Anda di halaman 1dari 24

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia, kedelai merupakan bahan baku utama industri pengolahan
pangan seperti tahu, tempe, kecap dan lain-lain. Konsumsi bahan pangan yang
berasal dari kacang-kacangan, khususnya kedelai bagi masyarakat Indonesia pada
saat ini sudah sangat poluler susu kedelai.
Salah satu jenis kedelai yang sangat populer adalah kedelai edamame.
Kedelai ini merupakan kedelai asal Jepang yang sangat digemari. Selain unggul
dalam kualitas dan ukuran, kandungan protein kedelai ini juga lebih tinggi dari
kedelai biasa.
PT Mitratani Dua Tujuh terletak di Jember, Jawa Timur dan berdiri sejak
tahun 1992 adalah perusahaan yang bergerak dibidang budidaya, produksi serta
pemasaran produk edamame. Sasaran utama PT. Mitratani memproduksi
Edamame adalah untuk diekspor ke Jepang dan sebagian kecil untuk pasar lokal.
Edamame yang dikirim ke Jepang adalah Edamame yang polongnya tidak
kurang dari 2, dalam keadaan baik, kulitnya tidak sobek, tidak busuk,
kenampakannya baik. Edamame yang tidak memenuhi persyaratan eksport tetapi
dalam keadaan baik, oleh Mitratani dijual ke masyarakat sekitar, untuk edamame
yang kulitnya rusak tetapi polongnya masih utuh akan dikupas dan dijadikan
Mukimame yaitu Edamame dalam bentuk polong. Polong Mukimame yang tidak
utuh (pecahan) telah menjadi produk sampingan dan tidak dimanfaatkan. Bila ada
yang menginginkan maka oleh PT. Mitratani akan diberikan atau dijual dengan
harga yang sangat murah. Keping Edamame ini sebenarnya masih dalam kondisi
segar sehingga perlu dimanfaatkan lebih optimal agar nilai ekonominya lebih
meningkat. Untuk itu dijadikan sebagai bahan tambahan substitusi pembuatan
sosis.
Sosis merupakan produk olahan daging yang mempunyai nilai gizi tinggi.
Komposisi gizi sosis berbeda-beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan
dan proses pengolahannya. Produk olahan sosis kaya energi, dan dapat digunakan
sebagai sumber karbohidrat. Selain itu, sosis juga memiliki kandungan kolesterol

1
dan sodium yang cukup tinggi, sehingga berpotensi menimbulkan penyakit
jantung, stroke, dan hipertensi jika dikonsumsi berlebihan. (Teguh Vedder, 2008).
Melihat pembuatan sosis ayam diatas dapat dilakukan variasi produk
dimana sosis tersebut dicampur dengan serpihan edamame. Dimana nantinya
dapat diharapkan sosis dengan kandungan gizi yang lebih dan tidak
mempengaruhi sifat organoletiknya.Sehingga diperlukan formulasi yang tepat
untuk menghasilkan karakteristik sosis ayam dengan penambahan edamame yang
baik. Secara ekonomi diharapkan dapat menekan atau mengurangi daging ayam
sebagai bahan baku pembuatan sosis, karena harga edamame yang jauh lebih
murah dibandingkan daging ayam.

1.3 Tujuan Program


Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan TP ( Topik
Perorangan) ini yaitu:
1. Mengetahui karakteristik sosis ayam dengan penambahan edamame
cincang sebagai substitusi

2. Mencari formulasi yang tepat dengan perlakuan penambahan edamame


dalam pembuatan sosis ayam

1.4 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan TP ( Topik
Perorangan) ini yaitu :
 Memunculkan sumber pangan alternatif baru yang potensial dan
mempunyai nilai ekonomis tinggi
 Mengurangi ketergantungan terhadap daging ayam dalam
pembuatan sosis, mengingat kandungan kolesterol yang tinggi.
 Meningkatkan nilai tambah limbah produksi mukimame.

1.5 Luaran Yang Diharapkan


Diversifikasi produk serta dapat menghasilkan produk sosis yang disukai
oleh konsumen dan dapat meningkatkan nilai gizi produk

2
1.6 Kegunaan Program
Dengan dibuatnya produk sosis ayam dengan penambahan edamame ini
diharapkan:
1. Memunculkan sumber pangan alternative baru yang potensial dan
mempunyai nilai ekonomis tinggi.

2. Mengurangi ketergantungan terhadap daging, mengingat daging yang


dikonsumsi banyak mengandung kolesterol tinggi, sekaligus masyarakat
tidak terlalu suka mengkonsumsi daging dengan berlebihan.

3. Masyarakat semakin menyadari dapat memilih dan dapat membedakan


makanan yang bergizi atau tidak demi kebaikan dirinya sendiri maupun
orang disekitarnya.

