Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KASUS I

PROMOSI KESEHATAN
Diajukan untuk memenuhi tugas individu mata kuliah CNP II

Dosen Tutor : Desy Indra Yani, S.Kep,Ners, MNS

Disusun Oleh :
Tutor 5
Megalita Stevani

220110130007

Nida Amalia

220110130009

Trisvina Martias

220110130013

Anggoro Susan A

220110130021

Intan Madulara

220110130041

Ihsan Kurnia

220110130042

Eka Putri P

220110130056

Puji Rahayu

220110130080

Ria Nuriana R

220110130102

Adilla Shabarina

220110130124

Asih Siti S

220110130133

Dessy Permatasari

220110130139

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
TAHUN AJARAN 2015/2016

DAFTAR ISI

BAB I............................................................................................................3
PENDAHULUAN............................................................................................3
1.1

Laporan SGD step 1-7............................................................................3

BAB II..........................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................9
2.1

Konsep dan teori perilaku........................................................................9

2.2

Perilaku Kesehatan......................................................................................................9

2.3

Teori Perilaku Kesehatan..........................................................................................14

2.4

Data Kesehatan.........................................................................................................15

2.5

Promosi Kesehatan....................................................................................................15
2.5.1 Tujuan Promosi Kesehatan..........................................................................17
2.5.2 Model Promosi Kesehatan...........................................................................17
2.5.3 Metode Promosi Kesehatan.........................................................................21
2.5.4 Strategi Promosi Kesehatan.........................................................................24
2.5.5 Tahapan Promosi Kesehatan........................................................................26
2.5.6 Sasaran Promosi kesehatan..........................................................................29
2.5.7 Pelaku Promosi Kesehatan...........................................................................30
2.5.8 Evaluasi Promosi Kesehatan........................................................................30

BAB III.......................................................................................................33
PENUTUP...................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................34

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Laporan SGD step 1-7


Step 1
1.

Faktor perilaku masyarakat ? (Mega)

Ria: perilaku-perilaku kesehatan yang mempengaruhi timbulnya suatu


penyakit
Puji: perilaku yang mempengaruh perilaku sehatnya

Step 2
1.

Apa yang harus di kaji pada Perilaku masyarakat? (Trisvina)

2.

Apa saja faktorfaktor penentu kesehatan selain faktor perilaku masyarakat?


(Asih)

3.

Siapakah tim promosi kesehatan ? (Adilla)

4.

Apa saja model dan strategi promosi kesehatan ? apa model yang tepat untuk
kasus? (Ria)

5.

Tugas dari tim promosi kesehatan ? (Trisvina )

6.

Apa saja cakupan dari status kesehatan terkini ? (Susan)

7.

Siapa yang mengkaji faktor perilaku masyrakat selain dinkes ? (Intan)

8.

Apa saya yang termasuk dalam cakupan pendataan ? (Asih)

9.

Langkah awal sebelum dilakukannya promosi kesehatan ? (Desi)

10. Kapan melakukan promosi kesehatan ? berkala / tidak? (Puji)


11. Bagaimana cara menentukan keberhasilan promosi kesehatan ? (Adilla)
12. Berikan contoh dari perilaku masyarakat yang memicu kasus ? (Nida)
13. Apa tujuan lain dari promosi kesehatan ? (Ihsan)
14. Hal-hal penting yang harus di perhatikan dalam melakukan promosi kesehatan?
(Intan)
15. Apa saja teknik promosi kesehatan (pelaksanaannya)? (Mega)
16. Kemungkinan hambatan yang muncul dalam kasus promosi kesehatan ? (Asih)

Step 3
2.
3.
4.

6.
7.
8.
9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.
16.

Intan dan Trisvina: faktor lingkungan , faktor ekonomi, faktor budaya dan faktor
pendidikan
Mega: faktor genetic
Nida: petugas kesehatan
Mega = strategi penyuluhan untuk penyakit yang belum terjadi, penyuluhan
saat penyakit terjadi, community action, penggunaan rol model tokoh
masyarakat yang berpengaruh.
Evaluasi evaluasi hasil, evaluasi dampak, evaluasi proses
Ibu Dessy: angka kematian , angka kelahiran dan kesakitan
Mega: prevalensi, insidensi, populasi beresiko, status kesehatan lingkungan
Susan: kepala desa , RT, RW ibu kader
Intan dan Puji: pendataan penyakit, masyarakat yang beresiko, usia beresiko dan
jenis kelamin
Adila: langkah awal sebelum promosi mengetahui kebutuhan wilayah, kaji
tingkat pendidikan, mengkaji effesiensi media, menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti, materi yang diberikan itu mudah diimplementasikan dan
evaluasi
Desy: pada saat kenaikan kasus atau pada saat tidak ada kasus untuk mencegah
terjadinya suatu kasus pada wilayah yang belum terkena, dilaksanakannya
secara berkala.
Mega: dengan cara melakukan evaluasi atau dampak atau evaluasi proses dan
cek keberlangsungannya
Ria: dilihat dari hasil perubahan setelah promkes di laksanakan dan dalam
jangka waktu tertentu
Ihsan: Gaya hidup seperti merokok, pekerjaan, makanan dengan nutrisi yang
tidak sehat, polusi industri dna kendaraan
Asih, Mega dan Nida: hubungan seksual yang berganti ganti pasangan, pola
makan. Pengobatan penyakit yang tidak tuntas, aktifitas dan berolahraga,
Puji: perilaku tidak mencegah penularan penyakit
Desy: tidak menjaga kesehatan dan kebersihan rumah
Susan: meningkatkan kemampuan individu dan kelompok masyrakat sehingga
terciptanya lingkungan yang memadai untuk terjadinya peningkatan status
kesehatan Desy: upaya pencegahan dan penurunan kasus tersebut
Nida: mengurangi peningkatan kasus
Ria: mencegah munculnya kasus baru
Nida: materi, audiens (tingkat pendidikan dan usia), media, bahasa yang
digunakan,
Susan dan Asih: membina hubungan saling percaya, attitude, kontrak waktu,
cara penyampaian, tujuan, hasil yang di targetkan dan penentuan tim.
Susan: teknik pengumpulan warga melalui kuota tingkat RT
Asih: menggunakan teknologi dengan memanfaatkan media
Ihsan: melalui seminar
Adila: tingkat pendidikan dan usia audients, sifat audients dan fasilitas
prasarana dan sarana penunjang, jumlah audients dna budaya.

Step 4
Mind map
Data Kesehatan

Konsep kesehatan
Faktor penentu
(perilaku kesehatan

Promosi kesehatan

Teori perilaku
kesehatan

Definisi , Tujuan, Model, Strategi, Tahapan, Sasaran, Perilaku, Evaluasi

Step 5
LO
1. Konsep kesehatan
2. Konsep perilaku
3. Perilaku kesehatan
4. Teori perilaku kesehatan
5. Data kesehatan yang harus ada
6. Promosi kesehatan
7. Perbedaan penkes dan promosi kesehatan

Step 7
1.

2.

3.

