Anda di halaman 1dari 15

Makalah Sejarah dan Sistem Ekonomi Indonesia

Pemikiran Ekonomi Sjafruddin Prawiranegara:


Ekonomi Jalan Tengah sebagai Basis Pembangunan
di Indonesia

oleh:
Nadira Amalia 1406564995

ILMU EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS INDONESIA
2015

STATEMENT OF AUTHORSHIP
Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas
terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain
yang saya gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi

ini

tidak/belum

pernah

disajikan/digunakan

sebagai

bahan

untuk

makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali saya menyatakan dengan jelas bahwa
saya pernah menggunakannya.
Saya memahami bahwa tugas yang saya kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Mata Ajaran

: Sejarah dan Sistem Ekonomi Indonesia

Judul Makalah/Tugas

: Pemikiran Ekonomi Sjafruddin Prawiranegara: Ekonomi


Jalan Tengah sebagai Basis Pembangunan di Indonesia

Tanggal

: 5 April 2016

Dosen

: Dorodjatun Kuntjoro-Jakti
Femmy Roeslan

Nama (NPM)

: Nadira Amalia 1406564995

Tanda Tangan

:
(Nadira Amalia)

Pendahuluan
Sjafruddin Prawiranegara terkenal sebagai seorang teknokrat yang juga
ekonom. Beliau terkenal dengan berbagai kebijakan dan pemikiran ekonominya yang
banyak menimbulkan pro dan kontra seperti, gagasannya untuk menciptakan Oeang
Republik Indonesia (ORI) dan kebijakan ekonomi Gunting Sjafruddin. Kebijakankebijakan ekonominya itu terkait dari pemikirannya tentang ekonomi jalan tengah,
ekonomi yang berdasarkan ajaran Islam. Dalam menguraikan pemikiran ekonomi
Islamnya, Sjafruddin tidak hanya mengungkapkan dari segi mikro saja, namun
disajikan pula bagaimana ekonomi ini dapat menjadi basis untuk melakukan
pembangunan. Secara garis besar, pokok pemikiran ekonomi pembangunan
berdasarkan Islam yang digagas oleh Sjafruddin di antaranya adalah: ekonomi
pembangunan manusia berdasarkan prinsip ekonomi Islam, ekonomi neo-klasik dan
sosialisme

religius

dalam

pembangunan

ekonomi

Indonesia,

serta

terkait

pembangunan berbasis keuangan, dan hubungannya dengan bunga bank dan riba.
A. Latar Belakang Pemikiran Ekonomi Sjafruddin Prawiranegara
Sebelum mendalami tentang bagaimana pokok-pokok pemikiran ekonomi
Islam yang digagas oleh Sjafruddin, maka penting untuk mengetahui bagaimana latar
belakang Sjafruddin dan pemikiran ekonominya. Sjafruddin dalam berbagai literatur
disebutkan sebagai seorang teknokrat yang religius. Beliau terlahir dari keluarga
dengan agama yang kuat dan menuntut ilmu di pesantren. Bahkan diketahui bahwa
beliau memang melakukan studi khusus menguasai bahasa Arab dan mempelajari
Kitab Suci Al Quran1. Di samping itu beliau juga mempelajari tentang keislaman
sebagai pemikiran melalui berbagai literatur berbahasa Inggris dan Belanda yang
diterbitkan oleh gerakan Ahmadiyah. Akan tetapi, beliau tidak pernah secara khusus
mempelajari fiqh Islam.
Kemudian, dalam berbagai literatur tidak dirincikan dengan jelas dari mana
beliau melakukan studi tentang ekonomi. Bahkan, beliau meraih gelar sarjana dan
master pada bidang hukum. Kendati demikian, beliau memang lebih tertarik mengkaji
masalah keuangan dan perekonomian. Beliau juga diketahui melakukan studi tentang
perekonomian dengan membaca buku-buku dari para ahli ekonomi asing.

