Anda di halaman 1dari 32

TUGAS ITMKG-5

Material yang digunakan dalam Pembuatan Gigi Tiruan Penuh

Disusun oleh:
Aisyah
Widya Manurung
Leo Saputra
Adi Nugroho
Seftria Devita S.
Venny Dwi Jayanti
Ummul Fitri
Widya Anggraini
Reisha Mersita
Febrisally Purba
Fadlun
Karimah
Amalia Virgita
Atika Samy K
Khairunnisa
Eka Wahyuni
Putri Ajri Mawadara
Essya Nova R. R
Atieka Ulli Sandra
Maria Sandika Putri
Fitriah
Eko Setiawan
Riki Agung Santosa

(04111004048)
(04111004049)
(04111004050)
(04111004051)
(04111004052)
(04111004054)
(04111004055)
(04111004056)
(04111004057)
(04111004058)
(04111004059)
(04111004060)
(04111004061)
(04111004062)
(04111004063)
(04111004065)
(04111004066)
(04111004067)
(04111004068)
(04111004069)
(04091004020)
(04101004010)
(04101004088)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
GIGI TIRUAN PENUH

Gigi Tiruan Penuh (GTP) adalah gigi tiruan yang menggantikan seluruh gigi asli
dan struktur di sekitarnya yang hilang pada rahang atas atau rahang bawah.
Tujuan pemakaian atau perawatan dengan GTP antara lain:
1) Untuk mengembalikan fungsi mastikasi.
2) Untuk memperbaiki dimensi wajah dan kontur yang terganggu dengan
memperhatikan segi estetik.
3) Untuk memulihkan fungsi bicara (fonetik) yang diakibatkan oleh
kehilangan sebagian atau seluruh gigi.
GTP perlu digunakan untuk mencegah pengkerutan tulang alveolar, berkurangnya
dimensi vertikal disebabkan turunnya otot-otot pipi karena tidak adanya
penyangga, dan hilangnya oklusi sentrik.
Pada orang yang kehilangan seluruh giginya, dimensi vertikal oklusi alami akan
hilang dan mulut cendurung overclosure. Hal ini akan menyebabkan pipi berkerut
dan masuk ke dalam serta membentuk commisure. Selain itu, lidah sebagai
kumpulan otot yang sangat dinamis karena hilangnya gigi akan mengisi ruang
selebar mungkin sehingga lidah akan membesar dan nantinya dapat menyulitkan
proses pembuatan gigi tiruan penuh. Selama berfungsi, rahang bawah berusaha
berkontak dengan rahang atas sehingga dengan tidak adanya gigi-gigi rahang atas
dan rahang bawah akan menyebabkan hilangnya oklusi sentrik sehingga
mandibula menjadi protrusi dan hal ini menyebabkan malposisi TMJ.
Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan dalam pembuatan
GTP beserta material yang digunakan pada tiap tahapan. Dimulai dari pencetakan
rahang, penentuan dimensi vertikal dan oklusi sentris, memilih dan menyusun
anasir gigi tiruan, wax contouring, proses pembuatan laboratorium dari gigi tiruan
penuh, remounting, pengasahan selektif, hingga pemasangan gigi tiruan penuh
pada pasien. Proses tersebut harus secara berurutan dan sesuai untuk
meminimalkan kesalahan pada pembuatan gigi tiruan penuh yang berakibat pada
ketidaknyamanan pasien saat pemakaian.
1.

MEMBUAT MODEL RAHANG

Untuk mendapatkan model rahang, pertama-tama kita lakukan :


Cetakan Rahang 1
Cetakan rahang adalah bentuk negatif dari seluruh jaringan pendukung
geligi tiruan. Setelah dicor maka akan didapatkan bentuk positif dari rahang yang
lazim disebut model rahang.
Hasil cetakan rahang harus memberikan kekokohan, kemantapan dan
dukungan pada geligi tiruan, oleh karena itu rahang harus dicetak seakurat
mungkin sehingga landasan geligi tiruan dapat mempertahankan kesehatan
jaringan pendukungnya.
Setiap tahap yang mempengaruhi kemantapan geligi tiruan lengkap dari
hasil cetakan yang baik adalah : a. adhesi/kohesi
b. daya atmosfir
c. tegangan permukaan
d. daya otot

Macam cetakan 1
Macam cetakan rahang untuk pasien tidak bergigi ialah:
a. Cetakan awal/cetakan pertama/cetakan anatomis
Hasil cetakan lazim disebut study model/model diagnostik/model
anatomis, dimana kita akan mempelajari masalah yang mungkin akan
timbul selama pembuatan geligi tiruan dan digunakan sebagai
penunjang diagnostik.
Pada model anatomis kita buat sendok cetak pribadi pasien yang akan
dipakai untuk mencetak cetakan akhir.
b. Cetakan akhir/cetakan fisiologis
Hasil cetakannya lazim disebut model kerja, yang digunakan untuk
membuat geligi tiruan.

Cara Mencetak 1

a. Cara mencetak cetakan awal


Pilih sendok jadi yang bentuk dan ukurannya sesuai dengan rahang
pasien.
Pada hasil cetakan harus dicatat:

Seluruh jaringan pendukung

Bentuk anatomis sekitar jaringan pendukung

Bentuk normal dan perluasan fisiologik dari jaringan rongga mulut

Gambar 1. Teknik penempatan sendok cetak untuk mencetak RB

Gambar 2. Teknik penempatan sendok cetak untuk mencetak RA

Gambar 3. Hasil cetakan rahang atas dan rahang bawah dengan bahan alginat

b. Cara mencetak cetakan akhir 1

Buatlah sendok khusus yang dibuat pada model anatomis.

Gambar 4. Model rahang


digambar untuk sendok
cetak pribadi rahang atas.
A = notch hamular
B = fovea palatinus
C = frenulum bukal
D = frenulum labial

Gambar 5. Model rahang digambar


untuk sendok cetak pribadi rahang
bawah.
A = garis distal dan distromolarpad
B = oblique ridge external
C = frenulum bukal
D = frenulum labial
E = tuberositas lingual
F = lingir milohioid

Lakukan pemotongan base plate sesuai dengan batas jaringan


gerak dan tidak gerak, bila dikehendaki dapat 1-2 mm lebih rendah
untuk memberi tempat pada bahan cetak asal jangan mudah lepas
dari rahang pasien. Pengurangan biasanya dilakukan pada rahang
berlinggir tinggi dan mempunyai daerah gerok berlebihan. Hasilnya
adalah baseplate trimming.

