Anda di halaman 1dari 191

TUGAS KKPMT

DISEASE OF THE EAR AND MASTOID


PROCESS
ICD 10 BAB VIII KODE H60-H95

Disusun oleh:
Anindya Prima Ardhani
Widia Inata
Eiska Rohmania Zein
Rulisiana Widodo
Dwi Prasetyaning Tyas
Rizki Fortuna Putri

(G41130222)
(G41130241)
(G41130265)
(G41130278)
(G41130279)
(G41130285)

REKAM MEDIK (A)


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya, sehingga kami dapat menyelasaikan
Makalah KKPMT 3 dengan judul Pembahasan ICD 10 Bab VIII Kode H60-H95 sesuai
waktu yang telah ditentukan.
Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih atas segala doa, dukungan dan
bimbingan :
1. Dosen pembimbing KKPMT
2. Teman-teman.
Meskipun kami telah berusaha segenap kemampuan, namun kami menyadari
bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang
bernilai positif akan kami terima dengan kelapangan hati untuk memperbaiki makalah kami
selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan nilai tambah
bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jember, 09 Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I

PENDAHULUAN.............................................................................................iv
1.1

Latar Belakang.......................................................................................iv

1.2

Tujuan dan Manfaat................................................................................iv

1.3

Rumusan

Masalah...................................................................................v
BAB II

PEMBAHASAN.
2.1 Anatomi Fisiologi Telinga.........................................................................7
2.2 H60-H62 Disease Of External Ear..........................................................10
2.2 H65-H75 Disease Of Middle Ear and Mastoid......................................50
2.3 H80-H83 Disease Of Inner Ear............................................................100
2.4 H90-H95 Other Disorders Of Ear.........................................................140

BAB III

PENUTUP
3.1
Kesimpulan..........................................................................................180
3.2

Saran...................................................................................................180

DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................... ..
....181

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mempelajari mata kuliah KKPMT pada jurusan Kesehatan Program Studi Rekam
Medik sangatlah penting karena mata kuliah ini adalah ilmu yang mempelajari
tentang anatomi fisiologi

tubuh makhluk hidup yang saling terkait dengan ilmu

kesehatan lebih khusus subjeknya adalah manusia. Selain itu di mata kuliah ini kita
juga mempelajari pengklasifikasian penyakit berdasarkan kode kode terkait yang
telah ditentukan oleh ICD-10 yang merupakan buku panduaan penglasifikasian
internasional yang telah banyak dan umum di gunakan oleh seluruh perekam medis
dunia termasuk indonesia
Salah satu hal yang terpenting dalam beberapa sistem yang di pelajari di mata
kuliah ini adalah sistem panca indera khususnya telinga dan mastoid. Maka begitu
penting untuk kita mengetahui apa saja penyakit yang terkait dengan masalah
kesehatan telinga dan mastoid melalui pendalaman patofisiologi agar kita bisa lebih
mengerti, mampu mencegah, melakukan pola hidup yang baik dan menerapkan nya
kepada orang lain. Karena kesehata adalah pilar utama kehidupan kita bukan hanya
sekarang tapi nanti dan selamanya.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan:


Adapun beberapa tujuan dan manfaat yang diperoleh dalam mempelajari ICD 10 Bab
VIII Kode H60-H95 antara lain;
1.

Memahami anatomi fisiologi telinga dan mastoid pada manusia

2.
Mengetahui penyakit penyakit apa saja terkait dengan telinga dan mastoid
menurut pengklasifikasian dari ICD-10 Bab VIII Kode H60-H95
3.
Memahami dan mengerti patofisiologi masing masing penyakit pada blok tersebut
sehinnga bisa mengCoding dengan baik
4.

Mampu menerapkan pola hidup bersih dan sehat .

1.3. Rumusan Masalah


Dalam mempelajari telinga dan mastoid ada beberapa hal yang perlu dipahami dan
dimengerti. Beberapa hal tersebut yakni:
1. Jelaskan anatomi fisiologi telinga dan mastoid!
2. Jelaskan penyakit penyakit apa saja terkait dengan telinga dan mastoid menurut
pengklasifikasian dari ICD-10 Bab VIII Kode H60-H95!
3. Jelaskan patofisiologi masing masing penyakit pada Kode H60-H95!
4. Jelaskan terapi/tindakan yang berkaitan dengan Kode H60-H95!

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Telinga

Indera pendengaran merupakan bagian dari organ sensori khusus yang mampu
mendeteksi sebagai stimulus bunyi. Indera pendengaran sangat penting dalam
percakapan dan komunikasi sehari-hari. Organ yang berperan dalam indera
pendengaran adalah telinga.
STRUKTUR TELINGA:
Aurikel (daun telinga)
Terdiri dari tulang rawan dan kulit
Terdapat konkha, tragus, antitragus, helix, antihelix dan lobulus
Fungsi utama aurikel adalah untuk menangkap gelombang suara dan
mengarahkannya ke dalam MAE
Meatus Auditorius Eksternal (liang telinga luar)
Panjang + 2, 5 cm, berbentuk huruf S
1/3 bagian luar terdiri dari tulang rawan, banyak terdapat kelenjar

minyak dan kel. Serumen


2/3 bagian sisanya terdiri dari tulang ( temporal ) dan sedikit kelenjar
serumen.

Rambut halus dan serumen berfungsi untuk mencegah serangga kecil

masuk.
MAE ini

juga

berfungsi

sebagai

buffer

terhadap

perubahan

kelembaban dan temperatur yang dapat mengganggu elastisitas


membran tympani
Membrana Tympani
Terdiri dari jaringan fibrosa elastis
Bentuk bundar dan cekung dari luar

Terdapat bagian yang disebut pars flaksida, pars tensa dan umbo.

Reflek cahaya ke arah kiri jam tujuh dan jam lima ke kanan
Dibagi 4 kwadran ; atas depan, atas belakang, bawah depan dan

bawah belakang
Berfungsi menerima getaran suara dan meneruskannya pada tulang

pendengaran
Tulang-tulang Pendengaran
Terdiri dari Maleus, Incus dan Stapes
Merupaka tulang terkecil pada tubuh manusia.
Brfungsi menurunkan amplitudo getaran yang diterima dari membran
tympani dan meneruskannya kjendela oval
Cavum Tympani
Merupakan ruangan yang berhubungan dengan tulang Mastoid,
sehingga bila terjadi infeksi pada telinga tengah dapat menjalar menjadi
mastoiditis
Tuba Eustachius
Bermula dari ruang tympani ke arah bawah sampai nasofaring
Struktur mukosanya merupakan kelanjutan dari mukosa nasofaring
Tuba dapat tertutup pada kondisi peningkatan tekanan secara

mendadak.
Tuba ini terbuka saat menelan dan bersin
Berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di luar tubuh

dengan di dalam telinga tengah


Koklea
Skala vestibuli yang berhubungan dengan vestibular berisi perilymph.
Skala tympani yang berakhir pada jendela bulat, berisi perilymph
Skala media / duktus koklearis yang berisi endolymph
Dasar skala vestibuli disebut membran basalis, dimana terdapat organ
corti dan sel rambut sebagai organ pendengaran
Kanalis Semi Sirkularis
Terdiri dari 3 duktus semiserkular, masing-masing berujung pada
ampula.
Pada ampula terdapat sel rambut, krista dan kupula
Berkaitan dengan sistem keseimbangan tubuh dalam hal rotasi.
Vestibula
Terdiri dari sakulus dan utrikel yang mengandung makula

Berkaitan dengan sistem keseimbangan tubuh dalam hal posisi.

BAGIAN TELINGA :

Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna / aurikula) dan saluran
telinga luar (meatus auditorius eksternus). Daun telinga terletak di dua sisi
kepala setinggi mata. Tersusun oleh tulang rawan atau kartilago dan otot kecil
yang di lapisi oleh kulit sehingga menjadi tinggi keras dan lentur. Daun telinga
di

persarafi

oleh

saraf

fasialis.

Fungsi

dari

daun

telinga

adalah

mengumpulkan gelombang suara untuk di teruskan kesaluran telinga luar


yang selanjutnya ke gendang telinga. Saluran telinga luar merupakan lintasan
yang sempit, panjangnya sekitar 2,5 cm dari dauun telinga ke membran
timpani. Saluran ini tidak beraturan dan di lapisi oleh kulit yang mengandung
kelenjar khusus, glandula seruminosa yang menghasilkan serumen. Serumen
ini berfungsi untuk melindungi kulit dari bakteri, menangkap benda asing yang
masuk ke telinga. Serumen juga dapat mengganggu pendengaran jika terlalu
banyak. Batas telinga luar dengan telinga tengah adalah membran timpani
atau gendang telinga.
Membran timpani berbentuk kerucut dengan diameter sekitar 1 cm.
Tersusun atas tiga lapisan, yaitu bagian luar adalah lapisan epitel, bagian
tengah lapisan fibrosa dan lapisan dalam adalah mukosa. Fungsi dari
membran

timpani

menghantarkan

adalah

fibrilasi

melindungi
suara

dari

organ
telinga

telinga
luar

tengah
ke

dan
tulang

pendengaran(osikel). Kekuatan getaran suara mempengaruhi tegangan,


ukuran, dan ketebalan membran timpani.

Telinga Tengah
Telinga tengah merupakan rongga yang berisi udara dalam bagian
petrosus tulang temporal. Rongga tersebut di lalui oleh tiga tulang kecil
yaitu meleus, inkus, dan stapes yang membentang dari membran timpani
keforamen ovale. Sesuai dengan namanya tulang meleus bentuknya seperti
palu dan menempel pada membran timpani. Tulang inkus mehubungkan
meleus dengan stapes dan tulang stapes melekat pada jendela oval di pintu
masuk telinga dalam.
Tulang stapes

di

sokong

oleh otot

stapedius yang

berperan

menstabilkan hubungan antara stapes dengan jendela oval dan mengatur


hantaran suara. Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius
akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang akan kaku , sehingga hanya
sedikit suara yang di hantarkan. Fungsi dari tulang-tulang pendengaran

adalah mengarahkan getaran dari membran timpani kefenesta vestibuli yang


merupakan pemisah antara telinga tengah dengan telinga dalam.
Rongga telinga tengah berhubungan dengan tuba eustachius yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring. Fungsi tuba eustachius adalah
untuk keseimbangan tekana antara sisi timpani dengan cara membuka atau
menutup. Pada keadaan biasa tuba menutup, tetapi dapat membuka pada
saat menguap, menelan atau mengunyah.

Gambar 2. Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani,
prosesus mastoideus, dan tuba eustakhius.

Telinga Dalam atau Labirin.


Telinga dalam atau labirin mengandung organ-organ yang sensitif
untuk pendengaran, keseimbangan dan saraf kranial ke delapan. Telinga
dalam berisi cairan dan berada pada petrosa tulang temporal. Telinga dalam
tersusun atas dua bagian yaitu labirin tulangg dan labiriin membranosa
a. Labirin Tulang
Labirin tulang merupakan ruang berisikan cairan
menyerupai

cairan

serebrospinalis

yang

di

sebut

cairn perilimf. Labirin tulang tersusun atas vestibula, kanalis


semisirkularis dan koklea. Vestibula menghubungkan koklea
dengan

kanalis

semisirkularis.

Saluran

semisirkularis

merupakan tiga saluran yang berisi cairan yang berfungsi


menjaga keseimbangan pada saat kepala di gerakkan.

Cairan tersebut bergerak di salah satu saluran sesuai


arah gerakan kepala. Saluran ini mengandung sel-sel rambut
yang memberikan respon terhadap gerakan cairan untuk
disampaikan

pesan

keseimbangan.
didalamnya

ke

Koklea

terdapat

otak

sehingga

berbentuk
duktus

terjadi

seperti

koklearis

proses

rumah

siput,

yang

berisi

cairanendolimf dan banyak reseptor pendengaran.


Koklea bagian labirin di bagi atas tiga ruangan (skala)
yaitu bagian atas disebut skala vestibuli, bagian tengah
disebut skala media, dan pada bagian dasar disebut skala
timpani. Antara skala vestibuli dengan skala media dipisahkan
oleh membran reisier dan antara skala media dengan skala
timpani dipisahkan oleh membran basiler.
b. Labirin Membranosa.
Labirin membranosa terendam dalam cairan perilimf
dan mengandung cairan endolimf. Kedua cairan tersebut
terdapat keseimbangan yang tepat dalam telinga dalam
sehingga pengaturan keseimbangan tetap terjaga. Labirin
membranosa tersusun atas utrikulus, sakulus, dan kanalis
semisirkularis, duktus koklearis, dan organ korti.
Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkularis,
sedangkan sakulus terhubung dengan duktus koklearis dalam
koklea. Organ korti terletak pada membrane basiler, tersusun
atas sel-sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran.
Ada dua tipe sel rambut yaitu sel rambut baris tunggal interna
dan tiga baris sel rambut eksterna. Pada bagian samping dan
dasar sel rambut bersinap dengan jaringan ujung saraf
koklearis.
Mekanisme Pendengaran :
Gelombang suara dari luar dikumpulkan oleh daun telinga (pinna), masuk ke
saluran eksterna pendengaran (meatus dan kanalis auditorius eksterna) yang
selanjutnya masuk ke membrane timpani. Adanya gelombang suara yang masuk ke
membrane timpani menyebabkan membrane timpani bergetar dan bergerak maju
mundur. Gerakan ini juga mengakibatkan tulang-tulang pendengaran seperti meleus,
inkus, dan stapes ikut bergerak dan selanjutnya stapes menggerakkan foramen
ovale serta menggerakkan cairan perilimf pada skala vestibule.

Getaran selanjutnya melalui membrane reisner yang mendorong endolimf


dan membrane basiler ke arah bawah dan selanjutnya menggerak perilimf pada
skala timpani. Pergerakan cairan dalam skala timpani menimbulkan potensial aksi
pada sel rambut yang selanjuttnya diubah menjadi inpuls listrik. Inpuls listrik
selanjutnya

dihantarkan

ke

nukleus

koklearis,

thalamus

kemudian

korteks

pendengaran untuk diasosiasikan. (Tarwoto, 2009 : 234-253). Penyebabnya adalah


bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus,
pneumococcus

haemophylus

influenza,

escherecia

coli,

streptococcus

anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa. (Kapita selekta


kedokteran, 1999, 79).

2.2 H60-H62 Disease of External Ear


DISEASES OF EXTERNAL EAR
(H60H62)
H60

Otitis externa

H60.0

Abscess of external ear


Boil
}
Carbuncle } of auricle or external auditory canal
Furuncle }

H60.1

Cellulitis of external ear


Cellulitis of:
auricle
external auditory canal

H60.2

Malignant otitis externa

H60.3

Other infective otitis externa


Otitis externa:
diffuse
haemorrhagic
Swimmer's ear

H60.4

Cholesteatoma of external ear


Keratosis obturans of external ear (canal)

H60.5

Acute otitis externa, noninfective


Acute otitis externa:
NOS
actinic
chemical
contact
eczematoid
reactive

H60.8

Other otitis externa


Chronic otitis externa NOS

H60.9

Otitis externa, unspecified

H61

Other disorders of external ear

H61.0

Perichondritis of external ear


Chondrodermatitis nodularis chronica helicis
Perichondritis of:
auricle
pinna

H61.1

Noninfective disorders of pinna


Acquired deformity of:
auricle
pinna
Excludes: cauliflower ear (M95.1)

H61.2

Impacted cerumen
Wax in ear

H61.3

Acquired stenosis of external ear canal


Collapse of external ear canal

H61.8

Other specified disorders of external ear


Exostosis of external canal

H61.9

Disorder of external ear, unspecified

H62*

Disorders of external ear in diseases classified elsewhere

H62.0*

Otitis externa in bacterial diseases classified elsewhere


Otitis externa in erysipelas (A46)

H62.1*

Otitis externa in viral diseases classified elsewhere


Otitis externa in:
herpesviral [herpes simplex] infection (B00.1)
zoster (B02.8)

H62.2*

Otitis externa in mycoses


Otitis externa in:
aspergillosis (B44.8)
candidiasis (B37.2)
Otomycosis NOS (B36.9)

H62.3*

Otitis externa in other infectious and parasitic diseases classified elsewhere

H62.4*

Otitis externa in other diseases classified elsewhere


Otitis externa in impetigo (L01.-)

H62.8*

Other disorders of external ear in diseases classified elsewhere

H 60. Otitis external

Pengertian
Otitis eksterna (OE) adalah peradangan atau infeksi pada saluran pendengaran
bagian luar (CAE), daun telinga, atau keduanya. Penyakit ini merupakan penyakit
umum yang dapat ditemukan pada semua kelompok umur. Otitis eksterna ( OE )
biasanya merupakan infeksi bakteri akut kulit saluran telinga (paling sering
disebabkan Pseudomonas aeruginosa atau Staphylococcus aureus, tetapi juga dapat
disebabkan oleh bakteri lain, virus, atau infeksi jamur.
Otitis eksterna ini merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar yang dapat
menyebar ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya seluruh liang
telinga terlibat, tetapi pada furunkel liang telinga luar dapat dianggap pembentukan
lokal otitis eksterna. Otitis eksterna di fusa merupakan tipe infeksi bakteri patogen
yang paling umum disebabkan oleh pseudomonas, stafilokokus dan proteus, atau
jamur.
Otitis Eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan
infeksi jamur, bakteri, dan virus. Faktor yang mempermudah radang telinga luar
adalah perubahan pH di liang telinga, yang biasanya normal atau asam. Bila pH
menjadi basa, proteksi terhadap infeksi menurun.
Otitis eksterna, juga dikenal sebagai telinga perenang atau swimmers ear adalah
radang telinga luar baik akut maupun kronis. Kulit yang melapisi saluran telinga luar
menjadi merah dan bengkak karena infeksi oleh bakteri atau jamur dengan tandatanda khas yaitu rasa tidak enak di liang telinga, deskuamasi, sekret di liang telinga,
dan kecenderungan untuk kambuh kembali. Pengobatan amat sederhana tetapi
membutuhkan kepatuhan penderita terutama dalam menjaga kebersihan liang
telinga.
ANATOMI
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastis dengan kulit di atasnya terpasang
langsung ke perichondrium tersebut. Ini mulai terbentuk selama minggu 6 kehamilan
melalui konsolidasi bagian dari mesoderm dari lengkungan branchial pertama dan
kedua, sehingga menimbulkan hillocks Nya. Tiga pertama hillocks berasal dari
lengkung pertama, kedua tiga dari lengkungan kedua. Daun telinga mencapai bentuk

dewasa pada minggu 20 kehamilan, tetapi ukuran dewasa tidak tercapai sampai usia
9 tahun.
EAC mulai terbentuk selama minggu 8 dari kehamilan, ketika ektoderm permukaan
faring alur pertama mengental dan tumbuh ke arah telinga tengah. Ini inti dari
jaringan mulai mengisap pada minggu 21 kehamilan untuk membentuk saluran yang
lengkap pada minggu 28. Kanal mencapai ukuran dewasa pada usia 9 tahun dan
mengeras sepenuhnya oleh usia 3 tahun. EAC berhubungan dengan fossa
mandibula anterior, sel-sel udara mastoid posterior, fossa kranial tengah superior,
dan kelenjar parotid inferior.
EAC dilapisi dengan epitel skuamosa dan panjang sekitar 2,5 cm pada orang
dewasa. Fungsinya adalah untuk mengirimkan suara ke telinga tengah sekaligus
melindungi struktur yang lebih proksimal dari benda asing dan setiap perubahan
kondisi lingkungan. Luar sepertiga dari kanal terutama tulang rawan dan berorientasi
superior dan posterior; batin dua pertiga dari kanal yang tulang, ditutupi dengan kulit
tipis yang melekat erat, dan berorientasi inferior dan anterior; ini bagian dari kanal
adalah tanpa kelenjar apokrin atau folikel rambut.
Semakin tebal kulit di atas bagian luar (tulang rawan) sebagian dari EAC
mengandung unit apopilosebaceous terdiri apokrin dan ekrin kelenjar yang
mengeluarkan produk mereka di sekitar pangkal folikel rambut. Sekresi ini
menggabungkan dengan epitel skuamosa yang terkelupas (cerumen) untuk melapisi
EAC dan mempertahankan pH asam (4-5). Mantel cerumen ini bermigrasi dari tanah
genting dari EAC ke bagian lateral, dan alam lilin yang melindungi epitel yang
mendasari dari maserasi atau kerusakan kulit. Jumlah cerumen yang dihasilkan
bervariasi antara individu.
Keasaman cerumen yang menghambat pertumbuhan bakteri atau jamur. Sedangkan
kekurangan cerumen memungkinkan pertumbuhan bakteri, kelebihan dapat
menciptakan lingkungan ideal untuk invasi bakteri dengan memungkinkan retensi air
dan puing-puing (seperti ketika EAC secara teratur terkena air). Trauma lokal dari
benda asing yang ditempatkan di telinga juga dapat menyebabkan invasi bakteri
langsung di liang telinga. Setelah infeksi menjadi didirikan, maserasi lokal dan
peradangan terjadi, yang menyebabkan gejala.

FISILOGI
Gelombang suara yang datang melewati saluran telinga membentur membran
telinga sehingga timbul getaran. Malleus yang melekat pada permukaan dalam
membran tymphani menerima getaran dan meneruskan melalui incus kestapes.
Dimana stapes oleh ligamentum anulare bergerak seperti piston setelah menerima
getaran yang datang. Organ korti merubah getaran dari impuls syaraf. Dan melalui
syaraf pendengaran, impuls ini sampai keotak dan cerebelum pada pusat
pendengaran yang menginterpestasikan suara apa ini.

PATOFISIOLOGI

Secara alami, sel-sel kulit yang mati, termasuk serumen, akan dibersihkan
dan dikeluarkan dari gendang telinga melalui liang telinga. Cotton bud (pembersih
kapas telinga) dapat mengganggu mekanisme pembersihan tersebut sehingga selsel kulit mati dan serumen akan menumpuk di sekitar gendang telinga. Masalah ini
juga diperberat oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang telinga.
Keadaan diatas dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam liang telinga
ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah, lembab, hangat, dan gelap pada liang
telinga merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur.
Adanya faktor predisposisi otitis eksterna dapat menyebabkan berkurangnya
lapisan protektif yang menimbulkan edema epitel skuamosa. Keadaan ini
menimbulkan trauma lokal yang memudahkan bakteri masuk melalui kulit, terjadi
inflamasi dan cairan eksudat. Rasa gatal memicu terjadinya iritasi, berikutnya infeksi
lalu terjadi pembengkakan dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri.
Proses infeksi menyebabkan peningkatan suhu lalu menimbulkan perubahan
rasa tidak nyaman dalam telinga. Selain itu, proses infeksi akan mengeluarkan
cairan/nanah yang bisa menumpuk dalam liang telinga (meatus akustikus eksterna)
sehingga hantaran suara akan terhalang dan terjadilah penurunan pendengaran.
Infeksi pada liang telinga luar dapat menyebar ke pinna, periaurikuler dan tulang
temporal.
Otalgia pada otitis eksterna disebabkan oleh:
a. Kulit liang telinga luar beralaskan periostium & perikondrium bukan
bantalan jaringan lemak sehingga memudahkan cedera atau trauma.
Selain itu, edema dermis akan menekan serabut saraf yang
mengakibatkan rasa sakit yang hebat.
b. Kulit dan tulang rawan pada 1/3 luar liang telinga luar bersambung
dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan sedikit
saja pada daun telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan
liang telinga luar sehingga mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada
penderita otitis eksterna.

Serumen bersifat asam (pH 4-5) mcegah ptumbuhan


bakteri&jamur jg mcegah kerusakan kulit
Biasanya trauma lokal mendahului
Terkena air yang berlebihan mengurangi jumlah serumen yg akan
membuat kanal kering dan pruritus.

Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud terlalu sering bisa mendorong sel-sel
kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana.

Penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang, kulit pada saluran
telinga menjadi basah sehingga mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur

Kandungan air pada permukaan luar kulit diduga memegang peranan yg nyata didalam
mudahnya terjadinya infeksi telinga luar

Stratum korneum menyerap kelembaban dari lingkungan

suhu yang tinggi ,kelembaban yang tinggi (berenang)

Peningkatan kelembaban dari keratin didalam serta disekitar unit-unit apopilo


sebasea

menunjang pembengkakan & pyumbatan folikel

berkurangnya aliran serumen kepermukan kulit

Serumen bsifat asam (pH 4 - 5) mencegah pertumbuhan bakteri & jamur juga mencegah keru
sakan kulitkalau berkurang tidak ada yang mencegah

Gatal Garuk/cedera

invasi organisme eksogen melalui permukaan superficial epidermis yang biasanya


resisten terhadap bakteri temporal.

GEJALA

Gejala otitis eksterna umumnya adalah rasa gatal dan sakit (otalgia). Gejala
dan tanda pasien otitis eksterna selengkapnya :

Otalgia
Gatal-gatal (pruritus).
Rasa penuh ( fullness) di liang telinga. Keluhan ini biasa terjadi pada tahap awal
otitis eksterna difus dan sering mendahului otalgia dan nyeri tekan daun telinga.
Pendengaran berkurang atau hilang.
Deskuamasi.
Tinnitus
Discharge
dan otore Cairan (discharge) yang mengalir dari liang telinga ( otore ).Kadangkadang pada otitis eksterna difus ditemukansekret / cairan berwarna putih atau
kuning, atau nanah. Cairan tersebutberbau yang tidak menyenangkan. Tidak
bercampur dengan lendir (musin).
Demam.
Nyeri tekan pada tragus
dan nyeri saat membuka mulut.
Infiltrat dan abses (bisul). Keduanya tampak pada otitis eksterna sirkumskripta. Bisul
menyebabkan rasa sakit berat. Ketika pecah, darah dan nanah dalam jumlah kecil
bisa bocor dari telinga.

TERAPI
Tindakan pengobatan yang dilakukan berbeda-beda tergantung penyebab
otitisnya. Obat tetes telinga yang mengandung antibiotik dan anti radang bisa
diberikan bila terjadi infeksi bakteri dan pembengkakan. Obat tetes telinga yang
mengandung anti ektoparasit atau injeksi obat golongan ivermectin dan selemectin
bisa diberikan bila otitis disebabkan oleh tungau telinga atau ekto parasit lain.
Pemberian obat-obatan ini harus mengikuti siklus hidup parasit tersebut. Untuk kasus
tumor atau polip, diperlukan tindakan operasi/bedah untuk mengangkat jaringan
yang abnormal. Otitis yang disebabkan oleh alergi dan gangguan hormon
memerlukan tindakan pengobatan secara menyeluruh dan sistematis. Seringkali
pengobatan hanya bersifat mengurangi efek saja, karena penyebab utamanya (alergi
atau gangguan hormon) memang relatif sulit disembuhkan.
Pengobatan otitis eksterna dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

membersihkan telinga, pengobatan topikal menggunakan topikal insektisida,


biasanya terdiri dari obat telinga yang dioleskan ke dalam telinga satu atau dua kali
sehari.
pemberian steroid untuk mengurangi nyeri dan peradangan

terapi antibiotik untuk menghindari infeksi bakterial akut atau ulcerasi

terapi antifungal untuk menghindari infeksi jamur

terapi anti alergi serta ivermectin untuk parasit telinga eksternal (infestasi Otodectes).

OPERASI
Debridement dari saluran telinga - Biasanya disediakan untuk necrotizing OE atau
komplikasi dari OE (misalnya, stenosis kanal eksternal); sering diperlukan dalam
kasus-kasus yang lebih parah dari OE atau dalam kasus di mana sejumlah besar
debit hadir di telinga; andalan pengobatan untuk infeksi jamur Insisi dan drainase
abses.
H60.0 ABSCESS OF EXTERNAL EAR

1. ABSCESS EXTERNAL FURUNCEL (Furunkel = Bisul)


PENGERTIAN
Abscess external sirkumskripta (furunkel = bisul) adalah infeksi pada 1/3 luar liang
telinga, khususnya adneksa kulit, yakni pilosebaseus (folikel rambut & kelenjar

sebaseus) dan kelenjar serumen akibat infeksi bakteri Staphylococcus aureus &
Staphyloccus albus.
Gejala klinis Abscess external sirkumskripta berupa rasa sakit yang hebat tidak
dipengaruhi oleh ukuran furunkel, lebih lagi apabila daun telinga disentuh nyeri
semakin hebat. Nyeri terjadi akibat kulit liang telinga tidak memiliki jaringan ikat
longgar dibawahnya, sehingga penekanan langsung pada perikondrium. Rasa nyeri
timbul spontan bila membuka sendi temporomandibula. Keluhan kurang
pendengaran, bila furunkel menutup liang telinga. Pembengkakan pada liang telinga
tampak terlokalisir dengan batas yang tegas.
Terapi Abscess external sirkumskripta (furunkel = bisul) yang sudah membentuk
abses :

Aspirasi. Lakukan aspirasi steril untuk mengeluarkan nanah.

Antibiotik topical Lokal dapat dibelikan seperti Polymixim B atau Bacitrasin,


atau antiseptik Asam asetat 2-5% dalam alcohol 2%.

Berikan salep antibiotik misalnya polymixin B


Antiseptik. Berikan asam asetat 2-5% dalam alkohol 2%.

Insisi. Lakukan pada furunkel (bisul) yang berdinding tebal. Pasang salir
(drain) untuk mengalirkan nanah.

Antibiotik sistemik. Biasanya kita tidak perlukan.

Obat simptomatik. Berikan analgetik dan penenang

dan

bacitracin.

2. ABSCESS EXTERNAL CARBUNCLE


Karbunkel adalah sekumpulan bisul yang menyebabkan pengelupasan kulit
yang luas serta pembentukan jaringan parut. Penyebabnya adalah bakteri
stafilokokus. Pembentukan dan penyembuhan karbunkel terjadi lebih lambat
dibandingkan bisul tunggal dan bisa menyebabkan demam serta lelah karena
merupakan infeksi yang lebih serius. Lebih sering terjadi pada pria dan paling banyak
ditemukan di leher bagian belakang. Karbunkel juga cenderung mudah diderita oleh
penderita diabetes, gangguan sistem kekebalan dan dermatitis.
Beberapa bisul bersatu membentuk massa yang lebih besar, yang memiliki
beberapa titik pengaliran nanah. Massa ini letaknya bisa lebih dalam di bawah kulit
dibandingkan dengan bisul biasa.Infeksi ini menular, bisa disebarkan ke bagian
tubuh lainnya dan bisa ditularkan ke orang lain. Tidak jarang beberapa orang dalam
sebuah rumah menderita karbunkel pada saat yang sama.
Faktor risiko terjadinya karbunkel adalah:
1. tingkat kebersihan yang buruk
2. keadaan fisik yang menurun

3. gesekan dengan pakaian


4. pencukuran.

H60.1 CELLULITIS OF EXTERNAL EAR


PENGERTIAN
Selulitis adalah infeksi kulit bakteri yang dapat terjadi setelah otitis externa.
Justru ketika bakteri yang biasanya hidup tidak berbahaya pada permukaan kulit
Anda masukkan lapisan kulit Anda lebih dalam melalui daerah yang rusak,
seperti yang disebabkan oleh otitis eksterna

H60.2 MALIGNANT OTITIS EXTERNA

PENGERTIAN
OEM ( Otitis Externa Malignant) adalah penyakit infeksi telinga
luar yang agresif dan berpotensi kematian yang disebabkan oleh
kuman Pseudomonas Aeruginosa . Tahun 1959 Meltzer pertama kali
melaporkan adanya kasus Pseudomanal osteomyelitis tulang temporal
dan Chandler tahun 1968 pertama kali menggunakan istilah OEM.
Saat ini patogenesis terjadinya OEM masih belum jelas,
beberapa faktor predisposisinya adalah mikroangiopati diabetik, faktor
imun yang rendah, dan penyakit kronis. Lebih dari 90% kasus OEM
terjadi pada penderita DM tipe 2. Mikroangiopati diabetik dengan
kronik hipoperfusi dan resistensi lokal yang menurun akan
meningkatkan risiko infeksi. Penderita biasanya datang dengan otalgi
hebat, nyeri menjalar ke leher, otore dan pendengaran menurun.
Ada tiga stadium OEM yaitu :
1. Stadium 1 (stadium kardinal) didapatkan
granulasi MAE, tanpa paresis N.VII
2.

otore

purulen,

otalgi,

Stadium 2 proses infeksi menyebar ke jaringan lunak dasar tengkorak,


osteomielitis dan menekan nervus kranial posterior (N.XI, N.XII)

3. Stadium 3 sudah terjadi ekstensi intrakranial lebih lanjut yaitu


meningitis, epidural empiema, subdural empiema atau abses otak
Pada kasus ini pasien sudah berada pada stadium 2 dengan
neuropati kranial berupa paresis N.VII dan N. XII. Keberhasilan terapi
tidak identik dengan resolusi paresis kranial neuropati. Pada umumnya

paresis N. VII tetap ada walau gradasinya lebih baik dari pada sebelum
terapi sedangkan kranial neuropati yang lain dari beberapa literatur
resolusinya bisa mencapai 100% pasca terapi.

Patofisiologi
Infeksi telinga ini di mulai dari liang telinga luar dan meluas ke tulang temporal
hingga ke jaringan sekitarnya. Keadaan ini sering didapati pada pasien usia lanjut
dan menderita penyakit diabetes serta pasien dengan disfungsi imun selular. OEM
juga dapat terjadi pada pasien dengan immunocompromised, seperti AIDS yang
melibatkan populasi yang lebih muda.
Patologi OEM melibatkan otitis eksterna yang berat, nekrosis kartilago dan
tulang dari liang telinga hingga ke struktur sekitarnya yang meluas ke dasar
tengkorak yang mengenai nervus kranial yang lebih rendah. Hal ini menyebabkan
terjadinya lower cranial neuropathies, trombosis sinus lateral, sakit kepala yang
berat, meningitis dan kematian.
Nadol menjelaskan urutan progresifitas penyakit ini seperti berikut : liang telinga luar
dengan invasi melalui fisura Santorini atau sutura timpanomastoid ke fossa
retromandibular, keterlibatan foramen stilomastoid dan jugularis, trombosis sepsis
dari sinus venosus lateral dan menyebar ke apeks petrosa melalui pembuluh darah
dan lempeng fasial (Ghofar, 2006)

H60.3 OTHER INFECTIVE OTITIS EXTERNAL


1. Otitis Eksterna Difusa
Pengertian:
Otitis eksterna difus adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat infeksi
bakteri. Umumnya bakteri penyebab yaitu Pseudomonas. Bakteri penyebab
lainnya yaitu Staphylococcus albus, Escheria coli, dan sebagainya. Otitis media
difus juga sering terjadi sekunder dari OMSK atau OMA.
Klinis:
Sama dengan Sirkumkripta. Tampak 2/3 telinga luar kulit terlihat hiperemis dan
udem yang batasnya tidak jelas. Tidak terdapat furunkel (bisul). Sering ditemukan
nyeri tekan tragus, liang telinga tampak sempit, pembesaran KGB, terdapat
sekret yang berbau namun tidak bercampur lendir (musin), bila disertai musin
dapat berasal dari OMA atau OMSK.

Terapi:
Pengobatan dengan pembersihan liang telinga lalu memasukkan tampon yang
mengandung antibiotik ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara
obat dengan kulit yang meradang. Dapat diberikan kompres rivanol 1/1000
selama 2 hari.Lokal dapat dibelikan antibiotik topikal seperti Polymixim B/kolistin,
neomisin, dan hidrokortison atau klorampenikol. Bila infeksi sangat berat
diperlukan obat antibiotika sistemik, bila terjadi infeksi telinga tengah perlu diobati
penyebabnya.

H60.4 CHOLESTEATOMA OF EXTERNAL EAR

PENGERTIAN
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi jaringan
epitel

(keratin).

Deskuamasi

terbentuk

terus

lalu

menumpuk

sehingga

kolesteatoma bertambah besar. Seringkali kolesteatoma dihubungkan dengan


kehilangan pendengaran dan infeksi pada telinga yang menghasilkan cairan
pada telinga. Tetapi dapat juga tanpa gejala.
Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun
1838 karena disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor, ternyata bukan.
Beberapa istilah lain yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain adalah:
keratoma (Schucknecht), squamous epiteliosis (Birrel, 1958), kolesteatosis
(Birrel. 1958), epidermoid kolesteatoma (Friedman, 1959), kista dermoid (Fertillo,
1970), epidermosis (Sumarkin, 1988).

ETIOLOGI
Kolesteatoma biasanya terjadi karena tuba eustachian yang tidak
berfungsi dengan baik karena terdapatnya infeksi pada telinga tengah.
Tuba eustachian membawa udara dari nasofaring ke telinga tengah untuk
menyamakan tekanan telinga tengah dengan udara luar. Normalnya tuba
ini kolaps pada keadaan istirahat, ketika menelan atau menguap, otot
yang mengelilingi tuba tersebut kontraksi sehingga menyebabkan tuba
tersebut membuka dan udara masuk ke telinga tengah. Saat tuba
eustachian tidak berfungsi dengan baik udara pada telinga tengah diserap
oleh tubuh dan menyebabkan di telinga tengah sebagian terjadi hampa
udara. Keadaan ini menyebabkan pars plasida di atas colum maleus
membentuk kantong retraksi, migrasi epitel membran timpani melalui
kantong yang mengalami retraksi ini sehingga terjadi akumulasi keratin.
PATOFISIOLOGI
Seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamous epithelium) pada
tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka/terpapar ke dunia luar. Epitel
kulit di liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila
terdapat serumen yang pada (serumen plug) di liang telinga dalam waktu
yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen
tersebut seakan terperagkap sehingga membentuk kolesteatom.
Kolesteatom ini merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman,

yang paling sering adalah Pseudomonas aeruginosa. Kolesteatom cepat


membesar bila sudah disertai dengan infeksi. Kolesteatom ini akan
menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis
terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis diperhebat olh karena adanya
pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri.
PATOGENESIS
1.
Teori Invaginasi.
timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrana timpani pars flacida
karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba.
2.
Teori Imigrasi.
terbentuk akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari
pinggir perforasi membrana timpani ke telinga tengah. Migrasi ini
berperan penting dalam akumulasi debris keratin dan sel skuamosa
dalam retraksi kantong dan perluasan kulit ke dalam telinga tengah
melalui perforasi membran timpani.
3.
Teori Metaplasi.
akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlangsung lama.
4.
Teori Implantasi.
akibat adanya implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga
tengah waktu operasi, setelah blust injury, pemasangan ventilasi tube
atau setelah miringotomi.
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman,
yang paling sering adalah Pseudomonas aerogenusa. Pembesaran
kolesteatom

menjadi

lebih

cepat

apabila

sudah

disertai

infeksi,

kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta


menimbulkan nekrosis terhadap tulang.
Erosi tulang melalui dua mekanisme.
1.
desakan atau tekanan yang mengakibatkan remodeling tulang atau
nekrosis tulang.
2.
aktivitas enzimatik tepi kolesteatom yang bersifat osteoklastik yang
menyebabkan resorpsi tulang.
KLASIFIKASI
a.
Kolesteatom Kongenital.
membrana timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. ditemukan pada
daerah petrosus mastoid, cerebellopontin angle, anterior mesotimpanum
atau pada daerah tepi tuba austachii, dan seringkali teridentifikasi pada
usia 6 bulan hingga 5 tahun.
b.
Kolesteatoma Akuisital
1.
Primer

terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrane timpani, akan tetapi


telah terjadi retraksi membran timpani.
2.
Kolestetoma Akuisital Sekunder
terbentuk setelah perforasi membran timpani. Terbentuk akibat dari
masuknya epitel kulit dari liang telinga /dari pinggir perforasi membrana
timpani.
GEJALA
Perforasi sentral (lubang terdapat di tengah-tengah gendang telinga)
keluar nanah berbau busuk dari telinga tanpa disertai rasa nyeri. Bila
terus menerus kambuh, akan terbentuk pertumbuhan menonjol (polip),
yang berasal dari telinga tengah dan melalui lubang pada gendang telinga
akan menonjol ke dalam saluran telinga luAR.
Pendengaran berkurang.

