Anda di halaman 1dari 99

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengetahuan mengenai organ reproduksi ikan merupakan bagian

yang sangat penting dalam biologi perikanan. Dasar ini dapat

digunakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Pada ikan sifat

seksualitasnya seperti bersifat hermaprodit, gonokhorisme dan dilihat

sifat seksual primer dan sekunder.

Sifat seksual primer ditandai dengan adanya organ yang

berhubungan langsung dengan proses reproduksi seperti testis dan

ovari beserta pembuluh-pembuluhnya. Sedangkan sifat seksual

sekunder merupakan tanda-tanda di luar sifat seksual primer seperti

adanya perbedaan bentuk, warna dan terjadi biasanya sebelum

pemijahan.

Ikan jantan adalah ikan yang mempunyai organ penghasil

sperma dan ikan betina merupakan ikan yang mempunyai organ

penghasil telur. Bila dalam suatu populasi terdapat perbedaan

seksualitasnya maka populasi ini disebut populasi heteroseksual dan

bila seksualitasnya sama maka disebut populasi monoseksual.

1.2. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengenali perbedaan jenis

kelamin jantan dan betina pada ikan sehingga dapat dimengerti mana

yang jantan dan betina walau kita cuma mengetahui warna atau

ukuran tubuhya saja.

1
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada pengamatan kali ini ikan yang di amati perbedaannya adalah

tawes (Puntius javanicus) jantan dan betina. Berikut Klasifikasi ikan

Tawes :

Phylum : Chordata

Sub Phylum: Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Famili : Cyprinoidea

Sub family : Cyprininae

Genus : Puntius

Spesies : Puntius javanicus

Ukuran Tawes jantan lebih besar, terutama pada bagian anal-ekor

nampak lebih gemuk, warnanya lebih kusam, panjangnya 30,2 cm dan

berat 365,5 gr, sedangkan ikan betinanya berukuran lebih kecil, anal

sampai ekornya tampak lebih ramping, warnanya lebih cerah, panjang

26,8 cm, dan beratnya 268,8 gr.

Pada umumnya ikan betina memiliki warna yang lebih terang

dibandingkan dengan ikan jantan, dan memiliki bentuk badan yang lebih

kecil. Untuk mengetahui perbedaan antara jantan dan betina dapat

dilakukan dengan cara stripping yaitu dengan cara memijat badan ikan

sampai anus dan apabila keluar cairan berwarna putih maka ikan tersebut

berjenis kelamin jantan, bentuknya memanjang (Effendie, 1982).

2
Sifat seksual primer pada ikan berkaitan dengan adanya organ yang

secara langsung berhubungan dengan proses repoduksi. Sedangkan sifat

seksual sekunder ialah tanda – tanda yang nampak dari luar dan dapat

dipakai untuk membedakan antara jantan dan betina. Apabia pada suatau

spesies ikan mempunyai morfologi yang dapat dipakai untuk

membedakan antara jantan dan betina, maka spesies tersebut

mempunyai seksual dimorfisme. Ikan itu memiliki seksual dikromatisme,

apabila yang menjadi tanda adalah warna (Effendi, 1995).

Pada ikan betina umumnya memiliki bentuk tubuh yang melebar

dan lebih besar, bentuk anusnya bulat. Jika ikan betina itu sedang matang

kelamin maka perutnya akan membuncit, lubang genital berwarna

kemerah-merahan. Pada umumnya baik ikan jantan maupun ikan betina

akan melakukan ovulasi yaitu proses pelepasan ovum dari ovarium jika

telah mengalami kematangan (Effendie, 2002).

Ada sifat yang tidak kalah pentingnya karena sifat ini juga

merupakan sifat seksualitas dari ikan, yaitu seperti hermaprodit dan

gonokhorisme. Sifat-sifat itu dapat kita lihat dan diketahui dari bentuk

tubuh, berat dan ukuran serta bisa di bandingkan antara jantan dan betina

sangat berbeda. Sifat sekunder biasanya bersifat sementara dan tidak

bertahan lama dikarenakan sifat ini hanya mengikuti proses pemijahan

(Lagler, 1961).

3
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1.Alat

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat bedah

(gunting), piring preparat, baki atau nampan,dan alat tulis.

3.1.2.Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan Tawes 2

ekor yang mempunyai jenis kelamin berbeda.

3.2. Metode

Dilihat dari kenampakan luar. Bentuk dan ukuran ikan diamati.

Panjang dan beratnya diukur. Perbedaan bentuk, warna, dan

keberadaan organ reproduksi diamati. Dilihat pada bagian dalam

pembedahan ikan dilakukan dan gonad diamati kemudian dicatat dan

dibuat perbandingan antar sifat jantan dan betina serta sifat sekunder

dan primer ikan tersebut.

3.3. Waktu dan Tempat

Praktikum Biologi Perikanan dilaksanakan pada hari Minggu, pada

pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB. Di Lab Perikanan dan

Kelautan, UNSOED

4
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

• Ikan tawes (Puntius javanicus)

Tabel 1. Perbedaan Jantan dan Betina

N
Pembeda Jantan Betina
o
1. Bentuk dan - lebih besar - Lebih kecil

2. ukuran - lebih - Lebih pendek 26,8

Panjang panjang 30,2 cm

3. cm

Berat - lebih berat - Lebih ringan

4. 365,5gr 268,5gr

Warna - warna lebih

5. kusam/pudar - Warna lebih

6. Organ reproduksi - Testis terang/cerah

7. Lubang genital - Terletak

Anal-ekor didepan - Ovari

- Lebih gemuk - Terletak dibawah

- Lebih ramping

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat perbedaan antara jantan

dan betina, yaitu dapat dilihat dari warna perut dan bentuk tubuh yang

5
paling dominan. Pada ikan betina warna sisik tubuh terlihat terang dan

jelas sedangkan pada ikan jantan terlihat agak keruh atau tidak terang

dan yang paling dapat di bedakan yaitu lubang genital dan berat atau

ukuran tubuhnya.

Pada dasarnya sifat seksual sekunder dapat dibagi menjadi dua

(Effendie, 2002) yaitu :

a) Sifat seksual sekunder yang bersifat sementara, hanya muncul pada

waktu musim pemijahan saja. Misalnya “ovipositor”, yaitu alat yang

dipakai untuk menyalurkan telur ke bivalvia, adanya semacam jerawat

di atas kepalanya pada waktu musim pemijahan. Banyaknya jerawat

dengan susunan yang khas pada spesies tertentu bisa dipakai untuk

tanda menentukan spesies, contohnya ikan Nocomis biguttatus dan

Semotilus atromaculatus jantan.

b) Sifat seksual sekunder yang bersifat permanent atau tetap, yaitu tanda

ini tetap ada sebelum, selama dan sesudah musim pemijahan. Misalnya

tanda bulatan hitam pada ekor ikan Amia calva jantan, gonopodium

pada Gambusia affinis, clasper pada golongan ikan Elasmobranchia,

warna yang lebih menyala pada ikan Lebistes, Beta dan ikan-ikan

karang, ikan Photocornycus yang berparasit pada ikan betinanya dan

sebagainya.

Dari dasar ini kita juga dapat membedakan lagi sifat sekunder yang

sementara yaitu seperti warna karena warna dapat dipengaruhi oleh

lingkungan dan kadang sementara sifatnya, serta sifat sekunder yang

6
permanen dari ikan itu sendiri seperti panjang dan ukuran yang tidak bisa

di pengaruhi lingkungan itu sendiri.

Contoh biasanya tanda seksual sekunder itu terdapat positif pada

ikan jantan saja. Apabila ikan jantan tadi dikastrasi (testisnya dihilangkan),

bagian yang menjadi tanda seksual sekunder menghilang, tetapi pada

ikan betina tidak menunjukkan sesuatu perubahan. Sebaliknya tanda

bulatan hitam pada ikan Amia betina akan muncul pada bagian ekornya

seperti ikan Amia jantan, bila ovariumnya dihilangkan. Hal ini disebabkan

adanya pengaruh dari hormon yang dikeluarkan oleh testis mempunyai

peranan pada tanda seksual sekunder, sedangkan tanda hitam pada ikan

Amia menunjukkan bahwa hormon yang dikeluarkan oleh ikan betina

menjadi penghalang timbulnya tanda bulatan hitam (Effendie, 2002).

Sifat seksual ikan merupakan sifat biologis dari suatu ikan untuk

melakukan suatu proses reproduksi itu sendiri ada yang besifat

hermaprodit (mempunyai dua jenis kelamin tetapi kadang tidak semuanya

dapat digunakan dalam satu waktu), Gonokharisme yaitu sifat seksual

berganda dimana pada ikan bertahap juvenil gonadnya tidak mempunyai

jaringan yang jelas status jantan dan betinanya ( Effendie, 1995).

Hermaprodit itu sendiri dibedakan menjadi tiga jenis yaitu hermaprodit

sinkroni apabila didalam gonad individu terdapat sel kelamin betina dan

sel kelamin jantan yang dapat masak bersamaan, hermaprodit protandri

yang berarti di dalam tubuh ikan tersebut mempunyai gonad yang

mengadakan deferensiasi dari fase jantan ke betina dan yang ketiga

hermaprodit protogini yang merupakan keadaan sebalik dari hermaprodi

7
protandri yaitu proses diferensiasinya berjalan dari fase betina ke fase

jantan (Effendie, 2002).

Berdasarkan tipe reproduksinya, ikan itu dapat dibedakan menurut

sifat kelamin primer, sekunder dan identifikasi sel kelamin sangat

diperlukan yang harus dilalui, untuk memilih jenis ikan yang siap untuk

dipijahkan harus diketahui dahulu mana ikan jantan dan ikan betina

(Lagler, 1962). Dari praktikum yang kami lakukan didapatkan ciri-ciri ikan

jantan yaitu bentuk lebih besar, lebih panjang, lebih berat, warna lebih

kusam, alat reproduksi testis dan lubang genitalnya terletak di depan, dari

anal-ekor lebih gemuk/besar sedangkan ciri-ciri ikan betina diantaranya

bentuk dan ukuran lebih kecil, lebih pendek, lebih ringan, warna lebih

terang dan cerah, organ reproduksinya ovari, lubang genitalnya terletak di

bawah, anal-akor lebih ramping.

Berdasarkan referensi yang kami baca, ikan jantan dan ikan betina

memiliki lubang urogenital yang berbeda, pada jantan memiliki dua

lubang urogenital yaitu lubang untuk anus dan yang kedua untuk lubang

pengeluaran sperma, sedangkan pada ikan betina ditandai dengan adanya

lubang urogenital yang berjumlah tiga, yaitu lubang dubur atau anus,

lubang pengeluaran telur atau papilla dan lubang urine atau lubang

pengeluaran urine (Sugiarto, 1986 ).

Pembedaan jantan dan betina pada ikan baru dapat dibedakan

setelah ikan mengalami matang gonad, matang gonad adalah fase dimana

ikan sudah siap untuk memijah (Sugiarto, 1986). Ciri – ciri ikan yang

sudah matang gonad adalah:

1. Induk jantan

8
a) Umur telah mencapai 1 tahun

b) Warna tubuh agak kemerah-merahan kusam atau pudar

c) Alat kelamin tampak jelas meruncing

d) Tubuh tetap ramping dan gerakannya lebih lincah

e) Tubuh lebih kecil dan ringan dari pada betina

2. Induk betina

a) Perut tampak besar dan bila diraba terasa lembek

b) Alat kelamin berwarna kemerahan dan lubangnya agak

membesar

c) Bila diurut kearah anus keluar telur berwarna kekuningan

d) Warna lebih cerah

e) Tubuh lebih berat dari pada jantan.

3. Ciri-ciri induk yang baik

a) Umur telah mencapai 1 tahun

b) Ukuran berkisar 300-1000 gram/ekor

c) Nampak sudah jinak

Satu spesies ikan yang mempunyai sifat morfologi yang dapat

dipakai untuk membedakan jantan dan betina dengan jelas, maka spesies

itu bersifat seksual dimorfisme. Namun, apabila satu spesies ikan

dibedakan jantan dan betinanya berdasarkan perbedaan warna, maka

ikan itu bersifat seksual dikromatisme (Kottelat, 1993).

9
10
V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum pada pembedaan jantan dan betina

dapat disimpulkan bahwa :

1) Ikan jantan dan ikan betina memiliki pembedaan yaitu sifat kelamin

yang sekunder dan sifat kelamin yang primer diantaranya:

a. Jantan : memiliki bentuk atau ukuran yang lebih besar,

panjang badan ikan jantan lebih panjang, lebih berat, warna lebih

kusam, organ seksualnya testis, dan lubang genital terdapat

didepan.

b. Betina : bentuk atau ukuran lebih kecil, badan lebih

pendek, lebih ringan, warna badannya lebih terang dan cerah

organ reproduksinya ovari, isi lambungnya lebih banyak, serta

lubang genitalnya dibawah.