Kemudian lakukan muscle trimming yaitu pembentukan pinggir


sekitar rongga mulut dan batas posterior untuk rahang atas.
Hasilnya
kebocoran.

harus

membentuk

seal

yang

dapat

mencegah

Buatlah pegangan sendok cetak pribadi dan buat pula lubang


dengan bor bundar No. 3 didaerah langit-langit, berjarak 4-5 mm.
Kegunaan lubang ini untuk mengalirkan bahan cetak yang
berlebihan, karena bila tertahan akan menyebabkan tekanan yang
berlebihan dari geligi tiruan pada jaringan pendukungnya.
Gambar 6. Landasan
sendok cetak pribadi bagian
tepi dipotong 3-4 mm dari
buccal fold demikian juga
tepi bagian lingual

Gambar 7. Tepi sendok


cetak yang sudah bebas
dari greenstick compound
untuk mendapatkan cetakan
dengan peripheral seal
yang baik

Bahan cetak
Alginat
Alginat terdiri dari komponen aktif (natrium, kalium, atau alginat
trietanolamin), pengisi (tanah diatoma), reaktor (kalsium sulfat), dan bahan
yang mempercepat pengerasan bahan cor (kalium titanium florid). Bila
alginat dicampur dengan air bahan tersebut membentuk sol.2 Semakin besar
berat molekul, semakin kental sol yang terjadi.3 Dengan adanya bahan
pengisi, sol yang telah terbentuk meningkat kekuatan dan kekerasannya,
teksturnya lebih halus, serta permukaannya padat dan tidak bergelombang.4
Kelebihan alginat: 5

Manipulasi mudah

Nyaman bagi pasien


Relatif tidak mahal karena tidak memerlukan banyak peralatan
Nontoksik dan noniritan

Kekurangan alginat : 2,5

Kurang akurat

Stabilitas dimensi kurang stabil

Elastomer
Pada pembuatan gigi tiruan penuh, bahan cetak polieter digunakan untuk
mendapatkan cetakan fisiologis agar mendapatkan model kerja yang akurat
sehingga didapat retensi dan stabilitas yang baik. 6 Bahan ini digunakan
karena dapat menyebar luas dan merata pada setiap bagian yang harus
dicetak tanpa adanya tekanan pada jaringan mukosa.6,7
Polieter adalah bahan cetak sistem dua pasta, yaitu pasta base dan pasta
katalis.7
Tabel 1. Komposisi Polieter
Pasta

Komponen

Base

Polieter berujung imine


Filler: koloidal silika
Plasticizer: glikoeter atau phthalate

Katalis

Derivat ester dari asam sulfonat aromatis


Filler: koloidal silika
Plasticizer: glikoeter atau phthalate

Membuat model kerja


Setelah cetakan rahang dikeluarkan dari mulut pasien, langsung dicuci pada
kran air yang mengalir. Seringkali air liur kental yang sukar hilang bila
hanya disiram dengan air yang mengalir, untuk ini cetakan disiram dengan

larutan gips encer, lalu disiram dengan air kran yang mengalir kemudian
keringkan dengan semprotan udara kering.
Sebaiknya sebelum dicor dengan dental stone, dibuat dinding dari lembaran
malam sekeliling cetakan (boxing). Tujuan dari boxing yaitu agar
bentuk/batas tepi tetap dipertahankan. 1
Cara boxing:

Sekeliling tepi batas cetakan diberi utility/bedding wax yang tebalnya


5 mm, dengan jarak antara batas tepi cetakan dengan utility wax 3
mm.

Pada bagian posterior rahang atas tak terdapat batas tepi maka sebagai
gantinya garis A kita anggap sebagai batas tepi cetakan. Yang
penting untuk semua bagian jarak antara batas tepi cetakan dengan
utility wax harus tetap dipertahankan.

Jarak antara tepi cetakan dengan batas dinding atas lempeng malam
boxing paling tinggi 13 mm sehingga gips dibatasi dan pekerjaan
mengecor lebih mudah.

Gambar 8. Penampang melintang yang menunjukan:


A = utility wax/gips; B = sendok cetak;
C = lempeng malam boxing; D = cetakan rahang

Gambar 9. Penampang melintang yang menunjukan:


A = utility wax; B = sendok cetak
C = lempeng malam boxing; D = cetakan rahang
E = model gips

Kemudian cetakan akhir di cor dengan gips menggunakan gips tipe III.

Gips Tipe III


Pada tahun 1930, -gipsum ditemukan dan diperkenalkan dalam
kedokteran gigi.2 Dikombinasikan dengan bahan cetak hidrokoloid, gipsum yang diperbarui kekerasannya membuat die stone dapat digunakan
dan pembuatan model tidak langsung dapat dilakukan.8
Stone ini memiliki kekuatan kompresi minimal 1 jam sebesar 20,7 Mpa
(3000 psi), tetapi tidak melebihi 34,5 Mpa (5000 psi).2 Bahan ini digunakan
untuk pengecoran dalam membentuk gigi tiruan penuh.9

Gambar 10. Model studi RA dan RB

2. PENENTUAN DIMENSI VERTIKAL DAN OKLUSI SENTRIS


1. Penentuan Dimensi Vertikal
Terdapat 4 cara dalam penentuan dimensi vertikal secara fisiologis, yaitu: 10
a. Physiological Rest Position
Pencatatan

rahang

dalam

keadaan

physiological

rest

position

menunjukan suatu indikasi untuk dimensi vertikal relatif yang benar.


Cara yang dianjurkan adalah:
1) Saat tanggul gigitan ditempatkan, badan pasien diposisikan dalam
keadaan tegak dan kepala tidak didukung apapun.
2) Pasien kemudian diminta untuk menelan dan posisikan rahang
dalam keadaan istirahat.
3) Saat terjadi relaksasi, dengan perlahan bibir agak dibuka untuk
melihat besarnya jarak antara kedua tanggul gigitan.

