Anda di halaman 1dari 22

MODUL KULIAH BIOFARMASETIKA I

Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
SKS
Waktu Pertemuan
Pertemuan ke

: Biofarmasetika I
:
: 2 sks
: 2 x 50 menit
: 1,2,3, dan 4

A. Kompetensi Dasar :
1. Mahasiswa dapat menyebutkan peran bioavailabilitas dalam produksi obat
2. Mahasiswa dapat mengkorelasikan faktor fisiologi dan farmasetika dengan
bioavailabilitas obat
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Menjelaskan latar belakang biofarmasetika diperlukan pada formulasi obat
2. Menjelaskan konsep dasar biofarmasetika dalam produksi obat
3. Menyebutkan aplikasi biofarmasetika dalam produksi obat
4. Menjelaskan macam transpor obat
5. Menjelaskan pengaruh faktor formulasi obat terhadap bioavailablitas
6. Menjelaskan pengaruh faktor fisiologi saluran cerna terhadap bioavailabilitas
7. Menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bioavailablitas pada
pemberian parenteral
C. Pokok Bahasan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Konsep dasar biofarmasetika


Mekanisme transpor obat
Pengaruh faktor fisiko-kimia obat terhadap bioavailablitas
Pengaruh faktor formulasi obat terhadap bioavailablitas
Pengaruh faktor fisiologi saluran cerna terhadap bioavailabilitas
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bioavailablitas pada pemberian parenteral

D. Materi
Konsep Dasar Biofarmasetika
Sebelum mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bioavailabilitas, perlu
diketahui dulu tentang beberapa definisi. Selanjutnya karena bioavailabilitas terkait dengan
absorbsi dan absorbsi terkait dengan transport maka pengetahuan tentang mekanisme transport dan
proses yang mengawali absortsi yaitu ketersediaan farmasetis juga perlu difahami dulu.
Definisi
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap bioavailabilitas (ketersediaan hayati) pada hewan dan manusia dan pemanfaatannya
untuk menghasilkan respon terapi yang optimal.

Sedangkan bioavailabilitas sendiri adalah

parameter-parameter yang menunjukkan jumlah dan kecepatan obat aktif sampai ke sirkulasi
sistemik. Parameter yang menunjukkan jumlah adalah AUC dan Cpmaks, sedangkan parameter
yang menunjukkan kecepatan adalah tmaks dan Cpmaks. Penjelasan parameter-parameter tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut:

CpMAK

MT
C

ME
C
tMAK

AUC

Gambar 1. Profil kadar obat dalam darah, MTC: Minimum Toxic Concentration, MEC:
Minimum Effect Concentration
Efek terapi (respon) yang muncul tergantung dari kadar obat dalam reseptor, tetapi pada
biofarmasetika hanya bicara obat yang sampai ke sirkulasi sistemik. Hal ini bisa dipahami karena
antara obat dalam darah dan obat dalam reseptor membentuk suatu kesetimbangan, artinya jika
kadar obat dalm darah naik maka kadar obat dalam reseptor juga naik sehingga respon juga naik.
Mudah dimaklumi kalau obat yang berbeda menunjukkan bioavailabilitas yang berbeda
pula. Hal ini karena perbedaan sifat fisiko kimianya seperti kelarutan dalam air, koefisien partisi,
stabilitas ,dan lain-lain.
Beberapa produk menunjukkan bioavailabilitas yang berbeda dengan adanya perbedaan
bentuk sediaan.

Bahkan untuk bentuk sediaan yang sama pun kadang-kadang antar pabrik

memberikan perbedaan bioavailabilitas. Perubahan bahan pengisi yang berbeda juga memberikan
perbedaan bioavailabilitas.
Produk yang sama pada pasien yang berbeda sering menimbulkan bioavailabilitas yang
berbeda pula, sehingga perlu individual dosis. Kadang-kadang perbedaan pemakaian sesudah dan
sebelum makan juga memberikan perbedaan bioavailabilitas.
Keterangan-keterangan di atas menunjukkan bahwa bioavailabilitas dipengaruhi oleh
banyak factor. Untuk menyederhanakan bias dikelompokkan menjadi tiga factor yaitu:
1. Faktor Obat (sifat fisiko-kimia)
2. Faktor Pabrik (Faktor Formulasi Sediaan)
3. Faktor Pasien (Fisiologi dan Patologi saluran cerna).
Faktor pabrik merupakan factor yang paling mungkin untuk dimodifikasi.

Sebagai

farmasis, kita adalah formulator sediaan, sehingga bisa mempunyai produk yang unggul.
Mekanisme Transport
Tranport adalah perpindahan obat dari satu kompartemen ke kompartemen yang lain
dengan menembus suatu membran yang membatasi dua kompartemen tersebut. Dari pengertian
ini maka perpindahan sekelompok orang dengan suatu alat transportasi atau perpindahan darah
dari jantung ke pembuluh darah bukanlah suatu transport karena proses tersebut tidak melewati
membrane, artinya masih dalam satu kompartemen.

Absorbsi adalah transport karena obat

berpindah dari tempat pemberian ke kompartemen darah dengan menembus membrane seperti
dinding usus, kulit, alveoli, dan sebagainya.

Kompartemen yang ditinggalkan disebut

kompartemen donor, sedangkan yang lainnya adalah kompartement reseptor (aseptor).


Secara umum transport dikelompokkan menjadi dua yaitu transport aktif yang
memerlukan energi dan transport pasif yang tanpa energi. Secara lebih detil ada minimal enam
mekanisme transport yaitu difusi pasif, transport aktif, difusi (transport) fasilitatif, transport
konvektif, pinositosis, pasangan ion dan penukar ion.

Absorbsi obat kebanyakan melalui

mekanisme difusi pasif, yaitu obat yang bersifat lipofil melarut dalam membran kemudian muncul
dikompartemen seberang yang berkadar lebih rendah. Driving force proses ini adalah gradien
konsentrasi, sehingga prosesnya tidak bisa melawan gradien konsentrasi.

Beberapa senyawa

bersifat sangat polar, sehingga kecil kemungkinan bias melarutdalam membrane yang lipofil.
Tetapi faktanya obat-obat seperti glukosa dan gula yang lainnya, vitamin-vitamin larut air, dan ionion mineral bisa diabsorbsi, maka transport aktif dan difusi fasilitatif berperan di sini. Pada difusi
fasilitatif, transport tidak perlu energi, tetapi perlu gradient konsentrasi.

