LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. JL
Nomor CM
: 01 01 48 75
Usia
: 40 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Tukang Ojek
Pendidikan
: SMA
Agama
: Islam
Status Pernikahan
: Menikah
II.
ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dengan Pasien pada hari Kamis 7 Januari 2016 pada pukul
11.00 WIB.
1. Keluhan utama
2. Keluhan tambahan
3. RPS
SMRS. Pada awalnya lengan dirasakan memerah, lalu timbul benjolan seperti bisul yang
kemudian pecah membentuk luka. Darah (+), nanah (+). Nyeri (+). OS mengeluhkan
lemas selama 1 minggu terakhir, OS mengeluhkan cepat haus (+) dan sering BAK (+)
terutama pada malam hari 3x tetapi pasien tidak cepat lapar (-). Luka dirasakan tidak
kunjung membaik dalam 2 minggu ini. Berat badan tidak dirasakan menurun (-). Mual
(+) muntah (+) demam (-). OS menyangkal riwayat trauma pada tangan kiri.
1
4. RPD
sama sebelumnya. Riwayat DM dan Hipertensi tidak diketahui. Riw penyakit Jantung (-),
penyakit ginjal (-), penyakit hati (-).
5. RPK
: riwayat DM (-) Hipertensi (-) peny. Jantung (-) peny. Ginjal (-)
peny. Hati (-)
6. Riwayat pengobatan : OS pernah berobat ke klinik 24 jam sebelum masuk Rumah Sakit,
diberi antibiotic dan pereda nyeri, nyeri berkurang tetapi luka tidak kunjung sembuh.
7. Riwayat kebiasaan : OS menyukai makanan manis, merokok (+) 5 batang/hari, alcohol
(+) 1x/minggu.
8. Anamnesis menurut sistem
a. Kepala
: pusing (+), nyeri (-), trauma (-), rambut rontok (-)
b. Mata
: nyeri (-), secret (-), gangguan visus (-)
c. Hidung
: trauma (-), nyeri (-), secret (-) epistaksis (-), sumbatan (-)
d. Telinga
: nyeri (-), secret (-), perdarahan (-), tinnitus (-), gangguan
e.
f.
g.
h.
pendengaran (-)
Mulut
Tenggorokan
Leher
Thoraks
: gusi berdarah (-) lidah kotor (-), sariawan (+), gangguan kecap (-)
: dysphagia (-) serak (-)
: benjolan (-) nyeri (-)
: Jantung: berdebar (-), nyeri dada (-), orthopnoe (-). Paru: sesak
(-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
o Kesadaran : Compos Mentis
o Kesan sakit : sakit sedang
o Status gizi : BB 50 kg TB 165 cm BMI: 18,5 (normal)
o Cara bicara : normal, koheren
o Cara berbaring
: normal
o Cara duduk
: normal
o Penampilan
: rapi
Tanda Vital
o TD
: 130/70 mmHg
o Nadi
: 82x/menit
o RR
: 20x/menit
o Suhu
: 36,5C
Status Generalis
o Kepala
: Normocephali
o Mata
Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, pupil isokor, Reflex cahaya langsung
+/+
o Telinga
o Hidung
o Mulut
o Thoraks
Palpasi
pernapasan
simetris,
vocal
fremitus
Perkusi
Auskultasi
Auskultasi
Bruit (-)
Perkusi
Palpasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
5 Januari 2016
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Darah Rutin
Leukosit
Eritrosit
Hb
Ht
Trombosit
Kimia Klinik
GDS
Keton Darah
6 Januari 2016
GDS CITO
GDS 00.00
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
17.400
4,5
15,6
43
325.000
/L
Juta/L
g/dl
%
Ribu/L
3800-10600
4.4-5.9
13,2-17,3
40-52
150000-450000
293