Gambar 11. Lempeng dan Galangan Gigit RA dan RB

Jarak inter-oklusal pada saat posisi istirahat hendaknya berkisar antara 24 mm bila dilihat dari regio premolar. Interpretasi dari hasil pengukuran
dimensi vertikal menggunakan metode ini yaitu:

Perbedaan jarak > 4 mm : Dimensi vertikal saat oklusi terlalu kecil

Perbedaan jarak < 2 mm : Dimensi vertikal saat oklusi terlalu besar

b. Fonetik Dan Estetik


Uji Fonetik dengan cara:
Mendengarkan suara yang dihasilkan
Melalui produksi suara ch, s dan j
Gigi anterior bersentuhan saat suara dihasilkan : DV terlalu besar
Gigi anterior mengunci bersama saat berbicara : DV terlalu besar
Uji Estetik dengan cara:
Melihat perubahan tonus kulit
Membuat kontur permukaan labial tanggul gigitan
Panduan :
Pilih gigi yang ukurannya hampir sama dengan gigi asli
Perkirakan dengan tepat jumlah kehilangan jaringan dari linggir alveolar
(dilihat dari riwayat gigi geligi dan lamanya gigi telah hilang)
c. Ambang Batas Penelanan
Posisi rahang bawah pada permulaan tindakan penelanan telah digunakan
sebagai bimbingan untuk dimensi vertikal saat oklusi. Teorinya adalah,
ketika seseorang menelan, gigi geligi bertemu dengan kontak yang sangat
ringan pada awal dari siklus penelanan. Jika oklusi gigi tiruan terus hilang
selama penelanan, dimensi vertikal oklusi dapat menjadi tidak memadai
(terlalu rendah). Berdasarkan hal inilah, catatan relasi kedua rahang pada
tahap siklus penelanan ini digunakan sebagai dimensi vertikal saat oklusi.

d. Sensasi Taktil dan Kenyamanan Pasien


Sensasi taktil pasien digunakan sebagai pemandu untuk penentuan
dimensi vertikal oklusal yang benar. Adjustable central bearing screw
dilekatkan pada palatal gigi tiruan rahang atas atau tepian oklusi, dan
central bearing plate dilekatkan pada tepian tanggul gigitan rahang bawah
atau basis gigi tiruan percobaan. Central bearing screw, pertama-tama
disesuaikan sehingga terlihat jelas sangat panjang. Kemudian, dalam
langkah progresif, screw kemudian disesuaikan ke bawah hingga pasien
mengindikasikan bahwa rahang terlalu menutup. Prosedur ini diulangi
dalam arah yang berlawanan hingga pasien merasa giginya terasa terlalu
panjang. Screw kemudian disesuaikan ke bawah hingga pasien merasa
panjangnya telah tepat, dan penyesuaian dilakukan berulang-ulang hingga
tinggi kontak terasa benar.

2. Penentuan Oklusi Sentrik


Oklusi sentrik adalah posisi kontak maksimal dari gigi geligi pada waktu
mandibula dalam keadaan sentrik, yaitu kedua kondisi berada dalam posisi
bilateral simetris di dalam fossanya.
Oklusi sentrik dapat ditentukan dengan alat Gothic Arch Tracer. Tanpa alat
tersebut, Anda juga dapat memperoleh oklusi sentrik dari pasien dengan
cara: 11
1. Oklusikan gigi sambil menelan ludah.

2. Dorong dagu pasien ke belakang saat pasien mengoklusikan


giginya. Kepala pasien dalam keadaan bersandar pada head rest
kursi.
3. Instruksikan pasien untuk menyentuh bagian palatum paling
posterior dengan menggunakan lidahnya, lalu oklusikan gigi.
4. Instruksikan pasien untuk mendongakkan kepalanya sejauh
mungkin, lalu secara perlahan oklusikan gigi.

3.

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN GIGI TIRUAN


Anasir gigi tiruan merupakan bagian dari GTP yang berfungsi menggantikan

gigi asli yang hilang. Dalam pemilihan dan penyusunan anasir gigi tiruan, ada
faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu mengenai ukuran, bentuk, warna,
bahan, serta inklinasi dari anasir gigi tiruan. Bentuk wajah, usia dan jenis kelamin
pasien juga menjadi pertimbangan dalam memilih dan menyusun anasir gigi
tiruan.
Dalam pemilihan warna, biasanya digunakan shade guide, yang terdiri dari
berbagai nomor dan bentuk gigi dengan tingkat hue, valeu dan chroma yang
bervariasi..3

Gambar 12. Shade guide


Sumber: Textbook of Complete Denture. Peoples Medical Publishing House: USA.

Anasir gigi tiruan ada yang terbuat dari porselen, ada juga yang terbuat dari
akrilik.
Porselen

Porselen adalah material yang sewarna dengan gigi yang tersusun atas
kristal, alumunia dan silica yang dileburkan secara bersama pada high
temperatures, untuk membentuk kekuatan, keseragaman, dan
material glass-like.12
Dalam laboratorium kedokteran gigi, porselen untuk restorasi
menggunakan bentuk sediaan fine powder (serbuk halus). Pembuatan dari
powder porselen sangat kompleks. Porselen terbuat dari bahan-bahan dasar
berupa: silika (SiO2), feldspar (K2O.Al2O3.6SiO2), dan alumina (Al2O3).
Bahan-bahan crystalline ini dipanaskan bersamaan dengan fluxed
diantaranya sodium karbonat.
Material crystalline yang baru terbentuk disebut leucite juga
berbentuk kaca pada kondisi tertentu. Dental porselen ini merupakan
matriks dari kaca bertitik leleh rendah berikatan dengan leucite crystals.
Porselen selanjutnya dibakar kembali dengan metal oksida untuk
menambahkan warna yang sesuai dengan gigi. Setelah porselen dingin,
porselen ini menjadi bahan dasar untuk fine powder, bentuk inilah yang
digunakan dalam dental laboratorium.
Klasifikasi porselen berdasarkan temperatur fusinya diantaranya yaitu:
1288 - 1371 Care high fusing
1093 - 1260 Care medium fusing
871 - 1066 Care low fusing
Kebanyakan dental restorasi dibuat dengan low-fusing porcelains.