Transport aktif tidak

perlu gradient konsentrasi karena driving force-nya adalah energi yang diperoleh dari pemecahan
ATP. Bukan berarti mekanisme ini berjalan dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi, tetapi
transportnya satu arah, misalnya dari saluran gastrointestinal ke darah, berapapun konsentrasi di
kedua kompartemen tersebut, transport tetap menuju ke darah.

Bisa juga obat menembus

membrane dengan melewati celah celah hidrofil pada membrane. Celah tersebut bisa berupa pori
maupun space antar sel. Transport ini disebut transport konvektif, dan umumnya terjadi saat
filtrasi glomerulus, di ginjal. Lebih jelas tentang perbedaan 3 transport utama absorbsi obat
tampak pada table berikut:
Tabel 1. Perbedaan antara 3 mekanisme transport utama
Sudut Pandang
Driving Force
Fungsi membran

Difusi Pasif
Gradien C
Penghalang

Transport Aktif
Energi
Penyedia Energi dan

Difusi Fasilitatif
Gradien C
Penyedia Carier

Senyawa target

Lipofil

Carier
Hidrofil, mirip nutrien

Hidrofil

Kejenuhan
Gangguan senyawa

Tidak bisa
Tidak bisa

bisa
bisa

Bisa
Bisa

mirip
Keracunan
Tempat Absorbsi

Tidak bisa
Semua tempat

bisa
spesifik

Bisa
spesifik

Kinetika absorbsi difusi pasif mengikuti kinetika orde kesatu, sedangkan pada transport
aktif mengikuti kinetika Mikaelis-Menten. Kinetika Mikaelis-Menten ini bisa menjadi orde kesatu
pada kadar obat (substrtat) yang jauh di bawah Km, sedangkan pada kadar yang sangat besar jauh

di atas Km kinetika mikaelis menten menjadi ordo ke-nol. Persamaan yang menggambarkan
persamaan tersebut adalah sebagai berikut
Difusi Pasif (Hukum Ficks I)
dQb
D AP
-------- = -------- (Cg Cb)
dt
Xm
Transport Aktif/Fasilitatif (Mikaelis-menten)
dC
VmC
--- = - ---------dt
km+ C
Tahapan Absorbsi
Absorbsi diawali dengan melarutnya obat dari bentuk sediaan non larutan ke dalam
medium gastrointestinal, atau medium absorbsi yang lain. Tahapan ini sebenarnya terdiri dari
beberapa bagian jika sediaan berupa tablet, yaitu disintegrasi (pecahnya tablet menjadi
integran/granul), deagregasi (pecahnya agregat menjadi serbuk). Disolusi bisa terjadi dari tablet
maupun dari granul, tetapi disolusi yang dari serbuk adalah yang paling besar karena luas
permukaannya yang sangat besar. Obat yang telah larut ini kemudian melarut dalam membran
(untuk proses difusi pasif, dan proses itulah yang paling banyak dari absorbsi obat), kemudiaan
masuk ke plasma darah. Proses ini disebut dengan permeasi, beberapa rujukan menyebut sebagi
proses absorbsi atau penetrasi.

Karena terdiri dari dua proses maka ada satu yang paling

menentukan kecepatan proses absorbsi secara keseluruhan. Tahap penentu ini disebut rate limiting
step, yaitu tahap terlambat dalam rangkaian proses kinetic.

Obat-obat yang bersifat hidrofil

mempunyai permeasi yang lambat dalam membrane gastrointestinal yang bersifat lipoid, sehingga
permeasi adalah rate limiting step untuk obat-obat golongan ini. Obat-obat lipofil mempunyai
kemampuan melarut dalam cairan castrointestinal yang jelek, sehingga disolusi obt ini menjadi
rate limiting step. Secara lebih rinci obat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu golongan I, disolusi
dan permeasi tidak ada masalah, golongan 2, yitu disolusi sulit permeasi mudah, golongan 3, yaitu
disolusi mudah permeasi sulit, dan dan golongan 4 yaitu disolusi maupun permeasi dua-duanya
sulit.
Kinetika disolusi digambarkan oleh persamaan Ners-Burner (atau Noyes-Whitney).
Kecepatan dissolusi di gastrointestinal digambarkan dengan persamaan sebagi berikut
dQ D S (Cs Cgi)
---- = ----dt
h

D adalah koefisien difusi, S adalah luas area kontak


padatan dan medium, h tebal stagnan layer, Cs kelarutan, dan Cgi konsentrasi dalam gastrointestinal

Untuk menentukan apakah suatu obat bermasalah dalam proses dissolusi dapat dilihat dari
besarnya kelarutan dalam air dan kecepatan disolusi intrinsiknya. Obat dengan kelarutan lebih
dari 1 % tidak bermasalah pada proses disolusi, Obat dengan kecepatan dissolusi intrinsic kurang
dari 0,1 mg menit-1 cm-2 bermasalah pada proses disolusinya. Kecepatan dissolusi intrinsic dihitung
dengan membuat kurva hubungan jumlah obat terdisolusi tiap satuan luas versus waktu disolusi
dari sebuah pelet yang diletakkan dalam holder sedemikian rupa sehingga luas area kontak dengan
medium dijaga konstan. Pada kondisi sink yaitu Cs lebih dari 10 C maka akan didapatkan kurva
linear. Slope dari kurva tersebut adalah besarnya kecepatan disolusi intrinsik (k).
dQ D S (Cs C)
---- = ----dt
h
pada kondisi sink

Q/s
(mg cm-2)

dQ D S Cs
---- = ---dt
h
dQ = k s dt, diintegralkan menghasilakan
Q-Q0 = k s (t - t0), to dan Qo = 0, maka
Q = k.s.t
Q/s = k.t

t (menit)
Setelah obat berhasil larut dalam gastro intestinal, dia akan diabsobsorbsi (permeasi).
Kebanyakan obat diabsorbsi dengan mekanisme difusi pasif, yaitu obat larut dalam membran
kemudian muncul dikompartemen reseptor yaitu darah. Kinetika difusi pasif ditunjukkan oleh
persamaan Fikcs I. Absorbsi obat dari gastro intestinal ke dalam darah ditunjukkan sebagai berikut
dQb D A P
----- = -------- (Cg Cb)
dt
Xm
pada kondisi sink, yaitu Cg lebih dari 10 Cb, persamaan menjadi
dQb D A P
----- = -------- (Cg)
dt
Xm
Transport obat secara umum dari kompartemen donor ke reseptor analog dengan
persamaan tersebut, dengan konsentrasi gastrointestinal (Cg) sebagai Konsentrasi donor (Cd) dan
konsentrasi darah (Cb), sebagai konsentrasi reseptor Cr.

