Presus Eklampsia
Presus Eklampsia
DAFTAR ISI
1. BAB I. Pendahuluan
2. BAB II. Kerangka Teori..
3. BAB III. Ilustrasi Kasus..
4. BAB IV. Analisa Kasus
BAB I
PENDAHULUAN
Angka kematian maternal di Indonesia adalah 4,5 permil, tertinggi di antara
negara-negara ASEAN. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah preeklampsia eklampsia, yang bersama infeksi dan perdarahan, diperkirakan mencakup 75 - 80% dari
keseluruhan kematian maternal. Berdasarkan hasil survai yang dilakukan oleh Angsar,
insiden preeklampsia-eklampsia berkisar 10-13% dari keseluruhan ibu hamil. 1,4
Eklampsi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan
perinatal di Indonesia. Eklampsi diklasifikasikan kedalam penyakit hypertensi yang
disebabkan karena kehamilan. Sedangkan eklampsia ditandai oleh adanya koma dan/atau
kejang di samping ketiga tanda khas Pre-Eklampsi Berat/PEB (hipertensi sedang-berat,
edema, dan proteinuria yang masif).1
Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu keadaan
patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia uteroplacental.1 Diagnosis dini
dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan buruk kearah eklampsia. Semua
kasus eklampsia dan PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas
penanganan intensif maternal dan neonatal, untuk mendapatkan terapi definitif dan
pengawasan terhadap timbulnya komplikasi- komplikasi.
Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita pre-eklampsia yang disusul
dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis (saraf). PreEklampsiEklampsi hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada kehamilan pertama
(nullipara). Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu pada
remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun.
Kondisi gawat terjadi bila timbul kejang atau bahkan pingsan yang berarti sudah
terjadi gangguan di otak. Pada tahap ini bisa dikatakan penyakit berada pada tahap
eklampsia. Pada kasus yang sudah lanjut, sang ibu pada awalnya mengalami kejang
selama 30 detik, lalu meningkat selama 2 menit, sebelum akhirnya pingsan selama 10-30
menit. Kewaspadaan perlu ditingkatkan, karena bila penderita koma berkepanjangan bisa
timbul komplikasi berat. Seperti gagal jantung, gagal ginjal, terganggunya fungsi paruparu, dan tersendatnya metabolisme tubuh.
BAB II
KERANGKA TEORI
EKLAMPSIA
DEFINISI
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa
didahului oleh tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada umumnya
timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre-eklampsia. Pada
wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma.
Eklampsia lebih sering pada primigravida daripada multipara. Tergantung dari saat
timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum (eklampsia antepartum),
eklampsia parturientum (eklampsia intrapartum), dan eklampsia puerperale (eklampsia
postpartum). Kebanyakan terjadi antepartum. Perlu dikemukakan bahwa pada eklampsia
gravidarum sering kali persalinan mulai tidak lama kemudian.2
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre-eklampsia,
tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk
mencegah timbulnya penyakit itu.2
Eklampsia lebih sering terjadi pada :1
1) Kehamilan kembar
2) Hydramnion
3) Mola hydatidosa
FREKUENSI
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi rendah
pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik,
penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup dan penanganan pre-eklampsia yang
sempurna.2
Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% 0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaiatu 0,05% - 0,1%.2
ETIOLOGI
Sebab eklampsia belum diketahui benar. Salah satu teori yang dikemukakan ialah
bahwa eklampsia disebabkan ischemia rahim dan plasenta (ischaemia uteroplacentae).
Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak.1
PATOFISIOLOGI
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis Preeklampsi-eklampsi. Vasokonstriksi
menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya
vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi
kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel.
Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan
menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan
menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi
hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan
konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam
sel Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan
hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila
keseimbangan antara perok-sidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih
domi-nan,
maka
akan
timbul
keadaan
yang
disebut
stess
oksidatif. 3
terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dai rusaknya
trombosit
Tingkat awal atau aura (Tingkat Invasi). Keadaan ini berlangsung kira-kira 30
detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula
tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.2
2.
3.
Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik (Tingkat Konvulsi) yang
berlangsung antara 1 2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi
dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah
dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut ke luar ludah yang berbusa, muka
menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini
dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya.
Akhirnya, kejangan terhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur.2
4.
sampai berjam-jam, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan
baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.2
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai
40 derajat Celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti
(1) lidah tergigit; perlukaan dan fraktura; (2) gangguan pernapasan; (3) solusio plasenta;
dan (4) perdarahan otak.2
Sebab kematian eklampsia ialah : oedeme paru-paru, apoplexia dan accidosis.
Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumonia aspirasi, kerusakan hati dan
gangguan faal ginjal.
Kadang-kadang terjadi eklampsia tanpa kejang, gejala yang menonjol adalah
koma. Eklampsia semacam ini disebut eclampsia sine eclampsi, dan terjadi pada
kerusakan hati yang berat. Pernafasan biasanya cepat dan berbunyi, pada eklampsia yang
berat ada cyanosis.
Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam.
Juga kalau anak mati di dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit akan
berkurang. Proteinuri hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali kira-kira 2
minggu.
DIAGNOSIS
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda
dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan seperti telah diuraikan,
maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus
dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil
atau pada hamil-muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada; (2) kejang karena obat
anestesia; apabila obat anestesia lokal tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejang;
(3) koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis,
uremia, keracunan.2
KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi
yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia.2
1.
Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo 15,5% sulusio plasenta disertai pre-eklampsia.2
2.
3.
4.
5.
6.
Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus
eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.2
7.
8.
Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet
count.2
9.
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang
pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation).2
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian jani intra-uterin.2
PROGNOSIS
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta
korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu
berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% 48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya kematian
ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya
pengawasan antenatal dan nata; penderita-penderita eklampsia sering terlambat mendapat
pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak,
dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, payah-ginjal, dan masuknya isi lambung
ke dalam jalan pernapasan waktu kejangan.2
Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas.
Berlawanan dengan yang sering diduga, pre-eklampsia dan eklampsia tidak menyebabkan
hipertensi menahun. Oleh penulis-penulis tersebut ditemukan bahwa pada penderita yang
mengalami eklampsia pada kehamilan pertama, frekuensi hipertensi 15 tahun kemudian
atau lebih tinggi daripada mereka yang hamil tanpa eklampsia.2
Prognosa kurang baik untuk Ibu dan anak. Prognosa bagi multipaara lebih buruk,
dipengaruhi juga oleh umur terutama kalau umur melebihi 35 tahun dan juga oleh
keadaan waktu masuk Rumah Sakit.
Jika diuresis lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam maka prognosa
agak baik. Oliguri dan anuri merupakan gejala yang buruk.
Gejala-gejala lain memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden :
1) Coma yang lama
2) Nadi > 120 x/menit
3) Suhu > 39C
4) TD > 200 mmHg
5) > 10 serangan
6) Proteinuti 10 gr sehari atau lebih
2.
3.
PENANGGULANGAN
Terapi profilaksis ialah dengan pencegahan, diagnosis dini dan terapi yang cepat
dan intensif dari pre-eklampsia.2
Tujuan utama pengobatan eklampsia ialah menghentikan berulangnya serangan
kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu
mengizinkan.2
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke
rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya
kejang; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg 1M. Selain itu, penderita
harus disertai seorang tenaga yang trampil dalam resusitasi dan yang dapat mencegah
terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejang.2
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejang mengurangi
vasospasmus, dan meningkatkan diuresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu
diberikan jika timbul kejang ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas (Bersihkan
mulut yang mungkin berisi bahan-bahan hasil regurgitasi dari lambung, intubasi
endotrakeal), menghindarkan tergigitnya lidah (tong spatel dililit dengan kain, penyumbat
mulut, dompet), pemberian oksigen, dan menjaga agara penderita tidak mengalami
trauma (Kepala pasien diganjal dengan sesuatu: handuk, sweater), Baringkan pasien pada
sisi kiri (posisi tredelenburg) untuk mengurangi risiko aspirasi. Untuk menjaga jangan
sampai terjadi kejang lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat
diberikan beberapa obat, misalnya :2
1.
Sodium pentothal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila
diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil.
Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan
yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resusitasi. Dosis
inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 - 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.2
2.
3.
Lyric cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, kiorpromazin 100 mg, dan
prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus
intravena. jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari
itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila
keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.2
Di sini ditekankan bahwa pemberian obat-obat tersebut disertai dengan
pengawasan yang teliti dan terus-menerus. Jumlah dan waktu pemberian obat disesuaikan
dengan keadaan penderita pada tiap-tiap jam demi keselamatannya dan sedapat-dapatnya
juga demi keselamatan janin dalam kandungan.2
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus
dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejang, seperti keributan,
injeksi, atau pemeriksaan dalam.2
Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi,
pernapasan dicatat tiap 30 menit pada suatu kertas grafik; suhu dicatat tiap jam secara
rektal. Bila penderita belum melahirkan, dilakukan pemeriksaan obstetrik untuk
mengetahui saat permulaan atau kemajuan persalinan. Untuk melancarkan pengeluaran
sekret dari jalan pernapasan pada penderita dalam koma penderita dibaringkan dalam
letak Trendelenburg dan selanjutnya dibalikkan ke sisi kiri dan kanan tiap jam untuk
menghindarkan dekubitus. Alat penyedot disediakan untuk membersihkan jalan
pernapasan, dan oksigen diberikan pada sianosis. Dower catheter dipasang untuk
mengetahui diuresis dan untuk menentukan protein dalam air kencing secara kuantitatif.
Balans cairan harus diperhatikan dengan cermat. Pemberian cairan disesuaikan dengan
jumlah diuresis dan air yans hilang melalui kulit dan paru-paru; pada umumnya dalam 24
jam diberikan 2000 nil. Balans cairan dinilai dan disesuaikan tiap 6 jam.2
Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindarkan katabolisme jaringan dan
asidosis. Pada penderita koma atau kurang sadar pemberian kalori dilakukan dengan infus
dekstran, glukosa 10%, atau larutan asam amino, seperti Aminofusin. Cairan Yang
terakhir ini, selain mengandung kalori cukup, juga berisi asam amino yang diperlukan.2
B.I. Perawatan Aktif
Pengobatan Medisinal
1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang (ICU), terpasang infus Dx/RL dari
IGD.
2) Total bed rest dalam posisi lateral decubitus.
3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
4) Antasida.
5) Anti kejang:
a) Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit). Reflek
patella (+) kuat, Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-), Produksi urine > 100 cc
dalam 4 jam sebelumnya.
Cara Pemberian:
Loading dose secara intravenas: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler:
4 gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/ MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda
impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im saja.
Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO4
40%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri.
Penghentian SM :
Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 6 jam pasca
persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi.
b) Diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4
tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.
Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU.
6) Diuretika Antepartum: manitol
Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (Krelease). Indikasi: Edema
paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka
7) Anti hipertensi
Indikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap.
Alternatif:
antepartum
Adrenolitik sentral:
- Dopamet 3X125-500 mg.
- Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari.
Post partum
ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg dan Ca Channel blocker: Nifedipin 3X5-10
mg.
8) Kardiotonika , Indikasi: gagal jantung
9) Lain-lain:
Agregasi
Platelet:
Aspilet
1X80
mg/hari
Syarat:
Trombositopenia
(<60.000/cmm)(7).
Pengobatan obstetrik
1) Belum inpartu
a) Amniotomi & Oxytocin drip (OD), Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit tx.
Medisinal.
b) Sectio Caesaria, Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase
aktif.
2) Sudah inpartu
Kala I
Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC. Fase laten: Amniotomy saja, 6 jam
kemudian pembuatan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).
Kala II
Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE. Untuk kehamilan < 37 minggu,
bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin.
B.II. Perawatan konservatif
Perawatan konservatif kehamilan preterm <37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eklampsia, dengan keadaan janin baik. Perawatan tersebut terdiri dari:
SM Therapy: Loading dose: IM saja. Maintenance dose: sama seperti di atas.
Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda Preeklampsia ringan,
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
Terapi lain sama seperti di atas.
Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi.
Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu.
Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita menunjukkan
tanda-tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil.
TINDAKAN OBSTETRIK
Setelah kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki, maka
direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan cara
yang aman. Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan dengan seksio sesarea atau dengan
induksi persalinan per vaginam, hal tersebut tergantung dari banyak faktor, seperti
keadaan serviks, komplikasi obstetrik, paritas, adanya ahli anestesia, tidak terdapat
koagulopati dan sebagainya.2
Persalinan per vaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan
cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi dengan
amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang selama 12 jam
dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila serviks masih lancip dan tertutup
terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi, atau ada persangkaan disproporsi
sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.2
Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat
partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi vakum atau cunam.
Pilihan anestesia untuk mengakhiri persalinan pada eklampsia tergantung dari
keadaan umum penderita dan macam obat sedativa yang telah dipakai. Keputusan tentang
hal ini sebaiknya dilakukan oleh ahli anestesia. Anestesia lokal dapat dipakai bila sedasi
sudah berat. Anestesia spinal dapat menyebabkan hipotensi yang berbahaya pada
eklampsia; jadi sebaiknya jangan dipergunakan.2
Pengalaman menunjukkan bahwa penderita eklampsia tidak seberapa tahan
terhadap perdarahan postpartum atau trauma obstetrik; keduanya dapat menyebabkan
syok, Maka dari itu, semua tindakan obstetrik harus dilakukan seringan mungkin, dan
selalu disediakan darah. Ergomettin atau metergin boleh diberikan pada perdarahan
postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri, tetapi jangan diberikan secara rutin tanpa
indikasi.2
Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam Bila
tekanan darah turun, maka pemberian obat penenang dapat dikurangi setelah 24 jam
postpartum untuk kemudian lambat laun dihentikan. Biasanya diuresis bertambah 24 - 48
jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria berkurang.2
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Istri
Suami
Nama
: Ny. R D
Tn. I
Umur
: 17,5 thn
22 thn
Pendidikan
: SMP
SMP
Agama
: Islam
Islam
Pekerjaan
: IRT
Buruh
Alamat
: Kejang
Keluhan Tambahan
:-
: 28 hari
Lamanya : 5 -7 hari
Haid teratur ; darah haid sedang ( 2- 3 ganti pembalut)
HPHT : 15 08 - 2009
HPL
: 22 05 - 2010
Riwayat ANC :
Melakukan pemeriksaan kandungan sebanyak 4x di Puskesmas oleh
Bidan.
Riwayat Kontrasepsi :
Wanita belum pernah KB
: Delirium / Gelisah
Vital Sign :
TD
: 160/90 mmhg
: 90 x/mnt
Rr
: 24x/mnt
: 36,2 oC
Tinggi Badan
: 150 cm
Berat Badan
: 52 kg
Mata
Palpasi
Leopold I
: 29 cm
TBJ
: 29 13 x 155
: 16 x 155
: 2480 Gram
His
: 2 x/ 10 selama 15
kejang pasien tidak sadar, keluhan keluar darah dan lendir disangkal,
keluhan dengan keluar air-air disangkal, dan keluhan disertai rasa mulesmules disangkal. Wanita dirujuk oleh bidan, lalu wanita dibawa ke
RSUD Gunung Jati diantar oleh keluarga.
KU : tampak sakit berat,
Kesadaran : delirium, gelisah
Pergerakan janin: (+),
DJJ :143 x/menit
His : 2 x/ 10 selama 15
TD : 160/90 mmHg, N : 90 x/mnt, Rr : 24 x/mnt, T : 36,2 oC
TFU : 29 cm.
VI. DIAGNOSA
G1P0A0 gravida aterm (38 - 39 mgg) + eklampsi
VII. PENATALAKSANAAN
1) Mengatasi kejang :
Bebaskan jalan pernapasan (Bersihkan mulut yang mungkin
berisi bahan-bahan hasil regurgitasi dari lambung, intubasi
endotrakeal), menghindarkan tergigitnya lidah (tong spatel dililit
dengan kain, penyumbat mulut), dan menjaga agar penderita
tidak mengalami trauma (Kepala pasien diganjal dengan sesuatu:
handuk, sweater), Baringkan pasien pada sisi kiri (posisi
tredelenburg) untuk mengurangi risiko aspirasi.
2) Infus D5% / RL
3) MgSO4 40 % 10cc, bokong kanan dan bokong kiri, kemudian
dilakukan hal yang serupa tiap 6 jam pada bokong kanan atau
kiri secara bergantian.
4) Rawat ICU
5) Bila kejang terlalu sering berikan valium 5 ampul per drip dalam
500cc D5% dengan tetesan menetap 20-30 tetes per menit.
setelah
pemberian
obat-obat
antihipertensi
pasien
mulai
sadar
(responsif
&
dapat
berorientasi)
VIII. PROGNOSIS
Ibu
2x1 gr IV
-Metronidazole 2x1 gr IV
-Tramadol 2x1 gr IV
- Protab PEB lanjutkan
- Observasi di ruangan
Jam 14.00 1,5 jam post op SC, K/U : delirium, gelisah
Vital sign :
o TD
: 140/90 mmHg
o Nadi
: 92 x/menit
o RR
: 24 x/menit
o Suhu : 36,7 oC
Jam 14.50 2 jam post op SC, K/U : tenang, Os tertidur
Vital sign :
o TD
: 140/100 mmHg
o Nadi
: 86 x/menit
o RR
: 24 x/menit
o Suhu : 36,6 oC
Jam 15.10 2 jam10 menit post op SC, K/U : Os kembali Gelisah,
Delirium
Vital sign :
o TD
: 160/110 mmHg
o Nadi
: 96 x/menit
o RR
: 24 x/menit
o Suhu : 36,5 oC
Jam 16.30 Konsul dr. Samsudin Sp.OG
Advice :
o Pindah ICCU
Jam 17.00 Konsul dr.Jaga ruangan (dr.Rahman)
Jam 17.10 Os kembali kejang 5 menit
Tindakan :
o Valium / Diazepam 1 ampule IV perlahan
o Sulfas Magnesium (SM)
Jam 17.30 Konsul dr. Suhendiwijaya, Sp.JP
Jawaban : Jika ada 2 bed kosong di ICCU boleh rawat di
ICCU. Acc ICCU
Jam 18.00 Os pindah rawat ruang ICCU
Tgl. 15-05-10
Di Ruang ICCU
Follow Up dr. Suhendiwijaya, Sp.JP
Ket : Kejang (-), Orthopnoe (-)
Cor : Gallop (-)
Vital sign :TD = 174/ 110 mmHg
Th/ : Amdixal 1- 0 0
ACC pindah ruangan
Di Ruang 4
Follow Up ruangan
Jam 10.00
KU : Kejang (-)
K/U : CM, tampak lemas
Mamae : puting susu tampak mendatar +/+ ; ASI -/Abdomen :
: rubra
Terapi Lanjutkan
Tgl. 17-05-10
Follow Up ruangan hari ke 3 post SC
Jam 06.30
KU : pusing
K/U : CM/ tampak sakit sedang
Vital sign : TD : 140/90 mmHg
BAB/BAK/flatus : -/+/+
Jam 10.00 Visite dr. H. Doddi Sismayadi, Sp.OG (K)
: alba
BAB IV
ANALISA KASUS
Identifikasi Masalah
Klinis
eklampsia
Non Klinis
Pendidikan
Sosial Ekonomi
Pemeriksaan fisik :
VS : TD : 160/90 mmhg
N : 90x/mnt
Rr : 24x/ mnt
T : 36,2 oC
CA : tidak anemis
Extremitas : Tangan & Kaki edema
Pemeriksaan penunjang :
Urine : protein +2
Penatalaksanaan :
1) Mengatasi kejang
2) O2 3-4 l/mnt
3) Infus D5% / RL
4) MgSO4 40 % 10cc, bokong kanan dan bokong kiri, kemudian
dilakukan hal yang serupa tiap 6 jam pada bokong kanan atau
kiri secara bergantian.
5) Rawat ICU
6) Bila kejang terlalu sering berikan valium 5 ampul per drip dalam
500cc D5% dengan tetesan 20-30 tetes per menit.
setelah
pemberian
obat-obat
antihipertensi
pasien
mulai
sadar
(responsif
&
dapat
berorientasi)
Dasar-dasar penegakan Diagnosis
Berdasarkan anamnesa , pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang :
Klinis
Eklampsi
Tekanan darah sistole 160 mmHg, diastole 90 mmHg.
Datang dengan kejang sebanyak 3 kali antepartum, 1 kal
postpartum dan pasien sempat tidak sadarkan diri setelah kejang
selama 5 menit.
Wanita dengan umur yaitu pada remaja belasan tahun (17,5 thn)
Pada pemeriksaan urin terdapat proteinuria + 2
Terdapat edema pada ekstremitas (yaitu tangan dan kaki)
Non klinis
Pendidikan
Oleh karena pendidikan ibu yang rendah (SMP) dan usia ibu yang
tergolong
masih
remaja
menyebabkan
ibu
tidak
mengerti
Sosial Ekonomi
DAFTAR PUSTAKA
1. Mose C, Johanes. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi,Ed. 2, Gestosis
hal 68 81, Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran Bandung. EGC. Jakarta: 2005
2. Wiknjosastro. H, Prof, dr, SpOG. Ilmu Kebidanan. Ed.3, Cet. 8. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 2006. Hal 281 300
3. Rambulangin, John, Penanganan Pendahuluan Prarujukan Penderita Preeklampsia
Berat dan Eklampsia, Cermin Dunia Kedokteran; 2003.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_139_kebidanan_dan_penyakit_kandun
gan.pdf)
4. Sudhaberatha, Ketut.Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia, UPF: Ilmu
Kebidanan
dan
Penyakit
Kandungan,
Rumah
Sakit
Umum
Tarakan