Anda di halaman 1dari 27

KETERAMPILAN MEMBIMBING DISKUSI

Pudyo Susanto
(UPT PPL UM)

Diskusi adalah pembicaraan oleh sekelompok orang yang anggotanya


terdiri dari dua orang atau lebih. Di dalam diskusi terjadi tukar-menukar pikiran,
yang dapat dikemukakan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan.Diskusi bukan
suatu metode pengajaran yang berdiri sendiri dalam suatu proses pembelajaran,
melainkan merupakan metode yang melengkapi atau mengiringi metode yang lain.
Diskusi ada dua macam, yaitu: diskusi terbimbing dan diskusi bebas.
1. Diskusi Terbimbing
Diskusi terbimbing merupakan kegiatan pembelajaran mengajak siswa
untuk berpikir tingkat tinggi sebagaimana mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan
analisis, sintesis dan evaluasi (Louisell dan Descamps, 1992). Tujuan diskusi yang
utama adalah membantu siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir
kritis dan kreatif. Dalam diskusi biasanya digunakan pertanyaan-pertanyaan
konvergen, divergen dan evaluatif.
Petak 5.1 Pertanyaan Divergen, Konvergen dan Evaluatif (Martin, dkk. 1997)

• Pertanyaan ingatan, adalah pertanyaan yang meminta siswa untuk mengingat fakta, konsep, rumus,
prosedur. Pertanyaan ingatan dapat digunakan untuk membantu siswa mengamati dan
mengkomunikasikan hasil pengamatan. Contoh: “Apa yang tampak oleh pada percobaan yang kamu
hadapi?”, “Apa bunyi hukum Archimides?”.
• Pertanyaan konvergen, adalah pertanyaan yang hanya mempunyai sati jawaban benar, dan
jawabannya memerlukan penjelasan. Pertanyaan ini dapat digunakan untuk membantu siswa dalam
mengaplikasikan dan menganalisis informasi, memecahkan masalah, dan sangat berguna untuk
merangsang timbulnya keterampilan proses sains: pemgukuran, komuniksi, pembandingan
(comparing), dan pembedaan (contrasting). Contoh: (1) manakah di antara makanan-makanan ini yang
lebih kaya karbohidrat?”, (2) (Setelah mengamati bunga salak) “ Bagaimana cara menyerbukkan bunga
salak yang efektif?”.
• Pertanyaan divergen, adalah pertanyaan yang mempunyai jawabanbenar lebih dari satu, yang
berguna untuk mendorong kemampuan berpikir kemungkinan (possibility thinking) dan kreatif.
Pertanyaan ini merangsang siswa berpikir secara bebas. Pertanyaan divergen memerlukan atau
mendorong terbentuknya kemampuan berpikir sintesis dan mendorong kemampuan siswa untuk kreatif
dalam memecahkan masalah, terbentuknya keterampilan proses sains terintegrasi (membuat hipotesis
dan eksperimen). Contoh: (1) Apa yang akan terjadi dengan awan hitam yangmenggantung itu?”
• Pertanyaan evaluatif, adalah pertanyaan yang meminta siswa membuat dan mengambil keputusan.
Pertanyaan itu mendorong siswa untuk dapat memilih, menilai, menilai, mengambil keputusan,
mengkritik, mempertahankan pendapat dan menghakimi. Pertanyaan “Mengapa?” biasanya perlu
disertakan pada pertanyaan yang meminta siswa untuk memilih, memutuskan, menilai, dan sebagainya.
Keterampilan proses yangb dapat diukur da dikembangkan dengan petanyaan evaluatif adalah:
prediksi, pengambilan kesimpulan dan membuat generalisasi. Contoh: (1) Apa yang perlu dilakukan
untuk mengatasi polusi di pasar Besar Malang? (2) Mana yang kamu sukai, menanam mangga dari
bibit cangkokan atau biji?”

1
Diskusi terbimbing dengan pertanyaan konvergen menekankan pada siswa
untuk berpikir konvergen, yaitu berpikir aplikatif dan analitik. Dalam hal ini guru
harus berhati-hati dalam membimbing siswa dengan pertanyaan aplikatif dan
analisis sampai mereka tiba pada pengetahuan dan pemahaman khusus. Diskusi
dengan pertanyaan konvergen termasuk pembelajaran berujung tertutup (close-
ended activity), artinya kegiatan diskusi diakhiri dengan satu kesimpulan yang
benar.
Diskusi dengan pertanyaan divergen mengarahkan siswa untuk mampu
berpikir divergen dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan sintesis dan
evaluasi. Diskusi dengan menggunakan pertanyaan divergen ini termasuk kegiatan
pembelajaran yang berujung terbuka (open-ended activity), artinya diskusi diakhiri
dengan masih adanya masalah baru yang siswa ingin tahu jawabannya. Dengan
demikian siswa pulang dengan membawa rasa keingintahuan, dan terangsang untuk
memikirkan dan memecahkan sendiri keingintahuannya. Dalam diskusi yang
menggunakan pertanyaan divergen, guru dan siswa mungkin sama-sama belum tahu
jawabannya, dan mereka bersama-sama mencarinya.
Diskusi terbimbing juga dapat menggunakan pertanyaan konvergen dan
divergen sekaligus. Dalam hal ini, pertanyaan analisis diberikan lebih dulu,
kemudian diteruskan dengan pertanyaan sintesis dan evaluasi.
Diskusi terbimbing dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan klasikal
atau kelompok kecil. Langkah-langkah kegiatannya kurang lebih sebagai berikut.
1) Pendahuluan. Pada tahap ini guru membuka pelajaran dengan meriviu pelajaran
sebelumnya, menyampaikan tujuan pengajaran, dan bentuk kegiatan yang akan
dilaksanakan.
2. Pertanyaan Inti. Tahap ini meliputi dua hal berikut.
a. Guru menyajikan pelajaran berupa konsep dan prinsip dasar dari
topik yang dibahas. Pada diskusi yang bersifat divergen materi yang
perlu disampaikan tidak banyak.
b. Guru memimpin diskusi: (1) memberi pertanyaan, (2) memberi
kesempatan kepada siswa untuk menjawab atau bertanya, mengatur
lalu lintas diskusi. Dalam diskusi yang bersifat konvergen guru
mengambil kesimpulan satu jawaban benar dari setiap pertanyaan,

2
jika jawaban siswa bervariasi atau berbeda satu sama lain. Dalam
diskusi konvergen, guru merekomendasikan semua jawaban yang
secara logika benar untuk menarik kesimpulan. Berbagai
kemungkina jawaban itu disampaikan kepada siswa sebagai masalah
yang perlu mereka pikirkan untuk mencari jawabannya melalui
kegiatan lain, misalnya: percobaan, dan eksperimen.
3 Penutup. Penutupan pelajaran dengan diskusi ada dua cara: (1) merangkum isi
pelajaran (untuk pertanyaan konvergen), atau menyajikan masalah baru untuk
dipelajari pada waktu dan dengan cara lain (pertanyaan divergen), (2) mengadakan
evaluasi formatif.