Konsep kesehatan
Susan: menurut UU no.23 tahun 1992 keadaan sempurna
Ria: menurut WHO, tidak hanya status kesehatan tapi terkait, fisik sehat,
mental, social dan sehat ekonomi
Nida: sehat ekonomi berlaku untuk orang dewasa/ produktif
Adila: Sehat merupakan keadaan baik fisik, menta, social, ekonomi, spiritual,
emosional dan seksual, fisik seluruh anggota tubuh, emosional kemampuan
untuk berespresi, sosial kemampuan berinteraksi
Konsep perilaku
Mega: Determinants of health,WHO : fasilitas kesehatan, lingkungan
kesehatan dan karakteristik perilaku
Puji dan Trisvina: support keluarga, genetik, jenis kelamin, olahraga,
pelayanan kesehatan,pekerjaan dan kondisi kerja
Perilaku kesehatan
Ihsan: faktor perilaku ada 2 , faktor tekanan dan faktor pendidikan
Eka: pemeliharaan kesehatan
a. Perilaku kesehatan (health behavior)
b. Perilaku mencari kesehatan (health seeking behavior)
c. Perilaku terhadap kebersihan lingkungan
Mega: indicator perubahan perilaku, dilihat dari kognitif, afektif, dan
psikomotor. Setiap komponen memiliki tingkatan. Untuk kognitif,
5

tingkatannya meliputi tahu, memahami, mengaplikasi, menganalisis,


mensintesis, mengevaluasi. Afektif memiliki tingkatan menerima, merespon,
menghargai, dan bertanggung jawab. Psikomotor memiliki tingkatan persepsi,
respon terpimpin, mekanisme/sistematis, dan adopsi.
Untuk mengubah suatu perilaku, ada beberapa cara yang dapat dihunakan
salah sattunya adalah memperhatikan fase perubahan perilaku menurut Roger
(1974), yaitu:meningkatkan awareness / kesadaran, membuat sasaran tertarik,
proses pemikiran, proses mencoba, dan proses pemeliharaan/pengadopsian.
Desy : faktor perilaku menurut green faktor predisposisi (pengetahuan dan
sikap), tersedianya sarana dan presarana, pendorong dari tokoh masyarakat
atau objek.
Ria: faktor pendorong nya media elektronik
Puji: Bentuk perubahan perilaku menurut WHO natural change, planned
change, readiness to change
4.

Teori perilaku kesehatan


Asih:
a. Teori ABC, terdiri dari attecendent/trigger/pemicu, behavior (reaksi
terhadap pemicu), dan consequences (hasil positif atau negatif dari
tindakan)
b. Teori reaction action, penting nya niat yang ditentukan oleh norma
subjektif dan pengendalian perilaku/sikap.
c. Behavior attention

Trisvina:
a.

Tranteorithical Model, terdiri dari 6 fase yaitu:

b.
c.

Prakontenplasi
Kontenplasi
Persiapan
Tindakan
Pemeliharaan
Terminasi

SOR, teori yang berdasarkan stimulus.


Digonanci, teori sebab akibat.

Puji: Health believe model, penekanan pada perilaku kesehatan terhadap ancaman
suatu penyakit, meliputi ; persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi
manfaat, persepsi hambatan, petunjuk hambatan, dan evaluasi diri (kemampuan
tindakan persiapan perilaku)
6

5.

Data kesehatan yang harus ada


Susan: data yang ada di kasus, status imunisasi, lingkungan, jumlah rumah
sehat, penduduk, dan kebiaaan masyarakat.
Mega:
1. Demografi (data penduduk, RT/RW)
2. Angka kesakitan
3. Angka kematian dan kelahiran
4. Cangkupan kesehatan
5. Jumlah kader.

6.

Promosi kesehatan
Adila: promosi kesehatan adalah sebagai bagian dari tingkat pencegahan
penyakit. Menurut WHO, strategi promosi kesehatan ada 3, yaitu: advokasi,
dukungan social, pemerdayaan Bentuknya berupa penyuluhan seminar dan
bimbingan pada tokoh masyarakat
Asih:
a. Advokasi
b. Bina suasana (individu(tokoh masyarakat yang menjadi panutan),
kelompok(oleh organisasi), public (media elektronik)
c. Pemberdayaan
Desy: Kemitraan disetarakan, keterbukaan dan saling menguntungkan

7.

Perbedaan atara pendidikan kesehatan dan promosi kesahatan


Pendidikan kesehatan mengubah perilaku untuk tiap individu.
Promosi kesehatan mengubah secara keseluruhan meliputi tindakan dan
lingkungan, serta memanfaatkan sumber daya yang ada seperti pemegang
kebijakan.
Nida = tempat pelaksanaan promosi kesehatan bisa di keluarga, sekolah,
tempat kerja dan tempat umum.
Eka = domain promosi kesehatan
a. Domain biologis
b. Domain psikologis
c. Domain seksual
d. Domain intelektual
e. Domain spiritual
f. Domain politik
g. Domain tempat kerja
h. Domain sosiologis
i. Domain medis
Ria: perubahan perilaku pada promosi kesehatan melalui proses dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak mampu menjadi mampu. Promosi kesehatan juga
melibatkan banyak aspek.
Mega: outcome yang dihasilkan, pendidikan kesehatan hanya akan mengubah
perilaku perseorangan, promosi kesehatan akan mengubah perilaku dan aspek
terkait suatu komunitas.
7

8.

Sasaran kesehatan
Asih:
a.

Primer (individu, keluarga dan psien)


b. Sekunder (tokoh masyarakat, pemuka formal dan informal)
c. Tersier (pembuat kebijakan public yang mendukung promkes)
9.

Evaluasi promkes
Puji:
a. Proses dari tahap awal sampai akhir
b. Efek (pengaruh)
c. Outcome/hasil (penilaian kesehatan)
Trisvina: cara evaluasi ada 2, yaitu dengan kunjungan dan wawancara.
Eka: kriteria evaluasi itu effektifitas meliputi afektif atau tindak promkes

10.

Model promosi kesehatan


a. Model promosi kesehatan individu
Health belive model
Transteorithical model
Teori reaction action
b. Model promosi kesehatan antar individu/interpersonal
Teori social kognitif behavior
Teori stress dan koping
c.

Model promosi kesehatan komunitas


Teori Preceed Proceed
Model Ekologikal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Konsep dan teori perilaku


2.1.1 Pengertian Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang
individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.
Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap)
maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan
dapat di rumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan
lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang
kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak,
seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentukbentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau
sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004).
Perilaku di artikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap
lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk
menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan
menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoadmodjo, 2003).
2.1.2 Proses Pembentukan Perilaku
Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham
Harold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yakni :
a.

Kebutuhan fisiologis / biologis


Merupakan kebutuhan pokok utama, yaitu H2, H2O, cairan elektrolit,
makanan dan seks. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi
ketidakseimbangan fisiologis. Misalnya, kekurangan O2 yang
menimbulkan sesak nafas dan kekurangan H2O dan elektrolit yang
menyebabkan dehidrasi.

b.

Kebutuhan rasa aman


Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan dan
kejahatan lain.
Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan
dan lain-lain.
Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit
Rasa aman memperoleh perlindungan hukum.
9

c.

Kebutuhan mencintai dan dicintai


Mendambakan kasih sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang
tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.
Ingin dicintai/mencintai orang lain.
Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.

d.

Kebutuhan harga diri


Ingin dihargai dan menghargai orang lain
Adanya respek atau perhatian dari orang lain
Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan.

e.

Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya :


Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain
Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita
Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier, usaha,
kekayaan, dan lain-lain.

Komponen perilaku menurut Gerace & Vorp,1985 yang dikutip Lukluk A,


(2008) dapat dilihat dalam 2 aspek perkembangan penyakit, yaitu :
a.

Perilaku mempengaruhi faktor resiko penyakit tertentu.


Faktor resiko adalah ciri kelompok individu yang menunjuk mereka
sebagai at-high-risk terhadap penyakit tertentu.

b.

