Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Perang SALIB

Awal mula Perang Salib adalah Perang antar Gereja dan Yahudi, jadi bukan bermula Perang
antara Kristen dan Islam, yang penengertian umum saat ini.
Berkut adalah Riwayatnya:

Perang Salib Pertama dilancarkan pada 1095 oleh Paus Urban II untuk mengambil kuasa kota suci
Yerusalem dan tanah suci Kristen dari Muslim. Apa yang dimulai sebagai panggilan kecil untuk
meminta bantuan dengan cepat berubah menjadi migrasi dan penaklukan keseluruhan wilayah di luar
Eropa.

Pengepungan Antioch, dari lukisan miniatur abad pertengahan selama Perang Salib Pertama.

Baik ksatria dan orang awam dari banyak negara di Eropa Barat, dengan sedikit pimpinan terpusat,
berjalan melalui tanah dan laut menuju Yerusalem dan menangkap kota tersebut pada Juli 1099,
mendirikan Kerajaan Yerusalem atau kerajaan Latin di Yerusalem. Meskipun penguasaan ini hanya
berakhir kurang dari dua ratus tahun, Perang salib merupakan titik balik penguasaan dunia Barat, dan
satu-satunya yang berhasil meraih tujuannya.

Meskipun menjelang abad kesebelas sebagian besar Eropa memeluk agama Kristen secara formal —
setiap anak dipermandikan, hierarki gereja telah ada untuk menempatkan setiap orang percaya di
bawah bimbingan pastoral, pernikahan dilangsungkan di Gereja, dan orang yang sekarat menerima
ritual gereja terakhir — namun Eropa tidak memperlihatkan diri sebagai Kerajaan Allah di dunia.
Pertikaian selalu bermunculan di antara pangeran-pangeran Kristen, dan peperangan antara para
bangsawan yang haus tanah membuat rakyat menderita.

Pada tahun 1088, seorang Perancis bernama Urbanus II menjadi Paus. Kepausannya itu ditandai
dengan pertikaian raja Jerman, Henry IV — kelanjutan kebijakan pembaruan oleh Paus Gregorius VIII
yang tidak menghasilkan apa-apa. Paus yang baru ini tidak ingin meneruskan pertikaian ini. Tetapi ia
ingin menyatukan semua kerajaan Kristen. Ketika Kaisar Alexis dari Konstantinopel meminta bantuan
Paus melawan orang-orang Muslim Turki, Urbanus melihat bahwa adanya musuh bersama ini akan
membantu mencapai tujuannya.

Tidak masalah meskipun Paus telah mengucilkan patriark Konstantinopel, serta Katolik dan Kristen
Ortodoks Timor tidak lagi merupakan satu gereja. Urbanus mencari jalan untuk menguasai Timur,
sementara ia menemukan cara pengalihan bagi para pangeran Barat yang bertengkar terus.

Pada tahun 1095 Urbanus mengadakan Konsili Clermont. Di sana ia menyampaikan kotbahnya yang
menggerakkan: "Telah tersebar sebuah cerita mengerikan ... sebuah golongan terkutuk yang sama
sekali diasingkan Allah ... telah menyerang tanah (negara) orang Kristen dan memerangi penduduk
setempat dengan pedang, menjarah dan membakar." Ia berseru: "Pisahkanlah daerah itu dari tangan
bangsa yang jahat itu dan jadikanlah sebagai milikmu."
"Deus vult! Deus vult! (Allah menghendakinya)," teriak para peserta. Ungkapan itu telah menjadi
slogan perang pasukan Perang Salib. Ketika para utusan Paus melintasi Eropa, merekrut para ksatria
untuk pergi ke Palestina, mereka mendapatkan respons antusias dari pejuang-pejuang Perancis dan
Italia. Banyak di antaranya tersentak karena tujuan agamawi, tetapi tidak diragukan juga bahwa yang
lain berangkat untuk keuntungan ekonomi. Ada juga yang ingin berpetualang merampas kembali tanah
peziarahan di Palestina, yang telah jatuh ke tangan Muslim.

Mungkin, para pejuang tersebut merasa bahwa membunuh seorang musuh non-Kristen adalah
kebajikan. Membabat orang-orang kafir yang telah merampas tanah suci orang Kristen tampaknya
seperti tindakan melayani Allah.

Untuk mendorong tentara Perang Salib, Urbanus dan para paus yang mengikutinya menekankan
"keuntungan" spiritual dari perang melawan orang-orang Muslim itu. Dari sebuah halaman Bible,
Urbanus meyakinkan para pejuang itu bahwa dengan melakukan perbuatan ini, mereka akan langsung
masuk surga, atau sekurang-kurangnya dapat memperpendek waktu di api penyucian.

Dalam perjalanannya menuju tanah suci, para tentara Perang Salib berhenti di Konstantinopel. Selama
mereka ada di sana, hanya satu hal yang ditunjukkan: Persatuan antara Timur dan Barat masih
mustahil. Sang kaisar melihat para prajurit yang berpakaian besi itu sebagai ancaman bagi takhtanya.
Ketika para tentara Perang Salib mengetahui bahwa Alexis telah membuat perjanjian dengan orang-
orang Turki, mereka merasakan bahwa "pengkhianat" ini telah menggagalkan bagian pertama misi
mereka: menghalau orang-orang Turki dari Konstantinopel.