2) Tambahan dari hasil referensi jika ikan betina sudah matang kelamin

maka pada bagian perutnya akan membuncit dan ukuran tubuh serta

pada bagian anus berwarna kemerah–merahan dan kadang hanya

bisa dilihat pada masa memijah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama:

Yogyakarta

___________. 1995. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama:

Yogyakarta

___________. 1995. Metode Biologi Perairan. Yayasan Dewi Sri: Bogor

___________. 1982. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama:

Yogyakarta

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Fresh

Water Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions

Limited: Jakarta.

Sugiarto. 1986. Biologi Ikan. Rineka Raya: Jakarta

http://eebweb.arizona.edu/courses/ecol482_582/Lecture-1-2005-6. pdf [18-

11-2006]

Lagler, K.F. 1961. Freshwater Fishery Biology. Second Edition WM.C. Brown

Co.

Dubuque, Lowa.

Lagler, K.F.,J.E. Bardach and R.R. Miller. 1962. Ichtyology. Jhon Willey and

Sons, Inc. 545 pp.

12
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pakan memiliki hubungan yang sangat erat dengan morfologi ikan.

Dengan mempelajari is dari alat pencernaan makannya, sehingga dapat

diketahui ikan tersebut merupakan pemakan plankton, ikan karnivora atau

herbivora. pakan yang dikonsumsi ikan akan mengalami proses digesti di

dalam sistem pencernaan (Proses digesti pakan akan dimulai dari

lambung pada ikan yang mempunya lambung dan dilanjutkan pada

intestine yang akan berakhir di anus).

Pakan pada umumnya harus mengandung komponen seperti

protein, lemak, dan karbohidrat. Semua nutrisi itu berguna bagi ikan

sebagai sumber energi dan pertumbuhan. Protein, lemak dan karbohidrat

dalam pakan apabila dikonsumsi ikan setelah mengalami proses digesti

dan absorpsi akan digunakan sebagai sumber energi untuk keperluan

aktivitas, mengganti jaringan yang rusak dan pertumbuhan. Pertumbuhan

ikan akibat asupan pakan yang diperoleh dapat diukur dari bertambahnya

bobot ikan.

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pakan alami

yang disukai ikan dan mengetahui derajat periodisitas makan berdasar

derajat kepenuhan lambung.

13
II. TINJAUAN PUSTAKA

Ikan yang di gunakan dalam praktikum ini adalah ikan tawes

(Puntius javanicus). Derajat kepenuhan lambung ikan tawes tersebut

adalah 58,3 %. Berikut Klasifikasi ikan tawes :

Phylum : Chordata

Sub Phylum: Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Famili : Cyprinoidea

Sub family : Cyprininae

Genus : Puntius

Spesies : Puntius javanicus

Semua ikan membutuhkan ketersediaan pakan dari materi dan

energi yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan

dalam melangsungkan hidupnya. Penyediaan materi tergantung pada ikan

yang memakan materi dari bahan-bahan organik yang ada pada

lingkungannya. Bahan makan yang padat menjadi molekul yang

sederhana melelui proses yang disebut dengan digesti. Proses ini disebut

dengan proses enzimatik dari polisakarida yaitu zat pati menjadi gula,

protein menjadi asam amino, lemak menjadi asam lemak dan gliserol,

serta asam laktat menjadi nukleotida (Lagler, 1962).

Digesti adalah perombakan makanan dari molekul yang kompleks

yang dirombak menjadi molekul yang sederhana, dalam bentuk-bentuk

seperti glukosa, asam lemak, dan gliserol serta nutrisi-nutrisi lain yang ada

14
dan bermanfaat bagi tubuh ikan. Kecepatan pemecahan makanan dari

tubuh ikan dari molekul besar ke molekul yang kecil yang akan diabsorpsi

oleh tubuh ikan prosesnya disebut laju digesti. Sedangkan zat-zat yang

dibutuhkan dan yang akan diabsorpsi ikan melalui darah juga akan

diedarkan ke seluruh tubuh untuk keperluan metabolisme (Lagler, 1962).

15
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan pada praktikum ini alat bedah, piring

preparat, benang, tabung reaksi, mikroskop, kaca preparat, alat suntik,

dan pipet tetes

3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini ikan Tawes dan aquades.

3.2. Metode

Ikan dimatikan kemudian dibedah. Salah satu ujung lambung ikan

diikat dengan benang dan tambahkan aquades dengan alat suntik

sampai lambung penuh. Penambahan volume aquades dicatat.

Lambungnya diambil dan dijaga supaya isinya tidak keluar dengan cara

mengikat kedua ujung dengan benang. Isi lambung dikeluarkan ke

dalam gelas ukur. Kepenuhan lambung dihitung :

VolumeMate riallambun g
= x100 %
Volumetota lLambung

Beberapa tetes sampel isi lambung diambil dari gelas ukur,

diletakkan di atas preparat. Ditutup dengan cover glass, dan amati

dengan mikroskop Hasil yang didapat dicatat.

3.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Biologi Perikanan dilaksanakan pada hari Minggu, pada

pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB. Di Lab. Akuatik

Perikanan dan Kelautan UNSOED, Purwokerto.

16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel 2. Derajat Kepenuhan Lambung

Volume Volume Volume


Derajat
material material total
Jenis Ikan kepenuhan
lambung aquades lambung
lambung (%)
(ml) (ml) (ml)
Ikan Tawes

(Puntius 7 5 12 58,3

javanicus)

4.2. Pembahasan

Pada praktikum kali ini hasil yang di dapatkan volume material

lambung adalah 7ml, volume material aquades ml, dan volume total

lambung 12 ml. perhitungan derajat kepenuhan lambung ikan tawes

(puntius javanicus) adalah 58,3%.

Kebiasaan makan ikan perlu dipelajari guna mengetahui jenis pakan

tersebut dengan mengetahui kebiasaan pakan ikan ini dapat dilihat antar

hubungan ekologi diantara organisme di perairan tersebut. Pakan

merupakan faktor yang menentukan populasi, pertumbuhan dan kondisi

ikan, sedangkan macam pakan satu spesies ikan biasanya bergantung

pada umur, tempat dan waktu (Effendi, 1979).

17
Fungsi pakan yang paling utama menurut Asmawi (1983) adalah

untuk menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih. Pakan yang

dikonsumsi oleh ikan mula-mula digunakan untuk menjaga kelangsungan

hidup dan apabila ada kelebihan energi akan digunakan untuk

pertumbuhan. Untuk pertumbuhan ikan yang baik maka harus diberikan

pakan yang optimal dan harus memperhatikan mutu ikan.

Nilai nutrisi pakan pada umumnya dilihat dari komposisi zat-zat

nutrisi yang terkandung seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin,

mineral dan sebagainya. Apabila pakan yang diberikan pada ikan

mempunyai nutrisi yang tinggi, maka hal ini tidak menjamin hidupnya,

tetapi akan mempercepat pertumbuhan ikan (Sutisna, 1995).

Ikan Tawes memiliki badan dengan ciri-ciri umum sebagaimana ikan

pelagis lainnya, yaitu badan seperti torpedo dan memanjang dengan

bentuk punggung seperti busur, mulut ikan Tawes berbentuk runcing

belebar dan terletak di ujung superior. Dan memiliki finlet sedangkan sirip

ekor bentuknya bercagak.

18
V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di dapat bahwa :

1. Ikan Tawes memiliki badan dengan ciri-ciri badan pipih kesamping,

memanjang dan buntutnya bercagak

2. Kebiasaan makan ikan perlu dipelajari guna mengetahui jenis pakan

tersebut dengan mengetahui kebiasaan pakan ikan ini dapat dilihat

antar hubungan ekologi diantara organisme diperairan laut.

3. Pengukuran derajat kepenuhan lambung pada ikan Tawes sebesar

58,3%.

19
DAFTAR PUSTAKA

Asmawi. 1983. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Gramedia. Jakarta.

Effendie, M.I. 1979. Biologi Perikanan : I. Fakultas Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

-----------------. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.

Yogyakarta.

Sutisna, H.D. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Konisius. Yogyakarta.

Lagler, K.F.,J.E. Bardach and R.R. Miller. 1962. Ichtyology. Jhon Willey and

Sons, Inc. 545 pp.

20
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Telur ikan adalah sel gamet betina yang mempunyai program

perkembangan untuk menjadi individu baru setelah program

perkembangan tersebut diaktifkan oleh spermatozoa. Sifat khusus telur

antara lain adalah ukurannya besar (dibandingkan dengan sel soma),

memiliki bungkus telur, meemiliki mikrofil dan memiliki cadangan

makanan.

Tidak semua telur ikan memiliki bentuk yang sama, namun ada yang

telur yang mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda atau hampir

sama. Seperti pada spesies yang ada dalam satu genus atau yang

berdekatan dengan faktor pembeda yang sangat kecil bergantung pada

spesiesnya.

Telur pada ikan teleostei dan clasmobranchia masih memiliki deuto

plasma dan dari telur ini kelak akan mengambil bagian deutoplasmanya

pada beberapa pembelahan pertama yang jumlahnya sedikit. Kuning telur

tidak turut dalam proses pembelahan, sedangkan pada embrionya

terbatas.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mengamati bentuk warna dan

struktur telur pada ikan Tawes dan ikan Nilem.

21
II. TINJAUAN PUSTAKA

Secara struktur, sel telur ikan sangat berbeda dari sel tubuh lainnya,

namun sama dengan lainnya yaitu memiliki organel khusus sel telur yang

disebut kortikel granula atau kortikel alveoli ( Effendie, 1997 ). Pada telur

ikan yang sudah matang sebagian sitoplasma hanya menjadi penutup tipis

dari kuning telur dan butiran minyak. Yang akhirnya akan mengumpul di

suatu daerah dekat inti (Effendi, 1997).

Telur dari hewan yang bertulang belakang, secara umum dapat

dibedakan berdasarkan kandungan kuning telur dalam sitoplasmanya

(Wahyuningsih et al, 2006), yaitu :

a) Telur homolecithal (isolecithal)

Golongan telur ini hanya terdapat pada mamalia. Jumlah kuning

telurnya hanya sedikit terutama dalam bentuk butir-butir lemak dan

kuning telur yang terbesar di dalam sitoplasma.

b) Telur telolecithal

Golongan telur ini terdapat sejumlah kuning telur yang berkumpul

pada salah satu kutubnya. Ikan tergolong hewan yang mempunyai jenis

telur tersebut.

Telur ikan dapat dikelompokkan berdasarkan sifat-sifat yang lain

(Wahyuningsih et al, 2006), yaitu :

a) Sistem pengelompokan telur ikan berdasarkan jumlah kuning telurnya :

1) Oligolecithal : telur dengan kuning telur sangat sedikit jumlahnya,

contoh ikan Amphioxus

22
2) Telolecithal : telur dengan kuning telur lebih banyak dari

Oligolecithal. Umumnya jenis telur ini banyak dijumpai di daerah

empat musim, contoh ikan Sturgeon

3) Makrolecithal : telur dengan kuning telur relatif banyak dan keping

sitoplasma di bagian kutub animanya. Telur semacam ini banyak

terdapat pada kebanyakan ikan.

b) Sistem yang berdasarkan jumlah kuning telur namun dikelaskan lebih

lanjut berdasarkan berat jenisnya:

1) Non bouyant : telur yang tenggelam ke dasar saat dikeluarkan dari

induknya. Golongan telur ini menyesuaikan dengan tidak ada

cahaya matahari, kadang-kadang oleh induknya telur diletakkan

atau ditimbun oleh batu-batuan atau kerikil, contoh telur ikan trout

dan ikan salmon.

2) Semi bouyant : telur tenggelam ke dasar perlahan-lahan, mudah

tersangkut dan umumnya telur berukuran kecil, contoh telur ikan

Coregonus

3) Terapung: telur dilengkapi dengan butir minyak yang besar

sehingga dapat terapung. Umumnya terdapat pada ikan-ikan yang

hidup di laut.

c) Telur dikelompokkan berdasarkan kualitas kulit luarnya

1) Non adhesive telur sedikit adhesive pada waktu pengerasan

cangkangnya, namun kemudian sesudah itu telur sama sekali

tidak menempel pada apapun juga, contoh telur ikan salmon.

2) Adhesive: setelah proses pengerasan cangkang, telur bersifat

lengket sehingga akan mudah menempel pada daun, akar

23
tanaman, sampah, dan sebagainya, contoh telur ikan mas

(Cyprinus carpio).

3) Bertangkai: telur ini merupakan keragaman dari telur adhesive,

terdapat suatu bentuk tangkai kecil untuk menempelkan telur

pada substrat.

4) Telur berenang: terdapat filamen yang panjang untuk menempel

pada substrat atau filament tersebut untuk membantu telur

terapung sehingga sampai ke tempat yang dapat ditempelinya,

contoh telur ikan hiu (Scylliorhinus sp.)

5) Gumpalan lendir: telur-telur diletakkan pada rangkaian lendir atau

gumpalan lendir, contoh telur ikan lele (Clarias).

Sifat khusus telur ikan antara lain berukuran besar, memiliki

bungkus telur, memiliki mikrofil dan memiliki cadangan makanan. Bentuk

telur yang paling umum adalah bulat, namun ada yang lonjong dengan

beberapa variasi. Ukuran telur umumnya 0,5 – 2,5 mm dan berwarna

kuning (Sutisna, 1995).

Berdasarkan morfologinya, Ikan Tawes jantan lebih kecil di

bandingkan ikan Tawes betina karena ikan Tawes betina mengandung

banyak telur sehingga tubuhnya lebih gemuk. Warna tubuhnya lebih gelap

untuk yang jantan dan lebih cerah pada induk betina. Sedangkan bagian

perut dan ekor ikan Tawes jantan berwarna kecokelatan. Untuk ikan

Tawes betina, bagian perut dan ekornya berwarna putih kecokelatan

(Nelsen, 1953).

24
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah lup, mikroskop,

gelas arloji atau cawan petri.

3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah telur segar yang

baru dikeluarkan pada tubuh ikan Tawes (Puntius javanicus) dan ikan

Nilem (Osteochilus haselti).

3.2. Metode

Sampel telur sebanyak ± 5 butir telur diambil. Bentuk telur,kondisi

telur,dan warna telur diamati dengan menggunakan mikroskop. Telur di

gambar dengan bantuan mikroskop dan datanya atau hasil

pengamatannya dicatat dengan secermat mungkin.

3.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Biologi Perikanan dilaksanakan pada hari Minggu, pada

pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB. Di Lab. Akuatik

Perikanan dan Kelautan, UNSOED, Purwokerto.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

25
Hasil yang diperoleh dari pengamatan adalah sebagai berikut

Keterangan :

A. Chorion

B. Perivetelin

C. Yolk

4.2 Pembahasan

Ikan yang di gunakan pada praktikum ini adalah ikan Tawes (puntius

javanicus) dan ikan Nilem (Osteochilus haselti). Telur ikan Tawes yang

diamati pada praktikum ini mempunyai ciri struktur yang tidak lengket

(non adhesive), warnanya tidak cerah, dan bentuknya sempurna.

Sedangkan telur ikan Nilem mempunyai ciri struktur yang lengket

(adhesive), warnanya lebih gelap dari pada ikan Tawes, dan bentuknya

sempurna.

Ikan Tawes (Puntius javanicus) merupakan salah satu ikan yang

hidup di air tawar. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, diketahui

telur Ikan Tawes termasuk non adhesive, telur sedikit adhesive pada

waktu pengerasan cangkangnya, namun kemudian sesudah itu telur

sama sekali tidak menempel pada apapun juga, contoh telur ikan Salmon.

Perlu diketahui bahwa tidak semua bentuk telur itu sama, namun ada juga

yang memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda seperti pada spesies yang

26
dalam satu genus atau yang berdekatan dengan pembeda yang kecil

bergantung pada spesiesnya (Effendi, 2002). Suhu di Indonesia relatif

tinggi sehingga dapat mempercepat masa pengeraman.

Ikan Nilem (Ostheochilus haselti) juga merupakan salah satu ikan air

tawar. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, diketahui telur ikan

Nilem termasuk Adhesive, setelah proses pengerasan cangkang, telur

bersifat lengket sehingga akan mudah menempel pada daun, akar

tanaman, sampah, dan sebagainya, contoh telur ikan Mas (Cyprinus

carpio).

Menurut Nikolsky (1969) faktor cahaya juga dapat mempengaruhi

masa pengeraman ikan. Telur yang sedang dalam masa pengeraman

apabila diletakkan dalam tempat yang gelap akan menetas lebih lambat.

Faktor luar lainnya yang dapat mempengaruhi masa pengeraman ialah zat

yang terlarut dalam air terutama zat asam arang dan amonia dapat

menyebabkan kematian embrio dalam masa pengeraman. Tekanan zat

asam dalam air telah diketahui dapat mempengaruhi unsur meristik yaitu

jumlah ruas tulang belakang. Bila tekanan zat asam itu tinggi, jumlah ruas

tulang belakang embrio menjadi bertambah dan sebaliknya apabila

tekanan zat asam arang berkurang jumlah ruas tulang belakang

berkurang jumlahnya.

27
V. KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Bentuk telur ikan Tawes dan Nilem adalah bulat sempurna.

2. Warna telur ikan Tawes adalah kuning kecoklatan dengan warna

coklat di tengahnya sedangkan ikan Nilem berwarna kuning lebih

gelap.

3. Struktur telur ikan Tawes dan ikan Nilem adalah lengkap.

4. Jenis telur ikan Tawes non adhesive dan ikan Nilem adhesive.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi masa pengeraman telur adalah

suhu (temperature) dan zat yang terlarut dalam air (zat asam arang

dan ammonia).

28
DAFTAR PUSTAKA

Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama,


Yogyakarta.

___________.2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama,


Yogyakarta.

Nikolsky, E. V. 1969. Theory of Fish Populatoon, as The Biologycal


Background of Rational Fishery Resources, translated by Brodley,
Oliver and Boyd, 323 pp.

Sutisna, H.D. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Konisius. Yogyakarta.

Wahyuningsih, Hesti et. al. 2006. Buku Ajar Iktiologi. Universitas Sumatera
Utara, Medan.

Nelsen, O.E. 1953. Comparative Embryology of the Vertebrates. The


Blakiston Co.

Inc. 982 pp.

29
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Telur adalah suatu sel yang terdiri dari ooplasma (plasma sel dan

telur) dan inti sel. Inti sel sering disebut gelembung lembaga (vesikula

germination) yang didalamnya terdapat plasma inti, anak inti dan

kromosom. Telur dibentuk melalui proses oogenesis dimulai dengan sel

oogonia berupa sel kecil berbentuk bulat dengan ukuran inti yang tampak

besar dibandingkan sitoplasma, oogonia kemudian membesar menjadi

oosit primer.

Komposisi telur yang dikandung dalam suatu tingkat kematangan

gonad umumnya tidak homogen, melainkan terdiri dari beberapa tipe telur

primitif, telur yang berkembang, telur hampir masak, atau masak, serta

telur dalam tingkat kemunduran. Masing-masing tipe telur tersebut

memiliki ukuran yang berbeda-beda, yang berhubungan dengan frekuensi

dan lama musim pemijahan serta pengaruh lingkungan. Dengan adanya

pembagian tipe tersebut akan diperoleh gambaran distribusi telur dalam

tingkat kematangan gonad.

Keterampilan dalam mengukur diameter telur dapat dilakukan

dengan jangka sorong atau dengan mikrometer digunakan untuk

menghindari rusaknya telur selama proses pengukuran.

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum pengamatan diameter telur adalah untuk

mengamati diameter telur menggunakan mikrometer.

30
II. TINJAUAN PUSTAKA

Telur merupakan suatu sel yang terdiri dari plasma sel telur dan inti

sel. Inti sel sering disebut gelembung lembaga yang didalamnya terdapat

plasma inti, anak inti dan kromosom. Telur ikan ovipar dibungkus oleh

lapisan ekstraseluler yang disebut chorion atau bungkus vitelin. Sutisna

dan Sutarmanto (1995) menyatakan bahwa chorion terbentuk bersamaan

dengan proses terjadinya pemasukan telur.

Chorion mempunyai satu lubang yang disebut mikrofil. Mikrofil

menyediakan jalan khusus bagi spermatozoa untuk kontak dengan oolema

saat fertilisasi tanpa harus menembus bungkus telur bagian luar

(Mikodina, 1997). Hal ini dapat diketahui, bahwa ada telur yang memilki

mikrofil, tetapi tidak memiliki akrosom. Bagian lain dari telur ikan adalah

sitoplasma yang dibedakan menjadi dua yaitu bioplasma dan deutoplasma

yaitu bagian plasma yang pasif, berisi cadangan makanan embrio yang

sedang tumbuh di dalamnya. Pada telur yang masak bagian terbesar dari

sitoplasma mengandung substansi lemak, karbohidrat dan protein

sehingga sitoplasma hanya menjadi penutup tipis bagian kuning telur dan

butiran minyak yang pada akhirnya sitoplasma akan mengumpul pada

suatu daerah inti. Di dalam sitoplasma oosit selain mengandung organel-

organel sel juga terdapat kortikel, alveoli dan yolk (Effendi, 1978).

Pembuahan atau fertilisasi merupakan penggabungan telur dari

induk betina dan spermatozoa dari induk jantan sehingga terbentuk sel

tunggal diploid yang disebut zygot (Effendi, 1978). Telur terbuahi di tandai

dengan warnanya yang jernih transparan dikarenakan oolema masih utuh

31
sehingga rongga perivitellin tampak jernih. Telur tidak terbuahi akan mati

dan warnanya berubah putih keruh (Setiadi, 2000).

Ukuran telur bervariasi dari 0,5-5 mm, tergantung jumlah

kandungan kuning telur dan fekunditas. Ukuran dan jumlah telur yang

dihasilkan berhubungan dengan kemampuan merawat telur dan anak.

Satu hal yang menonjol adalah ikan yang memiliki telur-telur kecil

biasanya memiliki jumlah telur yang banyak sebagai konsekuensi dari

sintasan yang rendah (Sutisna, 1995).

Diameter telur pada gonad yang sudah matang berguna untuk

menduga frekuensi pemijahan yaitu dengan melihat modus

penyebarannya, sedangkan dari frekuensi ukuran telur ikan dapat diduga

lama pemijahannya. Ovarium yang mengandung telur ikan masak

berukuran sama menunjukan waktu pemijahan yang pendek, sebaliknya

waktu pemijahan yang panjang ditandai dengan bervariasinya ukuran

telur ikan (Sutisna, 1995).

32
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum mikrometer objektif dan

mikrometer okuler

3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu telur ikan

Tawes dan ikan Nilem.

3.2. Metode

Menghimpitkan mikrometer obyektif dan okuler. Angka-angka yang

saling berhimpitan dari skala 1-100 dicatat dan dicatat semua yang

saling berhimpitan untuk memperbesar ketelitian dan memperkecil

error. Nilai 1 okuler terhadap skala pada objekti dicari dengan :

1 okuler X jumlah okuler = jml. Oby. X oby

jumlahoby
1 oklr = jumlahokl xoby

jumlahoby
1 oklr = X 10 mikrometer ----------------- merupakan angka
jumlahokl

kalibrasi

Diameter telur = jumlah skala dikalikan angka kalibrasi

3.3. Waktu dan Tempat

Praktikum Biologi Perikanan dilaksanakan pada hari Minggu, pada

pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB. Di Lab. Aquatik

Perikanan dan Kelautan, UNSOED.

33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4. Diameter Telur Ikan

JENIS IKAN ANGKA SKALA DIAMETER


Tawes KALIBRASI DIAMETER TELUR (mm)
(Puntius (µm) (mm)
javanicus)
Telur ikan 1 0,025 49 1,23

Telur ikan 2 0,025 37 0,93

Telur ikan 3 0,025 42 1,05

Telur ikan 4 0,025 47 1,17

Telur ikan 5 0,025 42 1,05

Total 5,43

Rata-Rata 1,09

JENIS Ikan ANGKA SKALA DIAMETER

Nilem KALIBRASI(µ DIAMETER(mm TELUR(mm)

(Osteochilus m) )

haselti)
Telur ikan 1 0,025 57 1,43

Telur ikan 2 0,025 61 1,53

Telur ikan 3 0,025 59 1,48

Telur ikan 4 0,025 60 1,5

Telur ikan 5 0,025 62 1,55

Total 7,49

34
Rata-rata 1,5

35
4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini diperoleh total pada ikan Tawes yaitu 5,43

mm dan ikan Nilem yaitu 7,49 mm. Menurut Setiadi (2000), mengatakan

bahwa telur terbuahi ditandai dengan warnanya yang jernih transparan

karena oolema masih utuh sehingga rongga perivitellin tampak jernih,

sedangkan telur tidak dibuahi akan mati dan warnanya berubah menjadi

putih keruh.

Hal ini sesuai dengan pendapat Hoar (2004) yang menyatakan

bahwa perbedaan ukuran diameter telur dipengaruhi oleh lamanya masa

pemijahan dan ukuran tubuh dari masing-masing spesies ikan. Hal ini

sesuai dengan pendapat Burhanudin (1984) yang menyatakan bahwa

ukuran tubuh ikan berbanding lurus dengan ukuran diameter telurnya.

Sehingga semakin besar ikan semakin besar pula ukuran diameter

telurnya.

Pada telur ikan teleostei pada umumnya ketika dikeluarkan dari

tubuh induknya ke dalam air akan mengalami beberapa perubahan sesaat

setelah telur keluar dari tubuh induk lalu akan terjadi penyerapan air di

lingkungan secara osmosis yang akan mengakibatkan selaput chorion

memisahkan diri dari oolema dan terbentuk ruang perivitellin yang dapat

menjadi barier bagi masuknya spermatozoa. Menurut Effendi (1978)

penyerapan air pada sel-sel chorion dapat menyebabkan besarnya sel

chorion yang pada gilirannya akan memperkecil diameter mikrofil. Effendi

(2002) menambahkan juga bahwa telur membesar sebagai akibat

terserapnya air dari medium sekitarnya, bersama itu pula lubang mikrofil

sebagai jalannya masuknya spermatozoa akan menutup.

36
V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Bahwa diameter rata-rata telur ikan Tawes adalah sebesar 1,09 mm

dan ikan Nilem adalah 1,5 mm .

2. Perbedaan ukuran diameter telur dipengaruhi oleh lamanya masa

pemijahan dan ukuran tubuh dari masing-masing spesies ikan.

3. Ukuran tubuh ikan berbanding lurus dengan ukuran diameter

telurnya. Sehingga semakin besar ikan semakin besar pula ukuran

diameter telurnya.

37
DAFTAR PUSTAKA

Burhanudin, M.S. Dkk. 1984. Sumber Daya Ikan . LIPI. Jakarta.

Effendie, M.I. 1978. Biologi Perikanan I. Fakultas Institut Pertanian Bogor.


Bogor

___________. 2002. Biologi Perikanan.Yayasan Pustaka


Nusantara.Yogyakarta.

Hoar, W. S. 2004. The Endrokrine Organs. Academic Press, New York.

Mikodina, E,V. 1997. Structur of Cyprinid Egg and some Data About Its
Chemical Nature. Biologi. Nouk, 9: 60-64.

Sutisna, H.D. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Konisius. Yogyakarta.

38
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam akuakultur, jumlah telur yang dihasilkan pada waktu

pemijahan secara buatan atau alami sangat jelas keuntungannya

terutama dalam mempersiapkan fasilitas kultur ikan untuk keperluan

selanjutnya. Kesulitan yang timbul dalam menentukan fekunditas adalah

komposisi telur yang heterogen, tingkat kematangan gonad yang tidak

seragam dari ikan yang dimaksud, waktu pemijahan yang berbeda dan

lainnya.

Fekunditas adalah jumlah telur pada ikan yang masak kelamin

sebelum dikeluarkan pada waktu pemijahan. Fekunditas akan

menunjukkan kemampuan seekor induk ikan dalam menghasilkan benih

untuk satu pemijahan. Melalui fekunditas secara tidak langsung kita dapat

menaksir jumlah anak yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula

jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan.

Fekunditas ikan telah dipelajari bukan saja merupakan salah satu

aspek dari natural history, tetapi sebenarnya ada hubungan dengan studi

dinamika populasi, sifat-sifat rasial, produktifitas, dan persoalan stok-

rekruitmen. Tingkat keberhasilan dari sebuah pemijahan dari seekor ikan

dapat dinilai dari persentase anak ikan yang dapat melangsungkan

hidupnya hingga menjadi ikan yang dewasa. Selain itu dalam suatu kajian,

fekunditas merupakan suatu subjek yang dapat menyesuaikan dengan

bermacam-macam kondisi terutama respon terhadap makanan.

39
1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum penentuan fekunditas ikan adalah untuk

mengetahui jumlah telur yang masak kelamin akhir dan sekaligus

mengetahui hubungan antara ukuran tubuh ikan dan jumlah telur yang

dihasilkan.

40
TINJAUAN PUSTAKA

Fekunditas telur adalah jumlah telur yang terlepas dari ovarium

sebelum pemijahan. Fekunditas telur dapat dihitung dengan beberapa

cara, yaitu dengan metode jumlah yang merupakan metode paling teliti,

sebab perhitungan telur dilakukan satu persatu atau secara sensus,

metode Volumetrik dilakukan dengan mengukur seluruh telur dengan cara

pemindahan air, metode Gravimetrik dimana caranya sama dengan

Volumetrik, hanya pengukurannya diganti dengan berat, dan metode Van

Bayer dilakukan dengan mengukur garis tengah (diameter) rata-rata telur

dan mengukur volume telur keseluruhan. Lalu dibandingkan dengan tabel

Van Bayer (panjang telur dibagi dengan jumlah telur sama dengan

diameter rata-rata telur) (Sutisna, 1995).

Fekunditas menunjukan banyaknya telur yang dapat dihasilkan oleh

seekor induk untuk suatu pemijahan. Fekunditas tersebut sering pula

dinamakan Fekunditas Individu atau Fekunditas Mutlak. SMI telur yang

dihasilkan oleh seekor ikan yang ditentukan berdasarkan satuan berat

atau panjang ikan disebut Fekunditas Nisbi, sedangkan jumlah telur yang

dikeluarkan oleh seekor ikan disebut Fekunditas Total (Satyani, 2003).

Terdapat dua cara untuk mendapatkan telur dari ikan induk guna

mengetahui nilai fekunditasnya, yaitu :

a. Dengan menstriping (memberikan urutan yang lemah

sepanjang kira-kira dibagian atas perut kearah lubang genital

tubuh induknya).

41
b. Mengambil telur dari ikan dengan mengangkat seluruh gonad

dari dalam perut ikan yang diperkirakan bahwa telur-telur ikan

telah masak (Effendi, 1979).

Ikan yang termasuk kedalam golongan vivipar, yaitu ikan yang

melahirkan anak-anaknya, mempunyai tiga macam fekunditas, yaitu :

a. Prefertilized Fecundity, yaitu jumlah telur di dalam ovarium sebelum

terjadi pembuahan.

b. Fertilized Fecundity, yaitu jumlah telur di dalam ovarium.

c. Larval Fecundity, yaitu jumlah telur yang sudah menetas menjadi

larva tetapi belum dikeluarkan ( Effendie , 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi fekunditas ikan yaitu umur,

panjang, bobot ikan, species dan kondisi lingkungan seperti ketersediaan

pakan, temperature air dan kuantitas pakan. Ikan yang tua dan besar

ukurannya mempunyai fekunditas relatif lebih kecil. Umumnya fekunditas

relatif lebih tinggi dibandingkan dengan fekunditas individu. Fekunditas

relatif akan menjadi maksimum pada golongan ikan yang masih muda

(Nikolsky, 1969).

Pada umumnya terdapat hubungan antara berat, panjang, umur,

cara penjagaan (parental care) serta ukuran butir telur. Ikan-ikan yang

mempunyai kebiasaan tidak menjaga sama sekali telurnya setelah

memijah, biasanya mempunyai fekunditas yang sangat tinggi. Sebaliknya

ikan-ikan yang menjaga telurnya secara baik fekunditasnya rendah

( Sumantadinata, 1981 ).

42
MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Bahan

Bahan yang digunakan dalm praktikum ini adalah telur ikan

Tawes (Puntius javanicus) dan Nilem (Osteochilus haselti)

3.1.2. Alat

Pada praktikum kali ini, alat-alat yang digunakan antara lain:

gelas ukur, timbangan, gunting, kertas penghisap atau tisu,

penggaris, lup, dan kertas karbon

3.2. Cara Kerja

Ikan dimatikan dan ukur panjang dan beratnya. Lalu dilakukan

pembedahan dengan hati-hati agar gonad tidak rusak kemudian gonad

diambil dan dikeringkan dengan kertas penghisap. Volume seluruh telur

diukur dengan teknik pemindahan air menggunakan gelas ukur. Gonad

dikeringkan kemudian diambil sebagian telur dan diukur volumenya

seperti cara di atas, setelah diketahui volumenya, dihitung jumlah

telurnya. Rumus perhitungannya adalah :

X:x=V:v

Dimana : X = Jumlah telur dalam gonad (fekunditas)

x = Jumlah sebagian telur yang dihitung

V = Volume seluruh gonad

v = Volume sebagian gonad

43
3.3. Waktu dan Tempat

Praktikum Biologi Perikanan dilaksanakan pada hari Minggu, pada

pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB. Di lab. Akuatik

Perikanan dan Kelautan UNSOED, Purwokerto.

44
I. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel Fekunditas
Volume Volume
Jumlah
seluruh sebagian Fekunditas
Ikan sebagian
Gonad (V) Gonad (v) (X)
Telur (x)
(ml) (ml)
IKAN TAWES

(Puntius 35 0,1 460 161000

javanicus)
IKAN NILEM

(Osteochilus 11 0,1 152 16720

haselti)

4.2. Pembahasan

Ikan yang digunakan dalam praktikum ini menggunakan dua jenis

ikan, yaitu ikan Tawes (Puntius javanicus) dan ikan Nilem (Osteochilus

haselti). Nilai fekunditas pada ikan Tawes yaitu 161.000 butir/ml dan ikan

Nilem memiliki nilai fekunditas sebesar 16.720 butir/ml.

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh nilai fekunditas tertinggi pada

ikan Nilem sebanyak 16720 butir. Nilai fekunditas terendah pada ikan

Tawes yaitu sebanyak 161000 butir. Data tersebut menunjukkan adanya

perbedaan nilai fekunditas dikarenakan perbedaan bobot tubuh ikan.

Walaupun tidak dilakukan pengukuran bobot tubuh maupun panjang

tubuh pada ikan, volume gonad dapat mewakili bahwa berat dan panjang

ikan berpengaruh pada fekunditas. Hal ini berarti dapat dikatakan bahwa

45
panjang dan berat ikan erat hubungannya dengan tinggi rendahnya

fekunditas ikan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Effendie (2002)

bahwa fekunditas sering dihubungkan dengan panjang dari pada berat,

karena panjang penyusutannya kecil sekali, tidak seperti berat yang dapat

berkurang dengan mudah. Sedangkan fekunditas mutlak sering

dihubungkan dengan berat, karena berat lebih mendekati kondisi ikan itu

daripada panjang.

Fekunditas merupakan jumlah telur yang terdapat dalam ovarium

sebelum ikan tersebut memijah. Fekunditas digunakan untuk menunjukan

kemampuan induk untuk menghasilkan anak ikan dalam suatu

pemijahan. Ikan yang diamati fekunditasnya adalah ikan Tawes dan ikan

Nilem. Hasil perhitungan nilai fekunditas yang diperoleh berbeda satu

sama lain dikarenakan perbedaan jenis spesies ukuran tubuh ikan.

Perhitungan telur untuk mengetahui nilai fekunditasnya dilakukan dengan

cara volumetri yaitu dengan cara mengukur volume seluruh telur dengan

teknik pemindahan air kemudian sebagian jumlah telur tersebut dapat

diukur volume dan jumlah telurnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fekunditas menurut Hardjomulia

(1998) adalah:

1. Panjang dan bobot tubuh ikan.

Semakin berat atau panjang ikan maka sekunditasnya semakin

tinggi.

2. Umur.

46
Ikan yang berumur tua akan mengalami kemunduran aktivitas

reproduksi sedangkan ikan umur reproduksi akan menghasilkan

banyak telur.

3. Kualitas dan kuantitas pakan.

Berhubungan dengan telur yang dihasilkan oleh ikan yang cepat

pertumbuhannya, lebih gemuk dan lebih besar. Mekanismenya

berhubungan dengan pemasakan oosit dan pengisapan telur.

4. Suhu air.

Berpengaruh secara tidak langsung terhadap fekunditas.

5. Kedalaman air dan oksigen terlarut.

Ikan-ikan yang mempunyai kebiasaan tidak menjaga sama sekali

telurnya setelah memijah, biasanya mempunyai fekunditas yang sangat

tinggi. Sebaliknya ikan-ikan yang menjaga telurnya secara baik

fekunditasnya rendah. (Sumantadimata, 1981)

47
V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagi berikut:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi fekunditas pada ikan Tawes

(Puntius javanicus) dan ikan Nilem (Osteochilus haselti) antara lain,

jumlah makanan, persediaan makanan, bentuk tubuh ikan, kondisi

lingkungan, proses metabolisme, tingkat kematangan gonad dan juga

kualitas telur.

2. Hubungan ukuran tubuh ikan berkorelasi positif dengan jumlah

telur yang dihasilkan, semakin besar ukuran tubuh ikan maka jumlah

telur yang dihasilkan semakin tinggi.

3. Jenis ikan yang memiliki parental care tinggi maka memiliki

nilai fekunditas yang rendah, karena nantinya anaknya akan diasuh

oleh induknya dan lebih terlindung dari predator.

48
DAFTAR PUSTAKA

Effendie, M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri: Cikuray-


Bogor.

___________.1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112


hal.

___________.2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka


Nusantara:Yogyakarta.

Hardjomulia, A. 1998. Budidaya Perikanan. Departemen Perikanan. Bogor.

Nikolsky, G. V. 1969, Theory of Fish Population Dynamic, as the Biological


Background of Rational exploitation and The Management of Fishery
Resource, translated by Bbrandley Oliverand Boynd, 323 pp.

Satyani, Darti.2003.Pengaruh Umur Indeks Ikan Cupang (Betta Splenden


Regan) dan Jenis Pakan Terhadap Fekunditas dan Produksi
Larvanya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 9. No. 4.: (3-17)

Sumantadinata, Komar. 1981. Pengembangbiakan Ikan-ikan Peliharaan di


Indonesia. PT Hudaya: Bogor.

Sutisna, Dedy Heryadi. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius.


Yogyakarta

49
Lampiran Fekunditas

Perhitungan Tawes (Puntius Javanicus)

Diketahui: V = 35 ml

v = 0,1 ml

x = 460 butir

Ditanyakan: X = …?

Jawab: X : x = V : v

X V
=
x v

V .x
X =
v

35 .460
= =161000
0 .1

Perhitungan Nilem (Osteochilus haselti)

Diketahui: V = 11 ml

v = 0,1 ml

x = 152 butir

Ditanyakan: X = …?

Jawab: X : x = V : v

X V
=
x v

V .x
X =
v

11 .0,1
= =16720
0.1

50
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perkembangan gonad pada suatu jenis ikan selalu menjadi

perhatian bagi peneliti-peneliti reproduksi dimana peninjauannya

dilakukan dari berbagai aspek yang termasuk di dalam gonad baik

terhadap individu maupun populasi. Dalam individu telur terdapat proses

yang dinamakan villetogenesis yaitu terjadinya pengendapan kuning telur

pada tiap-tiap individu telur.

Suatu jenis ikan akan mulai bertelur (masak kelamin) pada

umumnya berbeda dengan jenis ikan lainnya, sebab masing-masing jenis

ikan mengalami perkembangan gonad dengan lama waktu yang berbeda-

beda atau sesuai dengan umur yang harus dicapai oleh suatu jenis ikan

untuk mulai bertelur. Perkembangan gonad ikan pada umumnya dengan

pertambahan umur ikan, yaitu semakin dewasa seekor ikan maka

perkembangan gonadnya akan semakin sempurna untuk mengadakan

pembentukan dan pemasakan telur.

Di perkembangan gonad didalam reproduksi, sebagian dihasilkan

dari metabolism tertuju kepada perkembangan gonad. Berat gonad

semakin bertambah dan mencapai maksimum ketika ikan akan memijah,

kemudian beratnya menurun setelah pemijahan. Percobaan kondisi gonad

ini dapat dinyatakan dengan suatu indeks kematangan gonad dinyatakan

sebagai berat gonad dibagi beserta tubuh ikan (termasuk gonad)

dikalikan 100 %.

51
1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum pengamatan indeks kematangan gonad (IKG)

adalah untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dalam gonad

secara kuantitatif.

52
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tahap kematangan adalah perkembangan sel telur menjadi semakin

besar, berisi kuning telur dan akan diovulasikan pada ikan yang telah

dewasa. Proses pematangan gonad pada ikan yang telah dewasa dan

induk sebenarnya terjadi mulai dalam masa oosit muda dan bukan dari

calon telur (Billard, 1992).

Perkembangan gonad pada ikan betina umumnya disebut dengan

istilah perkembangan ovarium mempunyai tingkat perkembangan sejak

masa pertumbuhan hingga masa reproduksi yang dapat dikategorikan

kedalam beberapa tahap. Jumlah tahapan tersebut bervariasi bergantung

kepada spesies maupun peneliti yang mengamati perkembangan ovarium

tersebut. Perkembangan ovarium bergantung pada tingkat kematangan

gonad pada tiap masing–masing waktu yang berbeda (Effendie, 1979).

Pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan dua cara, yang

pertama cara histologi dilakukan di laboratorium. Yang kedua cara

pengamatan morfologi yang dapat dilakukan di laboratorium dan dapat

dilakukan di lapangan. Dari penelitian secara histologi akan diketahui

anatomi perkembangan gonad menjadi lebih jelas dan mendetail.

Sedangkan hasil pengamatan secara morfologi tidak akan sedetail cara

histologi, namun cara morfologi ini banyak dilakukan para peneliti

(Effendi, 2002).

Morfologi gonad dan corak warna digunakan untuk membedakan

tingkat kematangan. Hal tersebut bermanfaat untuk menentukan masa

memijah secara umum dan menentukan langkah lanjut untuk

pengelolaannya. Akan tetapi kelemahannya adalah gonad yang telah

53
ditentukan dengan cara tersebut termasuk tingkat kematangan tinggi

(Lam, 1983).

54
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum adalah timbangan,

kertas penghisap dan alat bedah

3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah ikan Nilem

dan ikan Tawes dengan berbagai tingkat kematangan gonad.

3.2 Cara kerja

Ikan yang sudah mati ditimbang bobotnya kemudian lakukan

pembedahan dengan hati-hati agar gonad tidak rusak. Mengangkat

seluruh gonad dengan hati-hati kemudian dikeringkan dengan kertas

penghisap. Menimbang gonad yang telah dikeringkan. HItung nilai IKG

dengan rumus :

Bg
IKG = X 100%
Bt

Dimana : Bg = Berat gonad

Bt = Berat tubuh

Kemudian tentukan stadium kematangan gonad ikan.

3.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Biologi Perikanan dilaksanakan pada hari Minggu, pada

pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB. Di lab. Perikanan

dan Kelautan, UNSOED,Purwokerto.

55
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel Indeks Kematangan Gonad

N Berat Berat Tubuh


Nama Ikan IKG (%)
o Gonad (gr) (gr)
Ikan Tawes Betina
1
(Puntius Javanicus) 37 268,5 13,8%
Ikan Tawes Jantan
2 7 365,5 1,9%
(Puntius Javanicus)
Ikan Nilem

3 (Osteochilus 12 12 21 %

haselti)

4.2. Pembahasan

Berdasarkan data hasil praktikum, besarnya indeks kematangan

gonad (IKG) terhadap ikan Nilem (Osteochilus haselti), mempunyai nilai

yang relatif tinggi. Hal ini dilihat bahwa nilai ikan Nilem tersebut IKG-nya

21% sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan Nilem tersebut telah siap

memijah. Ikan dikatakan matang gonad dan siap memijah bilamana IKG >

19 %. Dan indeks tersebut semakin bertambah besar dan nilai tersebut

akan mencapai batas kisar maksimum pada saat akan terjadi pemijahan

(Johnson, 1971).

Pada ikan Tawes jantan diperoleh indeks kematangan gonadnya

adalah 1,9% dan indeks kematangan gonad ikan Tawes betina 13,8%.

Pada ikan tawes ini menunjukkan bahwa gonad yang didapati belum

cukup matang dan belum siap untuk mijah. Dari perbandingan dua spisies

56
ikan ini, ikan Tawes yang memiliki berat tubuh lebih besar maka memiliki

berat gonad yang lebih besar pula. Dari asumsi tersebut, maka dapat

dikatakan bahwa berat tubuh sangat mempengaruhi IKG ikan, yaitu

semakin tinggi berat tubuh maka nilai IKG semakin besar. Hal ini sesuai

dengan pendapat Effendi (2002) bahwa secara alamiah ukuran dan berat

tubuh ikan dapat digunakan sebagai tanda utama untuk mengetahui

kematangan gonad.

Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan

gonad sebelum dan sesudah ikan itu berpijah. Tiap-tiap spesies ikan pada

waktu pertama kali gonadnya menjadi masak tidak sama ukurannya.

Demikian pula ikan yang sama spesiesnya. Dalam biologi perikanan,

pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan

untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan

reproduksi dan yang tidak. Mengetahui ukuran ikan untuk pertama kali

gonadnya menjadi masak, ada hubungannya dengan pertumbuhan ikan

itu sendiri dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya.

Proses kematangan merupakan perkembangan sel telur menjadi

besar, berisi kuning telur dan siap diovulasikan oleh ikan. Dari data

diketahui dari seluruh ekor ikan semuanya telah mengalami kematangan

gonad, namun berbeda dalam kesiapan pemijahannya. Hal ini terjadi

karena menurut Billard (1992), bahwa kematangan gonad dan

keberhasilan pemijahan berhubungan dengan ukuran dan umur ikan.

Semakin besar ukuran ikan, jumlah telurnya akan semakin banyak, ukuran

telurnya juga relatif lebih besar demikian pula kualitasnya semakin baik.

57
Tingginya nilai IKG pada ikan terjadi karena ikan-ikan tersebut

mudah beradaptasi terhadap lingkungan yang ditunjukan oleh tingkat

kematangan gonadnya (Suhenda, Bagenel dan Braum 1968). Effendie

(2002) menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor utama yang mampu

mempengaruhi kematangan gonad ikan , antara lain suhu dan makanan ,

tetapi secara relatif perubahannya tidak besar dan di daerah tropik gonad

dapat masak lebih cepat. Kualitas pakan yang diberikan harus mempunyai

komposisi khusus yang merupakan faktor penting dalam mendukung

keberhasilan proses pematangan gonad dan pemijahan.

Indeks Kematangan Gonad atau “Gonado somatic Index“ (GSI) akan

semakin meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada

saat terjadi pemijahan. Pada ikan betina nilai IKG lebih besar dibandingkan

dengan ikan jantan. Adakalanya IKG dihubungkan dengan Tingkat

Kematangan Gonad (TKG) yang pengamatannya berdasarkan ciri-ciri

morfologi kematangan gonad, sehingga akan tampak hubungan antara

perkembangan di dalam dengan di luar gonad. Nilai IKG akan sangat

bervariasi setiap saat tergantung pada macam dan pola pemijahannya.

58
V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan :

1. Indeks kematangan gonad Ikan Tawes jantan (Puntius javanicus) 1,9%

dan ikan Tawes betina 13,8% sedangkan pada ikan Nilem (Osteochilus

haselti) dan 21%.

2. Kematangan gonad dan keberhasilan pemijahan berhubungan dengan

ukuran dan umur ikan. Semakin besar ukuran ikan , jumlah telurnya

akan semakin banyak , demikian pula kualitasnya semakin baik.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi IKG :

a. Lingkungan: suhu, salinitas, kualitas air, predator.

b. Nutrisi.

59
DAFTAR PUSTAKA

Billard, R. 1992. The Reproductive Cycle of Male and Female. Brown-Troot


(SAlmo Eruta Tarto) : A Quantitative Study. INRA Stationale.
Physicologic Animale. 12. pp.

Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Cikuray-
Bogor.

___________. 2002. Biologi Perikanan.Yayasan Pustaka


Nusantara.Yogyakarta.

Johnson,J.E. 1971.Maturity and Fecundity of Threadfinshad, Dorosona


Petenense (Eunther), In CentralArizona Recervoirs. Trans, Amer.Fish.
soc. 100 (1) :74- 85.

Lam, T. J. 1983. Environmental Influence on Gonadal Activity in Fish. In.


Fish Physicology.Academic Press-New York – Toronto. P. 65-68.

Bagenal, T.B. and E. Braum, 1968. Eggs and Early Life History, dalam W.E.
Ricker ed. Methods foe Assesments of Fish production in Fresh
Water. Blackwell Scientific Publication, p 159 – 181.

60
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Istilah sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai

pertambahan ukuran panjang atau berat dalam satuan waktu, sedangkan

pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah. Akan tetapi

kalau kita lihat lebih lanjut , sebenarnya pertumbuhan itu merupakan

proses biologi yang kompleks, di mana banyak faktor yang

mempengaruhinya.

Dari segi pertumbuhan, kelompok sel suatu jaringan dalam bagian

tubuh digolongkan menjadi bagian yang dapat diperbaharui, bagian yang

dapat berkembang dan bagian yang statis. Pada bagian tubuh yang dapat

diperbaharui mempunyai sel- sel dengan daya membelah secara mitosis

dengan cepat di dalam pertumbuhan, serta dapat dianggap sebagai suatu

fungsi dari panjang.

Hubungan panjang dan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu

bahwa berat ikan merupakan pangkat tiga dari panjangnya, tetapi

hubungan yang terdapat pada ikan tidak demikian karena bentuk dan

panjang ikan bebeda-beda.

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tipe

pertumbuhan ikan berdasarkan ukuran panjang dan berat.

61
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, dapat panjang atau berat

dalam waktu tertentu (Effendi, 1979). Sesudah masa larva terakhir

bentuk ikan hampir serupa dengan induk. Beberapa bagian tubuhnya

meneruskan pertumbuhannya. Pada umumnya perubahan tadi hanya

merupakan perubahan kecil saja seperti panjang sirip dan kemontokan

tubuh. Selain itu terdapat pula perubahan yang bersifat sementara

misalnya perubahan yang berhubungan dengan kematangan gonad.

Perubahan-perubahan ini dinamakan pertumbuhan allometrik dan

heterogenik. Apabila ikan terdapat perubahan terus menerus secara

proporsional dalam tubuhnya dinamakan pertumbuhan isometric dan

isogenik.

Ikan juga mempunyai panjang tubuh, panjang tubuh tersebut

termasuk dalam sifat morfometrik dan di bagi menjadi dua bagian, yaitu

panjan total dan panjang baku. Panjang total adalah jarak antara ujung

kepala terdepan atau ujung rahang terdepan, sampai ke ujung ekor atau

ujungbsirip ekor yang paling belakang. Panjang baku adalah jarak antara

ujung kepala terdepan, dan pelipatan pangkal ekor. Pelipatan pangkal

ekor yaitu bagian pada pangkal ekor yang dapat dilekukan.

Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi panjang. Hubungan

panjang dan berat hampir mengikuti hukum feubik, yaitu bahwa berat

ikan merupakan pangkat tiga dari panjangnya, tetapi hubungan yang

terdapat pada ikan tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan

bebeda-beda. Maka hubungan tadi selamanya mengikuti hukum pubik

tetapi dalam suatu bentuk.

62
Harga eksponen ini telah diketahui dari 398 populasi ikan berkisar

1,2- 4,0 mm, namun kebanyakan dari harga n tadi berkisar dari 2,4- 3,5.

Bilamana harga n sama dengan 3 menunjukan bahwa pertumbuhan ikan

tidak berubah bentuknya. Pertambahan panjang ikan seimbang dengan

pertambahan beratnya (Carlander, 1969).

Pertumbuhan demikian seperti telah dikemukakan adalah

pertumbuhan Isometrik. Sedangkan apabila nilai n lebih besar atau lebih

kecil dari 3 dinamakan pertumbuhan alometrik. Kalau harga n kurang dari

3 menunjukan ikan itu kurus dimana pertambahan panjang lebih cepat

dari pertambahan beratnya. Kalau harga n lebih dari 3 menunjukan ikan

itu montok, dimana pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan

panjangnya (Effendie, 2002).

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghitung panjang

dan berat ikan menurut Rausenfell dan Everhart (1975) ialah dengan

mengunakan regresi. Sedangkan menurut Larger (1961) yaitu dengan

menghitung terlebih dahulu logaritma dari tiap-tiap panjang dan berat

ikan.

63
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan timbangan, Penggaris plastik, Nampan,

preparat, Milimeterblok di laminating.

3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan yaitu ikan Nilem.

3.2. Cara kerja

1. Mengukur panjang dan berat Ikan Nilem

10 5W
2. Menghitung faktor kondisi dengan rumus : K =
L3

Dimana :

W = Berat rata-rata ikan yang sebenarnya yang terdapat dalam

kelasnya (gram)

L = Panjang rata-rata ikan yang terdapat dalam kelas tersebut

(mm)

3. Menghitung nilai b (untuk mengetahui hubungan panjang dan

berat)

W= a L b (a dan b konstanta)

Log W= Log a – b Log L

Dari persamaan diatas dapat ditentukan harga a, sedangkan W dan

L sudah diketahui. Untuk mencari Log a :

Log a = ∑log Wx ∑(log L) − ∑log Lx ∑(log LxLogW )


2

nx ∑(log L) − (∑log L)
2 2

Untuk mencari harga b menggunakan rimus :

64
b=
∑log W − (nx log a)
∑log L
4. Membuat daftar yang tersusun dari harga-harga L, Log L, W,

Log W, Log L x Log W, (Log L)2

Menghitung nilai b (untuk mengetahui hubungan panjang dan berat)

log W = a ⋅ b ⋅ L (a dan b konstan)

log w = log a + b log L

Dari persamaan tersebut dapat ditentukan harga a, sedangan W dan

L sudah diketahui. Untuk mencari log a :

Masing-masing harga b dapat ditafsirkan sebagai berikut :

b< 3 = pertambahan panjang ikan tersebut lebih cepat pertambahan

beratnya.

b= 3 = pertambahan panjang sama dengan pertambahan beratnya

b>3 = pertambahan panjang ikan tidak secepat pertambahan

beratnya.

Pertambahan yang seimbang disebut pertambahan isometric dan

pertumbuhan yang tidak seimbang disebut alometrik.

3.3. Waktu dan Tempat

Praktikum Biologi Perikanan dilaksanakan pada hari Kamis, pada

pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB. Di lab. Aquatik

Perikanan dan Kelautan, UNSOED Purwokerto.

65
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel hubungan panjang dan berat

NO L log L W (gr) log W log L x log W (log L)²

(mm)
1 1150 3,06 17 1,23 3,76 9,36
2 1340 3,13 27 1,43 4,47 9,79
3 1290 3,11 26,5 1,42 4,41 9,67
4 1050 3,02 14 1,15 3,47 9,12
5 1250 3,1 24,5 1,39 4,39 9,61
6 1240 3,09 19,5 1,29 3,98 9,54
7 1150 3,06 17,5 1,24 3,80 9,36
8 1550 3,19 48,5 1,69 5,39 10,18
9 1320 3,12 30 1,48 4,61 9,73
10 1170 3,07 20,5 1,31 4,02 9,42
11 1320 3,12 29,5 1,47 4,59 9,73
12 1360 3,13 32,5 1,51 4,73 9,79
N 15190 37,2 307 16,6 51,62 115,3

4.2. Pembahasan

Pengamatan berat dan panjang ikan merupakan suata cara untuk

mengetahui tipe pertumbuhan apa yang dimiliki ikan tersebut dimana

panjang rata–rata ikan Nilem 1265,8 mm dan beratnya 25,6 gr. Dari hasil

perhitungan yang dilakukan nilai b yang didapat pada ikan Nilem adalah –

9,68. Teori yang dikemukakan oleh Carlander (1969) mengenai

pertumbuhan allometrik adalah harga b lebih dari tiga menunjukan ikan

itu montok, pertambahan panjang ikan tidak cepat dari pertambahan

beratnya.

Pada praktikum kali ini hasil yang diperoleh ternyata menunjukan

bahwa ikan Nilem terjadi pertumbuhan yang tidak seimbang atau

66
alometric. Hal ini didapat dari nilai b kurang dari tiga berarti pertambahan

panjang ikan tersebut lebih cepat dari pada pertmbahan beratnya.

Faktor kondisi ikan diketahui untuk menyatakan kemontokan ikan,

faktor kondisi merupakan salah satu derivate penting dalam pertumbuhan

yang menunjukan keadaan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk

survival dan reproduksi selama pertumbuhan. Faktor umum yang

mempengaruhi tipe pertumbuhan panjang dan berat adalah faktor yang

sukar di kontrol, diantaranya ialah keturunan, sex, umur parasit dan

penyakit. Dalam satu kultur, faktor keturunan mungkin dapat dikontrol

dengan mengadakan seleksi untuk mencari ikan yang baik pertumbuhan

panjang dan beratnya. Tetapi kalu dalam alam tidak ada kontrol yang

dapat di terapkan. Juga faktor seks tidak dapat di kontrol.

Faktor-faktor kondisi tersebut dihitung berdasarkan hubungan

panjang dan berat, yaitu berdasarkan kelompok umur, kelompok panjang

tertentu atau sebagian dari populasi (Pantulu, 1963). Carlender (1968)

menambahkan bahwa nilai-nilai faktor kondisi relatif berfluktuasi dengan

ukuran ikan dimana ikan yang berukuran kecil mempunyai kondisi relatif

yang tinggi, kemudian menurun ketika ikan bertambah besar. Hal ini

berhubungan dengan perubahan makanan ikan tersebut yang berasal dari

ikan pemakan plankton atau ikan herbivora berubah menjadi ikan

karnivora.

Pengamatan dan pehitungan faktor kondisi ikan Nilem (Osteochilus

haselti) diperoleh nilai faktor kondisi (K) sebesar 12,62x10ˉ. Faktor

kondisi dapat dijadikan parameter kapasitas fisik untuk survival dan

reproduksi (Effendi, 1997). Dimana faktor kondisi tergantung pada jumlah

67
dan nilai gizi makanan yang tersedia, umur, jenis kelamin, faktor

lingkungan (Effendi, 1979).

68
V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil perhitungan diperoleh nilai b ikan Nilem (Osteochilus haselti)

adalah -9,68.

2. Pertambahan panjang ikan tidak secepat pertambahan beratnya (b<

3). Karena tidak seimbang maka disebut alometrik dimana

pertambahan panjang ikan tidak secepat pertambahan berat

tubuhnya.

3. Faktor yang mempengaruhi :

a. Berdasarkan kelompok umur

b. Kelompok panjang tertentu atau sebagian dari populasi

69
DAFTAR PUSTAKA

Carlander, K.D. 1969. Notes of Fisheries Management. Lowa State


University, Unpublished.

Effendi, M.I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112
hal.

__________. 1979. Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

Lagler,K.F. 1961. FreshwaterFishery Biology. Second Edition WM. Brown


Co.
Dubuque, Lowa.

Rounsefell, G.A. and W.H Everhart. 1953. Fisheries Science, Its Metode
and
Aplication. John Willey and Sons, 444 pp.

Pantulu, V. R. 1963. Studies on the Age and Growth, Fecundity and


Spawning
of Osteogeneious Millitaris (Linn). J. Cons. Int. Explor. Mer. 28 (2) :
295-
315.

Everhart, W. H., A. W. Eipper and W. D. Youngs. 1975. Principles of Fishery


Science. Cornell Univ. Pross. 288p.

70
Lampiran
Perhitungan Hubungan Panjang Dan Berat

Perhitungan :
Log a= ∑log Wx ∑(log L) − ∑ log Lx ∑(log LxLogW )
2

nx ∑(log L ) −( ∑log L)
2 2

16 ,6 x115 ,3 −37 ,2 x51,62


=
12 x115 ,3 −(37 ,2) 2
16 ,6 x115 ,3 −37 ,2 x51,62
=
12 x115 ,3 −1383 ,8
1913 ,98 −1920 ,26
=
1383 ,6 −1383 ,8
−6,28
=
−0,2
b= ∑
= 31,4
log W −( nx log a )
∑log L
16 ,6 −(12 x31,4)
=
37,2
−360 ,2
=
37 ,2
b =<−9,68
3 = pertambahan panjang ikan tersebut lebih cepat

pertambahan beratnya. Karena tidak seimbang maka disebut alometrik.


10 5W
K =
L3
10 5 x 25 ,6
=
(1265 ,8) 3
25 ,6 x10 5
=
(1265 ,8) 3
= 0,001262
=12 ,62 x10 −4

I. PENDAHULUAN

71
1.1. Latar Belakang

Telur adalah suatu sel yang terdiri dari ooplasma (plasma sel dan

telur) dan inti sel. Inti sel sering disebut gelembung lembaga (vesikula

germination) yang didalamnya terdapat plasma inti, anak inti, dan

kromosom. Telur berbentuk bulat dengan ukuran inti tampak besar

dibandingkan sitoplasma, oogonia kemudian membesar menjadi oosit

primer. Komposisi telur yang dikandung dalam suatu tingkat kematangan

gonad umumnya tidak homogen, melainkan terdiri dari beberapa tipe telur

primitif, telur yang berkembang, telur hampir masak, atau masak, serta

telur dalam tingkat kemunduran.Telur yang baru keluar dari tubuh induk

ikan sebaiknya jangan terlalu lama dibiarkan pada suhu ruangan. Untuk

menjaga kualitasnya dapat dilakukan proses pengawetan. Pengawetan

disini merupakan proses penyimpanan bahan dengan berbagai cara,

menggunakan larutan pengawet atau dengan proses pendinginan.