Rosidi, Ajip. 1986. 75 Tahun Sjafruddin Prawiranegara dalam Pandangan Tokoh-Tokoh. Jakarta: Panitia Buku 75 th.
Sjafruddin Prawiranegara

Pemikiran ekonominya tentang ekonomi jalan tengah muncul dari kritiknya


terhadap kedua aliran ekonomi besar, Kapitalisme dan Sosialisme. Meskipun menurut
beberapa literatur, beliau termasuk penggagas pemikiran ekonomi sosialisme religius.
Pemikiran ekonomi sosialisme religius ini pada awalnya dibawa oleh Sjahrir dan
H.O.S Tjokroaminoto. Meskipun demikian, beliau juga mengikuti mazhab Keynesian.
Oleh karenanya, pemikiran ekonomi beliau juga disebut ekonomi neo-klasik dan
sosialisme religius. Beliau membenarkan kedua ajaran ini setelah melihat adanya
kesesuaian antara pemikiran sosialisme dan Keynesian dengan ajaran dalam ekonomi
Islam yang tidak hanya mengakui hak-hak kepemilikan oleh swasta, namun juga
membatasi hak tersebut dengan kepentingan sosial masyarakat dan lingkungan. Beliau
mengkritik dan tidak membenarkan gagasan sosialisme Marxis yang cenderung
komunis dan menganggap agama sebagai racun, juga tidak membenarkan adanya
Kapitalisme yang menimbulkan keserakahan. Kemudian, dari segala kritik yang
dipandang melalui sudut pandang religius Islam dan nasionalisnya, beliau muncul
dengan gagasan ekonomi Islam sebagai suatu ekonomi jalan tengah. Kendati
demikian, pemikiran Sjafruddin tentang ekonomi Islam dikatakan sedikit banyak
mengadopsi pemikiran Monzer Kahf. Namun, dalam mengungkapkan pemikiran
ekonomi Islamnya, Sjafruddin mengatakan bahwa tidak ada sistem secara khusus
sebagai sistem ekonomi Islam. Menurutnya, Islam adalah sebuah ideologi yang
menyampaikan tentang kehidupan secara komprehensif, sehingga ekonomi dapat juga
dipandang melalui perspektif Islam yang akan memberikan jalan tengah.
Dari berbagai uraian tersebut, jelas bahwa Sjafruddin mengkaji tentang
ekonomi Islam tidak hanya dilatarbelakangi oleh sudut pandang religius dan latar
belakang pendidikan ekonominya, melainkan juga pandangannya tentang kegagalan
sistem ekonomi saat itu yang belum mampu menjadi jalan untuk mencapai tujuan
pembangunan sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945.

B. Membangun Manusia sebelum Membangun Ekonomi


Pembangunan akhlak harus mendahului pembangunan ekonomi begitu subjudul
yang tertulis di dalam salah satu buku karangan Sjafruddin yang berjudul Human
Development Pola Pembangunan yang Sesuai dengan Ajaran-Ajaran Islam dan UUD
45. Di dalam bukunya ini beliau menegaskan bahwa apabila pembangunan ekonomi
tidak didahului, sekurang-kurang, tidak disertai pembangunan akhlak, maka
pembangunan ekonomi

itu

akan merangsang manusia yang diberi tugas

merencanakan dan melaksanakan pembangunan itu, untuk menjalankan korupsi 2. Di


dalam bukunya tersebut beliau menyebutkan tentang berbagai peristiwa yang
dianggap sebagai kegagalan pembangunan akhlak manusia yang terjadi saat itu, pada
masa pemerintahan Soeharto. Salah satunya adalah tentang proyek-proyek yang
dibangun oleh PELITA. Menurut Letnan Jenderal Purnawirawan Soeprajogi yang
pernah menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, 40% dari anggaran belanja
proyek-proyek itu adalah kosong, dalam artian telah masuk dalam saku-saku oknumoknum dalam pemerintahan yang menangani proyek-proyek itu 3. Tidak hanya itu,
beliau juga menyebutkan tentang pemungutan sumbangan kerohanian dalam
penyetoran Ongkos Naik Haji (ONH) dan dana umum yang disalurkan sebagai
bantuan untuk kepentingan sosial di mana keduanya tidak termasuk ke dalam
Anggaran Belanja Negara (ABN) dan dipungut oleh presiden langsung. Menurut
Sjafruddin, hal ini tidak wajar untuk dilakukan, karena bertentangan dengan pasal 29
UUD. Selain itu, pemungutan dana umum seperti ini juga seharusnya dilakukan oleh
jawatan pajak sesuai dengan undang-undang pajak yang berlaku, namun tidak ada
undang-undang pajak yang membenarkan presiden untuk memungut dana dari
masyarakat, sekalipun dana tersebut digunakan untuk kepentingan sosial.
Dari berbagai peristiwa tersebut, Sjafruddin kemudian mengkritisi bahwa ada yang
salah di dalam pembangunan di Indonesia, terutama dirasa karena pembangunan tidak
difokuskan

