Anda di halaman 1dari 8

Biografi John Locke

Locke dilahirkan tahun 1632 di Wrington, Inggris. Dia memperoleh pendidikan


di Universitas Oxford, peroleh gelar sarjana muda tahun 1656 dan gelar sarjana
penuh tahun 1658. Selaku remaja dia tertarik sangat pada ilmu pengetahuan
dan di umur tiga puluh enam tahun dia terpilih jadi anggota Royal Society. Dia
menjadi sahabat kental ahli kimia terkenal Robert Boyle dan kemudian hampir
sepanjang hidupnya jadi teman dekat Isaac Newton. Kepada bidang kedokteran
pun dia tertarik dan meraih gelar sarjana muda di bidang itu meskipun cuma
sekali-sekali saja berpraktek.
John Locke hidup setengah abad lebih muda daripada Hobbes dan kuliah di
Universitas yang sama dengan Hobbes. Secara ringkas bisa disebutkan bahwa
Locke merasa hidup di tengah-tengah kekuasaan kerajaan despotik. Locke
mendapat pengaruh dari semangat libe ralisme yang sedang bergelora di Eropa
pada waktu itu dan bahwa Locke mempunyai ika tan karier dan politik dengan
kalangan parlemen yang sedang bersaing dengan kerajaan, sehingga Locke
cenderung memihak parelemen dan menentang kekuasaan raja. Locke
memulai dengan menyatakan kodrat manusia adalah sama antara satu dengan
lainnya.

Akan tetapi berbeda dari Hobbes, dalam bukunya Two Treaties of Gobernment,
Lock menyatakan bahwa ciri-ciri manusia tidaklah ingin memenuhi hasrat
dengan power tanpa mengindahkan manusia lainnya. Menurut Locke, manusia
di dalam dirinya mempunyai akal yang mengajar prinsip bahwa karena menjadi
sama dan independen manusia tidak perlu melanggar dan merusak kehidupan
manusia lainnya. Oleh karena itu, kondisi alamiah menurut Locke sangat
berbeda dari kondisi alamiah menurut Hobbes.
Menurut Locke, dalam kondisi alamiah sudah terdapat pola-pola pengaturan
dan hukum alamiah yang teratur karena manusia mempunyai akal yang dapat
menentukan apa yang benar apa yang salah dalam pergaulan antara sesama.
Masalah ketidaktentraman dan ketidakamanan kemudian muncul, menurut
Locke, karena beberapa hal.
Pertama, apabila semua orang dipandu oleh akal murninya, maka tidak akan
terjadi masalah. Akan tetapi, yang terjadi, beberapa orang dipandu oleh akal
yang telah dibiarkan (terbias) oleh dorongan-dorongan kepentingan pribadi,
sehingga pola-pola pengaturan dan hukum alamiah menjadi kacau.
Kedua, pihak yang dirugikan tidak selalu dapat memberi sanksi kepada
pelanggar aturan dan hukum yang ada, karena pihak yang dirugikan itu tidak
mempunyai kekuatan cukup untuk memaksakan sanksi. Oleh karena kondisi
alamiah, karena ulah beberapa orang yang biasanya punya power, tidaklah
menjamin keamanan penuh, maka seperti halnya Hobbes, Locke juga
menjelaskan tentang upaya untuk lepas dari kondisi yang tidak aman penuh
menuju kondisi aman secara penuh.
Manusia menciptakan kondisi artifisial (buatan) dengan cara mengadakan
kontrak sosial. Masing-masing anggota masyarakat tidak menyerahkan
sepenuhnya semua hak-haknya, akan tetapi hanya sebagian saja. Antara pihak
(calon) pemegang pemerintahan dan masyarakat tidak hanya hubungan
kontraktual, akan tetapi juga hubungan saling kepercayaan (fiduciary trust).
Locke menegaskan bahwa ada tiga pihak dalam hubungan saling percaya itu,
yaitu yang menciptakan kepercayaan itu (the trustor), yang diberi kepercayaan