Jika konsentrasi di donor dianggap konstan maka hubungan antara jumlah obat
tertransport versus waktu akan linear dengan slope sebagai Fluks Total (J T), sedangkan Fluks
adalah Fluks total dibagi luas area absorbsi
dQ = DAP Xm-1 Cgdt
Q = J/A t
Dengan berjalannya waktu, obat tidak serta merta muncul di kompartemen reseptor, perlu waktu
tertentu untuk melarutnya obat dalam membran dan berpindah ke kompartemen reseptor. Waktu
ini disebut lag time (tlag)
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Bioavailabilitas
Sifat Fisiko Kimia
Ada 4 sifat fisiko kimia obat yang berpengaruh terhadap bioavailabilitas. Pengaruh yang
pertama adalah dari koefisien partisi obat. Koefisien partisi adalah perbandingan kadar obat
dalam lipid dan kadar obat dalam air setelah terjadi kesetimbangan. Atau bisa juga sebagai
kelarutan obat dalam lipid dibagi kelarutan obat dalam air. Dalam term ini ada dua masalah yaitu
kelarutan obat dalam air dan kelarutan obat dalam lipid, sehingga koefisien partisi berpengaruh
pada proses dissolusi maupun permeasi. Umumnya obat semakin besar koefisien partisi semakin
sulit larut dalam air sehingga disolusi akan lambat, sebaliknya semakin kecil koefisien partisi
semakin sulit larut dalam lipid sehingga permeasi menjadi lambat. Maka absorbsi obat akan baik
jika koefisien partisi optimal, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Jika terlalu kecil maka
permeasi akan menjadi rate limiting step-nya, sedangkan jika terlalu besar maka dissolusi akan
menjadi rate limiting step-nya.

% Abs

Log Popt
Untuk koefisien partisi yang terlalu besar dilihat harga kecepatan disolusi intrinsiknya,
jika lebih dari 0,1 mg cm -2menit-1, maka artinya disolusi tidak bermasalah, ini menguntungkan
karena berarti obat tidak bermasalah pada proses disolusi maupun permeasinya. Jika koefisien
partisi terlalu kecil maka jelas permeasinya bermasalah, maka obat tadi bisa dibuat sbentuk
prodrug, suatu senyawa yang tidak aktif, tetapi jika dimetabolisme akan menghasilkan senyawa
yang aktif, misalnya bekampisilin (prodrug untuk ampisilin) dan fenazetin (calon parasetamol).

Sifat fisiko kimia yang kedua yaitu konstanta disosiasi (Ka). Besaran ini menunjukkan
kemampuan suatu asam lemah untuk terdisosiasi dalam air. Semakin besar Ka maka semakin
mudah asam lemah ini terdisosiasi. Bersama-sama dengan pH medium maka pKa (yaitu nilai -log
Ka) akan menentukan fraksi obat dalam bentuk ion dan bentuk molekul, sesuai dengan persamaan
Henderson-hasselbalch
pH = pKa+log fi log fu, untuk asam
pH = pKa+log fu log fi, untuk basa
Untuk obat asam maka semakin besar pKa semakin mudah diabsorbsi, sebaliknya untuk
obat basa, pada pH medium yang sama. Persamaan Henderson-Hasselbalch melahirkan suatu teori
yang disebut pH-partition hypothesys:
1.untuk memprediksi ratio konsentrasi dalam dua kompartemen setelah proses transport selesai.
Misalnya : Berapakah perbandingan konsentrasi asam salisilat (pKa 2,9) yang ditransport dari
kompartemen A (pH 7,3) ke kompartemen B (pH 6,4) setelah transport selesai
2.Obat asam mudah ditransport dari medium dengan pH rendah, karena fraksi molekul semakin
banyak, dan sebaliknya.
Ka berpengaruh pada disolusi sesuai dengan prinsip disosiasi, senakin besar Ka semakin
besar dissosiasi, artinya disolusi juga semakin mudah, tetapi ingat jika fraksi ion terlalu banyak
karena besarnya Ka maka permeasi juga lambat sesuai prinsip pH-partition hypothesys.
Siaft Fisiko kimia yang ketiga adalah Ukuran molekul dan bentuk molekul. Sesuai
dengan persamaan Stokes-Einstein, ukuran molekul berpengaruh pada harga koefisien difusi, D,
pada proses disolusi (D pada persamaan Noyes-Whitney) maupun pada proses permeasi (Dmpada
persamaan Ficks I).
RT
D = ----------6 rN

R adalah konstanta gas ideal, T adalah suhu mutlak, N bilangan Avogadro


, viscositas stagnan layer atau membran, dan r jari-jari molekul,
semakin besar r semakin kecil D.

Pada proses transport konvektif, molekul-molekul berukuran kecil dapat menembus pori
gastrointestinal seperti urea, metanol, dan formamid
Sifat fisiko kimia yang terakhir adalah stabilitas obat. Kalau 3 sifat di atas berpengaruh
terhadap Cd dengan mempengaruhi disolusi, maka stabilitas obat berpengaruh terhadap Cd dengan
mempengaruhi seberapa cepat obat hilang dari kompartemen donor, bukan karena diabsorbsi tetapi
karena disrusak. Beberapa obat tidak bisa dipakai secara oral karena dirusak oleh ph maupun
enzim-enzim dalam gastrointestinal misalnya penisilin, yang beta laktamnya mudah terhidrolisi
dalam suasanan asam maupun basa. Stabilitas obat dapat digunakan untuk memprediksi besarnya
F (bioavailabilitas relatif terhadap intra vena), dengan asumsi permeasi berjalan sempurna.
Misalnya suatu obat mempunyai harga k/ka=2. k adalah konstanta kecepatan degradasi, ka adalah
konstanta kecepatan absorbsi P2 adalah jumlah obat terdegradasi, P1 adalah jumlah obat
terabsorbsi. Maka

k P2
-- = --Ka P1

k
---- = 2
Ka

maka, P1 = 0,5 P2
P1=0,333 (P1+P2)
Abs maks = 30 %

Faktor Formulasi Bentuk Sediaan


Faktor formulasi yang pertama jelas bentuk sediaan, padat, cair, larutan, emulsi, suspensi,
puyer, dan lainnya. Ini terkait dengan masalah disolusi. Bentuk sedian cair lebih cepat terdisolusi,
larutan tidak perlu proses disolusi. Puyer tidak perlu proses disintegrasi dan deagregasi sehingga
dissolusinya lebih cepat dari pada tablet.
Faktor formulasi berikutnya adalah ukuran partikel serbuk zat aktif. Bedakan dengan
ukuran molekul zat aktif.

