Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH RELIEF

Relief adalah suatu seni pahat atau ukiran 3 (tiga) Demensi pada media batu. Relief biasanya
terdapat pada bangunan candi, monumen atau prasati. Ukiran atau pahatan pada relief
memiliki arti yang mendalam karena pada relief terukir dengan indah cerita sejarah masa
lampau yang berisi ajaran berharga atau filosofi nenek moyang untuk menjadi pelajaran
generasai berikutnya.
Secara garis besar pembuatan relief ada 4 ( empat) Tahap , antara lain :
1. Pendeta menuliskan judul cerita pada relief;
2. Seniman menggambar pada panel;
3. Pemahat membuat karakter dan bentuk pada panel;
4. Pemyempurnan detail dan karakter oleh seniman;
Relief pada Candi- candi di Indonesia Khususnya di jawa memiliki ciri ukiran sendiri sendiri begitu juga dengan cerita yang tertuang pada dinding candi.
Sebut saja Borobudur, candi budha terbesar di indonesia, yang memiliki 1460 relief. Relief relief pada candi borobudur selain menggambarkan tentang ajaran hidup sang budha terdapat
pula relief yang mengisahkan kehidupan zaman mataram kuno. Relief pada dinding candi
borobudur terbagi 4 kisah utama yakni : Karmawibangga; Lalita wistara, Jataka dan awadana;
serta Gandawyuda
Sedang pada candi Prambanan memuat 2 (dua) kisah yaitu Ramayana dan Kresnayana. Candi
Pambanan memiliki 3 (Tiga ) candi utama. Pada pagar langkan candi siwa dan candi brahma
terukir kisah Ramayana, sementara pada pagar langkan candi wisnu terukir kisah Krenayana.
Untuk membaca cerita pada relief sebuah candi para pengunjung harus berjalan searah jarum
jam, istilah berjalan searah jarum jam ini di kenal dengan istilahPradaksina, yang berasal dari
bahasa Sansekerta Daksina yang berarti timur (Cerita dimulai dari sisi sebelah timur dan
berakhir di sisi sebelah timur ). namun ada beberapa candi mengunakan teknik
membaca Prasawiya (Berlawanan dengan arah jarum jam).

Relief tinggi
Relief

tinggi

atau

(bahasa

Perancis: Haut-relief, bahasa

Italia: Alto-rilievo, bahasa

Inggris: High-relief) adalah jenis relief dengan ukiran yang lebih menonjol keluar dengan
penampil kedalaman dimensi lebih dari 50 persen. Relief ini hampir menampilkan seni
patung yang utuh yang menempel pada dasar permukaan dinding. Contoh relief tinggi adalah
kebanyakan arca periode Hindu Buddha Jawa yang bersandar pada stela sandaran arca, atau
relief-relief dewata Lokapala pada candiPrambanan. Contoh lainnya adalah relief-relief
Yunani dan Romawi kuno yang lebih menonjol.
Relief rendah
Relief

rendah

atau

(bahasa

Perancis: Bas-relief, bahasa

Italia: Baso-rilievo, bahasa

Inggris: Low-relief) adalah jenis relief dengan ukiran yang sedikit menonjol dari dasar
permukaan dinding. Tonjolan atau kedalaman ukirannya bervariasi dan biasanya hanya
beberapa sentimeter atau kurang dari 50 persen kedalaman dimensi ukiran. Contoh dari relief
rendah atau bas-relief adalah relief-relief pada candi periode klasik Jawa kuno, misalnya
relief candi Borobudur.
Relief dangkal
Relief dangkal atau (bahasa Inggris: shallow-relief atau bahasa Italia: rilievo schiacciato)
adalah jenis relief yang lebih dangkal dari relief rendah. Ukiran relief hanya berupa guratanguratan tipis untuk menghilangkan material latar.
Relief tenggelam
Relief tenggelam atau (bahasa Inggris: sunken-relief) adalah jenis relief di mana latar
permukaan dinding dibiarkan utuh dan rata, sementara ukiran figur digambarkan tenggelam
dicukil dalam permukaan dinding. Jenis relief seperti ini lazim dalam kesenian Mesir kuno.

Sejarah Asal Usul berdirinya Relief Candi Borobudur

Candi Borobudur adalah candi budha terbesar didunia. Candi ini merupakan salah satu
keajaiban dunia yang merupakan salah satu icon kebanggan Indonesia. Candi Borodudur
terletak di kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasinya berada 100 km di barat
daya Semarang, 86 km di barat Surakarta, dan 40 km di barat laut Yogyakarta. Pada tahun
950 M, lahar dingin dari letusan gunung berapi yang dahsyat mampu mengubur candi
Borobudur hingga tahun 1814. Candi Borobudur kembali ditemukan pada masa penjajahan
Inggris di Indonesia oleh Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles. Ia sangat
menyukai sejarah jawa, karenanya begitu mengetahui tentang adanya penemuan benda
raksasa purbakala, ia menyuruh H.C. Cornelius yang merupakan insinyur dari belanda untuk
segera

mencari

keberadaan

bangunan

yang

berbentuk

bukit

itu.