Larutan yang biasa digunakan sebagai bahan pengawet adalah

larutan formalin. Formalin telah terbukti mampu memperpanjang umur

simpan tetapi penggunaannya dilarang kaena sebenarnya formalin lebih

sesuai dipergunakan sebagai antiseptik untuk membunuh bakteri pada

dunia kedokteran. Berdasarkan berbagai penelitian formalin tergolong

sebagai karsinogen, yaitu senyawa yang dapat menyebabkan timbulnya

kanker.

Pendinginan merupakan salah satu proses pengawetan yang

biasanya dapat memperpanjang masa simpan bahan selama beberapa

hari, beberapa minggu bahkan beberapa bulan. Larutan gilson baik untuk

72
digunakan di dalam penelitian fekunditas, bukan saja mengeraskan telur

tetapi dapat juga melepaskan serta menghancurkan jaringan ovarium.

1.2. Tujuan

Tujuan praktikum pengawetan telur ikan adalah untuk mengetahui

struktur, warna, dan bentuk dari ikan yang diawetkan dengan larutan

formalin, larutan gilson, dan cara pendinginan

73
II. TINJAUAN PUSTAKA

Telur merupakan suatu sel yang terdiri dari ooplasma (plasma sel

dan telur) dan inti sel. Inti sel sering disebut gelembung lembaga yang

didalamnya terdapat plasma inti, anak inti dan kromosom. Telur ikan

ovipar dibungkus oleh lapisan ekstraseluler yang disebut chorion atau

bungkus vitelin. Menurut Sutisna (1995), menyatakan bahwa chorion

terbentuk bersamaan dengan proses terjadinya pemasukan telur.

Penelitian telur perlu memperhatikan banyak faktor yang

memegang peranan. Banyak pola pemijahan di Indonesia sehingga

didapat bermacam telur dengan tingkat berkembangan yang berbeda.

Tidak semua telur ikan mempunyai bentuk yang sama, namun ada telur

yang mempunyai bentuk dan ukuran yang hampir sama. Beberapa macam

tanda yang dapat dipakai untuk menggolongkan telur ikan diantara tanda-

tanda tersebut adalah bentuk telur, butir minyak, warna, keadaan

permukaan butir kuning telur. Ukuran telur ikan 1590-1670 micron

(Delsman, 1929).

Pengawetan adalah penyimpanan bahan pangan yang tidak dapat

disimpan pada suhu ruang. Penyimpanan dapat di perpanjang dengan

penyimpanan pada suhu rendah, dikeringkan dengan sinar matahari atau

panas buatan, dipanaskan dengan perebusan, peragian dengan bantuan

ragi atau dengan penggunaan garam, gula, dan asam (LPTP, 1995).

Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan pada suhu di atas

beku (0 o C), sedangkan pembekuan dilakukan di bawah titik beku.

Pengawetan dengan jalan pendinginan dapat dilakukan dengan

penambahan es yang berfungsi mendinginkan dengan cepat, kemudian

74
menjaga suhu selama penyimpanan. Jumlah es yang digunakan

tergantung pada jumlah dan suhu (Yudhi, 2008).

Senyawa kimia formaldehida disebut juga metanal, merupakan

aldehida berbentuk gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida dapat

dihasilkan dari pembakaran yang mengandung karbon. Formalin adalah

larutan formaldehida dalam air, dengan kadar antara 10%-40%

(Sudarmadji, 1997). Formalin 100% (sama dengan 40%) harus dilarutkan

sebelum digunakan. Satu bagian formalin pekat ditambah sembilan bagian

air menjadi formalin 10%. Larutan formalin 10% inilah yang banyak atau

sangat umum dipakai di dalam bermacam-macam penelitian. Sering sekali

pada waktu mengambil contoh di lapangan tidak tersedia cukup waktu

untuk mengadakan seksi atau membedah ikan untuk diambil atau

diperiksa gonadnya, terlebih-lebih kalau contoh ikan yang diambilnya

dalam jumlah yang banyak sehingga pekerjaan untuk memeriksa gonad

tadi tidak mungkin dilakukan di lapangan. Dalam hal demikian maka ikan-

ikan tersebut langsung diawetkan dalam formalin 10%. Kalau ikan

tersebut berukuran besar, di bagian perutnya diberi goresan pisau terlebih

dahulu sebesar satu atau dua cm agar formalinnya dapat masuk ke dalam

rongga perut dan isi perut tadi tidak menjadi busuk.

Larutan Gilson merupakan larutan yang dapat membunuh dan

masuk secara cepat ke dalam jaringan tanpa menyebabkan menciutnya

jaringan. Komposisi larutan Gilson adalah merkuri klorida jenuh 20 bagian

(merkuri klorida 10 gr, akuades 100cc), 1 % larutan asam kromat 20

bagian, asam nitrat 2 bagian, dan asam asetat glacial 2 bagian (Linder,

1992).

75
III. MATERI DAN METODE

3.1 Materi

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol film, kertas

label, tempat pendinginan, pinset, mikroskop objektif dan mikroskop

okuler, timbangan digital.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah telur ikan tawes

dan telur ikan nilem, larutan formalin, dan larutan gilson.

3.2 Cara kerja

1. Telur ikan tawes dan telur ikan nilem masing-masing ditimbang

sebanyak 2 gram untuk 3 perlakuan.

2. Telur ikan yang sudah ditimbang di masukkan kedalam botol film

dan diberi keterangan dengan kertas label.

3. Simpan telur tersebut selama 1 minggu, kemudian diamati struktur,

bentuk, dan warna telur.

4. Gambar dan ukur diameter telur

5. Hasil yang diperoleh dicacat.

3.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Biologi Perikanan dilaksanakan pada hari Kamis, pada

pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB. Di lab. Aquatik

Perikanan dan Kelautan, UNSOED Purwokerto.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

76
4.1. Hasil

Tabel 1. hasil pengawetan Diameter Telur

Ikan Nilem Ikan Tawes


Diameter Hasil Diameter Hasil
x 0,025= 36 x 0,025= 0,9

1,45 34 x 0,025=

x 0,025= 34 0,85
58
1,225 38 x 0,025=
49
x 0,025= 37 0,85
PENDINGINAN
66
1,65 x 0,025=
65
x 0,025= 0,95
65
1,625 x 0.025=

x 0.025= 0,925

1,625
1,52 0,9

FORMALIN Ikan Nilem Ikan Tawes


Diameter Hasil Diameter Hasil

77
39 x 0,025= 18 x 0,025=

35 0,975 20 0,45

38 x 0,025= 19 x 0,025= 0,5

43 0,875 14 x 0,025=

36 x 0,025= 19 0,475

0,95 x 0,025=

x 0,025= 0,35

1,075 x 0.025=

x 0.025= 0,475

0,9
0,96 0,45

Ikan Nilem Ikan Tawes


Diameter Hasil Diameter Hasil
35 x 0,025= 21 x 0,025=

37 1,45 20 0,525

40 x 0,025= 22 x 0,025= 0,5

36 1,225 20 x 0,025=

35 x 0,025= 19 0,55
GILSON
1,65 x 0,025= 0,5

x 0,025= x 0.025=

1,625 0,475

x 0.025=

1,625
0,92 0,475

78
Gambar 1. Telur setelah pengawetan dengan Larutan Formalin

Telur ikan Tawes

Telur Ikan Nilem

Gambar 2. Telur setelah pengawetan dengan Larutan Gilson

Telur Ikan Tawes

Telur Ikan Nilem

79
Gambar 3. Telur setelah pengawetan dengan cara Pendinginan

Telut ikan Tawes

Telur Ikan nilem

Tabel 2. Pengamatan Telur Ikan

Ikan Tawes (Puntius javanicus)

No Pengamatan Formalin Gilson Pendinginan


1. Bentuk Tidak Tidak Bulat

2. Warna sempurna sempurna Hitam (kuning di

3. Struktur Hitam Hitam tengah)

4. Diameter Non- Non- Adhesive

adhesive adhesive 0,9 mm

0,45 mm 0,51 mm

Ikan Nilem (Osteochilus haselti)

No Pengamatan Formalin Gilson Pendinginan


1. Bentuk Tidak Bulat Bulat

2. Warna sempurna Hitam Hitam

80
3. Struktur Hitam Adhesive Adhesive

4. Diameter Adhesive 0,92 mm 1,52 mm

0,96 mm

4.2. Pembahasan

Dari hasil praktikum diperoleh adanya perbedaan dari 3 perlakuan

pengawetan telur ikan. Pada telur yang diberi perlakuan dengan

pengawetan larutan formalin telur mengalami kerusakan. Pada telur ikan

Tawes bentuknya tidak sempurna, warnanya hitam, dan struktur telurnya

non-adhesive, sedangkan pada ikan Nilem bentuk telur tidak sempurna,

warnanya hitam, dan struktur telurnya adhesive. Perlakuan dengan

larutan gilson pada ikan Tawes bentuk telurnya tidak sempurna, warnanya

hitam, dan struktur telurnya non-adhesive, sedangkan pada ikan Nilem

bentuk telurnya bulat, warnanya hitam, dan struktur telurnya adhesive.

Perlakuan dengan cara pendinginan pada ikan Tawes bentuk telur bulat,

warnanya hitam dengan warna kuning di tengah, struktur telurnya

adhesive, sedangkan pada ikan Nilem bentuk telur bulat, warnanya hitam,

struktur telurnya adhesive. Tidak semua telur ikan mempunyai bentuk

yang sama, namun ada telur yang mempunyai bentuk dan ukuran yang

hampir sama pada species yang masih satu genus atau yang berdekatan

dengan perbedaan yang kecil saja bergantung pada speciesnya. Bentuk

telur pada umumnya bulat, berwarna kuning, terdapat butir minyak,

cangkang telur tidak licin (Effendie, 1997).

Dari ketiga perlakuan yang diamati, dapat dilihat pada cara

pendinginan bentuk telur tidak mengalami kerusakan, warna kuning masih

81
tampak terlihat. Pada ikan Nilem perlakuan larutan gilson bentuk masih

terlihat bulat namun warna telurnya hitam, pada perlakuan larutan

formalin telur mengalami kerusakan baik pada warna yang menjadi hitam

dan bentuknya yang sudah tidak sempurna. Larutan formalin dan larutan

gilson sebenarnya sangat baik sebagai bahan pengawet tetapi hasil

pengamatan menunjukan bahwa perlakuan yang paling baik adalah cara

pendinginan hal ini dapat disebabkan karena kesalahan prosedur dari

praktikan dan juga kondisi telur yang sudah terlalu lama dibiarkan pada

suhu ruangan. Pengawetan dengan cara pendinginan biasanya

menggunakan es sebagai perlakuan yang paling umum dalam

mempertahankan mutu basil perikanan. Pendinginan dengan es juga

mampu menjaga suhu selama penyimpan, sehingga dapat mencegah

pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan dan pembusukan

(Saanin, 1968). Diketahui juga bahwa telur ikan Tawes bersifat Non-

adhesive dan telur ikan Nilem bersifat Adhesive. Telur dikelompokkan

berdasarkan kualitas kulit luarnya yaitu non-adhesive, adhesive,

bertangkai, berenang, dan gumpalan lender (Effendie, 1997).

Pengukuran diameter telur dilihat melalui mikroskop objektif dan

okuler, angka-angka yang dihasilkan dikalikan dengan angka kalibrasi

(0,025) dan di dapatkan hasil pada perlakuan larutan formalin telur ikan

Tawes memiliki diameter 0,45 mm dan telur ikan Nilem berdiameter 0,96

mm, perlakuan larutan gilson telur ikan tawes berdiameter 0,475 mm dan

telur ikan nilem berdiameter 0,92 mm, perlakuan cara pendinginan telur

ikan tawes berdiameter 0,9 mm dan telur ikan nilem berdiameter 1,52

mm. Ukuran telur ikan Tawes dan telur ikan Nilem masih dalam kisaran

82
ukuran telur pada umumnya, walaupun pada ikan tawes hanya pada

kisaran 0,4 mm hal ini dapat terjadi karena kondisis telur yang sudah

rusak. Kisaran ukuran telur bervariasi antara 0,5 – 5 mm, ukuran telur

tergantung jumlah kandungan kuning telur dan fekunditas. Ukuran telur

berhubungan dengan kemampuan merawat telur, waktu pemijahan juga

mempengaruhi bervariasinya ukuran telur (Nicolsky, 1963).