0,7
mg/dl
70-110
<0,6
302
227
mg/dl
mg/dl
<110
<110
B. EKG
7 Januari 2016
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Hematologi
Darah Rutin
Leukosit
15.100
Eritrosit
5,1
Hb
14,9
Ht
44
Trombosit
402.000
Kimia Klinik
Fungsi Hati
SGOT
16
SGPT
16
Albumin
3,1
Metabolisme Karbohidrat
GDS 06.00
164
GDS 12.00
254
GDS 17.00
270
Elektrolit
Na
134
K
3,1
Cl
99
Satuan
Nilai Rujukan
/L
Juta/L
g/dl
%
Ribu/L
3800-10600
4.4-5.9
13,2-17,3
40-52
150000-450000
mU/dl
mU/dl
g/dl
<33
<50
3,5-5,2
mg/dl
mg/dl
mg/dl
<110
<110
<110
mmol/L
mmol/L
mmol/L
135-155
3,6-5,5
98-109
8 Januari 2016
Metabolisme Karbohidrat
GDS 06.00
177
GDS 11.00
250
GDS 16.00
271
9 Januari 2016
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Hematologi
Darah Rutin
Leukosit
3.700
Eritrosit
4,5
Hb
15,7
Ht
39
Trombosit
693.000
LED
89
Hitung Jenis
Basofil
1
Eosinofil
3
N. Batang
0
N. Segmen
55
Limfosit
32
Monosit
9
Faal Hemostasis
BT
2
CT
1130
PT
14/15,7
APTT
33,1/20,4
Elektrolit
Na
141
Cl
102
K
3,4
Albumin
3,2
Metabolisme Karbohidrat
GDS 06.00
180
GDS 11.00
GDS 16.00
207
10 Januari 2016
Metabolisme Karbohidrat
GDS 06.00
142
GDS 11.00
146
GDS 16.00
301
mg/dl
mg/dl
mg/dl
<110
<110
<110
Satuan
Nilai Rujukan
/L
Juta/L
g/dl
%
Ribu/L
mm/jam
3800-10600
4.4-5.9
13,2-17,3
40-52
150000-450000
0-30
%
%
%
%
%
%
0-1
2-4
3-5
50-70
25-40
2-8
menit
menit
detik
detik
1-6
5-15
12-17
20-40
mmol/L
mmol/L
mmol/L
g/dl
135-155
98-109
3,6-5,5
3,5-5,2
mg/dl
mg/dl
mg/dl
<110
<110
<110
mg/dl
mg/dl
mg/dl
<110
<110
<110
11 Januari 2016
Metabolisme Karbohidrat
GDS 06.00
GDS 11.00
GDS 16.00
129
110
141
12 Januari 2016
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Hematologi
Darah Rutin
Leukosit
9.100
Eritrosit
4,3
Hb
13,1
Ht
38
Trombosit
487.000
LED
57
Hitung Jenis
Basofil
0
Eosinofil
3
N. Batang
4
N. Segmen
48
Limfosit
38
Monosit
7
Faal Hemostasis
BT
1 30
CT
10
PT
14,5/14,5
APTT
33,5/25,7
Fibrinogen
506
D-Dimer
0,1
Elektrolit
Na
135
Cl
103
K
3,8
Albumin
3,2
Metabolisme Karbohidrat
GDS 06.00
121
GDS 11.00
179
GDS 16.00
13 Januari 2016
Metabolisme Karbohidrat
GDS 06.00
119
14 Januari 2016
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Darah Rutin
Hasil
mg/dl
mg/dl
mg/dl
<110
<110
<110
Satuan
Nilai Rujukan
/L
Juta/L
g/dl
%
Ribu/L
mm/jam
3800-10600
4.4-5.9
13,2-17,3
40-52
150000-450000
0-30
%
%
%
%
%
%
0-1
2-4
3-5
50-70
25-40
2-8
menit
menit
detik
detik
mg/dl
mg/L
1-6
5-15
12-17
20-40
200-400
<0,3
mmol/L
mmol/L
mmol/L
g/dl
135-155
98-109
3,6-5,5
3,5-5,2
mg/dl
mg/dl
mg/dl
<110
<110
<110
mg/dl
<110
Satuan
Nilai Rujukan
Leukosit
Eritrosit
Hb
Ht
Trombosit
Kimia Klinik
Albumin
GDS 06.00
Elektrolit
Na
K
Cl
7.200
4,8
14,6
43
449.000
/L
Juta/L
g/dl
%
Ribu/L
3800-10600
4.4-5.9
13,2-17,3
40-52
150000-450000
3,7
118
mg/dl
3,5-5,2
70-110
139
4,0
104
mmol/L
mmol/L
mmol/L
135-155
3,6-5,5
98-109
mg/dl
<110
15 Januari 2016
Metabolisme Karbohidrat
GDS 06.00
113
V.
RINGKASAN
Tn J 47 tahun datang mengeluhkan bengkak pada tangan kiri sejak 2 minggu SMRS.