Dengan bekal dari sang kaisar, pasukan tersebut melanjutkan perjalanannya ke selatan dan timur,
menduduki kota-kota Antiokhia dan Yerusalem. Banjir darah mengikuti kemenangan mereka di Kota
Suci itu. Taktik para tentara Perang Salib ialah "tidak membawa tawanan". Seorang pengamat yang
merestui tindakan tersebut menulis bahwa para prajurit "menunggang kuda mereka dalam darah yang
tingginya mencapai tali kekang kuda".

Setelah mendirikan kerajaan Latin di Yerusalem, dan dengan mengangkat Godfrey dari Bouillon
sebagai penguasanya, mereka berubah sikap, dari penyerangan ke pertahanan. Mereka mulai
membangun benteng-benteng baru, yang hingga kini, sebagian darinya masih terlihat.

Pada tahun-tahun berikutnya, terbentuklah ordo-ordo baru yang bersifat setengah militer dan setengah
keagamaan. Ordo paling terkenal adalah Ordo Bait Allah (bahasa Inggris: Knights Templars) dan Ordo
Rumah Sakit (bahasa Inggris: Knights Hospitalers). Meskipun pada awalnya dibentuk untuk membantu
para tentara Perang Salib, mereka menjadi organisasi militer yang tangguh dan berdiri sendiri.

Perang Salib pertama merupakan yang paling sukses. Meskipun agak dramatis dan bersemangat,
berbagai upaya kemiliteran ini tidak menahan orang-orang Muslim secara efektif.

Latar belakang

Setelah terjadinya Perang Salib Pertama dan Perang Salib 1101, terdapat tiga negara tentara salib yang
didirikan di timur: Kerajaan Yerusalem, Kerajaan Antiokhia, dan Kerajaan Edessa. Kerajaan Tripoli
didirikan pada tahun 1109. Edessa adalah negara yang secara geografis terletak paling utara dari
keempat negara ini, dan juga merupakan negara yang paling lemah dan memiliki populasi yang kecil;
oleh sebab itu, daerah ini sering diserang oleh negara Muslim yang dikuasai oleh Ortoqid, Danishmend,
dan Seljuk. Baldwin II dan Joscelin dari Courtenay ditangkap akibat kekalahan mereka dalam
pertempuran Harran tahun 1104. Baldwin dan Joscelin ditangkap kedua kalinya pada tahun 1122, dan
meskipun Edessa kembali pulih setelah pertempuran Azaz pada tahun 1125, Joscelin dibunuh dalam
pertempuran pada tahun 1131. Penerusnya, Joscelin II, dipaksa untuk bersekutu dengan kekaisaran
Bizantium, namun, pada tahun 1143, baik kaisar kekaisaran Bizantium, John II Comnenus dan raja
Yerusalem Fulk dari Anjou, meninggal dunia. Joscelin juga bertengkar dengan Raja Tripoli dan
Pangeran Antiokhia, yang menyebabkan Edessa tidak memiliki sekutu yang kuat.
Sementara itu, Zengi, Atabeg dari Mosul, merebut Aleppo pada tahun 1128. Aleppo merupakan kunci
kekuatan di Suriah. Baik Zengi dan raja Baldwin II mengubah perhatian mereka ke arah Damaskus;
Baldwin dapat ditaklukan di luar kota pada tahun 1129. Damaskus yang dikuasai oleh Dinasti Burid,
nantinya bersekutu dengan raja Fulk ketika Zengi mengepung kota Damaskus pada tahun 1139 dan
tahun 1140; aliansi dinegosiasikan oleh penulis kronik Usamah ibn Munqidh.

Pada akhir tahun 1144, Joscelin II bersekutu dengan Ortoqid dan menyerang Edessa dengan hampir
seluruh pasukannya untuk membantu Ortoqid Kara Aslan melawan Aleppo. Zengi, yang ingin
mengambil keuntungan dalam kematian Fulk pada tahun 1143, dengan cepat bergerak ke utara untuk
mengepung Edessa, yang akhirnya jatuh ketangannya setelah 1 bulan pada tanggal 24 Desember 1144.
Manasses dari Hierges, Philip dari Milly dan lainnya dikirim ke Yerusalem untuk membantu, tetapi
mereka sudah terlambat. Joscelin II terus menguasai sisa Turbessel, tetapi sedikit demi sedikit sisa
daerah tersebut direbut atau dijual kepada Bizantium. Zengi sendiri memuji Islam sebagai "pelindung
kepercayaan" dan al-Malik al-Mansur, "raja yang berjaya". Ia tidak menyerang sisa teritori Edessa, atau
kerajaan Antiokhia, seperti yang telah ditakuti; peristiwa di Mosul memaksanya untuk pulang, dan ia
sekali lagi mengamati Damaskus. Namun, ia dibunuh oleh seorang budak pada tahun 1146 dan
digantikan di Aleppo oleh anaknya, Nuruddin. Joscelin berusaha untuk merebut kembali Edessa dengan
terbunuhnya Zengi, tapi Nuruddin dapat mengalahkannya pada November 1146.

Anda mungkin juga menyukai