83
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Pengawetan telur ikan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu

larutan formalin, larutan gilson, dan cara pendinginan.

2. Cara pengawetan yang tidak merusak telur dalam bentuk dan warna

adalah pengawetan dengan cara pendinginan, dan dapat diketahui

sifat telurnya yaitu adhesive dan non- adhesive.

3. Ukuran telur ikan bervariasi berkisar antara 0,4 – 1,5 mm.

84
DAFTAR PUSTAKA

Delsman, H.C.1929. The Study of Pelagic Fish Eggs. Forth Pacific Science
Congress Batavia, Bandung

Effendie, Ichsan. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara,


Bogor

Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme (Terjemahan).


Universitas Indonesia, Jakarta

Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Translated by L.Birkett.


Academi press

Saanin, Hasanuddin. 1968. Taksonomi dan Kunci Identitas Ikan I. Bina


cipta, Bogor

Sudarmadji, Slamet dkk. 1997. Prosedur analisa Untuk Bahan Makanan


dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta

Sutisna, H.D. 19195. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta

Yudhi ‘m Blog (25 Januari 2008). Pengawetan dan Bahan Kimia II.

http://my.yahoo.com/

LPTP.1995.Teknologi Peti Pendingin.


http://www.pustaka.deptan.go.id/agritek/ppua0129.pdf

85
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tolak ukur keberhasilan budidaya ikan adalah produksi ikan dengan

pertumbuhan yang cepat dalam waktu yang singkat. Target produksi

dapat berupa jumlah ikan yang dihasilkan (menghitung tingkat

kelangsungan hidupnya) khususnya untuk sekuen kegiatan pembenihan

dan dapat pula berupa bobot yang dihasilkan (menghitung biomassa)

pada sekuen kegiatan pembesaran. Untuk mendapatkan produksi yang

tinggi, maka faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan perlu

dikaji. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan digolongkan

menjadi 2 bagian besar yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam

umumnya adalah keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit, sedangkan

faktor luar meliputi pakan dan suhu perairan.

Setiap spesies ikan mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda-

beda. Perbedaan pertumbuhan ini dapat tercermin, baik dalam laju

pertumbuhannya maupun potensi tumbuh dari ikan tersebut. Perbedaan

kemampuan tumbuh ikan pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan

faktor genetik (gen). Ikan mempunyai gen khusus yang dapat

menghasilkan organ atau sel organ tertentu dan gen umum yang

memberikan turunan kepada jenisnya. Ekspresi dari gen-gen tersebut dan

sel yang terbentuk menjadi satu paket yang selanjutnya mempengaruhi

pertumbuhan.

Karakteristik genetik tertentu yang dimiliki oleh seekor ikan

biasanya menyatu dengan sejumlah sifat bawaan yang mempengaruhi

86
pertumbuhan seperti kemampuan ikan menemukan dan memanfaatkan

pakan yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan dapat beradaptasi

terhadap perubahan lingkungan yang luas. Semua hal tersebut akhirnya

tercermin pada laju pertumbuhan ikan.

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui terjadinya

pertumbuhan pada ikan, mengetahui cara mengukur laju pfiertumbuhan

total dan spesik, mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi dalam

proses pertumbuhan.

87
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan merupakan proses biologi yang kompleks, dapat

terjadi apabila ada kelebihan energi dan materi yang berasal dari pakan

yang dikonsumsi. Pertumbuhan terjadi pada beberapa tingkat materi

biologi seperti sel, jaringan, organ, organisme, populasi dan komunitas.

Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan pada ukuran atau jumlah

materi tubuh, baik temporal atau jangka panjang. Kuantifikasi untuk

pertumbuhan dapat berupa panjang, bobot (basah atau kering) atau

kandungan nutrien tubuh seperti: protein, lemak, karbohidrat dan

kandungan energi (Houlin, 1993).

Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran berat,

panjang maupun volume dalam periode waktu tertentu. Perbandingan

pertumbuhan panjang dan berat dinyatakan dalam kondisi ikan tersebut.

Pada ikan yang mampu menerima pakan cukup maka kecepatan

tumbuhnya relatif lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang menerima

pakan sedikit (Effendie, 1997).

Pakan merupakn syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam

menunjang perkembangan budidaya ikan air tawar maupun payau. Pakan

sangat dibutuhkan sejak fase larva, dewasa, dan ukuran induk. Fungsi

utama pakan adalah untuk kelangsungan hidupnya dah kelebihannya

akan dipergunakan untuk pertumbuhannya (Jangkaru, 1980). Kemampuan

memanfaatkan pakan merupakan faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan , selain itu faktor keturunan dan ketahanan terhadap

penyakit serta kualitas air juga ikut mempengaruhi pertumbuhan (Hute,

1971).

88
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah bak

plastik, aerator, dan timbangan digital.

3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Ikan nila

gift, dan pakan.

3.2. Cara kerja

1. Bak plastik dibersihkan terlebih dahulu sebelum diisi air .

2. Setelah itu bak diisi dengan air ± ¾ dari tinggi bak dan siapkan

aerator.

3. Ikan yang sudah ditimbang berat nya ke dalam bak pemeliharaan.

4. Pakan yang akan diberikan ditimbang sebanyak 3% dari berat total

ikan.

5. Ikan dipelihara selama 4 minggu

6. Setiap minggunya ikan dihitung laju pertumbuhan total dan spesifik

dengan rumus :

GR = Wt-Wo

Dan

 LnWt − LnWo 
SGR =   x100 %
 t 

89
3.3. Waktu Pelaksanaan

Praktikum Biologi Perikanan dilaksanakan pada hari Kamis, pada

pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB. Di lab. Aquatik

Perikanan dan Kelautan, UNSOED Purwokerto.

90
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Minggu, 9 November

2008
∑ ikan 15 ekor

∑ W ikan 226
gram

Minggu, 16 November
2008
∑ ikan 4 ekor

∑ W ikan 66
gram

Minggu, 23 November
2008
∑ ikan 1 ekor

∑ W ikan 20
gram

Minggu, 30 November
2008
∑ ikan 1 ekor

∑ W ikan 22

gram

4.2. Pembahasan

Hasil pemeliharan selama 4 minggu dapat dilihat tiap minggunya

ikan tersebut mengalami perubahan. Pada minggu pertama di dapatkan

laju pertumbuhan total sebesar 1,43 dan spesifiknya sebesar 1,29 dengan

jumlah ikan 15 ekor, pada minggu ke dua didapatkan laju pertumbuhan

91
totalnya sebesar 3,5 dan spesifiknya 2,71 dengan jumlah ikan 4 ekor, dan

minggu ketiga didapatkan laju pertumbuhan totalnya 2 dan spesifiknya

1,43 dengan jumlah ikan 1 ekor.

Laju pertumbuhan erat dengan kelangsungan hidup, kelangsungan

hidup erat hubungannya dengan mortalitas (kematian), dalam suatu

usaha budidaya mortalitas merupakan parameter paling utama yang

harus di tekan sekecil mungkin. Mortalitas yang tinggi dapat menjadi

faktor kegagalan dalam budidaya ikan. Kematian dapat terjadi karena

kondisi lingkungan yang kurang baik dan juga serangan hama penyakit

(Wardoyo, 1978). Laju pertumbuhan total yang paling tinggi adalah pada

saat minggu kedua demikian juga dengan laju pertumbuhan spesifiknya,

meskipun jumlah ikan hanya 4 ekor, hal ini dapat terjadi karena ikan lebih

leluasa dalam ruang geraknya dan persaingan dalam pakan pun menjadi

sedikit, sedangkan laju pertumbuhan total terendah terjadi saat minggu

pertama begitu juga dengan laju pertumbuhan spesifiknya, hal ini terjadi

karena ruang gerak yang saat sempit, sehingga persaingan dalam pakan

pun menjadi meningkat. Pemberian pakan selain komposisi perlu juga

diperhatikan pengenai bentuk pakan, banyaknya pakan yang diberikan

setiap hari dan frekuensi pemberian pakn per hari. Jumlah pakan yang

diberikan harus diperhatikan agar tidak terjadi persaingan diantara ikan-

ikan tersebut sehingga dicapai pertumbuhan ikan yang baik, namun

kelebihan pakan akan menyebabkan pengaruh negatif terhadap kualitas

air (Jangkaru, 1980).

Pakan yang digunakan berupa pelet, diberikan pada pagi dan sore

hari. Pakan pada dasarnya dibedakan menjadi dua macam yaitu pakan

92
alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah pakan yang didapat dari

alam, sedangkan pakan buatan adalah pakan yang diramu dari berbagai

macam bahan sehingga nilai gizinya dapat diatur dan dapat disimpan

dalam jangka waktu yang lama (Mudjiman, 1984).

Selain persaingan pakan dan padat penebaran, faktor lain yang

menyebabkan jumlah ikan semakin berkurang pada tiap minggunya yaitu

ikan banyak yang terkena parasit tumbuh jamur disekitar tubuh dan

matanya. Pakan yang tidak habis dimakan oleh ikan sebaiknya dihindari,

sebab keadaan yang seperti ini dapat mengganggu kualitas air yang

nantinya sebagai penyebab penyakit pada ikan. Penyiponan merupakan

salah satu cara yang mudah untuk membersihkan sisa pakan (Jangkaru,

1980).

93
V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dam pembahasan dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Kelangsungan hidup erat hubungannya dengan mortalitas

(kematian).

2. Mortalitas yang tinggi dapat menjadi faktor kegagalan dalam

budidaya ikan. Kematian dapat terjadi karena kondisi lingkungan

yang kurang baik dan juga serangan hama penyakit.

3. Laju pertumbuhan total yang paling tinggi adalah pada saat minggu

kedua,

sedangkan laju pertumbuhan total terendah terjadi saat minggu

pertama.

4. Penyiponan merupakan salah satu cara yang mudah untuk

membersihkan sisa pakan.

94
95
DAFTAR PUSTAKA

Effendie, M. 1997. Biologi Perikanan.Yayasan Pustaka Nusantara,

Yogyakarta

Hoalin. 1993. Growth. Academic Press Inc, New York.

Hute, M. 1971. Textbook Of Fish Culture Breeding and Cultivation Of Fish.

Book Ctd, Ernham. Survey, England.

Jangkaru, Z. 1974. Makanan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan, LPPD

Bogor

Mudjiman. 1984. Makanan Ikan. PT. Penebar Swadaya, Jakarta

Wardoyo, T.H. 1978. Pengelolaan kualitas Air. Fakultas Perikanan IPB,

Bogor

96
Lampiran

Laju Pertumbuhan pada Ikan

Perhitungan ;

1. Minggu, 09 November 2008

∑ ikan = 15 ekor, total berat 226 gr

226
Wo = = 15 ,07 gr
15

2. Minggu, 16 November 2008

∑ ikan = 4 Ekor, total berat 66 gr

66
Wt (Wo2) = =16 ,5 gr
4

3. Minggu, 23 November 2008

∑ ikan = 1 ekor, total berat 20 gr

20
Wt (Wo3) = = 20 gr
1

4. Minggu, 30 November 2008

∑ ikan = 1 Ekor, total berat 22 gr

22
Wt (Wo2) = = 22 gr
1

Perhitungan :

GR I = Wt-Wo

= 16,5 – 15,07

= 1,43

97
 LnWt − LnWo 
SGRI =   x100 %
 t 

 Ln16 ,5 − Ln15 ,07 


= x100 %
 7 

 2,80 − 2,71 
=  x100 %
 7 

0,09
= x100 %
7

= 1,29

GR II = Wt-Wo

= 20-16,5

= 3,5

 LnWt − LnWo 
SGRII =   x100 %
 t 

 Ln 20 − Ln16 ,5 
= x100 %
 7 

 2,99 − 2,80 
=  x100 %
 7 

0,19
= x100 %
7

= 2,71

GR III = Wt-Wo

= 22-20

98
=2

 LnWt − LnWo 
SGRIII =   x100 %
 t 

 Ln 22 − Ln 20 
=  x100 %
 7 

 3,09 − 2,99 
=  x100 %
 7 

0,1
= x100 %
7

= 1,43

99

Anda mungkin juga menyukai