Gambar 13. Gigi Tiruan Penuh dengan Anasir Gigi Porselen

Kelebihan anasir gigi porselen: 13


Keras dan tahan terhadap daya kunyah
Tahan terhadap daya kimia

Warna dapat menyerupai gigi kodrat


Kekurangan anasir gigi porselen:
Rapuh dan jika patah tidak dapat disambung
Harga mahal
Sifat-sifat dental porcelain :
Transverse strength
Merupakan kemampuan porselen untuk bertahan terhadap fraktur
ketika terjadi tekanan. Transverse strength merupakan kombinasi dari
kekuatan tekan dan kekuatan regangan. Rata-rata kekuatan transverse
dari dental porselen berkisar antara 56-446 Mpa tergantung pada tipe
dari porselen.
Koefisien dari ekspansi termal
Merupakan jumlah ekspansi yang dimiliki oleh porselen ketika
dipanaskan atau jumlah pengkerutan ketika porselen didinginkan.
Koefisien dari ekspansi termal dari porselen berkisar 1210-6/C.
Koefisien dari ekspansi termal sangat penting pada saat porselen
berikatan dengan metal atau porselen lainnya.
Warna dental porselen
Sifat ini sangat penting untuk menentukan kesesuaian material dengan
struktur gigi. Kesesuaian antara warna porselen dengan warna gigi
merupakan titik terpenting dalam keberhasilan restorasi menggunakan
dental porselen.

Akrilik
Bahan ini disediakan untuk kedokteran gigi berupa cairan (monomer)

monometil metakrilat dan biasanya bahan ini dikemas dalam bentuk bubuk
(polimer) polimetil metakrilat.14
Anasir gigi tiruan (artificial teeth) untuk pembuatan gigi tiruan penuh
dapat dipilih yang berbahan dasar akrilik.

Gambar 14. Gigi Tiruan Penuh dengan Anasir Gigi Akrilik

Kelebihan anasir gigi akrilik:


Estetik memuaskan
Tidak mudah rapuh
Hubungan gigi dengan landasan baik karena terbuat dari bahan
yang sama
Harga lebih murah
Mempunyai kekuatan yang cukup baik
Kekurangan anasir gigi akrilik:
Mudah menjadi aus akibat pemakaian oleh karena kekerasannya
kurang
Daya tahan terhadap daya fisika dan kimia kurang

4.

MEMODELIR MALAM (WAX CONTOURING)

Wax counturing adalah membentuk dasar gigi tiruan dari malam sedemikian
rupa sehingga harmonis dengan otot-otot orofasial pasien dan semirip mungkin
dengan anatomis gusi dan jaringan lunak mulut agar menghasilkan gigi tiruan
yang stabil, menjaga gigi tiruan pada tempatnya secara tetap dan selaras dengan
otot-otot orofasial penderita.
Material yang biasa dipakai untuk wax contouring pada pembuatan GTP
adalah base plate wax. Komposisi dari base plate wax yang pasti biasanya tidak
ditunjukkan oleh pabrik pembuatnya. Namun, wax tersebut dapat dibuat dengan
menggunakan campuran beberapa wax, seperti paraffin wax dan beeswax dengan
sedikit penambahan wax yang cukup kuat dan liat, misalnya carnauba wax.15
Tabel 2. Komposisi Base Plate Wax
Komposisi

Presentase

Paraffin wax

75-80%

Beeswax

10-14%

Carnauba wax

1-3%

Natural atau sintetik resin

1-3%

Microcrystallin atau sintetik wax

2-4%

Gambar 15. (kiri) Base plate wax; (kanan) setelah selesai wax contouring

Base plate wax memiliki sifat, antara lain15,16 :

Temperatur transisi solid-solid

Pada saat temperatur meningkat terjadi transisi solid-solid, sehingga


memungkinkan malam untuk dimanipulasi dengan baik. Temperatur
transisi solid-solid kira-kira 370C.

Thermal ekspansi
Koefisien thermal ekspansi malam merupakan yang tertinggi dari bahan
lain. Koefisien thermal ekspansi linear untuk base plate wax antara
200x10-6/0C dan 390x10-6/0C pada suhu 25-370C. Spesifikasi ADA No. 24
membatasi ekspansi wax sampai 0,8% pada suhu 250C dan 400C.

Daya alir
Daya alir pada setiap tipe wax berbeda-beda sesuai dengan
penggunaannya di kedokteran gigi. Menurut sifat flownya dan menurut
spesifikasi ADA no. 24, base plate wax terdiri dari tiga tipe, yaitu :
Tipe I adalah soft wax untuk membuat veneer.
Tipe II adalah medium wax untuk membuat pola yang akan
dicobakan ke rongga mulut pada suhu sedang (23-450C).
Tipe III adalah hard wax untuk percobaan pengisian (trial filling) di
rongga mulut pada suhu lebih besar dari 23-450C.

Tekanan residual
Tekanan residual base plate wax yang terdapat pada pattern wax gigi
tiruan disebabkan pendinginan yang berbeda. Waktu dan temperatur
mempengaruhi hilangnya tekanan residual base plate wax. Gigi tiruan
yang telah disusun dengan tepat dan telah dilakukan wax contouring
sebaiknya tidak dibiarkan begitu saja dalam waktu yang lama, karena
dapat menyebabkan distorsi dan pergerakan gigi. Sebaiknya gigi tiruan
segera ditanam dalam kuvet untuk mempertahankan keakuratan relasi
gigi.

Syarat-syarat yang dibutuhkan pada penggunaan base plate wax, yaitu:17,18


a. Hendaknya mudah dibentuk setelah dilunakkan dan tidak robek,
terkelupas ataupun retak
b. Hendaknya mudah diukir
c. Hendaknya mudah dicairkan dan dipadatkan berkali-kali tanpa merubah
sifat-sifatnya
d. Tidak ada residu yang tertinggal setelah cetakan yang dihasilkan oleh
malam ini disiram dengan air mendidih dan deterjen.
5.

FLASKING
Flasking adalah proses penanaman model dan trial denture dalam suatu

flask/cuvet untuk membuat sectional mould. Mould bagian bawah dibuat dengan
menanam model dalam dental plaster dan bagian atas dibuat dari 2 adukan
dental stone yang terpisah di atas gigi tiruan.

Gambar 16. Flasking

Berikut prosedur flasking atau penanaman geligi tiruan, yaitu:1


1) Geligi tiruan lengkap dicekatkan pada model kerja, lalu dilepaskan dari
artikulator.
2) Pilih kuvet yang ukurannya sesuai dengan model kerja, lalu masukan
model kerja pada kuvet bagian bawah. Untuk memastikan apakah kuvet
yang akan digunakan cukup, harus ada jarak paling sedikit 1/8 inci
antara model kerja dan dinding kuvet serta inci jarak antara oklusal
gigi dengan tutup kuvet, bila model terlalu tinggi, dasar model di-trim
tetapi jangan merusak groove pada dasar model.
3) Sebelum flasking, olesi seluruh bagian dalam kuvet dengan vaselin.