Perasaan cemas

Pusing
Perasaan pusing atau kelemahan otot dapat terjadi di salah 1 sisi
wajah atau sisi telinga yang terinfeksi.
PEMERIKSAAN
Rontgen konvensional posisi Waters dan Stenvers
CT scan
MRI
H60.5 ACUTE OTITIS EXTERNA,NONINFECTIVE
Radang akut pada telinga bagian luar yang terjadi tanpa adanya infeksi
H60.8 OTHER OTITIS EXTERNA
Radang lainnya pada telinga bagian luar
H60.9 OTITIS EXTERNA, UNSPECIFIED
Radang pada telinga bagian luar yang tidak dijelaskan
H61 OTHER DISORDER OF EXTERNAL EAR
H61.0 Perichondritis of external ear

Pengertian
Perikondritis adalah radang pada tulang rawan daun telinga yang terjadi apabila
suatu trauma atau radang menyebabkan efusi serum atau pus di antara lapisan
perikondrium dan kartilago telinga luar (1,2). Umumnya trauma berupa laserasi atau
akibat kerusakan yang tidak disengajakan pada pembedahan telinga (1,3,4).
Adakalanya perikondritis terjadi setelah suatu memar tanpa adanya hematoma(2).
Dalam stage awal infeksi, pinna dapat menjadi merah dan kenyal. Ini diikuti oleh
pembengkakan yang general dan membentuk abses subperikondrial dengan pus
terkumpul di antara perikondrium dan tulang rawan dibawahnya.
Anatomi
Telinga luar termasuk aurikula atau pinna, dan liang telinga. Telinga luar berfungsi
untuk mengumpulkan dan menghantar gelombang bunyi ke struktur-struktur telinga
tengah. Aurikel terbentuk dari arkus brakial pertama dan kedua pada hari ke 38 dari
kehidupan fetus. Aurikel secara anatomi dikatakan sempurna pada minggu ke
20(3,4). Karena keunikan anatomi aurikula serta konfigurasi liang telinga yang
melengkung atau seperti spiral, maka telinga luar mampu melindungi membrana
timpani
dari
trauma,
benda
asing
dan
efek
termal.(1)
Gambaran
klinis
Bagian aurikel yang terlibat membengkak, menjadi merah, terasa panas dan sangat
nyeri tekan.(1,4,5)
Etiologi
Luka akibat terbakar aurikel adalah faktor predisposisi yang paling sering, sehingga
25% dapat terjadi infeksi. Baru-baru ini juga didapatkan peningkatan infeksi yang
disebabkan oleh tindik telinga. Karena menindik telinga sekarang sebagian dilakukan
di pinna, suatu daerah yang melibatkan porsi kartilago dari aurikel, dapat memberi
resiko yang besar untuk terjadinya perikondritis. Infeksi dari Pseudomonas dapat
menyebabkan deformitas kosmetik yang berat. Suatu furunkel yang tidak memadai
pengobatannya merupakan sumber agen penyebab yang potensial, seperti
mikrokokus jenis virulen (Stafilokokus), Streptokokus, atau Pseudomonas
aeruginosa.. Infeksi juga dapat dapat terjadi pada saat aspirasi dan insisi hematoma
auris. Cedera pada kartilago juga dapat disebabkan oleh frostbite.perikondritis juga
dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan seperti mastoidectomi atau
komplikasi dari hematoma atau otitis eksterna yang disebabkan oleh berenang di air
yang terkontaminasi.
Patofisiologi

Trauma
: Laserasi atau akibat kerusakan yang tidak disengaja
pada pembedahan telinga, memar.
Radang
: Furunkel dengan pengobatan yang tidak adekuat

Infiltrasi perikondrium supurasi nekrosis tulang rawan dapat terjadi


deformitas daun telinga
Tanda dan gejala
Penderita penyakit ini biasanya mengeluhkan daun telinga yang membengkak,
merah, panas, terasa nyeri, jika ditekan terasa sakit. Pembengkakan daun telinga itu
menjalar ke bagian belakang daun telinga sehingga sangat menonjol.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang perikondritis dapat dilakukan biopsi pada lapisan

perikondrium dan kartilago telinga luar..


Pemeriksaan darah dapat menunjukkan infeksi okultisme
Tes darah ( CBC count, WBC count untuk mencari infeksi, sickle cell anemia,

studi fungsi tiroid dan antibody untuk tiroiditis


Terapi
Berikan antibiotik parenteral dan pengobatan topikal untuk infeksi kanalis penyerta.
Pilihan obat disesuaikan dengan hasil biakan atau petunjuk lain mengenai organisme
yang terlibat. Bila kondisi ini tampaknya meluas dan terdapat adanya bukti-bukti
adanya cairan di bawah perikondrium, terdapat indikasi untuk mengeluarkan cairan.
Karena tulang rawan tidak memiliki suplai darah langsung bila dipisahkan dari
perikondrium, maka dapat terjadi nekrosis tulang rawan. Dengan demikian, tulang
rawan yang nekrosis perlu dieksisi dan drainase dipertahankan.
Perichondritis auricle
Pengertian
Perikondritis aurikula adalah suatu keradangan supuratif pada perikondrium tulang
rawan aurikula.
Etiologi
1. S. aureus
2. P. aeraginosa

PATOFISIOLOGI

Trauma

Gigitan serangga

Bisa merupakan komplikasi dari :

Operasi telinga

OMK, furunkel MAE, dan otutus eksterna

Luka kuman masuk terjadi proses inflamasi nanah terkumpul


diantara kartilago dan lapisan jaringan ikat di sekitarnya (perikondrium).
Kadang nanah menyebabkan terputusnya aliran darah ke kartilago,
menyebabkan kerusakan pada kartilago dan pada akhirnya menyebabkan
kelainan bentuk telinga.Meskipun bersifat merusak dan menahun, tetapi
perikondritis cenderung hanya menyebabkan gejala-gejala yang ringan.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis :
a. Aurikula bengkak, nyeri, dan merah.
b. Demam (+/-)
c. Merupakan komplikasi dari: Trauma , Operasi teling OMK, Furunkel MAE, Otitis
eksterna.
GEJALA
a. Edema, nyeri, dan hiperemia aurikula dapat meluas keluar aurikula.
b.

Terdapat fluktuasi pada stadium supurasi .

c.

Terdapat deformitas pada stadium nekrosis.

d.

Pembesaran kelenjar getah bening regional.

e. Suhu tubuh naik dan leukosit naik


TERAPI
Ringan : cloxacilline 3 x 500 mg/hari peroral
Berat : gentamycine 2 x 80 mg/hari intra vena
Anti inflamasi / analgesik
Asam mefenamic
Piroxicam
Diclofenac

Jika sudah terjadi supurasi dilakukan insisi, dilanjutkan eksisi bila sudah nekrosis
H61.2 NONINFECTIVE DISORDER OF PINNA
H61.2 Impacted serumen

Pengertian

Merupakan keadaan dimana cerumen yang mengumpul membentuk massa


yang padat yang melekat pada dinding external auditory canal (Dorland, 2002).
Impacted cerumen dapat menimbulkan beberapa gejala seperti gatal, sakit,
gangguan pendengaran dan tinnitus. Apabila impacted cerumen ini tidak ditangani
maka akan menyebabkan ketulian, gangguan Fungsi dari cerumen adalah untuk
menangkap debu, kuman, kotoran dan partikel kecil lainnya sehingga mencegah
debu/ partikel tersebut masuk lebih jauh ke dalam telinga yang dapat berpotensi
mengganggu gendang telinga.
Cerumen akan berubah warna menjadi kecoklatan jika bercampur dengan selsel epitel yang telah terkelupas dan partikel debu. Sebenarnya membersihkan liang
telinga tidak perlu sering dilakukan karena cerumen dapat mengering dan keluar dari
liang telinga dengan sendirinya.
Cerumen dapat menjadi masalah bila kotoran telinga ini tidak bisa keluar karena
sebab-sebab tertentu sehingga terkumpul, mengeras dan sulit dikeluarkan yang
akhirnya menyumbat telinga. Kondisi ini merupakan masalah telinga yang cukup
sering terjadi baik pada anak maupun orang dewasa.

ETIOLOGI
Adapun faktor penyebab dari impaksi serumen, antara lain:
- Dermatitis kronik pada telinga luar,
- Liang telinga sempit,
- Produksi serumen terlalu banyak dan kental,
- Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan mengorek
telinga).

PATOFISIOLOGI
Kadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan
otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran.
Penumpukan serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai
penyebab defisit pendengaran . usaha membersihkan kanalis auditorius
dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena
trauma terhadap kulit bisa menyebabkan infeksi.
MANEFESTASI KLINIK
Gejala klinis yang umumnya dirasakan oleh penderita penyakit impaksi
serumen, antara lain :
Pendengaran berkurang.

Nyeri di telinga karena serumen yang keras membatu menekan


dinding liang telinga.
Telinga berdengung (tinitus).
Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar
(vertigo)

.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.CT-Scan tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulang
b.Scan Galium-67, terlihat focus inf akut yg akan kembali normal dgn resolusi
inf.
c.Scan Tekhnetium-99, terlihat aktifitas osteoblastik yg akan kembali normal
beberapa
d.MRI,

bulan
monitor

setelah

serebral,

pembuluh

resolusi
darah

klinik

yang

terkait

e.Tes Laboratorium,sample nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotik


f.Ketajaman Auditorius.

Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif


dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata

atau detakan jam tangan.


Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah
melakukan

ekshalasi

penuh.

Masing-masing

telinga

diperiksa

bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar.


pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak
tangan.Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di
luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat
menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan
detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari
telinganya

sendiri

(dengan

asumsi

pemeriksa

mempunyai

pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada


jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan
menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara
bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai
satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.
PENATALAKSANAAN
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan
gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan
membuang serumen tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan
dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar

nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang
berulang, maka irigasi tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga
tengah dan kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini,
serumen dibuang dengan menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat
penghisap.

Biasanya

tidak digunakan

pelarut serumen karena bisa

menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan tidak
mampu melarutkan serumen secara adekuat.
Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang
telinga, antara lain:
1. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada
aplikator (pelilit).
2. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
3. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu
dengan karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 5 hari, setelah itu
dikeluarkan dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga
dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
4. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan
dengan cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat
bersuhu 37

C agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya

vestibuler.
PENYEBAB

Penyempitan saluran telinga akibat infeksi atau penyakit kulit, tulang,


atau jaringan ikat
Cerumen yang terlalu kering
Cerumen berlebihan dalam menanggapi trauma atau penyumbatan di
dalam saluran telinga
Membersihkan telinga menggunakan penjepit rambut, peniti dan sapu
tangan yang dipelintir diujungnya
Penggunaan alat bantu dengar
Penggunaan penyumbat telinga/ earplug
Penggunaan cotton-tipped swabs atau Q-tips
Penggunaan alat-alat diatas dapat mendorong serumen ke dalam
liang telinga sehingga serumen terkumpul di dalam lalu mengeras.

TANDA DAN GEJALA KOTORAN TELINGA MENGERAS DAN MENYUMBAT


Pendengaran berkurang
Pusing
Nyeri telinga
Rasa penuh di dalam telinga
Telinga berdenging
PENGOBATAN

Gunakan obat tetes pelunak kotoran telinga, contohnya Waxsol atau


Forumen.
Cara penggunaannya dengan meneteskan cairan obat ke dalam
telinga sebelum tidur malam, kemudian tutup telinga dengan kapas
bersih. Lakukan hal yang sama malam berikutnya. Cerumen yang
keras akan melunak dan mudah dikeluarkan atau bahkan keluar
sendiri keesokan harinya. Terapi tersebut tidak boleh dilakukan bila
terjadi atau curiga terjadi kerusakan/ perforasi gendang telinga karena
menggunakan tetes telinga pada gendang telinga yang berlubang
dapat menyebabkan infeksi pada telinga tengah. Hentikan pemakaian
tetes telinga jika timbul rasa nyeri atau ruam kulit lokal.
Jika tidak tersedia obat untuk melunakan cerumen bisa dengan
menggunakan baby oil atau berbaring miring dengan telinga di atas
botol kompres air hangat. Panas nantinya akan melunakan cerumen.
Apabila tidak yakin bisa menangani masalah tersebut sendiri atau
cerumen tidak keluar setelah pemakaian obat tetes pelunak kotoran
telinga segera konsultasikan ke dokter THT. Biasanya dokter akan
mengeluarkan kotoran telinga dengan alat vakum atau alat kuretase
telinga atau dengan instrumen khusus lainnya atau irigasi dengan
NaCl, docusate, sodium bicarbonat.
Ear candling tidak dianjurkan karena tidak terbukti efektif dan justru
dapat menyebabkan cedera.

H61.3 ACQUIRED STENOSIS OF EXTERNAL EAR CANAL


Penyempitan yang terjadi pada daerah sekitar telinga bagian luar
H61.8.OTHER SPECIFIED DISORDER OF EXTERNAL EAR
Gangguan lain pada telinga bagian luar
H61.9 DISORDER OF EXTERNAL EAR, UNSPECIFIED
Gangguan pada telinga bagian luar yang tidak dijelaskan

2.3 H65-H75 Disease of Middle Ear and Mastoid


DISEASES OF MIDDLE EAR AND MASTOID
(H65H75)
H65

Nonsuppurative otitis media


Includes: with myringitis

H65.0

Acute serous otitis media


Acute and subacute secretory otitis media

H65.1

Other acute nonsuppurative otitis media


Otitis media, acute and subacute:
allergic (mucoid)(sanguinous)(serous)
mucoid
nonsuppurative NOS
sanguinous
seromucinous
Excludes: otitic barotrauma (T70.0)
otitis media (acute) NOS (H66.9)

H65.2

Chronic serous otitis media


Chronic tubotympanal catarrh

H65.3

Chronic mucoid otitis media


Glue ear
Otitis media, chronic:
mucinous
secretory
transudative
Excludes: adhesive middle ear disease (H74.1)

H65.4

Other chronic nonsuppurative otitis media


Otitis media, chronic:
allergic
exudative
nonsuppurative NOS
seromucinous
with effusion (nonpurulent)

H65.9

Nonsuppurative otitis media, unspecified


Otitis media:
allergic
catarrhal
exudative
mucoid
secretory
seromucinous
serous
transudative
with effusion (nonpurulent)

H66

Suppurative and unspecified otitis media

Includes: with myringitis


H66.0

Acute suppurative otitis media

H66.1

Chronic tubotympanic suppurative otitis media


Benign chronic suppurative otitis media
Chronic tubotympanic disease

H66.2

Chronic atticoantral suppurative otitis media


Chronic atticoantral disease

H66.3

Other chronic suppurative otitis media


Chronic suppurative otitis media NOS

H66.4

Suppurative otitis media, unspecified


Purulent otitis media NOS

H66.9

Otitis media, unspecified


Otitis media:
NOS
acute NOS
chronic NOS

H67*

Otitis media in diseases classified elsewhere

H67.0*

Otitis media in bacterial diseases classified elsewhere


Otitis media in:
scarlet fever (A38)
tuberculosis (A18.6)

H67.1*

Otitis media in viral diseases classified elsewhere


Otitis media in:
influenza (J10J11)
measles (B05.3)

H67.8*

Otitis media in other diseases classified elsewhere

H68

Eustachian salpingitis and obstruction

H68.0

Eustachian salpingitis

H68.1

Obstruction of Eustachian tube


Compression
}
Stenosis } of Eustachian tube
Stricture }

H69

Other disorders of Eustachian tube

H69.0

Patulous Eustachian tube

H69.8

Other specified disorders of Eustachian tube

H69.9

Eustachian tube disorder, unspecified

H70

Mastoiditis and related conditions

H70.0

Acute mastoiditis
Abscess } of mastoid

Empyema }
H70.1

Chronic mastoiditis
Caries
} of mastoid
Fistula
}

H70.2

Petrositis
Inflammation of petrous bone (acute)(chronic)

H70.8

Other mastoiditis and related conditions

H70.9

Mastoiditis, unspecified

H71

Cholesteatoma of middle ear


Cholesteatoma tympani
Excludes: cholesteatoma of external ear (H60.4)
recurrent cholesteatoma of postmastoidectomy cavity (H95.0)

H72

Perforation of tympanic membrane


Includes: perforation of ear drum:
persistent post-traumatic
postinflammatory
Excludes: traumatic rupture of ear drum (S09.2)

H72.0

Central perforation of tympanic membrane

H72.1

Attic perforation of tympanic membrane


Perforation of pars flaccida

H72.2

Other marginal perforations of tympanic membrane

H72.8

Other perforations of tympanic membrane


Perforation(s):
multiple } of tympanic membrane
total }

H72.9

Perforation of tympanic membrane, unspecified

H73

Other disorders of tympanic membrane

H73.0

Acute myringitis
Acute tympanitis
Bullous myringitis
Excludes: with otitis media (H65H66)

H73.1

Chronic myringitis
Chronic tympanitis
Excludes: with otitis media (H65H66)

H73.8

Other specified disorders of tympanic membrane

H73.9

Disorder of tympanic membrane, unspecified

H74

Other disorders of middle ear and mastoid

H74.0

Tympanosclerosis

H74.1

Adhesive middle ear disease


Adhesive otitis
Excludes: glue ear (H65.3)

H74.2

Discontinuity and dislocation of ear ossicles

H74.3

Other acquired abnormalities of ear ossicles


Ankylosis } of ear ossicles
Partial loss }

H74.4

Polyp of middle ear

H74.8

Other specified disorders of middle ear and mastoid

H74.9

Disorder of middle ear and mastoid, unspecified

H75*

Other disorders of middle ear and mastoid in diseases classified elsewhere

H75.0*

Mastoiditis in infectious and parasitic diseases classified elsewhere


Tuberculous mastoiditis (A18.0)

H75.8*

Other specified disorders of middle ear and mastoid in diseases classified


elsewhere

H65 NONSUPPERATIVE OTITIS MEDIA


PENGERTIAN
Otitis media merupakan salah satu kelainan yang terjadi pada telinga tengah yang
berupa peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, Tuba eusthacius, antrum
mastoid dan sel- sel mastoid. Dimana otitis media sering diawali dengan infeksi pada
saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah
melalui tuba eustachius. Sebagai mana halnya dengan infeksi saluran napas atas (ISPA),
otitis media juga merupakan sebuah penyakit langganan anak-anak. Di Amerika
Serikat,diperkirakan sekitar 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis media
sebelum usia tiga tahun dan hampir dari setengah mereka mengalami tiga kali atau lebih. Di
Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.
Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3- 6 tahun (Canter RJ. 1997).
Otitis Media berdasarkan durasi penyakitnya dibagi atas akut (< 3 minggu), subakut
(3 12 minggu) dan kronis (> 12 minggu). Sedangkan menurut gejala klinisnya otitis media
terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif(= otitis media serosa, otitis
media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi). Masing- masing golongan
mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis media akut=
OMA ) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Begitu pula otitis media serosa terbagi
menjadi otitis media serosa akut (barotraumas = aerotitis) dan otitis media spesifik, seperti
otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media yang lain ialah otitis media
adhesive. (Djaafar, 2007).
Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media supuratif dan otitis
media non supuratif (=otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa,
otitis media efusi (OME). Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis,
yaitu otitis media supuratif akut (otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis
(OMSK). Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut
(barotrauma = aerotitis) dan otitis media serosa kronis. Selain itu terdapat juga otitis media
spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. otitis media yang lain ialah
otitis media adhesiva.

NONSUPPERATIVE OTITIS MEDIA


otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif
(otitis media media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa,
otitis media efusi/OME).
Otitis media non supuratif nama lain adalah otitis media musinosa, otitis
media efusi, otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media mucoid
(glue ear).
PENGERTIAN
Otitis media serosa adalah suatu kondisi di mana cairan berada di telinga
tengah. Kondisi ini dapat disebabkan oleh infeksi telinga atau kondisi lain di mana
tabung pendengaran tidak dapat mengering dengan baik. Kondisi ini paling umum
pada anak-anak dan terjadi dengan atau tanpa gejala. Gejala termasuk masalah
pendengaran dan keseimbangan, sehingga dapat menyebabkan keterlambatan
perkembangan pada beberapa anak. Kondisi ini sering diobati dengan prosedur
bedah yang disebut miringotomi
JENIS
Otitis media serosa dibagi 2 jenis : otitis media serosa akut dan otitis media
serosa kronik (glue ear). Dimana pembagian ini berdasarkan pada durasi timbulnya
penyakit atau durasi timbulnya sekret dan bentuk sekret.
ETIOLOGI
Cairan pada otitis media serosa sebagai akibat tekanan negative dalam
telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini,
tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media

dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media
akut dan biasanya dikenal dengan glue ear. Bila terjadi pada orang dewasa,
penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi
telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan
barotrauma ( ex : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat
infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi.
PATOFISIOLOGI
Otitis media serosa dikarakteristikan oleh akumulasi cairan sterill dibelakang
membran timpani. Otitis media serosa dapat mendahului atau menjadi komplikasi
jangka panjang otitis media akut. Efusi cairan mungkin menetap pada telinga tengah
mencapai beberapa bulan. Ketika cairan menetap lebih lama dan mulai menebal
akhirnya terjadi komplikasi berupa otitis media adhesiva. Otitis media serosa dan
kronik yang tidak diobati menyebabkan penebalan dan perlukaan pada struktur
telinga tengah dan tulang. Nekrosis osikel mengakibatka destruksi struktur telinga
tengah. Pembedahan osikel penting dilakukan untuk mengatasi ketulian.
MANEFESTASI KLINIK
a.
Kehilangan pendengaran atau tuli
b.
Telinga terasa penuh
c.
Bunyi letupan, berderik atau suara pemotretan dalam telinga tengah
d.

yang terjadi karena tuba eustachi yang mencoba membuka


Membran tynpani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu

e.
f.

pada otoskopi pneumatik)


Gelembung udara pada telinga tangah
Audiogram menunjukan adanya tuli konduktif

PENATALAKSANAAN
a
Irigasi antrum
b
Cairan ditelinga

tengah dikeluarkan

penghisapan

ACUTE SEROUS OTITIS MEDIA


PENGERTIAN

dengan

miringotomi dan

Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di


telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
Penyebabnya antara lain sumbatan tuba (barotrauma), virus, alergi dan
idiopatik.
GEJALA
Gejala yang menonjol biasanya pendengaran yang berkurang, selain
itu ada rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring
atau berbeda pada telinga yang sakit. Kadang terasa seperti ada cairan yang
bergerak di dalam telinga dengan perubahan posisi. Rasa nyeri relative.
Vertigo kadang dalam bentuk ringan. Dengan otoskop terlihat retraksi
membrane timpani. Kadang tampak gelembung udara atau permukaan cairan
dalam kavum timpani. Tuli konduktif dapat dibuktikan dengan garpu tala.
PENGOBATAN
Pengobatan dapat dengan medikamentosa dan pembedahan. Dapat
diberikan tetes hidung (vasokontriktor lokal), anti histamine, serta perasat
valsava. Bila gejala masih menetap setelah 12 minggu, dilakukan miringotomi,
dan apabila belum mebaik dengan miringotomi dapat ditambahkan pemasangan
pipa ventilasi (Grommet).1,6

H65.1 OTHER ACUTE NONSUPPURATIVE OTITIS MEDIA


Gangguan lain pada otitis media akut nonsuppurative
H65.2 CHRONIC SEROUS OTITIS MEDIA
PENGERTIAN
Otitis Media Serosa Kronik (Glue Ear)
Pada keadaan kronis secret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri
dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama. Otitis media kronik lebih
sering terjadi pada anak-anak, sedangkan otitis media serosa akut lebih sering pada
orang dewasa. Otitis media serosa kronik dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari
OMA yang tidak sembuh sempurna. Penyebab lain diduga adanya hubungan dengan
infeksi virus, keadaan alergi atau gangguan mekanis pada tuba. Batasan antara
kondisi otitis media serosa akut dengan otitis media serosa kronik hanya pada cara

terbentuknya sekret. Pada otitis media serosa akut, sekret terbentuk secara tiba-tiba
di telinga tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga. Pada otitis media serosa
kronis, sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeridengan gejala-gejala pada
telinga yang berlangsung lama.
Otitis media serosa kronik lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan
otitis media serosa akut lebih sering terjadi pada orang dewasa.Sekret pada otitis
media serosa kronik dapat kental seperti lem, maka disebut glue ear. Otitis media
serosa kronik dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari otitis media akut (OMA)
yang tidak sembuh sempurna.

H66

Suppurative and unspecified otitis media

Incl : with myringitis

1. DEFINISI
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa

telinga tengah, tuba eustakhius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.


Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan
media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa

(Soepardi, 1998).
2. KLASIFIKASI OTITIS MEDIA :
OTITIS MEDIA SUPPURATIVE :
Otitis media superatif akut
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani
dapat menjadi otitis media supuratif kronik apabila prosesnya sudah
lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi
OMSK, antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak
adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang
rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.
Otitis media superatif kronis
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut
congek adalah radang kronik telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat
keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik

terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous,


atau purulen.
3. Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti
radang tenggorokan / pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
eustachius.
Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi
saluran tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran,
tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan
bakteri.
Sel darah putih akan melawan sek-sel bakteri dengan mengorbankan
diri mereka sendiri, sedikitnya terbentuk nanah dalam telinga tengah.
Pembengkakan jaringan sekitar sel eustachius menyebabkan lendir yang
dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat
terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung
gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam bergerak bebas.
Cairan yang terlalu banyak tersebut, akhirnya dapat merobek gendang telinga
karena tekanannya. (Kapita selekta kedokteran, 1999, 79).
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis otitis mediatergantung pada stadium penyakit dan umur pasien :
o Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan
o
o

menetap.
Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam
sampai 39,50Derajat Celcius, gelisah, susah tidur diare, kejang,

o
o

memegang telinga yang sakit.


Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi

cairan jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek).
Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang yang

dapat dilihat.
Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga

o
o

pada anak yang belum dapat bicara.


Anoreksia (umum).
Limfadenopati servikal anterior.(Kapita selekta kedokteran, 1999, 79).

5. Pemeriksaan Penunjang
Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.

Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane

timpani.
Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis

(Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).


Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk
melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk
menilai respon endang telinga terhadap perubahan tekanan udara.
6. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan medis
Pemberian obat Antibiotik
Tujuan pemberian antibiotic : untuk melumpuhkan atau

menghilangkan bakteri.
Efek samping : Jika diberikan secara kontinyu dan
tidak teratur, akan menyebabkan resistensi bakteri, dan
akan menimbulkan alergi baru jika antibiotik tidak cocok

dengan tubuh.
Indikasi : Lebih banyak diberikan pada penderita

peradangan yang disebabkan oleh bakteri.


Kontra indikasi : Berbahaya diberikan pada penderita

bronchitis, asma dan aritmia.


Pemberian obat Analgesik
Tujuan : Untuk menghilangkan nyeri.
Efek samping : Umumnya Asam Mefenamat dapat
diberikan dengan baik pada dosis yang dianjurkan,
Pada beberapa kasus pernah dilaporkan terjadinya
rasa mual, muntah, diare, pada penggunaan jangka
panjang yang terus menerus dengan dosis 2000 mg
atau lebih sehan dapat mengakibatkan agranulositosis
dan hemolitik anemia.
Indikasi : Untuk menghilangkan segala macam nyeri
dan ringan sampai sedang dalam kondisi akut dan
kronis termasuk nyeri karena trauma.
Kontraindikasi : Pada penderita tukak

lambung

pendenta asma, penderita ginjal dan penderita yang


hipersensitif.
7. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada otitis media :
i.
Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau
ii.
iii.
iv.

petrositis)
Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
Tuli.
Peradangan pada selaput otak (meningitis).

v.
Abses otak.
vi.
Rupture membrane timpani.
Tanda-tanda terjadi komplikasi :
Sakit kepala.
Tuli yang terjadi secara mendadak.
Vertigo (perasaan berputar).
Demam dan menggigil.

Myringitis
A. DEFINISI
Myringitis atau inflamasi pada membran timpani
merupakan

salah

satu

jenis

kelainan

yang

dapat

mengakibatkan gangguan pendengaran dan menimbulkan


sensasi kongesti serta nyeri telinga. Setelah tiga minggu, suatu
miringitis akut akan menjadi subakut, dan apabila tidak
tertangani

hingga

bulan,

maka

kita

sudah

dapat

mengkategorikannya sebagai suatu kasus kronik.


B. ETIOLOGI
Etiologi dari miringitis bulosa akut telah ditemukan lebih
dari 7 dasawarsa. Chanock dan Rifkind melaporkan bahwa
insiden tertinggi dari miringitis bulosa disebabkan oleh
Mycoplasma pneumoniae. Pada sebuah penelitian yang
dilakukan

oleh

Wetmore

dan

Abramson,

titer

untuk

Mycoplasma pneumoniae tidak ada perubahan pada stadium


akut dan stadium penyembuhan, dan ditemukan beberapa
virus pada saluran pernapasan. Akut miringitis bulosa dapat
juga

sebagai

akibat

dari

infeksi

seperti

Streptococcus

pneumonia, atau infeksi virus seperti influenza, herpes zoster,


dan lain-lain.
C. PATOGENESIS
Suatu
pernapasan

infeksi
dan

virus

menyebabkan

disfungsi

tuba

gangguan

epitel

Eustachius,

yang

menyebabkan tekanan negative di telinga tengah dan


akumulasi sekresi pada telinga tengah. Disfungsi tuba
Eustachius memungkinkan mikroba pathogen untuk masuk
dari nasofaring ke telinga tengah dan menyebabkan serangan
otitis media akut. Telah diperkirakan adanya lesi bulosa
mungkin hanya manifestasi dari cidera mekanik membran
timpani atau reaksi jaringan non-s[esifik untuk beberapa agen
infektif. Dalam beberapa kasus iritasi tahap awal otitis media

akut kausa bakteri, dilain kasus mungkin karena agen infeksi


virus. Karelitz merasa bahwa faktanya dalam hampir semua
kasus myringitis, infeksi saluran nafas atas yang ada,
menunjukkan bahwa jalurnya adalah melalui tuba eustachius,
pertama menyebabkan radang telinga tengah dan kemudian
secara

sekunder

menyebabkan

myringitis

bulosa.

Middle ear fluid (MEF) telah sering ditemukan pada


myringitis bulosa dan mungkin timbul sebagai akibat dari
pecahnya bulla ke telinga tengah atau bulla mungkin telah
muncul secara sekunder setelah radang telinga tengah. Pada
tulang temporal manusia otitis media akut telah ditunjukkan
bahwa membran timpani lebih tebal dibandingkan dengan
telinga normal. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh
pembengkakan lapisan jaringan subepitel dan submukosa
membran timpani. Selain itu, ada banyak kapiler dan infiltrasi
sel inflamasi ke dalam lapisan jaringan subepitel dan
submukosa. Studi histology pada myringitis bulosa kurang,
tetapi dapat dibayangkan bahwa di awal penyakit reaksi
inflamasi yang kuat diprakarsai oleh paparan pathogen yang
menyebabkan akumulasi cairan kotor pada membran timpani.
D. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis
miringitis bulosa adalah otoskopi. Adapaun beberapa temuan
yang bisa didapatkan dari pemeriksaan otoskopi pada pasien
miringitis antara lain:
-

Terdapat tanda-tanda inflamasi pada membran impani,

seperti warna membran terlihat lebih merah, serta tampak


mengalami deformasi, dan refleks cahaya memendek atau
bahkan menghilang sama sekali.
-

Karakteristik dari miringitis bulosa adalah adanya bulla

pada membran timpani. Kita harus dapat membedakan antara


bulla yang berasal dari membran timpani dan bula yang
berasal dari saluran telinga luar. Bulla ini dapat pecah dan
menimbulkan perdarahan pada membran timpani.
-

Pada beberapa kasus dapat ditemukan nyeri ketika pinna

ditarik.
-

Pneumatik otoskopi, dengan pemeriksaan ini kita dapat

menentukan apakah miringitis bulosa sudah menyebabkan


perforasi.
Pemeriksaan lain:1
-

Pada pemeriksaan kelenjar, terdapat limfadenopati servikal

posterior.
-

Pada pemeriksaan pendengaran dapat ditemukan adanya

penurunan pendengaran.
-

Tympanometri: pemeriksaan ini dilakukan untuk

menemukan bukti adanya cairan di belakang membran


timpani. Sehingga kita dapat mengetahui adanya otitis media
yang menyertai miringitis bulosa.
-

Tympanoparasintesis: pemeriksaan ini dilakukan untuk

kultur dan identifikasi agen penyebab miringitis bulosa.

Gambar 5. Sebuah bula besar yang berisis cairan serosa pada permukaan
superfisial membran timpani kanan pada regio umbo
Diambil dari kepustakaan 11

Gambar 6. Miringitis bulosa pada telinga kanan

Diambil dari kepustakaan 12

Gambar 4. Membran timpani normal, telinga


kanan
Diambil dari kepustakaan 10

Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang


dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat
sulkus

ini

dan

bagian

ini

disebut

incisura

timpanika

(Rivini).

Gendang telinga atau membran timpani adalah selaput atau membran tipis
yang memisahkan telinga luar dan telinga dalam. Ia berfungsi untuk
menghantarkan getaran suara dari udara menuju tulang pendengaran di
dalam telinga tengah. Kerusakan pada gendang telinga dapat menyebabkan
tuli yang konduktif. Tuli konduktif adalah hilangnya pendengaran karena tidak
dapat

tersampaikannya

getaran

suara.4,7,8

Membran timpani terletak di telinga bagian tengah yang berfungsi


mentransformasikan gelombang udara ke gelombang air. Membran timpani
berperan pada fisiologi pendengaran dimana getaran suara yang ditangkap

oleh daun telinga akan menggetarkan membran timpani selanjutnya getaran


akan diteruskan ke tulang-tulang pendengaran. Ketika terjadi perforasi pada
membran telinga maka akan terjadi penurunan rasio transformasi, yang
normalnya adalah 22:1.1.
E. PENATALAKSANAAN
Prosedur penatalaksanaan miringitis:
Pembersihan kanalis auditorius eksterna
Irigasi liang telinga untuk membuang debris
(kontraindikasi bila status membran timpani

tidak diketahui)
Timpanosintesis, yaitu pungsi kecil yang dibuat
di membran timpani dengan sebuah jarum
untuk jalan masuk ke telinga tengah. Prosedur
ini dapat memungkinkan dilakukan kultur dan

identifikasi penyebab inflamasi.


Miringotomi, dimana pada otitis media akut
miringotomi dan pembuangan cairan mencegah
terjadinya pecahnya membran timpani setelah
bulging. Tindakan ini menyembuhkan gejala
lebih cepat, dan insisi sembuh dalam waktu

lebih cepat.
Timpanostomi dengan insersi pipa ke telinga

tengah memungkinkan drainase.


Myringitomi
atau
insisi

bulla

Pada

telah

beberapa

dekade

terakhir,

direkomendasikan untuk dilakukan insisi bulla


sebagai

terapi

mengatakan

pilihan.

bahwa

Namun

beberapa

myringotomi

dapat

meningkatkan risiko infeksi sekunder pada


telinga tengah. Miringotomi ialah tindakan insisi
pada pars tensa membran timpani agar terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Miringotomi ini merupakan indikasi
untuk kasus otitis media supuratif akut dengan
eksudasi

pada

Miringotomi

timpani.
merupakan

tindakan

pembedahan kecil yang dilakukan dengan

syarat tindakan ini harus dilakukan secara a-vue


(dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat
dikuasai, sehingga membran timpani dapat
dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di
kuadran posterior-inferior. Untuk tindakan ini
haruslah
mempunyai

memakai
sinar

lampu
cukup

kepala

terang,

yang

memakai

corong telinga yang sesuai dengan besar liang


telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang
digunakan berukuran kecil dan steril.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh miringitis bulosa
antara lain :
Adanya penurunan pendengaran (bisa tuli konduktif

dan sensorineural)
Perforasi membran timpani
Paralisis fasial
Vertigo
Proses supurativ yang berkelanjutan pada struktur
disekitarnya yang dapat mengakibatkan coalescent
mastoiditis, meningitis, abses, sigmoid sinus
thrombosis.

H66.0 ACUTE SUPPURATIVE OTITIS MEDIA


A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Telinga adalah organ pendengaran. Syaraf yang melayani indera ini
adalah syaraf cranial ke delapan atau nervus auditorius. Telinga terdiri dari 3
bagian, yaitu: telinga luar, telinga tengah dan rongga telinga dalam.
1. Telinga Luar
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (pinna) dan kanalis auditorius
eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang
dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua
sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh
kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah
kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara
dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan
meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput

mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus


auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut.
Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter.
Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana
kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis.
Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam
kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi
substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri
telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen
nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi
kulit.
2. Telinga Tengah
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus,
inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan
ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval
dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan
telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana
suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran
suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki
stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus
jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi,
cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini
dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm,
menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup,
namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan
manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai
drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah
dengan tekanan atmosfer.