Ukuran partikel berpengaruh terhadap luas permukaan spesifik.

Semakin kecil ukuran partikel semakin besar luas permukaan spesifiknya. Artinya harga S pada
persamaan Noyes-Whitney semakin besar dg penurunan ukuran partikel, sehingga disolusi
semakin cepat, akibatnya absorbsi semakin baik. Contohnya adalah nitrofurantoin mikrokristal
(<10 mikron) absorbsi lebih baik drpd makrokristal (74 -177 mikron).

Demikian juga pada

griseovulvin, fenazetin, dan sulfadiazin. Sehingga mikronisasi berguna untuk obat-obat yang rate
limiting stepnya pada fase dissolusi.
Faktor formulasi berikutnya adalah memberikan efek pH pada formulasi sediaan padat.
Obat yang bersifat asam dalam formulasi ditambahkan bahan (dapar) yang bersifat basa.
Akibatnya jika tablet ini masuk ke cairan maka disekeliling tablet itumenjadi bersifat basa. Sesuai
dengan prinsip Henderson-Hasselbalch maka obat menjadi mudah larut. Sekali lagi efek pH
berguna untuk obat-obat yang rate limiting stepnya pada fase dissolusi, dengan meningkatkan
harga Cs
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan garam dari suatu oabat asam lemah
atau basa lemah. Untuk obat asam lemah dilakukan dengan mengganti H + pada obat asam dengan
kation lain (counter ion), semakin kecil conterion disolusi semakin baik. Menjadi pertanyan
apakah dengan pembentukan garam tidak menyebabkan besarnya fraksi obat dalam bentuk ion.
Maka jawabannya adalah fraksi obat dalam bentuk ion dan molekul bukan oleh obatnya asam atau
garam, karena obat dimasukkan dalam dapar bukan air, maka yang berpengaruh adalah pH dapar
dan pKa obatnya. Beberapa obat yang terbukti bentuk garamnya memberikan bioavailabilitas
yang baik adalah na diklofenak, tetrasiklin HCl, Salbutamol sulfat, dan lain lain. Pembentukan
garam akan mempermudah obat mengalami disolusi, sehingga berguna untuk obat yang rate
limiting stepnya pada fase dissolusi dengan meningkatkan harga Cs
Faktor formulasi berikutnya adalah penggunaan surfaktan dalam formulasi. Pada kadar
kecil dibawah CMC surfaktan akan memberikan efek pembasahan sehingga akan meningkatkan
harga S pada prose disolusi. Jika surfaktan membentuk misel yaitu pada kadar di atas CMC maka
bisa terjadi incorporasi, sehingga akan meningkatkan harga Cs pada persamaan disolusi, tetapi

kemungkinan ini kecil karena volume gastrointestinal besar. Contoh obat yang berhasil diperbaiki
bioavailabilitasnya adalah asam benzoat (dengan polisorbat 80 atau Na lauril sulfat) dan
Sulfadiazin (dengan dioktil sodium sulfosuksinat). Penambahan surfaktan akan mempermudah
obat mengalami disolusi, sehingga berguna untuk obat yang rate limiting stepnya pada fase
dissolusi.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan (pemilihan atau penggunaan) polimorf
yang besar kelarutannya atau jika memungkinkan bentuk amorfnya . Bentuk amorf lebih mudah
larut karena susunannya yang tidak teratur

menyebabkan energi kisi yang rendah. Sifat

polimorfisme tampak pada kloramphenikol palmitat, kristal A lebih kecil kelarutannya dari pada
kristal B, sehingga absorbsi kristal B lebih baik. Sifat amorfisme tampak pada Novobiosin.
Novobiosin kristalin lebih jelek bioavailabilitasnya dari pada novobiosin amorf.

Sekali lagi

pembentukan polimorf metastabil dan amorf berguna untuk obat yang rate limiting stepnya pada
fase dissolusi dengan meningkatkan harga Cs nay.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan (pemilihan atau penggunaan) solvat atau
hidrat yang mempunyai kelarutan lebih tinggi. Misalnya pada eritromisin yang mempunyai 3
macam bentuk. Profil disolusi tampak seperti berikut
% larut

Eritromisin dihidrat

80
Eritromisin monohidrat
Eritromisin anhidrat

20

Waktu (menit)

Tampak bahwa eritromisin dihidrat memberikan disolusi yang lebih baik. Tidak ada ketentuan
bahwa jika hidratnya lebih banyak disolusinya lebih baik. Ampisilin justru sebaliknya.

Sekali

lagi pembentukan solvat atau hidrat berguna untuk obat yang rate limiting stepnya pada fase
dissolusi dengan meningkatkan harga Cs nya.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan kompleks obat dengan senyawa mudah
larut. Kompleksasi dengan senyawa sukar larut akan menurunan kelarutan (bisa susteain release),
misalnya dengan resin. Ikatan kompleks obat dengan senywa mudah larut diharapkan bersifat
reversibel. Kelarutan akan meningkat dengan pembentukan kompleks ini. Misalnya furosemid,
piroksikan, dexametason, dan lain lain, bisa dibuat kompleks dengan PEG,PVP, Siklodekstri,
cafein, dan kompleksan kompleksan lainnya. Kompleksasi yang reversibel tidak mengurangi
absorbsi karena ikatan ini nantinya akan pecah pada proses pelarutan kemudian obat bebasnya
diabsorbsi sesuai skema berikut

Obat + Kompleksan

Obat-kompleksan
membra
n

Obat (Plasma)
Pengurangan obat bebas karena terabsorbsi akan menyebabkan lepasnya ikatan obat dengan
kompleksan yang baru sedemikian sehingga harga konstanta kompleksasi kembali ke semula.
Peningkatan absorbsi dipengaruhi oleh:
-