pada

pembangunan

manusia,

melainkan

kepada

pembangunan

ekonominya saja. Pun demikian, Sjafruddin mengakui bahwa tantangan yang dihadapi
dalam melakukan pembangunan manusia itu adalah sulitnya merubah falsafah hidup
masyarakat saat itu, terutama dengan gaya hidup mewah yang sudah melekat dan
menyebabkan merebaknya ketidakmerataan pendapatan.
2

Prawiranegara, Sjafruddin. 1977. Human Development Pola Pembangunan yang Sesuai dengan Ajaran-Ajaran Islam dan
UUD 45. Jakarta: Bulan Bintang

Ibid

Sebagai salah satu solusi, Sjafruddin mengungkapkan salah satu cara yang
dapat digunakan untuk melakukan perbaikan pembangunan manusia dan akhlak,
political restructuring, yaitu perubahan susunan kenegaranan dengan mengembalikan
sistem checks and balances4. Menurut Sjafruddin, cara ini lebih efektif dibandingkan
dengan saluran-saluran hukum yang ada saat itu, karena kebanyakan hukum itu hanya
di atas kertas saja dan tidak pernah benar-benar ditegakkan secara tegas.
Selain mengatakan bahwa pembangunan akhlak adalah hal yang lebih penting
daripada pembangunan ekonomi itu sendiri. Beliau berpendapat bahwa dalam
pembangunan yang terpenting bukanlah faktor ekonomi, melainkan faktor-faktor nonekonomi yang bersifat spiritual. Ini diadaptasi dari pemikiran Sjahrir yang menganut
paham Sosialisme Kerakyatan. Beliau menemukan aspek demokrasi dan humanisme
di dalamnya dan kemudian membangun pemikiran mengenai aspek manusia dan
dasar-dasar hak asasi manusia dalam pembangunan yang direfleksikannya dalam
ajaran Islam5.
Dalam mengemukakan pemikirannya tentang pembangunan sumber daya manusia,
beliau mengungkapkan bahwa kendati uang adalah alat yang penting sebagai alat
pembangunan, namun uang merupakan hasil ciptaan manusia, sehingga tidak perlu
diagung-agungkan. Sehingga, secara umum menurut beliau, uang tidak seharusnya
dilihat berdasarkan berapa jumlahnya, melainkan seberapa manfaat yang bisa
diberikannya untuk mencapai tujuan dari pembangunan tersebut. Menurut Sjafruddin,
penggunaan uang itu selayaknya diprioritaskan untuk membangun manusia melalui
pendidikan dan pengajaran. Tujuan utama ini adalah untuk membentuk pribadipribadi manusia yang suka belajar, bekerja, berdikari, dan memiliki harga diri hingga
tidak suka minta-minta dan berhutang kalau tidak benar-benar perlu 6. Menurut
Sjafruddin juga, pembangunan manusia yang fokus ini dapat menjadi salah satu
sumber kekuatan primer, karena pada dasarnya sumber daya manusia tidak seperti
sumber daya lainnya yang hanya dihargai dengan nilai gunanya dan dapat habis
manfaatnya seiring dengan berjalannya waktu.

