pada saat itu.
2.

Demokrasi Terpimpin

Mengapa lahir demokrasi terpimpin?, yaitu lahir


dari keinsyafan, kesadaran, dan keyakinan terhadap
keburukan yang diakibatkan oleh praktik
demokrasi parlementer (liberal) yang melahirikan
terpecahnya masyarakat, baik dalam kehidupan
politik maupun dalam tatanan kehidupan ekonomi.
Secara konsepsional, demokrasi terpimpin
memiliki kelebihan yang dapat mengatasi
permasalahan yang dihadapi masyarakat. Hal itu
dapat dilihat dan ungkapan Presiden Soekarno
ketika memberikan amanat kepada konstituante
tanggal 22 April 1959 tentang pokok-pokok
demokrasi terpimpin, antara lain;
1.
2.

Demokrasi terpimpin bukanlah dictator


Demokrasi terpimpin adalah demokrasi
yang cocok dengan kepribadian dan dasar hidup
bangsa Indonesia
3.
Demokrasi terpimpin adalah demokrasi
disegala soal kenegaraan dan kemasyarakatan
yang meliputi bidang politik, ekonomi, dan
social
4.
Inti daripada pimpinan dalam demokrasi
terpimpin adalah permusyawaratan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.
5.
Oposisi dalam arti melahirkan pendapat
yang sehat dan yang membangun diharuskan
dalam demokrasi terpimpin.
Berdasarkan pokok pikiran tersebut demokrasi
terpimpin tidak bertentangan dengan Pancasila dan
UUD 1945 serta budaya bangsa Indoesia. Namun
dalam praktiknya, konsep-konsep tersebut tidak
direalisasikan sebagaimana mestinya, sehingga
seringkali menyimpang dan nilai-riilai Pancasila,
UUD 1945, dan budaya bangsa. Penyebabnya
adalah selain terletak pada presiden, juga karena
kelemahan legislative sebagai patner dan
pengontrol eksekutiI serta situasi social poltik yang
tidak menentu saat itu.
3.
Demokrasi Pancasila Pada Era Orde Baru
Demokrasi Pancasila mengandung arti bahwa
dalam menggunakan hak-hak demokrasi haruslah
disertai rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang
Maha Esa menurut agama dan kepercayaan
masing-masing, menjunjung tinggi nilal-nilal
kemanusiaan sesuai dengan martabat dan harkat
manusia, haruslah menjamin persatuan dan
kesatuan bangsa, mengutamakan musyawarah
dalam menyelesaian masalah bangsa, dan harus
dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan social.
Demokrasi Pancasila berpangkal dari kekeluargaan
dan gotong royong. Semangat kekeluargaan itu
sendiri sudah lama dianut dan berkembang dalam
masyarakat Indonesia, khususnya di masyarakat
pedesaan.

Mengapa lahir demokrasi Pancasila? Munculnya


demokrsi Pancasila adalah adanya berbagai
penyelewengan dan permasalahan yang di alami
oleh bangsa Indonesia pada berlakunya demokrsi
parlementer dan demokrasi terpimpin. Kedua jenis
demokrasi tersebut tidak cocok doterapkan
diindonesia yang bernapaskan kekeluargaan dan
gotong royong.
Sejak lahirnya orde baru di Indonesia diberlakukan
demokrasi Pancasila sampai saat ini. Meskipun
demojrasi ini tidak bertentangan dengan prinsip
demokrasi konstitusional, namun praktik demokrasi
yang dijalankan pada masa orde baru masih
terdapat berbagai peyimpangan yang tidak ejalan
dengan ciri dan prinsip demokrasi pancasila,
diantaranya:
1) Penyelenggaraan pemilu yang tidak jujur dan
adil
2) Penegakkan kebebasan berpolitik bagi
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
3) Kekuasaan kehakiman (yudikatif) yang tidak
mandiri karena para hakim adalah anggota PNS
Departemen Kehakiman
4) Kurangnya jaminan kebebasan
mengemukakan pendapat
5) System kepartaian yang tidak otonom dan
berat sebelah
6) Maraknya praktik kolusi, korupsi, dan
nepotisme
7) Menteri-menteri dan Gubernur di angkat
menjadi anggota MPR
4. Demokrasi Pancasila Pada Era Orde
Reformasi
Demokrasi yang dijalankan pada masa reformasi
ini masih tetap demokrasi pancasila. Namun
perbedaanya terletak pada aturan pelaksanaan.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
praktik pelaksanaan demokrasi, terdapat beberapa
perubahan pelaksanaan demokrasi pancasila dari
masa orde baru pelaksanaan demokrasi pada masa
orde reformasi sekarang ini yaitu :
1.
2.

Pemilihan umum lebih demokratis


Partai politik lebih mandiri

3.
4.

Lembaga demokrasi lebih berfungsi


Konsep trias politika (3 Pilar Kekuasaan
Negara) masing-masing bersifat otonom penuh.
Adanya kehidupan yang demokratis, melalui
hukum dan peraturan yang dibuat be\rdasarkan
kehendak rakyat, ketentraman dan ketertiban akan
lebih mudah diwujudkan. Tata cara pelaksanaan
demokrasi Pancasila dilandaskan atas mekanisme
konstitusional karena penyelenggaraan pemeritah
Negara Republik Indonesia berdasarkan konstitusi.
Demokrasi pancasila hanya akan dapat
dilaksanakandengan baik apabila nilai-nilai yang
terkandung didalamnya dapat dipahami dan
dihayati sebagai nilai-nilai budaya politik yang
mempengaruhi sikap hidup politik pendukungnya.
Catatan penting : kegagalan Demokrasi Pancasila
pada zaman orde baru, bukan berasal dari konsep
dasar demokrasi pancasila, melainkan lebih kepada
praktik atau pelaksanaanya yang mengingkari
keberadaan Demokrasi Pancasila