Kelarutan zat pengompleks

Kekuatan ikatan antara obat dan zat pengompleks (ditunjukkan dengan harga konstanta
kesetimbangan

Terbentuknya kompleks dapat dianalisis dengan: spektra IR, difraksi sinar X, DTA, DSC
Sekali lagi pembentukan senyawa kompleks berguna untuk obat yang rate limiting stepnya pada
fase dissolusi dengan meningkatkan harga Cs nya.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan dispersi padat dengan senyawa mudah
larut. Pembentukan bisa dikerjakan dengan beberapa metode
- melting methode
- solven methode
- combination
Pada pembentukan dispersi padat beberapa kemungkinan bisa terjadi
- pembentukan kompleks, sehingg Cs meningkat
- terbentuk larutan padat, sehingga S nya meningkat
- terbentuk dispersi padat, sehingga S nya meningkat
- terbentuk polimorf yang berbeda, sehingg Cs meningkat
- terbentuk amorf, sehingg Cs meningkat
Contoh obat yang diperbaiki bioavailabilitasnya adalah griseovulvin dengan pembawa PEG atau
PVP.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan prodrug. Prodrug dapat menambah
kelarutan dalam air misalnya pembentukan ester fosfat/suksinat dari prednisolon/deksametason,
bisa juga menambah kelarutan dalam lipid, seperti pada keterangan pada bagian pengaruh
koefisien partisi misalnya N-asiloksialkil alupurinol sebagai prodrug dari alururinil.

Tetapi

prodrug ini perlu uji farmakologi dan uji klinik dari awal sehingga membutuhkan biaya yang besar,
selain itu dalam label obat juga harus disebutkan dengan jelas.

Beda dengan mikronisasi,

kompleksasi, pembentukan dispersi padat, yang tidak harus disebutkan dalam label.

Faktor formulasi berikutnya adalah modifikasi eksipien misalnya pengisi, penghancur,


lubrikan, pengikat, SR agent, dan lain lain. Penggunaan lubrikan hidrofobik menurtunkan
kecepatan dissolusi, asam stearat pada jumlah lebih dari 5%, dissolusi turun secara signifikan
Penghancur pengaruhnya kecil jika zat bersifat sangat hidrofobik. Karena penentu kecepatan
disolusi sediaan tersebut adalah larutnya obat bukan pecahnya tablet.
Dari faktor formulasi tampak bahwa modifikasi formulasi sangat berguna untuk obat yang
rate limiting step-nya pada fase disolusi, yaitu obat yang kelarutannya kecil. Oleh karena itu
penggantian obat yang kelarutannya kecil dengan merk yang lain (atau generik) bisa beresiko pada
onset yang ditimbulkan. Obat-obat tersebut misalnya glibenclamid, asam mefenamat, furosemid,
dan lainnya.
Faktor Fisiologi dan Patologi Gastrointestinal
Sebelum mempelajari pengaruhnya terhadap bioavailabilitas, perlu dipelajari anatomi
berikut

Gambar

Anatomi gastrointestinal

Gambar

Anatomi lambung

Lambung secara garis besar terdiri dari dua bagian, yaitu

Bagian Proksimal (fundus dan bodi lambung), yang berfungsi sebagai penampung
masa yang dikirim dari mulut. Dinding ototnya mempunyai tegangan yang kecil
sehingga mudah mengembang menjadi + 1 liter

Bagian Antrum berfungsi untuk memberikan gerakan mengaduk dan melakukan


pompa untuk pengosongan lambung

Dinding lambung tersusun atas 4 lapisan yaitu mukosa, sub mukosa, muscularis mukosa, dan
serosa Lapisan mukosa terdiri dari sel epitel columner (sekretori sell, mampu mengeluarkan 2 l
getah lambung/hari) yang mengakibatkan pH lambung 1 3,5 (dengan siklus diurnal) dan mampu
berproliferasi dengan cepat (pembaharuan 1-3 hari).
Usus kecil mempunyai permukaan yang ditutupi oleh vili (10 40 vili/mm 2, dengan
panjang 0,5 1,5 mm). Setiap vili mengandung mikrofili (600 mikrovili/vili). Akibat adanya vili
dan mikrovili ini luas usus kecil menjadi sangat luas sehingga tempat ini merupakan tempat
absorbsi yang paling baik. Dinding usus kecil tersusun atas sel goblet yang mensekresikas mukus
(musin: kompleks glikoprotein). Ke dalam usus kecil disekresikan getah pankreas yang berisi
enzim dan dapar maka pH naik menjadi 5,7 7,7. Fungsi sekresi pancreas ini adalah melindungi

epitel, mencegah inaktivasi enzim pankreas, mencegah pengendapan asam-garam empedu yang
disekrisikan oleh kantong empedu dekat hati.

Gambarvili yang menutupi usus halus, 1-epithelium of mucous membrane; 2-goblet cells
(unicellular glands); 3-net of blood capillars ofvilli; 4-central lymphatic sinus (capillars) of
the fiber; 5-arteria of the fiber; 6-vein ofvilli; 7-net blood-vessels and lymphatic vessels of
the mucous membrane; 8-lymphoid nodule.
Usus besar terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian proksimal (cecum, ascending colon,
sebagian transverse colom) yang berfungsi mengabsorbsi air dan elektrolit dan bagian distal
(sebagian transverse colon, descending colon, rectum, dan anal) yang berfungsi menyimpan feses,
mendorong feses. Usus besar mampu menerima 500 ml cairan/hari, air diserap sehingga menjadi
masa padat (feses).

Adanya pengaruh dari dapar karbonat yang disekresikan oleh pancreas

menyebabkan pH berkisar 7- 8.
Struktur Membran Sel
Ada empat model tentang membrane sel yaitu model lipid bilayer (Davson-Danielli
Models), model membran globuler, model kristal cair, dan model mozaik cair (Singer and
Nicolson Model). Model mozaik cair adalah model yang paling mendekati kenyataan. Dalam
model mozaik cair terdapat struktur lipid bilayer dan mempunyai sifat Kristal cair. Sedangakn
model membrane globuler adalah yang paling jauh dari kenyataan sehingga model ini
ditinggalkan.