Candi Borobudur dibangun pada tahun 800M yaitu pada puncak kejayaan wangsa Syailendra
di Jawa Tengah. Pembangunan Borobudur ini menghabiskan waktu hingga 100 tahun. Luas
Candi Borobudur yaitu 123 x 123 m dengan tinggi 34,5 m dan memiliki 1460 relief, 72 stupa,
dan 504 Arca Buddha. Candi Borobudur mempunyai 10 tingkat yang melambangkan sepuluh
tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha. 10
tingkat tersebut terdiri dari 6 tingkat berbentuk bujur sangkar, 3 tingkat berbentuk bundar
melingkar,

dan

sebuah

stupa

utama

sebagai

puncaknya.

Relief pada candi Borobudur menggambarkan kegiatan kegiatan orang terdahulu, yang dibuat
dengan sangat indah dan halus. Ada banyak gambar ditampilkan dalam Relief Borobudur,
misalnya kaum bangsawan berhati baik, pertapa, rakyat jelata, aneka hewan dan tumbuhan,
dan juga bangunan vernakular tradisional Nusantara. Candi Borobudur diibaratkan sebagai
kitab jawa kuno yang merekam semua aspek kehidupan. Pada abad 8 dan 9, para Arkeolog
berlomba-lomba mencermati setiap ukiran relief candi guna meneliti kehidupan pada masa

lampau. Bentuk lumbung, rumah panggung, perhiasan, istana, candi, busana, persenjataan,
aneka margasatwa, tumbuhan dan alat transportasi, dicermati oleh setiap peneliti. Relief yang
terkenal adalah relief kapal Borobudur yang merupakan kebudayaan purbakala. Relief ini
mempunyai cadik khas nusantara dan replikanya saat ini tersimpan di museum Samudera
Raksa (utara candi borobudur)

Mengenal Makna Relief Candi Borobudur

Grafis Borobudur tampak atas karya Gunawan Kartapranata [http://id.wikipedia.org]

Arsitektur Candi Borobudur diyakini memiliki makna penting tentang pemahaman manusia
terhadap kehidupan dunia dan keyakinan religi manusia pada masa pembangunannya. Selain
sebagai lambang alam semesta dengan pembagian vertikal (Kamadhatu, Rupadhatu, dan
Arupadhatu), Candi Borobudur juga mengandung maksud tertentu yang dilukiskan melalui
relief-relief ceritanya. Menurut catatan Balai Konservasi Borobudur, dalam bangunan Candi
Borobudur terdapat 1.460 panil relief cerita (tersusun 11 deretan mengitari bangunan candi)
dan relief dekoratif (berupa relief hias) sebanyak 1.212 panil.
Relief cerita pada tingkat Kamadhatu (kaki candi) mewakili dunia manusia menggambarkan
perilaku manusia yang masih terikat oleh nafsu duniawi. Hal ini terlihat pada dinding kaki
candi yang asli terpahatkan 160 panil relief Karmawibhangga yang menggambarkan hukum
sebab akibat. Tingkat Rupadhatu (badan candi) mewakili dunia antara, menggambarkan
perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, akan tetapi masih
terikat oleh suatu pengertian dunia nyata. Pada tingkatan ini dipahatkan 1.300 panil yang
terdiri dari relief Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha. Sedang pada tingkat
Arupadhatu tidak ada relief, melainkan terdapat patung-patung
Berikut uraian singkat dari relief tersebut:
Tingkat I
Dinding atas relief Lalitavistara (120 panil).

[foto Kassian Cephas -repro koleksi Museum van Volkenkunde]