Pada awalnya lengan dirasakan memerah, lalu timbul benjolan seperti bisul yang kemudian
pecah membentuk luka. Darah (+), nanah (+). Nyeri (+). OS mengeluhkan lemas selama 1
minggu terakhir, OS mengeluhkan cepat haus (+) dan sering BAK (+) terutama pada malam hari
3x. Luka dirasakan tidak kunjung membaik dalam 2 minggu ini. Berat badan tidak dirasakan
menurun (-). Mual (+) muntah (+). OS menyangkal riwayat trauma pada tangan kiri. GDS 293,
keton darah 0,7, leukosit 17,4 ribu.
VI.
DAFTAR MASALAH
1. Selulitis DM
2. Ketosis Diabetes Mellitus
3. Diabetes Mellitus tipe II
4. Hipokalemia ringan
VII.
1.
ANALISIS MASALAH
Selulitis DM
Pasien mengeluhkan adanya luka yang tidak kunjung sembuh pada telapak tangan
kanan. Hal tersebut dikarenakan adanya komplikasi kronis dari diabetes mellitus yaitu
8
angiopati. Dimana akibat dari komplikasi tersebut vaskularisasi pada tubuh terutama luka
mengalami kerusakan, sehingga proses penyembuhan luka yang membutuhkan
vaskularisasi yang baik untuk proses inflamasi dan proliferasi menjadi terganggu. Pasien
mengeluhkan luka yang awalnya merupakan gelembung besar yang kemudian pecah dan
membentuk luka dan kulit sekelilingnya merah berbatang tegas. Hal tersebut merupakan
efloresensi dari selulitis. Sedangkan selulitis DM didiagnosis berdasarkan riwayat
Diabetes Melitus yang diderita pasien yang dibuktikan juga dengan adanya hiperglikemia
pada lebih dari 2 waktu pemeriksaan.
2.
RI Unit/
Jam
0,5 IU
1 IU
1,5 IU
2 IU
3 IU
GDS
150
150-200
201-300
301-400
400-450
>400
Jam
RI
06.00
12.00
18.00
Extra
RI (Corection
GDS
Dose)
5 IU
10 IU
15 IU
20 IU
200
201-250
251-300
301- 350
>351
24.0
0
ii. Pemberian KCl untuk menghindari terjadinya hypokalemia karena
pemberian insulin. Pemberian dilakukan dengan dosis 20-30
mEq/L.
3. Diabetes Mellitus Tipe II
Pasien mengeluh lemas seluruh tubuh sejak beberapa hari SMRS. Lemas pada pasien
dikarenakan gangguan pembentukan energi sebagai akibat dari adanya gangguan
metabolisme glukosa pada penderita Diabetes Melitus. Pasien mengeluhkan adanya luka
yang tidak kunjung sembuh pada telapak tangan kanan. Hal tersebut dikarenakan adanya
komplikasi kronis dari diabetes mellitus yaitu angiopati. Dimana akibat dari komplikasi
tersebut vaskularisasi pada tubuh terutama luka mengalami kerusakan, sehingga proses
penyembuhan luka yang membutuhkan vaskularisasi yang baik untuk proses inflamasi
dan proliferasi menjadi terganggu.
Pasien mengeluh mual terus menerus, namun tidak muntah. Hal ini kemungkinan
dikarenakan pada diabetes, kadar glukosa yang meningkat akan mengganggu sistem saraf
yaitu nervus vagus yang mengatur sistem pencernaan, sehingga otot-otot dari lambung
menjadi berkurang motilitasnya sehingga pengosongan lambung berkurang. Pasien
mengeluh sering BAK. Hal ini dikarenakan meningkatnya kadar glukosa dalam darah
menyebabkan penarikan cairan dari sel-sel sekitar pembuluh darah, hal ini
mengakibatkan cairan meningkat di pembuluh darah serta darah yang difiltrasi di ginjal
juga meningkat sehingga terjadi poliuria.