Gambar model mozaik cair, urut dari atas, dari kiri: skema posisi membran sel dalam sel,
gambaran tentang membran sel model mozaik cair, gambaran lipid bilayer, gambaran
posisi phospholipid dalam lipid bilayer, struktur fosfolipid.
Dalam model mozaik cair, selain ada fosfolipid juga ada protein integral maupun protein periferal.
Juga ada karbohidrat yang menempel pada protein maupun pada lipid. Ada juga kolesterol yang
menyisip pada fosfolipid. Gambaran komponen-komponen tadi adalah sebagai berikut

Gambaran komponen-komponen penyusun model mozaik cair


Faktor faktor fisiologi yang berpengatruh terhadap bioavailabilitas dapat dikelompokkan
menjadi beberapa hal, yaitu komponen dan sifat gastro intestinal, pengosongan lambung, transit
intestinal, dan kecepatan aliran darah yang memperfusi gastrointestinal. Empat hal ini dipengaruhi

oleh kondisi psikologis dan hormonal, jenis kelamin, umur, dan makanan. Faktor yang lainnya
yaitu ketebalan dan fluiditas dinding gastrointestinal.
Komponen dan sifat cairan gastrointestinal yang berpengaruh terhadap bioavailabilitas
a) pH berpengaruh pada kecepatan dissolusi yaitu pada kelarutan obat, juga berpengaruh
pada ratio ion molekul (koef partisi) dan stabilitas obat
b) Garam empedu, mengandung surfaktan (garam dari asam glikokolat dan asam taurokolat),
membantu pembasahan obat lipofil seperti griseofulvin, maka pemakaiannya diianjurkan
setelah makan supaya merangsang pengeluaran getah empedu. Tetapi obat obat tertentu
tidak boleh bertemu dengan getah empedu karena dapat membentuk kompleks yang tidak
larut, misalnya kompleks neomisin dan kanamisin dengan garam empedu akan mengendap
sehingga tidak bisa diabsorbsi
c) Sekret pankreas mengandung enzim enzim yang dapat menghidrolisis obat seperti
kloramphenicol palmitat. Enzim pankreatin dan tripsin dapat mendeasetilasi obat dengan
gugus N-asetil
d) Viskositas masa di lambung/di usus: ditentukan oleh makanan dan mukus, mukus sangat
kental mengganggu proses disolusi berpengaruh terhadap kecepatan disolusi, kecepatan
pengosongan lambung, dan transit intestinal. Sewamikin viskus masa lambung, semakin
lambat kecepatan pengosongan lambungnya
Kecepatan pengosongam lambung dinyatakan dengan beberapa hal yaitu waktu
pengosongan lambung, kecepatan pengosongan lambung, dan t1/2 pengosongan lambung.
Kecepatan pengosongan lambung dipengaruhi oleh:viskositas massa lambung, suhu masa, energi
yang tersimpan dalam masa lambung, dan faktor psikis. Semakin viskus masa lambung, semakin
besar energi yang terkandung dalam masa lamnbungh, semakin tinggi susu, semakin lambat
kecepatan pengosongan lambung.

Beberapa obat berpengaruh (metoklopramid). Kecepatan

pengosongan lambung berpengaruh pada stabilitas obat, kecepatan obat sampai ke usus dengan A
yang besar, dan disolusi obat (pH).
Transit intestinal dipengaruhi oleh makanan, viskositas masa, dan motilitas usus. Transit
iontestinal

menentukan lama obat berkontak dengan membran yang luas.

Beberapa obat

berpengaruh pada motilitas usus (parasimpatolitikum: beladon, papaverin, dll).


Suplai darah ke gastrointestinam dipengaruhi oleh makanan dan obat-obatan yang bekerja
pada pembuluh darah. Suplai darah ke gastrointestinam pada proses transport aktif menentukan
penyediaan energi dan oksigen. Pada proses difusi pasif menentukan gradien kadar terutama untuk
obat yang permeabilitasnya tinggi.
Ketebalan dan viscositas dinding gastrointestinal berpengaruh pada beberapa hal. Sifat ini
bersifat induvidual, dan pablrik tidal bisa memfodimikasi. Karena membran adalah kristal cair ,
maka komponen-komponennya bisa bergerak terutama fosfolipid, maka dia punya viskositas.

Beberapa gerakan tersebut adalalah transversi divusian, lateral shift, dan fleks, tampak pada skema
di bawah ini
.

Viskositas membran gastrointestetinal dipengaruhi oleh komposisinya, yaitu:


1. Saturated fatty acids

All C-C bonds are single bonds

Straight chain allows maximum interaction of fatty acid tails

Make membrane less fliuid

Solid at room temperature

"Bad Fats" that clog arteries (animal fats)

2. Unsaturated fatty acids

Some C=C bond (double bonds)

Bent chain keeping tails apart

Make membrane more fliuid

Polyunsaturated fats have multiple double bonds and bends

Liquid at room temperature

"Good Fats" which do not clog arteries (vegetable fats)

3. Cholesterol

Reduces membrane fluidity by reducing phospholipid movement

Hinders solidification at low (room) temperatures


Beberapa faktor lain yang tidak termasuk dalam kelompok di atas dan berpengaruh

terhadap bioavailabilitas adalah

Drug Drug interaction

Disease state

Drug food interction

Age

Metabolism in GI tract

Beberapa obat berpengaruh pada kondisi fisiologis saluran cerna sehingga absorbsi obat
yang lain berubah misalnya parasimpatolitik

Beberapa obat langsung membentuk kompleks dengan obat utama misalnya kompleks
tetrasiklin dengan mineral.

Makanan berpengaruh terhadap kondisi fisiologis saluran cerna, makanan meningkatkan


viskositas dan merangsang pengeluaran HCl, getah empedu, dan getah pankreas

Beberapa makanan dapat membentuk kompleks dengan obat, misalnya susu dengan
tetrasiklin.

L-Dopa terdegradasi oleh enzimdekarboksilase dalam mukosa lambung

Pada pria etanol terdegradasi olah alkohol dehidrogenase di mukosa lambung

Digoksin termetabolisme oleh flora normal usus, obat penekan flora normal usus
(antibiotik spektrum luas) meningkatkan absorbsi digoksin, bias keracunan.

Diare dapat menurunkan transit intestinal, sebaliknya konstipasi

Hipersekresi asam lambung menurunkan pH lambung, sebaliknya aklorhidria.