3. Telinga Dalam
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ
untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis),
begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis)
semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis
semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi
posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama
lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan.
Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah
gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm
dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk
pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak
sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang
dinamakan

perilimfe,

yang

berhubungan

langsung

dengan

cairan

serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa


tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis,
dan

organan

Corti.

(Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic. Pearce, C Evelyn. 2002)

B. DEFINISI
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
peroisteum telinga tengah. (Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utamanya
adalah masuknya bakteri pathogenic ke dalam telinga tengah yang
normalnya

steril.

(Brunner

&

Suddart.

Keperawatan

Medikal

Bedah.

Vol

3)

Otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut
atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang
biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu keadaan jika terdapat
infeksi bakteri pada nasofariong dan faring, secara alamiah teradapat
mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh
ezim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. Otitis
media akut ini terjadi akibat tidak berfungsingnya sistem pelindung tadi,
sumbatan atau peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor utama
terjadinya otitis media, pada anak-anak semakin seringnya terserang infeksi
saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis media akut juga semakin
sering.
Pembagian stadium otitis media akut:
Stadium
oklusi

tuba

eustachius

Terdapat gambaran retraksi embran timpani akibat tekanan negative


di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat.
Efusi tidak dapat di deteksi.
Stadium
hiperemis

(presupurasi)

Tampak pembuluh darah yang melebar di membrane timpani atau


seluruh membrane timpani tampak hiperemis serta edema. Secret
yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga
sukar terlihat.
Stadium

supurasi

Membrane timpani menonjol kearah telinga luar akibat edema yang


hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani.
Stadium
perforasi
Terjadi karena pemberian antibiotic yang terlambat atau virulensi
kuman yang tinggi, dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah
keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar.
Stadium

resolusi

Bila membrane timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal


kembali. Bila terjadi perforasi, maka secret akan berkurang dan
mongering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah,
maka

resolusi

dapat

terjadi

tanpa

pengobatan.

(Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)


C. ETIOLOGI
Otitis media akut disebabkan oleh bakteri patogenik seperti streptokokus

hemolitycus, staphilokokus aureus, pneumokokus, H. influenza, E. colli, S.


anhemolitycus,

P.

vulgaris,

dan

P.

aeruginosa.

Faktor predisposisi:
o ISPA
o Sumbatan tuba eustachii akibat alergi atau pembengkakan amandel
(Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)
D. PATOFISIOLOGI
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat
saluran

Eustachius.

Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi


di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,
tersumbatnya saluran dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan
bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan
diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga
tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di
belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat
terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung
gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat
bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24
desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan
gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal).
Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang
terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya.
E. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri telinga
b. Keluar cairan dari telinga
c. Demam
d. Kehilangan pendengaran
e. Tinitus
(Brunner & Suddart. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3)
f. Pada anak terjadi nyeri telinga dan demam tinggi
g. Pada orang dewasa terjadi gangguan pendengaran berupa rasa
penuh atau kurang dengar.
h. Pada baayi dan anak kecil terjadi demam (>39,5C), gelisah, sulit
tidur,

tiba-tiba

menjerit

saat

tidur,

diare

(Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)

dan

kejang.

E. KOMPLIKASI
o Abses subperiosteal
o Abses otak
o Meningitis
o OMSK
(Otitis

Media

Supuratif

Kronik)

(Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)


F. PENCEGAHAN
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:
pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.
pemberian ASI minimal selama 6 bulan.
penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring.
dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.
G. PENATALAKSAAN MEDIS
Pengobatan stadium awal di tujukan untuk mengobati infeksi saluran
nafas dengan pemberian antibiotic, dekongestan local atau sistemik

dan antipireutik.
Pada anak di berikan ampisilin 4x50-100 mg/ kg BB, amoksisilin 4x40

mg/ kg BB/ hari, atau eritromisin 4x40 mg/ kg BB/ hari.


Berikan obat tetes HCL efedrin 0,5% (anak <12 tahun), HCL efedrin

1% dalam larutan fisiologis (anak >12 tahun dan dewasa).


Lakukan miringotomi.
Berikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotic
yang

adekuat

sampai

minggu.

(Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)


H66.1 CHRONIC TUBOTYMPANIC SUPPURATIVE OTITIS MEDIA
Benign chronic suppurative otitis media
Chronic tubotympanic disease
A. ANATOMI FISIOLOGI
Telinga luar terdiri dari daun telinga, liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga (pinna/ aurikulla) berasal dari pinggir-pinggir celah
brankial pertama dari arkus brankialis pertama dan kedua. Daun telinga
disarafi oleh cabang aurikulotemporalis dari saraf mandibularis serta saraf
aurikularis mayor dan oksipitalis minor yang merupakan cabang pleksus
servikalis. Liang telinga berasal dari celah brankial pertama ektoderm.
Membrana timpani mewakili membran penurup celah tersebut.
Selama satu stadium perkembanganya, liang telinga akhirnya tertutup
sama sekali oleh suatu sumbatan jaringan telinga tapi kemudian terbuka

kembali, namun demikian kejadian ini mungkin merupakan suatu faktor


penyebab dari beberapa kasus atresia atau stenosis pada liang telinga ini.
Daun telinga merupakan gabungan dari tulang rawan yang di liputi
kulit. Bentuk tulang rawan ini unik dan dalam merawat trauma telinga luar,
harus di usahakan untuk mempertahankan bagunan ini. Kulit dapat
terlepas dari rawan di bawahnya oleh hematom atau pus, dan eawan
yang nekrosis dapat menimbulkan deformitas kosmetik pada pinna
(telinga kembang kol).
Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun
bertulang di sebelah medial. Seringkali ada penyempitan liang telinga
pada perbatasan tulang dan rawan ini. Sendi temporomandibularis dan
kelenjar parotis terletak di depan terhadap liang teling sementara
prosesus mastoideus terletak di belakangnya. Saraf fasialis meninggalkan
foramen stilomasteodeus dan berjalan ke lateral menuju prosesus
stilodeus di posteroinferior liang telinga, dan kemudian berjalan di bawah
liang teling untuk memasuki kelnjar parotis. Rawan liang telinga
merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan untuk
mencari saraf fasialis; patokan lainnya adalah sutura timpanomasteodeus.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada
seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen.

Gambar 1. Anatomi Telinga

Gambar 2. Anatomi Daun Telinga


Membran timpani adalah perbatasan telinga tengah, berbentuk
bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik
terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida
(membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan
epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,
seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis
lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit
serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada
bagian dalam.8

Gambar 3. Anatomi membran timpani

Gambar 4. Membran timpani


Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo, dari umbo bermula suatu reflek cahaya ke arah
bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran timpani kanan. Refelek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari
luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani
terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang
mneyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu.
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis
searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada
garis itu di umbro, sehingga didapatkan bagian anterior-superior,
posterior-superior,

anterior-inferior,

dan

posterior-inferior

untuk

menyatakan letak perforasi membran timpani.8


Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga
tengah dengan antrum mastoid.

B. DEFINISI
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari
telinga tengah secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
encer atau kental, bening, atau berupa nanah. Biasanya disertai
gangguan pendengaran.(Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Jadi, Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut
dengan istilah sehari-hari congek. Dalam perjalanannya penyakit ini dapat
berasal dari OMA stadium perforasi yang berlanjut, sekret tetap keluar

dari telinga tengah dalam bentuk encer, bening ataupun mukopurulen.


Proses hilang timbul atau terus menerus lebih dari 2 minggu berturutturut. Tetap terjadi perforasi pada membran timpani. Perforasi yaitu
membran timpani tidak intake / terdapat lubang pada membran timpani itu
sendiri.
C. ETIOLOGI.
Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan
kelanjutan dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan
lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang
terlambat, terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan
tubuh rendah. Bila kurang dari 2 bulan disebut subakut. Sebagian kecil
disebabkan

oleh

perforasi

membran

timpani terjadi akibat

trauma

telinga tengah. Kuman penyebab biasanya kuman gram positif aerob,


pada infeksi yang sudah berlangsung lama sering juga terdapat kuman
gram negatif dan kuman anaerob. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus
(26%), Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis
(10,3%), gram positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%).
Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran
napas atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran
yang menghubungkan antara hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi
di saluran napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar
sampai mengenai telinga.
D. PATOFISIOLOGI.
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan
maligna atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang. (Arif
Mansjoer, 2001 : 82).
Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak
mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan
komplikasi

berbahaya

dan

tidak

terdapat

kolesteatom. (Arif

Mansjoer, 2001 : 82). OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom.


Perforasi terletak marginal, subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan
komplikasi yang berbahaya atau fatal. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus, lalu menumpuk. Sehingga
kolesteotoma bertambah besar.

E. TANDA DAN GEJALA


Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau
gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2001 : 82). Nyeri telinga atau
tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan
ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau
intermiten dan dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua
telinga. (www.health central.com, 2004).
Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid
( seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan.

Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik


telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan
yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali
sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi
membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya hilang
timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi
saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif
tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau,
berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma
dan produk degenerasinya.
Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih,
mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa

secara

luas.

Sekret

yang

bercampur

darah

berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip


telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan tuberkulosis.
Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang
pendengaran. Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat
pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin
ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah
yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi
dengan efektif ke fenestra ovalis.

Bila tidak dijumpai

kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa


rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi
dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan
pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung
dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli
konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran,
tetapi

sering

kali

juga

kolesteatom

bertindak

sebagai

penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang


didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan
fungsi

kohlea

biasanya

terjadi

perlahan-lahan

dengan

berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela


bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya
labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan
sisa fungsi kohlea.
Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila
ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan
nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti

adanya

ancaman

komplikasi

akibat

hambatan

pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus


lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga
mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna
sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis
sinus lateralis.
Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang
serius lainnya. Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda
telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan
tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang
sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi
besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan
meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius,
karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah
dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan
dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula
perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji
ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada
membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui
rongga telinga tengah.
F. PENATALAKSANAAN.
Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 - 83 : Terapinya sering
lama dan harus berulang-ulang karena :
Adanya perforasi membran timpani yang permanen

Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus

paranasal,
Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga

mastoid
Gizi dan kebersihan yang kurang.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau

dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka


diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5
hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan
memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan
kartikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang
dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang bersifat
ototoksik.
Oleh sebab itu dianjurkan

agar obat tetes telinga jangan

diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada
OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari
golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap
penisilin), sebelum tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai
karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan
ampisilin asam klavulanat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah
diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti
atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi
secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang
lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap
ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus
diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan,
misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.
Prinsip terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan, yaitu
mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi
yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa
timpanopplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah
merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila
terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses

sebaiknya

dilakukan

tersendiri

sebelum

kemudian

dilakukan

mastoidektomi.
PENATALAKSANAAN
Gejala dan Tanda Klinis Otitis Media Supuratif Kronis
OMSK Tipe tubotimpani Gejalanya berupa sekret mukoid yang
tidak terlalu berbau busuk , ketika pertama kali ditemukan bau
busuk

mungkin

ada

tetapi

dengan

pembersihan

dan

penggunaan antibiotik lokal biasanya cepat menghilang, sekret


mukoid

dapat

konstan

atau

intermitten.

Gangguan

pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan


derajat

ketulian

tergantung

beratnya

kerusakan

tulang

pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada


awal penyakit. Perforasi membran timpani sentral sering
berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan sisa pada
bagian tepinya .
Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada
mukosa

sehingga

Universitas

Sumatera

Utaramembran

mukosa menjadi berbentuk garis . Derajat infeksi membran


mukosa dapat tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadangkadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal
dan

mengarah

pada

meatus

menghalangi

pandangan

membran timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut


diangkat . Sekret terlihat berasal dari rongga timpani dan
orifisium tuba eustachius yang mukoid. Setelah satu atau dua
kali pengobatan local bau busuk berkurang. Cairan mukus
yang tidak terlalu bau datang dari perforasi besar tipe sentral
dengan membran mukosa yang berbentuk garis pada rongga
timpani

merupakan

diagnosa

khas

pada

omsk

tipe

tubatimpani.
G. Pengobatan OMSK Tipe Tubatimpani :
a. OMSK Tipe Tubatimpani Tenang Keadaan ini tidak memerlukan
pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air
jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila
fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi

(miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang


serta gangguan pendengaran.
b. OMSK Tipe Tubatimpani Aktif Keadaan ini harus dilakukan
pembersihan liang telinga dan kavum timpani ( toilet telinga).
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai
untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga
merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme
(Fairbank, 1981)

H. TINDAKAN :
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat
dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau
maligna, antara lain adalah sebagai berikut :
Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan,
dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi
hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi ialah
untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK
tipe benigna dengan perforasi yang menetap. Operasi ini
dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan
ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran
timpani.
Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan
kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak
bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan
operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran.
Menurut Fung 2004, terapi difokuskan kepada penghilangan
gejala dan infeksi. Antibiotik mungkin dikesepkan untuk infeksi
bakteri, terapi antibiotik biasanya untuk jangka panjang, yaitu
melalui pemberian per oral atau tetes telinga jika ada perforasi
membran tympani. Pembedahan untuk mengangkat adenoid
mungkin cocok untuk membuka tuba eustachius. Pembedahan
dengan membuka membrana tymponi (miringotomi) dengan
maksud untuk mengalirkan atau mengeluarkan cairan dari daerah
ditelinga dalam.
Decangestan

atau

antibismin

dapat

digunakan

untuk

membantu mengeluarkan cairan dari tuba eustachius. Pada

operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus


dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan
bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka
dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan
eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk
membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula operasi ini
terpaksa dilalakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12
bulan.
Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach
Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang
dikerjakan pada kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe
benigna dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi
untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa

melakukan

teknik

mastoidektomi

radikal

(tanpa

meruntuhkan dinding posterior ling telinga).


Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum
timpani, dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu
melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan
timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe maligna
belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi
kambuhnya kolesteatoma kembali.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya
infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas :
Konservatif
Operasi
OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan

ini

tidak

memerlukan

pengobatan,

dan

dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk


ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat
bila

menderita

memungkinkan

infeksi

saluran

sebaiknya

nafas

dilakukan

atas.
operasi

Bila

fasilitas

rekonstruksi

(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang


serta gangguan pendengaran.
OMSK BENIGNA AKTIF

Prinsip pengobatan OMSK adalah :


o
o
o

I.

Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.


Pemberian antibiotika : topikal antibiotik ( antimikroba)
sistemik.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan

audiometri

penderita

OMSK

biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai


adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar
dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah.
Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada
penderita

OMSK

ditemukan

tuli

sensorineural

yang

dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala


timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga
menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara
temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada
lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek
kohlea.
Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian
ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung
dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik).
Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan ratarata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi
percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan
skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang
pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal
: -10 dB sampai 26 Db
Tuli ringan
: 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang
: 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat
: 71 dB sampai 90 dB
Tuli total
: lebih dari 90 dB.

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi


konduktif

dan

fungsi

kohlea.

Dengan

menggunakan

audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang


serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang
pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan
pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi
berikut bias membantu :
a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli
konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
b. Kerusakan
rangkaian
tulang-tulang
pendengaran menyebabkan tuli konduktif30-50
dB apabila disertai perforasi.
c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran
dibelakang

membran

yang

masih

utuh

menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.


d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak
peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang,
menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh
penilaian pendengarandengan menggunakan garpu tala dan
test

Barani.

Audiometri

tutur

dengan

maskingadalah

dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli


campur.
2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit
telinga

kronis

nilaidiagnostiknya

terbatas

dibandingkan

dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan


radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak
sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi
tulang,

terutama

pada

daerah

atik

memberi

kesan

kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa


digunakan adalah :
o Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya
pneumatisasi mastoid dariarah lateral dan atas. Foto
ini

berguna

untuk

pembedahan

karena

memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.


Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran
radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk
o

menghindari dura atau sinus lateral.


Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan
anterior

telinga

tengah.

Akantampak

gambaran

tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat


diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
o

struktur-struktur.
Proyeksi
Stenver,

memperlihatkan

gambaran

sepanjang piramid petrosusdan yang lebih jelas


memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum
dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan
antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
o

menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.


Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara
longitudinal

sehingga

dapat

memperlihatkan

kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan


atau

CT

scan

dapat

menggambarkan

kerusakantulang oleh karena kolesteatom, ada atau


tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus
terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.
Keputusan

untuk

melakukan

operasi

jarang

berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada


keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis
terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit
mastoid.
J. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :
Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rinogen)
Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang
Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas
pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani
ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik
yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain

yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustakhius,


infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang
gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping itu
campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan
dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronik berhubungan dengan
hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe
respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
a. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya
didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba
eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui
liang

telinga

luar. Sekret

bervariasi

dari

mukoid

sampai

mukopurulen.
b. Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering
dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai
berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti
vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga

H66.2 CHRONIC ATTICOANTRAL SUPPURATIVE OTITIS MEDIA


Chronic atticoantral disease
A. DEFINISI
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi
tipe ini letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars
flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi
yang berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega,
berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami
nekrotik. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
kuman, yang paling sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan
memicu respon imun lokal sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator
inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom

adalah interleukin-1,interleukin-6, tumor necrosis factor-, dan transforming


growth factor.
Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom
yang bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa
kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta
menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap
tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Kolesteatom
dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:
I.
Kongenital
Kolestatom kongenital terbentuk pada masa embrionik.
Patogenesis kolesteatom kongenital tidak sepenuhnya dimengerti.
Namun ada beberapa teori diantaranya Teed menyatakan bahwa
penebalan epitel ektodermal berkembang bersama-sama dengan
ganglion genikulatum , dari medial sampai ke bagian leher dari tulang
malleus. Kumpulan epitel ini nantinya akan mengalmi involusi menjadi
lapisan lapisan epitel telinga tengah. Jika involusi ini gagal terjadi
maka kumpulan epitel tersebut akan menjadi kolesteatom kongenital.
Pada kolesteatom kongenital ditemukan membran timpani
utuh tanpa tanda-tanda infeksi, lokasi kolesteatom biasanya di kavum
timpani, daerah petrosus mastoid atau di serebelopontin angle.

Gambar 4. Kolesteatom Kongenital

Gambar 5. Kolesteatom kongenital


II.

Didapat
Kolesteatom yang terbentuk setelah anak lahir, dapat dibagi atas:
Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi
membran timpani pada daerah atik atau pars flasida, timbul
akibat adanya proses invaginasi dari membrane timpani
pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga

tengah akibat gangguan tuba.


Secondary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terbentuk setelah terjadi perforasi
membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat
dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir
perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi)
atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani
karena

iritasi

infeksi

yang

berlansung

lama

(teori

metaplasia).

Gambar 6. Kolesteatom didapat


Teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat
implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah
sewaktu operasi, setelah blust injury, pemasangan pipa ventilasi, atau
setelah miringotomi.
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk tempat
pertumbuhan

kuman

(infeksi),

adalahProteus dan Pseudomonas

yang

aeruginosa.

paling

sering

Sebaliknya

infeksi

dapat memicu respon imun local yang mengakibatkan produksi


berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang

diidentifikasi terdapat pada matrix kolesteatom adalah interleukin-1


( IL-1), interleukin-6, tumor necrosis factor alpha, dan transforming
growth factor. Zat- zat ini dapat menstimulasi sel-sel kolesteatom
bersifat hiperproliferatif, destruktif dan mampu berangiogenesis.

B. GEJALA KLINIS :
OMSK Tipe Atikoantral dengan Kolesteatom Sekret pada infeksi
dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna
kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat kepingan-kepingan kecil,
berwarna putih mengkilat. Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul
akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan juga karena hilangnya alat
penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe konduktif
dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi
pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom (Orluh,
2008).
C. PENGOBATAN :
Pengobatan OMSK Tipe Atikoantral Pengobatan yang tepat untuk
OMSK

maligna

adalah

operasi.

Pengobatan

konservatif

dengan

medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan


pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Universitas
Sumatera UtaraAda beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang
dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe tubatimpani
atau tipe atikoantral, antara lain (Soepardi, 2001) :
Mastoidektomi sederhana Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani
yang tidak sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada tindakan ini
dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan
tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
Mastoidektomi radikal Dilakukan pada OMSK tipe atikoantral dengan
infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga
mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik.
Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan
rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut
menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang
semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy) Dilakukan
pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak
kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding

posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk


membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.
Miringoplasti Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang sudah
tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi
membran timpani. Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang
paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1.
Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi
adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada
OMSK tipe tubatimpani dengan perforasi yang menetap.
Timpanoplasti Dikerjakan pada OMSK tipe tubatimpani dengan
kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe tubatimpani yang tidak
bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi
adalah menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani seringkali harus
dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk
rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti
tipe II, III, IV dan V.
Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach
Tympanoplasty) Dikerjakan pada kasus OMSK tipe atikoantral atau
OMSK tipe tubatimpani dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan
operasi

untuk

menyembuhkan

penyakit

serta

memperbaiki

pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa


meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Yang dimaksud dengan
combined approach di sini adalah membersihkan kolesteatom dan
jaringan granulasi di kavum Universitas Sumatera Utaratimpani
melalui dua jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan
melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada
OMSK tipe atikoantral belum disepakati oleh para ahli karena sering
timbul kembali kolesteatoma (Soepardi EA, 2007
Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronis Penyakit ini pada umumnya tidak
memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi. Biasanya
komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe atikoantral seperti
labirinitis, meningitis, abses otak yang dapat menyebabkan kematian.
Kadangkala suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK
tipe tubatimpani pun dapat menyebabkan suatu komplikasi (Nursiah, 2003).

H66.3 OTHER CHRONIC SUPPURATIVE OTITIS MEDIA


Chronic Suppurative otitis media NOS
Otitis eksterna maligna
A. DEFINISI
Otitis Eksterna Maligna (OEM) disebut juga Otitis Eksterna Nekrotikan
atau Osteomielitis dasar tengkorak, merupakan suatu infeksi telinga luar yang
dapat menyebabkan kematian. Kasus OEM pertama kali dilaporkan oleh
Toulmouche (1838). Meltzer dan Kelleman (1959) melaporkan kasus
osteomielitis tulang temporal yang disebabkan oleh P. aeruginosa. Chandler
(1968) adalah orang yang menjelaskan

penyakit

ini

secara

rinci

dan

menyebutnya dengan malignant external otitis. Otitis eksterna ini maligna


karena sifat kliniknya yang agresif, hasil terapi yang jelek dan tingginya
mortality rate pada penderita.
B. Epidemiologi dan patologi
Infeksi telinga ini di mulai dari liang telinga luar dan meluas ke tulang
temporal hingga ke jaringan sekitarnya. Keadaan ini sering didapati pada
pasien usia lanjut dan menderita penyakit diabetes serta pasien dengan
disfungsi imun selular. OEM juga dapat terjadi pada pasien dengan
immunocompromised, seperti AIDS yang melibatkan populasi yang lebih
muda.
Patologi OEM melibatkan otitis eksterna yang berat, nekrosis kartilago
dan tulang dari liang telinga hingga ke struktur sekitarnya yang meluas ke
dasar tengkorak yang mengenai nervus kranial yang lebih rendah. Hal ini
menyebabkan terjadinya lower

cranial

neuropathies,

trombosis

sinus

lateral, sakit kepala yang berat, meningitis dan kematian.


C. Gejala klinis
Penyakit ini dapat membahayakan dan kecurigaan lebih tinggi
ditujukan pada pasien dengan diabetes atau immunocompromised state
atau berumur lanjut. Tanda khas yang dijumpai dari otoskopi pada penyakit
ini adalah otitis eksterna dengan
posteroinferior

liang

telinga

jaringan

luar

granulasi

sepanjang

(pada bonycartilaginous junction)

disertai lower cranial neuropathies (n. VII, IX, X, XI) yang biasanya juga
disertai dengan nyeri pada daerah yang dikenai (otalgia).
Eksudat pada liang telinga dan membran
Terjadinya

paralise

fasialis

dan

sindrom

foramen

timpani Intak

jugularis

(Vernet

syndrome) merupakan tanda prognostik yang buruk.

Benecke membagi

OEM atas 3 stadium, yaitu :


Infeksi terbatas pada jaringan lunak dan kartilago liang
telinga.
Dijumpai keterlibatan jaringan lunak dan erosi tulang

temporal.
Perluasan intrakranial atau erosi di luar tulang temporal.
Patogen penyebab
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen penyebab yang lazim pada
otitis eksterna maligna, meskipun sangat jarang juga dapat dijumpai S.
aureus, Proteus dan Aspergillus.
D. Terapi
Prinsip terapi adalah:
Diagnosis dini pada populasi resiko tinggi.
Pemberian terapi antibiotik intravena jangka panjang.
Pembersihan liang telinga luar (aural toilet)
Pemeriksaan klinis dan scan gallium-67 secara serial untuk menilai

perbaikan.
Kontrol yang ketat terhadap diabetes mellitus dan intervensi bedah.

E. Komplikasi
Komplikasi

OEM

yang

dapat

terjadi

meliputi lower

cranial

neuropathies, meningitis, abses otak dan kematian. Pemeriksaan biopsi


granulasi MAE perlu dilakukan untuk membedakan dengan OEM
dengan keganasan MAE atau osteomielitis karena Aspergillus .
Pemeriksaan

kultur

dan

tes

sensitifitas

dilakukan

untuk

mengetahui kuman penyebab dan menentukan jenis antibiotik


yang tepat.
Pemeriksaan tambahan CT Scan dan MRI dapat melihat
adanya

osteomielitis pada OEM. Gambaran radiologis

yang

didapatkan dari X- foto mastoid yaitu adanya perselubungan air


cell mastoid dan destruksis tulang. Dengan CT Scan akan lebih
teliti lagi untuk mendapatkan gambaran penyebaran OEM pada
tulang.
Sedangkan

MRI

lebih

baik

untuk

melihat

keterlibatan

jaringan lunak sehingga komplikasi intrakranial dapat terdeteksi.


Tapi pada kondisi dini CT Scan tidak dapat mendeteksi adanya
abnormalitas. Gallium- 67 scans dapat mendeteksi OEM dini dan
dapat digunakan untuk mengevaluasi resolusi OEM.
F. Pemeriksaan

technitium

bone

scans

juga

sensitif

untuk

mendeteksi adanya osteomielitis tapi tidak dapat digunakan

untuk mengevaluasi resolusi OEM. Pada kasus ini dari CT Scan


didapatkan

adanya

osteomielitis.

gambaran

Pemeriksaan

mastoiditis

MRI

tidak

tanpa

adanya

didapatkan

adanya

komplikasi intrakrania l.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan standar OEM adalah dengan merawat
inap penderita dan regulasi diabetes. Kombinasi terapi diabetes,
pemberian antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur dan
debridement MAE setiap hari memberikan angka kesembuhan
yang tinggi. Standar terapi antibiotik kombinasi aminoglikosid
dengan penisilin antipseudomonas
intervensi
dengan

primer.
evaluasi

Penggunaan
fungsi

atau sefalosporin untuk

aminoglikosid

renal

mengingat

harus
efek

disertai
samping

nefrotoksik dan ototoksik aminoglikosid.


Karena itulah quinolones baik peroral atau perenteral saat
ini digunakan sebagai alternatif antibiotik dan dari beberapa
penelitian menunjukkan angka keberhasilan yang tinggi. Lama
pemberian antibiotik dapat dievaluasi dengan pemeriksaan serial
gallium scans periodik interval 4 minggu atau dengan melihat
kondisi

klinis

pemberian

penderita.

antibiotik

Beberapa

selama

6-8

literatur

minggu

menganjurkan

untuk

mencegah

kekambuhan.
Penatalaksanaan standar OEM adalah dengan merawat
inap penderita dan regulasi diabetes. Kombinasi terapi diabetes,
pemberian antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur dan
debridement MAE setiap hari memberikan angka kesembuhan
yang tinggi. Standar terapi antibiotik kombinasi aminoglikosid
dengan penisilin antipseudomonas
intervensi
dengan

primer.
evaluasi

nefrotoksik
quinolones
sebagai

dan

Penggunaan
fungsi

aminoglikosid

renal

ototoksik

atau sefalosporin untuk


mengingat

aminoglikosid.

harus
efek

disertai
samping

Karena

itulah

baik peroral atau perenteral saat ini digunakan

alternatif

antibiotik

dan

dari

beberapa

penelitian

menunjukkan angka keberhasilan yang tinggi. Lama pemberian


antibiotik dapat dievaluasi dengan pemeriksaan serial gallium
scans periodik interval 4 minggu atau dengan melihat kondisi

klinis penderita . Beberapa literatur menganjurkan pemberian


antibiotik selama 6-8 minggu untuk mencegah kekambuhan .
Pada kasus ini diberikan Siprofloksasin, Metronidazol dan
Tetrasiklin

sesuai

dengan

hasil

kultur

Evaluasi

kesembuhan dilihat dari perkembangan klinis dan

keluhan yang lebih baik.


Penatalaksaan
pembedahan
diperlukan

dalam

kondisi

mastoidektomi dengan

dan

tes

sensitifitas.

kadang-kadang

penderita

yang

buruk

juga
yaitu

dekompresi N. VII atau petrosektomi

subtotal atau bahkan dilakukan reseksi parsial tulang temporal.


Terapi

oksigen

hiperbarik

juga

digunakan

untuk

terapi

penunjang. 5 Pada kasus ini kondisi pasien baik dan masih


stadium awal sehingga tidak diperlukan tindakan pembedahan.

H66.4 SUPPURATIVE OTITIS MEDIA, UNSPECIFIED


Purulent otitis media NOS
Otitis Media Purulenta Kronis (OMPK) adalah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret kental/purulen yang keluar dari
telinga tengah terus menerus atau hilang timbul,dan gangguan
pendengaran. Sekret yang keluar dapat berupa nanah atau bercampur darah.
(Adam,George L.1997)

H66.9 OTITIS MEDIA, UNSPECIFIED


Otitis media :

NOS
Acute NOS
Otitis media superatif akut
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani
dapat menjadi otitis media supuratif kronik apabila prosesnya sudah
lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi
OMSK, antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak

adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang

rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.


Chronic NOS
Otitis media superatif kronis
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut
congek adalah radang kronik telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat
keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik
terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous,
atau purulen.

H67*

OTITIS MEDIA IN DISEASES CLASSIFIED ELSEWHERE

Bakteri Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut


penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui
isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong
sebagai nonpatogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga
jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae
(40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (1015%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus
pyogenes (group A betahemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram
negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada
anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus
influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai
pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner,
2007).
Virus Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri
atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering
dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus,
atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,
rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi
tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan

efisiensi

obat

antimikroba

dengan

menganggu

mekanisme

farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase


chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay
(ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang
menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).

H67.0* OTITIS MEDIA IN BACTERIAL DISEASE CLASSIFIED ELSEWHERE


Otitis media in:

Scarlet fever (A38 +)


Tuberculosis (A18.6 +)

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian,


65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri

terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai
nonpatogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya.
Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus
pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella
catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti
Streptococcus pyogenes (group A betahemolytic), Staphylococcus aureus, dan
organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak
ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit.
Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme
yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak
(Kerschner, 2007).
A. SCARLET FEVER
B. TUBERCULOSIS
A. DEFINISI
Beberapa penyakit menular pada manusia dan binatang yang
disebabkan oleh spesies Myobacterium dan ditandai dengan pembentukan
turbekel-turbekel dan nekrosis-nekrosis kaseosa pada jaringan-jaringan
B. PENYEBAB
Disebabkan oleh organisme berbentuk batang, Mycobacterium
tuberkulisis. Bakteri itu dapat idup untuk jangka waktu yang lama dalam
keadaan kering karena memiliki sarung sperti lilin.
C. Patologi
Kontak pertama ddengan kuman ini menyebabkan reaksi radang
folikel tuberkular. Ini terdiri dari kuman sel-sel retikulo-endotelial yang
diinfiltrasi

dengan

sel-sel

raksasa

dan

dikelilingi

oleh

limfosit.

Nekrosis (perkijuan) terjadi pada pusat folikel. Penyatuan daari folikel-folikel


seperti benjolan kecil, yang merupakan gambaran khas tuberkel, dari mana
nam apenyakit ini di ambil.
TUBERKULOSIS PRIMER
Ini adalah reaksi yang terlihat pada seseorang yang sebelumnya tidak
pernah kontak dengan kuman itu. Di paru-paru, bentuk lesi primer terdapat
tepat dibawah pleura. Penyebaran limfatik membuat kelenjar getah bening
regional

terkena

dan

menyebabkan

perkijuan.

Lesi asal tetap tidak tampak. Lesi primer yang diusus, akan menyebabkan hal
yang sama pada kelenjar getah bening regionalnya, yang akan mengalami
perkijuan..
Gambaran klinik

Seringkali tidak berarti walau mungkin terjadi gejala seperti 'flu' atau
menurunnya berat badan. Juga, TBC primer tidak tampak pada foto sinar
tembus abdomen kecuali jika telah terjadi perkapuran. Efusi pleura mungkin
telah terjadi, dan pada anak-anak sering terdapat pembesaran yang cukup
menyolok dari kelenjar getah bening mediastium yang dapat menyebabkan
obstruksi

bronkus.

Nasib dari lesi primer


a. Sembuh, melalui proses fibrosis dan perkapuran. Di paru fokus Ghon
ini (suatu parutdalam lapangan paru, tepat di bawah pleura) dapat
dilihat pada foto sinar tembus. Ini adalah paling sering terjadi.
b. Terjadi bronkopneumonia tuberkulosa, jika suatu folikel memecah
masuk ke dalam suatu bronkus, dan menyebabkan infeksi pada
bagian lain dari paru. Timbul demam, keluar banyak keringat dan
batuk. Sebelum ada onat antituberkulosis yang efektif, keadaan ini
biasnya fatal. Dahaknya menyevbarluaskan penyakit.
c. Terjadi tuberkulosis miliar yang disebabkan oleh isi sebuah folikel
masuk kedalam pembuluh darah. Dengan demikian kuman menyebar
keseluruh tubuh. Timbul turbekel-turbekel kecil yang multipel,
menyerupai biji jawawut. Jika mengenai otak, terjadilah miningitis
tuberkulosis. Dahulu tuberkulosis miliar juga fatal.
d. Menjadi tuberkulosis soliter yang juga karena penyebarluasan oleh
darah, tetapi hanya sedikit kuman yang terlibat. Terjadi lesi soliter
yang jauh letaknya dan pembedahn merupakan satu-satunya
pengobatan. Misalnya tuberkulosis tulang atua tuberkulosis ginjal.
TUBERKULOSIS PASCA PRIMER
Setelah pernah terinfeksi sekali, kontak berikutnya dengan
tuberkulosis, menyebabkan reaksi yang berbeda yang disebabkan karena
reaksi alergi maupaun reaksi imun. Alergi terhadap protein yang terdapat
didalam sarungkukan, berkembang kira-kira 6 minggu setelah infeksi primer.
Infeksi dikemudian hari dengan tuberkulosis atau pada pecahnya suatu lesi
primer yang telah menyembuh (misalnya setelah suatu pengobatan jangka
lama dengan steroid) akan menghasilkan suatu lesi yang berbeda.
Gambaran klinik

Bertambahnya frekuensi denyet nadi, kehilangan berat badan dan


demam (sering pasien berkringat pada malam hari). Kemudaian timbul batukbatuk dan sesak napas. Foto sinar tembus dada memperlihatkan bayangan
pada apeks paru yang disebabkan adanya kavitasi. Jika kavitasi merusak
pembuluh

darah,

maka

timbulah

batuk

darah.

Nasib dari lesi pasca primer


Dapat sembuh.
Dapat menyebar secara lokal dengan menimbulkan kavitasi dan
pengkijuan
Jarang-jarang dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan
tuberkulosis miliar.
D. Pengobatan
Ada kemoterapi yang efektif, tetapi yang menjadi masalah adalah bila
pasien merasa gagal minum obat. Obat-obat yang berguna adalah PAS
(para-amino-salicylic

acid),

isoniazid

(isonoacotinic

acid

hydrazide),

rifampicin, etambutol dan ethionamide.


H67.1* OTITIS MEDIA IN VIRAL DISEASE CLASSIFIED ELSEWHERE
Otitis media in:
INFLUENZA (J09-J11 +)
MEASLES (B05.3 +)
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada
anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus
(sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau
enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius,
menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat
antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007).
Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific
enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan
telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).

H67.8* OTITIS MEDIA IN OTHER DISEASE CLASSIFIED ELSEWHERE

Otomikosis
A. DEFINISI
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di
daerah

tersebut.

Yang

tersering

ialah

jamur Pityosporum,

Aspergilus

niger, Actinomises kadang-kadang juga Kandida albicans.


B. GEJALA KLINIS :
Gejalanya biasanya berupa rasa gatal yang dominan dan rasa penuh di liang
telinga, dan sedikit nyeri, tetapi sering pula tanpa keluhan. Pada pemeriksaan
tampak filament jamur berwarna keputihan. Seringkali terjadi infeksi jamur oleh
karena trauma akibat mengorek telinga.
C. TERAPI
Pengobatannya dengan membersihkan liang telinga. Dapat diberikan larutan
asam asetat 2-5% dalam alkohol, larutan povidon iodin 5% yang diteteskan ke
telinga atau tetes telinga yang mengandung antibiotik dan steroid yang diteteskan ke
liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadang-kadang diperlukan juga obat
anti-jamur (sebagai salep) yang diberikan secara topikal yang mengandung nistatin
atau klotrimazol.
D. KOMPLIKASI :
Komplikasi dari otomikosis dapat berupa perforasi membran timpani, otitis
media serosa dan osteitis meatus akustikus eksternus. Perforasi membran timpani
terjadi akibat terbentuknya trombosis mikotik pada pembuluh darah membran timpani
sehingga menyebabkan nekrosis pada pembuluh darah.