1.7 Perumusan Masalah

Pada proses pembuatan sosis ayam memungkingkan mengganti sebagian


(substitusi ) daging ayam pada formulasi dengan edamame, serta penambahan air
yang akan digunakan. Akan tetapi berapa persen jumlah daging ayam, edamame
yang akan digunakan untuk mempunyai karakteristik fisik, kimia dan organoleptik
yang unggul belum diketahui. Untuk itu diperlukan penelitian untuk mempelajari
sosis ayam dengan penambahan edamame sebagai substitusi.

3
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daging Ayam


Daging ayam merupakan daging yang relative murah dibandingkan
dengan daging yang lain ( Daging sapi, kerbau dan kambing) sehingga banyak
dikonsumsi oleh masyarakat dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Daging ayam
yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) adalah daging yang diharapkan oleh
semua konsumen, karena dari berbagai aspek daging ayam yang ASUH terjamin
jika dikonsumsi oleh masyarakat.
Daging adalah bahan dasar dalam pembuatan sosis. Bagian terpenting
dalam bahan ini adalah protein (aktin dan myosin), bertindak sebagai emulsifier.
Dalam pembuatan sosis fase protein-air dalam campuran daging akan membentuk
matriks yang menyelebungi terbentuk butiran-butiran stbail ( Buckle et al, 1987)
Beberapa kriteria daging ayam segar yaitu: Warna dagingnya putih segar,
Warna lemak putih kekuningan dan merata di bawah kulit, Bau dagingnya segar
dan tidak berbau asing, Dagingnya elastis bila ditekan jari, dan akan kembali
seperti semula, Tak ada tanda-tanda memar atau tanda lain yang mencurigakan
(Komariah, dkk. 2005)
Daging ayam merupakan sumber protein yang baik, berkualitas tinggi,
mudah dicerna dan mengandung asam amino esensial yang sangat dibutuhkan
dalam makanan manusia, terdiri dari arginin, sistin, histidin, isoleusin, leusin,
lisin, metionin, fenilalanin, threonin, triptofan, tirosin dan valin.
Daging ayam lebih unggul dari pada daging sapi, kambing dan babi.. Oleh
karena itu, daging ayam banyak dikonsumsi oleh masyarakat daripada daging-
dagingan lainnya, karena daging ayam gampang dimasak. Ditambah masa
pertumbuhan dan peternakannya agak pendek.. Dilihat secara obyektif, nilai gizi
daging ayam, kecuali kulit dan lemaknya yang mengandung lemak tinggi, bagian
tubuh ayam lainnya mengandung lemak tidak jenuh, ditambah daging ayam

4
mengandung protein yang kaya, sehingga menjadi bahan makanan yang
berprotein tinggi dan berlemak rendah.

Table 1. Komposisi kimi daging ayam per 100gram


No Zat gizi Jumlah
1. Kalori 302 kkal
2. Lemak total 25 mg
3. Karbohidrat 0 mg
4. Protein 18,2 mg
5. fosfor 200 mg
6. Kalsium 14 mg
7. Air 55,9 mg
8. Vitamin B1 0,08 mg
Sumber. Departemen kesehatan RI, 1996

2.2 Kedelai Edamame


Kedelai edamame merupakan kedelai asal jepang yang sangat dikenal.
Biasanya orang jepang merebus polongnya yang masih muda sebagai camilan dan
saat minum sake. Bentuk tanaman lebih besar dari kedelai biasa, begitu pula biji
dan polongnya, sedangkan warna kulit polong hijau atau kuning. (Anonim, 2005).
Edamame mengandung serat diet tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan
karena mengandung mineral (K, P, Ca, dan Mg), vitamin (C, E, K) 50 mg
isoflavon yang merupakan nutrisi bermanfaat dalam mereduksi resiko penyakit
kronis seperti misalnya stroke dan kanker Juga terdapat respon positif terhadap
penderita sakit jantung, gangguan fungsi hati, dan kolesterol tinggi. Kelebihan
lainnya yaitu kandungan tripsin inhibator, senyawa pilat, asam urat dan
oligosakarida yang rendah.
Struktur isoflavon dan estrogen pada biji kedele telah diteliti dapat
meningkatkan penyerapan kalsium dalam pencernaan sehingga dapat mereduksi
kemungkinan pengkeroposan tulang (osteoporosis). Asosiasi isoflafon dan

5
estrogen berfungsi sebagai hormon terapi dengan terjadinya fase penuaan
(menopouse). Mengkonsumsi protein yang ada dalam kedelai edamame dapat
membantu mereduksi gejala diabetes. Hal ini ditunjukan dengan penurunan
postprandial hyperglycernia, memperbaiki glucose tolerance, dan penurunan
glycocylate hemoglobin. Kedelai edamame memiliki kandungan protein 34,9
gram, Kalori 331 kal, lemak 18,1 gram, hidratarang 34,8 gram, Kalsium 227 mg,
fosfor 585 mg, besi 8 mg, vitamin A 110 SI, Vitamin B1 1,07 mg, dan Air 7,5
gram (Anonim, 2009)
Kedelai yang baik untuk diolah menjadi adalah kedelai yang sudah
cukup tua, tidak tercampur dengan benda asing, tidak berjamur, dan bau - bauan
yang lain. (Supriadi, 2003).

2.3 Sosis
Sosis merupakan produk olahan daging yang mempunyai nilai gizi tinggi.
Komposisi gizi sosis berbeda-beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan
dan proses pengolahannya. Produk olahan sosis kaya energi dan dapat digunakan
sebagai sumber karbohidrat. Selain itu, sosis juga memiliki kandungan kolesterol
dan sodium yang cukup tinggi, sehingga berpotensi menimbulkan penyakit
jantung, stroke, dan hipertensi jika dikonsumsi berlebihan. Ketentuan mutu sosis
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01–3820-1995) adalah: kadar air
maksimal 67 persen, abu maksimal 3 persen, protein minimal 13 persen, lemak
maksimal 25 persen, serta karbohidrat maksimal 8 persen.
Sosis segar dibuat dari daging segar yang tidak dikuring. Penguringan
adalah suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan beberapa bahan
seperti garam natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit, natrium-nitrat, gula, serta
bumbu-bumbu. Sosis segar tidak dimasak sebelumnya dan biasanya tak diasapi,
sehingga sebelum dikonsumsi, sosis segar harus dimasak dibuat dari daging yang
telah dikuring sebelum digiling. Sosis jenis ini dimasak dan biasanya diasapi
Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada
sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya

6
nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat.(Made
Astawan,2008). Sosis edamame pada dasarnya sama dengan sosis pada umumnya,
hanya ada penambahan edamame yang dicincang.

2.4 Es batu
Bahan paling penting dalam pembuatan sosis adalah es atau air menurut
(Kramachi, 1971) tekstur dan keempukan produk akhir dari produksi emulsi
daging dipengaruhi oleh kandungan air yang ditambahkan.
Lebih lanjutnya bahwa penambahan es pada pembentukan emulsi daging
bertujuan untuk melarutkan garam, mendistribusikan secara merata keseluruh
bagian masa daging mudah ekstraksi protein dan mempertahankan susu adonan
tetap rendah.

2.5 Bawang Putih


Menurut Lewis (1984) karakteristik bau yang kuat dari bawang putih
disebabkan oleh adanya senyawa volatile sekitar 0,1% yang mengandung senyawa
sulfur. Senyawa tersebut terbentuk ketika sel terpecah , sehingga terjadi reaksi
antar precursor yang disebut allin dan enzim alliinase. Terbentuknya substansi
yang disebut allicin (diali tiosulfat) , menimbulkan bau yang segar dari bawang
putih. Allicin mengalami degradasi non enzimatik untuk membentuk metal dan
allil mono, dan trisulfit dan sulfur oksida.

2.6 Merica

Biji merica digunakan sebagai bumbu pemberi rasa dan aroma , karena
rempah-rempah dapat menyamarkan makanan dengan menutup rasa bagi
makanan yang kurang enak. Selain itu , juga berfungsi sebagai pengawet. Merica
mengandung minyak atsiri , pinena , kariofilena , filandrena , alkaloid , piperina ,
kavisina , piperitina , zat pahit dan minyak lemak. (Lewis , 1984)

7
2.7 Bahan Penyedap

Bahan penyedap yang digunakan sebagai pembangkit aroma dan cita rasa
pada makanan merupakan senyawa-senyawa sintetik. Pada umumnya senyawa
yang digunakan adalah senyawa-senyawa ester dalam jumlah sangat kecil telah
dapat memberikan aroma dan cita rasa yang baik. Salah satu senyawa cita rasa
adalah monosodium glutamate (MSG) yang merupakan garam natrium dari asam
glutamat. MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-tetes gula (molasses)
oleh bakteri. Dalam proses fermentasi ini , akan dihasilkan asam glutamate ,
kemudian penambahan sodium karbonat akan terbentuk MSG setelah terlebih
dahulu dimurnikan dan dikristalisasi. Tingkat penggunaan yang tepat secara
umum berkisar antar 0,2- 0,6 % berdasarkan berat makanan yang dikonsumsi
(Jenie , 2001).

2.8 Garam
Garam yang sering digunakan dalam pembuatan sosis adalah garam dapur.
Garam dapur yang ditambahkan keberadaanya berfungsi untuk memberikan rasa
dan konsentrasi garam yang digunakan adalah 1,5% dari berat total adonan.
Penambahan garam pada pembuatan sosis bertujuan untuk meningkatkan cita
rasa,pengembang protein daging, pelarut protein daging, meningkatkan kapasitas
pengikatan air (water holding capacity = WHC), serta sebagai pengawet.
Penambahan fosfat akan bersinergi dengan garam untuk meningkatkan WHC
pada sosis. Tanpa garam dan fosfat, sosis akan sulit untuk dibuat. Asam askorbat
sering ditambahkan dalam bentuk asam askorbat maupun natrium askorbat untuk
membantu pemerahan daging. Selain itu, asam askorbat juga berfungsi sebagai
antioksidan agar produk tidak mudah tengik.