4
5

Ibid

Rahardjo, Prof. Dr. M. Dawam. 2011. Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius: Pragmatisme Pemikiran Ekonomi
Politik Sjafruddin Prawiranegara. Jakarta: Mizan

Prawiranegara, Sjafruddin. 1977. Human Development Pola Pembangunan yang Sesuai dengan Ajaran-Ajaran Islam dan
UUD 45. Jakarta: Bulan Bintang

Poin terakhir terkait pembangunan manusia, beliau menyampaikan tentang


kesamaan harkat manusia. Pola pembangunan menurut beliau harus dapat
mengembalikan atau menjadikan rakyat sebagai suatu organisme yang hidup dengan
kepalanya, matanya, dan telinganya dan bagian-bagian lain dari badan yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain7.
Semua pemikiran ekonomi Islam beliau terkait pembangunan manusia
memang sesuai dengan apa yang diungkapkan di dalam ekonomi Islam terutama
tentang penjagaan terhadap maqashid syariah8 yang dua di antaranya adalah
penjagaan terhadap aql (akal pikiran) dan nasl (keturunan). Konsep pemikiran beliau
tentang betapa pentingnya pengajaran di dalam membangun manusia telah sesuai
dengan prinsip syariah yang menginginkan adanya penjagaan terhadap akal pikiran
manusia yang dapat dicapai salah satunya melalui pendidikan dan pengajaran.
Kemudian, dalam mengungkapkan pemikirannya tentang pentingnya pembangunan
manusia telah sesuai dengan konsep penjagaan terhadap keturunan, karena dalam
prinsip ekonomi Islam, pembangunan manusia yang religius adalah hal yang penting,
sebab sumber daya manusia yang dibangun saat ini tidak hanya akan menurunkan
pengetahuannya kepada generasi saat ini saja, namun juga akan memiliki pengaruh
besar terhadap generasi-generasi selanjutnya. Selain kesesuaian dengan keinginan
untuk menjaga dua dari lima unsur maqashid syariah, pemikiran ekonomi Sjafruddin
tentang kesetaraan harkat manusia memang sesuai dengan ajaran Islam. Di mata Allah
swt, manusia hanya dapat dibedakan berdasarkan tingkat ketaqwaannya, bukan
kekayaan maupun kekuasaannya. Konsep ini penting untuk membangun manusia
yang memahami tentang hakikat harta di dunia yang seharusnya digunakan sebagai
alat untuk mencapai kebaikan di akhirat, bukan sebaliknya, untuk mencapai
kekuasaan di dunia yang justru akan menyebabkan penderitaan orang lain.

7
8

Ibid

Maqashid Syariah adalah istilah bagi tujuan ditetapkannya suatu syariah/hukum Islam, baik berbentuk perintah maupun
larangan. Maqashid Syariah ditujukan untuk melindungi 5 elemen pada diri manusia yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan
harta, dengan menarik kemaslahatan dan mencegah kemudharatan.

C. Dari Pembangunan Manusia menuju Pembangunan Ekonomi: Suatu


Pandangan Ekonomi Neo-klasik dan Sosialisme Religius
Setelah pembangunan manusia, Sjafruddin berpendapat bahwa hal penting
selanjutnya yang harus dibangun adalah ekonomi. Dalam menyampaikan gagasannya
tentang pembangunan ekonomi, dimana pembangunan ini berarti dipandang dari
perspektif makro, Sjafruddin tidak pernah secara eksplisit menyampaikan bahwa
gagasan-gagasan pembangunannya itu didasari oleh pandangan ekonomi Islam,
karena Sjafruddin sendiri mengkaji ekonomi Islam lebih dari perspektif mikro. Hal
inipun baru dilaksanakan pada tahun 1970-an, saat wacana ekonomi Islam mulai
dikembangkan kembali di dunia internasional. Meskipun demikian, berbagai idenya
tentang pembangunan ekonomi tersebut ternyata bersesuaian dengan pembangunan
berdasarkan perspektif Islam. Hal ini karena Sjafruddin membangun suatu teori yang
merupakan kritik dari dua aliran ekonomi mainstream saat itu, yaitu kapitalisme dan
sosialisme, dan diperpadukan dengan pandangan religiusnya, sehingga tercipta suatu
perspektif baru dari sudut pandang beliau yaitu ekonomi neo-klasik dan sosialisme
religius.
Dalam pembangunan ekonomi, Sjafruddin banyak mengajukan teori dan
gagasannya, yang dalam berbagai literatur sering dibanding-bandingkan dengan para
ekonom semasanya, yaitu Mohammad Hatta dan Soemitro Djojohadikusumo. Pada
kenyataannya, pemikiran Sjafruddin tentang pembangunan ekonomi banyak yang
berbeda dari kedua tokoh besar tersebut. Beberapa di antara yang akan dibahas adalah
gagasannya tentang nasionalisasi pada bidang ekonomi, penanaman modal asing dan
pembangunan ekonomi pada bidang pertanian. Dalam mengajukan gagasan ini,
Sjafruddin banyak dipengaruhi oleh pemikirannya tentang kemandirian dan ekonomikerakyatan, sehingga beliau tidak setuju dengan gagasan yang baginya akan
mengarahkan Indonesia menjadi negara yang bergantung pada asing. Sjafruddin
adalah salah satu tokoh yang tidak menyetujui apabila konsep nasionalisasi disamakan
dengan pemberian lisensi kepada pengusaha pribumi, karena menurutnya tidak semua
pengusaha pribumi bisa bertanggungjawab dan memiliki keahlian untuk melakukan
kegiatan produktif. Hal ini pun kemudian terbukti ketika banyak orang pribumi yang
menjual kembali lisensi itu kepada Cina, sehingga hal itu merugikan bagi bangsa
Indonesia sendiri.