Perilaku
itu
sendiri
dapat
berupa
faktor
resiko.
Contoh, merokok dianggap sebagai faktor resiko utama baik bagi
penyakit jantung koroner maupun kanker Paru karena kemungkinan
mendapatkan penyakit ini lebih besar pada perokok daripada orang yang
tidak merokok.

2.1.3 Bentuk Perilaku


Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap
rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis
besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :
a.

Perilaku Pasif (respons internal)

Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan
tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada
tindakan yang nyata.
b.

Perilaku Aktif (respons eksternal)

Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang


dapat diamati langsung, berupa tindakan yang nyata.
10

2.2

Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Respons
atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif (respons yang masih tertutup) dan aktif (respons
terbuka, tindakan yang nyata atau practice/psychomotor).
Menurut Notoatmodjo (2003), rangsangan yang terkait dengan perilaku kesehatan
terdiri dari empat unsur, yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan
lingkungan.
2.2.1 Perilaku Terhadap Sakit dan Penyakit
Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit
yang bersifat respons internal (berasal dari dalam dirinya) maupun eksternal (dari luar
dirinya), baik respons pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun aktif (praktik)
yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku seseorang terhadap
sakit dan penyakit sesuai dengan tingkatan-tingkatan pemberian pelayanan kesehatan
yang menyeluruh atau sesuai dengan tingkatan pencegahan penyakit, yaitu:
a.

Perilaku peningkatan dan pemeliharan kesehatan (health promotion


behavior)

b.

Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)

c.

Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)

d.

Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)

2.2.2 Perilaku Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan


Perilaku ini adalah respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan
modern maupun tradisional, meliputi:
a.

Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan

b.

Respons terhadap cara pelayanan kesehatan

c.

Respons terhadap petugas kesehatan

d.

Respons terhadap pemberian obat-obatan

Respons tersebut terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan


penggunaan fasilitas, petugas maupun penggunaan obat-obatan.
2.2.3 Perilaku Terhadap Lingkungan Kesehatan (Environmental behaviour)
Perilaku ini adalah respons individu terhadap lingkungan sebagai determinan
(faktor penentu) kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini sesuai lingkungan kesehatan
lingkungan, yaitu:
a.

Perilaku terhadap air bersih, meliputi manfaat dan penggunaan air bersih
untuk kepentingan kesehatan.

b.

Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor atau kotoran. Disini


menyangkut pula hygiene, pemeliharaan, teknik dan penggunaannya.

11

c.

Perilaku sehubungan dengan pembuangan limbah, baik limbah cair


maupun padat. Dalam hal ini termasuk sistem pembuangan sampah dan
air limbah yang sehat dan dampak pembuangan limbah yang tidak baik.

d.

Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat. Rumah sehat


menyangkut ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.

e.

Perilaku terhadap pembersihan sarang-sarang vektor.

2.2.4 Perilaku Orang Sakit dan Perilaku Orang Sehat


Menurut Sarwono (2004) yang dimaksud dengan perilaku sakit dan perilaku
sehat sebagai berikut.
Perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Perilaku sakit menurut Suchman
adalah tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat
dari timbulnya gejala tertentu.
Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan
diri dan penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi.
Penyebab perilaku Sakit Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh
Sarwono (2004) bahwa penyebab perilaku sakit itu sebagai berikut:
a.

Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari


keadaan normal.

b.

Anggapan adanya gejalan serius yang dapat menimbulkan bahaya.

c.

Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap


hubungan dengan keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan
kemasyarakatan.

d.

Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang


dapat dilihat.

e.

Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.

f.

Adanya informasi, pengetahuan dan anggapan budaya tentang penyakit.

g.

Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.

h.

Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.

i.

Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti : fasilitas,


tenaga, obat-obatan, biaya dan transportasi.

2.2.5 Perilaku Pencegahan Penyakit


Ilmu psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi
yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia khususnya
dan pada berbagai spesies hewan umumnya memang terdapat bentuk bentuk
perilaku instinktif (speciesspecific behavior) yang didasari oleh kodrat untuk
mempertahankan kehidupan. Salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang
menarik adalah sifat diferensialnya. Maksudnya, satu stimulus dapat menimbulkan
12

lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja
menimbulkan satu respon yang sama.
Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5 tingkatan
yaitu (Notoatmodjo, 2007):
a.

Peningkatan kesehatan (Health Promotion).


Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas.
Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan.
Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain
pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar
nikah, yang terkena penyakit infeksi akibat seks bebas dan
Pelayanan Keluarga Berencana.

b.

Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific


Protection).
Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk
mencegah terhadap penyakit penyakit tertentu.
Isolasi terhadap penyakit menular.
Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat-tempat
umum dan ditempat kerja.
Perlindungan terhadap bahanbahan yang bersifat karsinogenik,
bahan-bahan racun maupun alergi.

c.

Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat
(Early Diagnosis and Promotion).
Mencari kasus sedini mungkin.
Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.
Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta,
TBC, kanker serviks.
Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.
Mencari orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita
berpenyakit menular.
Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.

d.

Pembatasan kecacatan (Dissability Limitation)


Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah
dan tidak menimbulkan komplikasi.
Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.
13

Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk


dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
e.

Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)


Mengembangkan lembaga
mengikutsertakan masyarakat.

lembaga

rehablitasi

dengan

Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan


memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan
untuk bertahan.
Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap
penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.
Menurut Green dalam buku Notoatmodjo (2003), menganalisis bahwa perilaku
manusia dipengaruhi untuk melakukan pencegahan penyakit dipengaruhi oleh
tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor
pokok yakni faktor perilaku (behaviour causer) dan faktor dari luar perilaku (non
behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3
faktor, yaitu:

2.3

a.

Faktorfaktor predisposisi (predisposing faktors), yang terwujud dalam


pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

b.

Faktorfaktor pendukung (enabling faktors), yang terwujud dalam


lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau
sarana - sarana kesehatan, misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat
kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

c.

Faktorfaktor pendorong (reinforcing faktors), yang terwujud dalam


sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Teori perilaku kesehatan


Teori perilaku kesehatan dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

2.4

2.3.1 Model individu perilaku kesehatan


a. The health belief model
b. Theory of reasoned action
c. Theory of planned behavior
d. Integrated behavior model
e. The transtheoretical model and stages of change
2.3.2 Model interpersonal perilaku kesehatan
a. Social cognitive theory
b. Stress, coping and health behavior
2.3.3 Model komunitas dan kelompok perilaku kesehatan
a. Proceed Preceed Theory (Lawrance Green)
b. Model Ekologikal
Data kesehatan
14

Pada umumnya data-data kesehatan bisa didapatkan dari website kementerian


kesehatan (http:// www.kemkes.go.id), puskesmas, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, dan rumah sakit.
Data kesehatan yang diambil adalah IKS. IKS adalah Indeks Keluarga Sehat yang
perhitungannya diambil dari rekapitulasi data 12 indikator yang diambil datanya dan hasilnya
dibagi menjadi 3, yaitu :

Keluarga Sehat, bila IKS > 0,800;


Keluarga Pra Sehat, bila IKS = 0,500 0,800;
Keluarga Tidak Sehat, bila IKS < 0,500

Indikator IKS sendiri terdiri dari beberapa poin, yaitu: keluarga mengikuti program
KB, persalinan di Fasilitas Kesehatan, bayi mendapat imunisasi dasar lengkap, bayi mendapat
ASI eksklusif, pertumbuhan balita dipantau (kunjungan rutin ke posyandu), penderita TB
paru berobat sesuai standar, penderita hipertensi berobat teratur, penderita gangguan jiwa
tidak ditelantarkan dan diobati,anggota keluarga tidak ada yang merokok, keluarga sudah
menjadi anggota JKN, keluarga mempunyai saran air bersih, dan keluarga menggunakan
jamban sehat.

2.5

Promosi Kesehatan

Menurut WHO promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan individu dan


masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan determinan kesehatan
sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan mereka.
Departemen Kesehatan merumuskan promosi kesehatan sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menoong dirinya
sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial
budaya setempat dan didukung oleh kebijakan public yang berwawasan kesehatan.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/MENKES/SK/VII/2005 tentang Pedoman
Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, promosi kesehatan adalah upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya mesyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan.
Menurut Lawrence Green (1984) promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi
pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi,
yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi
kesehatan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan merupakan suatu upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat dengan pembelajaran dari, untuk,
dan bersama masyarakat yang melibatkan seluruh tatanan masyarakat dari pemegang
kebijakan, tenaga kesehatan, dan masyarakat sendiri.
2.5.1 Tujuan Promosi Kesehatan
15

Menurut Green (1991) dalam Maulana (2009) tujuan promosi kesehatan terdiri
dari tiga tingkatan yaitu :
a.

b.

c.

Tujuan Program
Refleksi dari fase social dan epidemiologi berupa pernyataantentang apa
yang akan dicapai dalam periode tertentu yang berhubungandengan
status kesehatan. Tujuan program ini juga disebut tujuan jangka panjang,
contohnya mortalitas akibat kecelakaan kerja pada pekerjamenurun 50 %
setelah promosi kesehatan berjalan lima tahun.
Tujuan Pendidikan
Pembelajaran yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan.
Tujuan ini merupakan tujuan jangka menengah, contohnya :cakupan
angka kunjungan ke klinik perusahaan meningkat 75% setelah promosi
kesehatan berjalan tiga tahun.
Tujuan Perilaku
Gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi masalah
kesehatan. Tujuan ini bersifat jangka pendek, berhubungan dengan
pengetahuan, sikap, tindakan, contohnya: pengetahuan pekerja
tentangtanda-tanda bahaya di tempat kerja meningkat 60% setelah
promosikesehatan berjalan 6 bulan

2.5.2 Model Promosi Kesehatan


Berdasarkan teori perilaku kesehatan, model yang digunakan untuk melakukan
promosi kesehatan mengacu kepada model kesehatan. Terdapat tiga jenis model
kesehatan, yaitu model kesehatan, model perilaku kesehatan, model pendidikan dan
promosi kesehatan (Schmidt, 1990).
Promosi kesehatan sendiri memiliki beberapa pendekatan. Ada 4 pendekatan
yang dapat digunakan.
No Pendekatan

Tujuan

Kegiatan
Promosi
Kesehatan

1.

Medikal

Bebas dari penyakit Promosi


dan kecacatan
intervensi
kedokteran
untuk mencegah
atau mengurangi
gangguan
kesehatan

Kepatuhan
pasien terhadap
pencegahan dan
pengobatan
penyakit

2.

Perubahan perilaku

Perilaku
mendukung
keadaan
penyakit

Gaya
hidup
sehat
seperti
didefinisikan
oleh promotor
kesehatan

yang Perubahan sikap


bagi dan
perilaku
bebas yang
mendorong
penerimaan
gaya hidup yang
lebih sehat

Nilai
penting

yang

16

3.

Edukasional

Individu
dengan
pengetahuan
dan
pemahaman
akan
mampu mengambil
keputusan dan sikap
atas dasar informasi
yang memadai

Informasi
tentang sebabakibat
dari
faktor-faktor
yang
menurunkan
derajat
kesehatan.
Eksploitasi nilai
dan
sikap.
Pengembangan
keterampilan
yang diperlukan
untuk kehidupan
yang sehat.

Hak
asasi
individu dalam
hal kebebasan
memilih.
Tanggung jawab
promotor adalah
mengidentifikasi
isi pendidikan
kesehatan.

4.

Berpusat pada klien

Bekerja
bersama Bekerja dalam
klien
untuk hal-hal
kepentingan klien
kesehatan,
membuat
pilihan,
dan
melakukan
tindakan yang
diidentifikasi
oleh
klien.
Memberdayakan
klien.

Klien
dan
provider
(penyedia
layanan) adalah
sejajar.
Hak
klien
untuk
menetapkan
agenda.
Pemberdayaan
diri klien.

5.

Perubahan sosial

Lingkungan fisik dan


sosial
yang
memungkinkan
pemilihan terhadap
gaya hidup yang
lebih sehat.

Hak asasi dan


kebutuhan akan
penciptaan
lingkungan yang
meningkatkan
derajat
kesehatan.

Aksi
politik/sosial
untuk mengubah
lingkungan fisik
dan sosial.

Model yang digunakan biasanya adalah Health Belief Model, Transteoritical


Model, Theory of Reason Action, Stress and Coping.
a.

Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)


Menurut model kepercayaan kesehatan, perilaku dimotivasi oleh 6
faktor, yaitu:
17

Persepsi tentang kerentanan

Persepsi tentang keparahan penyakit

Persepsi tentang manfaat suatu tindakan

Persepsi tentang penghalang dalam melakukan tindakan


tersebut

Persepsi untuk bertindak

Efikasi diri (kepercayaan akan kemampuan diri untuk


melakukan suatu tindakan)

Sebagai contoh adalah Ny. A akan ikut dalam perilaku preventif atau
kesehatan yang ada bila:

Ny. A pikir bahwa ia rentan terhadap masalah kesehatan berupa


sebuah penyakit tertentu.

Ny. A pikir masalah


konsekuensinya berat.

Ny. A pikir melakukan tindakan preventif akan bermanfaat.

Ny. A pikir tidak terlalu banyak konsekuensi negatif yang


terjadi bila ia melakukan tindakan preventif.

Ny. A melihat iklan di televisi yang mendorong ia untuk


melakukan tindakan preventif mengenai penyakit tersebut.

Ny. A percaya bahwa dirinya mampu melakukan tindakan


preventif tersebut.

kesehatan

tersebut

parah

dan

Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa model ini memiliki dua
poin yang ditekankan, yaitu masyarakat menilai hasil terkait dengan
perilaku mereka, dan masyarakat pikir perilaku tersebut akan
membuahkan hasil yang sama dengan apa yang sekarang mereka nilai.
Namun, teori ini memiliki kelemahan, diantaranya adalah teori ini
memfokuskan kepada keputusan individu tanpa mempedulikan faktor
lingkungan dan sosial. Maksudnya, teori ini melalui suatu proses internal
dan rasional yang juga melibatkan beberapa elemen eksternal seperti
contoh tindakan preventif dilakukan untuk menghindari biaya
pengobatan. Biaya pengobatan di sini merupakan faktor eksternal.
Namun, tidak banyak perhatian diberikan terhadap konteks eksternal.
Selain itu, teori Health Belief Model ini mengasumsikan bahwa semua
orang setara dan memiliki info yang cukup untuk membuat suatu
keputusan yang rasional. Tidak semua orang memiliki info yang
memadai untuk membentuk suatu keputusan yang rasional.
b.

Transteoritical Model (Model Peralihan Teori)


18

Model ini cocok diterapkan kepada masyarakat yang tidak menyadari


akan masalah yang timbul berkaitan dengan tindakan mereka. Cara yang
harus dilakukan bila terjadi hal tersebut adalah memasukkan masalah
tersebut ke dalam agenda pembahasan mereka, sehingga mereka sadar
bahwa tindakan yang dilakukan menimbulkan masalah baik secara
individu maupun kelompok. Untuk itu, model ini dibagi ke dalam 6
tahapan, yaitu:
Prekontemplasi : Individu tidak berniat untuk mengubah perilaku.
Bisa karena ketidaktahuan akan masalah yang timbul terkait
dengan perbuatannya atau belum ada dorongan untuk berubah.
Kontemplasi : Individu telah menyadari apa masalah yang
dialaminya dan sudah mulai memikirkan untuk melakukan
perubahan perilaku, namun individu masih belum siap secara
komitmen. Individu masih menimbang untung-rugi jika melakukan
perubahan. Proses ini bisa terjadi lama dan proses inilah yang
mempengaruhi individu untuk terus bergerak ke arah perubahan
atau berhenti untuk berubah.
Persiapan : Individu sudah benar-benar siap melakukan perubahan.
Bila ada program-program seperti program untuk menurunkan
berat badan, maka individu memiliki kebebasan untuk memilih.
Tindakan : Individu sudah melakukan perilaku perubahan,
contohnya adalah mengurangi faktor resiko.
Pemeliharaan : Sudah terjadi perubahan yang bermakna dari
perilaku individu dan sekarang diarahkan untuk mempertahankan
perilaku perubahan tersebut.
Terminasi: Individu sudah dianggap berhasil melakukan perubahan
dan perilaku baru telah diadopsi atau menjadi gaya hidup baru dari
individu. Contoh sudah dapat mengatasi godaan atau menahan diri
untuk tidak melakukan perilaku lama.
c.

Theory of Reason Action (Teori Aksi Beralasan)


Perilaku dipengaruhi oleh niat, niat yang menentukan apakah sebuah
perilaku dilaksanakan atau tidak, perilaku akan mengikuti niat dan tidak
akan pernah terjadi tanpa niat.
Niat ditentukan oleh :
Sikap-sikap terhadap suatu perilaku: kepercayaan seseorang
tentang hasil dari suatu perilaku dan hasilnya baik atau buruk. Hal
ini banyak dipengaruhi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu
seperti apakah ia merasa suatu perilaku itu penting
Norma subyektif: seseorang berpikir tentang apa yang orang lain
pikirkan tentang perilakunya dan motivasi untuk menyesuaikan
diri dengan norma sosial.
19

d.

Stress and Coping


Suatu cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan, situasi, atau
masalah yang sedang dihadapi oleh suatu individu. Intinya adalah
bagaimana suatu individu dapat menyikapi rangsangan atau stimulus
yang dialaminya. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh seberapa besar
tingkat stress yang dihadapi dan seberapa baik koping individu yang dia
miliki.

2.5.3 Metode Promosi Kesehatan


Di dalam suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan
promosi kesehatan yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu
faktor metode, faktor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang
melakukannya, dan alat-alat bantu atau media yang digunakan untuk menyampaikan
pesan. Metode dan teknik promosi kesehatan, adalah dengan cara dan alat bantu apa
yang digunakan oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran atau
masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
a.

Metode diskusi
Metode diskusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan
dalam proses pendidikan. Harus ada partisipasi yang baik dari peserta
yang hadir. Diskusi diarahkan pada keterampilan berdialog, peningkatan
pengetahuan, peningkatan pemecahan masalah secara efisien, dan untuk
memengaruhi para peserta agar mau mengubah sikap (Kartono, 1998).
Dalam suatu diskusi para pesertanya berpikir bersama dan
mengungkapkan pikirannya, sehingga menimbulkan pengertian pada diri
sendiri, pada pandangan peserta diskusi dan juga pada masalah yang
didiskusikan (Lunandi, 1993).
Diskusi dipakai sebagai forum untuk bertukar informasi, pendapat dan
pengalaman dalam bentuk tanya-jawab yang teratur dengan tujuan
mendapatkan pengertian yang lebih luas, kejelasan tentang suatu
permasalahan dan untuk menentukan kebijakan dalam pengambilan
keputusan (Kartono, 1998). Diskusimerupakan saluran yang paling baik
untuk menjaga kredibilitas pesan-pesan, menyediakan informasi, dan
mengajarkan keterampilan yang kompleks yang membutuhkan
komunikasi dua arah antara individu dengan seseorang sebagai sumber
informasi yang terpercaya (Graeff, 1996).
Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas
berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi duduk para peserta diatur
sedemikian rupa sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling
memandang satu sama lain, misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi
empat. Pimpinan diskusi juga duduk di antara peserta sehingga tidak
menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi. Dengan kata lain mereka
harus merasa dalam taraf yang sama sehingga tiap kelompok mempunyai
kebebasan/keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat (Notoatmodjo,
20

2007). Selama berlangsungnya diskusi, penilaian atau kritik tidak


dibenarkan, sebab kritik akan mematikan kreativitas (Effendi, 1992).
Keberhasilan metode diskusi banyak tergantung dari pimpinan diskusi
untuk memperkenalkan soal yang dapat perhatian para peserta,
memelihara perhatian yang terus-menerus dari para peserta, memberikan
kesempatan kepada semua orang untuk mengemukakan pendapatnya dan
menghindari dominasi beberapa orang saja, membuat kesimpulan
pembicaraan-pembicaraan dan menyusun saran-saran yang diajukan,
memberikan bahan-bahan informasi yang cukup agar peserta sampai
pada kesimpulan yang tepat. Metode diskusi mempunyai kelemahan
yaitu jika peserta kurang berpartisipasi secara aktif untuk bertukar
pengalaman dan pengetahuan serta adanya dominasi pembicaraan oleh
satu atau beberapa orang saja.
Diskusi membutuhkan perencanaan dan persiapan, serta terdapat banyak
cara untuk memicu dan mempersiapkan stuktur yang akan membantu
setiap orang untuk berpartisipasi. Diskusi dapat dipicu dengan
menyajikan suatu pokok masalah, sebaiknya hal yang kontroversial
(Ewless, 1994).
Menurut Suprijanto (2008), ada beberapa teknik yang dapat digunakan
dalam diskusi kelompok, antara lain:
Kelompok buzz (Buzz Groups).
Pada teknik ini peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil,
hasil diskusi kelompok kecil ini dilaporkan pada kelompok besar.
Caranya sekretaris kelompok kecil membuat catatan tentang ideide yang disarankan oleh anggota kelompok dan menyiapkan
kesimpulan yang akan disampaikan kepada kelompok besar setelah
diskusi kelompok buzz selesai. Biasanya sesi buzz memerlukan
waktu 10-20 menit tergantung pada topik yang dibicarakan.
Kelebihan teknik ini adalah mudah dilakukan, menjamin
partisipasi semua anggota kelompok dan peserta dihadapkan pada
suasana yang tidak terlalu formal, sehingga peserta lebih mudah
mengeluarkan pendapat secara spontan, selain itu teman-teman
sekitar dapat langsung memberi sambutan.

Diskusi mangkuk ikan (Fishbowl Discussion).


Pada teknik ini peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok dalam dan kelompok luar. Kelompok dalam bertugas
mendiskusikan sesuatu, sedangkan kelompok luar menyaksikan
jalannya diskusi, tetapi juga boleh berpartisipasi dalam diskusi.
Partisipasi tersebut dapat berupa pertanyaan atau menyumbangkan
gagasan.
21

Teknik urun pendapat.


Teknik ini digunakan dalam memecahkan suatu masalah dengan
mengumpulkan gagasan atau saran-saran dari semua peserta.
Dalam teknik ini tidak ada gagasan atau saran-saran dari semua
peserta yang disalahkan. Semua peserta diberikan kesempatan
yang leluasa untuk berbicara, mengungkapkan gagasan maupun
saran-sarannya. Gagasan tersebut dicatat ketika muncul dari setiap
peserta. Peserta kemudian dibagi menjadi beberapa sub kelompok
dan membahas gagasan tersebut. Kesimpulan dari hasil diskusi
ditentukan masing-masing peserta sesuai dengan pengalaman dan
menurut sudut pandang mereka.
Metode ceramah
Metode ceramah merupakan metode pertemuan yang sering
digunakan. Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan
tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2007).
Ceramah adalah suatu penyampaian informasi yang sifatnya
searah, yakni dari penceramah kepada hadirin. Pada metode ini
penceramah lebih banyak memegang peran untuk menyampaikan
dan menjelaskan materi penyuluhannya dengan sedikit
memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan
tanggapannya (Lunandi, 1993).
Beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah
murah dari segi biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi
yang kurang jelas ditangkap peserta daripada proses membaca
sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi yang
telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia
sangat minim, maka metode inilah yang dapat menyampaikan
banyak pesan dalam waktu singkat. Selain keuntungan ada juga
kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya adalah
pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama
(Lunandi, 1993).
Menurut Notoatmodjo, dkk (1989) ceramah akan berhasil apabila
teknik ceramah dimodifikasi dengan melakukan tanya-jawab
sesudah penyampaian materi. Hal ini bertujuan agar peserta dapat
bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya tentang materi
yang sudah diberikan penceramah.
Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila
penceramah tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu
penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: sikap dan
penampilan yang menyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan
gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan harus
tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan

22

(dipertengahan), seyogyanya tidak duduk, menggunakan alat-alat


bantu lihat semaksimal mungkin (Notoatmodjo, 2007).
2.5.4 Strategi Promosi Kesehatan
Strategi promosi kesehatan terdiri dari pemberdayaan, bina suasana, advokasi,
dan kemitraan.
a.

b.

Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu
individu, keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani
tahap-tahap tahu, mau dan mampu mempraktikkan PHBS. Dalam upaya
promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang
sangat penting dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak.
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu,
keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses
membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu
atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude)
dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang
diperkenalkan (aspek practice). Oleh sebab itu, sesuai dengan sasarannya
dapat dibedakan menjadi pemberdayaan individu, pemberdayaan
keluarga dan pemberdayaan kelompok/masyarakat.
Bina Suasana
Bina Suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku
yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan
sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di
rumah, organisasi siswa/mahasiswa, serikat pekerja/karyawan, orangorang yang menjadi panutan/idola, kelompok arisan, majelis agama dan
lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung
perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk memperkuat proses
pemberdayaan, khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari
fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana. Terdapat tiga
kategori proses bina suasana, yaitu bina suasana individu, bina suasana
kelompok dan bina suasana publik.
Bina suasana individu dilakukan oleh individu-individu tokoh
masyarakat. Dalam kategori ini tokoh-tokoh masyarakat menjadi
individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang
diperkenalkan. Yaitu dengan mempraktikkan perilaku yang sedang
diperkenalkan tersebut (misalnya seorang kepala sekolah atau pemuka
agama yang tidak merokok). Lebih lanjut bahkan mereka juga bersedia
menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan
suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.
Bina suasana kelompok dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam
masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun
23

Warga (RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi Profesi,


organisasi Wanita, organisasi Siswa/mahasiswa, organisasi pemuda,
serikat pekerja dan lain-lain. Bina suasana ini dapat dilakukan bersama
pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli. Dalam kategori ini
kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok yang peduli terhadap
perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau
mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut
lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan,
mengadvokasi pihak-pihak yang terkait dan atau melakukan kontrol
sosial terhadap individu-individu anggotanya.
Bina suasana publik dilakukan oleh masyarakat umum melalui
pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media komunikasi,
seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan lain-lain,
sehingga dapat tercipta pendapat umum. Dalam kategori ini mediamedia massa tersebut peduli dan mendukung perilaku yang sedang
diperkenalkan. Dengan demikian, maka media-media massa tersebut lalu
menjadi mitra dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang perilaku
yang sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat umum atau opini
publik yang positif tentang perilaku tersebut. Suasana atau pendapat
umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung atau
penekan (social pressure) oleh individu-individu anggota masyarakat,
sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang
diperkenalkan.
c.

Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-tokoh
masyarakat (formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai
narasumber (opinion leader), atau penentu kebijakan (norma) atau
penyandang dana. Juga berupa kelompok-kelompok dalam masyarakat
dan media massa yang dapat berperan dalam menciptakan suasana
kondusif, opini publik dan dorongan (pressure) bagi terciptanya PHBS
masyarakat. Advokasi merupakan upaya untuk menyukseskan bina
suasana dan pemberdayaan atau proses pembinaan PHBS secara umum.
Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalui
advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada diri sasaran
advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu (1) mengetahui
atau menyadari adanya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi
masalah, (3) peduli terhadap pemecahan masalah dengan
mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, (4) sepakat
untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif
pemecahan masalah dan (5) memutuskan tindak lanjut kesepakatan.
Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana,
cermat dan tepat.

d.

Kemitraan
24

Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun


bina suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan
mendapatkan dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang
antar individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait
dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat,
media massa dan lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga
prinsip dasar, yaitu (a) kesetaraan, (b) keterbukaan dan (c) saling
menguntungkan.
Kesetaraan berarti tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis.
Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-masing
berada dalam kedudukan yang sama (berdiri sama tinggi, duduk sama
rendah). Keadaan ini dapat dicapai apabila semua pihak bersedia
mengembangkan hubungan kekeluargaan. Yaitu hubungan yang
dilandasi kebersamaan atau kepentingan bersama. Bila kemudian
dibentuk struktur hirarkhis (misalnya sebuah tim), adalah karena
kesepakatan.
2.5.5 Tahapan Promosi Kesehatan
a. Pengkajian
Tujuan Pengkajian
Tujuan pengkajian adalah diperolehnya informasi dari individu,
keluarga, atau kelompok tentang kondisi kesehatan, dan berbagai
hal yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan pendidikan
kesehatan. Informasi tersebut diperlukan karena akan
memengaruhi pemeliharaan materi, metode, dan media pendidikan
kesehatan.
Metode
Pengamatan langsung dan wawancara serta mempelajari data yang
telah ada (medical record atau kartu rawat jalan)
Aspek yang dikaji
- Riwayat Keperawata
Informasi yang diperlukan melalui pengkajian riwayat
keperawatan merupakan hal-hal yang dapat memengaruhi
kebutuhan belajar, meliputi:
o Usia, misalnya cara penyampaian informasi pada lansia
secara lambat dan berulang;
o Pemahaman dan persepsi klien tentang masalah
kesehatan, misalnya tuberkulosis bukan merupakan
penyakit keturunan;
o Keyakinan dan praktik tentang kesehatan, misalnya
lebih memilih dukun daripada dokter.
- Faktor Budaya. Misalnya, kebiasaan makan makanan
berlemak tinggi pada suku tertentu.
- Faktor ekonomi. Pemberian contoh dalam penyusunan menu
makanan disesuaikan dengan keadaan ekonomi klien.