Diskusi Bebas (Kelompok Kecil)


Diskusi bebas dilakukan oleh siswa tanpa dipandu oleh guru. Peran guru
hanya sebagai motivator, fasilitator, organisator, dan evaluator. Diskusi bebas
sebaiknya dilaksanakan dalam bentuk kegiatan kelompok kecil. Diskusi bebas dapat
dilaksanakan dengan panduan pertanyaan, atau tanpa panduan pertanyaan. Bila
digunakan panduan pertanyaan, sebaiknya digunakan pertanyaan divergen. Jika
tidak menggunakan panduan, siswa bebas memilih atau menemukan masalah
sendiri untuk dipecahkan. Pelaksanaan diskusi bebas dapat menggunakan strategi
belajar kooperatif.

Keterampilan membimbing Diskusi


Diskusi siswa akan menjadi baik kalau mendapat bimbingan dari guru.
Keterampilan yang diperlukan untuk mebimbing diskusi antara lain sebagai berikut
(Hasibuan, dkk., 1988).
1) Memusatkan perhatian. Pemusatan perhatian dapat dilakukan dengan cara
berikut.
• Memberitahukan tujuan, mengenalkan topik dan mengajukan masalah
umum yang akan dipecahkan,
• Mengajukan masalah-masalah khusus yang disampaikan selama diskusi ber-
langsung.

3
• Mencatat pernyataan-pernytaan yang menyimpang dari masalah, dan
mengem-balikan pembicaraan ke masalah semula.
• Mencatat hsil diskusi pada periode-periode tertentu, sebelum diskusi
berlanjut ke masalah berikutnya.
2) Memperjelas masalah dan memberikan urunan, bila ada gagasan yang kurang
jelas penyampaiannya, agar semua anggota memperoleh persepsi yang sama.
3) Menganalisis pandangan siswa,yang berbeda pendapatnya; analisis ini dapat
digunakan untuk membimbing siswa ke arah berpikir kritis dan kreatif,
misalnya dengan meminta siswa mengajukan argumen atas pendapatnya.
4) Meningkatkan urunan siswa, dengan:
• pertanyaan yang menantang siswa untuk berpikir
• memberi dukungan pada pendapat siswa, dengan mendengar dengan penuh
perhatian, memberi komentar yang positif, dan sikap akrab
• memberi waktu cukup untuk berpikir
5) Menyebarkan kesempatan untuk berpartisipasi:
• memotivasi siswa yang enggan atau malu untuk memberikan pemndapat
• mencegah terjadinya pengeluaran pendapat yang serentak
• menghambat secara bijaksana siswa yang memonopoli diskusi
• mencari alternatif jika ada jalan buntu karena perbedaan pendapat yang
sama
6) Menutup diskusi, dapat dilakukan dengan:
• membuat rangkuman
• memberi gambaran tentang tindak lanjut hasil diskusi
• mengajak siswa untuk menilai proses dan hasil diskusi.

4
BAB V
KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR KHUSUS
BIDANG STUDI IPA

Keterampilan Dasar Mengajar I, Keterampilan Dasar Mengajar II,


Keterampilan Dasar Mengajar III merupakan keterampilan dasar mengajar yang
perlu dimiliki oleh guru dari semua bidang studi. Jika dipertimbangkan bahwa
bidang-bidang studi yang ber-macam-macam mempunyai ciri-ciri pengajaran yang
khas, keterampilan mengajar untuk bidang-bidang studi khusus perlu
dikembangkan. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menyebabkan kekhasan
ciri pengajaran dari masing-masing studi makin tampak, dan perbedaannya dengan
pengajaran bidang studi lain makin nyata.

A. Hakekat Pengajaran Sains


Pemahaman orang terhadap hakekat sains, hakekat belajar dan pembelajaran
yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia pembelajaran sains.
Pemahaman terhadap sains telah berkembang dari pemahaman bahwa sains sebagai
produk produk sains (a body of knowledge) menjadi: sains sebagai cara berpikir dan
bertindak (Science as a way of thinking and acting), sains sebagai keterampilan
proses sains (Science is process science skills), sains sebagai proses penyelidikan
ilmiah (Science as a way of investigating). Perubahan pemahaman terhadap
hakekat sains tersebut, secara konseptual, pandangan orang terhadap pendidikan
sains semakin mengarah pada makna yang hakiki dari belajar dan pembelajaran

5
sains. Makna hakiki dari belajar dan pembelajaran sains adalah pendidikan sains
lebih diartikan sebagai pembentukan kompetensi anak didik melalui peningkatan
motivasi dan aktivitas diri siswa (competence-based learning) daripada pembekalan
pengetahuan melalui transfer pengetahuan dari guru ke siswa (knowledge-based
learning). Sebagai contoh, digunakannya pendekatan keterampilan proses sains
dalam kurikulum 1984 dan 1994 di SD, SLTP dan SMU di Indonesia menandakan
bahwa pendidikan di sekolah-sekolah tersebut menekankan terbentuknya
keterampilan proses sains pada diri siswa daripada pemberian bekal pengetahuan
keilmuan melalui konsep-konsep yang diajarkan oleh guru. Lebih dari itu, jika pada
akhir-akhir ini para ahli pendidikan sains mengembangkan pendekatan-pendekatan
baru (misalnya pendekatan konstruktivisme dan pendekatan STS) maka mereka
menganjurkan agar dalam pendidikan sains para siswa lebih banyak diberi
kesempatan belajar dalam lingkungan yang memberdayakannya untuk membangun
sendiri konsep-konsep sains selaras dengan taraf perkembangan dan kebutuhannya,
sesuai dengan latar belakang kondisi masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Kalau memperhatikan kecenderungan para ahli pendidikan sains untuk
menganjurkan digunakannya pendekatan-pendekatan pembelajaran yang
mendorong terbentuknya lingkungan belajar konstruktivisme, pembelajaran sains di
sekolah tampaknya perlu menggunakan metode-metode pembelajaran yang dapat
mengaktifkan siswa untuk membangun pemahamannya tentang alam semesta dan
lingkungan sekitar dengan menggunakan keterampilan proses sains. Metode-metode
pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran sains yang bersifat
konstruktivisme terutama adalah metode eksperimen, metode demonstrasi, metode
karya wisata, dan metode proyek. Namun, metode-metode tersebut menjadi lebih
efektif kalau disertai dengan metode-metode yang lain, misalnya: metode diskusi,
metode simulasi.
Perkembangan tersebut perlu diikuti dengan pembentukan atau peningkatan
keterampilan mengajar guru dalam menerapkan metode-metode pembelajaran
tersebut di atas. Keterampilan dasar mengajar untuk pembelajaran dengan metode-
metode khusus bidang studi sains (ilmu pengetahuan alam) akan meningkatkan
intensitas pembelajaran kompetensi, mungkin bukan hanya kompetensi dibidang
sains, melainkan juga kompetensi di berbagai aspek kehidupan manusia.

6
B. Keterampilan Mengajar Demonstrasi

1. Prinsip-prinsip Mengajar dengan Demonstrasi


Demonstrasi merupakan suatu metode mengajar yang sering digunakan
dalam pembelajaran sains. Demonstrasi digunakan untuk memperagakan:
1. cara menggunakan alat, misalnya: cara menggunakan stetoskop.
2. prinsip dan prosedur kerja suatu alat, misalnya: prinsip kerja mesin pengolah
tebu menjadi gula.
3. prosedur pelaksanaan percobaan/eksperimen, misalnya: prosedur percobaan
untuk menguji adanya karbohidrat dalam tepung.
4. fenomena alam dalam rangka pemahaman suatu konsep atau prinsip sains,
misalnya: fenomena tentang nyala dua bola lampu listrik yang dipasang secara
seri atau paralel.
5. merangsang siswa untuk menemukan masalah dan membimbing siswa untuk
memecahkan masalah.
Dalam pembelajaran sains, demonstrasi dapat memberikan fasilitas kepada
siswa untuk meningkatkan keterampilan proses sains, dan mealkukan inkuari
ilmiah, antara lain:
1. meningkatkan keterampilan mengamati, dan rasa ingin tahu,
2. memberi inspirasi untuk meningkatkan keterampilan memprediksi, inferensi,
dan komunikasi.
3. meningkatkan kejelian terhadap adanya masalah.
4. memberi arah untuk menemukan atau menyusun hipotesis.
5. memberi inspirasi untuk merancang investigasi.

Demonstrasi meliputi kegiatan memamerkan dan menjelaskan (pada pihak


guru), mengamati dan mereplikasi (pada pihak siswa). Demonstrasi menjadikan
bahan ajar lebih konkret dan lebih nyata bagi siswa, dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menyaksikan atau mengalami kejadian atau keterampilan nyata
sambil memperhatikan penjelasan.

7
Demonstrasi dapat digunakan sebagai metode pembelajaran yang berdiri
sendiri dalam suatu proses belajar mengajar, atau dapat digunakan bersama-sama
dengan metode lain dalam suatu kombinasi multimetode. Penerapan demonstrasi
sebagai metode yang berdiri sendiri dalam suatu proses belajar mengajar dapat
dijalankan dengan mengikuti prosedur yang diusulkan oleh Joice and Well dalam
Louisell (1992). Ia membagi prosedur demonstrasi menjadi lima tahap.
1. Pembukaan.
2. Menyajikan pengetahuan prasyarat atau rasional.
3. Menampilkan model penampilan dengan benar. Tahap ini merupakan tahap
pelaksanaan demonstrasi, dan pada tahap ini guru dituntut untuk melakukan tiga
hal:
a. Mempelajari dan menguasai konsep dan keterampilan yang akan
didemonstra-sikan,
b. Memecah-mecah konsep atau keterampilan menjadi komponen-komponen
lebih kecil dan mengaturnya dalam urutan belajar yang sesuai,
c. Menjalankan langkah-langkah demonstrasi tahap demi tahap (untuk ini
perlu dibuat persiapan tertulis).
4. Memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih dalam kondisi terkontrol.
5. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mentransfer pengetahuan dan
pengalaman-nya ke situasi yang kompleks.
Jika dipadukan dengan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan
awal, inti dan penutup, tahap-tahap demonstrasi itu dapat diuraikan sebagai berikut.

Tabel 5.1 Tahap-Tahap Demonstrasi (Joice and Well, dalam Louisell, 1992)
Tahap Tahap Demonstrasi Keterangan
pembelajaran
Awal Pembukaan. Membangkitkan motivasi kepa-
da siswa.
Menyajikan pengetahuan prasyarat Menggali pengetahuan awal sis-
atau rasional. wa, bisa kemampuan prasyarat
atau pengetahuan awal tentang
konsep yang dipelajari.
Inti Pelaksanaan demonstrasi. Penyajian, penjelasan konsep.

8
Memberi kesempatan pada siswa Kegiatan latihan siswa untuk
untuk berlatih dalam kondisi terkon- merefleksikan materi yang telah
trol. didemonstrasikan: mencatat da-
ta, menganalisis data, dan pena-
rikan kesimpulan. Bila diperlu-
kan siswa diberi kesempatan
untuk mengulang demonstrasi.
Penutup Memberi kesempatan kepada siswa Kegiatan pemantapan: tugas ru-
untuk mentransfer pengetahuan dan mah, proyek, dll.
pengalamannya ke situasi yang
kompleks.

Jika demonstrasi digunakan dalam proses pembelajaran sebagai kombinasi


metode di antara metode yang lain, pelaksanaan demonstrasi dapat ditempatkan
pada awal, inti atau penutup pelajaran. Jika ditempatkan pada awal pelajaran,
demonstrasi dimaksudkan untuk membangkitkan motivasi belajar, memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi fenomena dan masalah, serta
menggali pengetahuan awal siswa tentang konsep yang sedang dipelajari. Pada inti
pelajaran demonstrasi bermanfaat untuk menunjukkan fakta, atau menjelaskan
konsep atau prinsip. Pada akhir pelajaran demonstrasi dapat digunakan untuk
menilai hasil belajar siswa; penilaian ini merupakan penilaian terhadap pengalaman
langsung siswa, dan cocok untuk menilai kemampuan keterampilan proses sains.
Dalam pelaksanaannya, selama atau sesudah demonstrasi siswa diberi pertanyaan
tentang hal-hal yang tampak atau mungkin tampak.

2. Keterampilan Khusus Berdemonstrasi


Secara umum demosntrasi dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk
meningkatkan keefektifan tercapainya tujuan pengajaran. Demonstrasi dapat
dilaksanakan sebagai satu metode dalam satu proses pembelajaran, atau sebagai
salah satu metode dalam suatu perose pembelajaran. Demonstrasi dapat disajikan di
awal pelajaran, dengan tujuan untuk menyajikan fenomena, menggali pengetahuan
awal siswa, dan memotivasi belajar siswa. Maka dari itu, guru perlu menguasai
kecakapan dan keterampilan berdemon-strasi.

a. Prademonstrasi

9
1) Memahami tujuan demonstrasi. Dalam pembelajaran konstruktivisme, tujuan
khusus demonstrasi ada dua macam: (1) demonstrasi pada awal pelajaran bertujuan
untuk menampilkan fenomena yang menimbulkan konflik kognitif, (2) demonstrasi
pada pengajaran inti bertujuan untuk menyajikan fakta atau data, untuk
memecahkan masalah, (3) demonstrasi pada akhir pelajaran untuk memberi
gambaran mengenai aplikasi konsep.
2) Mengenali fakta atau informasi esensial dari konsep yang akan
didemonstrasikan. Fakta atau informasi esensial inilah yang perlu dijadikan fokus
amatan oleh siswa ketika demonstrasikan.
3) Merancang bahan atau kegiatan untuk demonstrasi. Yang dimaksud disini
adalah menerjemahkan informasi verbal pada konsep materi pelajaran menjadi
informasi yang dapat divisualisasikan dalam demonstrasi.
4) Merancang prosedur pelaksanaan demonstrasi. Lihat Tabel 5.1. Disamping
prosedur sebagaimana dikemukakan pada Tabel 5.1, hal yang perlu dirancang
adalah urut-urutan penyajian demonstrasi jika informasi yang akan ditampilkan
merupakan beberapa seri informasi. Urutan seri informasi perlu dirancang.

b. Pelaksanaan Demonstrasi
1) Menjalankan demonstrasi dengan lancar dan benar, agar informasi yang
dimunculkan benar sesuai dengan yang direncanakan.
2) Menampilkan fenomena secara atraktif, khususnya fenomena-fenomena yang
diharapkan dapat menimbulkan konflik kognitif pada siswa. Demonstrator dapat
melakukan trik-trik untuk mengkonflikkan pikiran siswa dengan fenoman yang
teramati. Perhatikan contoh berikut ini.
Gambar 3.1 adalah gambar Neraca Carticius untuk
mendemonstrasikan benda tenggelam dan terapung. Botolnya
dalah botol plastik yang berisi air, tabung di dalamnya
adalah gelas tabung reaksi. Jika botol dipejet di bagian
sampingnya, tabung reaksi makin tenggelam, dan bila pejetan
dilepaskan tabung kembali terapung. Jika pada waktu
memejet botol sambil diangkat dari meja, siswa akan
Gambar 5.1 Neraca Carticius
melihatnya bahwa tabung reaksi tenggelam karena botol