H70 Mastoiditis and related conditions


1. Pengertian
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga
tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala proses
peradangan pada sel- selmastoid yang terletak pada tulang temporal. Mastoiditis adalah
inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati
dapat terjadi osteomielitis.( Brunner dan Suddarth, 2000).
Mastoiditis yaitu peradangan pada tulang mastoid yaitu tulang yang terletak di belakang dan
bawah telinga (Boles 1997)
Mastoiditis yaitu peradangan pada tulang mastoid biasanya berasal dari cavum timpany
yang umumnya merupakan komplikasi dari otitis media yang tidak baik (RSUD dr Soetomo,
1994)
Jadi dapat di simpulkan mastoiditis yaitu suatu peradangan pada telinga tengah yang
merupakan komplikasi dari otitis media supurative chronis
2. Anatomi dan Fisiologi
2.1 Anatomi
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam.
Dalam perkembangannya telinga dalam merupakan organ yang pertama kali terbentuk
mencapai konfingurasi dan ukuran dewasa pada trimester pertengahan kehamilan.
Sedangkan telinga tengah dan luar belum terbentuk sempurna saat kelahiran, akan tumbuh
terus dan berubah bentuk sampai pubertas. Secara embriologi telinga luar dan tengah
berasal dari celah brankial pertama dan kedua, sedangkan telinga dalam berasal dari
plakoda otik. Sehingga suaru bagian dapat mengalami kelainan, sementara bagian lain
berkembang normal. Pada kebanyakan kasus telinga luar dan tengah mengalami kelainan
kongenital bersama-sama, sedangkan koklea berkembang normal. Hal ini memungkinkan
rehabilitasi pendengaran pada kebanyakan kelainan telinga kongenital.

2.2 Fisiologi
1.

Telinga bagian luar (Auris Eksterna)


b.

Aurikula (Daun Telinga)

Menampang gelombang suara yang datang dari luar masuk ke dalam telinga.
c.

Meatus Akustikus Eksterna


Saluran penghubung aurikula dengan membran timpani, panjangnya 2,5
cm terdiri dari tulang rawan dan tulang keras. Saluran ini mengandung
rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat khususnya menghasilkan
sekret sekre berbentuk serum.

d.

Membrane Timpani
Antara telinga luar dan telinga tengah terdapat selaput gendang telinga yang
disebut membrane timpani

2.

Telinga Bagian Tengah (Auris Media)

a.

Cavum Timpani
Rongga didalam tulang temporalis terdapat 3 buah tulang pendengaran yang
terdiri dari malius, inkus dan stapes yang melekat pada bagian dalam
membrane timpani dan bagian dasar tulang Stapes membuka pada fenestra
ovalise.

b.

Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian samping
dari cavum timpani. Antrum timpani dilapisi oleh mukosa merupakan lanjutan
dari lapisan mukosa cavum timpani, rongga ini berhubungan dengan
beberapa rongga kecil yang disebul sellula mastoid yang terdapat dibelakang
bawah antrum didalam tulang temporalis dan andanya hubungan ini dapat
mengakibatkan menjalarnya proses radang.

c.

Tuba Auditiva Eaustaki


Saluran tulang rawan yang panjangnya 3,7 cm berjalan miring ke bawah
agak ke depan, dilapisi oleh lapisan mukosa.

3.

Telinga bagian dalam (Auris Interna)


Serangkaian saluran bawah dikelilingi oleh cairan dinamakan perilimfe.

a.

Vestibulum

Bagian tengah labirintus osseous pada vestibulum ini membuka fenestra


ovale dan venestra rotundum dan pad abagian belakang atas menerima
muara canalis semnisirkularis
b.

Cochlea
Berbentuk seperti rumah siput, pada cochlea ini ada 3 pintu yang

menghubungkan cochlea dengan vestibullum, cavum timpani dan canalis cochlearis.


c.

Labirintus Membranosus

1.

Utrichulus
Bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gepeng terpaut pada tempatnya

oleh jaringan ikat, disini terdapat saraf (nervus akustikus) pada bagian depan dan
sampingnya ada daerah yang lonjong disebut makula akustica utricula
2.

Sachulus

3.

Duktus Semi Sirkularis

4.

Duktus Cochlearis
INCLUDEPICTURE

"http://www.nebraskamed.com/app_files/images/staywell/125921.jpg"

\*

MERGEFORMATINET

3. Patofisiologi
Penyakit mastoiditis pada umumnya diawali dengan otitis media yang tidak ditangani
dengan baik. Biasanya otitis terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut infeksi dan nanah
menggumpal disel-sel udara mastoid
Mastoiditis kronik dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma yang merupakan
pertumbuhan kulit ke dalam (epitelskuamosa) dari lapisan luar membran timpani ke tengah.
Kulit dari membran timpani lateral membentuk kantung luar yang akan berisi kulit yang telah
rusak dan baha sebaseur. Kantung dapat melekat kestruktur telinga tengah dan mastoid.
Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralisisnervus

fasialis. Kehilangan pendengaran sensori neural dan atau gangguan keseimbangan (akibat
erusi telinga dalam) dan absesotak .
Mastoiditis terjadi sebagai lanjutan dari otitis media supuratik kronik, peradangan dari
rongga telinga tengah menjalar ke tulang mastoid melalui saluran aditus adantrum.
Mastoiditis dibagi menjadi 2 macam, yaitu bentuk jinak (benigna) dan bentuk ganas
(maligna). Pada

bentuk

maligna

peradangan

berlanjut

ke

dalam tulang tengkorak

(intrakranial) sehingga dapat terjadi meningitis, absissubdural, abses otak, tromboflebitis


sinus, lateralis, serta mungkin juga terjadi hidrosefalus
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang
menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini berkaitan dengan virulensi
dari organisme penyebab. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan penyebab
otitis media akut yaitu streptococcus hemlytiens, pneumococcus, sthapilococcus aureus
lalbus, streptococcusviridans.

4. Manifestasi klinik
Menurut George (1997: 106) manifestasi klinis pada penderita mastoiditis antara lain:
1. Demam biasanya hilang dan timbul.
2. Nyeri cenderung menetap dan berdenyut, terletak di sekitar dan di dalam telinga,
dan mengalami nyeri tekan pada mastoid.
3. Gangguan pendengaran sampai dengan kehilangan pendengaran.
4. Membran timpani menonjol berisi kulit yang telah rusak dan bahas sebaseus
(lemak).
5. Dinding posterior kanalis menggantung.
6. Pembengkakan postaurikula.
7. Temuan radiologis yaitu adanya apasifikasi pada sel-sel udara mastoid oleh
cairan dan hilangnya trabukulasi normal sel-sel tersebut.
8. Keluarnya cairan yang melimpah melalui liang telinga dan berbau
4 THERAPHY+OBAT
a. Infus RL 20 tts/mnt.

b. Klindamycin 3x300 mg.


c. Mefenamat acid 3x500 mg k/p

5.

Penatalaksanaan

A.

Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis klien dengan mastoiditis antara lain:
1.

Pemberian antibiotik sistemik


Diberikan beberapa minggu sebelum operasi dapat mengurangi atau
menghentikan supurasi aktif dan memperbaiki hasil pembedahan.

2.
a.

Pembedahan
Timponoplasti
Adalah rekonstruksi bedah pada mekanisme pendengaran ditelinga tengah,

dengan memperbaiki membrana tympanica melindungi finestra cochlease dari


tekanan suara. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menyelamatkan dan
memulihkan pendengaran, dengan congkok membran timpani dengan rekonstruksi
telinga tengah. Sedangkan tujuan skundernya adalah untuk mempertahankan atau
memperbaiki pendengaran (timpanoplasti) bilamana mungkin. Terdapat berbagai
teknik timpanoplasti yang berbeda yaitu pencangkokan (kulit, fasia, membran timpani
homolog) dan rekonstruksi (osikula homolog, kartilago dan aloplastik).

b.

Mastoidektomi

Adalah pembedahan pada tulang mastoid. Tujuan dilakukan mastoidektomi adalah


untuk menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan telinga yang kering dan aman.

B.

Penatalaksanaan Keparawatan

Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan mastoiditis antara lain:


1. Perawatan Pre-operasi
Perawat mengajarkan secara khusus pada klien yang dijatwalkan untuk menjalani
tympanoplasty.
2. Perawat post operasi
Rendaman antiseptik gauze (an antiseptic-soaked gauze) seperti lodoform gauze
(nauga-uze) dimalut dalam kanal audiotori.
3. Terapi konservatif
Yaitu menasehati unuk menjaga telinga agar tetap kering serta membersihkan
telinga dengan penghisap secara berhati-hati ditempat praktek.
4. Pemberian bubuk atau obat tetes yang biasanya mengandung antibiotik dan
steroid.
C.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah
2.

Foto Mastoid

3.

Kultur Bakteri Telinga

4.

MRI

5.

CT Scant

6.

Radiologi

7.

Tympanocintesis & myringotomi

H 70.0 Acute mastoiditis


1. Pengertian
Mastoidi tis akut akut mer upakan mer upakan komplikasi dari
supuratif akut

otitis media

Mastoiditis akut dapat berhubungan dengan periostitis , osteitis atau dapat menjadi
kronik
INCLUDEPICTURE

"http://t3.gstatic.com/images?

q=tbn:ANd9GcQ0DzrrblQRwwvA6wH2Tcymr2iZv8H_JCdx9gfUIMDK5HNS72P-"

\*

MERGEFORMATINET

2. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit mastoiditis akut adalah penderita yang pernah
mengalami penyakit otitis media akut yang belum diobati sepenuhnya secara
tuntas dan menyeluruh menyebar dari telinga tengah ke tulang prosesus
mastoideus atau tulang disekitar telinga penderita.

3. Gejala
Biasanya gejala muncul dalam waktu 2 minggu atau lebih setelah otitis media
akut, dimana penyebaran infeksi telah merusak bagian dalam dari prosesus
mastoideus.
Di dalam tulang juga bisa terbentuk abses (penimbunan nanah). Kulit yang
melapisi prosesus mastoideus menjadi merah, membengkak dan nyeri bila
ditekan. Daun telinga terdorong ke samping dan ke bawah.

Gejala lainnya adalah demam, nyeri di sekitar dan di dalam telinga serta
keluarnya cairan kental dari telinga. Nyeri cenderung menetap dan berdenyut.
Terjadi ketulian yang berkembang secara progresif. Jika tidak diobati bisa terjadi
ketulian, sepsis, meningitis, abses otak atau kematian.
4. Theraphy dan Obat
Pengobatan biasanya diawali dengan pemberian suntikan antibiotik lalu
disambung dengan antibiotik per-oral (melalui mulut), minimal selama 2 minggu.
5. Tindakan
Jika

pemberian

antibiotik

tidak

dilakukan mastoidektomi(pengangkatan

berhasil
sebagian

mengatasi
tulang

dan

keadaan

ini,

pembuangan

nanah).

H70.1 Chronic mastoiditis


1. Pengertian
Mastoiditis Mastoiditis kronik kronik terjadi terjadi akibat akibat penggunaan
penggunaan antibiotik antibiotik spektrum spektrum luas yang tidak adekuat untuk
mengobati penyakit telinga tengah. Pseudomonas dan Staphylococcus aureus
ditemukan pada mastoiditis kronik.

ada gambar sebelah kiri tampak pneumatisasi mastoid yang normal pada sisi kiri
sedangkan pada gambar sebelah kanan tampak mastoiditis akut di bagian kanan
yang menunjukan gambaran berawan pada sel yang terkena.
2. Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. Antibiotik: gentamycin, chloramphenicol atau metronidazole
c. Mastoidektomi

H70.2 Petrositis
Yaitu peradangan pada tulang petrosa. Petrosa itu sendiri terdapat di Hampir sepertiga
tulang temporal memiliki sel-sel udara dalam apeks petrosa. Sel-sel ini menjadi terinfeksi
melalui perluasan langsung dari infeksi telinga tengah dan mastoid. Terdapat beberapa cara
penyebaran infeksi dari telingah tengah ke os.petrosa. yang sering adalah penyebaran
langsung ke sel-sel udara tersebut. Infeksi dapat menyebar ke apeks petrosa dan
melibatkan nervus cranial VI. Petrosis merupakan salah satu komplikasi persisten setelah
mastoidektomi kortikal atau radikal yang tidak adekuat sebelumnya.

1,3,7,8

Manifestasi klinis 2 :
Petrosis terdiri dari trias gejala yang disebut Gradenigos sindrom yang terdiri dari :
1.

Diplopia dari kelemahan rektus lateralis

2.

Nyeri reto-orbital (karena melibatkan divisi oftalmika nervus trigeminus)

3.

Otore yang persisten

Pemeriksaan
CT Scan merupakan alat diagnostik

Pengobatan :
1.Pemberian antibiotik untuk mencegah komplikasi intracranial.
2.Eksplorasi mastoid dengan drainase di sel apical
H70.8 Other mastoiditis and related conditions
Radang pada mastoid dan kondisi lain yang berhubungan dengan penyakit tersebut
H70.9 Other mastoiditis, unspecified
Keadaan lain pada radang mastoid yang tidak dijelaskan
H71 Cholesteatoma of middle ear
1. Definisi
Kolesteatoma dapat digambarkan secara umum dengan adanya kantung epitel
skuamosa yang terisi debris keratin dalam telinga tengah. Terdapat 2 tipe
kolesteatoma yang dikenal :
a. Kolesteatoma kongenital:
Adalah kista epitel yang timbul didalam salah satu tulang kepala (biasanya tulang
temporal) tanpa adanya kontak dengan dunia luar.Dapat tumbuh di tulang temporal
bagian dalam atau skuama. Disebutkan jumlahnya meningkat dalam ruang mastoid
atau atik.

b. Kolesteatoma didapat atau akuisita :


Kolesteatoma didapat primer. Jenis ini berkembang sebagai kelanjutan dari perforasi
membran timpani pars flasida. Mula mula mengisi ruang prussak, kemudian dapat
membesar sehingga memenuhi atik, antrum mastoid dan sebagian telinga tengah.
Kolesteatoma didapat sekunder. Merupakan kelanjutan dari otitis atelektasis, bila
terjadi retraksi membran yang atrofi mengakibatkan kantung berisi debris keratin
disertai destruksi tulang yang lebih lanjut. Biasa dijumpai adanya granulasi pada tepi
posterior superior tepat di lateral anulus. Bila penyakit telah mencapai tingkat ini,
biasanya terjadi infeksi dengan cairan yang keluar terus menerus.
INCLUDEPICTURE
"https://secondking.files.wordpress.com/2009/06/kolesteatom1.jpg?w=510&h=345" \*
MERGEFORMATINET

2. Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah terdiri dari :
.2.1 Membran timpani
Terdiri dari :
a. Pars flacida (Sharpnells membran) terdiri dari stratum korneum dan stratum
mukosum.
b. Pars tensa terdiri dari stratum korneum, stratum mukosum dan stratum fibrosum.
.2.2 Cavum timpani
a. Bentuk kubus ireguler dengan volume 0,25 cc
b. Berhubungan dengan nasofaring melalui tuba auditiva dengan antrum mastoidea
melalui aditus ad antrum.
c. Pembagian : epitimpani, mesotimpani, hipotimpani
d. Isi cavum timpani (visera timpani)
1. Tulang pendgran makus, incus, stapes
2. Ligamen : malei lateral, malei superior, inkudis posterior
3. Tendo : tensor timpani, stapedius
4. Saraf : korda timpani cabang N VII, N. stapedius

.2.3 Tuba Auditiva Eustachii


Merupakan penghubung antara cavum timpani dan nasofaring terdiri dari :
a. Pars osseus : 1/3 lateral (12 mm) dan selalu terbuka.
b. Pars kartilaginosa : 2/3 medial dan selalu tertutup.
2.4 Mastoid
Dibentuk oleh pars squamosa dan pars petrosus.

3. Etiologi
Etiologi dan patogenesis kolesteatoma belum diketahui dengan jelas. Dua teori yang sering
digunakan adalah kegagalan involusi penebalan epitel ektodermal yang terjadi pada masa
perkembangan fetus pada bagian proksimal ganglion genikulatum, serta teori terjadinya
metaplasi mukosa telinga tengah.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kolesteatoma pada anak dan dewasa adalah sama yaitu dengan
pengangkatan atau operasi segera setelah diagnosis ditegakkan. Perawatan awal
kolesteatoma membersihkan telinga, pemberian antibiotik, dan tetes telinga dengan tujuan
untuk menghentikan drainage di dalam telinga (pengendalian infeksi), serta evaluasi
pertumbuhan kolesteatoma. Pendekatan yang digunakan pada garis besarnya digolongkan
dalam Canal-Wall Up dan Canal-Wall down. Tujuan operasi adalah mengeliminer atau
menghentikan proses penyakit dan mencegah kambuhnya kembali, yang diantaranya
disebabkan oleh masih tertinggalnya kolesteatoma waktu pengangkatan. Faktor lain yang
perlu

diperhatikan

adalah

faktor-faktor

kronik

yang

dapat

mengganggu

proses

penyembuhan seperti adanya polip, jaringan granulasi, fungsi tuba yang jelek7.

H72 Perforation of Tympanic Membrane


Perforasi Membran Timpani
1. Definisi
Perforasi

atau

hilangnya

sebagian

jaringan

dari

membrane

timpani

yang

menyebabkan hilanggnya sebagian atau seluruh fungsi dari membrane timpani.


Membran timpani adalah organ pada telinga yang berbentuk seperti diafragma,
tembus pandang dan fleksibel sesuai dengan fungsinya yang menghantarkan energy
berupa suara dan dihantarkan melalui saraf pendengaran berupa getaran dan
impuls-impuls ke otak. Perforasi dapat disebabkan oleh berbagai kejadian, seperti
infeksi, trauma fisik atau pengobatan sebelumnya yang diberikan.

2. Gejala

Beberapa gejala klinis yang timbul pada perforasi membran timpani adalah

Penurunan pendengaran

Sensasi mendengar suara siulan saat meniup telinga atau bersin

Cairan yang keluar dari telinga dapat terus menerus

Tanda-tanda infeksi telinga tengah (demam, nyeri, telinga berdenging)

Hilangnya fungsi pendengaran (test pendengaran), hal ini menentukan apakah


penderita membutuhkan alat bantuan pendengaran atau tidak.
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan biasanya adalah, Otoskopi, timpanometri, Test
pendengaran (swabach, webber, dan rinne)

3. Etiologi
Penyebab tersering dari perforasi membrane timpani adalah infeksi sebelumnya.
Infeksi akut pada telinga tengah seringkali menyebabkan terjadinya kurangnya suplai
darah ke membrane timpani yang seringkali berjalan dengan peningkatan tekanan
pada telinga dalam, hal ini mengakibatkan robeknya atau hilangnya jaringan
membrane timpani, yang biasanya diikuti dengan rasa nyeri. Jika robeknya
membrane timpani tidak menyembuh maka akan terjadi hubungan antara telinga
tengah dan telinga luar, yang seringkali menyebabkan infeksi yang berulang dan
resistensi terhadap antibiotic yang digunakan berulang kali. Komplikasi yang paling
ditakutkan adalah jika infekti telah menyebar kedalam kepala sehingga menimbulkan
infeksi di kepala. Penyebab lain dari perforasi adalah trauma fisik dari telinga, yang
tersering adalah pukulan yang keras kearah telinga dalam, tenaga yang timbul dapat
memecahkan atau merobek membran timpani. Beberapa trauma yang lain adalah,
perubahan tekanan pada telinga yang berubah secara mendadak, pada contohnya
sering pada penyelam, yang didahului dengan gangguan pada saluran telinga dan
mulut, peradangan ataupun infeksi.

4. Tatalaksana
Terapi pengobatan pada perforasi membrane timpani ditujukan untuk mengendalikan
infeksi pada telinga tengah. Mengingat juga penyebab dari perforasi yang
disebabkan

pengobatan

sebelumnya.

Penggunaan

anti

bacterial

sebaiknya

digunakan jika hasil kultur dan resistensi sudah didapatkan. Beberapa pengobatan
invasive adalah, kauterisasi pada ujung membrane timpani. Penyumbatan pada
lubang baik dengan lemak atau bahan sintetis yang tidak menimbulkan reaksi tubuh
penerima (timpanoplasty). Pengobatan yang terakhir ini memiliki tingkat keberhasilan
80 hingga 90 % tergantung dari besarnya perforasi maupun komplikasi yang timbul.

H72.0 Central Perforation of Tympanic membrane


Perforasi sentral (sub total). Letak perforasi di sentral dan pars tensa membran timpani.
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadangkadang sub total. Seluruh tepi perforasi masih mengandung sisa membran timpan
H72.1 Attic Perforation of Tympanic membrane
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma

H72.2 Other Marginal Perforation of Tympanic membrane


Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi
marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir
postero-superior berhubungan dengan kolesteatom
H72.8 Other Perforation of Tympanic membrane
Perforasi lain yang terdapat pada membran timpani
H72.9 Perforation of Tympanic membrane, unspecified
Perforasi yang terdapat pada membran timpani dan tidak dijelaskan
H73 Other disorder of tympanic membrane
Gangguan lain pada membran timpani
H73.0 Acute myringitis
1. Definisi
Miringitis bulosa merupakan suatu miringitis akut yang ditandai oleh adanya
pembentukan bulla pada membran timpani. Miringitis bulosa adalah bentuk
perandangan virus yang jarang dalam telinga yang menyertai selesma dan influenza.
2. ETIOLOGI
Etiologi dari miringitis bulosa akut telah ditemukan lebih dari 7 dasawarsa. Chanock
dan Rifkind melaporkan bahwa insiden tertinggi dari miringitis bulosa disebabkan oleh
Mycoplasma pneumoniae. Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Wetmore dan
Abramson, titer untuk Mycoplasma pneumoniae tidak ada perubahan pada stadium akut
dan stadium penyembuhan, dan ditemukan beberapa virus pada saluran pernapasan.
Akut miringitis bulosa dapat juga sebagai akibat dari infeksi seperti Streptococcus
pneumonia, atau infeksi virus seperti influenza, herpes zoster, dan lain-lain.
3. Pemeriksaan

fisis

Pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis miringitis bulosa adalah otoskopi.


Adapaun beberapa temuan yang bisa didapatkan dari pemeriksaan otoskopi pada
pasien
-

miringitis

antara

lain:1

Terdapat tanda-tanda inflamasi pada membran impani, seperti warna membran

terlihat lebih merah, serta tampak mengalami deformasi, dan refleks cahaya
memendek

atau

bahkan

menghilang

sama

sekali.

Karakteristik dari miringitis bulosa adalah adanya bulla pada membran timpani.

Kita harus dapat membedakan antara bulla yang berasal dari membran timpani dan
bula yang berasal dari saluran telinga luar. Bulla ini dapat pecah dan menimbulkan
perdarahan
-

Pada

pada
beberapa

kasus

membran

dapat

ditemukan

nyeri

timpani.
ketika

pinna

ditarik.

Pneumatik otoskopi, dengan pemeriksaan ini kita dapat menentukan apakah

miringitis

bulosa

sudah

menyebabkan

perforasi.

Pemeriksaan

lain:1

Pada

pemeriksaan

kelenjar,

terdapat

Pada

pemeriksaan

pendengaran

dapat

limfadenopati
ditemukan

servikal
adanya

posterior.
penurunan

pendengaran.
-

Tympanometri: pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan bukti adanya cairan

di belakang membran timpani. Sehingga kita dapat mengetahui adanya otitis media
yang
-

menyertai

miringitis

bulosa.

Tympanoparasintesis: pemeriksaan ini dilakukan untuk kultur dan identifikasi

agen penyebab miringitis bulosa.


INCLUDEPICTURE "http://1.bp.blogspot.com/DwY6zvUXDlU/TrxYuI7cT9I/AAAAAAAAC_Q/_FYPhZIuvOk/s320/New+Picture+

%285%29.png" \* MERGEFORMATINET
Gambar 5. Sebuah bula besar yang berisis cairan serosa pada permukaan superfisial
membran timpani kanan pada regio umbo
Diambil dari kepustakaan 11
INCLUDEPICTURE
"http://3.bp.blogspot.com/-

BuZ7zJGQJTQ/TrxYWYiG3OI/AAAAAAAAC_I/x
4ltMd74eng/s320/New+Picture+
%284%29.png" \* MERGEFORMATINET

Gambar 6. Miringitis bulosa pada telinga kanan


Diambil dari kepustakaan 12

H73.1 Myringitis Chronic


Yaitu radang pada membrane tympani yang terjadi secara menahun atau status riwayat
penyakit yang telah berlangsung lama pengobatan yang dilakukan pun membutuhkan waktu
yang panjang. Ada berminggu minggu berbulan bulan bahkan ada yang diderita seumur
hidup. Salah satu contoh penyakit kronis adalah asma. Tetapi Sebagian penyakit
akut mempunyai peluang untuk menjadi kronis.

H73.8 Other specified disorders of tympanic membrane

Jenis Gangguan Pada Telinga (Tinitus & Vertigo)


Tinitus adalah gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa
ada rangsangan bunyi dari luar. Keluhan ini bisa berupa bunyi mendengung, mendenging,
menderu, atau mendesis. Frekuensi tinitus bisa berlangsung secara terus-menerus atau
hilang timbul. Tinitus tidak membuat penderita menjadi sakit secara langsung, tetapi sangat
mengganggu dan tidak menyenangkan. Akhirnya, bisa berdampak pada kondisi psikis dan
fisik yang selanjutnya bisa menurunkan produktivitas penderitanya, apalagi jika tinitus
berkembang

menjadi

ketulian.

Tinitus biasanya diderita oleh para pekerja di tempat-tempat bising, seperti mereka yang
berprofesi sebagai musisi khususnya heavy metal, ahli mesin (mesin turbin, mesin diesel,
atau mesin percetakan), dan para pekerja industri. Sebuah studi menyebutkan bahwa di
Amerika Serikat terdapat 40-50 juta penderita gangguan pada telinga dikaitkan dengan
tinitus.
Tinitus dibedakan menjadi dua jenis, yakni tinitus objektif dan tinitus subjektif. Tinitus objektif
terjadi jika suara juga bisa didengar oleh pemeriksa atau dengan auskultasi di sekitar
telinga. Tinitus jenis ini berasal dari transmisi vibrasi (getaran) sistem muskuler atau
kardiovaskuler di sekitar telinga, misalnya gangguan vaskuler berupa aneurisma,
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), dan tumor karotis; gangguan mekanis berupa
tuba eustachius terbuka sehingga ketika bernapas membran timpani bergerak dan terjadi
tinitus; atau karena kejang klonus otot tensor timpani, otot stapedius, dan otot palatum.
Sementara itu, tinitus subjektif terjadi jika suara hanya dapat didengar oleh pasien sendiri.
Biasanya disebabkan proses iritatif atau degeneratif traktus auditorius dari sel-sel rambut
getar koklea sampai pusat saraf pendengaran. Misalnya, karena intoksikasi obat dan
hipertensi endolimfatik seperti penyakit meniere.
Tinitus bisa terjadi dalam berbagai intensitas, yakni tinitus nada rendah dan nada tinggi.
Pada tinitus nada rendah akan terdengar suara bergemuruh. Biasanya tinitus jenis ini
dikarenakan gangguan konduksi, seperti sumbatan liang telinga karena serumen (kotoran
telinga), tumor, radang telinga tengah, dan otoskierosis. Jika disertai peradangan, tinitus
akan berasa berdenyut (pulsasi). Jika terjadi tinitus yang berdenyut tanpa disertai gangguan
pendengaran bisa jadi merupakan gejala dini pada tumor glomus jugulare.
Pada tinitus nada tinggi akan terdengar suara berdenging. lni biasanya terjadi pada tuli
sensorineural yang bisa terjadi secara terus-menerus atau hilang timbul. Jenis ini biasanya
terjadi pada intoksikasi obat (salisilat, kina, streptomicin, garamicin, digitalis, dan kanamicin);
hipertensi endolimfatik (penyakit meniere); gangguan pada vaskuler koklea terminal yang

terjadi pada pasien yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang
menstruasi, hipometabolisme, dan saat hamil. Gangguan itu akan hilang jika keadaan sudah
kembali normal.
Pada dasarnya, tinitus bukan penyakit, tetapi gejala adanya masalah lainnya. Beberapa hal
yang bisa menimbulkan tinitus antara lain penyumbatan saluran atau liang telinga oleh
rumah Jilin, alergi makanan tertentu atau alergi lain, reaksi terhadap obat-obatan kimia
tertentu, infeksi telinga tengah (radang kronis), ketidak-beresan saluran darah di otak,
ketidaknormalan saraf auditori (karena rentan terhadap suara keras), diabetes mellitus,
kolesterol tinggi, pilek, hipertensi, tumor otak, susah tidur, serta vertigo.
Pada penderita diabetes mellitus atau kadar gula darah yang tinggi dan kadar koleseterol
yang tinggi, biasanya aliran darah mampat atau peredaran darah terhambat. Akibatnya,
telinga menjadi berdengung (tinitus), bahkan karena terlalu beratnya bisa menjadi tuli.
Ketika kadar darah seseorang meningkat atau disebut dengan darah tinggi (hipertensi) bisa
dipicu karena minum obat kimia secara rutin dan dalam jangka waktu yang panjang, atau
karena menderita gangguan penyakit tertentu sehingga memerlukan obat kimia untuk
jangka waktu yang panjang. Pemakaian obat yang terlalu lama akan mengganggu fungsi
ginjal dan akhirnya menimbulkan tinitus, sehingga jika pemakaian Gangguan pada telinga
juga terkait dengan gangguan pada telinga, hidung, dan tenggorok (THT). Biasanya orang
yang sering terserang pilek atau disebut dengan gangguan sinusitis akan disertai dengan
gangguan pada telinga. Selain itu, penderita bisu tuli sudah pasti mengalami gangguan
pada telinga berupa tinitus. Umumnya, bisu tuli bawaan dari lahir.
Tumor otak juga bisa memunculkan adanya tinitus dan penurunan fungsi pendengaran.
Bukan hanya pada telinga, tumor otak juga menimbulkan gangguan pada fungsi
penglihatan. Tumor otak menyebabkan saraf pendengaran terjepit. Komplikasi ini sangat
dan paling sulit diatasi karena yang diserang sarafnya. Susah tidur (insomnia) juga
menyebabkan terjadinya gangguan pada telinga. Dalam keadaan susah tidur, limpa akan
terganggu, padahal organ inilah yang mengendalikan fungsi ginjal.
Vertigo menyerang telinga tengah dan telinga dalam. Vertigo juga bisa muncul karena
adanya suara keras yang diterima daun telinga dan lubang telinga yang merupakan telinga
bagian luar. Vertigo adalah keadaan pusing yang luar biasa. Seseorang yang menderita
vertigo biasanya memiliki perasaan seolah-olah dunia sekelilingnya berputar-putar (vertigo
objektif) atau penderita sendiri merasa berputar dalam ruangan (vertigo subjektif). Biasanya,
juga disertai dengan mual dan muntah, jika sangat berat penderita tak mampu berdiri dan
terjatuh karena keseimbangan tubuhnya terganggu. Diketahui, keseimbangan tubuh

dikendalikan otak kecil yang mendapat informasi mengenai posisi tubuh dari organ
keseimbangan di telinga tengah.

H73.9 Disorder of tympanic membrane, unspecified


Gangguan pada membran timpani yang tidak dijelaskan

H74 Other Disorder of middle ear and mastoid


Definisi : Penyakit lain yang berhubungan dengan ketidakaturan atau abnormalitas
fungsi pada telinga bagian tengah dan prosesus mastoidus.
H74.0 Tympanosclerosis
a. Definisi : keadaan yang ditandai dengan adanya massa-massa jaringan
penyambung padat yang keras di sekitar osikel-osikel pendengaran di cavum
tympani, atau biasa disebut dengan pengerasan pada cavum tympani.
b. Anatomi : Membran timpani merupakan pembentuk utama dinding lateral telinga
tengah.Lapisan tipis, resisten, semitransparan, abu-abu mengkilat, dan mirip
kerucut (cone-like).Apeks membrane timpani terletak pada umbo, yang mana
berhubungan dengan bagianterbawah dari tangkai malleus. Kebanyakan keliling
membran timpani menebal untuk membentuk suatu cincin fibrokartilago, annulus
timpani, yang terletak pada alur tulang timpani yang disebut dengan sulkus
timpani.
Keterangan :
1 = pars flaccid
2 = short process
of the malleu
3 = handle of the
malleus
4 = umbo
5 = supratubal
recess
6 = tubal orifice
7 = hypotympanic
air cells
8 = stapedius
tendon
c = chorda
tympani
I = incus

P = promontory
o = oval window
R = round window
T = tensor tympani
A = annulus
Gambar 1. Membran timpani normal telinga kanan
Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu
pada
pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani kanan.
Reflek cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani.
Pada
membrane timpani terdapat 2 macam serabut yaitu serabut sirkuler dan radier.
Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berbentuk
kerucut tersebut.
Secara klinis reflek cahaya ini dinilai misalnya bila reflek cahaya mendatar berarti
terdapat gangguan pada tuba eustachius.Membran timpani dibagi dalam 4
kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus malleus dan
garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atasdepan, atas belakang, bawah depan, dan bawah-belakang. Hal ini berguna untuk
menyatakan letak perforasi dari membrane timpani.
c. Fisiologi
d. Patologi
Timpanosklerosis diduga merupakan komplikasi dari otitis media, pasca
trauma,
dan tindakan pembedahan yang mana ditemukan lapisan hialin yang aselular dan
akumulasi deposit kalsium pada membran timpani dan submukosa telinga tengah.
Pada kebanyakan pasien, gejala yang ditimbulkan tidak begitu signifikan
secara
klinis dan mengakibatkan sedikit atau tidak ada gangguan pendengaran. Pada
pemeriksaan otoskopi, timpanosklerosis memberikan gambaran semisirkuler atau
seperti sepatu kuda yang berwarna putih pada membrane timpani

Penyebab Tympanosclerosis
Etiologi dari timpanosklerosis belum diketahui dengan pasti, mungkin dibentuk
dari
sisa-sisa/bekas yang berhubungan dengan inflamasi kronis telinga tengah. Faktorfaktor
lain yang mungkin berhubungan antara lain :
- Otitis media supurativa kronis (OMSK) dan otitis media dengan efusi.
- Insersi Grommet (timpanostomi tuba) meningkatkan resiko terjadinya
timpanosklerosis
- Sklerosis sistemik
- Kemungkinan berhubungan dengan atheroma karotis atau aterosklerosis
- Hubungan dengan cholesteatoma masih diperdebatkan, meskipun dua keadaan ini
dapat muncul bersamaan
e. Theraphy + Obat
- Alat bantu dengar
Alat bantu dengar dapat digunakan dengan segala bentuk gangguan
pendengaran konduktif.
f. Tindakan
- Operasi

Operasi untuk timpanosklerosis melibatkan eksisi daerah sklerotik dan


rekonstruksi rantai tulang pendengaran.