Neonata 2 th, sekresi HCl belum sempurna (sedikit)

Pada anak anak mukosa belum terbentuk sempurna (A), juga aliran darah

E. EVALUASI
Petunjuk:
I. Untuk soal dengan pilihan a,b,c,d,e, pilihlah satu jawaban yang paling tepat
II. Untuk soal dengan pilihan 1,2,3,4 , pilihlah
III. Untuk soal sebab akibat, pilihlah
A, jika ada tiga jawaban yang benar
A jika pernyataan dan alasan benar dan ada hubungan
sebab akibat
B, Jika jawaban 1 dan 3 benar
B jika pernyataan dan alasan benar tapi tidak ada
hubungan sebab akibat
C jika jawaban 2 dan 4 benar
C jika pernyataan benar alasan salah
D jika hanya satu jawaban yang benar
D jika pernyataan salah alasan benar
E, Jika semua jawaban benar
E jika pernyataan dan alasan salah
Dengan memberi tanda silang pada lembar jawab.
1. Perbedaan pokok antara mekanisme transport difusi pasif dengan transport konvektif adalah
a. transport konvektif pada membran yang hidup sedangkan difusi pasif tidak
b. difusi pasif mengikuti kinetika ordo pertama sedangkan transport aktif mengikuti kinetika ordo kenol
c. difusi pasif bisa mengalami kejenuhan sedangkan transport konvektif tidak
d. transport konvektif perlu energi sedangkan difusi pasif tidak
e. difusi pasif obat larut dalam membran, transport aktif obat melewati pori membran
2.

Tranport aktif bisa mengalami kejenuhan kaena


a. transport aktif perlu energi
d. Jawaban a dan b benar
b. transport aktif perlu carier
e. Pertanyaan salah, transport aktif tidak bisa
mengalami kejenuhan
c. transport aktif untuk senyawa polar
3.

Difusi pasif asam salisilat dari dan ke kompartemen tertutup dengan pH yang berbeda akan berhenti jika
a. konsentrasi total asam salisilat dalam dua kompartemen sama
d. membran telah mati
b. konsentrasi ion salisilat dalam dua kompartemen sama
e. jawaban a dan d benar

c.

konsentrasi molekul asam salisilat dalam dua kompartemen sama

4.

Alkaloid ditransport dari kompartemen pH 5 ke kompartemen pH 7,


a. Setelah transport berhenti konsentrasi total alkaloid dalam dua kompartemen sama
b. Setelah transport berhenti konsentrasi total alkaloid dalam kompartemen donor lebih tinggi
c. Setelah transport berhenti konsentrasi total alkaloid dalam kompartemen reseptor lebih tinggi
d. Untuk memprediksi di kompartemen mana konsentrasi total yang lebih besar perlu data pKa obat
e. Setelah transport berhenti konsentrasi total alkaloid dalam kompartemen donor bisa lebih tinggi
ataupun lebih rendah tergantung konsentrasi mula mula.

5.

Transport aktif glukosa akan berhenti jika


1. Membran telah mati
3. carier in aktif karena suhu yang extreem
2. Supplai energi terhenti
4. konsentrasi substrat dalam kedua kompartemen sama

6.

Pengaruh konsentrasi substrat pada transport aktif adalah


1. Sebelum mengalami kejenuhan semakin tinggi konsentrasi semakin cepat kecepatan transport
2. Setelah mengalami kejenuhan semakin tinggi konsentrasi semakin turun kecepatan transport
3. Pada konsentrasi yang sanagt rendah, jauh di bawah km, kinetika tranport mengikuti orde ke-1
4. Konsentrasi menjadi sangat berpengaruh jika tranport telah mengalami kejenuhan

7.. Transport difusi fasilitatif bisa dihambat oleh senyawa yang mirip dengan substrat yang ditransport
karena
a. transport tidak perlu energi
d. jawaban a dan c benar
b. transport perlu energi
e. pertanyaan salah, difusi fasilitatif tidak bisa dihambat oleh
senyawa yang mirip
c. transport perlu carier
untuk soal no 8 10, perhatikan Persamaan Ficks I tentang difusi pasif pada proses absorbsi secara oral
sebagai berikut
dQb
DmAmPm/m (Cgi - Cb)
----- = -------------------------dt
Xm
8.

Upaya industri farmasi untuk memperbaiki bioavailabilitas dikaitkan dengan hukum ficks di atas adalah
a. meningkatkan harga Am dengan memperkecil ukuran partikel serbuk obat
b. meningkatkan harga Am dengan memperkecil ukuran molekul obat
c. meningkatkan harga Dm dengan memperkecil ukuran molekul obat
d. meningkatkan harga Cgi dengan mempercepat disolusi
e. semua jawaban benar

9.

Peningkatan kecepatan pengosongan lambung dapat meningkatkan kecepatan absorbsi karena


a. akan meningkatkan harga Am karena lambung kosong maka tidak ada pengganggu kontak obat
dengan membran
b. akan meningkatkan harga Am karena obat cepat bertemu dengan usus dengan luas permukaan yang
besar
c. untuk obat yang tidak stabil dalam lingkungan asam maka kontaknya dengan asam dapat
diminimalkan
d. jawaban a dan c benar
e. jawaban b dan c benar
10. penyakit aklorhidria, berpengaruh pada kecepatan absorbsi karena perubahan besaran
a. Dm
b. Am
c. Pm/m
d. (Cgi - Cb)
e. Xm
11. Adanya sekret empedu dapat meningkatkan kecepatan absorbsi secara lebih berarti pada
1. Obat yang rate limiting step-nya pada fase disolusi
3. Obat yang kelarutannya kecil
2. Obat yang polaritasnya kecil
4. Obat yang hidrofobik
12. Peningkatan kecepatan aliran darah akan meningkatkan kecepatan absorbsi secara signifikan jika

a.
b.
c.
d.
e.