4) Bagian tepi/dasar model dioles dengan bahan separating/air sabun.


5) Dental plaster diaduk, kemudian masukkan ke dalam kuvet bagian
bawah, lalu model dimasukkan dalam kuvet tersebut. Setelah gips
sedikit mengeras, dirapikan.
6) Setelah dental plaster mengeras, olesi dengan air sabun.
7) Buatlah adonan dental stone dan kuaskan pada geligi tiruan sambil
digetar-getarkan untuk mencegah terjadinya gelembung-gelembung
udara. Pasang kuvet bagian atas tanpa tutup, lalu isikan dental stone
kedalam kuvet sampai batas permukaan oklusal gigi-geligi.
8) Setelah dental stone mengeras, buatlah adonan dental stone kedua dan
tuanglah ke dalam kuvet sampai penuh lalu kuvet ditutup dan ditaruh
pada alat press.
9) Setelah dental stone mengeras, rendam kuvet dan alat press dalam air
mendidih selama 5 menit, agar malam dari geligi tiruan lunak dan
mudah diangkat dari mould ketika kuvet dibuka. Setelah 5 menit, kuvet
dikeluarkan dari air mendidih dan buka perlahan-lahan dengan
memasukkan suatu alat pada slot antara bagian atas dan bagian bawah
kuvet, kemudian putar perlahan-lahan sehingga terpisah.
10) Semua malam dibuang dari geligi tiruan, semua gigi-geligi tertinggal di
mould kuvet bagian atas, kemudian siram dengan air mendidih sampai
tidak ada lagi sisa malam, demikian pula pada kuvet bagian bawah.
Kalau masih ada residu malam, siram dengan air detergen panas,
kemudian bilas dengan air mendidih agar tidak ada lagi detergen yang
tertinggal. Kalau ada gigi-geligi yang lepas, kembalikan lagi pada
tempatnya yang tepat.
11) Sambil menunggu kuvet dingin, operator hendaknya mempersiapkan
posterior palatal seal (untuk retensi) dan daerah-daerah akan di-relief
(untuk mengurangi daya pada daerah-daerah tertentu) pada model atas.
12) Untuk mencegah cairan resin terserap ke permukaan mould, ulasilah
mould dengan cairan tinfoil untuk men-seal porositas dari dental stone.
Cairan tinfoil akan kering dan segera melekat pada dental stone.
Pelapisan pertama dibiarkan kering dahulu, baru dilakukan pelapisan

kedua dengan cara yang sama sampai kering. Prosedur ini harus
menghasilkan permukaan yang halus dan mengkilap.
Pergerakan anasir gigi tiruan diperkirakan akan terjadi selama proses
pembuatan GTP. Pergerakan ini harus diminimalkan agar dapat mempertahankan
oklusi yang sebelumnya telah dirancang pada pasien. Sehingga tidak ada
perubahan oklusi selama proses pembuatan GTP.
Ketika proses flasking, telah diamati bahwa GTP yang hanya dipendam pada
dental plaster dapat mengalami pergerakan gigi maksimum, terutama pada
dimensi medio-lateral.19
Flasking yang dilakukan pada material silikon menghasilkan permukaan
yang halus serta memudahkan saat proses deflasking. Namun, material ini dapat
menyebabkan pergerakan gigi maksimum pada arah antero-posterior dan vertikal.
Hal ini dapat dikaitkan dengan ketahanan material silikon.
Dental stone yang digunakan sebagai material coring di atas dental plaster,
gigi dan permukaan protesa yang telah dihaluskan, menunjukkan sedikit
pergerakan gigi baik ke arah vertikal maupun antero-posterior. Dental stone dapat
mengikat gigi bersamaan serta mencegah terjadinya pergerakan anasir gigi tiruan.
6.

PACKING
Packing acrylic adalah proses mencampur monomer dan polimer resin

akrilik. Terdapat dua metode yaitu: 2


a. Dry method, adalah cara mencampur monomer dan polimer langsung
didalam mould.
b. Wet method, adalah cara mencampur monomer dan polimer di luar
mould dan bila sudah mencapai dough stage baru dimasukkan ke dalam
mould.
Ruang cetak adalah rongga/ruangan yang telah disiapkan untuk diisi dengan
akrilik. Ruang tersebut dibatasi oleh gips yang tertanam dalam kuvet (pelat logam
yang biasanya terbuat dari logam). Sebelum rongga tersebut diisi dengan akrilik,
lebih dulu diulasi dengan bahan separator/pemisah, yang umumnya menggunakan
cold mould seal (CMS). Ruang cetak diisi dengan resin akrilik pada waktu adonan
mencapai tahap plastis (dough stage).

Jadi, material yang digunakan pada proses packing adalah:


Cold Mould Seal (CMS)
Cold mould Seal (CMS) adalah formula spesial yang dikembangkan untuk
digunakan sebagai separating medium. Separating medium merupakan suatu
bahan yang dipergunakan untuk mencegah perlekatan dari dua permukaan. Tujuan
pemberian CMS sebelum packing resin akrilik adalah untuk mencegah monomer
merembes ke bahan gips dan berpolimer di dalam gips sehingga mencegah
monomer merekat di dalam gips. 20
CMS ini digunakan dalam packing. CMS dapat membuat cetakan keras
dengan elastis yang tidak pecah karena tekanan dan cetakan tidak akan terlepas
dari plaster pada saat diberi tekanan. Dengan menggunakan teknik ini, akan
didapatkan kualitas pemisahan (separating) yang tinggi. 20
Spesifikasi CMS
Warna

: transparan

Air / bubuk rasio

: 22-24 m /100 g

Waktu kerja

: 6 menit

Pengerasan

: 30 menit

Pengaturan ekspansi (max) : 0,1%


Keuntungan dan sifat CMS2
a. Menghasilkan lapisan yang homogen pada stone dan plaster dikaitkan
dengan viskositasnya
b. Setting time cepat
c. Segel mengeras dan water proof
d. Melindungi model khusus terhadap abrasi di daerah marginal yang paling
rentan terhadap kerusakan

Gambar 17. CMS (Cold mould seal)

Resin Akrilik
Resin akrilik merupakan salah satu bahan kedokteran gigi yang telah banyak
diaplikasikan, khususnya untuk pembuatan anasir dan basis gigi tiruan dengan
hasil memuaskan, baik dalam hal estetik maupun dalam hal fungsinya.
Acrylic berasal dari asam acrolain atau gliserin aldehid. Secara kimia
dinamakan polymethyl methacrylate yang terbuat dari minyak bumi, gas bumi
atau arang batu. Bahan ini disediakan dalam kedokteran gigi berupa cairan
(monomer) mono methyl methacrylate dan dalam bentuk bubuk (polymer)
polymthtyl methacrylate.2
Resin akrilik jenis heat cured merupakan bahan yang umum digunakan
dalam pembuatan basis GTP. Komposisi heat cured acrylic terdiri dari dua
kemasan yaitu: 2
Polymer (bubuk) :
a. Polymer;

(poly-methyl

methacrylate).