10
diangkat.
Ketika pejetan dilepaskan pelan-pelan sambil menurunkan botol ke meja, akan
tampak seolah-olah turunnya tabung reaksi karena botol diturunkan. Pada hal,
tabung reaksi tenggelam ketika botol dipejet karena volume air yang masuk ke
dalam tabung reaksi bertambah, sebaliknya volume air di dalam tabung reaksi
berkurang ketika pejetan dilepaskan. Itulah yang disebut konflik kognitif. Atraksi
seperti itu sangat menarik, layaknya bermain sulap.
3) Penampilan demonstrasi dapat diulang, untuk memperbanyak sampel
pengamatan.
4) Mengatur posisi peralatan, sampai demonstrasi dapat diamati dengan jelas
oleh semua anggota kelas.

c. Pasca Demonstrasi
1) Kesenyapan. Setelah demonstrasi berakhir, guru diam beberapa saat untuk
menunggu respons dari siswa, mungkin (sampai) ada siswa yang mengajukan
masalah dari fenomeda yang diamati. Jika respons tidak muncul, masalah dapat
diajukan sendiri oleh guru.
2) Berdiskusi atau melakukan demonstrasi lanjutan, untuk mengajak siswa
mengajak siswa menemukan jawaban atas masalah yang dikemukakan.

C. Keterampilan Mengajar Eksperimen

1. Prinsip-Prinsip Pengajaran Eksperimen


Eksperimen merupakan bagian sangat penting dalam pembelajaran sains,
kerena hal eksperimen itulah yang membedakan sains dengan mata pelajaran lain.
Metode eksperimen dapat digunakan untuk melatih siswa dalam melakukan studi
alamiah yang menggunakan langkah-langkah metode alamiah, yang meliputi:
observasi, penemuan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis, dan
penarikan kesimpulan. Karena dalam pelaksanaan eksperimen itu banyak
keterampilan proses yang perlu digunakan, maka metode ini merupakan strategi
yang penting untuk membelajarkan keterampilan proses kepada siswa, terutama
keterampilan proses terintegrasi.

11
Metode eksperimen sangat khas untuk membelajarkan prinsip atau
generalisasi hubungan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Sehubungan dengan penjelasan ini, metode eksperimen dapat dibagi menjadi
eksperimen sederhana, eksperimen terkontrol, dan eksperimen berujung-terbuka
(open-ended experimen) (Thurber dan Collete, 1968). Dengan adanya pembagian
ini, guru tidak perlu khawatir bahwa pelaksanaan eksperimen di kelas sains akan
memakan waktu banyak, pelaksanaannya rumit dana adanya kesulitan yang lain.

a. Eksperimen sederhana
Banyak masalah IPA yang dapat dipecahkan dengan eksperimen sederhana,
sehingga tidak memerlukan tahap-tahap kerja yang terpisah untuk
menyelesaikannya. Langkah dari eksperimen sederhana itu adalah: 1) pengajuan
masalah, 2) pelaksanaan percobaan untuk pengamatan, dan 3) pengambilan
kesimpulan. Dalam eksperimen sederhana ini tidak perlu dilakukan pengontrolan
terhadap variabel-variabel bebas yang tidak dipelajari, karena pengaruhnya terhadap
variabel terikat dapat diabaikan atau memang tidak ada variabel lain yang
berpengaruh kecuali variabel yang sedang dipelajari.
Sebagai contoh, masalah yang akan dipecahkan adalah: “Apakah tepung
beras mengandung amilum?” Masalah itu cukup dipecahkan dengan percobaan,
yang dilakukan dengan meneteskan larutan YKY (yodium) pada tepung beras,
kemudian mengamati bahwa zat tersebut berubah warna biru. Untuk mengambil
kesimpulan, siswa cikup diminta untuk melakukan 2-3 kali percobaan, untuk
mengambil kesimpulan bahwa tepung beras mengandung amilum berdasarkan
perubahan warna yodium menjadi biru.

b. Eksperimen terkontrol
Hubungan antara suatu variabel bebas dan variabel terikat dalam fenomena-
fenomena alam banyak yang tidak dapat diamati karena adanya variabel lain yang
berpengaruh terhadapa variabel terikat yang diamati. Misalnya, pada suatu tanaman
pot baru yang tanahnya diberi urea, pertumbuhannya subur; tetapi tidak dapat
disimpulkan begitu saja bahwa yang menyebabkan subur adalah zat urea, karena
orang berpikir bahwa faktor lain juga dapat berpengaruh. Hubungan antara variabel-

12
variabel seperti itu dapat diajarkan kepada siswa dengan metode eksperimen
terkontrol. Dalam metode ini dibuat eksperimen dengan menggunakan dua
kelompok tanaman pot yang medium tanahnya sama, tetapi pada satu kelompok
tanaman tanahnya diberi urea sementara kelompok tanaman yang lain tidak diberi
urea.
Dalam pelaksanaan metode eksperimen terkontrol, langkah-langkah yang
perlu dilaksanakan adalah: 1) pengajuan masalah, 2) pengajuan hipotesis, 3)
pengontrolan variabel (membuat perlakuan variabel bebas dan mengendalikan
varibel terkontrol), 4) pelaksanaan eksperimen, 5) pengolahan data, dan 7)
pengambilan kesimpulan. Dalam metode eksperimen terkontrol, kesimpulan yang
dibuat bersifat tertutup, artinya kesimpulan itu merupakan jawaban yang pasti (tidak
perlu dipertanyakan kebenarannya, atau tidak mengundang munculnya masalah
baru).
Contohnya sebagai berikut:
Masalah: “Mengapa tanaman padi di sawah ada yang daunnya lebih hijau dan lebih
panjang dari yang lain?
Hipotesis: “Tanaman padi yang hijau dipupuk dengan urea.”
Mengendalikan variabel: membuat dua kelompok perlakuan, satu kelompok dipupuk urea,
kelompok yang lain tidak dipupuk urea.
Pelaksanaan eksperimen: 1) melakukan penanaman padi dalam beberapa pot dengan
medium tanah yang sama, 2) pot-pot tanaman padi dibagi menjadi dua
kelompok, kelompok I dipupuk urea sedang kelompok II tidak dipupuk urea.
Pengamatan/Pengumpulan data: mengamati warna dan mengukur panjang daun tanaman
padi selama waktu tertentu.
Pengolahan data: 1) menghitung rata-rata data tinggi batang padi pada tiap perlakuan, 2)
membandingkan rata-rata tinggi batang padi antara kelompok I dan kelompok
II.
Pengambilan kesimpulan: Menyimpulkan hasil pengolahan data tentang hubungan antara
urea dengan tinggi batang dan perubahan warna hijau pada daun.

c. Eksperimen berujung-terbuka
Metode eksperimen berujung-terbuka mempunyai langkah-langkah yang
sama dengan metode eksperimen terkontrol. Hal yang berbeda adalah pada
eksperimen berujung-terbuka kesimpulan dari jawaban masalah masih terbuka
untuk dipermasalahkan lagi. Dengan kata lain jawaban dari masalah dapat
menimbulkan masalah baru atau hipotesis baru, sementara pada eksperimen
berujung-tertutup kesimpulan yang dihasilkan merupakan jawaban yang tidak perlu
dipermasalahkan lagi kebenarannya. Lebih dari itu, tingkat kesukaran dari metode
eksperimen terbuka dapat dibuat lebih kompleks, misalnya: variabel bebas yang

13
dimanipulasi dapat lebih dari satu, analisis data dapat dibuat lebih kompleks. Di
samping itu, kalau pada metode eksperimen sederhana dan metode eksperimen
tertutup masalah, hipotesis dan rancangan eksperimen diresepkan oleh guru, pada
metode eksperimen terbuka siswa dapat diminta untuk menemukan masalah,
menyusun hipotesis dan membuat rancangan eksperimen sendiri.
Sebagai contoh, pada eksperimen pengaruh urea terhadap kesuburan
tanaman padi yang dicontohkan di atas, setelah ada kesimpulan bahwa urea
menyebabkan daun menjadi lebih hijau dan pertumbuhan lebih cepat, siswa diberi
kesempatan untuk mengamati gejala-gejala lain yang muncul pada tanaman padi
dalam penggunaan urea; misalnya: batang padi menjadi lemas dan roboh.
Berdasarkan fakta tersebut, siswa diminta untuk menemukan masalah baru:
“Apakah urea menyebabkan batang padi menjadi lemas dan mudah roboh?
Seterusnya, masalah tersebut dibiarkan berada dalam benak siswa, sampai mereka
mempunyai minat untuk memecahkan sendiri. Artinya, untuk topik pelajaran yang
sedang dibahas, masalah baru itu tidak harus dijawab sekaligus.

2. Keterampilan Menjalankan Metode Eksperimen


Sama dengan demonstrasi, eksperimen dapat dilaksanakan pada tahap
awal pelajaran, dan inti pelajaran. Bahkan, eksperimen dapat dilaksanakan pada
akhir atau penutupan pelajaran. Eksperimen pada awal pelajaran digunakan untuk
menampilkan fenomena, menggali pengetahuan awal siswa, dan menarik motivasi
belajar siswa. Eksperimen pada inti pelajaran berfungsi untuk menjelaskan konsep,
atau memberi fasilitas kepada siswa untuk menemukan jawaban dari masalah yang
ingin dipecahkan. Dengan kata lain, demosntrasi pada Inti Pelajaran digunakan
untuk membantu siswa menemukan konsep yang dipelajari.
Ada bebera ciri yang perlu diperhatikan pada pembelajaran dengan
eksperimen: (1) eksperimen mempelajari hubungan antara dua variabel yaitu
variabel terikat, (2) kegiatan eksperimen dilakukan sendiri oleh siswa, (3) siswa
dapat melakukan kegiatan inkuari bebas. Hal ini berbeda dengan pembelajaran
demomstrasi; demonstrasi biasanya dilakukan oleh guru, inkuari yang dijalani oleh
siswa adalah inkuari terbimbing.

14
Keterampilan mengajar eksperimen dapat dipisah menjadi tiga tahap,
yaitu persiapan, pelaksanaan, penutup.

a. Keterampilan Menyiapkan Eksperimen.


1) Menentukan tujuan pengajaran dan tujuan eksperimen.
2) Mengidentifikasi variabel-variabel eksperimen yang akan diselidiki sesuai
de-ngan topik pelajaran.
3) Merancang percobaan untuk eksperimen. Dalam kegiatan ini guru
menerjemahkan informasi dan prinsip verbal dari topik yang dipelajari menjadi
informasi dan prinsip yang tervisualisasikan melalui eksperimen.
4) Merancang prosedur pelaksanaan eksperimen, yaitu langkah kegiatan
pembelajaran dalam eksperimen, yang meliputi: kegiatan awal, inti, dan penutup.

b. Pelaksanaan Eksperimen
1) Pada kegiatan awal, eksperimen dimaksudkan untuk: menyajikan fenomena
dalam rangka menimbulkan konflik kognitif, menggali pengetahuan awa siswa, dan
menarik memotivasi belajar siswa. Keterampilan guru yang diperlukan adalah:
• Memandu siswa untuk menjalankan eksperimen. Keterampilan ini
diperlukan karena eksperimen biasanya dilaksanakan oleh beberapa
kelompok kecil.
• Memandu siswa untuk memusatkan perhatiannya pada informasi yang
esensial, khususnya yang menimbulkan konflik kognitif.
• Menggali pengetahuan awal siswa dan memotivasi siswa. Kegiatan ini di
dahului dengan meminta siswa untuk menghentikan eksperimen.
Selanjutnya, guru mengajukan masalah yang dapat menimbulkan konflik
kognitf, dan mengevaluasi jawaban siswa. Dengan begitu pengetahuan awal
siswa dapat digali.
2) Pada kegiatan inti, guru:
• Membimbing penemuan masalah dan hipotesis. Tanya-jawab pada
penggalian pengetahuan awal diteruskan ke tanya jawab untuk
menemukan masalah yang terkait dengan konsep/prinsip yang
dipelajari, dan diteruskan lagi sampai ditemukan hipotesis.

15
• Membimbing kerja kelompok. Setelah hipotesis dirumuskan, siswa
dipandu untuk melanjutkan eksperimen lanjutan. Kegiatan ini
merupakan kegiatan kerja kelompok kecil atau perseorangan. Lihat Bab
IV mengenai keterampilan membimbing kerja kelompok kecil dan
pengajaran perseorangan.
• Membimbing diskusi kelompok kecil, untuk pencatatan data, analisis
data, dan penarikan kesimpulan. Kegiatan ini dapat dilakukan di
kelompok kecil, atau secara klasikal.

c. Mengakhiri eksperimen.
1) Memberikan pemantapan. Setelah kegiatan eksperimen berakhir, guru
memberi pemantapan, dapat berupa pertanyaan aplikatif, atau memberi msalah baru
untuk dipecahkan melalui eksperimen di luar jan pertemuan.
2) Mengevaluasi perolehan belajar. Tes formatif dapat dilaksanakan secara
formal (tanya-jawab) atau formal (tertulis). Tes sebaiknya mengukur hasil belajar
melalui pengalaman langsung (tes penampilan)
3) Membimbing siswa untuk mengemas, mengembalikan peralatan, dan
membersihkan ruang belajar secara rapi. Ini merupakan kegiatan untuk latihan
pengembangan sikap.

D. Keterampilan Mengajar Bermain Peran (Simulasi)

1. Prinsip-Prinsip Pembelajaran dengan Simulasi


Bermain peran atau simulasi adalah suatu metode pembelajaran dimana
siswa mempelajari fakta, konsep atau prinsip tertentu melalui pengalaman yang
terdramati-sasikan. Dalam pembelajaran IPA yang menggunakan metode simulasi
siswa-siswa di-minta untuk bermain “drama”. Dalam permainan drama itu siswa-
siswa yang terlibat ditugaskan untuk memainkan peran dari orang, banda, kejadian
atau situasi alam yang menjadi bagian dari fakta, konsep atau prinsip. Misalnya,
dalam pembelajaran konsep perputaran (rotasi) dan peredaran (revolusi) bumi dan
bulan dalam sistem tata surya, siswa ditugaskan untuk berperan sebagai matahari,

16
bumi dan bulan. Untuk mempelajari bahwa bulan berotasi sekalil dan berevolusi
terhadap bumi sekali selama 30 hari, siswa yang berperan sebagai bulan diminta
untuk berdiri menghadapkan wajahnya ke anak yang berperan sebagai bumi,
kemudian bergerak mengelilingi bumi dengan wajahnya tetap menghadap ke bumi
selama berkeliling.
Bila ditugasi untuk melakukan suatu permainan peran, para siswa akan
belajar sungguh-sungguh untuk melakukannya. Mereka melakukan permainan
peran itu secara sungguh-sungguh karena pekerjaan mengasyikkan dan karena
mereka ingin berpenampilan sebaik-baiknya dihadapan guru dan teman-temannya.
Permainan peran menyajikan suatu konteks pemecahan masalah yang menuntut
siswa untuk menggunakan keterampilan berpikit tingkat tinggi. Permainan peran
membawa segmen-segmen kurikulum lebih dekat kepada siswa, dan
mengaktualisasikan situasi-situasi yang jauh dari pengamatannya menjadi
pengalaman yang dekat dengan dirinya. Permainan peran memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengalami atau menghayati banyak kejadian yang tidak dapat
diamati secara langsung. Permainan peran mempunyai keunggulan lebih dari
mengamati kejadian-kejadian melalui film atau video. Permainan peran itu
merupakan suatu pengalaman dimana siswa menampilkan interpretasinya tentang
realita.
Simulasi dapat mempunyai tingkat struktur yang bervariasi. Pada anak
muda peran-perannya dapat dirinci secara detil untuk menampilkan fakta-fakta dan
pengambilan kesimpulan yang bersifat tertutup. Pada siswa yang lebih tua atau
lebih berpengalaman peran-perannya dapat berujung-terbuka untuk membuat
interpretasi individual.
Selama simulasi peran, guru harus membuat perencanaan, membuat
struktur, merancang vasilitas, dan berdiskusi mengenai peran-peran yang dimainkan
bersama atau oleh siswa. Tahap-tahap pokok yang perlu diikuti oleh guru agar dapat
mengimplemen-tasikan suatu kegiatan simulasi adalah: (1) menjelaskan tugas, (2)
mendeskripsikan peran-peran yang dimainkan dan mengidentifikasi poermainan, (3)
memberi kesempatan kepada pemain untuk menyiapkan interpretasinya dan
membantu pemain jika diperlukan, (4) memberi kesempatan kepada siswa untuk

17
menjalankan kegiatan bermain peran, (5) memberi kesempatan berdiskusi tentang
kegiatan, menggali implikasinya
Guru harus membangun iklim kebebasan berekspresi, kepercayaan dan
kerjasama agar siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan simulasi. Jika siswa
khawatir untuk berbuat kesalahan atau takut ditertawakan, atau takut tidak mampu
mengekspresikan pandangan dan perasaan secara bebas, maka mereka akan tidak
kreatif dan tidak berpartisipasi aktif dalam kegiatan bermain peran. Maka dari itu,
guru perlu membangun iklim pada siswa bahwa belajar bermain peran tidak
mengandung resiko, mengasyikkan, dan mudah dilaksanakan. Guru yang gagal
membangun iklim yang baik tidak perlu heran jika para siswa menolak untuk
bermain peran atau melakukannya dengan kurang antusias.

2. Keterampilan Mengajar Simulasi


Pembelajaran dengan simulasi merupakan alternatif kedua untuk
diterapkan dalam pembelajaran sains, jika pembelajaran dengan
eksperimen/demonstrasi. Pada pengajaran eksperimen dan demonstrasi siswa
memperoleh pengalaman langsung. Dalam pembelajaran dengan simulasi
pengalaman siswa juga bersifat langsung, tetapi tida dari media realia, tetapi media
yang disimulasikan. Bila digali dengan seksama ternyata banyak konsep dan prinsip
dalam sains (khususnya biologi) yang tidak dapat diajarkan dengan eksperimen,
demonstrasi atau melalui pengamatan laungsung lain dapat diajarkan dengan
simulasi. Pada akhir-akhir ini, permainan/simulasi banyak digunakan dalam
pembelajaran lingkungan hidup. Dengan kreativitas tinggi, pembelajaran tentang
tumbuhan, hewan dan manusia banyak yang dapat digali untuk diajrkan dengan
permainan/simulasi. Karena peranan pembelajaran dengan simulasi dalam
pembelajaran sains cukup penting, maka gur perlu memiliki keterampilan khusus
untuk mengajar dengan simulasi.

a. Persiapan
Pada tahap persiapan guru harus memiliki kecakapan untuk:
1) membuat perencanaan simulasi, yang meliputi pemilihan topik pelajaran,
perumusan tujuan pengajaran, menganalisis konsep atau prinsip yang

18
cocok untuk dismulasikan, langkah-langkah kegiatan belajar mengajar,
dan evaluasi pembelajaran.

2) membuat struktur, artinya: membuat rancangan jalannya


permainan/simulasi yang dituangkan dalam bentuk skenario,
3) merancang fasilitas, yaitu memilih, dan membuat peralatan yang
diperlukan untuk simulasi,
4) berdiskusi dengan siswa (atau membimbing siswa untuk mendiskusikan)
untuk menentukan peran-peran yang akan dimainkan, hal ini perlu
dilakukan karena banyak siswa enggan untuk ditugasi untuk memegang
peran yang akan dimainkan karena malu; dalam hal ini guru harus cakap
untuk meyakinkan bahwa permainan peran itu bukan pekerjaan yang
memalukan melainkan bermanfaat untuk kemajuan belajar.

b. Pelaksanaan Simulasi
Pekerjaan guru pada tahap pelaksanaan simulasi adalah:
1) menjelaskan tugas kepada pemain peran,
2) mendeskripsikan peran-peran yang dimainkan dan mengidentifikasi
pemain,
3) memberi kesempatan kepada pemain untuk menyiapkan interpretasinya dan
membantunya jika diperlukan,
4) memberi kesempatan kepada siswa untuk menjalankan permainan/simulasi,

c. Pasca Simulasi
Setalah permainan/simulasi selesai dikerjakan, guru memberi kesempatan
berdiskusi kepada siswa tentang kegiatan yang sudah dilakukan, dan menggali
implikasinya.
Keterampilan khusus yang perlu dikuasai untuk mengefektifkan kegiatan
simulasi adalah:
• membangun iklim kebebasan berekspresi, kepercayaan dan kerjasama, agar
siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan simulasi,

19
• membangun iklim pada siswa bahwa belajar bermain peran tidak
mengandung resiko, mengasyikkan, dan mudah dilaksanakan, terutama jika
siswa khawatir untuk berbuat kesalahan atau takut ditertawakan, atau takut
tidak mampu mengekspresikan pandangan dan perasaan secara bebas,
sehingga mereka tidak kreatif dan tidak berpartisipasi aktif dalam kegiatan
bermain peran. guru perlu.
• Guru yang gagal membangun iklim yang baik tidak perlu heran jika para
siswa menolak untuk bermain peran atau melakukannya dengan kurang
antusias.