Hal selanjutnya yang menjadi pokok pemikiran ekonomi pembangunan


Sjafruddin adalah anti utang terhadap luar negeri. Sehingga ia lebih setuju dengan
penanaman modal asing (PMA), meskipun hal ini juga memiliki resikonya tersendiri.
Namun baginya, utang luar negeri lebih menyebabkan ketergantungan Indonesia
terhadap asing dibandingkan dengan PMA. Menurutnya, PMA diperlukan lantaran
sumber daya manusia di Indonesia belum memadai dan hal ini juga penting bagi
industrialisasi Indonesia di masa-masa yang akan datang. Kendati telah mengajukan
gagasan ekonomi pembangunan ini jauh di waktu sebelumnya, gagasan tentang PMA
tersebut baru diwujudkan pada masa Orde Baru. Namun, di akhir masa
kepemimipinanya, Orde Baru justru menimbulkan lebih banyak utang luar negeri
dibandingkan yang sebelumnya.
Hal penting lainnya yang ditekankan oleh Sjafruddin terkait pembangunan
ekonomi adalah bidang pertanian. Menurut Sjafruddin, pembangunan ekonomi harus
diprioritaskan pada sektor pertanian dalam rangka mencapai swasembada pangan,
khsususnya beras9. Sjafruddin juga sempat mengungkapkan rasa keberatannya akan
sistem pembangunan saat itu yang justru memprioritaskan pembangunan pada bidang
industri. Pasalnya kebanyakan bangsa Indonesia bergantung pada sektor agraris,
namun modal yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun sektor agraris itu
justru digunakan untuk industrialisasi, dan hal ini sangat disayangkan oleh Sjafruddin.
Pemikiran Sjafruddin ini dikritik oleh Soemitro, di mana Soemitro mengatakan bahwa
pengadaan RUP10 tidak berarti mengganti sektor agraris sama sekali, melainkan hanya
berusaha menyeimbangkan antara sektor agraris dengan industri.
Beberapa pokok pikiran pembangunan ekonomi Sjafruddin tadi rupanya memang
bersesuaian dengan pemikiran ekonomi Islam yang menekankan pada modal manusia
dan kewirausahaan11. Seperti yang diungkapkan oleh Sjafruddin, bahwa keahlian
untuk menjadi produktif dari pengusaha pribumi itu lebih penting dari pemberian
modal dan lisensi itu sendiri. Konsep pembangunan berbasis ekonomi kerakyatan juga
sejalan dengan konsep ekonomi Islam tentang kebebasan yang dibatasi amanah.
Dimana menurut konsep ini, meskipun manusia memang diperintah untuk mengelola
sumber daya sebagai seorang khalifah di bumi, namun kebebasan itu kelak akan
9

Rahardjo, Prof. Dr. M. Dawam. 2011. Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius: Pragmatisme Pemikiran Ekonomi
Politik Sjafruddin Prawiranegara. Jakarta: Mizan

10

Rencana Urgensi Perekonomian (RUP) atau dikenal juga dengan Soemitro Plan, merupakan rencana pada bidang
perindustrian yang dibuat oleh Soemitro selaku Menteri Perdagangan dan Perindustrian pada masa Kabinet Natsir.