(the trustee), dan yang menarik manfaat dari pemberian kepercayaan itu (the
beneficiary). Antara trustor dan trustee terjadi kontrak yang menyebutkan
bahwa trustee harus patuh pada beneficiary, sedangkan antara trustee dan
beneficiary tidak terjadi kontrak samasekali. Trustee hanya menerima obligasi
dari beneficiary secara sepihak.
Dari pemahaman tentang hubungan saling percaya dan kontraktual itu tampak
bahwa pemegang pemerintahan atau yang diberi kepercayaan mempunyai hakhak dan kewenangan yang sangat terbatas, karena menurut Locke
masyarakatlah yang dapat bertindak sebagai trustor sekaligus beneficiary.
Dari uraian Locke, tampak nyata bahwa sumber kewenangan dan pemegang
kewenangan dalam teori Locke tetaplah masyarakat. Oleh karena itu kewajiban
dan kepatuhan politik masyarakat kepada pemerintah hanya berlangsung
selama pemerintah masih dipercaya. Apabila hubungan kepercayaan (fiduciary
trust) putus, pemerintah tidak mempunyai dasar untuk memaksakan
kewenangannya, karena hubungan kepercayaan maupun kontraktual sifatnya
adalah sepihak. Kesimpulan demikian ini tentu amat bertolak belakang dari
kesimpulan yang dihasilkan oleh Hobbes.
Titik balik dalam kehidupan Locke adalah perkenalannya dengan Pangeran
Shaftesbury. Dia jadi sekretarisnya dan menjadi dokter keluarga. Shaftesbury
seorang jurubicara penting bagi pikiran liberal sehingga walau sebentar pernah
dia dipenjara oleh Raja Charles II akibat kegiatan politiknya. Tahun 1682
Shaftesbury lari ke Negeri Belanda dan mati disana tahun berikutnya. Locke,
berkat hubungannya yang begitu akrab dengan mendiang, senantiasa diawasi
dan dibayang-bayangi, karena itu memaksanya juga lari ke Negeri Belanda
tahun 1683. Dia menetap di negeri itu sampai pengganti Raja Charles, Raja
James II digulingkan oleh sebuah revolusi yang berhasil Locke pulang ke
kampungnya tahun 1689 dan seterusnya menetap di Inggris. Tak pernah
sekalipun kawin, dan mati di tahun 1704.
Buku pertama yang membikin Locke masyhur adalah An Essay Concerning
Human Understanding (Esai tentang saling pengertian manusia), terbit tahun
1690. Di situ dipersoalkan asal-usul, hakikat, dan keterbatasan pengetahuan

manusia. Ide-ide Locke pada gilirannya mempengaruhi filosof-filosof seperti


Pendeta George Berkeley, David Hume dan Immanuel Kant. Kendati esai itu
hasil karya Locke yang paling orisinal dan merupakan salah satu dari filosofi
klasik yang masyhur, pengaruhnya tidaklah sebesar tulisan-tulisan dalam buku
A Letter Concerning Toleration (Masalah yang berkaitan dengan toleransi) yang
terbit tahun 1689, Locke menekankan bahwa negara jangan ikut campur
terlampau banyak dalam hal kebebasan menjalankan ibadah menurut
kepercayaan agama masing-masing.
Locke bukanlah orang Inggris pertama yang mengusulkan adanya toleransi
agama dari semua sekte Protestan. Tetapi argumennya yang kuat yang
dilontarkannya, yang berpihak kepada perlunya ada toleransi merupakan faktor
dukungan penduduk terhadap sikap pandangannya. Lebih dari itu, Locke
mengembangkan prinsip toleransinya kepada golongan non-Kristen: baik
penganut kepercayaan primitif, atau Islam maupun Yahudi tidak boleh dikurangi
hak-hak sipilnya dalam negara semata-mata atas pertimbangan agama. Tetapi,
Locke percaya bahwa toleransi ini tidak berlaku bagi golongan Katolik karena
Locke yakin mereka tergantung pada bantuan kekuatan luar, dan juga tak ada
toleransi bagi kaum atheis.
Dengan ukuran jaman kini dia boleh dibilang teramat berlapang dada, tetapi
beralasan memandangnya dari hubungan dengan ide-ide pada jamannya.
Fakta mencatat, alasan-alasan yang dikemukakannya demi terciptanya
toleransi agama lebih meyakinkan pembacanya dari pengecualianpengecualian
yang dibuatnya. Kini, berkat adanya tulisan-tulisan Locke, toleransi agama
sudah meluas bahkan pada golongan-golongan yang tadinya dikucilkan.