Rate limiting step obat pada tahap permeasi menembus membran


Obat mempunyai permeabilitas membran yang tinggi
transport berlangsung pada kondisi sink
Koefisien partisi lipid air obat kecil
Obat susah terdisolusi

Untuk soal no 13 18, perhatikan persamaan Noyes-Whitney pada proses absorbsi secara oral berikut
dQgi
DA (Cs Cgi)
----- = -----------------dt
h
13. keterangan yang tepat untuk persamaan di atas adalah
1. D adalah koefisien difusi obat dalam medium disolusi
2. Cs adalah kelarutan obat dlm medium gastrointestinal

3. h adalah tebal lapisan stagnan


4. A adalah luas permukaan absorbsi

14. Besaran dalam persamaan di atas yang sangat mungkin menjadi target perbaikan bioavailabilitas adalah
1. harga D dengan mengecilkan ukuran molekul obat
3. harga A dengan mengecilkan
ukuran molekul obat
2. harga A dengan mengecilkan ukuran partikel serbuk obat
4. harga Cs dengan pembentukan
garam
15. Adanya mukus dalam cairan gastrointestinal akan menurunkan kecepatan disolusi karena
1. mucus mempertebal stagnan layer, meningkatkan harga h 3. mukus menaikkan viskositas,
menaikkan harga h
2. mukus menurunkan harga A
4. mukus menaikkan viskositas,
menurunkan harga D
16. Perbaikan bioavailabilitas karena adanya sekret empedu disebabkan karena
1. sekret empedu memperbaiki pembasahan meningkatkan harga A
2. sekret empedu menaikkan viskositas, menaikkan harga D
3. sekret empedu membentuk misel, menaikkan harga Cs
4. pernyataan salah, sekret empedu justru membuat obat tidak stabil sehingga menurunkan Cgi
17. Pemberian griseovulvin dianjurkan setelah makan karena
a. makanan merangsang sekret empedu, meningkatkan disolusi griseovulfin karena peningkatan harga
A
b. makanan melindungi griseovulvin dari kerusakan oleh enzim pencernaan
c. makanan menurunkan kecepatan pengosongan lambung memberi kesempatan terdisolusi lebih
cepat dengan
bantuan asam lambung
makanan mempercepat perfusi darah ke vena porta hepatika, meningkatkan harga Cgi Cb
d.
pernyataan salah, griseovulvin adalah antijamur yang seharusnya diminum setelah makan
e.
18. Pembentukan dispersi padat parasetamol (kelarutan 1:70) dengan PVP sangat menguntungkan karena
a. Dissolusi semakin baik karena peningkatan harga A
b. Dissolusi semakin baik karena peningkatan harga Cs
c. Justru merugikan karena parasetasmol menjadi terikat dengan PVP yang BM nya besar, sehingga D
turun
d. Justru merugikan karena PVP bersifgat viskous sehingga harga D turun
e. Biaya tidak sebanding dengan peningkatan bioavailabilitas karena parasetamol tidak bermasalah
dengan disolusi
19. Kondisi sink pada proses absorbsi obat dari gastrointestinal ke vena porta selalu terjadi karena
1. Begitu obat masuk ke vena porta langsung diikat oleh protein, sehingga Cplasma selalu kecil
2. Begitu obat masuk ke darah terjadi metabolisme di hati, sehingga Cplasma selalu kecil
3. Begitu obat masuk ke darah terjadi ekskresi, sehingga Cplasma selalu kecil
4. Begitu obat masuk ke darah obat di deposit dalam lemak, sehingga Cplasma selalu kecil
20. Pembentukan garam ambroksol menjadi ambroksol HCl akan memperbaiki bioavailabilitanya karena

a. Proses transport menjadi transport aktif karena ion ambrolsol-H+ tidak bisa larut dalam membran
b. Disolusi semakin cepat karena obat menjadi mudah larut
c. Fraksi obat dalam bentuk molekul lebih banyak dari pada jika diberikan dalam bentuk basa
bebasnya
d. Permeabilitas menjadi lebih besar karena pH medium semakin kicil
e. Pernyataan soal salah, bioavailabilitas turun karena terbentuk ion lebih banyak, padahal ion susah
lartut dalam membran
21. Pengaruh koofisien partisi obat terhadap bioavailabilitas sediaan tablet oral
a. Untuk obat yang rate limiting stepnya pada tahap disolusi, semakin tinggi koefisien partisi
bioavailabilitas semakin baik
b. Untuk obat yang rate limiting stepnya pada tahap permeasi, semakin tinggi koefisien partisi
bioavailabilitas semakin jelek
c. Semakin tinggi koefisien partisi, bioavailabiliatas semakin baik, dan terus semakin baik
d. Pengaruh koefisien partisi tergantung sifat obatnya, asam atau basa.
e. Semua jawaban salah
22. Ukuran molekul tidak berpengaruh terhadap kecepatan transport difusi pasif, sebab obat tidak melewati
pori membran
23. Pembentukan dispersi padat salbutamol sulfat dengan PEG 6000 sangat menguntungkan karena PEG
adalah senyawa mudah larut yang mampu membentuk kompleks dengan banyak obat.
24. Pada model membran mozaik cair, membran dianggap mempunyai struktur yang terdiri dari
1. Lipid bilayer dengan gugus polar kholin phosphat menghadap keluar membran
2. Protein yang bisa terletak dipermukaan membran ataupun memanjang menembus membran
3. Karbohidrat yang bisa terikat pada lipid ataupun protein
4. kholesterol yang menyisip pada lipid bilayer.
25. Faktor beriut berpengaruh terhadap viskositas membran
a. Jenis asam lemak penyusun lipid bilayer, semakin banyak asam lemak tak jenuh, semakin viskous
membran
b. Jumlah kolesterol yang menyisisp, semakin banyak, semakin viskous membran
c. Pergerakan phospholipid, semakin banyak semakin viskous membran
d. semua jawaban salah
e. semua jawaban salah
Essay
Pembentukan kompleks antara furosemid dengan PEG justru menurunkan bioavailabilitas furosemid, karena
furosemid justru menjadi terikat dengan PEG suatu molekul besar yang bersifat polar. Senyawa ini (ikatan
furosemid dengan PEG) mempunyai koefisien difusi obat dalam medium disolusi maupun dalam membran
yang kecil karena besarnya jari jari molekul. Juga mempunyai koefisien partisi yang kecil karena
kepolaran PEG.
Terangkan bahwa pernyataan di atas salah

F. REFERENSI

Banker G.S. dan Rhodes C.T., 1995, Modern Pharmaceutics, edisi 3, Marcel Dekker, New
York
Shargel, L, Wu-Pong, S , Yu, A.B.C., 2005, Applied Biophamaceutics and
Pharmacokinetics, Fifth Ed., Apleton & Lance Nortwolk
Notari, E.,R., 1980, Biopharmaceutics and Clinical Pharmacocinetics: An Introduction,
3rd Edition, Marcel Dekker, New York

Anda mungkin juga menyukai