2.9 Minyak atau Lemak

Lemak sering ditambahkan pada pembuatan sosis sebagai pembentuk


permukaan aktif, mencegah pengerutan protein, mengatur konsistensi produk,
meningkatkan cita rasa, dan mencegah denaturasi protein. Minyak goreng adalah

8
minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan.
Minyak goring mempunyai fungsi sebagai media penghantar panas , penambah
rasa gurih , serta penambah nilai gizi dan kalori pada bahan panganyang digoreng
(Hui , 1992). Mutu minyak goreng dipengaruhi oleh titik asapnya yang
merupakan suhu dimana pemanasan minyak mulai terbentuk akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Kerusakan
minyak goreng yang berlangsung selama penggorengan akan berpengaruh
terhadap mutu dan nilai bahan pangan yang digoreng yaitu tekstur dan
kenampakan yang kurang menarik serta cita rasa dan bau yang kurang enak
(Ketaren , 1986).

2.10 Sodium Tripolifosfat (STTP)


Sodium tripolifosfat umum digunakan dalam pengolahan daging.
Penggunaan STPP maksimal adalah 0,5%. Alkali fosfat berfungsi antara lain
untuk meningkatkan pH daging, menurunkan penyusutan selama pemasakan,
meningkatkan keempukan dan menstabilkan warna (Ockerman, 1983).
Menurut (Pearson dan Tauber, 1984), alkali fosfat dapat meningkatkan
emulsi lemak pada protein miofibril sehingga STTP cepat larut dan memecah
aktomiosin menjadi aktin dan miosin.
Phosphat ditambahkan untuk meningkatkan kapasitas pengikatan air pada
produk. Menurut Barbut (2002) cara kerja phosphate dalam mengikat kapasitas
pengikatan air adalah :
1. Meningkatkan pH
2. Menyebabkan pengembangan dari protein otot , sehingga
menyebabkan munculnya banyak tempat yang cocok untuk
mengikat air.
Batasan yang dibenarkan dalam penambahan residu phosphate adalah
0.5% dari produk akhir. Sejak daging mengandung 0.01% phosphate alami , ini
harus diikutsertakan dalam menghitung level yang ditambahkan selama curing
(Desrorier , 1978).

9
2.11 Casing (selongsong)
Terdapat tiga jenis casing yang sering digunakan dalam pembuatan sosis,
yaitu alami, kolagen, serta selulosa. Selongsong alami berasal dari saluran
pencernaan yaitu dari usus kecil, usus besar bagian tengah ternak, dapat berasal
dari sapi ataupun domba muda ( payne dan Williamson,1996). Casing ini
mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk.
Kerugian penggunaan casing ini adalah produk tidak awet. Keuntungan dari
penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada
produk.
Casing selulosa biasanya berbahan baku pulp. Keuntungan casing selulosa
adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Saat ini telah dikembangkan poly
amid casing, yaitu casing yang terbuat dari plastik. Casing jenis ini tidak bisa
dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur,
tahan terhadap panas, dan dapat dicetak
Casing dari plastic tidak dapat tembus oleh asap dan cairan , dan dapat
dipergunakan untuk sosis yang tidak diasap, misalnya pada sosis segar, dan sosis
mentah (Soeparno, 1994)

2.12 Tepung tapioka


Tepung tapioka merupakan tepung yang diekstraksi pati singkong yang
sumber karbohidrat dalam makanan yang merupakan campuran dua polisakarida
yaitu amilosa dan amilopektin. Selain karbohidrat zat gizi lain yang terdapat
dalam tepung tapioca yaitu protein, lemak, dan mineral.
Tepung tapioca dalam industri pangan digunakan sebagai bahan pengikat
maupun sebagai bahan pengental. Fungsi dari tapioca adalah bahan pengikat
dimana kemampuan sosis sebagai bahan restrukturisasi ditentukan oleh
kemampuan saling mengikat diantara bahan-bahan yang digunakan , maka sebab
itu digunakan pati , misalnya tepung tapioca. Tapioka mempunyai amilopektin
tinggi , tidak mudah menggumpal , daya lekatnya tinggi , tidak mudah pecah ,

10
atau rusak dan mempunyai suhu gelatinasasi relative rendah (Prinyawiwatkul ,
1997). Pati Tapioka mempunyai sifat mudah mengembang (swelling) dalam air
panas. Selain itu , pati tapioca mempunyai kadar amilosa sebesar 17%-23% dan
suhu gelatinisasi berkisar 52°C – 64°C (Hui , 1992)
Tepung tapioca banyak digunakan dalam pengolahan pangan diantaranya
sebagai bahan pengisi dalam pembuatan sosis Menurut (Kramlich, 1971) bahan
tersebut ditambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki tekstur, memperbaiki
sifat irisan, meningkatkan citra rasa, meningkatkan daya ikat air dan mengurangi
biaya produksi.
Jumlah penambahan tepung tapioka pada pembuatan sosis sangat
bervariasi. Semakin banyak tepung tapioka yang ditambah semakin tertutup rasa
khas daging ayam oleh tepung akan menurunkan kualitas sosis yang dihasilkan.
sosis dengan keseimbangan tepung:daging sebesar 60:40 pangan kualitas jelek
dengan demikian kualitas lebih baik maka penambahan tepung tapioka tidak boleh
sama atau lebih dari 50% dari berat daging. Menurut Singgih, 1995 konsentrasi
tepung tapioka yang digunakan untuk sosis adalah diantaranya 10-20% dari berat
daging.

2.13 Emulsi Sosis


Emulsi adalah suatu system yang terdiri dari dua atau lebih jenis fase
cair yang tidak bercampur dimana salah satu fasanya terdispersi dalam bentuk
globula-globula, dapat distabilkan dengan emulgator. (Lawrie, 1983)
Emulsifikasi adalah suatu system yang tidak stabil secara termodinamik
yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur , satu
diantaranya didispersikan sebagai globula-globula dalam fase cair lain. Fase yang
didispersikan disebut sebagai fase terdispersi dan fase yang mendispersikan
disebut sebagai fase kontinu(Martanti,2000)
Air dan minyak membentuk emulsi. Fase air terdiri atas larutan garam, gula
atau senyawa organik lainnya dan senyawa koloid (bahan hidrofilik). Agar
diperoleh senyawa emulsi yang stabil maka perlu penambahan bahan pengemulsi.
Jika minyak dicampur dengan air maka terbentuk jenis emulsi. Minyak akan

11
menjadi fase terdispersi yang memberikan emusi minyak dalam air. Air
terdispersi menjadi emulsi air dalam minyak. Emulsi air dalam minyak dapat
dilarutkan dengan air sebaliknya emulsi minyak dalam air dapat dilarutkan dengan
minyak.
Emulsifier kadang-kadang ditambahkan untuk meningkatkan efektifitas
emulsifikasi karena emulsifier mengurangi efek homogenisasi dengan jalan
menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan nilai bilangan weber. Fungsi
bahan pengemulsi adalah untuk mereduksi tegangan interfasial antar fase dan
menurunkan energi yang diperlukan untuk membentuk emulsi. Kestabilan emulsi
ditentukan oleh faktor-faktor seperti jenis dan jumlah bahan pengemulsi, ukuran
dalam fase disperse, fungsi gaya interfasial pada permukaan bahan pangan,
kekentalan pada fase kontinyu, perbedaan densitas pada fase disperse dan
kontinyu, dan semakin besar tensi interfasial antara fase kontinyu dan disperse
semakin sulit membentuk dan memelihara fase emulsi (Suharto, 1998).
Pada suatu emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian yang
terdispersi yang terdiri dari butur-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian
kedua disebut media pendispersi yang juga dikenal sebagai continuous phase,
yang biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi
menjaga agar butir minyak tadi tetap tersuspensi di dalam air. Bila minyak dan air
saja dikocok bersama-sama, akan terbentuk butir-butir lemak, dan terbentuklah
suatu emulsi, tetapi bila dibiarkan, partikel-pertikel minyak akan bergabung lagi
dan memisahkan diri dari molekul-molekul air. Jenis emulsi ini dikenal sebagai
emulsi temporer. Karena itu harus cepat digunakan, atau harus dikocok lagi
sebelum waktu pemakaian (Winarno, 2002).
Emulgator ada beberapa macam, diantaranya surfaktan, koloid
hidrofilik, dan partikel padat terbagi halus. Ketiganya memiliki karakteristik
tersendiri, namun pada dasarnya tetap berfungsi sama yakni untuk menstabilkan
system emulsi (anonym, 1990)
Masalah yang dihadapi dalam pembuatan sosis adalah pecahnya emulsi.
Emulsi dapat pecah karena penggilingan yang berlebihan, penggunaan daging

12
yang nisbah myosin, kolagen yang tidak seimbang, pemanasan yang berlebihan
dan terlampau cepat selama proses pengolahan (Winarno, 1993)
Stabilitas emulsis lemak dipengaruhi oleh temperature selama proses
emulsifikasi, ukuran partikel lemak,pH, jumlah dan tipe protein yang larut dan
viskositas emulsi (kramclich, 1971)
Penggilingan yang berlebihan menyebabkan terjadinya pemecah emulsi.
Hal ini disebabkan diameter partikel lemak menjadi kecil dan luas permukaan
lemak semakin besar, sehingga protein tidak cukup untuk menyelubungi semua
partikel lemak menyebabkan lemak yang tidak akan keluar dari emulsi sehingga
akan terbentuk kantung lemak atau lemak akan terpisah dan keluar dari sosis
( Lawrie, 1995).
Kenaikan temperature dapat dicegah atau dikurangi denga penambahan es
selama proses. Penggilingan daging bersama es dan garam serta penyimpanan
selama beberapa jam akan menyebabkan ekstraksi protein atau kemampuan
protein mengikat lemak adan aie yang lebih efisien dan mempengaruhi kandungan
protein sosis (Soeparno, 1994).
Struktur produk daging misalnya sosis hati , frankfurter dan bologna
adalah contoh emulsi lemak dalam air. Lemak membentuk fase disperse dari
emulsi sedangkan air yang mengandung protein dan garam terlarut membentuk
fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi
mempunyai afinitas,baik terhadap air yaitu porsi molekul hidrofilik , maupun
terhadap lemak yaitu molekul hidrofobik(Forrest et all, 1975)
Kapasitas protein dan air mengikat globula tau partikel-partikel lemak di
dalam suatu emulsi disebut kapasitas emulsi. Protein daging yang larut dalam air,
terutama adalah protein sarkosplasmik. Protein miofibrilar merupakan agensia
pengemulsi yang lebih efisien dan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan
stabilitas emulsi yang lebih besar dibandingkan protein daging lainnya , misalnya
protein sarkoplasmik (Soeparno,1992)

13
III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Proses Pengolahan Pangan dan
Laboratorium Analisis Pangan, dan Laboratorium pengolahan pangan Politeknik
Negeri Jember. Lama penelitian direncanakan selama 4 (Empat) bulan.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian


3.3.1 Alat Penelitian
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah robot cup,
stufer, grinder, pisau, talenan, timbangan, baskom, panci, piring, gelas
ukur, sendok, serok, dan kompor gas. Alat untuk analisa Sentrifus, Reotek,
Coloderemeter, Oven, Water Bath, Cawan Oven Dan Beaker Glass.

3.3.2 Bahan Penelitian


Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging
ayam, edamame, tepung terigu, merica bubuk, garam, gula, minyak
goreng, es batu, STTP, selongsong. Sedangkan bahan kimia yang
digunakan dalah aquadest, NaOH, formaldehida, k-oksalat,
phenolphetalein

3.5 Metode Penelitian


Penelitian dilakukan secara bertahap. Tahap pertama (1) mencari
konsentrasi edamame yang tepat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan satu
(1) factor dengan ulangan 3 kali. Konsentrasi edamame dengan taraf sebagai
berikut :
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAK) non factorial yang terdiri 6 perlakukan dan 3 ulangan

14
Adapun susunan perlakuan percobaan sebagai berikut:

B01 B 11 B21 B 31 B41 B 51


B02 B 12 B22 B 32 B42 B 52
B03 B 13 B23 B 33 B43 B 53

Konsentrasi edamame dengan taraf sebagai berikut :


Edamame segar 0 gram, daging ayam 625 gram, air 200gram
Edamame segar 75 gram, daging ayam 550 gram, air 200gram
Edamame segar 150 gram, daging ayam 475 gram, air 200gram
Edamame segar 225 gram, daging ayam 400 gram, air 200gram
Edamame segar 300 gram, daging ayam 350 gram, air 200gram
Edamame segar 375 gram, daging ayam 250 gram, air 200gram

Metode penelitian yang digunakan Rancangan Acak kelompok (RAK)


pola non factorial dengan ulangan sebanyak tiga kali.

3.6 Analisa Data


Model analisa data penelitian 1 menggunakan rancangan kelompok non
factorial sebagai berikut :
Yi = μ + Aij + εij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan untuk faktor A level ke-i, dan ulangan ke-j
μ = Nilai tengah umum
Ai j = Pengaruh factor B pada level ke-i
Eij = galat percobaan untuk level ke-i (A) dan ulangan ke-j

Data hasil penelitian dilakukan analisa sidik ragam dan uji lanjutan Beda
Nyata Jujur (BNJ).

15
3.7 Pelaksanaan Penelitian
Perlakuan bahan
Edamame dibersihkan dan dicincang halus, kemudian dibuang kulit
arinya. Daging ditrimming untuk menghilangkan lemaknya, lalu dihaluskan
menggunakan grinder.

Pembuatan sosis
Formulasi yang digunakan
 Daging ayam : Sesuai perlakuan
 Edamame : Sesuai perlakuan
 Tapioca : 100gr
 Air : 200gr
 Merica : 2gr
 STTP : 30gr
 Gula halus : 15gr
 Garam : 15gr
 Minyak/lemak : 30gr
 Bawang putih : 6gr
 MSG : 4gr

Prosedur pembuatan sosis


Melakukan pengecilan ukuran pada edamame dan daging, lalu masukkan
edamame dan daging dalam robot cup. Bawang putih, merica, STTP, dan garam
dicampur yang homogen, campurkan dalam robot cup, diaduk sampai kalis.
Penambahan minyak dan air dilakukan secara sedikit demi sedikit. Setelah kalis
angkat adonan lakukan didinginan, alat yang digunakan dalam kondisisi dingin.
Lakukan pencetakan sosis, kemudian pengikatan dan pemasakan

16
Diagram Alir Pembuatan sosis ayam

Daging

Edamame
Triming segar

Blansing
Penggilingan

Bumbu (halus) air Mixing Cincang Halus


dan minyak

Pendinginan

Pengisian

Pengikatan
sosis

Perebusan

Pengemasan vacum

Sosis

17
3.8 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
3.8.1 Uji fisik
1.WHC ( Water Holding Capacity )
• Penimbangan sampel sebanyak 10 gr
• Dipanaskan selama 60 menit pada water bath 90 °C
• Didinginkan sampel pada temperature ruang
• Masukkan sampel pada tabung sentrifuse yang dididalam tabung
sentrifuse telah dialasi tissue. Kemudian sentrifuse selama 15
menit pada 4000 rpm dengan temperature 4°C
• Sampel yang terbungkus tissue dibersihkan dan berat sampel
ditimbang.
% WHC = 1 – T / M X 100 = 1– B – A X 100
M
Dimana:
T: Total cairan yang hilang selama pemanasan dan sentrifus
B: Berat awal sampel
A: Berat sampel setelah dipanaskan dan sentrifuse
M: Jumlah air pada sampel
(Meltem Serdarogolo dan Meltem Sapanci Ozsumer, 2003)

2. Susut Masak
• Penimbangan sampel 25 gr
• Panaskan pada water bath pada suhu 800C selama 15 menit
• Letakkan sampel diatas tissue pada suhu ruang, kemudian timbang
berat sampel.
Susut masak = Berat sampel sebelum dimasak–Berat sampel sudah
dimasakX100%
Berat sampel sebelum dimasak

18
3. Folding Test / Uji lipat
Uji lipat dilakukan menurut Lanier (1992). Uji spesimen disiapkan
dengan memotong sosis yang dimasak ke dalam ketebalan 3mm. Spesimen
tes diadakan antara ibu jari dan jari telunjuk untuk mengamati cara pecah
dan kemudian dievaluasi menurut skala berikut:
1. Ditekan jari pecah
2. Mudah patah bila dilipat 2
3. Mudah retak bila dilipat 2
4. Tidak retak bila dipecah 2
5. Tidak retak setelah dilipat 4 (utuh)
( Nurul Huda dkk, 2005)

5. Warna
Warna sosis sampel diukur menggunakan Color Reader CR-10. Termasuk
membaca warna ringan (L), hijau (a) dan warna kuning (b). Peralatan yang
standar dengan warna putih standar. Mean dari lima pengukuran diambil untuk
setiap L, a dan b nilai-nilai. (Nurul Huda dkk, 2005)

6. Tekstur
Tekstur sosis diukur menggunakan Rheo Tex type SD 700 (Jepang)
dengan mode distance. Bahan ketebalan disesuaikan, kemudian diukur dengan
menusukkan jarum sedalam 15 mm, dan beban yang dibutuhkan untuk menusuk
(g) merupakan nilai tekstur dari sosis tersebut. Pengukuran dilakukan di 10 titik
pada setiap sampel. (Achmad Subagio dkk, 2003)

7. PH
Mengambil 5 gr sampel kemudian dimasukkan dalam labu ukur 100ml dan
ditambahkan aquadest netral 60 ml. gojok dan panaskan dalam penanggas air
mendidih selama 5 menit, kemudian gojok dan dinginkan, setelah dingin tambah

19
aquadest netral sampai mencapai volume 60 ml. kemudian saring dan diambil
filtratnya dan tentukan pH-nya dengan pH-Meter (Sudarmadji dkk, 1997).

3.8.2 Analisa Kimia


1. Kadar Protein ( Metode Kjeldhal)
• Timbang bahan 0.5 gr dan larutkan 10 ml.
• Tambahkan 10 ml H2SO4 pekat 93-95%
• Tambahkan 1 gram campuran Na2SO4.HgO (20:1) Katalisator
• Masukkan penanggas selama 30 menit dan keluarkan kemudian
bilas dengan aquades dan didihkan selama 30 menit. dinginkan
• Tambahkan 175 ml NaOH.Na2S2O3
• Tamping dierlemneyer dan tambahkan asam borat jenuh 25 ml.
• Titrasi dengan HCL 0.02 N

Perhitungan : % N = ( titrasi sampel – titrasi blanko ) x 100 X 14.008


Berat bahan ( gr ) x 1000

% protein = % N X Faktor Konversi


(Sudarmadji, Bambang dan Suhardi, 1997)

2. Kadar Air ( Metode Oven )


• Timbang bahan yang akan di uji sebnayak 1 – 2 gram dalam cawan
penggring, yang sebelumnya telah diketahui beratnya ( bobot ).
Cawan sebelum di gunakan terlebih dahulu dikeringkan dalam
oven bersuhu 105°C.
• Keringkan contoh dalam oven bersuhu 100 - 105°C, selama 3 – 5
jam tergantung bahannya
• Dinginkan dalam eksikator dan setelah dingin lakukan
penimbangan

20
• Bahan beserta wadah dipanaskan kembali dalam oven selama 30
menit. Dinginkan dalam eksikator dan timbang. Pekerjaan ini
diulangi sampai mencapai bobot tetap ( selisih penimbangan harus
kurang dari 2 mg )

Perhitung kadar air ( % ) = b-k x 100 %


b
dimana : b = berat contoh bahan basah (awal)
k = berat contoh bahan kering (akhir)
b-k = kehilangan bobot (berat air yang menguap)
(Sudarmadji, Bambang dan Suhardi, 1997)

3. Kadar lemak ( Metode Soxhlet)


• Hancurkan bahan sampai bahan halus (untuk bahan berupa padat)
• Lakukan pengeringan pendahuluan untuk bahan padatan yang
lembab yaitu timbang ± 10 gram bahan yang telah dihaluskan,
letakkan pada himble lalu masukkan dalam oven yang bersuhu
80oC selama 30 menit
• Labu dari alat ekstraksi dikeringkan dalam oven 100oC dinginkan
± 1 jam dalam eksikator.
• Tempatkan bungkusan yang telah berisi contoh ke dalam alat
ekstraksi.
• Tuangkan pelarut petroleum eter kedalam labu lemak secukupnya
• Lakukan reflux selama 3 -5 jam (sampai ekstraksi sekurang-
kurangnya 3 tetes setiap detik)
• Destilasi pelarut dalam labu lemak dan tampung pelarutnya
• Panaskan labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dalam oven pada
suhu 105oC sampai berat konstan
• Dinginkan dalam eksikator dan timbang

Perhitungan: % lemak = Berat lemak X 100

21
Berat sampel
Dimana berat lemak = berat dalam gram dari penimbangan terakhir setelah
ekstraksi
(Sudarmadji, Bambang dan Suhardi, 1997)

4. Kadar Karbohidrat (Metode Luff Schorll)


• Timbang 2.5 – 5 gram contoh, masukkan Erlenmeyer
• Tambahkan 200 ml larutan HCL 3 %, panaskan dengan pendingin
balik sambil sekali – kali dikocok
• Dinginkan dan netralkan dengan NaOH 10 %
• Pindahkan larutan kedalam labu ukur 500 ml dan ditambahkan air
suling sampai tanda tera dan saring
• Pipet 10 ml larutan kedalam erlemnyer 250 ml, tambahkan 25 ml
larutan luff school yang telah disaring dan beri batu didih lalu
tambah lagi 15 ml air suling
• Buat blanko
• Contoh dalam erlamenyerdan blanko dipanaskan pada pendingin
balik 9 atur pemanas sehingga isi erlemenyer mendidih dalam
waktu kurang lebih 3 menit ) dan dipertahankan selama 10 menit
• Dinginkan dengan air mengalir, jangan di goyang – goyang,
kemudian tambahkan 15 ml larutan KJ 20 % dan 25 ml H2SO4 25
% secara perlahan – lahan
• Setelah reaksi yang terjadi selesai, titrasi dengan larutan thiosulfat (
Na2S2O3)0.1 N sebagai indicator gunakan larutan kanji yang
ditambahkan pada akhir titrasi.

Kadar pati ( % ) = At x Fp x 0.90 x 100


g
At = Angka Tabel Luff school
Fp = Faktor pengenceran
g = bobot contoh ( mg )

22
(Sudarmadji, Bambang dan Suhardi, 1997)

3.8.3 Uji organoleptik


1. Skala Mutu Hedonik
Tabel 2. Skala mutu hedonik organoleptik sosis edamame

NO ATRIBUT TOLAK UKUR KRITERIA


MUTU
1. Aroma/ bau Segar khas edamame 1. sangat amis
(Khas sosis 2. amis, edamame
edamame) 3. agak amis,
edamame
4. tidak amis edamame
5. segar khas edamame
2. Tekstur Kenyal agak keras 1. tidak kenyal lunak
2. agak kenyal lunak
3. kenyal lunak
4. agak kenyal keras
5. kenyal agak keras
3. Kenampakan Sangat halus 1. sangat tidak halus
2. tidak halus
3. agak halus
4. halus
5. sangat halus

4. Rasa Sangat gurih 1. sangat tidak gurih


2. tidak gurih
3. agak gurih
4. gurih
5. sangat gurih

23
2. Skala Hedonik Sosis Edamame
Table 3. Skala Mutu Hedonik Kesukaan Sosis Edamame
NO ATRIBUT MUTU KRITERIA
1. Aroma/ bau 1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Agak suka
4. Suka
5. Sangat suka
2. Tekstur 1. Sanga tidak suka
2. Tidak suka
3. Agak suka
4. Suka
5. Sangat suka
3. Kenampakan 1. Sangat tidak
2. Tidak suka
3. Agak suka
4. suka
5. Sangat suka
4. Rasa 1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Agak suka
4. Suka
5. Sangat suka

24

Anda mungkin juga menyukai