Pasien juga merasa cepat haus, karena penarikan cairan dari sel-sel akibat
meningkatnya kadar glukosa dalam darah yang menyebabkan adanya perbedaan tekanan
10
osmotik intra dan ekstra seluler, sehingga sel-sel menjadi dehidrasi akibatnya pasien
merasa cepat haus.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan:
5 Januari 2016
GDS UGD
6 Januari 2016
GDS CITO
GDS 00.00
293
mg/dl
<110
302
227
mg/dl
mg/dl
<110
<110
1. Rencana diagnostic:
a. Pemantuan glukosa darah perhari (KGDH) dilakukan pukul 06.00, 11.00
dan 16.00. untuk mengetahui kesuksesan terapi yang diberikan.
b. HbA1c untuk mengetahui apakah penatalaksanaan yang dilakukan sudah
dapat mengontrol kadar gula darah, disamping dengan kontrol terhadap
gaya hidup yang dijalani pasien.
2. Rencana Terapi:
a. Non-medika mentosa: pengaturan diet DM, edukasi pasien mengenai cara
pengendalian glukosa darah seperti pengaturan makan dan berolahraga.
b. Medikamentosa: pemberian insulin, pemberian insulin dilakukan dengan
penghitungan fixed dose dengan cara:
i. Penjumlahan kebutuhan insulin 24 jam. Dihitung dari kebutuhan
perjam dan dosis koreksi.
ii. Jumlah tersebut dibagi kedalam 2 bagian yaitu, 20% untuk
kebutuhan insulin basal dan 80% untuk kebutuhan insulin prandial.
iii. Kebutuhan insulin prandial dibagi kedalam 3 pemberian yaitu
pemberian sebelum sarapan, makan siang dan makan malam.
iv. Sedangkan pemberian insulin basal diberikan pada pukul 22.00
3. Hipokalemia ringan
Pasien datang dengan lemas pada seluruh tubuh. Diagnosis didasarkan pada hasil
pemeriksaan elektrolit yang menunjukan keadaan hypokalemia (3,1 mmol/dl).
11
VIII. FOLLOW UP
7 Januari 2016
S
Nyeri dan bengkak pada tangan kiri, pusing (+)
O
TD: 120/80
Mata: CA -/- SI -/N : 80x
RR: 20x
S :36,5
Abd: Supel, BU 4x, NTEks: oedem dan merah pada manus kiri,
verband rembes darah dan nanah
A
P
KSR 3x1
Metronidazole 3x500
Curcuma 3x1
Apidra 3x5ui
Nutriflam 3x1
Thoradosix 2x1
Simvastatin 1x10 mg
8 Januari 2016
S
Nyeri dan bengkak pada tangan kiri, pusing (+)
O
TD: 130/80
Mata: CA -/- SI -/N : 84x
RR: 20x
S :36,7
Abd: Supel, BU 3x, NTEks: oedem dan merah pada manus kiri,
verband rembes darah dan nanah
A
P
KSR 3x1
Apidra 3x5ui
Curcuma 3x1
Thoradosix 2x1
Nutriflam 3x1
Ceftrilop
Simvastatin 1x10 mg
12
Cefoperazone/sulbactam 2x1
9 Januari 2016
S
Nyeri dan bengkak pada tangan kiri, terasa berdenyut
O
TD: 120/80
Mata: CA -/- SI -/N : 76x
RR: 20x
S :36,5
A
P
KSR 3x1
Metronidazole 3x500
Curcuma 3x1
Apidra 3x5ui
Nutriflam 3x1
Thoradosix 2x1
Simvastatin 1x10 mg
Metilcobalamin 2x1
11 Januari 2016
S
Nyeri dan bengkak pada tangan kiri,
O
TD: 110/70
N : 96x
RR: 18x
S :36,6
A
P
KSR 3x1
Metronidazole 3x500
Curcuma 3x1
Apidra 3x5ui
Nutriflam 3x1
Thoradosix 2x1
Simvastatin 1x10 mg
Pro Debridement
12 Januari 2016
S
Nyeri dan bengkak pada tangan dan siku kiri, mual +, muntah + 2x isi makanan,
demam 13
TD: 130/90
N : 80x
RR: 18x
S :36,8
A
P
KSR 3x1
Metronidazole 3x500
Curcuma 3x1
Apidra 3x5ui
Nutriflam 3x1
Thoradosix 2x1
Simvastatin 1x10 mg
Pro Debridement
13 Januari 2016
S
Nyeri dan bengkak pada tangan dan siku kiri , mual +, muntah + 2x isi makanan,
O
N : 80x
RR: 18x
S :36,8
A
P
KSR 3x1
Metronidazole 3x500
Curcuma 3x1
Apidra 3x5ui
Nutriflam 3x1
Thoradosix 2x1
Simvastatin 1x10 mg
Transamin 2x1
Mecobalamin 2x1
Pro Debridement
14 Januari 2016
S
Nyeri dan bengkak pada tangan kiri , mual -, muntah -, demam 14
TD: 120/80
N : 80x
RR: 20x
S :36,8
A
P
KSR 3x1
Metronidazole 3x500
Curcuma 3x1
Apidra 3x5ui
Nutriflam 3x1
Thoradosix 2x1
Simvastatin 1x10 mg
Transamin 2x1
Mecobalamin 2x1
Pro Debridement
15 Januari 2016
S
Nyeri dan bengkak pada tangan kiri , mual -, muntah -, demam O
TD: 130/80
Mata: CA -/- SI -/N : 76x
RR: 18x
S :36,8
Abd: Supel, BU 3x, NTEks: oedem dan merah pada manus kiri,
verband rembes darah - dan nanah -
A
P
KSR 3x1
Metronidazole 3x500
Curcuma 3x1
Apidra 3x5ui
Nutriflam 3x1
Thoradosix 2x1
Simvastatin 1x10 mg
Transamin 2x1
Mecobalamin 2x1
Post Debridement hari ke-1
3.
PROGNOSIS
15
AD VITAM
AD SANATIONAM
AD FUNGSIONAM
: ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIABETES MELLITUS
A. DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
B. EPIDEMIOLOGI
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus tipe
2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO
memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita
diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes
mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia
akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari
16
bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan
secara teratur.
Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade
1980-an menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe 2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1%
yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada rentang tahun 1980-2000 menunjukkan
peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia
tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133
juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2%, pada daerah
rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta penyandang diabetes di
daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan
penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia
di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%)
maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah
rural.
KLASIFIKASI
Klasifikasi untuk penyakit diabetes mellitus berdasarkan etiologi adalah:
C. PATOFISIOLOGI
17
Sekarang ini, patogenesis terjadinya resistensi insulin terfokus pada defek PI-3 kinase
(Phosphatidyl Inocytol) yang menyebabkan terjadinya reduktasi translokasi dari GLUT-4
(Glukose Transporter) ke membran plasma untuk mengangkut insulin. Hal ini menyebabkan
insulin tidak dapat diangkut masuk ke dalam sel dan tidak dapat digunakan untuk metabolisme
sel, sehingga kadar insulin di dalam darah terus meningkat dan akhirnya menyebabkan terjadinya
hiperglikemi.
Ada teori lain mengenai terjadinya resistesi insulin pada penderita DM tipe 2. Teori ini
mengatakan bahwa obesitas dapat mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui beberapa
cara, yaitu; peningkatan asam lemak bebas yg mengganggu penggunaan glukosa pada jaringan
otot, merangsang produksi dan gangguan fungsi sel pankreas.
2. Defek sekresi insulin
Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya DM tipe 2. Pada hewan
percobaan, jika sel-sel beta pankreas normal, resistensi insulin tidak akan menimbulkan
hiperglikemik karena sel ini mempunyai kemampuan meningkatkan sekresi insulin sampai 10
kali lipat. Hiperglikemi akan terjadi sesuai dengan derajat kerusakan sel beta yang menyebabkan
turunnya sekresi insulin. Pelepasan insulin dari sel beta pankreas sangat tergantung pada transpor
glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan sensor glukosa yang akan menghambat
peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase akan menjadi langkah pertama serangkaian proses
19
metabolik untuk melepaskan granul-granul berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa pada
DM tipe II sangat menurun, sehingga kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase ke sistem
transpor glukosa. Defek ini dapat diperbaiki oleh sulfonilurea.
Kelainan yang khas pada DM tipe 2 adalah ketidakmampuan sel beta meningkatkan
sekresi insulin dalam waktu 10 menit setelah pemberian glukosa oral dan lambatnya pelepasan
insulin fase akut. Hal ini akan dikompensasi pada fase lambat, dimana sekresi insulin pada DM
tipe 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal. Meskipun telah terjadi
kompensasi, tetapi kadar insulin tetap tidak mampu mengatasi hiperglikemi yang ada atau terjadi
defisiensi relatif yang menyebabkan keadaan hiperglikemi sepanjang hari. Hilangnya fase akut
juga berimplikasi pada terganggunya supresi glukosa endogen setelah makan dan meningkatnya
glukoneogenesis melalui stimulasi glukagon. Selain itu, defek yang juga terjadi pada DM tipe 2
adalah gangguan sekresi insulin basal. Normalnya sejumlah insulin basal disekresikan secara
kontinyu dengan kecepatan 0,5 U/jam, pola berdenyut dengan periodisitas 12-15 menit (pulsasi)
dan 120 menit (osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan untuk meregulasi kadar glukosa darah puasa
dan menekan produksi hati. Puncak-puncak sekresi yang berpola ini tidak ditemukan pada
penderita DM tipe 2 yang menunjukan hilangnya sifat sekresi insulin yang berdenyut.
3. Produksi Glukosa Hati
Hati merupakan salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada keadaan normal,
insulin dan gukosa akan menghambat pemecahan glikogen dan menurunkan glukosa produk hati.
Pada penderita DM tipe 2 terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya
kadar glukosa darah puasa (BSN). Mekanisme gangguan produksi glukosa hati belum
sepenuhnya jelas.
Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, terjadi peningkatan kadar insulin portal
sebesar 5 U/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan lebih dari 50% penekanan produksi
glukosa hati. Untuk mencapai hasil yang demikian, penderita DM tipe 2 ini membutuhkan kadar
insulin portal yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya resistensi insulin pada hati.
Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan dengan meningkatnya gluconeogenesis akibat
peningkatan asam lemak bebas dan hormon anti insulin seperti glukagon.
D. DIAGNOSIS
20
diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena,
ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler dengan glukometer.
Diagnosis Diabetes Mellitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:
-
Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Keluhan
lemah
badan,
kesemutan,
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula
darah 2 jam < 140 mg/dL.
Kriteria Diagnosis DM
Gejala klasik DM
+
Glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75
g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu
kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandardisasi dengan baik.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan
glukosa
75 gram
(orang
dewasa),
atau
7. Selama
proses
pemeriksaan,
subjek
yang
diperiksa
merokok
Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko
DM
namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
menemukan
pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih
dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa,
merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor
risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan
masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya
tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya
kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk
penyakit lain atau general check-up.
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan
ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
23
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensi dan upaya peningkatan motivasi.
2) Terapi Nutrisi Medis
-
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara
total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota
tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya).
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umumyaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes
perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin.
a. Komposisi makanan yang dianjurkan
Karbohidrat
-
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi
batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.
Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
-
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh
dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
Protein
-
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan
tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai
biologik tinggi.
Natrium
-
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram
(1 sendok teh) garam dapur.
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
-
dari
yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain
yang baik untuk kesehatan.
-
Pemanis alternative
-
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam,
acesulfame
potassium,
sukralose,
sakarin,
dan neotame.
b. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan
adalah sbb:
-
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg. BB Normal : BB ideal
10 %
Kurus
: < BBI - 10 %
Gemuk
: > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa
tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT*
BB Kurang
< 18,5
BB Normal
18,5-22,9
BB Lebih
23,0
Dengan risiko
23,0-24,9
Obes I
25,0-29,9
Obes II
> 30
Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita
sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara
40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi
20%, di atas usia 70 tahun.
Berat Badan
o Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada
tingkat
kegemukan
o Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan
untuk
meningkatkan BB.
o Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling
sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk
pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta
2-3
porsi
makanan
ringan
(10-15%)
di
tipe
2.
Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus
tetap dilakukan (lihat tabel 4). Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
28
jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk
mereka yang relative sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang
sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang
gerak atau bermalas-malasan.
4) Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
a. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan
1. Pemicu
cara
kerjanya, OHO
sekresi
insulin
dibagi
(insulin
menjadi
5 golongan:
hati, kurang
nutrisi
serta
penyakit
kardiovaskular, tidak
penekanan
pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
29
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat
ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
2. Peningkat Sensitivitas Terhadap Insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor
Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan
efek
menurunkan
glukosa,
sehingga
ini mempunyai
ambilan
glukosa
di
perifer.
Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
3. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien- pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada
saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara
titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat
tersebut.
4. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai
efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek
samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan
flatulens.
5. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel
L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk
ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang
kuat penglepasan
insulin
30
dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1
diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4
(DPP-4),
menjadi metabolit
GLP-1-(9,36)-
hormon
incretin=GLP-1 agonis).
Berbagai obat yang masuk golongan
sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu
merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
-
OHO
dimulai
dengan
dosis
kecil
dan
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.
b. Suntikan
a) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
-
Ketoasidosis diabetic
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO
maupun
insulin
selalu
dimulai dengan
dosis rendah,
untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan
dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan
pemberian
OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara
terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat
dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda
atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis
di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO
dapat menjadi pilihan. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe 2). Untuk
kombinasi
OHO
dan
insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam
hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh
32
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa
keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.
Penilaian hasil terapi
Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara
terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
-
Untuk
melakukan
hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai A1C), merupakan cara yang digunakan untuk
menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes
ini
tidak
dapat
digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan
dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun.
33
Bagan 2.
Algoritma
pengelolaan DM tipe 2 tanpa disertai dekompensasi
Bagan 3. Algoritma
pengelolaan DM tipe 2 tanpa disertai dekompensasi
diabetes
yang sedang
hamil. Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang
penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan
kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah secara langsung dengan menggunakan strip
34
khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat darah <0,6 mmol/L dianggap normal, di atas
1,0 mmol/L disebut ketosis dan melebihi 3,0 mmol/L indikasi adanya KAD. Pengukuran
kadar glukosa darah dan benda keton secara
mandiri,
dapat
mencegah terjadinya
Akut
Makro
Komplikasi
DM
Vaskular
Kronik
Mikro
Non vaskular
PJK
Stoke
Penyakit pmbuluh
darah tepi
Retinopati
Nefropati
Neuropati
Gang. Ereksi
Gastroparesis
Kelainan kulit
Patofisiologi KAD
Pada dasarnya patofisiologi KAD adalah gangguan keseimbangan hormonal. KAD biasanya
terjadi pada DM tipe I.
Ada 3 faktor yang berperan sehingga timbul KAD, yaitu:
1.
Defisiensi insulin.
Pemakaian insulin dalam jumlah yang kurang adekuat atau defisiensi insulin
menimbulkan diuresis osmotik, yang selanjutnya akan terjadi dehidrasi dan gangguan
keseimbangan
elektrolit.
Defisiensi
insulin
menimbulkan
glukoneogenesis
dan
glikogeolisis, disamping itu juga terjadi lipolisis dan pembentuka asam lemak bebas
(FFA).
Defisiensi insulin menyebabkan penurunan pemakaian glukosa perifer, sehingga
menambah hiperglikemia, dehidrasi serta penurunan aliran darah. Asam lemak bebas
akan menyebabkan ketogenesis ketonemia, selanjutnya ketouria dan gangguan elektrolit.
Dekompensasi metabolik ini akan menyebabkan asidosis.7
2. Peningkatan hormon kontra insulin.
Telah terbukti bahwa pada KAD didapatkan peningkatan jumlah hormon kontra insulin
(counter regulatory hormones) seperti, glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon
pertumbuhan. Pemakaian steroid pada kasus-kasus tertentu, termasuk pada perawatan
DM gestasi dapat memicu terjadinya KAD. Efek hormon-hormon ini adalah menambah
produksi gula, serta menambah katabolisme tubuh (keseimbangan nitrogen negatif).
Selain menghambat pengambilan glukosa oleh otot, juga merangsang glukoneogenesis,
glikogenolisis dan lipolisis.
3. Dehidrasi.
Diuresis osmotik akibat hiperglikemia akan menimbulkan dehidrasi, kadang-kadang oleh
karena gangguan gastrointestinal. Rehidrasi yang adekuat sangat penting pada KAD,
selain mengurangi hiperglikemi, juga memperbaiki ketosis.
36
Penatalaksanaan KAD
37
Dalam kondisi metabolik dengan laju oksidasi asam lemak yang tinggi, hati
menghasilkan banyak aseto asetat dan b-hidroksibutirat. Kemudian asetoasetat mengalami
38
dekarboksilasi spontan untuk menghasilkan aseton. Ketiga zat ini disebut sebagai benda keton.
Badan keton berfungsi sebagai bahan bakar bagi jaringan ekstrahepatik seperti otot.
Pada keadaan puasa atau kelaparan juga pada keadaan dimana terjadi peningkatan kadar
asam lemak dalam darah, misalnya pada diit tinggi lemak, kegiatan jasmani yang berat tanpa di
sertai intake KH yang cukup, produksi keton-keton akan meningkat, hal yang sama terjadi pada
keadaan diabetes mellitus. Bila benda-benda keton dalam darah kadarnya meningkat melebihi 1
mg% disebut ketonemia. Peningkatan kadar benda-benda keton dalam darah ini pada keadaan
normal akan diimbangi dengan bertambahnya proses oksidasi senyawa-senyawa tersebut oleh
jaringan ekstrahepatik.
Bila produksi semakin bertambah sampai kadar didalam darah mencapai 70mg%, maka
kapasitas oksidasi pada jaringan ekstrahepatik tidak dapat ditingkatkan lagi, sehingga
peningkatan lebih lanjut produksi senyawa tersebut akan sangat meningkatkan kadar di dalam
darah. Pada keadaan normal keton-keton selain di oksidasi oleh otot, otak, serta otot jantung,
sebagian kecil yang jumlahnya tidak melebihi 1 mg% diekskresikan melalui urin per 24 jam.
Ambang ginjal untuk ekskresi benda-benda keton bila kadar dalam darah dibawah 70mg% tidak
mempengaruhi jumlah ekskresinya, tetapi bila lebih dari 70mg%, maka ekskresi lewat ginjal
akan sangat meningkat, karena ambang ginjal dilampaui.
Peningkatan ekskresi benda-benda keton lewat ginjal bersama urine ini di sebut
ketonuria. Keadaan dimana ketonemia dibarengi dengan terjadinya ketonuri disebut KETOSIS.
Oleh karena senyawa-senyawa tersebut bersifat asam maka akan berakibat terjadinya asidosis
metabolik, oleh karena cadangan alkali diturunkan, keadaan ini disebut ketoasidosis, yang dapat
berakibat fatal.
Pada DM yang tak terkendalikan, ketosis dapat terjadi sangat berat, karena pada DM
disamping produksi benda-benda keton meningkat dengan cepat, kapasitas jaringan ekstra
hepatic untuk mengoksidasi benda-benda tersebut malah berkurang, oleh sebab pengaruh dari
hormone insulin. Pada kasus-kasus demikian sering kali dapat tercium bau aseton karena
kadarnya yang tinggi dalam darah.
Ketosis secara umum dapat terjadi pada 2 keadaan klinis yakni DM dan kelaparan.
Faktor-faktor yang meningkatkan terjadinya ketosis :
1. Kekurangan KH dengan akibat mobilisasi FFA sehingga FFA meningkat dalam sirkulasi,
dengan sendirinya asetil KoA akan meningkat juga.
39
2. Pada keadaan kelaparan persedian glikogen terpakai habis, hingga oksidasi glukosa akan
menurun, untuk Ulucon yang akan digunakan adalah lemak, sehingga sintesis asam
lemak menurun.
3. Pengaruh insulin yang menekan proses ketogenesis, dan memacu proses oksidasi benda
keton pada jaringan ekstrahepatik. Pada keadaan kelaparan atau DM kadar insulin dalam
tubuh menurun, hingga proses ketogenesis meningkat, oksidasi benda-benda keton
menurun.
4. Semua factor yang menghambat siklus TCC akan meningkatkan ketogenesis, karena
kapasitas untuk mengoksidasi secara menyeluruh asetil KoA menurun.
Ketosis pada kelaparan sama dengan keadaan DM. Pada DM terjadi glukosuria yang terus
menerus, hingga glukosa hilang terhambur. Pada kelaparan timbulnya ketosis semata-mata oleh
sebab produksi benda-benda keton yang berlebihan, terjadinya ketosis memerlukan waktu lama
dan tidak akan menyebabkan ketoasidosis yang serius, hal ini berbeda dengan DM, ketosis pada
DM terjadi secara progresif yang akhirnya terjadi ketoasidosis yang hebat. Perbedaan ini
mungkin disebabkan 2 hal :
1. Pengaruh insulin terhadap oksidasi benda keton ekstrahepatik yang pada kelaparan hal ini
tidak mengurangi gangguan yang berarti.
2. Pada DM biasanya glukoneogenesis prosesnya lebih hebat daripada kelaparan dengan
demikian akan mengganggu proses TCC.
DAFTAR PUSTAKA
40
history-
from
ancient
to
modern
times.
Available
at
41