E. Keterampilan Mengajar di Luar Ruangan

1. Manfaat Pengajaran di Luar Ruangan


Mengajar di luar ruangan juga merupakan alternatif yang perlu mendapat
prioritas untuk pembelajaran sains dibandingkan dengan pengajaran yang bersifat
verbalistik. Sebenarnya banyak kendala yang dihadapi dalam pembelajaran di luar
ruangan, antara lain:
(1) fenomena-fenomena alam demikian banyak yang muncul dan saling terkait
dengan sangat rumit, sehingga sulit dipelajari hubungannya satu sama lain;
dengan demikian fakta yang dijumpai banyak tetapi konsep dan
prinsip/generalisasinya sulit ditangkap,
(2) memerlukan waktu, dan dan tenaga lebih banyak dibandingkan dengan belajar
di dalam ruangan.
Meskipun demikian, kalau pengajaran di luar ruangan dikelola dengan
baik banyak manfaat yang dapat diperoleh siswa.
(1) Fakta dan fenomena yang banyak dijumpai menjadi pengetahuan yang sulit
dilupakan.
(2) Banyak kejadian-kejadian menakjubkan dapat dijumpai untuk membangkitkan
rasa ingin tahu dan memotivasi keinginan belajar,
(3) Banyak masalah diperoleh dari kejadian-kejadian yang menakjubkan, dan
diantara masalah-masalah yang dijumpai banyak terdapat masalah yang terkait

20
dengan masalah hidup yang sesungguhnya, misalnya: tanah longsor, gunung
gundul.
(4) Banyak tantangan dijumpai siswa di lingkungan alam, dan parta siswa dapat
menghadapi dan mengatasi secara bersama atau dengan bekerja sama, sehingga
siswa dapat memperoleh pengetahuah dan kecakapan untuk menghadapi hidup dan
kehidupan.
(5) Banyak manfaat rekreatif diperoleh anak, misalnya: pemandangan yang indah,
gerakan bebas yang menggembirakan (berlari-lari, meloncat-loncat, berteriak-
teriak), ayang tidak dapat dijumpai dan dilakukan di sekolah.
2. Keterampilan Mengajar di Luar Ruangan
Jika pengajaran diluar ruangan dapat dan perlu dilaksanakan, guru perlu
menguasi keterampilan untuk menjalankannya.

a. Persiapan
Kecakapan dan keterampilan yang perlu dikuasai oleh guru untuk
menjalankan pengajaran di luar ruangan adalah:
1) menentukan tujuan dan topik pembelajaran,
2) menyusun organisasi (panitia) pelaksana untuk urusan-urusan teknis,
3) membimbing siswa (panitia) untuk mempersiapkan segala keperluan untuk
kegiatan belajar di luar ruangan: lokasi sasaran, surat-menyurat, peralatan,
tranportasi, akomodasi, dana, dan lain-lain.
4) mempersiapkan petunjuk kerja lapangan; petunjuk kerja lapangan harus
disiapkan dengan baik karena di lapangan yang luas guru sering tidak bisa
selalu berada di sekitar siswa, sehingga dengan petunjuk lapangan itu siswa
dapat bekerja secara mandiri,
5) mempersiapkan jadwal; jadawal perlu disusun secara bijaksana sehingga ada
keseimbangan antara tugas akademik dengan tugas yang bersifat rekreatif,
dengan alokasi waktu yang betul-betul dapat dipenuhi nantinya.

b. Pelaksanaan
Kecakapan dan keterampilan guru untuk mengajar pada pelaksanaan
belajar di luar ruangan:

21
1) mengawasi, dan memonitor kegiatan, perilaku, dan kondisi siswa selama
kegiatan; pengawasan, monitoring kegiatan/perilaku/kondisi itu perlu dijalankan
secara disiplin dan tegas tetapi tidak menimbulkan tekanan perasaan dan fisik pada
siswa,
2) mengawasi dan memonitor kerja siswa; pekerjaan ini tidak mudah dilaksanakan,
karena guru sering berada di tempat yang jauh dari individu atau kelompok siswa,
3) menjaga ketercapaian target perolehan belajar; tanpa ada kontrol perolehan
belajar mungkin lebih banyak rekreatifnya dari pada akademiknya.
4) menjaga dan membangun iklim hubungan kerja dan hubungan sosio-emosional
antar individu yang kondusif untuk terselesaikannya tugas-tugas belajar,
5) membangun keprcayaan siswa terhadap dirinya, agar dapat menjadi motivator
yang handal, khususnya dengan menunjukkan kecakapan mengatasi masalah
dimana tidak ada siswa yang dapat mengatasinya,
6) memberi bantuan, kalau diperlukan.

c. Pasca Kegiatan
Keterampilan mengajar yang diperlukan pada tahap pasca kegiatan belajar
di luar ruangan adalah:
1) memberi arahan dan contoh untuk mengembalikan kebersihan dan ketertiban
lingkungan yang digunakan
2) mengawasi dan menjalankan kegiatan pengemasan dan perawatan peralatan
yang sudah digunakan,
3) memonitor, membimbing pembuatan laporan hasil kerja dan menagih hasilnya
pada waktu yang dutentukan.

F. Keterampilan Membimbing Diskusi


Diskusi adalah pembicaraan oleh sekelompok orang yang anggotanya
terdiri dari dua orang atau lebih. Di dalam diskusi terjadi tukar-menukar pikiran,
yang dapat dikemukakan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan.Diskusi bukan
suatu metode pengajaran yang berdiri sendiri dalam suatu proses pembelajaran,
melainkan merupakan metode yang melengkapi atau mengiringi metode yang lain.

22
Diskusi ada dua macam, yaitu: diskusi terbimbing dan diskusi bebas.

2. Diskusi Terbimbing
Diskusi terbimbing merupakan kegiatan pembelajaran mengajak siswa
untuk berpikir tingkat tinggi sebagaimana mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan
analisis, sintesis dan evaluasi (Louisell dan Descamps, 1992). Tujuan diskusi yang
utama adalah membantu siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir
kritis dan kreatif. Dalam diskusi biasanya digunakan pertanyaan-pertanyaan
konvergen, divergen dan evaluatif.

Petak 5.1 Pertanyaan Divergen, Konvergen dan Evaluatif (Martin, dkk. 1997)

• Pertanyaan ingatan, adalah pertanyaan yang meminta siswa untuk mengingat fakta, konsep, rumus,
prosedur. Pertanyaan ingatan dapat digunakan untuk membantu siswa mengamati dan
mengkomunikasikan hasil pengamatan. Contoh: “Apa yang tampak oleh pada percobaan yang kamu
hadapi?”, “Apa bunyi hukum Archimides?”.
• Pertanyaan konvergen, adalah pertanyaan yang hanya mempunyai sati jawaban benar, dan
jawabannya memerlukan penjelasan. Pertanyaan ini dapat digunakan untuk membantu siswa dalam
mengaplikasikan dan menganalisis informasi, memecahkan masalah, dan sangat berguna untuk
merangsang timbulnya keterampilan proses sains: pemgukuran, komuniksi, pembandingan
(comparing), dan pembedaan (contrasting). Contoh: (1) manakah di antara makanan-makanan ini yang
lebih kaya karbohidrat?”, (2) (Setelah mengamati bunga salak) “ Bagaimana cara menyerbukkan bunga
salak yang efektif?”.
• Pertanyaan divergen, adalah pertanyaan yang mempunyai jawabanbenar lebih dari satu, yang
berguna untuk mendorong kemampuan berpikir kemungkinan (possibility thinking) dan kreatif.
Pertanyaan ini merangsang siswa berpikir secara bebas. Pertanyaan divergen memerlukan atau
mendorong terbentuknya kemampuan berpikir sintesis dan mendorong kemampuan siswa untuk kreatif
dalam memecahkan masalah, terbentuknya keterampilan proses sains terintegrasi (membuat hipotesis
dan eksperimen). Contoh: (1) Apa yang akan terjadi dengan awan hitam yangmenggantung itu?”
• Pertanyaan evaluatif, adalah pertanyaan yang meminta siswa membuat dan mengambil keputusan.
Pertanyaan itu mendorong siswa untuk dapat memilih, menilai, menilai, mengambil keputusan,
mengkritik, mempertahankan pendapat dan menghakimi. Pertanyaan “Mengapa?” biasanya perlu
disertakan pada pertanyaan yang meminta siswa untuk memilih, memutuskan, menilai, dan sebagainya.
Keterampilan proses yangb dapat diukur da dikembangkan dengan petanyaan evaluatif adalah:
prediksi, pengambilan kesimpulan dan membuat generalisasi. Contoh: (1) Apa yang perlu dilakukan
untuk mengatasi polusi di pasar Besar Malang? (2) Mana yang kamu sukai, menanam mangga dari
bibit cangkokan atau biji?”