Relief Lalitavistara menggambarkan riwayat hidup Sang Buddha Gautama dimulai pada saat
para dewa di surga Tushita mengabulkan permohonan Bodhisattva untuk turun ke dunia
menjelma menjadi manusia bernama Buddha Gautama. Ratu Maya sebelum hamil bermimpi
menerima kehadiran gajah putih dirahimnya. Di Taman Lumbini Ratu Maya melahirkan
puteranya dan diberi nama pangeran Sidharta. Pada waktu lahir Sidharta sudah dapat
berjalan, dan pada tujuh langkah pertamanya tumbuh bunga teratai. Setelah melahirkan Ratu
Maya meninggal, dan Sidharta diasuh oleh bibinya Gautami. Setelah dewasa Sidharta kawin
dengan Yasodhara yang disebut dengan dewi Gopa. Dalam suatu perjalanan Sidharta
mengalami empat perjumpaan yaitu bertemu dengan pengemis tua yang buta, orang sakit,
orang mati membuat Sidharta menjadi gelisah, karena orang dapat menjadi tua, menderita,
sakit dan mati. Akhirnya Sidharta bertemu dengan seorang pendeta, wajah pendeta itu damai,
umur tua, sakit, dan mati tidak menjadi ancaman bagi seorang pendeta. Oleh karena menurut
ramalan Sidharta akan menjadi pendeta, maka ayahnya mendirikan istana yang megah untuk
Sidaharta. Setelah mengalami empat perjumpaan tersebut Sidharta tidak tenteram tinggal di
istana, akhirnya diam-diam meninggalkan istana. Sidharta memutuskan enjadi pendeta
dengan memotong rambutnya. Pakaian istana ditinggalkan dan memakai pakaian budak yang
sudah meninggal, dan bersatu dengan orang-orang miskin. Sebelum melakukan samadi
Sidharta mensucikan diri di sungai Nairanjana. Sidharta senang ketika seorang tukang rumput
mempersembahkan tempat duduk dari rumput usang. Di bawah pohon Bodhi pada waktu
bulan purnama di bulan Waisak, Sidharta menerima pencerahan sejati, sejak itu Sidharta
menjadi Buddha di kota Benares.

Dinding bawah relief Manohara dan Avadana (120 panil)

[ Foto Kinsbergen 1873 - repro koleksi Museum van Volkenkunde]


Cerita Manohara menggambarkan cerita udanakumaravada yaitu kisah perkawinan pangeran
Sudana dengan bidadari Manohara. Karena berjasa menyelamatkan seekor naga, seorang
pemburu bernama Halaka mendapat hadiah laso dari orang tua naga. Pada suatu hari Halaka
melihat bidadari mandi di kolam, dengan lasonya berhasil menjerat salah seorang bidadari
tercantik bernama Manohara. Oleh karena Halaka tidak sepadan dengan Manohara, maka
Manohara dipersembahkan kepada pangeran Sudana, meskipun ayah Sudana tidak setuju.
Banyaknya rintangan tidak dapat menghalangi pernikahan pangeran Sudana dengan
Manohara. Cerita Awadana mengisahkan penjelmaan kembali orang-orang suci, diantaranya
kisah kesetiaan raja Sipi terhadap makhluk yang lemah. Seekor burung kecil minta tolong
raja Sipi agar tidak dimangsa burung elang. Sebaliknya burung elang minta raja Sipi menukar
burung kecil dengan daging raja Sipi. Setelah ditimbang ternyata berat burung kecil dengan
raja Sipi sama beratnya, maka raja Sipi bersedia mengorbankan diri dimangsa burung elang.
Seorang pemimpin harus berani mengorbankan dirinya untuk rakyat kecil dan semua
makhluk hidup.
Langkan bawah (kisah binatang) relief Jatakamala (372 panil)
dan Langkan atas (kisah binatang) relief Jataka (128 panil)
Relief ini mempunyai arti untaian cerita jataka yang mengisahkan reinkarnasi sang Buddha
sebelum dilahirkan sebagai seorang manusia bernama pangeran Sidharta Gautama. Kisah ini

cenderung pada penjelmaan sang Buddha sebagai binatang yang berbudi luhur dengan
pengorbanannya. Cerita jataka diantaranya kisah kera dan banteng. Kera yang nakal suka
mengganggu banteng, namun banteng diam saja. Dewi hutan menasehati banteng untuk
melawan kera, namun banteng menolak mengusir kera karena takut kera akan pergi dari
hutan dan mengganggu kedamaian binatang-binatang lain. Akhirnya dewi hutan bersujud
kepada banteng karena sikap banteng didalam menjaga keserasian dan kedamaian di hutan.
Kisah jataka lainnya adalah pengorbanan seekor gajah yang mempersembahkan dirinya untuk
dimakan oleh para pengungsi yang kelaparan.
Tingkat II
Dinding relief Gandawyuha (128 panil)
dan Langkan relief Jataka/Avadana (100 panil)

[ Repro foto Gunawan Kartapranata ]


Siddhartha Gautama mencukur rambutnya
Relief ini mungkin melanjutkan kehidupan Sang Buddha di masa lalu. Beberapa adegan
dikenal kembali antara lain terdapat pada sudut barat laut, yaitu Bodhisattva menjelma
sebagai burung merak dan tertangkap, akhirnya memberikan ajarannya.

DAFTAR PUSTAKA
Tile32@yahoo.com
Piper, David. The Illustrated Library of Art, Portland House, New York, 1986, hlm. 256

Piper, hlm. 261

Anda mungkin juga menyukai