Dokter Pendamping :
dr. Budi Arta Sitepu
dr. Ratna Siagian
Wahana :
RSUD Kepahiang
PORTOFOLIO
KASUS I
Topik
: Asma Bronkhial Eksaserbasi Akut
Tanggal Kasus
: 10 Desember 2015
Presentator : dr. Lisa Haryati
Tanggal Presentasi :
Februari 2016
Pendamping : dr. Budi Arta Sitepu
dr. Ratna Siagian
Tempat Presentasi : RSUD Kepahiang
Objek Presentasi
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan
Pustaka
Diagnostik
Management
Masalah
Istimewa
Deskripsi: Perempuan datang dengan keluhan sesak nafas yang memberat sejak
1 HSMRS. Pasien juga mengeluhkan dada terasa berat, sakit kepala dan batuk
berdahak. Sesak nafas dirasakan memberat pada malam hari, suasana dingin,
menghirup debu atau kelelahan.
Tujuan : Mendiagnosis dan memberikan tatalaksana yang tepat sesuai dengan
penyakit yang dialami pasien.
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka
Audit
Cara Membahas : Diskusi
Riset
Pos
Data Pasien Nama : Ny. H
Umur : 43 tahun
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis
Kasus
Email
pekerjaan: IRT
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan dada terasa berat, sakit kepala, dan batuk berdahak. Awalnya
sesak nafas hanya timbul sesekali tapi lama-lama frekuensi sesak semakin
sering terutama 5 bulan terakhir ini. Sesak nafas dirasakan memberat pada
malam hari, saat suasana dingin, menghirup debu atau jika kelelahan. Pasien
juga mengatakan bila pagi udara dingin pasien mengeluh hidung sering berair,
gatal, bersin-bersin kalau terkena debu.
2. Riwayat Pengobatan
- Pasien biasanya menggunakan obat semprot untuk mengurangi sesak nafasnya.
- Selama 4 bulan terakhir ini pasien rutin meminum obat dari hasil kontrol ke
Keadaan sakit
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 130/ 80 mmHg
Nadi
Pernapasan
: 32x/menit
Temperatur
: 36,5 0C
: 96 x/menit
Pemeriksaan Organ
Kepala : Normocephali
Mata
+)
Hidung
Mulut
Leher
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Palpasi
Perkusi
: Tympani
Auskultasi
Ekstremitas
Hasil laboratorium
10 Desember 2015:
Hb 12,2 g/dL, Ht 37%, Er 4,3 juta/uL, Tr 373.000 /mm3, Leukosit 11.600 sel/mm3
Rumusan Masalah
Asma bronkial eksaserbasi akut, persisten sedang-berat, tidak terkontrol.
Tatalaksana
Di IGD
- O2 nasal 3 liter/menit
- IVFD RL 20 tpm
- Nebulizer combivent 1 ampul/ 12 jam + 2 cc NaCl 0,9%
Edukasi
-
Mencegah sensitisasi
Mencegah eksaserbasi
Follow up
Tanggal
10/12/2015
Keluhan
S : sesak (+), batuk berdahak(+), kepala pusing(+)
O : KU : Tampak sakit sedang
TD : 130/80 mmHg
RR : x/menit
N : 84 x/menit
T : 36,50C
Paru : Vesikuler, Ronkhi -/-,wheezing (+/+),ekspirasi
memanjang
Abd: Nyeri tekan epigastrium(+)
A : Asma bronkial eksaserbasi akut, persisten sedang-berat,
tidak terkontrol.
P : O2 3L/menit
Diet MB
IVFD RL 20 tpm
- Nebulizer combivent 1 ampul/ 12 jam + 2 cc NaCl 0,9%
- Inj. Metilprednisolon 125 mg/ 12 jam i.v
- Inj. Ranitidin 1 ampul/12 jam.iv
- Ambroxol syr 3x1 C
- Paracetamol 3x500 mg (k/p)
11/12/2015
TD : 100/70 mmHg
RR : 26x/menit
N : 80 x/menit
T : 36,50C
Paru : Vesikuler, Ronkhi -/-,wheezing (-/-)
A : Asma bronkial dengan perbaikan
P : - Pasien boleh pulang dengan kontrol ulang
- Cefadroxil 2x500 mg
- Aminofilin 3x150 mg
- Metilprednisolon 3x4 mg
- Salbutamol 3x2 mg
- Ambroxol syr 3x1 C
Daftar Pustaka
1. Perhimpunan
Dokter
Penatalaksanaan
Paru
Asma
Indonesia.
Di
2003.
Pedoman
Indonesia,
Diagnosis
&
Available
at:http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf.
2. Global strategy for asthma management and prevention. National Institutes of
Health, 2007.
3. Bernstein JA. Asthma in handbook of allergic disorders. Philadelphia: Lipincott
Williams & Wilkins, USA, 2003,73-102.
4. Augusto A. Asthma and obesity: Common early-life influences in the inception of
disease JACI.2008 Mei; 121.(5):1075.
5. Bateman ED, Jithoo A. Asthma and allergy - a global perspective in Allergy.
European Journal of Allergy and Clinical Immunology.2007;62 (3).213-5.
6. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita CB, Suprihati, Sundaru H, Siregar
SP, et al. Allergy and asthma, The scenario in Indonesia. In: Shaikh WA.editor.
Principles and practice of tropical allergy and asthma. Mumbai: Vicas Medical
Publishers;2006.707-36.
7. Holgate ST, The bronchial epithelial origins of asthma in immunological
mechanisms in asthma and allergic disease. Robinson DS (ed), S. Karger AG,
Basel, Switzerland, 2000. 62-71.
8. Gotzsche CP. House dust mite control measures for asthma: systematic review in
European Journal of Allergy and Chronic Urticaria.volume 63,646.
9. Eapen SS, Busse WW. Asthma in inflammatory mechanisms in allergic diseases.
In: Zweiman B, Schwartz LB.editors.USA: Marcel Dekker; 2002.p.325-54
10. Corrigan C, Rak S, Asthma in allergy. China: Elsevier Mosby; 2004.26-38.
11. Bacharier LB, Louis S.Step-down therapy for asthma: Why, When, and How?
JACI.2002; 109 (6):916.
12. Bochner BS, Busse WW. Allergy and Asthma.JACI.2005;115 (5):953-9.
13. Broide D. New perspectives on mechanisms underlying chronic allergic
inflammation and asthma in 2007. JACI.2008.122 (3): 475-80.
Hasil Pembelajaran
1 Definisi Asma Bronkial
2 Epidemiologi Asma Bronkial
3 Faktor Risiko Asma Bronkial
4 Klasifikasi Asma Bronkial
5 Patofisiologi Asma Bronkial
6 Diagnosis Asma Bronkial
7 Penatalaksanaan Asma Bronkial
8 Pencegahan Asma Bronkial
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
Subjektif :
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan dada terasa berat, sakit kepala, dan batuk berdahak. Awalnya sesak nafas
hanya timbul sesekali tapi lama-lama frekuensi sesak semakin sering terutama 5 bulan
terakhir ini. Sesak nafas dirasakan memberat pada malam hari, saat suasana dingin,
menghirup debu atau jika kelelahan. Pasien juga mengatakan bila pagi udara dingin
pasien mengeluh hidung sering berair, gatal, bersin-bersin kalau terkena debu. Pasien
biasanya menggunakan obat semprot untuk mengurangi sesak nafasnya. Selama 4
bulan terakhir ini pasien rutin meminum obat dari hasil kontrol ke poliklinik penyakit
dalam, mendapat 4 jenis obat yaitu salbutamol, aminofilin, metilprednisolon, OBH
sirup. Pasien memiliki riwayat asma sejak kecil, pernah dirawat di RS 2 kali karena
asma.
Objektif :
Gejala klinis bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak, gejala timbul/
memburuk terutama malam/ dini hari, diawali oleh faktor pencetus yang bersifat
individu. Pada pemeriksaan fisik pasien asma sering ditemukan perubahan cara
bernafas. Pada inspeksi dapat ditemukan nafas cepat, kesulitan bernafas, menggunakan
otot nafas tambahan di leher, perut dan dada. Pada auskultasi dapat ditemukan mengi,
Plan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktiviti sehari-hari.
Target pengobatan asma meliputi beberapa hal yaitu menjaga SpO 2 tetap adekuat
dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi saluran nafas dengan bronkodilator
inhalasi kerja cepat (2-agonis dan antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran
nafas serta mencegah kekambuhan dengan kortikosteroid sistemik yang lebih awal.
Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol terdapat dua
faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu medikasi dan pengobatan berdasarkan
derajat. Medikasi asma terdiri atas pelega (reliever) dan pengontrol (controllers).
Tujuan pengobatan eksaserbasi akut adalah menghilangkan obstruksi secepat
mungkin, menghilangkan hipoksemia, mengembalikan faal paru ke normal secepat
mungkin dan mencegah kekambuhan. Yakni dengan pemberian bronkodilator, oksigen
dan kortikosteroid sistemik.
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI 1
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau
dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
B. Epidemiologi1
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Asma merupakan sepuluh besar
penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi
survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei
kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5
dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan
emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai
penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995,
prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis
kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru 2/ 1000
Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan penelitian di
lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuesioner
modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile Indonesia dan Respiratory symptoms
questioner of Institute of Respiratory Medicine, New South Wales, dan
pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow meter dan
uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6
tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan rincian laki-kali 9,2%
dan perempuan 6,6%.
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor risiko
asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran nafas
dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya
belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma dapat
memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
2. Faktor Lingkungan
Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan adalah
penyebab utama asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada
awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif
dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala.
Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit
binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
3. Faktor lain
Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi,
jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.
Alergen obat-obatan tertentu
Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin,
tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain lain.
Bahan yang mengiritasi
Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.
Ekspresi emosi berlebih
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang
timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami stres/gangguan
emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stresnya belum diatasi, maka gejala asmanya lebih sulit diobati.
Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok,
sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat
diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.
Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga
tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktivitas tersebut.
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan).
Status ekonomi
D. KLASIFIKASI 1
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan faal paru
N
o
Derajat
Asma
1.
Intermiten
Gejala
Bulanan
Gejala < 1x/ minggu
Gejala
Malam
Faal Paru
APE 80%
2x sebulan
VEP1
80%
nilai
80%
nilai
prediksi
APE
terbaik
2.
Persisten
Ringan
Mingguan
APE 80%
2x sebulan
Persisten
Sedang
Serangan
1x seminggu
4.
Persisten
Berat
80%
nilai
setiap hari
Kontinu
Gejala terus-menerus
Sering kambuh
bronkodilator
mengganggu
APE
30%
APE 60 - 80%
Harian
nilai
terbaik
3.
80%
prediksi
VEP1
Sering
VEP1
60%
nilai
60%
nilai
prediksi
APE
terbaik
Serangan Ringan
Aktifitas hampir normal, bicara kalimat penuh, denyut nadi <100x/menit,
APE>60
Serangan Sedang
Mampu berjalan jarak dekat, bicara kalimat putus-putus, nadi 100120x/menit, APE 40-60
Serangan Berat
Sesak pada istirahat, bicara pada kata terputus, nadi>120x/menit, APE <40
E. PATOFISIOLOG
2,3,6-9
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma
dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur
imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I
(tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada
orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal
dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE
terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang
berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen
kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor
kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal
pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi
saluran nafas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera
yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi
merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja
langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam
pajanan alergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai
beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen
Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma.2,6-9
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran
napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan
napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa,
sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh
mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa
melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap,
kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf.
Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya
neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related
Peptide
(CGRP).
Neuropeptida
itulah
yang
menyebabkan
terjadinya
bronkus
merupakan
ciri
khas
asma,
besarnya
1. Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain:
riwayat hidung ingusan atau tersumbat (rinitis alergi), mata gatal, merah, dan
berair (konjungtivitis alergi), dan eksim atopi, batuk yang sering kambuh (kronik)
disertai mengi, flu berulang, sakit akibat perubahan musim atau pergantian cuaca,
adanya hambatan beraktivitas karena masalah pernapasan (saat berolahraga),
sering terbangun pada malam hari, riwayat keluarga (riwayat asma, rinitis atau
alergi lainnya dalam keluarga), memelihara binatang di dalam rumah, banyak
kecoa, terdapat bagian yang lembab di dalam rumah. Untuk mengetahui adanya
tungau debu rumah, tanyakan apakah menggunakan karpet berbulu, sofa kain
bludru, kasur kapuk, banyak barang di kamar tidur. Apakah sesak dengan baubauan seperti parfum, spray pembunuh serangga, apakah pasien merokok, orang
lain yang merokok di rumah atau lingkungan kerja, obat yang digunakan pasien,
apakah ada beta-blocker, aspirin atau steroid.
2. Pemeriksaan Klinis 2
Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukan anamnesis secara
rinci,
pemeriksaan fisik pasien asma, sering ditemukan perubahan cara bernafas, dan
terjadi perubahan bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapat ditemukan; nafas
cepat, kesulitan bernafas, menggunakan otot napas tambahan di leher, perut dan
dada. Pada auskultasi dapat ditemukan; mengi, ekspirasi memanjang.
3. Pemeriksaan Penunjang 2,3,8
Peak Flow Meter/PFM. Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru
sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal
dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan
diagnosis asma diperlukan pemeriksaan objektif (spirometer/FEV1 atau PFM).
Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena; PFM tidak begitu
Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya
antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan
mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan
penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara
radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan
(pada dermographism).
mengetahui HRB dapat dilakukan dengan latihan jasmani, inhalasi udara dingin
atau kering, histamin, dan metakolin.
Leukotriene modifiers
Metilsantin (teofilin)
Kortikosteroid sistemik
Metilsantin
Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga bulan,
maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan.
Kromolin
Leukotriene modifiers
ditambah leukotriene
modifiers
2. Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu
Agonis - 2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 34 kali sehari, atau
Agonis - 2 kerja singkat oral, atau
Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis - 2 kerja singkat
Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah
menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol.
3.
4.
Dianjurkan menggunakan alat bantu/ spacer pada inhalasi bentuk IDT atau
kombinasi dalam satu kemasan agar lebih mudah.
Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala
seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru
(APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek
samping obat seminimal mungkin.