11

Khan, M. Fahim. 2014. Esai-Esai Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers

dipertanggungjawabkan, dan oleh karenanya tidak boleh hanya memberikan


keuntungan bagi dirinya sendiri tetapi mencederai hak-hak makhluk lain terlebih
manusia.
Kemudian, konsep prioritas pembangunan pada sektor agraris juga sesuai dengan
pemikiran ekonomi Ali bin Abi Thalib 12, dimana beliau beranggapan bahwa
kemakmuran sektor lain bergantung pada kemakmuran sektor pertanian13. Di samping
itu, hal ini juga sejalan dengan konsep produksi dalam ekonomi Islam, dimana pada
ekonomi Islam, tingkat produksi harus memenuhi tahap dharurriyat14 terlebih dahulu
dibandingkan memenuhi hal-hal yang lain. Karenanya, sektro agraris yang menjadi
sumber

kekuatan

pangan

bagi

masyarakat

Indonesia

harus

diprioritaskan

pembangunannya.
D. Pembangunan Berbasis Stabilitas Moneter: Konsep Keuangan, Bunga Bank
dan Riba menurut Sjafruddin Prawiranegara
Poin terakhir dari ekonomi pembangunan Islam menurut Sjafruddin yang akan
dibahas adalah terkait pemikirannya tentang pembangunan ekonomi yang harus
didasari oleh stabilitas moneter. Meskipun pendapat beliau ini seringkali dikritisi oleh
para ekonom lainnya, seperti kebijakan Gunting Sjafruddin15 yang pada dasarnya
berniat untuk menekan laju inflasi. Kemudian, beliau juga mengkritik pendapat salah
satu ekonom, Tan Goan Po, yang mengusulkan tentang pencetakkan uang untuk
pembiayaan pengeluaran pemerintah, karena menurut beliau, pencetakkan uang
berlebihan justru akan menyebabkan terjadinya inflasi.
Kendati pemikiran ekonominya tentang pembangunan berbasis stabilitas moneter ini
sesuai dengan teori ekonomi makro, di mana sektor riil dan sektor moneter harus
berjalan beriringan16, namun pemikirannya tentang bunga bank dan riba pada
kenyataannya kontras dengan pemikirannya terkait stabilitas moneter dan inflasi.

12

Ali bin Abi Thalib merupakan sahabat Nabi Muhammad saw yang juga sepupu beliau, yang menjadi pemimpin keempat
umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad saw (khulafaurrasyidin).

13
14

El-Ashker, Ahmed Abdel-Fattah. 2006. Islamic Economic: A Short History. Leiden: Brill

Pemenuhan kebutuhan di dalam ekonomi Islam mengikuti tiga tahapan konsumsi yaitu dharruriyat konsumsi pada
tingkat darurat, untuk memenuhi kebutuhan hidup, hajjiyat pemenuhan kebutuhan untuk menghilangkan kesulitan, dan
tahsiniyyat pemenuhan kebutuhan untuk keindahan dan pelengkap. Ketiga tahapan konsumsi ini harus dipenuhi secara
berurutan

15

Kebijakan Gunting Sjafruddin adalah kebijakan untuk menggunting menjadi dua (secara literal) uang rupiah dengan tujuan
mensejajarkan tingkat harga internal dan tingkat harga eksternal sesuai nilai tukar yang berlaku. Bagian kiri uang akan dapat
digunakan untuk transaksi dengan nilai setengah dari nilai nominalnya dan bagian kanan harus ditukarkan dengan Surat Jaminan
Pemerintah (bonds) Republik Indonesia Serikat senilai 3%

16

Teori Kuantitas Uang (MV = PY) menyatakan bahwa apabila sektor moneter berkembang sendiri dan tidak diikuti oleh
sektor riil, maka akan mendorong terjadinya kenaikan harga (inflasi)