1.
SIMPULAN
Dari pembahasaan diatas dapat disimpulkan bahwa
Kata demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan
negara atau masyarakat, dimana warga negara
dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan
melalui wakilnya yang diplih melalui pemilu.
Pemerintahan di Negara demokrasi juga
mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara,
beragarna, berpendapat, berserikat setiap warga
Negara, menegakan rule of law, adanya
pemerintahan menghormati hak-hak kelompok
minoritas; dan masyarakat warga Negara memberi
peluang yang sama untuk mendapatkan kehidupan
yang layak.
Pengertian demokrasi adalah bentuk pemerintahan
yang berasal dari rakyat, dilakukan oleh rakyat, dan
dipergunakan untuk kepentingan rakyat.
Demokrasi dapat memberi manfaat dalam
kehidupan masyarakat yang demokratis, yaitu
Kesetaraan sebagai warga Negara, memenuhi
kebutuhan-kebutuhan umum, pluralisme dan
kompromi, menjamin hak-hak dasar, dan
pembaruan kehidupan social.
Untuk menumbuhkan keyakinan akan baiknya
system demokrasi, maka harus ada pola perilaku
yang menjadi tuntunan atau norma nilai-nilai
demokrasi yang diyakini masyarakat. Nilai-nilai
dan demokrasi membutuhkan hal-hal diantaranya
kesadaran akan puralisme, sikap yang jujur dan
pikiran yang sehat. demokrasi membutuhkan
kerjasama antarwarga masyarakat dan sikap serta

itikad baik, demokrasi membutuhkan sikap


kedewasaan. demokrasi membutuhkan
pertimbangan moral.
Dalam perjalanan sejarah bangsa, ada empat
macam demokrasi di bidang politik yang pernah
diterapkan dalam kehidupan ketatanegaraan
Indonesia, yaitu, Demokrasi Parlementer (liberal),
Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila Pada
Era Orde Baru, Demokrasi Pancasila Pada Era
Orde Reformasi.
--------------------------------------------PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
DAN PANDANGAN HIDUP BANGSA
Pancasila
sebagaimana
dirumuskan
oleh
penggalinya adalah pandangan hidup yang muncul
dalam mengenali realitas sosio-politik bangsa
Indonesia. Pancasila adalah upaya dan muara yang
paling mungkin untuk disepakati dari beragamnya
aspek plural kehidupan masyarkata Indonesia.
Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam
Pembukaan UUD NRI 1945 alinea IV, terdiri atas
lima sila, asas atau prinsip yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Sedangkan secara entitas, Pancasila itu sendiri pada


hakekatnya ia adalah nilai (Kaelan, 2002). Nilai
atau value adalah sesuatu yang berharga, berguna
bagi kehidupan manusia. Nilai memiliki sifat
sebagai realitas yang abstrak, normatif dan berguna
sebagai pendorong tindakan manusia. Kelima sila,
asas atau prinsip Pancasila di atas dapat
dikristalisasikan ke dalam lima nilai dasar yaitu
nilai
KeTuhanan,
kemanusiaan,
persatuan,
kerakyatan dan keadilan.

Pancasila yang berisi lima nilai dasar itu ditetapkan


oleh bangsa Indonesia sebagai dasar negara dan
ideologi nasional Indonesia sejak tahun 1945 yaitu
ketika ditetapkan Pembukaan UUD NRI oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Kedudukannya sebagai dasar negara dan ideologi
nasional ini dikuatkan kembali melalui Ketetapan
MPR RI No. XVIII/ MPR/1998 yang mencabut

Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P4


sekaligus secara eksplisit menetapkan Pancasila
sebagai dasar negara (Yudhoyono, 2006:xvi).
Pancasila sebagai dasar negara berkonotasi yuridis,
sedang Pancasila sebagai ideologi dikonotasikan
sebagai program sosial politik (Mahfud MD, 1998
dalam Winarno, 2010). Pancasila telah menjadi
dasar filsafat negara baik secara yuridis dan politis
(Kaelan, 2007:12).

Pancasila sebagai dasar negara dapat ditinjau dari


aspek filosofis dan yuridis. Dari aspek filosofis,
Pancasila menjadi pijakan bagi penyelenggaraan
bernegara yang dikristalisasikan dari nilai-nilainya.
Dari apek yuridis, Pancasila sebagai dasar negara
menjadi cita hukum (rechtside) yang harus
dijadikan dasar dan tujuan setiap hukum di
Indonesia. Politik pembangunan hukum di
Indonesia dengan kerangka nilai Pancasila
memiliki kaidah kaidah penuntunnya.

Pancasila sebagai sumber dan kaidah penuntun


hukum itu selanjutnya dituangkan di dalam
peraturan perundang-undangan sebagai sumber
hukum formal. Jalinan nilai nilai dasar Pancasila
dijabarkan dalam aturan dasar (hukum dasar) yaitu
UUD 1945 dalam bentuk pasal-pasal yang
mencakup berbagai segi kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia. Aturan-aturan dasar dalam
UUD 1945 selanjutnya dijabarkan lagi dalam
undang-undang dan peraturan dibawahnya. Hieraki
hukum Indonesia yang terbentuk ini berbentuk
piramida yang dapat dilihat dan sejalan dengan
Stufenbautheorie (teori jenjang norma) dari Hans
Kelsen, dimana Pancasila sebagai Grundsnorm
berada di luar sistem hukum, bersifat meta yuristic
tetapi menjadi tempat bergantungnya norma
hukum.

Pada posisinya sebagai ideologi nasional, nilai-nilai


Pancasila difungsikan sebagai nilai bersama yang
ideal dan nilai pemersatu. Hal ini sejalan dengan
fungsi ideologi di masyarakat yaitu: Pertama,
sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai
secara bersama oleh suatu masyarakat. Kedua,
sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya
sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi
di masyarakat (Ramlan Surbakti, 1999 dalam
Winarno, 2010). Dalam kaitannya dengan yang
pertama nilai dalam ideologi itu menjadi cita-cita
atau tujuan dari masyarakat. Tujuan hidup
bermasyarakat adalah untuk mencapai terwujudnya
nilai-nilai dalam ideologi itu.