H74.1 Adhesive middle ear disease


Definisi : Suatu penyakit yang ditandai dengan melekatnya substansi pada telinga
bagian tengah
H74.1 Adhesive Otitis
a. Definisi : Peradangan pada telinga, yang ditandai dengan nyeri, demam,
abnormalitas pendengaran, hilangnya pendengaran, tinnitus, dan vertigo.
b. Anatomi :
Adhesive adalah jenis otitis media kronis, perkembangan yang pada
dasarnya dipengaruhi oleh ventilasi terganggu telinga tengah. Dan beberapa
faktor predisposisi lain anatomi dapat berperan dalam asal penyakit ini, tetapi
salah satu penyebab paling penting adalah jelas perlakuan yang tidak memadai
otitis media akut, yaitu fakta bahwa drainase telinga tengah dan inflasi udara
diabaikan.

c. Fisiologi
d. Patologi :
Otitis media sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti radang
tenggorokan / pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
eustachius.Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan
infeksi saluran tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran,

tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan


bakteri.Sel darah putih akan melawan sek-sel bakteri dengan mengorbankan diri
mereka sendiri, sedikitnya terbentuk nanah dalam telinga tengah.
Pembengkakan jaringan sekitar sel eustachius menyebabkan lendir yang
dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat
terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang
telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam bergerak bebas. Cairan yang
terlalu banyak tersebut, akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya. Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus
haemolyticus, staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza,
escherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas
aerugenosa
e. Theraphy + Obat
- Pemberian obat antibiotic dan analgesic
f. Tindakan
- Mengkaji nyeri.
- Mengkompres hangat.
- Mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien.
- Instruksikan kepada keluarga tentang komunikasi yang efektif.
- Memberikan informasi segala yang terkait dengan penyakit otitis media.
1. H65.3 Glue ear
a. Definisi : Suatu kondisi dimana telinga tengah mengisi dengan lem seperti cairan
bukan udara. Hal ini menyebabkan pendengaran tumpul.
b. Anatomi :

c. Fisiologi :
d. Patologi :
Telinga lem terjadi ketika telinga tengah mengisi dengan lengket, cairan lemseperti bukan udara. Cairan ini meredam getaran yang dibuat oleh gelombang
suara saat mereka melakukan perjalanan melalui gendang telinga dan ossicles.
Koklea pada gilirannya menerima getaran yang basah, sehingga volume
pendengaran pada dasarnya ditolak. Inilah sebabnya mengapa anak-anak
telinga lem menampilkan gejala seperti pendengaran tumpul.
Penyebab utama dari telinga lem dianggap karena tabung Eustachian (yang
menghubungkan faring ke telinga tengah) tidak bekerja dengan benar. Jika
tabung Eustachio sempit, diblokir, atau tidak membuka dengan benar,
keseimbangan cairan dan udara di telinga tengah dapat berubah. Udara di
telinga tengah secara bertahap dapat masuk ke dalam sel-sel di dekatnya jika
tidak digantikan oleh udara yang datang ke tabung Eustachio, dan ruang hampa
kemudian dapat berkembang pada telinga tengah. Cairan juga dapat meresap ke
dalam telinga tengah dari sel-sel di dekatnya.
Seringkali anak-anak telinga lem mengembangkan kondisi setelah batuk,
pilek, atau infeksi telinga bila lendir tambahan dihasilkan. Lendir terbentuk di
telinga tengah dan dapat berjuang untuk menguras menuruni tabung Eustachio.
Namun, banyak kasus telinga lem tidak dimulai dengan infeksi telinga jelas.
e. Theraphy + Obat
- Menggunakan otovent
Otovent yaitu balon kecil anak-anak yang dapat diledakkan menggunakan
hidung mereka.Tindakan meledakkan balon membantu untuk membuka
tabung Eustachio, sehingga memudahkan cairan mengalir dari telinga
tengah. Otovent paling baik digunakan tiga kali sehari (pagi, siang atau
sepulang sekolah, dan sore), atau setidaknya dua kali sehari (pagi dan sore)
jika itu tidak mungkin, sampai semua cairan telah terkuras habis.
- Bicara dengan jelas dan lebih keras dari biasanya pada penderita (tetapi tidak
harus berteriak).
Menarik perhatian penderita sebelum berbicara kepadanya.
- Potong kebisingan latar belakang saat berbicara pada penderita(misalnya,
matikan TV).
Memahami bahwa frustrasi penderita atau perilaku buruk mungkin karena
tumpul pendengaran.
f. Tindakan :
- Operasi Grommet
Grommet dimasukkan ke dalam telinga melalui sayatan kecil pada gendang
telinga. Grommet membantu untuk mengeringkan cairan di telinga tengah
dan juga akan membantu untuk menjaga tekanan udara di rongga telinga
tengah.
H74.2 Discontinuity and Dislocation of Ear Ossicles
Definisi : Perpindahan bagian tulang kecil pada telinga
H74.3 Other Acquired Abnormalitas of Ear Ossicles
Definisi : Suatu keaadan abnormal yang lain, yang terjadi pada telinga bagian tulang
kecil akibat pengaruh yang berasal dari luar organisme
H74.4 Polyp of Middle Ear

a. Definisi : Pertumbuhan menonjol secara abnormal dari membrane mukosa pada


telinga bagian tengah
H74.8 Other Specified Disorders of Middle Ear and Mastoid
Definisi : Suatu ketidakteraturan atau abnormalitas lain pada telinga bagian tengah
dan prosesus mastoid
H75* Other Disorders of Middle Ear and Mastoid in diseases classified elsewhere
Definisi : Suatu keadaan abnormalitas lain pada telinga bagian tengah dan prosesus
mastoid.
H75.0* Mastoiditis in Infectious and Parasitic diseases classified elsewhere
a. Definisi : Peradangan pada mastoid yang disebabkan oleh infeksi dan parasit.
b. Anatomi : Mastoiditis biasanya lebih sering terjadi pada anak-anak, meskipun
begitu terkadang orang dewasa dapat juga terpengaruh. Tulang mastoid memiliki
struktur seperti sarang lebah yang berisi ruang udara yang disebut sel mastoid.
Sel-sel mastoid membantu menjaga ruang udara di telinga tengah. Mastoiditis
dapat berkembang jika sel-sel mastoid menjadi terinfeksi atau meradang, sering
sebagai akibat dari infeksi telinga tengah yang gigih (otitis media). Hal ini dapat
menyebabkan tulang keropos untuk memecah.

c. Fisiologi
d. Patologi
Mastoiditis adalah infeksi bakteri pada tulang mastoid. Tulang mastoid, yang
duduk di belakang telinga, terdiri dari ruang udara yang membantu mengalirkan
telinga tengah. Dalam mastoiditis akut, infeksi bisa menyebar di luar tulang

mastoid
dan
menyebabkan
komplikasi
kesehatan
yang
serius.
Beberapa orang memiliki mastoiditis kronis, infeksi berkelanjutan dari telinga
tengah dan mastoid menyebabkan drainase persisten dari telinga.
Seperti disebutkan di atas, mastoiditis sering berkembang sebagai akibat dari
infeksi telinga tengah.Bakteri dari telinga tengah dapat melakukan perjalanan ke
sel-sel udara tulang mastoid. Selain itu, kista kulit (cholesteatoma) di telinga
tengah dapat menghalangi drainase telinga, menyebabkan mastoiditis.
e. Theraphy + Obat
- Antibiotik oral
- Obat tetes telinga
- Pembersihan telinga rutin oleh dokter
f. Tindakan
- Miringotomi
- Mastoidectomy
2. A18.0+ Tuberculous Mastoiditis
a. Definisi : penyakit yang ditandai dengan rasa sakit, onset berbahaya telinga
debit, beberapa lubang di membran timpani, dan granulasi pucat telinga tengah
sumbing.
b. Anatomi
c. Fisiologi
d. Patologi
Tuberkulosis mempengaruhi telinga tengah melalui tiga rute aspirasi lendir
melalui tabung Eustachio, darah ditanggung penyebaran dari fokus tuberkulosis
atau implantasi langsung melalui kanal auditori eksternal dan perforasi membran
timpani. Meskipun tuberkulosis mastoid atau otomastoiditis adalah komplikasi
yang sangat jarang terjadi. Namun, ketika terjadi dapat menimbulkan morbiditas
yang signifikan. Komplikasi seperti wajah kelumpuhan dan gangguan
pendengaran permanen dapat berkembang.
e. Theraphy + Obat
f. Tindakan
H75.8* Other Specified Disorders of Middle Ear and Mastoid in disease classified
elsewhere
Definisi : keadaan abnormalitas lain pada telinga bagian tengah dan prosesus
mastoid secara spesifik

2.4 H80-H83 Disease of Inner Ear


DISEASES OF INNER EAR
(H80H83)
H80

Otosclerosis
Includes: otospongiosis

H80.0

Otosclerosis involving oval window, nonobliterative

H80.1

Otosclerosis involving oval window, obliterative

H80.2

Cochlear otosclerosis
Otosclerosis involving:
otic capsule
round window

H80.8

Other otosclerosis

H80.9

Otosclerosis, unspecified

H81

Disorders of vestibular function


Excludes: vertigo:
NOS (R42)
epidemic (A88.1)

H81.0

Mnire's disease
Labyrinthine hydrops
Mnire's syndrome or vertigo

H81.1

Benign paroxysmal vertigo

H81.2

Vestibular neuronitis

H81.3

Other peripheral vertigo


Lermoyez' syndrome
Vertigo:
aural
otogenic
peripheral NOS

H81.4

Vertigo of central origin


Central positional nystagmus

H81.8

Other disorders of vestibular function

H81.9

Disorder of vestibular function, unspecified


Vertiginous syndrome NOS

H82*

Vertiginous syndromes in diseases classified elsewhere

H83

Other diseases of inner ear

H83.0

Labyrinthitis

H83.1

Labyrinthine fistula

H83.2

Labyrinthine dysfunction
Hypersensitivity }
Hypofunction } of labyrinth
Loss of function }

H83.3

Noise effects on inner ear


Acoustic trauma
Noise-induced hearing loss

H83.8

Other specified diseases of inner ear

H83.9

Disease of inner ear, unspecified

H80 Otosclerosis
a. Definisi : keadaan patologis dari labirin tulang telinga, dimana terdapat
pembentukan tulang spons, atau biasa disebut dengan pengerasan pada
tulang telinga.
b. Anatomi

c. Fisiologi
Otosklerosis adalah suatu kondisi terutama yang mempengaruhi
sanggurdi (stapes), salah satu ossicles tulang kecil di telinga tengah. Untuk
memiliki pendengaran normal, ossicles harus dapat bergerak bebas dalam
menanggapi gelombang suara. Dalam otosklerosis, bahan tulang yang
abnormal tumbuh di sekitar stapes. Kaki stapes, di mana ia menempel pada
koklea, biasanya di mana kondisi dimulai. Tulang normal mengurangi gerakan
stapes, yang mengurangi jumlah suara yang ditransfer ke koklea.
Pertumbuhan tulang yang abnormal sangat bertahap. Namun, akhirnya
stapes dapat menjadi tetap, atau menyatu dengan tulang koklea. Hal ini
dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang parah. Hilangnya
pendengaran dikenal sebagai gangguan pendengaran konduktif (getaran
suara tidak dapat dilakukan (ditransmisikan) dari stapes ke koklea).
Dalam kebanyakan kasus, itu hanya stapes yang terpengaruh.
Namun, terkadang, dari waktu ke waktu, otosklerosis dapat juga
mempengaruhi tempurung tulang koklea dan sel-sel saraf di dalamnya. Jika

hal ini terjadi, kerusakan pada sel-sel saraf berarti bahwa transmisi impuls
saraf ke otak dapat dipengaruhi.
Kedua telinga biasanya terpengaruh pada otosklerosis tapi kadangkadang hanya satu telinga yang terpengaruh.
d. Patologi
Otosklerosis mempengaruhi sekitar 1 atau 2 dalam 100 orang di
Inggris. Biasanya pertama berkembang antara usia 15 dan 35, tetapi kadangkadang berkembang pada anak-anak muda. Wanita yang terkena dua kali
lebih sering daripada laki-laki. Kehamilan bukanlah penyebab tetapi dapat
membuat kondisi lebih buruk, sehingga gejala biasanya pertama kali
diketahui selama kehamilan.
Penyebab pastinya otosclerosis tidak diketahui. Tulang adalah
jaringan hidup yang mengandung sel-sel yang membuat cetakan dan
mengambil kembali (menyerap) tulang. Biasanya, tulang terus-menerus rusak
dan direnovasi. Dalam otosklerosis, tampaknya proses renovasi sanggurdi
(stapes) menjadi rusak. Tulang baru tidak dibuat dengan benar dan bentuk
tulang yang abnormal. Namun, alasan mengapa hal ini terjadi hanya di
stapes (dan kadang-kadang koklea) tidak sepenuhnya jelas.
Faktor Genetik tampaknya menjadi penting karena kecenderungan
untuk otosklerosis dapat diwariskan. Sekitar 2 dari 3 orang dengan
otosklerosis memiliki anggota keluarga lain yang juga memiliki kondisi ini.
Namun, beberapa orang dengan otosklerosis tidak memiliki riwayat keluarga.
Hal ini juga berpendapat bahwa virus dapat berperan dan virus campak telah
disarankan. Memang, jumlah orang yang didiagnosis dengan otosklerosis
tampaknya telah menurun sejak vaksinasi virus campak telah diberikan.
Mungkin kecenderungan genetik untuk mengembangkan otosklerosis
diwariskan oleh beberapa orang. Kemudian pemicu, seperti infeksi virus,
sebenarnya menyebabkan kondisi yang berkembang.
Hal ini mungkin juga bahwa fluoride ada hubungannya dengan
perkembangan otosklerosis. Jumlah kasus di Inggris turun setelah fluoride
secara rutin ditambahkan ke dalam air minum.
e. Theraphy + Obat
- Alat bantu dengar
Pada awalnya, ketika kehilangan pendengaran ringan,mungkin tidak
memerlukan pengobatan apapun.Namun, ketika penyakit berkembang dan
gangguan pendengaran menjadi lebih buruk, alat bantu dengar dapat
membuat perubahan besar. Namun, ketika gangguan pendengaran menjadi
parah, alat bantu dengar mungkin tidak banyak membantu.
- Tablet fluoride
Ada beberapa bukti terbatas bahwa tablet fluoride mungkin dapat
memperlambat perkembangan otosklerosis dalam beberapa kasus. Mereka
dapat membantu untuk mempertahankan pendengaran dan juga membantu
mengurangi gejala pusing dan keseimbangan masalah.
f. Tindakan
- Operasi
Operasi yang paling umum dilakukan adalah mengganti stapes dengan
tulang buatan yang terbuat dari plastik atau logam. Operasi ini disebut
stapedektomy.Dalam kebanyakan kasus, operasi ini berhasil mengembalikan
pendengaran. Hal ini juga dapat mengurangi kemungkinan otosklerosis
berkembang mempengaruhi telinga bagian dalam. Namun, operasi ini

sangatlah rumit, ada risiko kecil bahwa operasi akan gagal dan menyebabkan
tuli total di telinga yang dioperasi.
Otospongiosis
a. Definisi : pembentukan tulang spons di dalam labirin tulang telinga atau biasa
dikatakan dengan perubahan patologis pada otosklerosis.
H80.0 Otosclerosis involving oval window,nonobliterative
H80.1 Otosclerosis involving oval window, obliterative
H80.2 Cochlear Otosclerosis
Definisi : Pengerasan pada tulang telinga yang berkaitan dengan koklea yang
meliputi otic capsule (pembungkus telinga) dan round window.
H80.8 Other Otosclerosis
Definisi : Pengerasan pada tulang telinga yang lain
H80.9 Otosclerosis, unspecified
Definisi : Pengerasan pada tulang telinga yang tidak diketahui penyebabnya
H81 Disorders of Vestibular Function
Definisi : Suatu gangguan penyakit yang terdapat pada rongga di tempat masuknya
suatu saluran
Vertigo NOS (R42)
Vertigo Epidemic (A88.1)
Definisi : suatu ilusi gerakan, perasaan sepertinya dunia luar berputar
mengelilingi penderita atau sepertinya penderita berputar sendiri dalam ruangan,
istilah ini kebanyakan disebut dengan penyakit pusing.
H81.0 Meniere disease
a. Definisi : Gangguan pada telinga bagian dalam yang menyebabkan episode
spontan vertigo - sensasi gerakan berputar, bersama dengan berfluktuasi
gangguan pendengaran, dering di telinga (tinnitus), dan kadang-kadang
perasaan kenyang atau tekanan di telinga.
b. Anatomi :
Penyakit ini diduga disebabkan oleh perubahan sedikit dan kerusakan dalam
telinga bagian dalam.

Telinga bagian dalam meliputi rumah siput dan kanalis semisirkularis. Ini
adalah struktur tempurung kecil di mana ada sistem saluran cairan sempit yang
disebut labirin. Kanalis semisirkularis merasakan gerakan bagian kepala dan
membantu untuk mengontrol keseimbangan dan postur koklea yang
bersangkutan dengan pendengaran. Pesan keseimbangan dan suara yang
diturunkan saraf (saraf vestibular dan saraf koklea) ke otak.
Diperkirakan bahwa penumpukan cairan dalam labirin dari waktu ke waktu
menyebabkan terbentuknya cairan yang dapat meningkatkan tekanan dan
menyebabkan pembengkakan labirin. Efek ini dapat menyebabkan telinga bagian
dalam untuk mengirim pesan yang abnormal ke otak, yang menyebabkan pusing
dan muntah.
Tekanan cairan meningkat pada sel-sel pendengaran yang melapisi labirin
inilah mungkin menjadi alasan mereka tidak bekerja dengan baik, dan
menyebabkan pendengaran tumpul. Saat tekanan mempermudah sel-sel bekerja
lebih baik lagi, dan mendengar kembali normal. Namun, serangan berulang
meningkatkan tekanan, dan pada akhirnya merusak sel-sel pendengaran. Inilah
sebabnya mengapa gangguan pendengaran dapat menjadi permanen.
c. Fisiologi
d. Patologi
e. Theraphy + Obat

f.

Alat bantu dengar


Sebuah alat bantu dengar di telinga yang terkena penyakit Meniere dapat
meningkatkan pendengaran.
- Terapi rehabilitasi vestibular (VRT)
Terkadang digunakan untuk membantu ketidakseimbangan yang dapat
mengganggu penderita. Tujuannya adalah untuk membantu melatih
kemampuan tubuh dan otak untuk proses informasi.
- Menggunakan obat yang diserap dari dalam mulut dan gusi langsung ke
dalam aliran darah
Menggunakan obat dalam bentuk supositoria
Menggunakan bentuk larut obat yang dapat diserap dengan cepat ke dalam
aliran darah.
Tindakan
- Prosedur kantung endolymphatic
Kantung endolimfatik berperan dalam mengatur telinga bagian dalam tingkat
cairan. Prosedur bedah ini dapat mengurangi vertigo dengan mengurangi
produksi cairan atau meningkatkan penyerapan cairan.
- Operasi Bagian saraf vestibular
Prosedur ini melibatkan pemotongan saraf yang menghubungkan sensor
keseimbangan dan gerakan dalam telinga bagian dalam ke otak (saraf
vestibular). Prosedur ini biasanya mengoreksi masalah dengan vertigo ketika
mencoba untuk mempertahankan pendengaran pada telinga yang
terpengaruh.
- Labyrinthectomy
Prosedur ini menghilangkan bagian keseimbangan telinga bagian dalam,
sehingga melepaskan kedua keseimbangan dan fungsi pendengaran dari
telinga yang terkena. Prosedur ini dilakukan hanya jika penderita sudah
kehilangan pendengaran total di telinga.

H81.0 Labyrinthine Hydrops


Definisi : Adanya suatu cairan yang berlebihan pada organ keseimbangan (labirin),
yang dapat menyebabkan tekanan penuh pada telinga, gangguan pendengaran yang
menyebabkan pusing, dan kehilangan keseimbangan.
H81.0 Meniere Syndrome or Vertigo
Definisi : Suatu penyakit yang ditandai dengan serangan berulang vertigo, tuli, dan
tinnitus.
H81.1 Benign Paroxysmal Vertigo
a. Definisi : Suatu penyakit penyebab paling umum dari vertigo, dengan sensasi
tiba-tiba seperti berputar atau bagian dalam kepala berputar.
b. Anatomi
Diperkirakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh satu atau lebih fragmen
padat kecil (otoconia) yang mengambang dalam cairan labirin. Fragmen terdiri
dari kristal karbonat kalsium yang diperkirakan telah patah dari lapisan bagian
dalam ruang depan bagian dari labirin. Ini menyebabkan tidak ada masalah jika
fragmen tetap di ruang depan. Namun, masalah terjadi jika fragmen masuk ke
salah satu kanalis semisirkularis.

Dalam situasi ini, ketika kepala penderita masih dalam posisi tetap, fragmen
duduk di bagian bawah saluran posterior. Tapi ketika kepala bergerak dalam arah
tertentu fragmen akan dilakukan bersama dengan aliran fluida.
Kuas fragmen sepanjang rambut halus yang melapisi kanalis semisirkularis
dan ini menghujani pesan ke saraf vestibular. Otak menjadi sangat bingung dan
bereaksi menyebabkan pusing intens (vertigo).
c. Fisiologi
d. Patologi
e. Theraphy + Obat
- The
Epley
manuver
Obat sederhana ini dapat dicoba oleh penderita. Hal ini sering bekerja jika
Anda memiliki fragmen puing (otoconia) di bagian bawah posterior kanalis
semisirkularis Anda. Hal ini dilakukan oleh serangkaian empat gerakan
kepala. Setelah setiap gerakan, kepala didongakkan di tempat yang sama
selama 30 detik atau lebih.
- Latihan
Brandt-Daroff
penderita mungkin disarankan untuk melakukan ini jika manuver Epley tidak
bekerja. Latihan-latihan ini melibatkan cara yang berbeda untuk
menggerakkan kepala dibandingkan dengan manuver Epley
-

f.

Tanpa
pengobatan
Jika manuver Epley atau latihan Brandt-Daroff tidak berhasil, atau tidak
dilakukan, penderita masih bisa tetap optimis, penyakit ini adalah suatu
kondisi yang sering hilang dengan sendirinya setelah beberapa minggu atau
bulan tanpa pengobatan.
Tindakan
- Operasi
Operasi jarang diperlukan, seperti dalam kebanyakan kasus kondisi baik
membaik dengan sendirinya atau dapat disembuhkan dengan manuver
Epley. Terkadang gejalanya menetap selama berbulan-bulan atau bertahuntahun dan tidak dapat mereda. Sebuah operasi telinga bagian dalam untuk
mengambil fungsi kanalis semisirkularis posterior maka bisa menjadi pilihan.

H81.2 Vestibular Neuronitis


a. Definisi : suatu kelainan yang asalnya tidak diketahui, melibatkan bagian yang
lebih proksimal dari sistem saraf tepi, ditandai oleh rusaknya serabut-serabut
saraf, terkadang disertai reaksi sel radang.

b. Anatomi
Neuritis vestibular adalah gangguan yang mempengaruhi saraf telinga bagian
dalam yang disebut saraf vestibulocochlear. Saraf ini mengirimkan
keseimbangan dan posisi kepala informasi dari telinga bagian dalam ke otak.
Ketika saraf ini menjadi bengkak (radang), itu mengganggu jalannya informasi
biasanya ditafsirkan oleh otak. Neuritis vestibular dapat terjadi pada orang dari
segala usia, tetapi jarang dilaporkan pada anak-anak.

c. Fisiologi
d. Patologi
penyebab yang paling mungkin adalah infeksi virus telinga bagian dalam,
pembengkakan di sekitar saraf vestibulocochlear (disebabkan oleh virus), atau
infeksi virus yang telah terjadi di tempat lain dalam tubuh. Beberapa contoh
infeksi virus di daerah lain dari tubuh termasuk virus herpes (menyebabkan luka
dingin, herpes zoster, cacar air), campak, flu, gondok, hepatitis dan polio.
(Herpes kelamin bukanlah penyebab neuritis vestibular.)
e. Theraphy + Obat
- Obat Ondansetron (Zofran) dan Metoclopramide (Reglan)
Untuk mengurangi mual dan muntah
- Obat Meclizine (Antivert), Diazepam (valium), Compazine dan Lorazepam
(Ativan)
Untuk mengurangi pusing

Obat Acyclovir sebagai obat antivirus

H81.3 Other Peripheral Vertigo


Definisi : penyakit lain yang berkaitan dengan vertigo
H81.3 Lermoyez Syndrome
Definisi : Suatu gangguan pendengaran di mana tingkat ketulian meningkat sampai
serangan pusing terjadi, setelah meningkatkan pendengaran, biasa disebut dengan
angiospasm labirin.
H81.3 Vertigo Aural
H81.3 Vertigo Otogenic
H81.3 Vertigo Peripheral NOS
H81.4 Vertigo of Central Origin
H81.4 Central Positional nystagmus
H81.8 Other disorders of Vestibular Function
Definisi : Suatu gangguan penyakit lain yang terdapat pada rongga di tempat masuknya
suatu saluran.
H81.9 Other Disorders of Vestibular Function
Definisi : Suatu gangguan penyakit lain yang terdapat pada rongga di tempat
masuknya suatu saluran yang tidak diketahui penyebabnya.
H81.9 Vertiginous Syndrome NOS

H82 : VERTIGINOUS SYNDROMES IN DISEASES CLASSIFIED ELSEWHERE

Vertigo adalah sensasi rotasi tanpa adanya perputaran yang sebenarnya (DASAR,
RANDY, KATLEEN, RICHARD). Keluhan utama penderita yang demikian adalah bahwa ia
merasa pusing. Rasa rotasi dari vertigo itu digambarkan oleh para penderita dengan cara
yang berbeda-beda. Istilah yang dipergunakan berbeda pula. Istilah yang dipergunakan
penderita seringkali dipengaruhi oleh pendidikan dan lingkungan penderita. (DASAR)
Vertigo akan timbul bila terdapat gangguan pada alat-alat vestibuler atau pada serabutserabut yang menghubungkan alat/nuklei vestibuler dengan pusat-pusat di serebelum dan di
korteks serebri. Vertigo ini akan timbul bila terdapat ketidakcocokan dalam informasi yang
oleh susunan-susunan aferen disampaikan kepadaa kesadaran kita. Susunan aferen yang
terpenting dalam hal ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan yang secara terus
menerus

menyampaikan

impuls-impuls

ke

serebelum.

(DASAR)

Namun demikian, struktur-struktur lain, seperti misalnya susunan optik dan susunan
proprioseptif dalam hal ini pula memegang peranan yang sangat penting. (DASAR)
1.EPIDEMIOLOGI
Dizziness dan vertigo adalah gejala-gejala yang paling sering menyebabkan pasien
menemui dokter (sama seringnya seperti nyeri punggung dan sakit kepala). Insiden
keseluruhan dizziness (pusing) dan vertigo adalah 5-10%, dan mencapai angka 40% pada
pasien yang berusia di atas 40 tahun. Insiden menurun sekitar 25% pada pasien yang
berusia

di

atas

65

tahun.

Sebuah penelitian terhadap pasien dengan dizziness atau vertigo dari 12 tempat
perawatan klinis menunjukkan bahwa 50% pasien yang didiagnosa di IGD mengalami
vestibulopati perifer seperti benign positional vertigo, vestibular neuritis, atau Maniere`s
disease. Penyakit serebrovaskular bertanggung jawab atas 19% penyebab vertigo.
Presinkop

bertanggung

jawab

atas

16%

kasus

di

IGD.

Di Amerika Serikat dijumpai insiden BPPV sebanyak 64 kasus per 100.000


penduduk. Insiden BPPV dalam populasi umum kelihatannya lebih tinggi pada orang yang
berusia di atas 40 tahun. BPPV tidak dianggap sebagai gangguan yang mengancam hidup,
tetapi bisa sangat berbahaya karena menurut perkiraan sekitar 20% pasien terjatuh yang
harus

dirawat

di

rumah

sakit

karena

cidera

berat.

2.DIAGNOSA
Walaupun cukup banyak penyakit yang dapat menimbulkan vertigo, namun dengan
mengambil anamnesa dengan terarah dan dengan melakukan pemeriksaan neurologis dan
otologis yang seksama, tidak jarang akan sampai juga pada diagnosa yang tepat. (DASAR)
Pemeriksa hendaknya segera berusaha untuk dapat membedakan apakah vertigo itu adalah
suatu vertigo labirin ataukah vertigo sentral. Vertigo labirin adalah vertigo suatu vertigo yang
berat, paroksismal dan episodis. Vertigo ini timbul beberapa menit hingga beberapa jam.
Vertigo itu akan bertambah berat bila kepala digerakkan. Sewaktu bangkitan vertigo akan
tampak pula nistagmus. Nistagmus itu memperlihatkan fase lambat dan cepat. Fase cepat
memperlihatkan arah ke labirin yang terangsang. Nistagmus itu tidak akan tampak di luar
bangkitan vertigo. Oleh karena kelainan pada vertigo labirin itu terletak di dalam telinga
dalam, maka tidak jarang di kemudian hari akan timbul pula gangguan pendengaran.
Suatu vertigo sentral adalah suatu vertigo ringan. Vertigo ini dapat berlangsung
secara terus menerus. Bahkan vertigo ini dapat berlangsung sampai berbulan-bulan. Pada
vertigo ini akan tampak pula nistagmus. Namun nistagmus yang tampak tidak akan
memperlihatkan arah tertentu. Oleh karena kelainan pada vertigo sentral ini adalah terletak
di dalam susunan saraf pusat itu sendiri, maka pada vertigo ini tidaklah akan tampak adanya
gangguan

pendengaran.

3.PENATALAKSANAAN
1.Obat-Obatan
Obat akan paling bermanfaat untuk mengobati vertigo akut yang berlangsung
beberapa jam atau beberapa hari. Pada pasien dengan benign paroxysmal positional vertigo
(BPPV) obat akan kurang bermanfaat, karena episode vertigo biasanya kurang dari satu
menit. Vertigo yang berlangsung lebih dari beberapa hari menunjukkan adanya cidera
vertibuler yang permanen (seperti stroke), dan obat-obat yang sedang diberikan harus
dihentikan

agar

otak

dapat

beradaptasi

dengan

input

vestibuler

baru.

Begitu banyak jenis obat yang digunakan untuk mengobati vertigo dan seringnya
terjadi bersamaan dengan mual dan muntah. Obat-obat tersebut memperlihatkan berbagai
kombinasi dari antagonisme reseptor asetilkolin, dopamin, dan histamin. The American
Gastroenterological Association merekomendasikan antikolinergik dan antihistamin untuk
pengobatan

mual-mual

yang

berhubungan

dengan

vertigo.

Antihistamin yang sering diberikan adalah Meclizine (Antivert) dan Dimenhydrinate


(Dramamine). Meclizine dapat menurunkan eksitabilitas labirin telinga dalam dan
menghambat konduksi pada lintasan vestibuler telinga dalam dengan serebelum. Obat ini
diberikan dengan dosis 25-50 mg PO setiap 4-6 jam sekali, tidak dianjurkan untuk anakanak di bawah 12 tahun. Sedangkan anak di atas 12 tahun diberikan seperti dosis orang

dewasa. Obat ini dapat meningkatkan toksisitas dari depresan SSP, dan neuroleptik. Hatihati bila diberikan pada glukoma sudut tertutup, hipertropi prostat, dan obstruksi pilorus atau
doudenum. Dimenhydrinate (Dramamine) melalui aktivitas antikolinergik sentral, mengurangi
stimulasi vestibuler dan menekan fungsi labirin. Diberikan dengan dosis 50 mg PO/IM setiap
4-6 jam atau 100 mg supposutoria setiap 8 jam. Pada anak yang berumur 6-12 tahun
diberikan 25-50 mg PO setiap 6-8 jam, tidak lebih 150 mg/hari. Anak berusia 2-6 tahun
diberikan 12,5-25 mg setiap 6-8 jam, tidak lebih 75 mg/jari. Sedangkan anak di atas 12
tahun

diberikan

sama

seperti

orang

dewasa.

Antikolinergik. Obat ini diduga bekerja secara sental dengan menekan konduksi pada
lintasan vestibuler serebelum. Obat antikolinergik ini antara lain scopolamine (Isopto) dan
Glycopyrrolate (Robinul). Scopolamine bekerja dengan menghambat kerja asetilkolin pada
parasympathetic site pada otot polos, kelenjar sekretorius, dan SSP. Dosis yang diberikan
adalah 0,6 mg PO setiap 4-6 jam atau 0,6 mg transdermal 3 kali sehari. Untuk anak-anak
diberikan 6 mcg/kgBB per dosis IV/IM/SC, tidak lebih dari 0,3 mg per dosis. Glycopyrrolate
diberikan 1-2 mg PO 2 3 kali sehari untuk orang dewasa sedangkan untuk anak-anak
diberikan

40-100

mcg/kgBB

per

dosis

PO

kali

sehari.

Phenothiazine. Obat ini efektif mengobati emesis, mungkin oleh karena efek-efeknya
di dalam sistem mesolimbik dopaminergik. Yang termasuk ke dalam golongan obat ini
antara lain promethazine (phenergan) dan Prochlorperazine (Compazine). Promethazine
bekerja dengan menghambat reseptor-reseptor dopaminergik mesolimbik postsinap di
dalam otak dan mengurangi stimulus ke sistem retikularis batang otak. Diberikan dengan
dosis 25 atau 50 mg PO/IM/Per Rectal setiap 4-6 jam. Tidak dianjurkan untuk anak di bawah
2 tahun, namun anak di atas 2 tahun diberikan dengan dosis 0,25 1 mg/kgBB
PO/IV/IM/Per rectal 4-6 kali per hari. Prochlorperazine diberikan dengan dosis 5-10 mg
PO/IM setiap 6 jam atau 25 mg supp per rectal setiap 12 jam. Untuk anak-anak diberikan
2,5 mg PO atau per rectal setiap 8 jam atau 5 mg PO/per rectal setiap 12 jam, tidak lebih
dari

15

mg/hari.

Benzodiazepine. Gamma-aminobutyric acid (GABA) adalah neurotransmitter inhibitor


pada sistem vestibuler. Benzodiazepine meningkatkan kerja GABA pada sistem saraf pusat
dan efektif dalam mengurangi vertigo dan ansietas. Dosis diazepam (valium) yang diberikan
adalah 2 10 mg per oral atau IV setiap 4 sampai 8 jam. Sedangkan lorazepam diberikan
0,5

mg

per

oral

atau

IV

setiap

jam.

Sebuah penelitian oleh Marill dkk yang membandingkan pemakaian dimenhydrinate


dan lorazepam intravena pada 74 pasien yang datang dengan vertigo akut. Para peneliti
menyimpulkan bahwa dimenhydrinate memberikan penurunan yang lebih tinggi end point
primer ketimbang lorazepam. Namun, perbedaan dalam memberikan perbaikan adalah
sedikit. Sedasi lebih berat setelah pengobatan dengan lorazepam, yang menunda

kepulangan pasien. Oleh karena ini, dimenhydrinate tampaknya menjadi obat intravena
yang

lebih

disukai

2.

untuk

mengatasi

Latihan
Latihan-latihan

(excercise)

vertigo

di

IGD.

Rahabilitasi
rehabilitasi

vestibuler

Vestibuler
sering

dimasukkan

dalam

tatalaksana vertigo. Latihan-latihan ini melatih otak untuk menggunakan isyarat penglihatan
(visual) dan proprioseptif alternatif untuk mempertahankan keseimbangan dan gaya berjalan
(gait). Pasien perlu mengalami kembali vertigo sehingga otak dapat beradaptasi terhadap
batasan baru fungsi vestibuler. Setelah stabilisasi akut pasien dengan vertigo, penggunaan
obat-obatan supresan vestibuler harus dikurangi guna membantu adaptasi otak dengan
input

vestibuler

yang

baru.

Sebuah penelitian kontrol random terhadap 143 pasien dengan pusing dan vertigo
menunjukkan bahwa latihan rehabilitasi vestibuler dapat memperbaiki nistagmus, kontrol
postural, pusing yang dicetus oleh gerakan, dan indeks-indeks subjektif gejala-gejala dan
distress. Sebuah penelitian lain menilai efektivitas rehabilitasi vestibuler yang dilakukan di
rumah pada pasien-pasien dengan vertigo kronis dengan etiologi vestibuler perifer.
Penelitian ini menunjukkan pengurangan vertigo yang signifikan dan bertambahnya
kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain.
Sebuah penelitian kasus retrospektif menilai efikasi terapi fisik pada pasien yang
menderita gangguan vestibuler dan keseimbangan dengan atau tanpa riwayat migren.
Kedua kelompok menunjukkan pengurangan pusing dan perbaikan keseimbangan dan cara
berjalan (gait) yang signifikan. Latihan-latihan vestibuler juga telah dibuktikan memperbaiki
kontrol postural selama bulan pertama setelah lesi vestibuler unilateral akut yang berasal
dari

vestibular

Pengobatan

Terhadap

Benign

Paroxysmal

neuronitis.

Gangguan-gangguan
Positional

Spesifik

Vertigo

(BPPV)

Benign paroxysmal positional vertigo disebabkan oleh debris kalsium di dalam kanalis
semisirkularis (canalithiasis), biasanya pada kanalis posterior. Umumnya tidak dianjurkan
obat-obatan

untuk

mengobati

gangguan

ini.

Vertigo ini membaik dengan manuver rotasi kepala yang akan membawa deposit kalsium
yang bergerak bebas kembali ke dalam vestibulum. Manuver-manuver tersebut termasuk
prosedur repositioning dan Epley manuver dan Epley manuver modifikasi (Gambar 2). Epley
manuver modifikasi dapat dilakukan di rumah

H83 OTHER DISEASE OF INNER EAR


Penyakit lain yang berhubungan dengan telinga bagian dalam
H83.0 LABYRINTHITIS
1.DEFINISI
Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam ( labirin). Keadaan ini dapat ditemukan sebagai
bagian dari suatu proses sistemik atau merupakan suatu proses tunggal pada labirin saja.
Labirinitis bakteri sering disebabkan oleh komplikasi intra temporal dari radang telinga
tengah. Penderita otitis media kronik yang kemudian tiba-tiba vertigo, muntah dan hilangnya
pendengaran harus waspada terhadap timbulnya labirinitis supuratif.
Labirinitis secara klinis terdiri dari 2 subtipe, yaitu :
1. Labirinitis lokalisata ( serosa ) merupakan komplikasi otitis media dan muncul ketika
mediator toksik dari otitis media mencapai labirin bagian membrane tanpa adanya
bakteri pada telinga dalam.
2. Labirinitis difusa ( supuratif ) merupakan suatu keadaan infeksi pada labirin yang
lebih berat dan melibatkan akses langsung mikroorganisme ke labirin tulang dan
membrane.
2. etiologi labirinitis
Secara etiologi labirinitis terjadi karena penyebaran infeksi ke ruang perlimfa. Terdapat dua
bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat
berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif
dibagi dalam labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus.
Pada labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang,
sedangkan pada labirin supurati dengan invasi sel radang ke labirin., sehingga terjadi
kerusakan

yan

iereversibel,

seperti

fibrosa

dan

osifikasi.

Pada kedua jenis labirinitis tersebut operasi harus esgera dilakukan untuk menghilangkan
infeksi dari telinga tengah. Kadang kadang diperlukan juga drenase nanah dari labirin
untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang adekuat terutama
ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik.

3. Manifestasi klinis
Labirintitis ditandai oleh awitan mendadak vertigo yang melumpuhkan, bisanya disertai mual
dan muntah, kehilangan pendengaran derajat tertentu, dan mungkin tinnitus. Episode
pertama biasanya serangan mendadak paling berat, yang biasanya terjadi selama periode
beberapa minggu sampai bulan, yang lebih ringan. Pengobatan untuk labirintitis balterial
meliputi terapi antibiotika intravena, penggantian cairan, dan pemberian supresan vestibuler
maupun obat anti muntah. Pengobatan labirintitis viral adalah sintomatik dengan
menggunakan obatantimuntah dan antivertigo.
4. Klasifikasi
1. Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum ( general ),
dengan gejala fertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis yang terbatas
( labirinitis sirkumskripta ) menyebabkan terjadinya vertigo saja / tuli saraf saja.
2. Labirinitis terjadinya oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perlimfa. Terdapat dua
bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat
berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif
dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus.
3. Labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang,
sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi
kerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi.
Pada kedua bentuk labirinitis itu operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan
infeksi dari telinga tengah. Kadang kadang diperlukan juga drenase nanah dari labirin
untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang adekuat terutama
ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa kolesteatoma.
Gejala

dan

tanda

Terjadi tuli total disisi yang sakit, vertigo ringan nistagmus spontan biasanya kea rah telinga
yang sehat dapat menetap sampai beberapa bulan atau sampai sisa labirin yang berfungsi
dapat menkompensasinya. Tes kalori tidak menimbulkan respons disisi yang sakit dan tes
fistulapur negatif walaupun dapat fistula.
5.patologi labirinitis
Kira kira akhir minggu setelah serangan akut telinga dalam hampir seluruhnya terisi untuk
jaringan gramulasi, beberapa area infeksi tetap ada. Jaringan gramulasi secara bertahap

berubah menjadi jaringan ikat dengan permulaan. Pembentukan tulang baru dapat mengisi
penuh ruangan labirin dalam 6 bulan sampai beberapa tahun pada 50 % kasus.
6. penatalaksanaan
Terapi local harus ditujukan kesetiap infeksi yang mungkin ada, diagnosa bedah untuk
eksenterasi labirin tidak diindikasikan, kecuali suatu focus dilabirin untuk daerah perilabirin
telah menjalar untuk dicurigai menyebar ke struktur intrakronial dan tidak memberi respons
terhadap terapi antibiotika bila dicurigai ada focus infeksi di labirin atau di ospretosus dapat
dilakukan drerase labirin dengan salah satu operasi labirin setiap skuestrum yang lepas
harus dibuang, harus dihindari terjadinya trauma NUA. Bila saraf fosial lumpuh, maka harus
dilakukan dengan kompresi saraf tersebut. Bila dilakukan operasi tulang temporal maka
harus diberikan antibiotika sebelum dan sesudah operasi.
7. pemeriksaan penunjang
Fistula dilabirin dapat diketahui dengan testula, yaitu dengan memberikan tekanan udara
positif ataupun nrgatif ke liang telinga melalui otoskop siesel dengan corong telinga yang
kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang di masukan ke dalam liang
telinga. Balon karet di pencet dan udara di dalamnya akana menyebabkan perubahan
tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang terjadi masih paten maka akan terjadi
kompresi dan ekspansi labirin membrane. Tes fistula positif akan menimbulkan ristamus
atau vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila fistulanya bisa tertutup oleh jaringan granulasi atau
bila

labirin

sudah

mati

atau

paresis

kanal.

Pemeriksaan radiologik tomografi atau CT Scan yang baik kadang kadang dapat
memperlihatkan fistula labirin, yang biasanya ditemukan dikanalis semisirkularis horizontal.
Pada fistula labirin / labirintis, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi
dan menutup fistula, sehingga fungsi telinga dalam dapat pulih kembali. Tindakan bedah
harus adekuat untuk mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatom dan jaringan granulasi
harus diangkat dari fistula sampai bersih dan didaerah tersebut harus segera ditutup dengan
jaringan ikat / sekeping tulang / tulang rawan.

8. komplikasi
Tuli total atau meningitis.

9. anatomi
Labirin ( telinga dalam ) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan, terletak pada
pars petrosa os temporal.Labirin terdiri dari :
1. Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum dan koklea.
2. Labirin bagian membran, yang terletak didalam labirin bagian tulang, terdiri dari :
kanalissemisirkularis,

utrikulus,

sakulus,

sakus

dan

duktus

endolimfatikus

serta

koklea.Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi
cairan perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Didalam
labirin bagianmembran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan
diresorbsi padasakkus endolimfatikus

10. pemeriksaan penunjang


1. Tes Laboratorium
2. Tes radiologi
3. Tes Keseimbangan
11.terapi
Prinsip terapi pada labirinitis adalah :
1. Mencegah terjadinya progresifitas penyakit dan kerusakan vestibulokoklea yang
lebih lanjut.
2. Penyembuhan penyakit telinga yang mendasari.

H83.1 LABYRINTHINE FISTULA


Fistula labirin sebagai komplikasi akhir dari operasi telinga tengah dengan menggunakan
dinding saluran bawah teknik. Untuk mengevaluasi klinis fistula labirin terjadi sebagai
komplikasi akhir dari operasi telinga tengah dengan menggunakan dinding saluran bawah
teknik.

STUDI

DESAIN:

Ini adalah penelitian retrospektif dari 23 tahun terakhir, yang dilakukan di sebuah pusat
perawatan tersier tunggal. Para penulis mengevaluasi latar belakang, gambaran klinis, dan
temuan bedah pada 25 pasien dengan fistula labirin, yang memiliki sejarah operasi telinga
menggunakan teknik kanal bawah dan yang menjalani operasi kedua di rumah sakit
mereka.

INTERVENSI:
Semua pasien menjalani operasi revisi karena vertigo persisten atau berulang yang
disebabkan oleh fistula labirin, dibatasi labyrinthitis, atau labyrinthitis supuratif.

UTAMA

TINDAKAN

HASIL:

Gambaran klinis entitas penyakit ini dinilai oleh sejarah, temuan bedah, dan hasil pengujian
audiovestibular.

HASIL:
Para pasien memiliki sejarah panjang berulang debit aural pasca operasi sebelum
mengalami vertigo, yang awalnya terjadi 4-64 tahun (rata-rata, 20,2 tahun) setelah operasi
sebelumnya. Pada kunjungan pertama ke klinik penulis, hasil tes fistula dilakukan dengan
bohlam Politzer positif pada 14 pasien dan negatif pada 5 pasien. Dalam 6 telinga yang
tersisa, pemuatan tekanan saluran telinga yang disebabkan sensasi vertigo tanpa disertai
nistagmus. Intervensi bedah menunjukkan bahwa fistula yang berada di kanalis
semisirkularis lateralis di 19 telinga, di footplate dari stapes di 4 telinga, dan di tanjung di 2
telinga. Fistula labirin ditutup dengan tulang rawan conchal, pasta tulang (bone debu
dicampur dengan lem fibrin), dan / atau fasia temporalis. Pada beberapa pasien, fistula itu
lebih ditutupi dengan otot temporalis pedicled. Dalam 2 kasus rumit oleh labyrinthitis
supuratif akut, rongga mastoid dilenyapkan setelah selesai labyrinthectomy tersebut. Kursus
pasca operasi pada semua pasien yang lancar.

H83.2 LABYRINTHINE DYSFUNCTION

HYPERSENSITIVITY

Hipersensitivitas adalah suatu reaksi respon imun yang menyebabkan kerusakan sel dan
bahkan dapat menyebabkan kematian. Antigen yang dapat memprovokasi respon
hipersensitif

pada

seseorang

disebut

alergen.

(Kamus

Dorland,

2006).

Reaksi

hipersensitivitas dapat terjadi bila jumlah antigen yang masuk relatif banyak atau bila status
imunologis seseorang, baik seluler maupun humoral meningkat. Reaksi ini tidak pernah
timbul pada pajanan pertama. Reaksi hipersensitivitas menimbulkan manifestasi klinik dan
patologik yang heterogen di mana hal tersebut ditentukan oleh (1) jenis respon imun yang
menyebabkan kerusakan jaringan dan (2) sifat serta lokasi antigen yang menginduksi atau
yang menjadi sasaran dari respon imun. Hipersensitivitas terbagi dalam 4 kategori, yaitu
reaksi hipersensitivitas tipe I, II, III, dan IV. Klasifikasi tersebut didasarkan pada mekanisme
patologis utama yang bertanggung jawab atas kerusakan sel atau jaringan. (Guntur, 2007)
Hipersensitivitas

Tipe

Hipersensitivitas tipe I ditandai dengan reaksi alergi yang terjadi segera (15-30 menit)
setelah kontak dengan antigen (alergen). Terjadinya reaksi alergi diawali oleh kontak suatu
alergen yang diikuti oleh sederetan peristiwa kompleks yang menghasilkan IgE. Respon IgE
merupakan respon lokal yang terjadi pada tempat masuknya alergen ke dalam tubuh.
Produksi IgE oleh sel B tergantung pada penyajian antigen oleh APC (Antigen Presenting
Cell) dan kerjasama antara sel B dengan sel T helper-2 (Th-2). Reaksi hipersensitivitas tipe I
terjadi dalam 3 fase berurutan, yaitu fase sensitisasi, fase aktivasi, dan fase efektor
(memunculkan

respon).

(Lauralee

Sherwood,

2001)

Mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe I dimulai dengan masuknya alergen ke dalam tubuh
melalui membran mukosa yang diproses dan dipresentasikan oleh APC pada sel T-helper.
Sel Th-2 mensekresi sitokin yang menginduksi proliferasi sel B dan menghasilkan respon
IgE spesifik. IgE, melalui reseptor FCR1, berikatan dan mensensitisasi sel mast. Bila
akhirnya alergen bertemu dengan sel mast, alergen akan (1) membuat ikatan silang antarIgE pada permukaan sel mast, (2) menimbulkan influks ion kalsium ke intraseluler yang
mampu memicu degranulasi sel mast dan pelepasan mediator, seperti histamin dan
golongan protease, serta (3) menginduksi pembentukan dan pelepasan mediator dari asam
arakhidonat, seperti golongan leukotrien dan prostaglandin. Mediator-mediator inilah yang

akan menimbulkan gejala klinis alergi. Sitokin yang juga dilepaskan pada saat degranulasi
sel mast akan memperberat respon radang dan IgE yang terjadi. (Ivan M. Roitt, 1985)
Reaksi hipersensitivitas tipe I dapat melibatkan reaksi pada kulit (urtikaria, ekzem), pada
mata (konjungtivitas), nasofaring (rinitis, rinorea), bronkopulmonari (asma), dan saluran
pencernakan

(gastroenteritis).

Hipersensitivitas

(Darmono,
Tipe

2007)
II

Reaksi hipersensitivitas tipe II dimediasi oleh antibodi IgG dan IgM yang berikatan pada sel
atau jaringan tertentu. Pada tipe ini, antibodi yang diarahkan pada antigen permukaan sel
atau jaringan berinteraksi dengan komplemen dan berbagai sel efektor untuk menimbulkan
kerusakan sel sasaran. Setelah melekat pada permukaan sel atau jaringan, antibodi akan
mengaktifkan komponen komplemen C1. Akibat dari aktivasi ini adalah sebagai berikut :
1) Fragmen-fragmen komplemen (C3a dan C5a) yang dihasilkan oleh aktivasi komplemen
akan menarik makrofag dan sel polimorfonuklear ke lokasi reaksi dan merangsang sel
mast/basofil untuk menghasilkan molekul yang menarik dan mengaktifkan sel efektor lain.
2) Jalur komplemen klasik dan lengkung aktivasi mengakibatkan pengendapan C3b, C3bi,
dan

C3d

pada

membran

sel

sasaran.

3) Jalur komplemen klasik dan jalur litik memproduksi kompleks serangan membran C5b-9
dan menyelipkan kompleks tersebut ke dalam membran sel sasaran. (Wahab, 2002)
Beberapa contoh tentang reaksi tipe II ini ditemukan pada reaksi terhadap eritrosit, di
antaranya tranfusi darah yang incompatible, penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir
(HDNB), dan anemia hemolitik autoimun. Reaksi terhadap trombosit dapat menimbulkan
trombositopenia, sedangkan reaksi terhadap neutrofil dan limfosit diduga mengakibatkan
lupus

eritematosus

Hipersensitivitas

sistemik

(SLE).
Tipe

(Baratawidjaja,

2006)
III

Hipersensitivitas tipe III ini diperantarai oleh adanya kompleks imun. Kompleks imun
berinteraksi dengan sistem komplemen untuk menghasilkan C3a dan C5a (anafilatoksin).
Fragmen komplemen ini menstimulasi pelepasan amin vasoaktif, seperti histamin dan 5hidroksi triptamin, serta faktor-faktor kemotaktik dari sel mast dan basofil. Amin vasoaktif
yang dilepaskan oleh trombosit, basofil, dan sel mast mengakibatkan retraksi sel endotel
sehingga meningkatkan permeabilitas vaskular dan memungkinkan pengendapan kompleks
imun pada dinding pembuluh darah yang kemudian membentuk C3a dan C5a. Trombosit
juga beragregasi pada kolagen membran basalis pembuluh darah yang terpajan serta
berinteraksi dengan daerah Fc kompleks imun. Trombosit yang teragregasi terus
menghasilkan amin vasoaktif dan merangsang produksi C3a dan C5a. (Jan Koolman, 2001)
Leukosit polimorfonuklear secara kemotaktik ditarik ke tempat terjadinya pengendapan oleh

C5a. Sel-sel tersebut berupaya memfagosit endapan kompleks imun, tetapi tidak mampu
karena kompleks melekat pada dinding pembuluh darah. Oleh karena itu, leukosit
polimorfonuklear kemudian mengeksositosis enzim lisosomnya pada tempat endapan. Jika
enzim lisosom ini dilepaskan ke dalam darah atau cairam jaringan, maka tidak akan timbul
radang yang luas karena enzim ini dengan cepat akan dinetralisasi oleh suatu inhibitor
enzim serum. Akan tetapi, jika fagosit, melalui ikatan Fc, berada sangat dekat dengan
kompleks yang terperangkap jaringan, maka inhibitor serum tidak akan berfungsi sehingga
enzim dapat merusak jaringan tempat endapan kompleks imun. (Joseph A. Bellanti, 1993)
Penyakit akibat pembentukan kompleks imun dapat dibagi secara kasar menjadi 3
kelompok, yaitu (1) yang disebabkan oleh infeksi yang menetap (lepra, malaria, DHF,
hepatitis B, dan endokarditis enfektif stafilokokus), (2) disebabkan oleh penyakit autoimun
(arthritis rheumatoid, SLE, dan polimiositis), dan (3) yang disebabkan oleh inhalasi bahan
antigenik

(penyakit

farmers

lung,

pigeon

Hipersensitivitas

fanciers

lung).

(Sumardiono,

Tipe

2005)
IV

Reaksi hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat) melibatkan beberapa jenis patogenesis atau
banyak sistem imun dan penyakit infeksius (tuberkulosis, blastomikosis, histoplasmosis,
toksoplasmosis, leishmaniasis) serta granulomatosus yang disebabkan oleh infeksi antigen
asing. Bentuk lain dari hipersensitivitas tipe ini adalah karena kontak dermatitis (racun
kontak, bahan kimia, logam toksik) di mana lesi berbentuk papula (tonjolan kulit).
Secara umum, mekanisme kerusakan dari hipersensitivitas tipe ini melibatkan sel T limfosit,
makrofag, dan/atau monosit. Sel T cytotoxic (Tc) menyebabkan kerusakan secara langsung.
Pasca masuknya antigen, sel Th mengekskresikan sitokin dan mengaktifkan sel Tc serta
merekrut dan mengaktifkan monosit dan makrofag yang menyebabkan kerusakan. Ada 3
varian dari reaksi hipersensitivitas tipe IV, yaitu (1) hipersensitivitas kontak di mana sel
langerhans merupakan APC utama, (2) hipersensitivitas tipe tuberkulin (makrofag
merupakan APC utama), dan (3) hipersensitivitas granulomatosa yang terjadi karena
makrofag tidak mampu menyingkirkan mikroorganisme atau partikel yang ada di dalamnya.
(Abbas, 2000)
Peran

Genetik

pada

Reaksi

Alergi

Beberapa penelitian pada tahun 1920-an menunjukkan bahwa orangtua yang menderita
alergi cenderung mempunyai anak yang juga menderita alergi. Kemungkinan seorang anak
menderita alergi lebih dari 50% bila kedua orangtuanya menderita alergi dan hampir 30%
bila hanya salah satu orangtuanya menderita alergi. Namun, penelitian pada anak kembar
menunjukkan bahwa faktor genetik bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi
timbulnya penyakit atopi (contoh : rinitis alergika, asma bronkiale). (Thamrin, 2007).
Beberapa faktor lingkungan yang juga penting adalah tingkat pajanan terhadap alergen,

status gizi individu, dan adanya infeksi kronis atau penyakit virus. Peran genetika terhadap
reaksi alerdi adalah pada (1) kadar IgE total, (2) respon spesifik alergen, dan (3) sifat
hiperresponsif umum yang ditunjukkan dengan tes kulit positif terhadap banyak alergen.
(Wahab, 2002)

HYPOFUNCTION
LOSS OF FUNCTION
H83.3 NOISE EFFECT OF INNER EAR

ACOUSTIC TRAUMA
NOISE INDUCED HEARING LOSS

Kebisingan lingkungan merupakan penyebab umum dan dicegah gangguan pendengaran


dalam masyarakat industri. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh paparan
kebisingan akibat kegiatan rekreasi atau nonoccupational disebut socioacusis. Gangguan
pendengaran akibat kebisingan merugikan di tempat kerja disebut sebagai pekerjaan
gangguan pendengaran suara-diinduksi (ONIHL). Istilah trauma akustik berarti kehilangan
pendengaran

akibat

paparan

tunggal

untuk

suara

intens.

ONIHL merupakan penyebab lebih umum kehilangan suara yang diinduksi pendengaran
(NIHL) dan masalah yang jauh lebih serius daripada socioacusis untuk 2 alasan berikut: (1)
Ancaman kehilangan pekerjaan dapat meyakinkan orang untuk tetap berada di lingkungan
dengan tingkat kebisingan lebih tinggi daripada mereka kalau tidak menerima, dan (2) di
tempat kerja, tingginya tingkat kebisingan dapat dipertahankan secara teratur selama
berjam-jam setiap hari selama bertahun-tahun. Akibatnya, paparan kebisingan kerja telah
menarik

perhatian

yang

besar

dan

merupakan

yang

terbaik

dipelajari.

Kontroversi ada mengenai apa yang persentase gangguan pendengaran yang berkaitan
dengan usia (presbikusis) merupakan konsekuensi dari socioacusis seumur hidup dan
berapa

persen

semata-mata

karena

proses

penuaan

fisiologis.

Paparan berkelanjutan terhadap suara keras berhubungan dengan konsekuensi yang


merugikan selain gangguan pendengaran. Misalnya, paparan berkelanjutan untuk yang
tidak diinginkan suara keras yang mengganggu. Homberg telah mencatat bahwa suara yang
tidak diinginkan di tingkat manapun menjengkelkan; pada 72 dB, 100% dari subyek dinilai
suara yang tidak diinginkan sebagai "agak mengganggu" atau "agak mengganggu." Bahkan
dengan pendengaran perlindungan, Melamed melaporkan bahwa 60% dari pekerja dinilai
tingkat tinggi yang tidak diinginkan kebisingan latar belakang sebagai "sangat mengganggu."

Dornie dan Laakssonen telah menyelidiki dampak dari kualitas mengganggu paparan
kebisingan. Kualitas mengganggu suara keras dapat berfungsi sebagai peringatan bahwa itu
mempengaruhi buruk terhadap kesehatan, yaitu, melukai sistem pendengaran. Selain itu,
kualitas

mengganggu

kebisingan

mengurangi

kapasitas

pengolahan,

sehingga

meningkatkan biaya melakukan tugas yang diberikan. Bhatia melaporkan bahwa individu
yang sensitif terhadap suara menunjukkan penurunan kemanjuran pada tugas-tugas
perkalian

di

hadapan

kebisingan

latar

belakang

yang

tidak

diinginkan.

Melamed et al juga telah menunjukkan bahwa paparan kebisingan kronis meningkatkan


gejala kelelahan dan lekas marah postwork. [1] Mereka menemukan bahwa, setelah hari
kerja usai, gejala kelelahan ini dan postwork iritabilitas dibuat santai dan mampu untuk
bersantai sangat sulit. Perlindungan kebisingan yang dilemahkan latar belakang suara yang
tidak diinginkan oleh 30-33 dB selama 7 hari menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam
iritabilitas dan kelelahan gejala. Selain itu, sekresi kortisol kemih ditunjukkan meningkat
dengan kebisingan latar belakang yang tidak diinginkan. Peningkatan kadar kortisol urin
menurun

menuju

normal

setelah

hari

dari

redaman

kebisingan.

Cukup mengukur intensitas fisik stimulus sebagai tingkat tekanan suara tidak dapat menilai
efek berpotensi merusak kebisingan. Telinga manusia tidak merespon sama terhadap
semua frekuensi frekuensi tinggi jauh lebih merusak daripada frekuensi rendah di tingkat
intensitas fisik yang sama. Akibatnya, sebagian besar meter tingkat suara dilengkapi dengan
filter yang dirancang untuk de-menekankan kontribusi fisik dari frekuensi yang telinga
manusia kurang sensitif. Filter ini disebut sebagai filter A, dan pengukuran yang dilakukan
dengan menggunakan Filter dilaporkan sebagai dBA. Hal ini dikenal sebagai tingkat A pada
meteran tekanan suara
1.Patofisiologi
Ketika hewan terkena impulse noise diperiksa, perubahan anatomi yang berkisar dari
Stereosilia menyimpang dari sel-sel rambut dalam dan luar untuk menyelesaikan adanya
organ Corti dan pecahnya membran Reissner ditemukan. Secara umum, tidak ada
perubahan yang ditemukan dalam pembuluh darah, ligamen spiral, atau limbus. Beberapa
menit setelah terpapar impuls noise, edema vaskularis stria muncul dan dapat bertahan
selama

beberapa

hari.

Respon inflamasi koklea juga dimulai dalam menanggapi trauma akustik dan melibatkan

perekrutan

beredar

leukosit

pada

telinga

bagian

dalam.

[2]

Sel-sel rambut luar lebih rentan terhadap paparan kebisingan dari sel-sel rambut bagian
dalam. Pergeseran sementara ambang batas (TTS; lihat Sejarah) secara anatomi
berkorelasi dengan penurunan kekakuan Stereosilia sel rambut luar. Stereosilia menjadi
disarrayed dan floppy. Agaknya, dalam keadaan seperti itu mereka merespon buruk.
Minimal, pergeseran ambang batas permanen (PTS; lihat Sejarah) berhubungan dengan
fusi Stereosilia berdekatan dan hilangnya Stereosilia. Dengan eksposur yang lebih berat,
cedera dapat melanjutkan dari hilangnya sel pendukung yang berdekatan untuk
menyelesaikan gangguan organ Corti. Histopatologi, situs utama cedera tampaknya menjadi
rootlets yang menghubungkan Stereosilia ke atas sel rambut. Dengan hilangnya Stereosilia,
sel-sel rambut mati. Kematian sel sensorik dapat menyebabkan degenerasi Wallerian
progresif

dan

hilangnya

serabut

saraf

pendengaran

primer.

NIHL dan kehilangan sel rambut diketahui hanya menampilkan korelasi moderat karena
NIHL mungkin mencerminkan tidak hanya jumlah dari sel-sel rambut mati tetapi juga
terganggu, tapi masih hidup, sel-sel rambut. Sel-sel rambut frekuensi tinggi pada tikus
koklea bisa mati relatif cepat setelah cedera, menunjukkan hubungan linear antara mereka,
tetapi sel-sel rambut frekuensi rendah dapat bertahan hidup tanpa fungsi pendengaran.
Dua teori umum telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme cedera. NIHL dari
paparan kebisingan konstan mungkin menjadi sekunder untuk akumulasi microtrauma dan
memiliki mekanisme yang mirip dengan cedera yang dihasilkan dari kebisingan impuls. Di
sisi lain, TTS mungkin karena kelelahan metabolik. Akibatnya, TTS kadang-kadang disebut
sebagai pendengaran kelelahan. Kelelahan metabolik berkelanjutan untuk waktu yang lama
mungkin begitu mendalam untuk mengakibatkan kematian sel. Konsep kelelahan
pendengaran sebagai penjelasan untuk TTS (dengan kesempatan untuk pemulihan jika
stimulus akustik yang berbahaya dihapus) dapat menjelaskan fakta klinis yang dijelaskan
bahwa suara intermiten jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menghasilkan cedera
permanen dari kebisingan terus menerus pada saat yang sama tingkat intensitas.
Apoptosis (kematian sel terprogram) diamati pada suara-terkena koklea. [3] tirosin Sebuah
Src-protein kinase (PTK) cascade sinyal mungkin terlibat dalam kedua metabolisme dan
mekanis induksi inisiasi apoptosis pada sel-sel sensorik koklea. Mereka juga dapat
diaktifkan dalam sel-sel rambut luar setelah paparan kebisingan. Pengetahuan ini, diperoleh
dari studi tentang Chinchilla, telah menyebabkan uji coba dengan inhibitor Src-PTK seperti
KXI-004, KXI-005, dan KXI-174 dengan menempatkan mereka pada membran putaran

jendela dan mencatat efek menguntungkan dalam pencegahan NIHL. Hal ini pada akhirnya
dapat mengarah pada pengembangan obat yang lebih efektif untuk pencegahan NIHL.
Sebuah studi pada nasib sel-sel rambut luar setelah penghinaan akustik atau ototoksik
menunjukkan bahwa rambut luar sel tetap yang phagocytosed oleh sel-sel pendukung
dalam

epitel.

[4]

Bukti tersedia untuk mendukung kedua teori kelelahan metabolisme dan teori trauma
mekanik. Penelitian pada hewan percobaan menunjukkan penurunan tekanan oksigen
endolymphatic langsung berhubungan dengan durasi intensitas paparan kebisingan.
Penurunan dehidrogenase suksinat dan konten glikogen telah diamati. Namun, model
mekanik yang lebih kompatibel dengan pengamatan bahwa wilayah terbesar dari cedera
kerja NIHL tampaknya dengan sebagian dari koklea peka terhadap frekuensi sekitar 4000
siklus

per

detik

(Hz).

Saat ini sudah jelas menunjukkan adanya jalur sinyal glukokortikoid dalam koklea dan peran
pelindung mereka terhadap gangguan pendengaran suara-diinduksi. Oleh karena itu,
mengambil keuntungan dari alat molekuler dan farmakologi saat membedah peran GC
sinyal

dalam

gangguan

pendengaran

adalah

penting.

[5]

Sebuah studi hubungan gen untuk NIHL di 2 independen populasi kebisingan terpajan
mengungkapkan bahwa PCDH15 dan MYH14 mungkin NIHL gen kerentanan, namun
replikasi

lebih

lanjut

dalam

set

sampel

independen

adalah

wajib.

[6]

Hipotesis energi yang sama diasumsikan bahwa kerusakan pendengaran adalah fungsi dari
jumlah energi akustik yang diterima. Bahwa organ pendengaran bereaksi seragam untuk
suara berbagai intensitas dan durasi, asalkan energi suara keseluruhan tetap konstan,
adalah penyederhanaan yang berlebihan dan tidak menjelaskan kerusakan pendengaran
suara yang disebabkan. Sebuah studi oleh Pourbakht et al menemukan bahwa, meskipun
energi total suara intermiten dari 125 dB kebisingan lebih besar dari 115 dB terus menerus
tingkat tekanan suara, yang terakhir ini ditemukan menyebabkan PTS signifikan lebih besar
dan

kehilangan

sel

rambut.

[7]

Gangguan pendengaran dari paparan berkelanjutan untuk intermiten atau terus-menerus


kebisingan harus dibedakan dari trauma akustik. Trauma akustik adalah karena satu kali
eksposur singkat diikuti dengan segera kehilangan pendengaran permanen. Rangsangan
suara umumnya melebihi 140 dB dan sering bertahan kurang dari 0,2 detik. Trauma akustik

tampaknya memiliki dasar patofisiologis dalam merobek mekanik membran dan gangguan
fisik dinding sel dengan pencampuran perilymph dan endolymph. Kerusakan dari kebisingan
impuls tampaknya menjadi gangguan mekanik langsung jaringan telinga bagian dalam
karena batas elastis mereka terlampaui. Pada energi tinggi, trauma akustik dapat
menyebabkan

gangguan

membran

timpani

dan

cedera

tulang

pendengaran.

Trauma akustik banyak disebabkan oleh kebisingan impuls, yang biasanya disebabkan oleh
efek ledakan dan ekspansi yang cepat dari gas. Trauma akustik sering konsekuensi dari
ledakan. Dampak hasil suara dari benturan logam. Hal ini sangat bergema, memiliki kedua
puncak dan lembah, dan kecil kemungkinannya untuk mencapai tingkat kritis. Dampak
kebisingan lebih mungkin untuk dilihat dalam konteks paparan kebisingan kerja. Ini adalah
frekuensi ditumpangkan pada latar belakang kebisingan yang lebih berkelanjutan. Boettcher
telah menunjukkan bahwa ketika dampak kebisingan ditumpangkan pada kebisingan terus
menerus,

potensi

merugikan

secara

sinergis

ditingkatkan.

Hewan dengan PTS besar dari paparan kebisingan awal menunjukkan PTS kurang
mengikuti paparan kebisingan kedua pada intensitas tertentu dibandingkan dengan hewan
dengan sedikit atau tanpa NIHL sebelumnya, menunjukkan bahwa hewan-hewan ini kurang
sensitif terhadap paparan kebisingan berikutnya. Namun, jumlah PTS di telinga ini lebih
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa faktor utama yang bertanggung jawab untuk hasil ini
adalah intensitas efektif yang lebih rendah dari kebisingan kedua untuk telinga dengan PTS
awal

yang

besar.

Kondisi fisiologis lainnya yang mempengaruhi kemungkinan dan perkembangan NIHL telah
diidentifikasi. Bukti muncul dalam literatur yang menurun suhu tubuh, meningkatkan tekanan
oksigen, penurunan pembentukan radikal bebas, dan pengangkatan kelenjar tiroid semua
dapat mengurangi sensitivitas individu untuk NIHL. Hipoksia mempotensiasi kerusakan
kebisingan yang disebabkan. Bukti eksperimental yang baik menunjukkan bahwa paparan
berkelanjutan untuk cukup tingginya tingkat kebisingan dapat mengurangi sensitivitas
individu untuk NIHL pada tingkat yang lebih tinggi dari kebisingan. Proses ini disebut
pengkondisian suara. Hal ini setidaknya dangkal analog dengan efek perlindungan rejimen
pelatihan yang disengaja memiliki aktivitas fisik yang berat.

2.Epidemiologi
Menurut Kesehatan dan Keselamatan Kerja Administrasi (OSHA), 5-10 juta orang Amerika
yang beresiko untuk kehilangan pendengaran suara-diinduksi (NIHL) karena mereka terkena
suara keras dari 85 dBA secara berkelanjutan di tempat kerja. [8] empat puluh delapan juta
orang Amerika terlibat dalam olahraga menembak, penyebab paling umum dari
nonoccupational NIHL (socioacusis). Dobie melaporkan bahwa 1,8% dari laki-laki Amerika
telah

handicap

NIHL.

Laki-laki lebih dari perempuan yang dilaporkan memiliki gangguan pendengaran suaradiinduksi (NIHL). Namun, apakah ini merupakan konsekuensi dari sensitivitas yang lebih
besar untuk NIHL di tempat kerja atau apakah itu merupakan tingkat yang lebih tinggi dari
paparan

kebisingan

nonoccupational

tidak

jelas.

usia
Tidak ada perbedaan yang jelas ada di antara individu muda dan tua dalam kerentanan
mereka terhadap kebisingan yang disebabkan gangguan pendengaran (NIHL).
3.Penyebab
Noise yang disebabkan gangguan pendengaran (NIHL) disebabkan oleh tingginya tingkat
kebisingan ambien. OSHA telah menetapkan bahwa paparan kenyaringan tingkat yang lebih
rendah dari 85 dBA terus menerus selama 8 jam hari kerja tidak mungkin menyebabkan
kerusakan. Namun, orang yang sensitif mungkin mengalami gangguan pendengaran
bahkan

pada

ini

atau

tingkat

sedikit

lebih

rendah.

Data percobaan menunjukkan bahwa ketika paparan terus-menerus, cedera merupakan


konsekuensi dari jumlah total energi yang jaringan koklea yang terkena. Dengan demikian,
jika energi suara dua kali lipat, risiko cedera dapat dijaga konstan jika waktu pemaparan
dipotong kira-kira setengah. Karena setiap 3 dB kenaikan kenyaringan merupakan dua kali
lipat dari energi suara, jumlah kerusakan yang diharapkan dari 8 jam paparan 100 dB harus
hampir sama dengan jumlah kerusakan berkelanjutan dari 4 jam paparan 105 dB. Namun,
hubungan ini hanya berlaku ketika paparan konstan. Bahkan gangguan yang relatif singkat
secara

signifikan

mengurangi

jumlah

kerusakan

yang

diharapkan.

Selain itu, ini trade-off antara intensitas dan durasi menjadi tidak berarti setelah batas elastis
jaringan telinga bagian dalam terlampaui. Pada titik ini, aturan yang mengatur noise impuls
ikut bermain. Titik di mana hal ini terjadi pada manusia tidak jelas. Data yang tersedia
menunjukkan bahwa paparan singkat intensitas tinggi yang relatif impuls noise
menghasilkan kerusakan kurang dari yang diharapkan dari ekstrapolasi kurva intensitasdurasi yang didirikan untuk kebisingan mapan. Misalnya, personel angkatan udara yang
sehat muda terbuka untuk 0,4 detik untuk suara dari 153 dB menderita hanya sangat sedikit
TTS, kerusakan jauh lebih sedikit daripada yang telah diharapkan dari data yang diperoleh
dari

penelitian

terus-eksposur.

Rangsangan akustik penyebab dapat dibagi menjadi rangsangan terus-menerus dan


terputus-putus, yang biasanya dikaitkan dengan klasik NIHL. Kebisingan intermiten
didefinisikan

sebagai

tingkat

kenyaringan

yang

berfluktuasi

lebih

dari

20

dBA.

Trauma akustik adalah suara sangat keras biasanya mengakibatkan segera, gangguan
pendengaran permanen. Rangsangan suara sementara tersebut umumnya kurang dari 0,2
detik dalam durasi. 2 jenis suara sementara kebisingan impuls, yang biasanya merupakan
hasil dari ledakan, dan dampak kebisingan, yang dihasilkan dari tabrakan (biasanya logam
pada logam). Dampak suara sering dikaitkan dengan gema dan gaung, yang menghasilkan
puncak

akustik

dan

palung.

Menilai tingkat paparan kebisingan yang dialami individu dapat menjadi sangat sulit. Dalam
kebanyakan lingkungan kerja, kebisingan tidak terus berkelanjutan dan karena itu berselang.
Selain itu, banyak individu yang mobile dan bergerak melalui lingkungan kebisingan
intensitas yang berbeda untuk berbagai periode selama bekerja. The American National
Standards Institute (ANSI) dan International Organization for Standar (ISO) telah
menetapkan
Secara

standar
keseluruhan,

rinci
tingkat

Intensitas
Pola

untuk

mengukur
NIHL

kebisingan

dipengaruhi

oleh

kebisingan
temporal

Pola
Durasi
Kerentanan

suara

spektral
paparan

(continuous,
kebisingan

kebisingan

(waktu
individu

lingkungan.
berikut:
(dBA)

terputus-putus,
(frekuensi
rata-rata

tertimbang

sementara)
konten)
[TWA])
kebisingan

Paparan 100 dBA terus menerus dapat diharapkan untuk menghasilkan, rata-rata, tingkat

berikut

gangguan

Lima

pendengaran:

tahun:

Dua

puluh

Empat

5
tahun:

puluh

tahun:

dB
14

dB

19

dB

Berbagai suara nonoccupational dapat menghasilkan gangguan pendengaran. Namun,


eksposur ini umumnya menghasilkan kerugian kecil karena waktu paparan yang singkat. Ini
adalah

sebagai

berikut:

Daun

blower

Mesin

pemotong

rumput

musik

rock

Gergaji
Konser
Suara

jet

Pesawat

pribadi

Snowmobiles
Jet

ski

Sepeda

Motor

Sebuah studi kebisingan impuls dalam tentara terkena tingkat kebisingan-senjata terkait
(1,6-16 kHz) menemukan bahwa, setelah layanan militer mereka, sidang tentara telah
secara signifikan memburuk (rata-rata 6 dB eksklusif pada 10 dan 12 kHz). Transiently
dimunculkan emisi otoacoustic (TEOAE) reduksi terdaftar terutama pada 2, 3, dan 4 kHz,
dengan penurunan terbesar pada 2 kHz. Mengurangi tingkat TEOAE dalam tentara terkena
kebisingan mungkin merupakan tanda pertama dari potensi kehilangan pendengaran.
Dengan menggunakan data dari tiga penyedia asuransi kesehatan yang berbeda, sebuah
penelitian di Jerman menetapkan bahwa risiko NIHL tinggi dalam musisi profesional. Studi
ini meneliti tingkat insiden untuk gangguan pendengaran, serta, lebih khusus, untuk NIHL,
gangguan pendengaran konduktif, gangguan pendengaran sensorineural, gangguan
pendengaran konduktif dan sensorineural, dan tinnitus, di antara orang-orang berusia 19-66
tahun. Antara tahun 2004 dan 2008, dari lebih dari 3 juta orang tertanggung dianggap
memenuhi syarat untuk penelitian, termasuk 2.227 musisi profesional, 283.697 kasus
gangguan pendengaran terlihat, dengan 238 melibatkan musisi profesional. Para peneliti
menghitung rasio hazard yang disesuaikan untuk gangguan pendengaran dan Ketulian
akibat

bising,

bagi

para

musisi,

menjadi

1,45

dan

3,61,

masing-masing.

[12]

Meskipun radio portabel dan kaset, CD, atau MP3 player yang mampu menghasilkan tingkat
kenyaringan yang lebih besar dari 85 dB, mereka tidak umum disesuaikan dengan tingkat
tinggi seperti, bahkan oleh remaja; ketika mereka, waktu paparan umumnya pendek
dibandingkan dengan 8 jam hari kerja. Dobie telah mencatat pengecualian untuk
pengamatan ini. Ketika pemutar kaset portabel yang digunakan di tempat kerja, paparan
dari pemutar kaset dapat ditambahkan ke kebisingan di tempat kerja dan meningkatkan
potensi

cedera.

Kebanyakan nonoccupational NIHL adalah hasil dari kebisingan senjata api. Senjata api
dapat menghasilkan tingkat kebisingan hingga 170 dB. Pria yang memiliki lingkungan kerja
yang tenang dan terlibat dalam olahraga menembak memiliki, rata-rata, gangguan
pendengaran setara dengan orang-orang yang telah bekerja selama 20 tahun di pabrik
dengan tingkat kebisingan 89 dBA-.
H83.8 OTHER SPECIFIED DISEASES OF INNER EAR
Penyakit lain pada telinga bagian dalam
H83.9 DISEASES OF INNER EAR, UNSPECIFIED
Penyakit lain pada telinga bagian dalam yang tidak dijelaskan

2.5 H90-H95 Other Disorders of Ear


OTHER DISORDERS OF EAR
(H90H95)
H90

Conductive and sensorineural hearing loss


Includes: congenital deafness
Excludes: deaf mutism NEC (H91.3)
deafness NOS (H91.9)
hearing loss:
NOS (H91.9)
noise-induced (H83.3)
ototoxic (H91.0)
sudden (idiopathic) (H91.2)

H90.0

Conductive hearing loss, bilateral

H90.1

Conductive hearing loss, unilateral with unrestricted hearing on the contralateral


side

H90.2

Conductive hearing loss, unspecified


Conductive deafness NOS

H90.3

Sensorineural hearing loss, bilateral

H90.4

Sensorineural hearing loss, unilateral with unrestricted hearing on the


contralateral side

H90.5

Sensorineural hearing loss, unspecified


Congenital deafness NOS
Hearing loss:
central }
neural
} NOS
perceptive
}
sensory }
Sensorineural deafness NOS

H90.6

Mixed conductive and sensorineural hearing loss, bilateral

H90.7

Mixed conductive and sensorineural hearing loss, unilateral with unrestricted


hearing on the contralateral side

H90.8

Mixed conductive and sensorineural hearing loss, unspecified

H91

Other hearing loss


Excludes: abnormal auditory perception (H93.2)
hearing loss as classified in H90.impacted cerumen (H61.2)
noise-induced hearing loss (H83.3)
psychogenic deafness (F44.6)
transient ischaemic deafness (H93.0)

H91.0

Ototoxic hearing loss

Use additional external cause code (Chapter XX), if desired, to identify toxic
agent.
H91.1

Presbycusis
Presbyacusia

H91.2

Sudden idiopathic hearing loss


Sudden hearing loss NOS

H91.3

Deaf mutism, not elsewhere classified

H91.8

Other specified hearing loss

H91.9

Hearing loss, unspecified


Deafness:
NOS
high frequency
low frequency

H92

Otalgia and effusion of ear

H92.0

Otalgia

H92.1

Otorrhoea
Excludes: leakage of cerebrospinal fluid through ear (G96.0)

H92.2

Otorrhagia
Excludes: traumatic otorrhagia code by type of injury.

H93

Other disorders of ear, not elsewhere classified

H93.0

Degenerative and vascular disorders of ear


Transient ischaemic deafness
Excludes: presbycusis (H91.1)

H93.1

Tinnitus

H93.2

Other abnormal auditory perceptions


Auditory recruitment
Diplacusis
Hyperacusis
Temporary auditory threshold shift
Excludes: auditory hallucinations (R44.0)

H93.3

Disorders of acoustic nerve


Disorder of 8th cranial nerve

H93.8

Other specified disorders of ear

H93.9

Disorder of ear, unspecified

H94*

Other disorders of ear in diseases classified elsewhere

H94.0*

Acoustic neuritis in infectious and parasitic diseases classified elsewhere


Acoustic neuritis in syphilis (A52.1)

H94.8*

Other specified disorders of ear in diseases classified elsewhere

H95

Postprocedural disorders of ear and mastoid process, not elsewhere


classified

H95.0

Recurrent cholesteatoma of postmastoidectomy cavity

H95.1

Other disorders following mastoidectomy


Chronic inflammation
}
Granulation
} of postmastoidectomy cavity
Mucosal cyst
}

H95.8

Other postprocedural disorders of ear and mastoid process

H95.9

Postprocedural disorder of ear and mastoid process, unspecified

H90 CONDUCTIVE AND SENSORINEURAL HEARING LOSS


Conductive merupakanSetiap masalah di telinga bagian luar atau tengah yang mencegah
suara dari yang dilakukan benar dikenal sebagai gangguan pendengaran konduktif.
Gangguan pendengaran konduktif biasanya ringan atau sedang di gelar, mulai 25-65
desibel.
Dalam beberapa kasus, gangguan pendengaran konduktif dapat bersifat sementara.
Tergantung pada penyebab spesifik dari masalah, obat-obatan atau pembedahan dapat
membantu.
1.Pengertian
Sensori-neural hearing loss (SNHL) adalah gangguan pendengaran yang dapat bersifat total
maupun parsial yang dapat mempengaruhi salah satu telinga ataupun kedua duanya. 1
Keadaan ini ditandai oleh hilangnya kemampuan mendengar yang dapat disebabkan oleh
gangguan di telinga dalam, gangguan pada jaras saraf dari telinga dalam ke otak serta
gangguan di otak.2
2.Epidemiologi
Dari semua gangguan pendengaran yang terjadi, sekitar 90% diantaranya disebabkan oleh
SNHL. SNHL ditemukan sekitar 23% pada populasi diatas usia 65 tahun. 1 Insiden SNHL tiap
tahunnya sekitar 5 sampai 20 kasus per 100.000 orang.2
3.Etiologi
SNHL disebabkan oleh adanya kerusakan pada bagian telinga dalam baik itu koklea
maupun nervus VIII (nervus auditori)
Walaupun sebagian besar kasus SNHL merupakan kasus idiopatik namun ilmuwan yakin
bahwa faktor faktor seperti genetik, usia , lingkungan dan keadaan fisik (seperti trauma,
tumor, pajanan kebisingan, dan obat obatan yang memicu hilangnya pendengaran)
berperan penting2. Selain itu, infeksi virus (influenza, rubella, mumps, herpes simpleks, dan
penyakit vascular leukemia dan anemia sickle cell), menieres disease, penyakit autoimun
seperti lupus juga berperan. Faktor faktor lain termasuk kemoterapi, radiasi, dan
pembedahan juga dianggap berperan.2

Presbikusis adalah gangguan pendengaran yang dikaitkan dengan perubahan


degenerative karena penuaan. Tipe gangguan pendengaran ini bersifat bertahap,
bilateral dan dicirikan dengan kesulitan mendengar pada frekuensi tinggi.1

Pajanan terhadap kebisingan merupakan penyebab umum gangguan pendengaran


di Amerika Serikat. Pada kasus ini SNHL yang terjadi biasanya karena adanya
kerusakan pada koklea. Biasanya terjadi pada pekerja pabrik.1

Gangguan pendengaran juga dikaitkan dengan konsumsi aspirin dosis tinggi atau
obat obat ototoksik lainnya seperti NSAID.1

Walaupun sangat tidak biasa, neuroma akustik atau metastasis kanker (terutama
kanker payudara) dapat menjadi penyebab terjadinya gangguan pendengaran.
Keadaan ini dicirikan dengan adanya kombinasi dari gangguan pendengaran, pusing
dan tidak seimbang.1

4.Gejala
Dapat terjadi telinga berdengung dan kesulitan mendengar ketika ada kebisingan. Pada
beberapa penderita SNHL lainnya bahkan tidak dapat dapat mendengar sama sekali.
Namun, ada juga penderita yang tidak menunjukan gejala apa apa.2,3
5.Diagnosis
Diagnosis SNHL dapat dilakukan dengan pemeriksaan telinga secara komprehensif dan
melihat data rekam medis pasien serta riwayat keluarganya. Diagnosis SNHL ditegakan
melalui pemeriksaan audiometri. Pasien dengan defisit pada koklea akan gagal pada tes
OAE (otoacustic emissions) sedangkan pasien dengan gangguan nervus VIII gagal dalam
tes ABR (auditory brainstem evoked response).1 CT scan kepala, MRI atau EEG juga dapat
dilakukan untuk membantu memastikan diagnosis.2

Alur Pemeriksaan

5.Komplikasi
Komplikasi utama dari SNHL adalah penurunan pendengaran berlangsung lama, yang
kemudian dapat menyebabkan depresi dan kecemasan.2
6.Tatalaksana
Tidak ada tatalaksana yang efektif untuk SNHL itu sendiri, namun kita dapat mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih parah jika mengetahui penyebab utama dari SNHL itu.
Misalnya pada SNHL karena obat obatan ototoksik, pasien harus menghentikan
penggunaan obat obatan tersebut, SNHL karena pajanan kebisingan, pasien harus
menghindari diri untuk terpajan kebisingan dan itu berlaku untuk sebagian besar penyebab
lainnya.2

Alat bantu yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi pendengaran pada penderita
SNHL yaitu hearing aid dan cochlear implant.

Hearing aid adalah alat elektronik yang dipasang ditelinga. Alat ini terdiri dari
mikrofon kecil, sebuah amplifier yang meningkatkan volume dan sebuah speaker
kecil yang mentransmisikan suara ke telinga.

Cochlear implant adalah perangkat elektronik yang ditanam di belakang telinga.


Tidak seperti alat bantu dengar yang menguatkan bunyi, implan koklea langsung
merangsang serat saraf pendengaran di koklea. Implan ini terdiri dari komponen
internal dan eksternal.

7.Pencegahan

Menghindari paparan bising yang berlebihan

Menghindari untuk mengkonsumsi obat obatn ototoksik

Hidup sehat dan bersih, menghindari diri untuk terkena infeksi terutama infeksi yang
dapat menyebabkan SNHL

Congenital Hearing Loss


Abstrak
Munculnya mendengar skrining pada bayi baru lahir di banyak negara telah menyebabkan
peningkatan dalam penggunaan pengujian genetik dan layanan genetik yang terkait dalam
tindak lanjut dari bayi dengan gangguan pendengaran. Sebuah proporsi yang signifikan dari
orang-orang dengan gangguan pendengaran bawaan memiliki etiologi genetik yang
mendasari gangguan pendengaran mereka. Untuk memastikan bahwa orang-orang yang
diidentifikasi dengan gangguan pendengaran bawaan menerima layanan genetik yang
sesuai dengan kondisi mereka, Biro Kesehatan Ibu dan Anak Sumber Daya Kesehatan dan
Layanan Administrasi didanai American College of Medical Genetics untuk mengadakan
sebuah panel ahli untuk mengembangkan pedoman untuk evaluasi genetik gangguan
pendengaran congential. Setelah gambaran singkat dari pengetahuan saat gangguan
pendengaran, pemeriksaan baru lahir, dan skrining pendengaran bayi baru lahir, kami
memberikan gambaran tentang pelayanan genetik dan pedoman yang menjelaskan
bagaimana cara terbaik untuk memastikan bahwa pasien menerima layanan genetik yang
sesuai. Kontribusi yang signifikan faktor genetik untuk kondisi ini dikombinasikan dengan

evolusi cepat pengetahuan tentang genetika kondisi ini dilapis dengan sifat inheren
multidisiplin layanan genetik memberikan contoh kondisi yang pendekatan multidisiplin yang
terintegrasi

dengan

baik

ke

perawatan

jelas

dibutuhkan

Kata kunci: skrining bayi yang baru lahir, pengujian genetik, gangguan pendengaran bawaan
Pergi

ke:

LATAR

BELAKANG

Epidemiologi
Gangguan pendengaran yang relatif umum pada populasi manusia. Mendalam gangguan
pendengaran bawaan diperkirakan terjadi pada sekitar 1 dari 1.000 kelahiran; sekitar 50%
dari kasus yang diduga disebabkan oleh faktor lingkungan dan sisanya untuk causes1,2
genetik (Gbr. 1). Contoh mantan termasuk trauma akustik, paparan obat ototoksik (misalnya,
aminoglikosida), dan infeksi bakteri atau virus, seperti rubella atau cytomegalovirus (CMV).
Sekitar 70% kasus kongenital yang berhubungan dengan faktor genetik diklasifikasikan
sebagai nonsyndromic (tuli yang tidak terkait dengan temuan klinis lain yang mendefinisikan
sindrom diakui). Dalam 30% sisanya, salah satu dari lebih dari 400 bentuk tuli sindrom dapat
didiagnosis karena terkait findings.1,3 klinis Patologi pendengaran bervariasi antara banyak
bentuk gangguan pendengaran sindrom dan termasuk defisit konduktif dan sensorineural
yang mungkin unilateral atau bilateral, simetris atau asimetris, dan progresif atau stable.4
Gambar.

Gambar.

"Distribusi penyebab" untuk kehilangan pendengaran yang mendalam pada masa bayi.
Etiologi derajat lebih rendah dari gangguan pendengaran pada masa neonatus tidak
dipahami

dengan

baik.

Patologi pendengaran gangguan pendengaran nonsyndromic (NSHI) juga dapat bervariasi,


tetapi defisit yang paling sering sensorineural. Bawaan NSHI biasanya dibagi oleh modus
warisan: sekitar 77% dari NSHI adalah autosomal resesif, 22% adalah autosomal dominan,
dan 1% adalah terkait-X. Terkait "tuli" lokus gen yang ditunjuk DFNB (autosomal resesif),
DFNA (autosomal dominan), dan DFN (X-linked). Sebagian variabel NSHI, mungkin kurang
dari 1%, adalah karena pewarisan mitokondria, 2 tetapi proporsinya mungkin jauh lebih
tinggi (10% -20%) dalam beberapa populations5,6 (Gbr. 1). Sebagai aturan umum, individu
dengan autosomal resesif NSHI memiliki mendalam tuli prelingual, sementara mutasi
dominan menyebabkan fenotipe lebih bervariasi. Lebih dari 90% anak-anak dengan bawaan
autosomal resesif yang mendalam NSHI lahir dari orang tua dengan pendengaran normal,
sedangkan

10%

sisanya

atau

kurang

dilahirkan

sampai

mati

orang

tua.

Selama 5 tahun terakhir, kemajuan yang luar biasa telah dibuat mengidentifikasi baru lokus
gangguan pendengaran dan kloning gen baru untuk ketulian. Sampai saat ini, setidaknya 77
lokus untuk NSHI telah dipetakan: 40 autosomal dominan, 30 resesif autosomal, dan 7 Xlinked.7 Pada Juli 2001, 50 gen pendengaran telah diidentifikasi dan diurutkan termasuk 14
untuk gangguan dominan autosomal, 9 untuk autosomal resesif, 2 untuk X-linked, 5
mitokondria, dan setidaknya 31 gen untuk gangguan pendengaran sindrom. Dalam
beberapa kasus, mutasi yang berbeda pada lokus yang sama telah ditemukan
menyebabkan bentuk sindrom dan nonsyndromic tuli. Meskipun kemajuan signifikan telah
dibuat, jelas bahwa gen dan mutasi menunggu penemuan. Informasi tentang gen ini dan
produk protein mereka merevolusi pengetahuan kita tentang proses molekuler yang terlibat
dalam mendengar dan meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana perubahan
proses

ini

dapat

menyebabkan

gangguan

pendengaran.

Pengetahuan

ini

dapat

menyebabkan terapi-mutasi tertentu yang dapat menunda atau mencegah bentuk-bentuk


tertentu dari tuli genetik seperti menghindari terapi aminoglikosida pada mereka dengan
mutasi
Sejarah

mitokondria
program

skrining

yang
bayi

spesifik.
baru

lahir

Program skrining bayi yang baru lahir untuk gangguan diwariskan dimulai pada awal
1960s.8 Mereka telah berevolusi menjadi kesehatan masyarakat sistem skrining bayi baru
lahir saat ini yang termasuk skrining untuk penyakit metabolik, hemoglobinopathies,
gangguan endokrin, cystic fibrosis, dan penyakit menular. Baru-baru ini, gangguan
pendengaran telah ditambahkan ke daftar ini gangguan setuju untuk skrining bayi yang baru
lahir. Enam komponen penting telah mendasar bagi keberhasilan program ini: (1)
penyaringan pada periode baru lahir; (2) prompt tindak lanjut dan rujukan; (3) evaluasi
diagnostik bayi dengan hasil tes skrining yang positif; (4) perencanaan dan pelaksanaan
strategi manajemen yang cepat; (5) evaluasi program yang berkelanjutan untuk memastikan
prosedur pengujian yang valid, menilai efisiensi tindak lanjut dan intervensi, dan
mengevaluasi manfaat bagi pasien, keluarga, dan masyarakat; dan (6) pendidikan
profesional dan konsumen tentang manfaat dan prosedur yang terlibat dalam sistem
pemeriksaan baru lahir. Dalam program terkoordinasi dengan baik komponen ini terintegrasi
untuk mencapai tujuan dasar mengurangi kematian, angka kesakitan, kecacatan dan untuk
bayi

disaring.

Dalam beberapa tahun terakhir, dampak teknologi baru dan pengetahuan telah
menyebabkan ekspansi yang cepat dalam sejumlah kondisi yang skrining bayi baru lahir
dapat considered.9 Faktor-faktor ini telah menyebabkan variasi antara negara-negara,
dengan beberapa screening negara baik mandat atau program percontohan untuk

sedikitnya tiga kondisi dan lain-lain untuk sebanyak 30 atau more.10,11 Dalam hal frekuensi
tes positif dan potensi jumlah penyebab terdeteksi, pengenalan screening untuk gangguan
pendengaran merupakan peningkatan besar dalam sejumlah kondisi genetik dan lingkungan
yang berbeda secara fundamental yang skrining bayi yang baru lahir sekarang dilakukan. Ini
merupakan pertimbangan penting yang tidak diakui secara luas. Salah satu tujuan dari
laporan ini adalah untuk menyoroti beberapa fitur unik dari gangguan pendengaran bawaan
terdeteksi melalui skrining pendengaran bayi yang baru lahir.
H90.0

CONDUCTIVE HEARING LOSS, BILATERAL

Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar
atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam
telinga.
Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian
dalam telinga atau syaraf pendengaran yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman
pesan bunyi ke otak.
H90.1

CONDUCTIVE HEARING LOSS, UNIRATERAL WITH UNRESTRICKED


HEARING
H90.2

CONDUCTIVE HEARING LOSS, UNSPECIFIED

H90.3 SENSORINEURAL HEARING LOSS, BILATERAL


H90.4 SENSORINEURAL HEARING LOSS, UNIRATERAL
H90.5 SENSORINEURAL HEARING LOSS, UNSPECIFIED

H91.0 ototoxic
Ototoxicity adalah milik menjadi racun bagi telinga (oto-), khususnya koklea atau saraf
pendengaran dan kadang-kadang sistem vestibular; itu umumnya obat-induced. Obat
ototoksik termasuk antibiotik seperti gentamisin, diuretik loop seperti furosemid dan platinum
berbasis
agen kemoterapi seperti cisplatin. Sejumlah obat anti-inflamasi (OAINS) juga telah terbukti

ototoksik. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya pendengaran sensorineural, dysequilibrium,


atau keduanya. Entah mungkin reversibel dan sementara, atau ireversibel dan permanen.

Antibiotik di kelas aminoglikosida, seperti gentamisin dan tobramycin, dapat menghasilkan


cochleotoxicity melalui mekanisme kurang dipahami. [1] Ini mungkin hasil dari antibiotik
mengikat reseptor NMDA dalam koklea dan merusak neuron melalui excitotoxicity. [2]
aminoglikosida-diinduksi produksi spesies oksigen reaktif juga dapat melukai sel-sel koklea.
[3] dosis sekali sehari [4] dan tugas pembantuan dari N-acetylcysteine [5] dapat melindungi
terhadap

aminoglikosida-induced

ototoksisitas.

The

ototoxicity

gentamisin

dapat

dimanfaatkan untuk mengobati beberapa individu dengan penyakit Mnire dengan


menghancurkan telinga bagian dalam, yang menghentikan serangan vertigo tetapi
menyebabkan

tuli

permanen.

[6]

Antibiotik makrolida, termasuk eritromisin, berhubungan dengan efek ototoksik reversibel. [7]
Mekanisme yang mendasari ototoxicity mungkin gangguan transportasi ion dalam vaskularis
stria. [7] Faktor predisposisi mencakup gangguan ginjal, gangguan hati, dan transplantasi
organ

baru-baru

ini.

7]

Diuretik

loop

Loop diuretic furosemide dikaitkan dengan ototoxicity, terutama ketika dosis melebihi 240
mg per jam. [8] Senyawa asam ethacrynic terkait memiliki hubungan yang lebih tinggi
dengan ototoxicity, oleh karena itu lebih disukai hanya untuk pasien dengan alergi sulfur. [9]
bumetanide
furosemide.
Agen

menganugerahkan

penurunan

risiko

ototoxicity

dibandingkan

dengan
[7]

kemoterapi

Platinum mengandung obat kemoterapi, termasuk cisplatin dan carboplatin, berhubungan


dengan cochleotoxicity ditandai dengan frekuensi tinggi gangguan pendengaran dan tinnitus
(telinga berdenging). [10] Ototoxicity kurang sering terlihat dengan senyawa oxaliplatin
terkait. [11] Cisplatin- diinduksi ototoxicity tergantung pada dosis, biasanya terjadi dengan
dosis lebih besar dari 60 mg / m2, dan cenderung terjadi ketika kemoterapi diberikan setiap
dua minggu dibandingkan dengan setiap satu minggu. [10] Cisplatin dan agen terkait
diserap oleh sel-sel rambut koklea dan Hasil di ototoxicity melalui produksi spesies oksigen
reaktif. [12] Kejadian penurunan oxaliplatin ototoxicity telah dikaitkan dengan penurunan
serapan obat oleh sel-sel dari koklea. [11] Administrasi amifostine telah digunakan dalam
upaya untuk mencegah cisplatin- diinduksi ototoxicity, tetapi American Society of Clinical

Oncology

merekomendasikan

terhadap

penggunaan

rutin.

[13]

Alkaloid vinca, termasuk vincristine, juga terkait dengan ototoxicity reversibel. [7]
Lainnya
Efek ototoksik juga terlihat dengan kina dan logam berat seperti merkuri dan timbal. [7] Pada
dosis tinggi, aspirin dan salisilat lainnya juga dapat menyebabkan tinggi-lapangan tinnitus
dan gangguan pendengaran di kedua telinga, biasanya reversibel setelah penghentian obat.
[ 7] Obat disfungsi ereksi Viagra, Levitra, dan Cialis juga telah dilaporkan menyebabkan
gangguan

pendengaran.

[14]

Eksposur

campuran

Bahan kimia ototoksik berinteraksi dengan tekanan mekanis pada sel-sel rambut koklea
dengan cara yang berbeda. Untuk pelarut organik seperti toluena, stirena atau xilena,
gabungan paparan dengan kebisingan meningkatkan risiko gangguan pendengaran secara
sinergis. [15] Logam berat, asfiksia dan endokrin memiliki berbagai interaksi juga. Batas
Toksisitas untuk eksposur gabungan tidak mapan. Namun, mengingat potensi untuk
meningkatkan risiko gangguan pendengaran, eksposur suara harus disimpan di bawah 85
desibel, dan eksposur kimia harus di bawah batas paparan yang direkomendasikan
diberikan

oleh

lembaga-lembaga

seperti

OSHA,

NIOSH,

atau

ACGIH.

Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus mungkin tersedia, tetapi penarikan obat ototoksik dapat
dibenarkan ketika konsekuensi melakukannya kurang parah dibandingkan ototoxicity itu. [7]
Sulit untuk membedakan antara kerusakan saraf dan kerusakan struktural karena kesamaan
gejala. Diagnosis ototoxicity biasanya hasil dari mengesampingkan semua sumber lain yang
mungkin gangguan pendengaran dan sering penjelasan mencakup semuanya untuk gejala.
Pilihan pengobatan bervariasi tergantung pada pasien dan diagnosis. Beberapa pasien
mengalami gejala hanya sementara yang tidak memerlukan pengobatan drastis sementara
yang lain dapat diobati dengan obat-obatan. Terapi fisik mungkin berguna untuk
mendapatkan kembali keseimbangan dan berjalan kemampuan. Implan koklea kadangkadang salah satu pilihan untuk mengembalikan pendengaran. Perawatan tersebut
biasanya diambil untuk menghibur pasien, tidak untuk menyembuhkan penyakit atau
kerusakan yang disebabkan oleh ototoxicity. Tidak ada obat atau restorasi kemampuan jika
kerusakan menjadi permanen, [16] [17] meskipun koklea terminal saraf regenerasi telah
diamati pada ayam, [18] yang menunjukkan bahwa mungkin ada cara untuk mencapai hal

ini

pada

manusia.

Gejala
Gejala ototoxicity termasuk hilangnya sebagian atau mendalam pendengaran, vertigo, dan
tinnitus.
Koklea terutama struktur pendengaran yang terletak di telinga bagian dalam. Ini adalah shell
siput berbentuk berisi beberapa ujung saraf yang membuat pendengaran mungkin. [19]
Ototoxicity biasanya terjadi ketika telinga bagian dalam diracuni oleh obat yang merusak
koklea, vestibulum, kanal setengah lingkaran, atau pendengaran / vestibulocochlear saraf.
Struktur rusak maka menghasilkan gejala pasien menyajikan dengan. Ototoxicity di koklea
dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada rentang frekuensi tinggi pitch atau tuli
lengkap, atau kerugian pada titik-titik antara. [20] Hal ini dapat hadir dengan gejala bilateral
simetris, atau asimetris, dengan satu telinga mengembangkan kondisi setelah yang lain atau
tidak sama sekali. [20] Kerangka waktu untuk perkembangan penyakit sangat bervariasi dan
gejala gangguan pendengaran mungkin bersifat sementara atau permanen. [19] Ototoxicity
di

koklea

juga

dapat

menghasilkan

tinnitus.

Ruang depan dan saluran setengah lingkaran adalah komponen dalam telinga yang terdiri
dari

sistem

vestibular.

Dua jenis organ otolith disimpan di ruang depan: saccule, yang menunjuk secara vertikal
dan mendeteksi percepatan vertikal, dan utrikulus, yang menunjuk secara horizontal dan
mendeteksi percepatan horisontal. Organ otolith bersama-sama merasakan posisi kepala
sehubungan dengan gravitasi ketika tubuh yang statis; maka gerakan kepala ketika itu
miring; dan perubahan lapangan selama setiap gerak linear dari kepala. Saccule dan
utrikulus mendeteksi gerakan yang berbeda, informasi yang otak menerima dan
mengintegrasikan untuk menentukan mana kepala dan bagaimana dan di mana ia bergerak.
Ruang depan dan kanal-kanal setengah lingkaran bersama-sama mendeteksi segala arah
gerakan

kepala.

Kanal-kanal setengah lingkaran tiga struktur tulang berisi cairan. Seperti ruang depan,
tujuan utama dari kanal adalah untuk mendeteksi gerakan. Setiap kanal berorientasi pada
sudut kanan ke orang lain, memungkinkan deteksi gerakan dalam bidang apapun. Kanal
posterior mendeteksi gerakan bergulir, atau gerak pada sumbu X; kanal anterior mendeteksi
pitch, atau gerak pada sumbu Y; kanal horisontal mendeteksi gerakan yaw, atau gerak

tentang Z sumbu. Ketika obat beracun di ruang depan atau kanal-kanal setengah lingkaran,
pasien

merasakan

kehilangan

keseimbangan

atau

orientasi

daripada

kerugian

pendengaran. Gejala pada organ-organ ini hadir sebagai vertigo, kesulitan berjalan dalam
cahaya rendah dan gelap, ketidakseimbangan, oscillopsia antara lain. [20] Masing-masing
masalah ini berhubungan dengan keseimbangan dan pikiran bingung dengan arah gerak
atau kurangnya gerak. Baik ruang depan dan setengah lingkaran kanal mengirimkan
informasi ke otak tentang gerakan; saat ini beracun, mereka tidak dapat berfungsi dengan
baik

yang

mengakibatkan

miskomunikasi

dengan

otak.

Ketika ruang depan dan / atau kanal setengah lingkaran dipengaruhi oleh ototoxicity, mata
juga bisa terpengaruh. Nistagmus dan oscillopsia adalah dua kondisi yang tumpang tindih
vestibular dan sistem mata. Gejala ini menyebabkan pasien mengalami kesulitan dengan
melihat dan pengolahan gambar. Tubuh sadar mencoba untuk mengkompensasi sinyal
ketidakseimbangan yang dikirim ke otak dengan mencoba untuk mendapatkan isyarat visual
untuk mendukung informasi itu menerima. Hal ini menyebabkan pusing itu dan "pusing"
pasien perasaan digunakan untuk menggambarkan kondisi seperti oscillopsia dan vertigo.
[20]
Pendengaran / saraf vestibulocochlear, atau saraf kranial VIII, adalah komponen paling
menderita dari telinga ketika ototoxicity muncul, tetapi jika saraf dipengaruhi, kerusakan
yang paling sering permanen. Kranial VIII saraf "memiliki bagian vestibular yang berfungsi
dalam keseimbangan, keseimbangan, dan orientasi dalam ruang tiga dimensi, dan sebagian
koklea yang berfungsi dalam sidang." [21] Meskipun vestibular atau cochlear struktur
berfungsi normal, penderitaan saraf efektif penangkapan komunikasi antara struktur dan
otak. Gejala ini mirip dengan yang dihasilkan dari vestibular dan koklea kerusakan, termasuk
tinnitus, dering dari telinga, difficultly berjalan, tuli, dan masalah keseimbangan dan
orientasi. [21]

H91.1 presbycusis
Presbycusis atau Presbycusis adalah gejala kurangnya daya dengar seiring dengan
bertambahnya usia, merupakan hal yang umum terjadi. Gejala ini bersifat semakin tua
semakin berat (gradual). Sehingga banyak orang yang tidak menyadarinya. Di Indonesia,
belum ada data pasti tentang berapa persen lansia (usia lebih dari 60 tahun) menderita
presbycusis. Namun dari penelitian di AS, terdapat sekitar 33% presbycusis pada usia lebih
dari 60-70 tahun, dan 45% pada usia lebih dari 70 tahun (Feeney, 2008).

Penyebab Presbycusis
Belum diketahui secara pasti, apa sebenarnya penyebab terjadinya gangguan pendengaran
ini, namun diduga terjadinya perubahan fisiologis yang terjadi di dalam telinga karena proses
menjadi tua, degradasi persarafan di telinga yang berhubungan dengan otak, atau
berkurangnya supply darah ke telinga. Proses ini sebenarnya terjadi sepanjang waktu,
namun semakin memberat karena adanya paparan dengan suara keras, infeksi telinga
kronis, "perlukaan" (injury) pada organ telinga, atau bahkan genetik. Suara keras tersebut
bisa terjadi di dalam ruangan : seperti kalau bekerja di tempat bising, misalnya di bagian
proses produksi; atau di luar ruangan : karena bertempat tinggal di dekat bandara, stasiun,
terminal atau klub hiburan/disko bahkan berada pada saat terjadi bom/letusan dll. Paparan
suara

keras/bising

bisa

terjadi

kronis

atau

eksplosif.

Pengobatan Presbycusis
Pengobatan presbycusis yang umum adalah penggunaan alat bantu dengar. Alat bantu
dengar ini alat bantu dengar biasa yang seperti yang sering kita lihat atau berupa seperti
televisi infrared, atau senter/flashlight yang menyala sewaktu ada rangsang suara. Namun
ternyata, alat bantu dengar yang biasa pun, juga masih mahal untuk lansia yang tentu saja
kebanyakan sudah pensiun...sehingga pengguanaan alat bantu dengar ini tidak sejajar
dengan beratnya gangguan pendengaran yang terjadi. Persentasi penggunaan alat bantu
dengar sesuai dengan tingkat sosial ekonomi dan tingkat "independensi" dari lansia itu
sendiri. Maka cara termudah terhindar dari presbycusis adalah deteksi dini dan
mencegahnya.
Deteksi Dini Presbycusis
Sebenarnya ada cara mudah mengetahui terjadinya presbycusis adalah sewaktu kita tidak
bisa jelas mengikuti pembicaraan dalam telepon, lebih enak berkomunikasi bila melihat
"gerak bibirnya", atau kita sering ditegur karena melihat TV dengan suara keras.
Pencegahan Presbycusis
Mencegah terjadinya presbycusis adalah melakukan pemeriksaan audiogram berkala. Tentu
saja kita belum dapat menuntut pemerintah memberikan pelayanan pemeriksaan audiogram
itu setiap 3 tahun atau bahkan setiap tahun seperti pada negara berkembang. Tapi
setidaknya kalau kita sudah mengalami gangguan berkomunikasi seperti yang disebutkan
diatas, maka secepatnya waspada dan segera periksa ke dokter spesialis Telinga Hidung
Tenggorokan (THT). Tentunya juga dilakukan proteksi dari suara keras/bising (seperti
memakai earplug, alat pelindung diri kalau memang bekerja/tinggal di tempat berisiko),

regulasi tekanan darah, dan perilaku sehat (tidak merokok/minuman keras, gizi seimbang,
istirahat/tidur cukup dll)
Efek Presbycusis
Jangan dianggap remeh dampak presbycusis ini, karena kesulitan berkomunikasi berarti
meningkatkan terjadinya depressi (yang sebenarnya emosi lansia sudah menjadi begitu
mudah depresi), sehingga kualitas hidup lansia menjadi semakin menurun, karena menjadi
frustasi, meng"isolasi"kan diri, merasa kesepian dll. Beberapa penelitian terakhir
menunjukkan efek presbycusis adalah gangguan bicara (Insyaallah pada entri berikutnya
akan dibahas), bahkan ada yang menyebutkan presbycusis merupakan tanda awal kondisi
kesehatan yang memburuk.

H91.2 IDIOPATHI C
Abstrak
TUJUAN:
Untuk mengevaluasi efektivitas suntikan steroid intratympanic pada pasien dengan idiopatik
tiba-tiba kehilangan pendengaran sensorineural (SSNHL) yang tidak menanggapi steroid
sistemik.
BAHAN

DAN

METODE:

Sebuah studi kohort prospektif dari 31 pasien, dengan idiopatik SSNHL refrakter terhadap
terapi steroid oral yang diobati dengan injeksi steroid intratympanic. Suntikan dilakukan
seminggu sekali selama tiga minggu berturut-turut. Audiometri nada murni (PTA) dan skor
diskriminasi pidato (SDS) dilakukan sebelum dan dua bulan setelah injeksi steroid
intratympanic telah selesai. Keberhasilan pengobatan didefinisikan sebagai penurunan PTA
sebesar

10

dB

atau

lebih,

atau

peningkatan

SDS

20%

atau

lebih.

HASIL:
Tiga puluh satu pasien diobati dengan injeksi steroid intratympanic, 22 perempuan dan 9
laki-laki. Usia rata-rata adalah 53 tahun. Keseluruhan keberhasilan adalah 14 pasien
(45,2%). Sebelas dari pasien (35,5%) menunjukkan peningkatan baik di PTA atau SDS, di
antaranya ada dua pasien yang mengalami perbaikan hanya PTA dan sembilan pasien
mengalami perbaikan hanya di SDS. Selain itu, tiga pasien (9,7%) mengalami perbaikan di
kedua

PTA

dan

SDS.

KESIMPULAN:
Injeksi steroid Intratympanic efektif meningkatkan pendengaran pada pasien dengan SSNHL
setelah kegagalan pengobatan dengan steroid sistemik lisan dan tidak terkait dengan efek
samping. Oleh karena itu, dapat digunakan sebagai terapi penyelamatan setelah gagal
pengobatan konvensional. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mempertimbangkan
apakah injeksi steroid intratympanic dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama di
SSNHL.
H91.3 DEAF MUTISM, not elsewhere
Tuli kongenital yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk berbicara
H91.8 Other specified hearing loss
Hilangnya pendengaran lain
H91.9 Hearing loss, unspecified
Hilangnya pendengaran yang tidak dijelaskan

H92 Otalgia and effusion of ear


H92.0 Otalgia
1.PENGERTIAN
Otalgia adalah sensasi rasa sakit di telinga. Otalgia adalah suatu nyeri telinga, setiap
penyakit yang mengenai daerah telinga hampir semuanya terdapat gejala otalgia. Penyebab
nyeri dalam telinga itu sendiri dapat berasal dari telinga maupun diluar telinga (Arnolds,
1984).
Otalgia adalah suatu gejala yang lazim terjadi, dan bisa dilukiskan sebagai rasa terbakar,
berdenyut atau menusuk, bisa bersifat ringan atau sangat hebat, atau konsisten dan
intermittent atau sementara. Pada keadaan terakhir, biasanya sesuai ini dilukiskan sebagai
nyeri tajam yang masuk (Petrus, 1986).
Otalgia adalah rasa nyeri pada telinga. Karena telinga dipersarafi oleh saraf yang kaya
(nervus kranialis V, VII, IX, dan X selain cabang saraf servikalis kedua dan ketiga), maka
kulit di tempat ini menjadi sangat sensitif. (Brunner & Suddarth, 1997).
Jadi Otalgia adalah suatu keluhan yang timbul berupa rasa sakit di telinga oleh karena
penyakit yang ada di telinga atau penjalaran rasa sakit akibat suatu penyakit di daerah lain
di luar telinga dengan karakteristik yang sesuai dengan berat penyakit yang dialami
seseorang.
2. EPIDEMIOLOGI
Otalgia sangat umum terutama pada anak-anak pada sebagian besar kasus. Lebih
banyak dialami oleh pria dari pada wanita. Beberapa koisioner diisi oleh beberapa sampel
secara acak dari 2.500 orang berusia 25-65 tahun. Keseluruhan 1.720 penerima mengisi
koisioner tersebut dan Kriteria inklusi rasa sakit di dalam atau di sekitar telinga tanpa infeksi,
tumor, atau trauma, dari waktu 6 bulan atau lebih, dan frekuensi sakit setidaknya sebulan
sekali. Secara keseluruhan 152 responden yang memenuhi kriteria, dan 100 berpartisipasi
dalam pemeriksaan klinis dan wawancara tersebut ( kuttila s, dkk, 2004 ).

3.

PENYEBAB

Penyebab otalgia dapat dibedakan menjadi dua , yaitu :


1.

Otalgia primer

a.

Otitis Externa

Otitis eksterna adalah proses inflamasi dari meatus akustikus eksterna yang dapat
disebabkan oleh kelembaban ataupun trauma. Biasanya penyakit ini sering muncul saat

musim panas karena meningkatnya intensitas orang untuk pergi berenang, karena itulah
penyakit ini biasa disebut sebagai telinga perenang( Bluest D, 1996 ).
Otitis eksterna lazim terjadi dan selalu terasa nyeri, sering nyeri yang sangat hebat. Tanda
utama otitis eksterna bahwa tarikan pada aurikula atau penekanan pada tragus dapat
memperhebat nyeri ini, yang tidak terjadi pada otitis media supuratif akut. Bila otitis eksterna
karena jamur, sering nyeri terlihat tidak sesuai dengan gambaran fisik kulit liang telinga
berwarna merah, tetapi biasanya edema lebih ringan dibandingkan dengan yang terjadi
pada infeksi bakteri dan mungkin terdapat eksudat jernih yang minimum (Petrus, 1986).
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan debris atau eksudat yang biasa ditemukan pada
liang telinga dan tidak jarang juga menutupi membran timpani (Arnolds, 1984) (Petrus,
1986).
b.

Polikondritis

Polikondritis ditandai oleh reaksi radang yang menonjol pada struktur-struktur kartilago.
Tersering mengenai kartilago telinga dan aurikula menjadi merah, bengkak, nyeri dan nyeri
tekan. Biasanya mengenai aurikula bilateral disertai reaksi akut pada aurikula yang terjadi
bersamaan atau berganti-gantian. Relaps lazim dan dapat terjadi dari beberapa kali dalam
sebulan sempai sekali dalam beberapa tahun, dan dapat berlangsung dari beberapa hari
sampai beberapa bulan (Petrus, 1986).
c.

Otitis Media

Otitis media akut dapat mengembangkan otalgia berat dan biasanya didahului oleh demam,
iritabilitas dan hilangnya pendengaran. Nyeri telinga sinonim dengan otitis media supuratif
akut akibat infeksi bakteri dicelah telinga tengah. Organisme yang sering bertanggung jawab
meliputi Streptococcus, Haemoliticus, Pneumococcus dan Haemophillas influenzae. Nyeri
telinga dan demam yang menandai mulanya otitis media supuratif akut dan biasanya
didahului oleh gejala-gejala berbagai infeksi traktus respi ratorius atas. Pada anak dan
orang dewasa gejala utamanya adalah nyeri telinga. Mungkin juga terdapat sensasi penuh
ditelinga dan gangguan pendengaran, dapat juga timbul tinnitus dan demam (Petrus,
1986).
d.

Barotrauma

Pada anak kecil yang mempunyai disfungsi tuba eustachius dapat terjadi trauma pada
telinga tengah dan membran timpani saat terjadi perubahan tekanan secara tiba-tiba
(Arnolds, 1984). Bila tuba Eustachius tidak dapat terbuka, maka nyeri cepat menghambat di
dalam telinga serta gangguan pendengaran. Kadang-kadang membran timpani akan ruptur,
biasanya dengan pendarahan mendadak dari telinga dapat meredakan nyeri (Petrus, 1986).
e.

Mastoiditis Supuratif akut

Mastoiditis Supuratif akut timbul sebagai akibat terapi otitis media supuratif akut yang tidak
adekuat dan biasanya pada anak-anak. Kadang-kadang pasien otitis media supuratif akut
tidak mencari pertolongan medis karena nyeri terhenti dengan mulainya otore. Tetapi,
setelah beberapa hari otore, dapat terjadi kekambuhan demam dan nyeri yang menunjukkan
mulainya mastoiditis akut. Biasanya pada pemeriksaan telinga menunjukkan banyak sekret

purulen dari performasi membrana timpani dan sagging dinding posterior superior bagian
dalam meatus akustikus eksternus (Petrus, 1986).

f.

Miringitis bulosa

Miringitis bulosa terdiri dari nyeri telinga serta gelembung hemoragik dikulit meatus
akustikus eksterna dan pada membrana timpani. Penyakit ini sembuh sendiri dengan nyeri
yang mereda serta gelembung mengering dan menghilang setelah beberapa hari. Tidak
terdapat demam, eksudat purulen atau tuli tanpa infeksi bakteri sekunder (Petrus, 1986).
2.

Otalgia sekunder
a. Nyeri alih (Reffered otalgia) oleh Nervus Trigeminus (N.V)

1.

Penyakit Gigi

Nyeri mungkin dialihkan ke telinga dari karies gigi, penyakit gigi, infeksi periapikal dari gigi
belakang dan infeksi subperiosteal rahang atas dan bawah.
2.

Iritasi Sinus Paranasal

Inflamasi dan iritasi dari cabang nervus trigeminus pada sinus paranasal terutama sinus
maksilla dapat menimbulkan nyeri alih pada telinga.
3.

Lesi di rongga mulut

4.

Glandula salivatori

Inflamasi, obstruksi dan penyakit neoplasma dari submandibula, sublingual dan terutama
kelenjar parotis dapat menimbulkan otalgia
5.

Iritasi Durameter

Iritasi oleh infeksi atau tumor dari durameter bagian tengah atau posterior fossa cramial
dapat menimbulkan nyeri telinga.
b. Nyeri alih (Referred atalgia) oleh nervus fasialis
Nervus fasialis adalah saraf motorik dari otot mimik tetapi ada serat sensoris dari saraf
fasialis yang mempersarafi kulit yang terletak pada bagian lateral dari konka dan antiheliks
dan juga pada lobus posterior dan kulit yang terletak pada daerah mastoid. Penyebab paling
sering nyeri alih oleh saraf fasialis adalah bells palsy sebelum terjadinya paralysis pada
wajah. Pasien dengan herpes zoster otikus (Ramsay Hunt syndrome) juga dapat mengalami
otalgia. Pada penyakit ini dapat ditemukan vesikel sepanjang konka dan liang posterior.
c. Nyeri alih (Referred otalgia) oleh nervus glossopharyngeal (N. IX)
Tonsilitis akut, peritonsilitis atau abes peritonsilar adalah penyakit yang sering menyebabkan
nyeri alih pada telinga. Pasien biasanya mengeluh otalgia setelah melakukan tonsilektomi.
d. Nyeri alih (Referred otalgia) oleh nervus vagus (N. X)

Cabang utama dari saraf vagus mempersarafi mukosa laring, hipofaring, fraken, esofagus
dan kelenjar tiroid. Nyeri pada setiap bagian ini dialihkan ke telinga.

Laringitis
Semua bentuk laringitis dapat menyebabkan nyeri alih otalgia. Luka pada laring atau adanya
benda asing pada laring dapat menyebabkan adanya nyeri yang menjalar ke telinga.
e. Nervus cervical
Penyebab otalgia dari pleksus servikal adalah limfadenopati servikal yang biasanya terdapat
pada jaringan limfe di oksipital dan mastoid.

4.

PATOFISIOLOGI
PATHWAY

5.

KLASIFIKASI

Klasifikasi otalgia dapat dibedakan menjadi 2 berdasarkan atas penyebabnya adalah


sebagai berikut :
1.

Otalgia primer adalah nyeri yang berasal dari penyakit yang ada di telinga.

Seperti : Otitis Externa, Polikondritis, Otitis Media, Barotrauma, Mastoiditis Supuratif akut,
Miringitis bulos, dll.
2.

Otalgia sekunder adalah penjalaran rasa nyeri dari tempat lain.

Seperti : Penyakit Gigi, Iritasi Sinus Paranasal, Lesi di rongga mulut, Glandula salivatori,
Iritasi Durameter, Bells palsy, Ramsay Hunt syndrome, Tonsilitis akut, peritonsilitis atau abes
peritonsilar, limfadenopati servikal, laringitis, dll.
6.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang dapat timbul adalah sebagai berikut :


Sakit telinga itu sendiri merupakan suatu gejala atau keluhan, biasanya disertai dengan
gejala-gejala lain dan bisa dari berbagai penyebab.
Bayi dan anak-anak biasanya menjadi rewel, sering menggaruk-garuk telinga atau menariknarik telinga, bila penyakitnya di telinga biasanya disertai gangguan pendengaran. Pada
keadaan infeksi dapat disertai demam dan keluar cairan dari telinga. Sakit telinga yang
sering timbul pada anak-anak adalah akibat infeksi telinga tengah akut, yang timbul secara
tiba-tiba. Biasanya disertai dengan demam tinggi, kadang-kadang sampai kejang dan
muntah. Biasanya sebelumnya didahului oleh batuk dan pilek.
Pada penderita yang sudah dapat menjelaskan seperti anak yang agak besar, remaja dan
dewasa, yang sering dialami selain nyeri adalah adanya perasaan penuh atau tekanan pada
telinga, gangguan pendengaran, pusing dan pada infeksi terdapat cairan yang keluar dari

telinga atau demam. Sakit telinga akibat infeksi telinga yang sudah menyebar kedaerah
mastoid atau daerah dibelakangtelinga (mastoiditis), biasanya disertai dengan nyeri kepala.
Pada infeksi liang telinga (otitis eksterna) sering disertai nyeri ketika membuka mulut atau
menelan.

7.

PEMERIKSAAN FISIK

Inspeksi: adanya kemerahan di liang telingan, klien mengeluhkan rasa sakit yang amat
sangat menggangu di telinganya.
Palpasi: adanya nyeri tekan pada bagian yang sakit.

8.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostik biasanya dilakukan dengan menanyakan beberapa hal sehubungan


dengan keluhan sakit telinga yang timbul. Seperti adanya riwayat sakit batuk, pilek dan
demam, riwayat mengorek telinga sebelumnya, riwayat naik pesawat. Sangat penting untuk
mengidentifikasi penyebab telinga nyeri untuk mengetahui cara mengatasi rasa sakit
tersebut.
Telinga akan diperiksa dengan seksama baik menggunakan otoskop atau endoskopi jika
perlu. Organ sekitarnya juga akan diperiksa untuk memastikan asal rasa sakit tersebut. Juga
dilakukan Tes Toynbee/Valsava yaitu tes untuk menentukan masih tidaknya fungsi
Eustachius, Tes pendengaran, Tes keseimbangan, bila perlu dilakukan pemeriksaan
Radiologi.
Dapat juga dilakukan tes fungsi dan tes keseimbangan seperti :
A. Tes fungsi
Tes Toynbee/Valsava adalah untuk mengetahui masih tidaknya fungsi eusthacius
B. Tes pendengaran
Tujuan dari tes pendengaran adalah :
Menentukan apakah pendengaran seseorang normal atau tidak.
Menentukan derajat kekurangan pendengaran.
Menentukan lokalisasi penyebab gangguan pendengaran.2
a.

Tes Suara

Tes Bisik : Normalnya tes bisik dapat didengar 10 15 meter. Tetapi biasa dipakai patokan 6
meter. Syarat melakukan tes Bisik :
1)
Pemeriksa berdiri di belakang pasien supaya pasien tidak dapat membaca gerakan
bibir pemeriksa.

2)
Perintahkan pasien untuk meletakkan satu jari pada tragus telinga yang tidak
diperiksa untuk mencegah agar pasien tidap dapat mendengar suara dari telinga itu.
3)
Bisikkan kata pada telinga pasien yang akan diperiksa. Kata harus dimengerti oleh
pasien, kata dibagi atas : yang mengandung huruf lunak ( m, n, l, d, h, g ) dan yang
mengandung huruf desis ( s, c, f, j, v, z ).
4)

Suruh pasien untuk mengulang kata kata tersebut.

5)

Sebut 10 kata ( normal 80 % ), yaitu 8 dari 10 kata atau 4 dari 5 kata.

6)

Apabila penderita tidak / kurang mendengar huruf desis tuli persepsi.

7)

Apabila penderita tidak / kurang mendengar huruf lunak tuli konduksi

Tes Konversasi : Caranya sama dengan tes bisik, tetapi tes ini menggunakan percakan
biasa.
b. Tes Garpu Tala.
Tes Schwabach : Tes ini digunakan untuk membandingkan penghantaran bunyi melalui
tulang penderita dan pemeriksa. Syarat melakukan tes Schwabach :
1)

Gunakan garpu tala 256 atau 512 Hz.

2)

Getarkan garpu tala.

3)

Letakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa.

4)
Apabila bunyi sudah tidak didengar lagi, segera garpu tala diletakkan pada planum
mastoid penderita.
5)
Lakukan hal ini sekali lagi tetapi sebaliknya lebih dahulu ke telinga penderita lalu ke
telinga pemeriksa. Lakukan cara ini untuk telinga kiri dan kanan.
6)
Normal jika pemeriksa sudah tak dapat mendengar suara dari garpu tala, maka
penderita juga tidak dapat mendengar suara dari garpu tala tersebut.
7)
Tuli Konduksi apabila pemeriksa sudah tidak dapat mendengar suara dari garpu tala
tetapi penderita masih dapat mendengarnya ( Schwabach memanjang ).
8)
Tuli persepsi apabila pemeriksa masih dapat mendengar suara dari garpu tala tetapi
penderita sudah tidak dapat mendengar lagi.

Tes Rinne : Tes ini digunakan untuk membandingkan penghantaran bunyi melalui tulang dan
melalui udara pada penderita. Syarat melakukan tes Rinne :
1)

Garpu tala digetarkan.

2)

Letakkan tegak lurus pada planum mastoid penderita, ini disebut posisi 1 ( satu ).

3)
Setelah bunyi sudah tidak terdengar lagi letakkan garpu tala tegak lurus di depan
meatus akustikus eksterna, ini disebut posisi 2 (dua ).
4)

Kalau pada posisi 2 masih terdengar bunyi Tes Rinne (+).

5)

Kalau pada posisi 2 tidak terdengar bunyi Tes Rinne ().

6)

Kalau pada posisi 1 terdengar berlawanan Tes Rinne ragu ragu.

Tes Weber : Tes ini digunakan untuk membandingkan penghantaran bunyi melalui sebelah
kanan / kiri penderita. Syarat melakukan tes Weber :
1)

Garpu tala digetarkan.

2)
Letakkan tegak lurus pada garis tengah kepala penderita, mis : dahi, ubun ubun,
rahang, kemudian suara yamg paling keras di kiri dan kanan.
3)

Pada tes ini terdapat beberapa kemungkinan.

4)
Bisa didapat hasil telinga kiri dan kanan sama keras terdengarnya, hal ini bisa berarati
: normal atau ada gangguan pendengaran yang jenisnya sama.
5)

Bisa juga didapatkan hasil telinga kiri > telinga kanan atau kiri < telinga kanan.

6)
Lateralisasi ke kanan dapat berarti : adanya tuli konduksi sebelah kanan, telinga kiri
dan kanan ada tuli konduksi, tetapi yang kanan lebih berat dari yang kiri, terdapat tuli
persepsi disebelah kiri, keduanya tuli persepsi, keduanya tuli persepsi tetapi lebih berat yang
kiri, kedua telinga tuli, kiri tuli persepsi, kanan tuli konduksi.
Berbagai macam tes diatas merupakan sebagian dari berbagai macam cara untuk
mengetahui fungsi pendengaran seseorang. Sehingga untuk mengetahui dan mendiagnosa
seseorang mengalami ketulian diperlukan tes tes yang lain selain yang dipaparkan diatas.

C. Pemeriksaan Keseimbangan
1) Berdiri normal
2) Berdiri kaki rapat
3) Berdiri tandem
4) Berdiri satu kaki
5) Berbagai posisi lengan pada tes di atas
6) Berbagai ggn keseimbangan pada tes di atas

7) Berdiri fleksi neutral ekstensi trunk


8) Berdiri side fleksi
9) Berjalan memposisikan kaki tandem
10) Berjalan sepanjang garis atau tanda tertentu
11) Berjalan ke samping, berjalan mundur
12) Berjalan di tempat
13) Berjalan dgn berbagai kecepatan
14) Berjalan dan berhenti dengan mendadak
15) Berjalan membentuk lingkaran
16) Berjalan pada tumit atau jari-jari kaki
17) Berdiri mata terbuka mata tertutup (Romberg test)

10. TERAPI
Terapi yang dapat diberikan pada penderita otalgia sesuai dengan penyakit primer yang
menyebabkan otalgia tersebut. Terapi yang diberikan dapat berupa : Jika terdapat kotoran
yang keras atau benda asing akan dibersihkan dengan alkohol, asam salisilat. Pada kasus
infeksi akan diterapi dengan pemberian antibiotika atau anti jamur. Pada kasus tertentu
bahkan dilakukan tindakan pembedahan. Dapat juga diberikan kompres hangat, analgesik.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.

Pengkajian

1)

Pengkajian Primer (Primery Survey)

a) Airway
Bila etiologinya berasal dari eksternal atau adanya
kemungkinan kondisi klien tidak mengalami :

penyakit respirasi penyerta

a.

Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi, rhonci, gargling, dll

b.

Retensi lendir/sputum di tenggorokan

c.

Suara serak

d. tidak Batuk berdahak atau kering


b)

Breathing

Bila etiologinya berasal dari eksternal atau adanya


kemungkinan kondisi klien mengalami :

penyakit respirasi penyerta

a. Batuk
b. Sesak napas
c. Adanya penggunaan otot bantu napas
d. Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu 16 24 x/mnt.
c)

Circulation

Bila etiologinya berasal dari eksternal atau adanya


kemungkinan kondisi klien :
a.

TD meningkat

b.

capillary refill normal

c.

Demam

d)

penyakit respirasi penyerta

Disability / Neurological

a. Terdapat nyeri pada daerah telinga.


b. Kemampuan pendengaran menurun.
b.

Pengkajian Sekunder (Secundary Survey)

1) Riwayat penyakit sebelumnya


Apakah klien pernah menderita :
Otitis Externa, Polikondritis, Otitis Media, Barotrauma, Mastoiditis Supuratif akut, Miringitis
bulos dan penyakit telinga lainnya. Juga beberapa penyakit diluar telinga seperti : Penyakit
Gigi, Iritasi Sinus Paranasal, Lesi di rongga mulut, Glandula salivatori, Iritasi Durameter,
Bells palsy, Ramsay Hunt syndrome, Tonsilitis akut, peritonsilitis atau abes peritonsilar,
limfadenopati servikal, laringitis, dll.
2) Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:

Aktivitas menurun

Adanya perubahan pola tidur

Lebih sering istirahat

Data obyektif :

Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran

Tidak terjadi Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia )

Terlihat kelemahan umum.

gangguan pendengaran
b. Sirkulasi

Data Subyektif:

Demam, akral hangat

Data obyektif:

Suhu tubuh diatas 37,5oC

Kadar WBC meningkat

c.

Eliminasi

Data Subyektif:

Tidak mengalami gangguan eleminasi

Data obyektif

d.

Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )


Makan/ minum

Data Subyektif:

Kemungkinan nafsu makan menurun

Data obyektif:

Makanan tersisa lebih dari setengah

Hanya mampu makan porsi

e.

Sensori neural

Data Subyektif:

Kelemahan

Pendengaran berkurang

Data obyektif:

Status mental baik

Menurunnya kemampuan mendengar

f. Nyeri / kenyamanan

Data Subyektif:
Nyeri di daerah telinga yang terinfeksi oleh penyakit primer dari otalgia
Data obyektif:

Tingkah laku yang tidak stabil

Gelisah

Ketegangan otot

g.

Respirasi

Data Subyektif :

Sesak nafas

Batuk kering

Flu

Data obyektif:

Frekuensi pernafasan menurun

Batuk tidak berdahak

Adanya suara nafas tambahan

Menggunakan otot bantu pernafasan

h.

Keamanan

Data Subyektif :

Cemas

Data obyektif:

Motorik/sensorik : masalah dengan pendengaran

Perubahan persepsi terhadap tubuh

Penurunan pendengaran

i.

Interaksi sosial

Data Subyektif:

Pendengaran menurun

Data obyektif:

Penurunan komunikasi.

( Doengoes edisi 3, 2000 )


Diagnosa Keperawatan
1)
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik karena penyakit lain ditandai
dengan adanya nyeri secara verbal, adanya gerakan untuk melindungi bagian tubuh yang
nyeri dan terlihat meringis, tekanan darah meningkat, dan nadi meningkat.
2)
Hipertermia berhubungan dengan penyakit atau trauma ditandai dengan kulit diraba
hangat, peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal takhikardi dan kulit nampak merah.
3) Nausea berhubungan dengan faktor fisiologi : nyeri yang ditandai dengan peningkatan
saliva dan melaporkan adanya mual.
4)
Gangguan sensori persepsi : pendengaran yang berhubungan dengan perubahan
sensori persepsi pendengaran yang ditandai dengan distorsi pendengaran, perubahan pola
komunikasi dan gelisah.
5)
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan informasi yang
ditandai dengan mengungkapkan adanya masalah.
6)

Risiko cedera berhubungan dengan ganguan persepsi pendengaran

3.Intervensi Keperawatan
NO.
DX

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

INTERVENSI

DX 1

Setelah
dilakukan
tindakanMANDIRI
keperawatan selama .x 24 jam
indikator
nyeri akut yang klien rasakan dapata.Kaji tingkat nyeri yang1.Sebagai
dirasakan
baik
keefektifan
intervensi
terkontrol.
intesitas,
karakteriskyang diberikan dan
maupun
beratnyaperubahan karakteristik
(skala
1-10).nyeri.
Kriteria hasil :
2. Menurunkan reaksi
a.
tidak melaporkan adanya nyeri
terhadap stimulasi dari
secara verbal
luar atau sensivitas
pada suara-suara bising
b. Berikan lingkungandan
meningkatkan
yg
tenang
sesuai
istirahat/relaksasi.
b.
mengurangi adanya gerakan
untuk melindungi bagian tubuh yangindikasi.
3.Mampu meningkatkan
nyeri dan terlihat meringis
rasa
nyaman
dan
mengurangi rasa nyeri.
c.
tekanan darah normal, dan
nadi normal
c.Berikan

RASIONAL

4.Menurunkan gerakan
kompresyang
dapat

hangat
nyeri.

pada

lokasimeningkatkan nyeri.

5. Mungkin diperlukan
d.Berikan posisi yanguntuk
menghilangkan
nyaman pada kliennyeri yang berat serta
sesuai indikasi.
meningkatkan
kenyamanan
dan
istirahat.

KOLABORASI :
e.Berikan
analgetik,
seperti asetaminofen
1. Untuk menentukan
intervensi selanjutnya

DX 2

2.
membantu
menurunkan
badan klien

Setelah diberikan askep selama .x


24 jam, pada klien tidak terjadi
hipertermi.

untuk
suhu

3. Mencegah dehidrasi
Kriteria hasil :

MANDIRI :
a. Pantau suhu klien
setiap 8 jam

a.

Suhu dalam rentang normal

b.

Kulit tidak hangat

c.

Tidak ada takhikardi

d.

Kulit tidak tampak kemerahan

b. Anjurkan klien untuk


menggunakan kompres
hangat

4. Untuk pengeluaran
panas lebih efektif

c.
Anjurkan
klien
pentingnya
mempertahankan
asupan cairan yang
adekuat
5.Pemberian antipiretik
menurunkan
d. Jelaskan perlunyadapat
menggunakan pakaianpanas badan klien
yang kendur dan tipis

serta
keringat

menyerap

KOLABORASI :
1.Makanan yang cair
e.Anjurkan pemberianlembut
dan
dingin
antipiretik paracetamol biasanya
ditoleransi
dengan baik

MANDIRI :

DX 3

2. Bau yang tidak sedap


dapat memicu mual

Setelah diberikan askep selamaa.Dorong pasien untuk


.x24 jam diharapkan tanda-tandamakan sedikit, tapi
nausea berkurang atau tidak adasering
dan
untuk
lagi.
makan
dengan
perlahan.
Makanan
sebaiknya jenis lembut3. Dapat mencegah
makanan
cair
dan
dinginaspirasinya
Kriteria hasil :
dan dapat mengurangi
rasa mual.
a.
Tidak mengalami peningkatan
saliva
4.
Teknik
untuk
b.Singkirkan
mengurangi mual.
pemandangan
bau
yang tidak sedap dari
area makanan

c.Dorong klien untuk


istirahat pada posisi
semi fowler setelah
makan dan mengganti
posisi dengan perlahan

d.Batasi
minum
bersama
makan,
hindari bau makanan

dan stimulus yang tidak


mengenakkan,
kemdurkan
pakaian
sebelum makan, duduk
di udara segar, hindari
berbaring
terlentang
sedikitnya
2
jam
setelah makan.

DX 4

Setelah diberikan askep selamaMANDIRI :


.x24 jam, diharapkan gangguan
sensori persepsi : pendengarana.Orientasi
kenyataan
berkurang.

dengan1.Menimbulkan
mental klien yang
positif

Kriteria hasil :

a.
Tidak
pendengaran

b.
Komunikasi
dapat diterima

terjadi

yang

2.Meyakinkan klien
bahwa
dia
tidak
distorsi
sendiri dan ada yang
memperhatikan
b.Memberikan dukungandirinya
secara emosional
dilakukan

3.Agar
c.Ajarkan
klienmemperparah
perawatan telinga yangpenurunan
pendengaran
sesuai indikasi
terjadi pada

tidak

yang
klien

d.Memperbaiki
cara
komunikasi
dengan
bicara pelan di dekat
klien dan tidak berteriak-4.Dengan
teriak
teriak

berteriakdapat
memperparah kondisi
telinga klien

e.Berikan posisi yang


nyaman dan tidak bising
5.Agar telinga klien
tidak tambah sakit
karena
kebisingan
dapat menjadi faktor
pencetus
nyeri
telinga
dan
penurunan
pendengaran
MANDIRI :

DX 5

a.Kaji
tingkat
pengetahuan klien

Setelah diberikan askep selama


.x24
jam
diharapkan
kurang
b.Berikan
kesempatan
pengetahuan klien dapat diatasi
pada
klien
untuk
menanyakan
hal-hal1.Mengetahui
mengenai penyakitnya kemampuan kognitif
Kriteria hasil :
agar dapat memilih
intervensi yang tepat
c.Informasikan
pada
a.
Mengungkapkan masalahklien mengenai penyakit
berkurang
2.Memberikan
kesempatan
untuk
menggali
keingintahuan klien
b.
Klien mampu menyebutkan
penyebab dari otalgia
d.Berikan
kesempatanmengenai
pada
klien
untukpenyakitnya
mengulangi
kembali
informasi
yang
telah
c.
Klien mampu mampu
3.Membantu
agar
menyebutkan
hal
yang
dapatdisampaikan
klien dapat mengerti
memperburuk penyakitnya
dan paham dengan
penyakitnya
d.
Klien mampu menyebutkan
upaya-upaya
untuk
mencegah
menderita otalgia kembali

4.Mengevaluasi
intervensi yang telah
dilakukan pada klien

H92.1 Otorrhea
Adanya cairan nanah yang berasal dari telinga

H92.2 Otorrhagia
Pendarahan yang terjadi di telinga

H93 Other disorders of ear, not elsewhere classified

H93.0 Degenerative and vascular disorders of ear


Transient Ischemic Deafness

H93.1 Tinnitus

Pengertian tinnitus
Tinnitus adalah kondisi dimana seseorang mendengar bunyi dengingan di telinga (ringing
in ear), atau merupakan persepsi pendengaran yang sesungguhnya tidak berasal dari suara
luar. Suara yang terdengar bisa berbeda-beda, dapat berupa dengungan, denging,
mengerik, menderu, raungan, siulan ataupun suara berdesis dengan tingkat gangguan yang
berlainan. Bunyi berdenging itu dapat muncul sesekali ataupun terus menerus.

Tinnitus biasanya merupakan pertanda dari kondisi kesehatan yang lainnya, misalnya
berkurangnya pendengaran karena faktor umur, telinga yang cedera, atau gangguan sistem
sirkulasi darah. Meskipun mengganggu, telinga berdenging biasanya bukan merupakan
kondisi yang serius.
Tinnitus bisa menimpa satu telinga saja atau kedua telinga sekaligus. Juga dapat terjadi
secara mendadak (misalnya karena trauma, cedera kepala atau otak) ataupun secara
perlahan sebagai bagian dari proses kepikunan. Banyak yang menganggap bahwa telinga
berdenging lebih merupakan sebuah syndrome daripada penyakit.
Jenis-jenis tinnitus / telinga berdenging
Ada dua jenis tinnitus, yaitu tinnitus subyektif dan tinnitus obyektif.
Tinnitus subyektif merupakan jenis yang paling banyak terjadi. Pada tinnitus subyektif,
suara berdenging hanya bisa didengar oleh penderita saja. Penyebab tinnitus subyektif
yaitu adanya masalah di telinga, baik di bagian luar, tengah, maupun telinga bagian dalam.
Selain itu, tinnitus subyektif bisa juga disebabkan oleh masalah pada saraf pendengaran
atau bagian otak yang menerjemahkan sinyal saraf sebagai suara.
Pada tinnitus obyektif, dokter yang sedang memeriksa bisa mendengar suara yang
didengar pasien. Penyebab tinnitus objektif yaitu adanya masalah pada pembuluh darah,
kondisi tulang telinga bagian dalam, atau kontraksi otot. Tinnitus obyektif ini jarang terjadi.
Penyebab telinga berdenging
Masih belum diketahui dengan pasti apa penyebab telinga berdenging. Ada banyak hal
yang bisa menyebabkan seseorang mengalami gangguan suara berdenging pada indera
pendengarannya.
Beberapa hal yang bisa menyebabkan telinga berdenging adalah mengkonsumsi obat
tertentu dalam jangka waktu cukup lama seperti aspirin, obat anti-hipertensi, sering
mendengarkan suara bising, suara keras, ataupun pukulan / tekanan pada telinga. Selain itu
juga gangguan idera pendengaran, kotoran telinga menumpuk, infeksi sinus, penyakit
jantung, trauma psikologis, dan cedera di kepala atau leher.
Sebagian kalangan lain menyebutkan penyebab kuping berdenging termasuk : kerusakan
saraf pendengaran pada telinga bagian dalam; faktor usia; gangguan pada rahang; terlalu
banyak mengkonsumsi minuman beralkohol; infeksi di telinga; pengapuran gendang telinga;
stress; meniere disease yaitu kelebihan cairan endolimphe di dalam rumah siput telinga;
alergi; serta akibat penyakit lain seperti tumor otak, tuli saraf, kelainan pada tuba Eustachio,
hipertensi, anemia dan lain-lain.
Mengetahui tanda-tanda telinga berdenging
Untuk mendeteksi kuping kita berdenging atau tidak, coba lakukan beberapa langkah seperti
dibawah ini :
1. Pilih suasana yang tenang dan hening. Tutup mata sambil duduk atau berbaring.
2. Konsentrasi dan dengarkan baik-baik bunyi / suara di sekitarnya. Dengarkan juga bunyi
aneh yang mungkin terdengar di telinga namun tidak ada sumbernya.

3. Jika terdengar bunyi / suara baik sesekali atau terus menerus, bisa jadi itu merupakan
tanda telinga berdenging. Bunyi / suara tersebut mungkin hanya pada salah satu telinga
saja ataupun kedua telinga sekaligus.
4. Coba cek ke orang lain apakah mereka juga mendengar bunyi / suara seperti yang Anda
dengar.
5. Biasanya, semakin tenang dan hening suasana maka bunyi / suara berdenging itu makin
mudah didengarkan.
6. Untuk lebih memastikan, coba konsultasikan ke dokter atau otolaryngologist. Jika perlu
lakukan test uji pendengaran.
Mencegah / mengatasi telinga berdenging
Mencegah / mengatasi telinga berdenging bisa dilakukan diantaranya dengan : mengurangi
konsumsi garam (natrium), melakukan terapi musik / suara (neuronomics), menambah
asupan Omega-3 dari minyak ikan, meningkatkan asupan kalium, mengkonsumsi suplemen
Ginkgo Biloba.
Selain itu mencegah / mengatasi telinga berdengung atau tinnitus, dilakukan dengan :
menghindari stress, belajar mengabaikan bunyi /suara yang timbul, menjauhi sumber suara
keras, dentuman, dan berisik; cek tekanan darah, hindari obat yang dapat menimbulkan
tinnitus, rutin berolahraga, dan cukup istirahat.
Terapi suara untuk mengatasi telinga berdenging
Kompas Online melaporkan bahwa terapi wicara yang dipadukan dengan bunyi ombak laut
yang menenangkan bisa membantu mengurangi gangguan telinga berdengung atau tinnitus.
Bila paduan teknik tersebut dipakai bersamaan dengan standar pengobatan yang ada
selama ini, maka menurut sejumlah peneliti akan mendatangkan manfaat lebih banyak bagi
penderita telinga berdengung.
Sampai saat ini gangguan tinnitus memang belum ditemukan obatnya. Suara laut dan
ombak dianggap efektif untuk mengatasi telinga berdenging, karena memiliki frekuensi yang
setara sehingga bisa menutupi suara berdenging ditelinga.
Sejumlah peneliti dari Maastricht University di Belanda memadukan kedua pendekatan di
atas untuk mengobati penderita tinnitus ringan ataupun berat. Riset terhadap 492 orang
pasien menemukan bahwa pasien yang diobati dengan kedua teknik di atas mengalami
kualitas hidup yang lebih baik setelah 1 tahun.
Laporang mengenai terapi yang memanfaatkan suara laut dan ombak itu tentu
menggembirakan. Karena hal itu bisa jadi merupakan kabar positif yang paling ditunggu
untuk mengatasi tinnitus / telinga berdenging.

H93.2 Other abnormal auditory perceptions


Kelainan gangguan pendengaran lain yang tidak disebutkan
H93.3 Disorders of accoustic nerve
Gangguan pada saraf pendengaran
H93.8 Other specified disorders of ear
Gangguan lain pada telinga
H93.9 Disorders of ear, unspecified
Gangguan lain pada telinga yang tidak dijelaskan

H94 Other disorders of ear in disease classified elsewhere


Gangguan lain pada telinga yang tidak digolongkan di tempat lain

H94.0 Acoustic neuritis in infectious and parasitic diseases classified elsewhere


Penyakit parasit dan infeksi radang pada saraf pendengaran yang tidak digolongkan di
tempat lain

H94.8 Other specified disorders of ear in diseases classified elsewhere


Gangguan lain pada telinga yang tidak digolongkan di tempat lain

H95 Postprocedural disorders of ear and mastoid process, not elsewhere classified
Apabila telinga tidak pernah kering, prinsip operasi ini adalah untuk mengangkat
kolesteatoma dan untuk membuat antrum mastoid, atik, telinga tengah dan meatus austikus
eksternus menjadi satu rongga sehingga mudah dicapai membersihkan dan mengangkat
kolesteatoma yang menetap. Jika terdapat tuli yang berat operasi mastoid radikal perlu
dilakukan. Sisa maleus dan inkus yang telah hancur karena infeksi kronis sebaiknya
diangkat.
Operasi mastoid radikal yang dimodifikasi dilakukan apabila pendengaran baik,
penyakit terbatas pada daerah atik, dan tulang pendengaran utuh. Penyakit didalam
prosesus mastoid diangkat, diikuti dengan pengangkatan dinding luar atik untuk dapat

mencapai atik dan telinga tengah. Dalam operasi mastoid radikal sisa gendang telinga dan
semua isi telinga tengah diangkat, kecuali stapes.
Mastoidectomy radikal yang dimodifikasi isi telinga tengah tidak diangkat. Setelah
operasi mastoid liang telinga luar dan telinga tengah penderita menjadi satu rongga.
Penderita harus datang tiap minggu sampai rongga sembuh dan tiap enam bulan untuk
pengangkatan serumen. Jika tidak dilakukan, serumen akan memenuhi rongga dan
menimbulkan iritasi labirin (Pracy, Siegler & Stell,1993).
Tujuan pembedahan mastoid adalah untuk mengangkat kolesteatoma, mencapai
struktur yang sakit dan menciptakan telinga yang aman, kering dan sehat. Bila mungkin,
osikulus direkonstruksi selama prosedur pembedahan awal. Namun, kadang beratnya
penyakit mengharuskan hal ini dilakukan sebagai bagian operasi kedua yang terencana.
Mastoidectomy biasanya dilakukan melalui insisi post-aurikuler dan infeksi
dihilangkan dengan mengambil secara sempurna sel udara mastoid. Nervus fasialis berjalan
melalui telinga tengah dan mastoid dan dapat mengalami bahaya selama pembedahan
mastoid, meskipun jarang mengalami cedera. Begitu pasien bangun dari pembiusan, harus
diperhatikan setiap tanda paresis fasialis yang harus segera dilaporkan ke dokter. Bila terjadi
kelemahan fasial, balutan mastoid harus dilonggarkan dan pasien dikembalikan ke meja
operasi, luka dibuka, dan nervus fasialis didekompresi untuk melonggarkan kanalis tulang
yang mengelilingi nervus fasialis. Mastoidectomy kedua mungkin diperlukan 6 bulan setelah
yang pertama untuk mengecek kekambuhan kolesteatoma.
Mekanisme pendengaran dapat direkonstruksi pada saat ini bila kolesteatoma telah
dieradikasi sempurna. Angka keberhasilan untuk mengoreksi kehilangan pendengaran
konduktif ini sekitar 50% sampai 60%. Pembedahan biasanya dilakukan dengan anastesia
umum dan pada pasien rawat jalan. Pasien diberi balut tekan mastoid yang dapat dilepas 24
sampai 48 jam setelah pembedahan (Smeltzer & Bare, 2001).

H95.0 Recurrent cholesteatoma of postmastoidectomy cavity


Massa seperti kista dengan lapisan sel epitelium skuamosa berlapis biasanya dari jenis
berkeretinisasi terisi oleh debris deskuamasi yang mengandung kolesterol. Cholesteatoma
ini ditemukan pada telinga tengah dan mastoid.

H95.1 Other disorders following mastoidectomy


Chronic inflmation: suatu radang yang sangat kronik
Granulation: pembentukan massa jaringan kecil dan bulat yang tersusun sebagian besar
atas kapier dan fibroblas dan biasanya disertai sel radang
Mucosal cyst: kista yang terjadi pada membran mukosa
H95.8 Other postmastoidectomy disorders of ear and mastoid process
Gangguan lain pada pengangkatan mastoid telinga dan proses mastoid
H95.9 Postprocedural disorders of ear and mastoid process, unspecifed
Ganggua setelah tindakan pada telinga dan proses mastoid yang tidak dijelaskan

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perkembangan dunia kesehatan kedepan lebih menitikberatkan pada upaya rehabilitative
dan kuratif dengan tetap terus meneliti penyebab berbagai macam penyakit penyakit langka
dan unik, agar untuk kedepannya upaya penyembuhan itu bisa dilakukan dengan baik, dan
perkembangan ICD 10 bisa semakin mempermudah pengkodean agar dalam penerapannya
di rumah sakit nanti bisa sesuai dengan diagnosa.

Dalam penerapan pola hidup bersih dan sehat kita harus menjaga kesehatan badan kita
terutama kesehatan telinga dan paham tentang segala infeksi penyakit yang bisa
menyerang kesehatan telinga, pembahasan tentang penyakit telinga bertambah menarik
terkait dengan pembahasan kami pada ICD 10 dengan cakupan kode dari H60 sampai H95
yang ternyata dapat ditarik kesimpulan bahwa merupakan cakupan materi dengan penyakit
penyakit unik dan langka serta riwayat perjanan penyakitnya yang hampir secara
keseluruhan tidak diketahui patofisiologinya namun gejala dan karakteristik penyakit yang
beegitu berbeda dengan yang lain.

3.2 Saran
Penyusunan makalah ini, kami begitu menyadari masih banyak kekurangan, atas
segala kritik dan saran yang membangun , dengan senang hati kami terima. Terima kasih

DAFTAR PUSTAKA
file:///D:/MATERI%20KULIAH/SEMESTER%204/KKPMT/ICD/SKYDRUGZ
%20%20Refarat%20Miringitis%20Bulosa.html
file:///D:/MATERI%20KULIAH/SEMESTER%204/KKPMT/ICD/perforation.html
file:///D:/MATERI%20KULIAH/SEMESTER%204/KKPMT/ICD/Perforasi%20Membran
%20Timpani.html
file:///D:/MATERI%20KULIAH/SEMESTER%204/KKPMT/ICD/MEDICAL
%20INFORMATION%20%20KOMPLIKASI%20INTRATEMPORAL%20PADA
%20OTITIS%20MEDIA%20SUPURATIF%20KRONIK.html
file:///D:/MATERI%20KULIAH/SEMESTER%204/KKPMT/ICD/Kolesteatom
%20%20%20Secondking's%20Weblog.html
file:///D:/MATERI%20KULIAH/SEMESTER%204/KKPMT/ICD/belajar%20yuk...
%20%20KOLESTEATOMA.html
file:///D:/MATERI%20KULIAH/SEMESTER%204/KKPMT/ICD/askep%20mastoiditis
%20%20%20cupdate%20ners,,.html
file:///D:/MATERI%20KULIAH/SEMESTER%204/KKPMT/ICD/Yudi%20Arpandi
%20%20ASUHAN%20KEPERAWATAN%20PADA%20KLIEN%20DENGAN
%20MASTOIDITIS.html
http://my.clevelandclinic.org/services/head-neck/diseases-conditions/vestibularneuritis
https://yayanakhyar.wordpress.com/tag/timpanosklerosis/
http://deafness.about.com/cs/earbasics/g/labyhyd.htm
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/vertigo/basics/definition/con20028216
http://nurseammar.blogspot.com/2012/03/makalah-otitis-media-akut.html
http://www.gluear.co.uk/parents/what-is-glue-ear/
http://www.patient.co.uk/health/menieres-disease-leaflet
http://www.nhs.uk/conditions/mastoiditis/Pages/Introduction.aspx
http://www.webmd.com/cold-and-flu/ear-infection/mastoiditis-symptoms-causestreatments

Anda mungkin juga menyukai