Polimer,

polimethyl

metacrylate, baik serbuk yang diperoleh dari polimerisasi met,hyl


metacrylate dalam air maupun pertikel yang tidak teratur bentuknya
yang diperoleh dengan cara menggerinda batangan polimer.
b. Initiator peroxide; berupa 0,2-0,5% benzoil peroxide.
c. Pigmen; sekitar 1% tercampur dalam partikel polymer.

Cairan (monomer) :
a.

Monomer (methyl methacrylate)

b.

Stabilizer;

sekitar

0,006%

hydroquinone

untuk

menccegah

polymerisasi selama penyimpanan.


c.

Terkadang terdapat bahan untuk memacu cross-link; seperti ethylene


glycol dimethacrylate.

Syarat-syarat resin akrilik, yaitu: 20


Tidak toksik dan tidak mengiritasi.

Tidak terpengaruh cairan rongga mulut.


Mempunyai modulus elastisitas tinggi sehingga cukup kaku pada bagian
yang tipis.
Mempunyai proporsional limits yang tinggi, sehingga jika terkena stress
tidak mudah mengalami perubahan bentuk yang permanen.
Mempunyai kekuatan impak yang tinggi sehingga tidak mudah patah
atau pecah jika terbentur atau jatuh
Mempunyai fatigue strength yang tinggi
Keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi
Estetis cukup baik, hendaknya transparan atau translusen dan mudah
dipigmen. Warna yang diperoleh hendaknya tidak luntur.
Radiopak, memungkinkan bahan dapat dideteksi dengan sinar x jika
tertelan.
Mudah direparasi jika patah.
Mempunyai densitas rendah untuk memudahkan retensinya di dalam
mulut.
Mudah dibersihkan.

Beberapa karakteristik resin akrilik heat-cured, antara lain:


Kekuatan tarik (tensile strength)
Tensile strength resin akrilik heat-cured adalah 55 MPa. Tensile strength
yang rendah ini merupakan salah satu kekurangan utama resin akrilik.
Kekuatan impak (impact strength)
Kekuatan impak resin akrilik heat cured adalah 1 kg/cm3. Resin akrilik
memiliki kekuatan impak yang relatif rendah dan apabila terjatuh ke
permukaan yang keras, maka dapat terjadi fraktur.
Kekerasan (Hardness)
Nilai kekerasan resin akrilik heat cured adalah 20 VHN atau 15 kg/mm2.
Nilai kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin akrilik relatif lunak

dan mengakibatkan resin akrilik dapat menipis.


Porositas (Porosity)
Porositas dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu
rongga yang ada. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai
dari 0% sampai 90% tergantung dari jenis dan aplikasinya.
Porositas terjadi akibat penguapan monomer yang tidak bereaksi serta
polimer berberat molekul rendah bila temperatur resin mencapai atau
melebihi titik didih bahan tersebut. Hal ini mengakibatkan timbulnya
gelembung permukaan yang dapat mempengaruhi sifat dan kebersihan
gigi tiruan. Porositas juga dapat berasal dari pengadukan yang tidak tepat
antara komponen bubuk dan cairan dan karena tekanan yang tidak cukup
saat polimerisasi.
Densitas (Density)
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering
didefinisikan sebagai perbandingan antara massa dengan volume. Resin
akrilik memiliki massa jenis yaitu sekitar 0,9975 g/cm3. Hal ini
disebabkan oleh resin akrilik terdiri dari kumpulan atom-atom ringan,
seperti karbon, oksigen dan hidrogen.
Kekuatan Tekan (Compressive strength)
Compressive strength suatu material didefinisikan sebagai kemampuan
material dalam menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya
kegagalan (failure). Compressive strength resin akrilik heat cured adalah
75 MPa. Secara umum bahan resin ini memiliki compressive strength
yang rendah.
Stabilitas warna
Stabilitas warna adalah kemampuan suatu bahan mempertahankan warna
atau perubahan sedikit warna dari warna asalnya. Lebih sedikit
perubahan yang terjadi pada bahan maka semakin baik pula stabilitas
warna bahan tersebut. Resin akrilik heat cured menunjukkan stabilitas

warna yang cukup baik.


7.

CURING
Proses curing adalah polimerisasi antara monomer yang bereaksi dengan

polimernya bila dipanaskan atau ditambah zat kimia lainnya. Curing merupakan
hal yang sangat penting untuk menghasilkan gigi tiruan yang memenuhi
persyaratan diantaranya kandungan monomer sisa yang rendah.
Resin akrilik adalah bahan yang paling sering digunakan untuk pembuatan
geligi tiruan, tetapi apabila proses curing tidak tepat maka kandungan monomer
sisa resin akrilik akan tinggi. Kandungan monomer sisa yang tinggi akan
mengiritasi jaringan mulut, inflamasi dan alergi, selain itu juga dapat
mempengaruhi sifat fisik resin akrilik yang dihasilkan karena monomer sisa akan
bertindak sebagai plasticizer yang menyebabkan resin akrilik menjadi fleksibel
dan kekuatannya menurun.
Resin akrilik yang digunakan untuk pembuatan basis gigi tiruan umumnya
adalah resin akrilik polimerisasi panas (heat cured). Proses curing untuk heat
cured acrylic adalah secara konvensional yaitu dengan pemanasan air. Pemberian
panas harus secara teratur karena reaksi kimia antara monomer dan polimer
bersifat eksothermis.
Panas yang diperlukan untuk terjadinya polimerasi dan tercapainya curing
yang sempurna adalah 74C (165F) yang dilakukan pada air dengan menjaga
suhu tersebut selama 30 menit tanpa adanya prosedur pendidihan terminal.
Kemudian tahap yang kedua dengan meningkatkan suhu mencapai 100C dan
diproses selama 1 jam. Pada akrilik yang telah berpolimerisasi secara benar, masih
terdapat monomer sisa sebesar 0.2 sampai 0.5%.
Bila polimerisasi telah dimulai maka temperatur resin akrilik akan jauh
lebih tinggi dibandingkan air. Hal ini disebabkan karena panas yang timbul dari
reaksi polimerisasi akan dialihkan ke bahan tanamnya sehingga terjadi pemanasan
berlebihan yang mengakibatkan monomer mendidih yang dapat

terjadinya

porositas pada hasil curing. Monomernya akan mendidih pada temperatur 100C.

Tetapi bila air dipanaskan dengan lambat maka temperatur resin tidak akan
melewati temperatur didih monomer.
Alat dan bahan:
Alat perebus kuvet (panci dan kompor)
Timer
Air

Prosedur curing:
a. Masukkan kuvet dan air di dalam panci (air yang masih dingin)
b. Panaskan kuvet hingga suhu naik perlahan mencapai kurang lebih 70 o C.
Suhu ini dipertahankan hingga 30 menit dengan mengecilkan api kompor
atau menambahkan air dingin jika suhu diperkirakan naik. Suhu
dinaikkan dari 70o C menjadi 100o C dan dibiarkan selama 1 jam
c. Matikan api dan biarkan kuvet dalam panci sampai dingin.
d. Setelah kuvet dingin, buka dan lepaskan model dari kuvet.
e. Bersihkan sisa gips yang masih melekat pada gigi tiruan akrilik.
8.

DEFLASKING
Setelah curing selesai, kuvet yang masih dalam alat press dibiarkan

mendingin sendiri sampai suhu kamar, baru kuvet boleh dibuka. Apabila pada
waktu masih panas kuvet sudah dibuka maka akan terjadi perubahan bentuk dan
sebaliknya bila sangat dingin, resin akrilik akan menjadi rapuh.
Deflasking adalah melepaskan geligi tiruan resin akrilik dari kuvet/flask dan
bahan tanamnya, tetapi tidak boleh lepas dari model rahangnya supaya gigi tiruan
dapat di-remounting di articulator kembali persis seperti sebelum proses flasking,
packing dan curing.21
Caranya:
a. Mould gigi tiruan dilepaskan dari flask/kuvet
b. Gergaji dinding luar dari stone mould, dari atas ke bawah pada daerah
caninus kanan dan kiri dan pada daerah ujung distalnya kanan dan kiri.
Hati-hati jangan sampai mengenai gigi tiruan.

c. Lalu bongkar sekat stone mould perlahan-lahan, lepaskan dari permukaan


fasial gigi-gigi dengan pisau gips.
d. Stone pada permukaan lingual gigi ditrim / dipangkas
9.

PEMASANGAN KEMBALI DAN PENGASAHAN SELEKTIF


Pada tahap ini pasien melakukan try-in gigi tiruan yang telah jadi, cobakan

gigi tiruan ke dalam mulut pasien dan perhatikan:


a) Retensi
Pemeriksaan retensi dengan cara menggerak-gerakkan pipi dan bibir,
protesa lepas atau tidak.
b) Oklusi
Pemeriksaan oklusi dilakukan dengan bantuan lembar articulating paper,
titik-titik kontak prematur atau daerah yang mengalami tekanan lebih
besar diasah dengan menggunakan bur gurinda. Prosedur ini dilakukan
untuk mencari dan menghilangkan semua hambatan oklusal pada gerak
lateral dan protrusi. Pengasahan dilakukan pada permukaan oklusal gigi
yang tampak miring atau memanjang karena pemasakan. Pada oklusi
eksentrik tidak dilakukan pengasahan pada bagian distobukal molar dua
bawah. Semua pengasahan pada balancing side dilakukan terhadap
bagian lingual dari permukaan oklusal molar dua bawah.

Gambar 18. (kiri) kertas artikulasi diletakkan pada lengkung sisi kiri RB
(kanan) hasil menujukkan adanya kontak prematur yang ditandai dengan titiktitik berwarna lebih tua dan kontak normal ditandai dengan warna lebih muda

Konsep oklusi yang direkomendasikan untuk GTP adalah oklusi


seimbang dua sisi (bilateral balanced occlusion). Suatu oklusi dikatakan
baik apabila hubungan antar geligi rahang bawah dan geligi rahang atas
memberikan tekanan seimbang pada kedua sisi rahang, baik dalam
kedudukan sentrik maupun eksentrik.22,23 Pada GTP, oklusi sebaiknya

menghasilkan interkuspal maksimum bersamaan dengan relasi sentrik


pada dimensi vertikal yang diterima.

Gambar 19. Oklusi seimbang dua sisi (Bilateral Balanced Occlusion) pada GTP

c) Stabilitas
Pemeriksaan stabilitas gigi tiruan dilakukan dengan cara menekan gigi
molar satu kiri dan kanan secara bergantian apakah ada sisi yang
terungkit atau tidak. Pemeriksaan gigi tiruan di dalam mulut saat mulut
berfungsi, tidak boleh mengganggu mastikasi, penelanan, bicara, ekspresi
wajah dan sebagainya. Apabila sudah tidak ada gangguan, maka protesa
dapat dipoles.22
10.