Sedangkan dalam kaitannya yang kedua, nilai


dalam ideologi itu merupakan nilai yang disepakati
bersama
sehingga
dapat
mempersatukan
masyarakat itu serta nilai bersama tersebut
dijadikan acuan bagi penyelesaian suatu masalah
yang mungkin timbul dalam kehidupan masyarakat
yang bersangkutan. Pancasila sebagai ideologi
nasional ini dapat dipandang dari sisi filosofis dan
politis. Dari aspek filosofis, nilai-nilai Pancasila
menjadi dasar keyakinan tentang masyarakat yang
dicita-citakan (fungsi pertama ideologi). Dari aspek
politik Pancasila merupakan modus vivendi atau
kesepakatan luhur yang mampu mempersatukan
masyarakat Indonesia yang majemuk dalam satu
nation state atas dasar prinsip persatuan (fungsi
kedua ideologi). Pancasila menjadi nilai bersama
atau nilai integratif yang amat diperlukan bagi
masyarakat yang plural.
1. Pancasila Dalam Politik Pendidikan Nasional
Dalam konteks pendidikan nasional, tidak dapat
dipungkiri bahwa Pancasila sebagai ideologi
bangsa mengalami fluktuasi tafsiran dari setiap
rezim yang berkuasa, bukan hanya masa orde baru
yang selama ini kita anggap sebagai rezim yang
paling getol memberikan tafsir tetapi juga sudah
dimulai sejak rezim pemerintahan presiden
Soekarno pada masa orde lama (Samsuri, 2009).

Pada tahun 1959/1960-an ketika gegap gempita


Demokrasi Terpimpin begitu kuat di panggung
politik ketika itu, telah diperkenalkan mata
pelajaran Civics dalam dunia pendidikan Indonesia.
Hal ini ditandai dengan adanya satu buku terbitan
Departemen
Pendidikan,
Pengajaran
dan
Kebudayaan (PP&K) yang berjudul Civics:
Manusia Indonesia Baru, karangan Mr. Soepardo,
dkk. Materi buku itu berisi tentang Sejarah
Pergerakan Rakyat Indonesia; Pancasila; UUD
1945; Demokrasi dan Ekonomi Terpimpin;
Konferensi Asia-Afrika, Hak dan Kewajiban Warga
Negara, Manifesto Politik; Laksana Malaikat; dan
lampiran-lampiran Dekrit Presiden 5 Juli 1959,
Pidato Lahirnya Pancasila, Panca Wardana, dan
Declaration of Human Rights; serta pidato-pidato
lainnya dari Presiden Sukarno dalam Tujuh Bahan
Pokok Indoktrinasi (Tubapi) (Muchson, 2004:30).
Buku Civics dan Tubapi tersebut kemudian
menjadi sumber utama mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan di sekolah-sekolah, dengan ciri
indoktrinasi yang sangat dominan.

Perkembangan berikutnya, mata pelajaran Civics


yang kemudian diganti menjadi Kewargaan
Negara pada 1962, pada Kurikulum 1968
ditetapkan secara resmi menjadi Pendidikan

Kewargaan Negara. Di dalam kurikulum ini,


penjabaran ideologi Pancasila sebagai pokok
bahasan dianggap mengedepankan kajian tata
negara dan sejarah perjuangan bangsa, sedangkan
aspek moralnya belum nampak (Aman, dkk.,
1982:11).

Pada masa orde baru, tafsir ideologis negara dalam


bidang
pendidikan
mulai
menampakkan
kekuatannya ketika secara formal, GBHN 1973
menyebut perlunya: Kurikulum di semua tingkat
pendidikan
berisikan
Pendidikan
Moral
Pancasila. Apabila dicermati, nampak jelas
bahwa Pancasila ditafsirkan dalam masing-masing
pokok bahasan, sub pokok bahasan, dan bahan
pengajaran, dengan nuansa Civics Kurikulum 1968.

Materi tafsir ideologi nasional dalam PMP makin


indoktrinatif ketika MPR telah menetapkan
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4). P4 ini mengharuskan setiap warga negara dan
aparatur negara untuk melaksanakannya. Dalam
lapangan pendidikan, P4 ini menjadi roh dan
mata air dari mata pelajaran PMP sampai dengan
diubah namanya menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) pada Kurikulum 1994.

Istilah PPKn lebih dikuatkan dan ditegaskan


dengan keluarnya keputusan Mendikbud No.
061/U/1993 tenang Kurikulum Pendidikan Dasar
dan Kurikulum Sekolah Menengah Umum yang
antara lain menyebutkan bahwa PPKn adalah mata
pelajaran yang digunakan untuk wahana
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan
moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia.

tercermin dalam Pembukaan UUD 1945, Batang


Tubuh dan Penjelasannya, tetapi P4 menjadi
kelihatan lebih penting dari Pancasila itu sendiri.
Lebih jauh, P4 dan Pancasila menjadi kata sakti
dalam segenap kesempatan pejabat dari tingkat
pusat hingga lokal dalam forum-forum formal
maupun non formal (Samsuri, 2009).

Dari gambaran tersebut, nilai-nilai yang menjadi


materi pokok pembelajaran PMP ataupun PPKn
berasal dari atas (rejim yang sedang berkuasa),
bukan dari kehendak masyarakat pendidikan (arus
bawah). Konsekuensinya nilai-nilai yang menjadi
model materi pembelajaran pun cenderung hipokrit
dan jauh dari aspirasi ilmiah (keilmuan), sehingga
PMP ataupun PPKn terkesan tidak jauh beda
dengan mata pelajaran Civics atau pun Kewargaan
Negara pada masa rejim Soekarno 1960an
(Samsuri, 2009).

Dewasa ini, sejalan dengan berlakunya UU No. 20


Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
maka mata pelajaran PPKn diganti dengan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Dalam
Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar
isi, mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
diartikan
sebagai
Mata
pelajaran
yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara
yang memahami dan mampu melaksanakan hakhak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter
yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945
(Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006).
Tujuan Ppkn ini adalah untuk mewujudkan para
siswa untuk memiliki kemampuan:
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi isu kewarganegaraan.

Selama periode Orde Baru, pendidikan sebagai


instrumen pembentukan karakter warga negara
menampakkan wujudnya dalam standarisasi
karakter warga negara. yang disajikan dalam mata
pelajaran PMP dan atau PPKn dengan memasukan
secara membabi-buta tafsir Pancasila menurut P4.
Pancasila direduksi menjadi 36 butir tafsir
pengamalan nilai-nilai Pancasila. P4 inilah yang
kemudian menjadi keharusan pedoman atau arah
tingkah laku warga negara.

Meskipun Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 Pasal


1 menjelaskan bahwa Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila tidak merupakan tafsir
Pancasila sebagai Dasar Negara sebagaimana

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung


jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta
anti-korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan karakter-karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama
dengan bangsa-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam
percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung
dengan
memanfaatkan
teknologi
informasi
dan
komunikasi
(Lampiran
Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006:272, 280,
287).

Untuk mencapai tujuan pembelajaran PKn tersebut,


delapan materi pokok standar isi mata pelajaran
PKn di Indonesia untuk satuan pendidikan dasar
dan menengah memuat komponen sebagai berikut:
(1) Persatuan dan Kesatuan Bangsa; (2) Norma,
Hukum dan Peraturan; (3) Hak Asasi Manusia; (4)
Kebutuhan Warga Negara; (5) Konstitusi Negara;
(6) Kekuasan dan Politik; (7) Pancasila; dan, (8)
Globalisasi. Menurut Samsuri (2011), jika dipilahpilah dari kedelapan materi pokok ke dalam standar
kompetensi dan kompetensi dasarnya, maka
dimensi pembelajarannya mencakup aspek kajian
(1) Politik Ketatanegaraan; (2) Hukum dan
Konstitusi; dan, (3) Nilai Moral Pancasila.
Sedangkan untuk materi tentang Pancasila menurut
ketentuan standar isi tersebut dijabarkan ke dalam
beberapa sub materi, yaitu: (1) Kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara,
(2) Proses perumusan Pancasila sebagai dasar
negara, (3) Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, dan (4) Pancasila sebagai
ideologi terbuka.

Pada jenjang perguruan tinggi, pernah ada mata


kuliah Manipol dan USDEK, Pancasila dan UUD
1945 (sekitar tahun 1960-an), Filsafat Pancasila
(tahun 1970-an sampai sekarang), Pendidikan
Kewiraan
(1989-1990-an)
dan
Pendidikan
Kewarganegaraan (2000 sampai sekarang). Proses
pembelajaran Pendidikan Pancasila yang dijadikan
rujukan dalam proses pembudayaan nilai-nilai
Pancasila di kalangan mahasiswa cenderung
bersifat indoktrinatif yang hanya menyentuh aspek
kognitif sedangkan aspek sikap dan perilaku belum
tersentuh (Cipto, at all, 2002:ix).

Substansi mata kuliah Kewiraan sebagai


pendidikan bela negara direvisi dan selanjutnya
namanya diganti menjadi PKn berdasarkan
Keputusan Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000
tentang Penyempurnaan Kurikulum. Substansi
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan makin
disempurnakan dengan keluarnya Surat Keputusan
Dirjen Dikti No. 38/Dikti/2002 dan Surat
Keputusan Dirjen Dikti No. 43/Dikti/2006 tentang
Rambu-rambu
Pelaksanaan
Mata
Kuliah
pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Menurut Pasal 3 Keputusan Dirjen Dikti tersebut,
PKn dirancang untuk memberikan pengertian
kepada mahasiswa tentang pengetahuan dan
kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan
antar warga negara serta pendidikan pendahuluan
bela negara sebagai bekal agar menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan

negara. Sedangkan dalam Pasal 4 Keputusan Dirjen


Dikti tersebut menyebutkan bahwa tujuan PKn di
perguruan tinggi adalah sebagai berikut:
1. Dapat memahami dan mampu melaksanakan hak
dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis
serta ikhlas sebagai warga negara terdidik dalam
kehidupannya selaku warga negara republik
Indonesia yang bertanggung jawab.
2. Menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang
beragam masalah dasar kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi
dengan penerapan pemikiran yang berlandaskan
pancasila, wawasan nusantara dan ketahanan
nasional secara kritis dan bertanggung jawab.
3. Mempupuk sikap dan perilaku yang sesuai denan
nilai-nilai kejuangan serta patriotisme yang cinta
tanah air, rela berkorban bagi nusa dan bangsa.
Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No.
43/Dikti/2006 obyek pembahasan Pendidikan
kewarganegaraan ialah: Filsafat Pencasila, Identitas
Nasional, Negara dan Konstitusi, Demokrasi
Indonesia, HAM dan Rule of Law, Hak dan
Kewajiban Warga Negara, Geopolitik Indonesia,
dan Geostrategi Indonesia. Dengan demikian, jika
dicermati pendidikan kewarganearaan di perguruan
tinggi memuat kajian Pancasila yaitu dalam bab
Filsafat Pancasila yang dikembangkan menjadi
beberapa sub bab.

2. Pembudayaan Nilai-nilai Pancasila melalui


Pendidikan Kewarganegaraan

Berdasarkan kajian Pancasila dalam politik


pendidikan di atas, kita menemukan bahwa proses
pembudayaan nilai-nilai Pancasila dapat dilakukan
melalui pembelajaran PKn. Secara umum hasilhasil penelitian tentang PKn di berbagai negara
sesungguhnya
menyimpulkan
bahwa
PKn
mengarahkan warga negara itu untuk mendalami
kembali nilai-nilai dasar, sejarah, dan masa depan
bangsa bersangkutan sesuai dengan nilai-nilai
paling
fundamental
yang
dianut
bangsa
bersangkutan.

Dari perspektif teori fungsionalisme struktural,


sebuah negara bangsa yang majemuk seperti
Indonesia membutuhkan nilai bersama yang dapat
dijadikan nilai pengikat integrasi (integrative
value), titik temu (common denominator), jati diri
bangsa (national identity) dan sekaligus nilai yang
dianggap baik untuk diwujudkan (ideal value).

Nilai bersama ini tidak hanya diterima tetapi juga


dihayati. Dalam pandangan teori kewarganegaraan
communitarian,
sebuah
komunitas
politik
bertanggung jawab memelihara nilai-nilai bersama
(common values) tersebut dalam rangka
mengarahkan individu (Winarno, 2010). Melalui
Ppkn nilai-nilai bersama yang merupakan
komitmen sebuah komunitas diinternalisasikan
sehingga tumbuh penghayatan terhadapnya.

Dalam kepustakaan asing ada dua istilah teknis


yang dapat diterjemahkan menjadi pendidikan
kewarganegaraan yakni civic education dan
citizenship education. Cogan (1999:4) mengartikan
civic education sebagai the foundational course
work in school designed to prepare young citizens
for an active role in their communities in their adult
lives, atau suatu mata pelajaran dasar di sekolah
yang dirancang untuk mempersiapkan warga
negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat
berperan aktif dalam masyarakatnya. Sedangkan
citizenship education atau education for citizenship
oleh Cogan (1999:4) digunakan sebagai istilah
yang memiliki pengertian yang lebih luas yang
mencakup both these in-school experiences as
well as out-of school or non-formal/informal
learning which takes place in the family, the
religious organization, community organizations,
the media,etc which help to shape the totality of
the citizen.

Di sisi lain, David Kerr (1999) mengemukakan


bahwa Citizenship or Civics Education is construed
broadly to encompass the preparation of young
people for their roles and responsibilities as citizens
and, in particular, the role of education (through
schooling, teaching and learning) in that
preparatory process. (Kerr, 1999:2) atau PKn
dirumuskan secara luas mencakup proses
penyiapan generasi muda untuk mengambil peran
dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan
secara khusus, peran pendidikan termasuk di
dalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar
dalam proses penyiapan warganegara tersebut.
Dari pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa
istilah citizenship education lebih luas cakupan
pengertiannya daripada civic education. Dengan
cakupan yang luas ini maka citizenship education
meliputi di dalamnya PKn dalam arti khusus (civic
education). Citizenship education sebagai proses
pendidikan dalam rangka menyiapkan warga
negara muda akan hak-hak, peran dan tanggung
jawabnya sebagai warga negara, sedang civic
education adalah citizenship education yang
dilakukan melalui persekolahan.

Untuk konteks di Indonesia, citizenship education


atau civic education dalam arti luas oleh beberapa
pakar diterjemahkan dengan istilah pendidikan
kewarganegaraan (Somantri, 2001; Winataputra,
2001) atau pendidikan kewargaan (Azra, 2002).
Secara terminologis, PKn diartikan sebagai
pendidikan politik yang yang fokus materinya
peranan warga negara dalam kehidupan bernegara
yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk
membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan
Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan
negara (Cholisin, 2000 dalam Samsuri, 2011).

Dilihat secara yuridis, kurikulum pendidikan dasar,


menengah, dan tinggi wajib memuat PKn yang
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan
dan cinta tanah air sesuai dengan Pancasila dan
UUD 1945. Dalam pasal 37 ayat (1) dan (2)
dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar
dan menengah wajib memuat: a) Pendidikan
Agama, b) Pendidikan Kewarganegaraan, c)
Bahasa dan kurikulum pendidikan tinggi wajib
memuat: a) Pendidikan Agama; b) Pendidikan
Kewarganegaraan; c) Bahasa. Dengan demikian,
secara yuridis, pendidikan kewarganegaraan
memiliki landasan yang kuat untuk dibelajarkan
kepada setiap warga negara.

Sekaitan dengan penanaman nilai-nilai Pancasila


melalui pendidikan kewarganegaraan, Arief
Rahman, Duta UNESCO untuk Indonesia sekaligus
pengamat pendidikan mengemukakan bahwa
penanaman ideologi Pancasila saat ini dapat
diterapkan melalui Pendidikan Kewarganegaraan
(anonim, 2011). Namun lebih lanjut ia
mengemukakan bahwa agar ideologi tersebut dapat
berjalan maksimal maka perlu diperhatikan proses
pembelajarannya.
Dalam
setiap
proses
pembelajaran harus meliputi tiga aspek, yakni
kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan
psikomotor (pengalaman). Begitu pula dengan
penanaman ideologi Pancasila dalam pelajaran
pendidikan Kewarganegaraan, ketiga aspek tersebut
harus dijalankan secara seimbang (anonim, 2011).
-------------------------------------------------INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM
Istilah negara hukum secara terminologis
terjemahan dari kata Rechtsstaat atau Rule of
law. Para ahli hukum di daratan Eropa Barat lazim
menggunakan istilah Rechtsstaat, sementara tradisi
AngloSaxon menggunakan istilah Rule of Law. Di

Indonesia, istilah Rechtsstaat dan Rule of law biasa


diterjemahkan dengan istilah Negara Hukum
(Winarno, 2007 dalam Triharso 2013). Gagasan
negara hukum di Indonesia yang demokratis telah
dikemukakan oleh para pendiri negara Republik
Indonesia (Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan
kawan-kawan) sejak hampir satu abad yang lalu.
Cita cita negara hukum yang demokratis telah
lama bersemi dan berkembang dalam pikiran dan
hati para perintis kemerdekaan bangsa Indonesia.
Apabila ada pendapat yang mengatakan cita negara
hukum yang demokratis pertama kali dikemukakan
dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
adalah tidak memiliki dasar historis dan bias
menyesatkan.
Para
pendiri
negara
waktu
itu
terus
memperjuangkan gagasan Negara hukum. Ketika
para pendiri negara bersidang dalam BPUPKI
tanggal 28 Mei 1 Juni 1945 dan tanggal 10-17 Juli
1945 gagasan dan konsep Konstitusi Indonesia
dibicarakan oleh para anggota BPUPKI. Melalui
sidang-sidang
tersebut
dikemukakan
istilah rechsstaat (Negara Hukum) oleh Mr.
Muhammad Yamin (Abdul Hakim G Nusantara,
2010:2 dalam Triharso 2013). Dalam sidangsidang
tersebut muncul berbagai gagasan dan konsep
alternatif tentang ketatanegaraan seperti: negara
sosialis, negara serikat dikemukakan oleh para
pendiri negara. Perdebatan pun dalam sidang
terjadi, namun karena dilandasi tekad bersama
untuk merdeka, jiwa dan semangat kebangsaan
yang tinggi (nasionalisme) dari para pendiri negara,
menjunjung tinggi azas kepentingan bangsa, secara
umum menerima konsep Negara hukum dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Dasar yuridis bagi negara Indonesia sebagai negara
hukum tertera pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara RI
1945 (amandemen ketiga), Negara Indonesia
adalah Negara Hukum Konsep negara hukum
mengarah pada tujuan terciptanya kehidupan
demokratis, dan terlindungi hak azasi manusia,
serta kesejahteraan yang berkeadilan. Bukti lain
yang menjadi dasar yuridis bagi keberadaan negara
hokum Indonesia dalam arti material, yaitu pada:
Bab XIV Pasal 33 dan Pasal 34 UUD Negara RI
1945,
bahwa
negara
turut
aktif
dan
bertanggungjawab atas perekonomian negara dan
kesejahteraan rakyat.

Dalam dekade abad 20 konsep negara hukum


mengarah pada pengembangan negara hukum
dalam arti material. Arah tujuannya memperluas
peran pemerintah terkait dengan tuntutan dan
dinamika perkembangan jaman. Konsep negara
hukum material yang dikembangkan di abad ini
sedikitnya memiliki sejumlah ciri yang melekat
pada negara hokum atau Rechtsstaat, yaitu sebagai
berikut.
a. HAM terjamin oleh undang-undang
b. Supremasi hukum
c. Pembagian kekuasaan ( Trias Politika) demi
kepastian hukum
d. Kesamaan kedudukan di depan hukum
e. Peradilan administrasi dalam perselisihan
f. Kebebasan menyatakan pendapat, bersikap dan
berorganisasi
g. Pemilihan umum yang bebas
h. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
Makna negara Indonesia sebagai negara hukum
dinamis, esensinya adalah hukum nasional
Indonesia harus tampil akomodatif, adaptif dan
progresif. Akomodatif artinya mampu menyerap,
menampung keinginan masyarakat yang dinamis.
Makna hukum seperti ini menggambarkan
fungsinya
sebagai
pengayom,
pelindung
masyarakat. Adaptif, artinya mampu menyesuaikan
dinamika perkembangan jaman, sehingga tidak
pernah usang. Progresif, artinya selalu berorientasi
kemajuan, perspektif masa depan. Makna hukum
seperti ini menggambarkan kemampuan hukum
nasional
untuk
tampil
dalam
praktiknya
mencairkan
kebekuan-kebekuan
dogmatika.
Hukum dapat menciptakan kebenaran yang
berkeadilan bagi setiap anggota masyarakat.
Dimana pun suatu negara hukum tujuan pokoknya
adalah melindungi hak azasi manusia dan
menciptakan
kehidupan
bagi
warga
yang
demokratis. Keberadaan suatu negara hukum
menjadi prasyarat bagi terselenggaranya hak azasi
manusia dan kehidupan demokratis. Dasar filosofi
perlunya perlindungan hukum terhadap hak azasi
manusia adalah bahwa hak azasi manusia adalah

hak dasar kodrati setiap orang yang keberadaannya


sejak berada dalam kandungan, dan ada sebagai
pemberian Tuhan, negara wajib melindunginya.
Perlindungan hak azasi manusia di Indonesia secara
yuridis didasarkan pada UUD Negara RI 1945.

Adapun sanksi yang diberikan bisa ringan


dan bisa juga berat tergantung tingkat
pelanggarannya.
Suatu norma dalam kehidupan masyarakat
sangatlah penting, karena dengan adanya norma
maka akan terciptanya suatu ketertiban dan
keteraturan. Ketertiban dan keteraturan tersebut
merupakan ciri dari sebuah peradaban manusia
yang modem.

---------------------------------------------------Norma
Yang Berlaku Dalam Kehidupan Masyarakat
A.

Hakikat Norma
Pada prinsifnya semua manusia di dunia
ini memiliki tiga status dalam kehidupannya.
Ketiga status tersebut yang pertama adalah sebagai
makhluk Tuhan, artinya manusia sebagai ciptaan
Tuhan yang paling sempurna jika dibandingkan
dengan makhluk lainnya. Yang kedua sebagai
makhluk pribadi, artinya manusia memiliki
berbagai keinginan yang berbeda-beda antara
manusia yang satu dengan manusia yang lain.
Thomas Hobbes dalam sebuah bukunya
yang berjudul "Leviathan" mengatakan "Homo
Homini Lupus,Bellum Omnium Contra Omnus"
artinya bahwa manusia itu ibarat srigala, yang satu
dengan yang lainnya saling mencakar dan saling
mencabik. Kondisi ini menggambarkan bahwa
telah terjadi hukum rimba dalam kehidupan
manusia, dimana yang kuat akan menindas yang
lemah. Hal ini apabila dibiarkan akan terjadi
dimana yang kuat semakin kuat sedangkan yang
lemah semakin tertindas.
Untuk
menghindari
hal
tersebut
diperlukan suatu peraturan yang diharapkan
mampu menertibkan kehidupan masyarakat Sulit
sekali kehidupan berlangsung secara tertib dan
teratur apabila dalam kehidupan kita tanpa adanya
suatu peraturan. Peraturan ini sering di sebut
dengan
norma
atau
kaedah
yang
di
dalamnya biasanya
terdiri
dari
berbagai perintahdan larangan serta sanksi bagi
para pelanggarnya. Perintah berisi ketentuan untuk
melakukan suatu perbuatan sedangkan larangan
berisi ketentuan untuk tidak melakukan suatu
perbuatan. Adapun sanksi akan diberikan apabila
perintah tidak dilaksanakan atau larangan
dilakukan.

B. Jenis-Jenis Norma
Sebenarnya banyak pendapat yang
membagi norma beberapa jenis, tetapi yang umum
terdiri dari :
1.

a.
b.
c.
d.

a.
b.
c.
d.

Norma Agama
Norma ini berasal dari wahyu Illahi yang
diberikan kepada para nabi yang selanjutnya
diajarkan kepada setiap umatnya dalam kitab suci.
Keimanan dan ketakwaan sangat dominan, dimana
bagi yang melaksanakan segala perintah Tuhan
akan mendapatkan pahala yang setimpal namun
bagi yang tidak melaksanakan perintah Tuhan akan
mendapatkan dosa. Demikian juga bagi yang
menjauhi segala larangan Tuhan akan mendapatkan
pahala sedangkan yang menjalankan larangan akan
mendapatkan dosa.
Dalam
setiap
agama,
biasanya
mengajarkan norma-norma agama yang terdapat
dalam kitab sucinya, misalnya:
Agama Islam dalam Al Quran
Agama Kristen dalam Injil
Agama Budha dalam Wedha
Agama Hindu dalam Tripitaka
Norma ini dianggap norma yang paling
lengkap yang mengatur tingkah laku manusia. Sifat
sanksi norma agama ini tegas, jelas dan tidak
langsung.
Contoh norma agama :
Setiap muslim dan muslimah wajib melaksanakan
sholat 5 waktu.
Setiap muslim dan muslimah wajib melaksnakan
puasa Ramadhan
Setiap muslim dan muslimah dilarang berjudi
Setiap muslim dan muslimah dilarang membunuh

2.

a.
b.
3.

a.
b.
c.
4.

Norma Kesusilaan
Norma ini bersumber dari hati nurani,
sehingga tak seorangpun tahu kecuali Alloh SWT.
Berintikan Pelanggaran terhadap norma ini juga
adalah berasal diri sendiri berupa perasaan bersalah
terhadap orang lain dan penyesalan apa yang telah
dilakukan. Sifat sanksi norma kesusilaan ini adalah
tidak tegas, jelas tetapi langsung, semakin banyak
melakukan kebohongan atau ketidak jujuran, maka
perasaan bermasalah itu kian besar, penyessalanpenyesalan pun semakin menyiksa apalagi teringat
dengan perbuatan yang telah dilakukan, apalagi
kalau hal itu dilakukan oleh kita kepada orang
terdekat misalnya orang tua ataupun saudara.
Contoh norma kesusilaan :
Selama
Ujian
tidak
boleh
nyontek !

yang tidak melaksanakan aturan ini hidupnya akan


tidak tenang, bahkan mungkin terbelenggu. Sanksi
bagi yang melakukan pelanggaran terhadap norma
ini adalah dihukum diantaranya, denda, kurungan
penjara dan hukuman mati. Sifat sanksi dari norma
hukum ini adalah, tegas, jelas dan langsung.

Contoh norma ini adalah :


Semua warga negara harus tunduk pada hukum
yang berlaku !
b.
Dilarang membunuh !
c.
Dilarang mencuri !
a.

C.

Calon pemimpin harus jujur


Norma Kesopanan
Norma ini bersurnber dari kebiasaan
dalam rnasyarakat yang terpelihara dalarn
kehidupan sehari-hari. Kebiasaan ini berlangsung
secara turun temurun dan biasanya dari mulut ke
mulut. Walaupun sifat berlakunya terbatas pada
daerah
terterntu
namun
secara
umum
keberlakuannya mengarah pada etika yang bersifat
universal. Dalam kehidupan sehari-hari norma ini
sering disebut dengan aturan sopan santun. Bagi
yang melanggar norma kesopanan ini akan
dicemoohkan dan bahkan dikucilkan oleh
rnasyarakat sekitar karena dianggap tidak sopan.
Sifat sanksi dari norma kesopanan ini adalah tidak
tegas, jelas tetapi langsung.
Contoh norma ini adalah :
Hormatilah sesama manusia
Bicaralah dengan sopan
Janganlah bicara kotor
Norma Hukum.
Norma ini bersumber dari negara dan
berbagai perangkatnya. Biasanya sengaja dibuat
oleh pihak-pihak yang memiliki kemampuan
membuat peraturan dengan di sesuaikan dengan
prosedur yang berlaku.Bagi yang tunduk pada
aturan ini hidupnya akan tenang, sebaliknya bagi

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

a.

Hakikat dan arti penting hukum


Dalam Undang-Undang Dasar 1945
pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa "Negara Indonesia
adalah Negara Hukum. Menurut Utrecht dalam
bukunya "Pengantar Hukum
Indonesia" mendefinisikan
"hukum adalah
himpunan-himpunan
peraturan
(perintahperintahdan larangan-larangan) yang mengurus tata
tertib suatu masyarakat dan karena itu harus di taati
oleh masyarakat itu.
Dalam kehidupan sehari-hari mungkin kita
pemah mendengar berbagai jenis hukum yang
berlaku, diantaranya :
Hukum Pidana
Hukum Perdata
Hukum Dagang
Hukum Agraria
Hukum Perkawinan
Hukum Intemasional
Hukum Tata Negara
Hukum Administrasi Negara
Hukum Tata Usaha Negara
Hukum Pajak
Hukum Waris
Dll.
Untuk lebih memudahkan tentang batasan
atau definisi tentang hukum , hukum itu
mempunyai unsur-unsur dan ciri-ciri, tujuan dan
sifat, yaitu :
Unsur -unsur hukum diantaranya :
Peraturan mengenai tingkah laku dalam pergaulan
masyarakat

b.
c.
d.

a.
b.

Perturan itu diadakan oleh badan-badan resmi


yang berwajib
Peraturan itu pada urnurnnya bersifat memaksa
Sanksi terhadap pelangg~ran tersebut adalah tegas
Ciri-ciri hukum yaitu :
Adanya perintah dan larangan
Perintah dan larangan itu harus ditaati setiap
orang

2.

Menurut Bentuknya , hukum dapat dibagi


menjadi :
a. Hukum tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan
dalam berbagai peraturanperundangan (Contoh
KUHP,KUHPer, Hukum Pajak.)
b. Hukum tak tertulis" yaitu hukum yang masih
hidup dalam keyakinan dalam masyarakat tetapi
tidak tertulis. (disebut hukum kebiasaan )

3.
a.
b.

c.
d.

Tujuan Hukum :
Menurut Van Apeldoorn, yaitu untuk mengatur
tata tertib masyarakat secara damai dan adil.
Menurut Van Khan, yaitu untuk menjaga
kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu
tidak dapat di ganggu.
Menurut E. Utrecht, yaitu bertugas menjamin
adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia.
Menurut Mochtar
Kusumaatmadja, tujuan
hukum adalah terpelihara dan terjaminnya
keteraturan (kepastian) dan ketertiban.

Menurut tempat berlakunya, hukum dapat


dibagi menjadi :
a. Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam
suatu negara.
b. Hukum Intemasional, yaitu hukum yang mengatur
hubungan hukum dalam dunia Intemasional.
c. Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku dalam
negara lain.
d.

Hukum gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang


ditetapkan oleh gereja untuk para anggota-anggotanya.

4.
a.

b.

Sifat hukum yaitu mengatur dan memaksa.


hukum yang mengatur (hukum pelengkap), yaitu
hukum yang dapat dikesampingkan apabila-pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan
sendiri dalam suatuperjanjian.
Hukurn yang memaksa yaitu hukurn yang dalam
keadaan
bagaimanapun
juga
harus
dan
mempunyai paksaan mutlak.
Agar lebih jelasnya, dapat dikaji macam-macam
pembagian hukurn, berikut ini :

1.
a.
b.
c.

d.

Menurut Sumbernya: hukum dapat dibagi


menjadi :
Hukum undang-undang, yaitll hukum yang
tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak
dalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat)
Hukum traktat , yaitu hukum yang ditetapkan oleh
negara-negara di dalam suatu perjanjian antara
negara (traktat).
Hukum Jurisprudensi, yaitu hukum yang
terbentuk karena putusan hakim.

Menurut waktu berlakunya, hukum dibagi


menjadi :
a. Ius Constitutum (Hukum Positif), yaitu hukum
yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat
tertentu dalam suatu daerah tertentu.
b. Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan
dapat berlaku dimasa yang akan datang.
c. Hukum Azasi (hukum Alam), yaitu hukum yang
berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan
untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tidak
mengenal batas waktumelainkan berlaku untuk
selama-Iamanya (abadi) terhadap siapapunjuga
diseluruh tempat.

5.

Menurut cara mempertahankannya, hukum


dapat dibagi menjadi :
a. Hukum Materil, yaitu hukum yang memuat
peraturan-peraturan yang mengatur kepentingankepentingan dan hubungan-hubungan yang
berwujud perintah- perintah dan larangan-Iarangan.
Contoh Hukum materil diantaranya: Hukum
Pidana, Hukum Perdata, Hukum Dagang.
b. Hukum Formil (Hukum Proses atau hukum acara)
yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan
yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan

dan mempertahankan hukum material atau


peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana
cara-caranya mengajukan sesuaiu perkara ke muka
pengadilan dan bagaimana cara-caranya hakim
memberi putusan. Contoh hukum formil :
HukumAcara Pidana , Hukum Acara Perdata dan
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
6.
a.

Menurut isinya, hukum dapat dibagi menjadi :


Hukum Privat (hukum sipil), yaitu hukum yang
mengatur hubungan-hubungan antara orang yang
satu dengan orang lain, dengan menitik beratkan
kepada kepentingan perseorangan. (contoh Hukum
Perdata)
b. Hukum Publik (Hukum Negara), yaiiu hukum
yang
mengatur
hubungan
antara
negara
dengan alat-alat perlengkapan
atau
hubungan
antara negara dengan perseorangan (warga
negara) . Contoh Hukum Pidana,Hukum Agraria,
Hukum Pajak

D.

Penerapan
norma-norma,
kebiasaankebiasaan, adat istiadat dan peraturan yang
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Sebagaimana
dijelaskan
sebelumnya
bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak
terlepas dari berbagai aturan atau kaedah yang
berlaku. Hal inidilakukan agar senantiasa
tereiptanya
ketertiban
dalam
masyarakat
Sulit nampaknya apabila di dunia ini iidak adanya
aturan dan dipastikan kekacauan dimana-mana.
Dari waktu ke waktu temyata seiring
dengan perkembangan jaman, maka peradaban
manusia semakin maju dan komplek. Berbagai
permasalahan seringkali muncul dari hal yang kecil
sampai yang terbesar, dari yang sederhana ke
permasalahan yang rumit.
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh
berbagai pihak. Negara sebagai organisasi
kekuasaan
tertinggipun
berupaya
dengan
menggerakan semua komponen yang terkait.
Berbagai aturan ditata dan disusun dengan baik
yang
melibatkan
orang-orang
yang
ahli
dibidangnya. Sehingga munculah berbagai aturan
yang jumlahnya begitu banyak.

Para
ahli
sepakat
bahwa
untuk
menciptakan ketertiban dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara tidak cukup dengan
penataan
aturan
saja,
tetapi
faktor
manusiapunbegitu penting yakni berupa kesadaran.
Sangatlah tepat apa yang diungkapkan oleh KH
Abdullah Gymnastiar dengan konsep 3M, yakni
Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal-hal yang
kecil dan Mulai dari saat ini juga. Konsep ini
dapat diterapkan dalam berbagai hal tentang
kehidupan manusia,
Demikian pula dengan norma-norma yang
terdapat dalam masyarakat, tidak hanya dijadikan
hiasan atau pelengkap saja, tetapi harus
dilaksanakan
dengan
penuh
kesadaran.
Betapapun sempurnanya suatu norma, apabila tidak
dilaksanakan dengan penuh kesadaran maka
ketertibanpun tidak akan tercipta, kekacauan pun
sulit untuk dihindari.
Dalam Undang undang Dasar 1945 pasal
27 ayat 1 dinyatakan bahwa Segala Warga
Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".
Dapat diartikan bahwa segala warga negara hams
diperlakukan sama dihadapan hukurn tanpa adanya
diskriminasi atau hukum tidak pandang bulu. Siapa
yang salah harus siap dengan sanksi yang akan
diberikan dan tentunya disesuaikan dengan
tindakan yang dilakukannya. Demikian juga negara
mempunyai kewajiban untuk melindungi segala
warga negara dengan hukum yang dibuat.

Anda mungkin juga menyukai