Di dalam berbagai literatur, disebutkan bahwa Sjafruddin termasuk tokoh yang tidak
mendukung bunga bank disamakan dengan riba. Menurutnya, bentuk riba yang
dilarang adalah riba yang berlipat-lipat dan menimbulkan eksploitasi. Meskipun
beberapa ulama pada masa itu memiliki pendapat yang sama, namun kebanyakan
ulama fiqh tidak sepakat. Menurut kebanyakan ulama fiqh, yang menjadi illah17 dari
riba adalah tambahan yang timbul dari pinjaman sebagaimana yang diterapkan dalam
bunga bank, dan bukan jumlah dari tambahan tersebut.
Padahal dalam kenyataannya, riba dalam sistem perekonomian justru akan
menyebabkan inflasi karena tidak adanya keseimbangan antara sektor moneter dan
sektor riil. Sebagaimana yang diketahui di dalam teori kuantitas uang, bahwa uang
memiliki efek one-for-one18 dengan inflasi, dikarenakan sektor pertumbuhan riil yang
di dalam jangka panjang diasumsikan akan tetap. Sehingga apabila dikaji lebih lanjut,
inflasi justru akan timbul, karena pembayaran berbunga berarti lebih banyak
pencetakkan uang, dan pencetakkan uang tanpa adanya dorongan dari sektor riil akan
mendorong pertumbuhan inflasi. Selain itu, bunga bank yang dianggap sebagai
kompensasi dari inflasi sesungguhnya tidak relevan, karena time value of money19
yang seringkali dijadikan argumen dari kebolehan bunga bank itu justru seolah-olah
menganggap pasti bahwa inflasi akan terjadi di masa depan.

17

Illah dalam istilah fiqh dapat diartikan sebagai sebab timbulnya hukum. Misalnya, tenggelamnya matahari menjadi illah
bagi wajibnya pelaksanaan shalat Maghrib.

18

Efek one-for-one antara pertumbuhan uang dan inflasi berarti setiap kenaikan 1% pada pertumbuhan uang akan
menyebabkan meningkatnya inflasi sebesar 1%. Hal ini merupakan dampak dari adanya teori kuantitas uang (MV = PY). Di
mana penurunan dari persamaan ini akan menjadi
M + V = P+ Y . Dengan asumsi V atau kecepatan
perputaran uang tetap dan Y atau output berada pada potential output akan menyebabkan
V
dengan 0. Dengan demikian berlaku efek one-for-one dari pertumbuhan uang dengan inflasi.

19

dan

sama

Time value of money merupakan teori yang mengatakan bahwa uang saat ini memiliki nilai lebih tinggi daripada uang di
masa depan karena adanya inflasi yang akan mengurangi nilai uang

Penutup dan Kesimpulan


Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemikiran ekonomi Sjafruddin
Prawiranegara terkait ekonomi jalan tengah sedikit banyak memberikan sumbangan
bagi perkembangan pemikiran ekonomi Islam di Indonesia saat ini, terutama dalam
ekonomi pembangunan. Pokok-pokok ekonomi pembangunan yang disampaikannya
di antaranya terkait pembangunan manusia berbasis pembangunan akhlak yang harus
didahulukan dibandingkan pembangunan ekonomi sendiri. Kemudian pembangunan
ekonomi berbasis kerakyatan dengan memperhatikan sudut pandang religius
masyarakat berdasarkan kritik terhadap paham mainstream Kapitalisme dan
Sosialisme. Dan yang terakhir adalah pembangunan sektor riil yang harus
memperhatikan stabilitas sektor moneter untuk mengendalikan inflasi. Kendati
demikian, terdapat satu hal yang perlu dikritisi dari pemikiran ekonomi Sjafruddin,
yaitu pendapatnya yang menganggap bahwa bunga bank tidak sama dengan riba,
pahadal menurut fiqh, bunga bank dikategorikan sebagai riba dan dapat menyebabkan
ketidakstabilan ekonomi.

LAMPIRAN: Biografi Sjafruddin Prawiranegara


Nama lengkap: Sjafruddin Prawiranegara
Lahir: 28 Februari 1911
Wafat: 15 Februari 1989
Etnis: Minangkabau
Pendidikan:

ELS (Europeesche Lagere School), setara SD - 1925


MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), setara SMP, Madiun - 1928
AMS (Algemeene Middelbare School), setara SMA, Bandung - 1931
Rechts Hoge School (Sekolah Tinggi Ilmu Hukum, sekarang Fakultas
Hukum Universitas Indonesia), Jakarta -1979

Karir:

Pegawai Siaran Radio Swasta (1939-1940)


Petugas Departemen Keuangan Belanda (1940-1942)
Pegawai Departemen Keuangan Jepang
Anggota Badan Pekerja KNIP (1945)
Wakil Menteri Keuangan (1946)
Menteri Keuangan (1946)
Menteri Kemakmuran (1947)
Perdana Menteri RI (1948)
Presiden Pemerintah Darurat RI (1948)
Wakil Perdana Menteri RI (1949)
Menteri Keuangan (1949-1950)
Gubernur Bank Sentral/Bank Indonesia (1951)
Anggota Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan & Pembangunan Manajemen

(PPM) (1958)
Pimpinan Masyumi (1960)
Anggota Pengurus Yayasan Al Azhar/Yayasan Pesantren Islam (1978)
Ketua Korps Mubalig Indonesia (1984 - 1989 )

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Rosidi, Ajip. 1986. 75 Tahun Sjafruddin Prawiranegara dalam Pandangan TokohTokoh. Jakarta: Panitia Buku 75 th. Sjafruddin Prawiranegara
Prawiranegara, Sjafruddin. 1977. Human Development Pola Pembangunan yang
Sesuai dengan Ajaran-Ajaran Islam dan UUD 45. Jakarta: Bulan Bintang
Rahardjo, Prof. Dr. M. Dawam. 2011. Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius:
Pragmatisme Pemikiran Ekonomi Politik Sjafruddin Prawiranegara. Jakarta: Mizan
Alamsjah, St. Rais. 1952. 10 Orang Indonesia terbesar Sekarang. Jakarta: Mutiara
Khan, M. Fahim. 2014. Esai-Esai Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers
El-Ashker, Ahmed Abdel-Fattah and Rodney Wilson. 2006. Islamic Economic: A
Short History. Leiden: Brill
Mankiw, N. Gregory. 2012. Macroeconomics 7th Ed. New York: Worth Publishers
Karim, Adiwarman A, Oni Sahroni. 2015. Riba, Gharar, dan Kaidah-Kaidah
Ekonomi Syariah: Analisis Fikih dan Ekonomi. Jakarta: Rajawali Pers
Mardani. 2013. Ushul Fiqh. Jakarta: Rajawali Pers
Jurnal dan Skripsi
Sudarjat, Edi. 1993. Pemikiran Ekonomi Sjafruddin Prawiranegara (1945-1983).
Koleksi Skripsi Universitas Indonesia, tidak diterbitkan
Budiawati, Yuni. 2014. Konsep Pembangunan Perekonomian Indonesia: Studi
Komparatif Pemikiran Bung Hatta dan Syafruddin Prawiranegara. Koleksi Skripsi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, tidak diterbitkan

Maesaroh, Nani. Peranan Oeang Republik Indonesia (Ori) Dalam Periode Revolusi
Kemerdekaan 1946-1950. http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikel9F3312A321CD4E49AE1CBB9026A36ED3.pdf.
Koleksi Jurnal Online Universitas Negeri Malang, tidak diterbitkan
Kian Wie, Thee. State And Economy In Indonesias Transformation To Sovereignty: A
Comparison With The Philippines, Singapore, South Korea And Taiwan.
https://crawford.anu.edu.au/acde/ip/pdf/seminars/20120919-ppt-paper.pdf. Koleksi
Economic Research Centre Indonesian Institute of Sciences (P2E-LIPI) Jakarta, tidak
diterbitkan
Artikel dan Berita Internet
Tim Redaksi VOA Islam. 2009. Mr. Syafruddin Prawiranegara Pemimpin Negara
yang

Terlupakan.

http://www.voa-islam.com/read/upclose/2009/09/15/1113/mr-

syafruddin-prawiranegara-pemimpin-yang-terlupakan/. Diakses pada Sabtu, 2 April


2016.
Malau, Srihandriatmo Redaksi Tribunnews. 2011. Kontroversi Kebijakan Gunting
Uang

Kertas

Ala

Sjafruddin.

http://www.tribunnews.com/nasional/2011/10/15/kontroversi-kebijakan-guntinguang-kertas-ala-sjafruddin. Diakses pada Sabtu, 2 April 2016.

Anda mungkin juga menyukai