25

- Gaya belajar. Misalnya, beberapa klien hanya dapat menerima


informasi dengan baik jika menggunakan alat bantu atau
demnostrasi.
- Faktor pendukung pada klien. Contohnya, adanya keterlibatan,
keluarga sebagai pengawas minum obat (PMO) pada keluarga
dengan klien tuberkulosis dalam keatuhan pengobatan.
- Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapt juga digunakan
untuk mengkaji kebutuhan belajar klien antara lain:
Status mental, contohnya klien yang sedang tegang
atau bersedih akan sulit menerima informasi yang akan
diberikan;
Tingkat energi dan status gizi, contohnya pada keadaan
kurang asupan makanan (malnutrisi), klien akan sulit
untuk menerima informasi;
Kapasitas fisik klien untuk belajar dan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari;
Kemampuan penglihatan, pendengarab, dan koordiansi
otot.
Hasil Pengkajian
- Ketidaksiapan untuk belajar. Beberapa klien sering tidak siap
untuk belajar. Untuk itu, perawat perlu mengkaji penyebab
ketidaksiapan belajar tersebut yang meliputi:
Ketidaksiapan fisik, seperti adanya kelelahan, nyeri,
dan keterbatasan pergerakan;
Ketidaksiapan emosi,
bersedih, dan marah;

seperti

adanya

kecemasan

Ketidaksiapan kognitif, seperti adanya pengaruh dari


obat-obatan yang diminum.
- Motivasi. Motivasi yang ada pada diri klien sangat
berpengaruh dalam kebutuhan klien untuk belajar dan
mendapatkan informasi. Perawat dapat meningkatkan motivasi
klien untuk belajar dengan cara:
Melakuakan pendekatan persuasif kepada klien;
Memberikan pemahaman
pengetahuan klien.

sesuai

dengan

tingkat

- Tingkat kemampuan membaca. Tingkat kemapuan membaca


klien sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk
menerima informasi selama ini. Untuk itu, perawat perlu

26

mengkaji tingkat kemampuan membaca


menetapkan strategi pembelajaran yang tepat.
b.

klien

untuk

Diagnosis Keperawatan
Tujuan : dirumuskannya masalah yang dihadapi klien dengan
pendidikan kesehatan yang diberikan.
Metode : analisis data (informasi) berdasarakan hasil pengkajian.
Rumusan diagnosis keperawatan : berkaitan dengan kebutuhan
belajar klien secara umum, dapat dikelompokan dalam kategori
diagnosis yang berdasarkan pada respon klien dan etiologi.

c.

Perencanaan
Tujuan perencanaan : menetapkan apa yang ingin dicapai dalam
mengatasi masalah.
Aspek dalam perencanaan meliputi tujuan, sasaran, metode dan
media, materi, tempat, dan langkah-langkah.
Tahapan dalam menyusun rencana pengajaran adalah sebgai
berikut.
- Menetapkan prioritas pengajaran.
- Menyusun kriteria yang diharapakan
- Memilih materi
- Menentukan strategi mengajar.

d. Implementasi
Tujuan implementasi : melaksanakan pendidikan kesehatan sesuai
dengan rencana yang ditetapkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah perawat tidak perlu terpaku
pada rencana yang telah disusun.
Rencana dapat direvisi segera bila dalam pelaksanaan ada
perubahan dalam kondisi klien atau faktor eksternal klien.
Yang perlu diperhatikan dalam mengajar adalah kesesuaian dan
waktu yang tepat sehingga memungkinkan klien untuk belajar
pada setiap pertemuan.
Lingkungan dapat menghambat atau membantu dalam proses
belajar.
Alat bantu dapat membantu memfokuskan perhatian klien dalam
belajar.

27

Belajar akan lebih efektif bila klien menemukan materi yang


mereka butuhkan.

Langkah-langkah promosi kesehatan di masyarakat mencakup (Kemenkes RI,


2013):
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Pengenalan Kondisi Wilayah


Identifikasi Masalah Kesehatan
Survai Mawas Diri
Musyawarah Desa atau Kelurahan,
Perencanaan Partisipatif
Pelaksanaan Kegiatan dan
Pembinaan Kelestarian.

2.5.6 Sasaran Promosi kesehatan


Berdasarkan tahapan upaya promosi kesehatan, maka sasaran dibagi dalam
tiga kelompok sasaran, yaitu :
a. Sasaran Primer (primary target)
Sasaran umumnya adalah masyarakat yang dapat dikelompokkan menjadi,
kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, Ibu hamil dan menyusui
anak untuk masalah KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) serta anak sekolah
untuk kesehatan remaja dan lain sebagianya. Sasaran promosi ini sejalan
dengan strategi pemberdayaan masyarakat (empowerment).
b. Sasaran Sekunder (secondary target)
Sasaran sekunder dalam promosi kesehatan adalah tokoh-tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, serta orang-orang yang memiliki
kaitan serta berpengaruh penting dalam kegiatan promosi kesehatan,
dengan harapan setelah diberikan promosi kesehatan maka masyarakat
tersebut akan dapat kembali memberikan atau kembali menyampaikan
promosi kesehatan pada lingkungan masyarakat sekitarnya.
Tokoh masyarakat yang telah mendapatkan promosi kesehatan diharapkan
pula agar dapat menjadi model dalam perilaku hidup sehat untuk
masyarakat sekitarnya.

c. Sasaran Tersier (tertiary target)


Adapun yang menjadi sasaran tersier dalam promosi kesehatan adalah
pembuat keputusan (decission maker) atau penentu kebijakan (policy
maker). Hal ini dilakukan dengan suatu harapan agar kebijakan-kebijakan
atau keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok tersebut akan memiliki
28

efek/dampak serta pengaruh bagi sasaran sekunder maupun sasaran primer


dan usaha ini sejalan dengan strategi advokasi (advocacy)
2.5.7 Pelaku Promosi Kesehatan
Dua kategori pelaksana promosi kesehatan, yaitu :
a. Setiap petugas kesehatan
Setiap petugas kesehatan yang melayani pasien dan ataupun individu
sehat (misalnya dokter, perawat, bidan, tenaga gizi, petugas laboratorium
dan lain-lain) wajib melaksanakan promosi kesehatan. Namun demikian
tidak semua strategi promosi kesehatan yang menjadi tugas utamanya,
melainkan hanya pemberdayaan.
b.

Petugas khusus promosi kesehatan (disebut penyuluh kesehatan


masyarakat).
Petugas khusus Tenaga ini berupa pegawai negeri sipil dinas kesehatan
kabupaten/kota yang ditugasi untuk melaksanakan promosi kesehatan.
Petugas ini bertanggung jawab membantu pelaksanaan promosi
kesehatan di Puskesmas. untuk tenaga khusus promosi kesehatan ini
dapat direkrut tenagatenaga dari organisasi kemasyarakatan yang ada
(seperti Aisyiyah, Perdhaki dan lain-lain) melalui pola kemitraan.

2.5.8 Evaluasi Promosi Kesehatan


Evaluasi adalah suatu proses menentukan nilai atau besarnya sukses dalam
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Hawe et al.(1998) mengatakan evaluasi adalah proses yang memungkinkan
kita untuk menetapkan kebenaran atau nilai dari sesuatu. Evaluasi meliputi dua proses
yaitu: observasi (pengamatan) dan pengukuran, serta membandingkan hasil
pengamatan dengan kriteria atau standar yang dianggap merupakan hal yang baik.
Evaluasi juga meliputi pengamatan dan pengumpulan hasil pengukuran tentang
operasionalisasi program dan pengaruh progam terhadap masalah dibandingkan
dengan sebelum pelaksanaan program (Masyuni, 2010).
Evaluasi perlu dilakukan dalam sebuah kegiatan, termasuk promosi kesehatan,
karena memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk membantu perencanaan di masa datang,
mengetahui apakah sarana dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, menemukan
kelemahan dan kekuatan dalam pelaksanaan program, membantu menentukan strategi
program, motivasi, mendapatkan dukungan sponsor
Berdasarkan definisi di atas, proses ini mencakup langkah-langkah:
a.

Memformulasikan tujuan

b.

Mengidentifikasi kriteria untuk mengukur sukses

c.

Menentukan dan menjelaskan besarnya sukses

d.

Rekomendasi untuk kegiatan program selanjutnya

Evaluasi terbagi menjadi dua, yaitu:


29

a.

Evaluasi Internal
Mengenal latar belakang proyek
Sudah dikenal dan mudah diterima
Lebih mudah membuat jaringan komunikasi
Lebih memahami tentang komunitas sasaran proyek , menjadiakan
waspada terhadap issue yg ada
Lebih murah , selalu terlibat dalam proyek
Kadang tidak dapat mengadakan evaluasi yg menyeluruh
Kurang jujur karena mengenal evaluatornya.

b.

Evaluasi Eksternal
Lebih obyektif dan lebih luas
Tidak memiliki keterikatan thd proyek
Memiliki keahlian dan pengalaman dlm evaluasi
Cendrung dilakukan oleh public dan menyeluruh
Menjangkau stakeholder dan pengguna
Lebih mahal , steekholder jadi pihak utama
Jaringan komunikasi lebih sulit

Stephen Isaac dan William B. Michael (1981) mengemukakan ada 9 bentuk


desain evaluasi, yaitu:
a.

Historikal, dengan merekonstruksi kejadian di masa lalu secaraobjektif


dan tepat dikaitkan dengan hipotesis atau asumsi.

b.

Deskriptif, melakukan penjelasan secara sistematis suatu situasi atauhal


yang menjadi perhatian secara faktual dan tepat.

c.

Studi perkembangan (developmental study), menyelidiki pola danurutan


perkembangan atau perubahan menurut waktu.

d.

Studi kasus atau lapangan (case atau field study), meneliti secaraintensif
latar belakang status sekarang, dan interaksi lingkungan darisuatu unit
sosial, baik perorangan, kelompok, lembaga, atau masyarakat.

e.

Studi korelasional (corelational study) , meneliti sejauh mana variasidari


satu faktor berkaitan dengan variasi dari satu atau lebih faktor
lainberdasarkan koefisien tertentu.

f.

Studi
sebab
akibat
(causal
comparative
study),
yang
menyelidikikemungkinan hubungan sebab akibat dengan mengamati
30

berbagaikonsekuensi yang ada dan menggalinya kembali melalui data


untuk faktor menjelaskan penyebabnya.
g.

Eksperimen murni (true esperimental), yang menyelidiki kemungkinan


hubungan sebab-akibat dengan membuat satu kelompok percobaan atau
lebih terpapar akan suatu perlakuan atau kondisi dan membandingkan
hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrolyang tidak menerima
perlakuan atau kondisi. Pemilihan kelompok-kelompok secara
sembarang (random) sangat penting.

h.

Eksperimen semu (quasi experimental), merupakan cara yang mendekati


eksperimen, tetapi di mana kontrol tidak ada dan manipulasitidak bias
dilakukan.

i.

Riset aksi (action research), bertujuan mengembangkan pengalamanbaru


melalui aplikasi langsung di berbagai kesempatan.

31

BAB III
PENUTUP
3.1

Simpulan

Perilaku sehat merupakan sikap dan tidakan proaktif untuk memelihara dan mencegah
resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam
gerakan kesehatan masyarakat.
Promosi kesehatan merupakan proses pemberdayaan seseorang untuk meningkatkan
control dan peningkatan kesehatannya. WHO menekankan bahwa promosi kesehatan
merupakan suatu proses yang bertujuan memungkinkan individu meningkatkan kontrol
terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai
pemberdayaan diri sendiri
Sasaran promosi kesehatan yang dilakukan oleh perawat adalah individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Agar promosi kesehatan dapat lebih tepat sasaran, maka sasaran
tersebut perlu dikenali lebih rinci, dan jelas melalui pengelompokkan sasaran promosi
kesehatan. Strategi dan model serta metode juga perlu dipertimbangkan dengan baik agar
memperlancar proses promosi kesehatan. Di akhir program, perlu dilakukan evaluasi untuk
melihat kinerja, kelebihan, kekurangan, serta rekomendasi sehingga dapat memperbaiki
program promosi kesehatan yang akan datang.
3.2

Implikasi Keperawatan

Perawat sebagai salah satu pemberi layanan kesehatan primer memegang peranan
penting dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat. Perawat komunitas dituntut
mampu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan melalui
perannya sebagai edukator terhadap masyarakat, baik secara tatap muka langsung dan tanpa
tatap muka.
Fungsi yang dapat dilakukan perawat sebagai pendidik/penyuluh kesehatan adalah:
1. Mengkaji kebutuhan klien/pasien untuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan
dalam penyuluhan/pendidikan kesehatan. Hasil pengkajian diharapkan dapat diketahui
apa yang sudah diketahui klien/pasien, kebutuhan apa yang diperlukan agar
klien/pasien tahu dan apa yang ingin diketahui dari klien/pasien.
2. Meningkatkan dan memelihara kesehatan klien/pasien melalui penyuluhan/pendidikan
kesehatan
3. Melaksanakan penyuluhan/pendidikan kesehatan untuk pemulihan kesehatan
klien/pasien antara lain tentang pengobatan, hygiene, tindakan (treatment), gejala dan
tanda-tanda adanya komplikasi dll.
4. Menyusun program penyuluhan/pendidikan kesehatan baik untuk topik sehat atau
topik sakit (tidak sehat), seperti nutrisi, latihan/olah raga, penyakit dan pengelolaan
penyakit, dll.
5. Mengajarkan kepada klien/pasien informasi yang terkait dengan kesehatan, gaya
hidup, antara lain informasi tentang tahapan perkembangan
6. Membantu klien/pasien untuk memilih sumber informasi kesehatan dari media cetak,
eletronik, atau lisan.
32

DAFTAR PUSTAKA
Becker MH, 1974. The Health Belief Model and Personal Behavior.
D. J. Maulana, Heri. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC.
Green, Lawrence, Health Education: A Diagnosis Approach, The John Hopkins Unversity,
Mayfield Publishing Co, 1980
Fishbein M, Ajzen I. 1975. Belief, Attitude Intention, and Behavior: An Introduction to
Theory and Research.. New York: Addison-Wesley.
http://www.academia.edu/12216182/Konsep dan Prinsip Promosi Kesehatan diakses 9 Mei
2016 pukul 19.47 WIB
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/folder/view/full-content/structure-faq.html.

Diakses

Tanggal 13 Mei 2016. Pukul. 20.58


Kementrian Kesehatan RI Pusat Promosi Kesehatan, 2011, Promosi Kesehatan Di Daerah
Bermasalah Kesehatan Panduan Bagi Petugas Kesehatan Di Puskesmas, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, Pdf.
Notoatmojo. 2005. Promosi kesehatan teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Rineka Cipta
Notoatmojo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

33

Anda mungkin juga menyukai