FINISHING DAN POLISHING


Finishing dan polishing merupakan rangkaian prosedur yang berfungsi

untuk mengurangi atau menghilangkan goresan-goresan yang terjadi dari proses


pekerjaan sebelumnya. Tahapan ini dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat
menghasilkan permukaan restoratif atau gigi tiruan yang mengkilat.24
Teknik finishing dan polishing untuk sebagian besar memiliki prinsip yang
hampir sama. Contouring dan penghalusan pertama dilakukan dengan alat abrasif
yang lebih kasar atau dapat pula dilakukan dengan alat bur. Pemilihan alat abrasif

yang lebih kasar pada proses penghalusan pertama dimaksudkan untuk


mempercepat pengikisan. Selanjutnya goresan-goresan yang masih tersisa
dihilangkan dengan menggunakan alat abrasif yang lebih halus. Semakin halus
alat abrasif, semakin kecil partikel yang dilepaskan atau dipotong dari permukaan
dan goresan yang dihasilkan lebih halus. Kunci dari kesuksesan finishing dan
polishing terdapat pada prosedur penggunaan bahan dan alat yang sesuai.24
Bahan abrasif yang biasa digunakan untuk finishing gigi tiruan yaitu:
1. Pumis.
Aktivitas gunung berapi menghasilkan bahan silika berwarna abu-abu
muda. Pumis digunakan terutama dalam bentuk bubuk tetapi juga dapat
ditemukan pada abrasif karet. Bubuk pumis dapat digunakan untuk
memoles basis GTP yang terbuat dari resin akrilik.
2. Kapur.
Kapur adalah abrasif putih yang terdiri dari kalsium karbonat. Digunakan
sebagai pasta abrasif ringan untuk memoles basis GTP yang terbuat dari
resin akrilik.
3. Amril. Abrasif ini berupa korundum berwarna hitam keabuan yang dibuat
dalam bentuk butiran halus. Amril digunakan khususnya dalam bentuk
disk abrasif dan tersedia dalam berbagai ukuran kekasaran.
Tahapan dalam finishing dan polishing gigi tiruan yaitu:
a. Melakukan

tahap

finishing

dengan

merapikan

basis

akrilik,

menggunakan straight hand piece dan fraser atau stone bur, membentuk
basis sesuai outline dan membebaskan daerah mukosa bergerak tidak
bergerak.
b. Tahap selanjutnya adalah meratakan permukaan lempeng akrilik dengan
menggunakan kertas gosok (amplas) hingga benar-benar halus. Gunakan
dari yang kasar terlebih dahulu, kemudian diganti amplas yg lebih halus.
c. Kemudian dilakukan polishing. Pemolesan gigi tiruan (polishing)
bertujuan untuk menghaluskan dan mengkilapkan gigi tiruan tanpa
mengubah konturnya yang telah dibuat pada tahapan wax contouring.
Pada tahap ini, digunakan rag wheel (putih) dan pumis halus untuk

memoles tepi permukaan lingual dan palatal gigi tiruan. Pada permukaan
fasial yang masih kasar dapat digunakan brush wheel putih dan bubuk
pumis halus yang basah dengan tekanan dan putaran bur serendah
mungkin.

Gambar 20. (kiri) Instrumen abrasif; (kanan) Brush wheel

Gambar 21. Bubuk pumice

Gambar 22. Gigi Tiruan Penuh yang telah dipoles

Daftar Pustaka
[1] Drg. Ny. Itjingningsih W.H. Geligi Tiruan Lengkap Lepasan. 1996. Jakarta :
EGC
[2] Juwono, Lilian. 2003. Philips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi.
Jakarta: EGC
[3] W, Cook. 1986. Alginate Dental Impression Materials: Chemistry, Structure,
and Properties. J Biomed Mater Res.
[4] WH, Heisler. 1992. Accuracy and Bond Strength of reversible with
Irreversible Hydrocolloid Impression Systems. J Prosthet Dent.
[5] HJ, Wilson. 1988. Impression Materials. Br Dent J.
[6] Braden M, Causton B, dan Clarke RL. 1972. A Polyether Impression
Rubber. J Dent Res.
[7] Chai JY dan Yeung T-C. 1991. Wettability of Nonaqueous Elastomeric
Impression Materials . Int J Prosthodont.
[8] Donovan T dan Chee WWL. 1989. Preliminary Investigation of Disinfected
Gypsum Die Stone. Int J Prosthodont.
[9] Kuntze RA. 1984. The Chemistry and Technology of Gypsum. Philadelphia,
American Society for Testing and Materials.
[10] Hamzah,

Zahreni;

dkk.

2008. Petunjuk

Praktikum

Fisiologi

Manusia. Jember : Bag. Biomedik Lab Fisiologi Manusia FKG Universitas


Jember.
[11] Chandra. 2004. Textbook of Dental and Oral Anatomy Physiology and
Occlusion. New Delhi: Jaypee Brothers Publishers.
[12]Anusavice, Kenneth J., 2003, Phillips Science of Dental Materials 11nd,
United States of America: Elsevier Science.
[13] L, Sarandha D.2007. Textbook of complete denture prosthodontics. Jaypee
Brothers Medical Publisher (P) Ltd : India. p.113
[14] Craig, RG., et al.,2000, Dental Materials; Properties and Manipulation

7nd, United State of America, Mosby.


[15] Lasila V. Comparison of five interocclusal recording materials. J Prosthet
Dent 1986 ; 55 : 215-8.
[16] Combe E. C. Notes on dental materials, 5th ed, Churchill Livingstone, 1986
: 220-7,220-3,312-8. Jack L. Ferracane, Bahan dalam Kedokteran Gigi:
Prinsip dan Aplikasi, 2001, 2d Edition, Lippincott Williams & Wilkins,
ISBN0781727332.
[17] Richard van Noort, 2002, Introduction to Dental Material, 2d Edition,
Elsevier Health Sciences, ISBN0723432155.
[18] Rosenstiel SF, Land MF, Fujimoto J. Contemporary fixed prosthodontics.
3rd Ed. St. Louis : Mosby; 2001. P. 205-12, 765-9.
[19] Turakhia H, Ram SM. Rigid and resilient investing materials-Expected
movement of teeth in fabrication of complete dentures: An in vitro study. J
Indian Prost Soc. Vol. 5; Issue 1. p.23-5. 2005.
[20] Syafiar L, Rusfian, Sumadhi S, Yudhit A, Harahap KI, Adiana ID. Bahan
Ajar Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran gigi. 1 st ed, Medan. USU
Press, 2011: 103-16.
[21] Itjingningsih, 2014, Gigi Tiruan Lengkap Lepasan. EGC: Jakarta
[22] Hung Delvin. 2002. Complete Denture. Germany: Springer
[23] Sharma A., G. R. Rahul, Soorya T. Karunakar S., Bhawna G , Varun
Rajora. History of materials used for recording static and dynamic occlusal
contact marks: A literature review. J Clin Exp Dent. 2013;5(1):e48-53.
[24] Rudd Kd, Merrow RM, Rhoads JE. Dental laboratory procedures

removable partial denture. 1nd ed. St Louis. CV Mosby Company, 2941. p.


319.

Anda mungkin juga menyukai