Pandangan dan Pemikiran John Locke


Ketika manusia lahir, pikiran manusia seperti kertas kosong yang
menunggu untuk ditulisi oleh pengalaman di dunia selama hidupnya.

John Locke mengeluarkan tiga pernyataan , yaitu :


1.

Locke menyatakan bahwa pikiran bayi yang baru lahir seperti kertas
kosong yang di sebut tabula rasa, yang akan menerima tulisan pengetahuan
selama perjalanan hidup melalui pengalamannya.
2.
Filsafat ini secara epistimologis mengukuhkan aliran empirisme yang
melawan aliran pemikiran rasionalisme.
3.
Pandanganya mengarah pada esensialisme ilmiah, yaitu bahwa tanpa
pikiran yang mampu mempersepsikan sebuah kualitas subjektif, kualitas itu
tidak ada

Locke menyatakan bahwa pikiran bayi yang baru lahir seperti kertas kosong
yang disebut tabula rasa, yang akan menerima tulisan pengetahuan selama
perjalanan hidupnya melalui pengalamannya. Semua pengetahuan manusia
diturunkan dari ide yang disajikan pikirannya setelah melalui pengalaman yang
dialaminya. Ide dalam pikirannya itu memiliki dua tingkatan, yaitu tingkatan
yang sederhana dan tingkatan yang kompleks.
Tingkaan yang sederhana adalah pengetahuan yang langsung di dapatakan
dengan indra, seperti warna kuning, binatang, bintang, dan lain-lain. Dan
pengetahuan kompleks yaitu yang riil, misalnya konsep pengetahuan tentang
unicorn yang erupakan gabungan konsep kuda, konsep tanduk, dan konsep
angka satu.
Dia juga mengategorikan kualitas objek sebagai kualitas primer dan sekunder.
Kualitas primer merupakan sifat yang mendasar dan dapat melekat pada
semua objek, seperti padat, panjang, gerak, diam, dan lain-lain. Kualitas
sekunder merupakan hasil yang dapat dengan indra, seperti warna, bau, atau
rasa. Disebut sekunder karena kualitas itu tidak melekat pada benda, tetapi
muncul dari persepsi pikiran saat indra kita berinteraksi dengan suatu benda.
Cara lain untuk mengkategorikan kualitas primer dan kualitas sekunder adalah
dengan menyebut kualitas objektif pada kategori kualitas primer dan kualitas
subjektif pada kategorinkualitas sekunder. Kualitas objektif adalah kualitas

yang melekat pada objek sedangkan kualitas sekunder adalah kualitas hasil
persepsi pikiran kita.

Konsep Pemikiran John Locke


Ada persoalan rumit yang muncul saat menggunakan konsep pengetahuannya
untuk menjawab pertanyaan. Apakah pohon yang runtuh di tengah hutan
itu tanpa ada orang yang dapat mendengarkan suaranya akan
menimbulkan suara ?
Sebagai konsekuensinya, teori Locke akan menjelaskan bahwa runtuhnya
pohon tida menimbulkan suara, hanya membuat getaran udara dan benda
benda di sekitarnya. Hal ini karena kualitas suara subjektif dan benda yang
bergetar adalah kualitas objektif. Tanpa ada sensor indra, kualitas subjektif tidak
akan ada. Pandangan ini disebut esensialisme ilmiah ( scientific essensialism),
yaitu pandangan yang mengarah pada kesimpulan yang secara luas di pahami
oleh para pemikir era modern bahwa tanpa pikiran yang mampu
mempersiapkan sebuah kualitas subjektif, kualitas itu tidak akan ada.
1. An Essay Concerning Human Understanding ( Uraian yang Membahas
Pmahaman Manusia ).
John Locke meletakkan pondasi pengetahuan dan pemahaman manusia
dengan penggambaran bahwa pikiran manusia yang baru lahir sebagai bayi
mirip dengan kondisi kertas kosong yang belum ada tulisannya dan akan di
tulisi sepanjang perjalanan hidupnya oleh pengalaman.
Argumen tersebut mengemukakan bahwa prinsip pengetahuan dasar bawaan
lahir harus bersandar pada ide adanya sesuatu yang di bawa saat lahir.
Menurutnya, hal seperti itu tidak ada. Contohnya, kita tida dapat mengetahui
bahwa kita harus menyembah Tuhan tanpa menyetujui, memahami, atau
memercayai konsep tentang Tuhan dan keberadaan-Nya.