Diskusi trbimbing dengan pertanyaan konvergen menekankan pada siswa


untuk berpikir konvergen, yaitu berpikir aplikatif dan analitik. Dalam hal ini guru
harus berhati-hati dalam membimbing siswa dengan pertanyaan aplikatif dan
analisis sampai mereka tiba pada pengetahuan dan pemahaman khusus. Diskusi
dengan pertanyaan konvergen termasuk pembelajaran berujung tertutup (close-

23
ended activity), artinya kegiatan diskusi diakhiri dengan satu kesimpulan yang
benar.
Diskusi dengan pertanyaan divergen mengarahkan siswa untuk mampu
berpikir divergen dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan sintesis dan
evaluasi. Diskusi denganmmenggunakan pertanyaan divergen ini termasuk kegiatan
pembelajaran yang berujung terbuka (open-ended activity), artinya diskusi diakhiri
dengan masih adanya masalah baru yang siswa ingin tahu jawabannya. Dengan
demikian siswa pulang dengan membawa rasa keingintahuan, dan terangsang untuk
memikirkan dan memecahkan sendiri keingintahuannya. Dalam diskusi yang
menggunakan pertanyaan divergen guru dansiswa mungkin sama-sama belum tahu
jawabannya, dan mereka bersama-sama mencarinya.
Diskusi terbimbing juga dapat menggunakan pertanyaan konvergen dan
divergen sekaligus. Dalam hal ini pertanyaan analisis diberikan lebih dulu,
kemudian diteruskan dengan pertanyaan sintesis dan evaluasi.
Diskusi terbimbing dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan klasikal
atau kelompok kecil. Langkah-langkah kegiatannya kurang lebih sebagai berikut.
1) Pendahuluan. Pada tahap ini guru membuka pelajaran dengan meriview pelajaran
sebelumnya, menyampaikan tujuan pengajaran, dan bentuk kegiatan yang akan
dilaksanakan.
2. Pertanyaan Inti. Tahap ini meliputi dua hal:
a. Guru menyajikan pelajaran berupa konsep dan prinsip dasar dari topik yang
dibahas. Pada diskusi yang bersifat divergen materi yang perlu disampaikan tidak
banyak.
b. Guru memimpin diskusi: (1) memberi pertanyaan, (2) memberi kesempatan
kepada siswa untuk menjawab atau bertanya, mengatur lalulintas diskusi. Dalam
diskusi yang bersifat konvergen guru mengambil kesimpulan satu jawaban benar
dari setiap pertanyaan, jika jawaban siswa bervariasi atau berbeda satu sama lain.
Dalam diskusi konvergen, guru merekomendasikan semua jawaban yang secara
logika benar untuk menarik kesimpulan. Berbagai kemungkina jawaban itu
disampaikan kepada siswa sebagai masalah yang perlu mereka pikirkan untuk
mencari jawabannya melalui kegiatan lain, misalnya: percobaan, dan eksperimen.

24
3 Penutup. Penutupan pelajaran dengan diskusi ada dua cara: (1) merangkum isi
pelajaran (untuk pertanyaan konvergen), atau menyajikan masalah baru untuk
dipelajari pada waktu dan dengan cara lain (pertanyaan divergen), (2) mengadakan
evaluasi formatif.

Diskusi Bebas (Kelompok Kecil)


Diskusi bebas dilakukan oleh siswa tanpa dipandu oleh guru. Peran guru
hanya sebagai motivator, fasilitator, organisator, dan evaluator. Diskusi bebas
sebaiknya dilaksanakandalam bentuk kegiatan kelompok kecil. Diskusi bebas dapat
dilaksanakan dengan panduan pertanyaan, atau tanpa panduan pertanyaan. Bila
digunakan panduan pertanyaan sebaiknya digunakan pertanyaan divergen. Jika
tidak menggunakan panduan, siswa bebas memilih atau menemukan masalah
sendiri untuk dipecahkan. Pelaksanaan diskusi bebas dapat menggunakan strategi
belajar kooperatif.

Keterampilan membimbing Diskusi


Diskusi siswa akan menjadi baik kalau mendapat bimbingan dari guru.
Ketram-pilan yang diperlukan untuk mebimbing diskusi antara lain sebagai berikut
(Hasibuan, dkk., 1988).

1) Memusatkan perhatian. Pemusatan perhatian dapat dilakukan dengan:


• Memberitahukan tujuan, mengenalkan topik dan mengajukan masalah
umum yang akan dipecahkan,
• Mengajukan masalah-masalah khusus yang disampaikan selama diskusi ber-
langsung.
• Mencatat pernyataan-pernytaan yang menyimpang dari masalah, dan
mengem-balikan pembicaraan ke masalah semula.
• Mencatat hsil diskusi pada periode-periode tertentu, sebelum diskusi
berlanjut ke masalah berikutnya.
2) Memperjelas masalah dan memberikan urunan, bila ada gagasan yang kurang
jelas penyampaiannya, agar semua anggota memperoleh persepsi yang sama.

25
3) Menganalisis pandangan siswa,.yang berbeda pendapatnya; analisi ini dapat
digunakan untuk membimbing siswa kerarah berpikir kritis dan kreatif,
misalnya dengan meminta siswa mengajukan argumen atas pendapatnya.
4) Meningkatkan urunan siswa, dengan:
• pertanyaan yang menantang siswa untuk berpikir
• memberi dukungan pada pendapat siswa, dengan mendengar dengan penuh
perhatian, memberi komentar yang positif, dan sikap akrab
• memberi waktu cukup untuk berpikir
5) Menyebarkan kesempatan untuk berpartisipasi:
• memotivasi siswa yang enggan atau malu untuk memberikan pemndapat
• mencegah terjadinya pengeluaran pendapat yang serentak
• menghambat secara bijaksana siswa yang memonopoli diskusi
• mencari alternatif jika ada jalan buntu karena perbedaan pendapat yang
sama
6) Menutup diskusi, dapat dilakukan dengan:
• membuat rangkuman
• memberi gambaran tentang tindak lanjut hasil diskusi
• mengajak siswa untuk menilai proses dan hasil diskusi.

26
27

Anda mungkin juga menyukai