Pemahaman tentang Tuhan dan kepercayaan pada-Nya diketahui melalui


pengalaman atau pembelajaran, dan tidak diketahui atau dibawa sejak lahir.
Pembelajaran yang dialami oleh manusia di dapatkan dari proses pengindraan
dan pengolahan pemikiran (sensation and reflection).
2.

Tabula Rasa

Tabula Rasa berasal dari bahasa Latin yang berarti dalam bahasa Inggris di
terjemahkan menjadi blank slate yang dalam bahasa Iindonesia artinya kertas
kosong dan sering jugaditerjemahkan menjadi kertas putih dengan konotasi
bahwa putih bukanlah jenis warna, tetapi kosong. Ide tabula rasa sudah ada
pada karya Aristoteles, De Anima atau tentang Jiwa. Aktualisasi intelektualitas
itulah sebagai bentuk ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengenalan
pembiasaan empiris dengan dengan objek di dunia ini, yang kemudian di olah
menjadi konsep melalui metode silogistik pemikiran. Tahapan ini oleh Ibnu Sina
juga dijelaskan dengan konsep perkembangan diri intelektual potensial menjadi
intelektual aktif
Filsafat tabula rasa tidak memberikan ruang bagi paham yang berpendapat
bahwa seseorang, dilahirkan dengan darah seniman, darah pengusaha, atau
darah pekerja, atau darah darah lain, dan menggambarkan bahwa manusia
sudah di takdirkan untuk menjalani profesi tertentu sejak lahir.
Filsafat ini memberi motivasi pada kita bahwa kita dapat menjadi apapun sesuai
dengan pilihan kita jika kita mau belajar. Lingkaungan memang memengaruhi
jenis pengetahuan yang kita peroleh, tetapi ketika kita sadar bahwa kita
memiliki kemampuan untuk memilih, kita juga memiliki kemampuan untuk
memilih, kita juga memiliki kemampuan untuk belajar merealisasikan pilihan
kita.

PENUTUP
Aristoteles mengatakan bahwa setiap awalan memang merupakan
pembatasan. Dengan menuntut transformasi tertentu dalam cara kita
memandang kenyataan. Filsafat Hermeneutika, merupakan salah satu aliran
dalam Post-modern, yang menghidupkan kembali (awal baru) terhadap klaim
berakhirnya filsafat. Melalui bahasa secara implisit-eksplisit, interlinguisticekstralinguistic yang menunjuk pada kondisi dasar antropologi manusia yang
bersifat tensive terhadap filsafat, rasionalitas dan kebenaran melaui metaforis,
retorika dan imajinasi.
Dengan analogi ulat dan kupu-kupu. Kupu-kupu memang berasal dari ulat
namun kupu-kupu bisa terbang sementara ulat tidak. Filsafat betapapun juga
memiliki kemampuan untuk menjelaskan kenyataan lebih daripada metafor.
Tetapi metafor dengan imaji-imaji bebasnya dapat menjadi sumber inspirasi tak
habis untuk berpikir lebih jauh lagi. Kenyataan bahwa bahkan dalam bahasanya
pun filsafat nyatanya sulit melepaskan diri dari metafor, hanyalah menunjukkan
bahwa dalam kenyataannya pencarian kejernihan konsep memang senantiasa
bersitegang dengan upaya untuk memelihara dinamika makna. Bahasa
memang bersifat tensive dalam tegangan antara pembatasan perspektif dan
keterbukaan, antara penggambaran dan penjelasan, antara ketepatan logis dan
resonansi efektif psikologis.
Filsafat dengan bahasanya yang tensive itu lalu memang jadi sulit untuk
diverifikasi maupun ditumbangkan secara tegas. Status ilmiahnya mau tak mau
adalah hipotesis saja yang juga berguna untuk memperluas dan
mengorganisasikan pemahaman kita tentang manusia, dunia dan kehidupan itu
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai