Anda di halaman 1dari 11

Peran Gereja Melalui Tri Tugas Panggilannya Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup ODHA

Setiap hari kutemukan mereka yang terhilang, hidup yang tak menentu arah tujuan demikianlah sepenggal lirik yang dinyanyikan oleh Sidney Mohede dalam grup band rohaninya Giving My Best yang sekiranya dapat melukiskan kehidupan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) saat ini. Sepertinya keputusasaan dan kecemasan akan ajal yang menanti sebagai akibat penyakit HIV/AIDS ini menyebabkan ODHA menjadi pesimis dalam menghadapi kehidupannya sehari-hari. Padahal sebenarnya hidup ODHA bukanlah menjadi tidak berarti ketika telah didiagnosis menderita HIV/AIDS. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak apalagi melihat jumlah ODHA yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data epidemiologi dari departemen kesehatan Indonesia telah dilaporkan sebanyak 21.770 orang menderita AIDS terhitung sejak 1 April 1987 sampai dengan 30 Juni 2010, diantaranya 4.128 orang telah meninggal dunia. Adapun faktor risiko dari penularan HIV antara lain, 50% melalui hubungan heteroseksual, 40% akibat penggunaan jarum suntik (Injection Drug Users /IDU), dan sisanya diakibatkan oleh hubungan homoseksual, transmisi perinatal, dan melalui transfusi darah. Selain itu hal yang paling mengejutkan adalah provinsi Bali menduduki peringkat tertinggi ke dua setelah Papua sebagai provinsi dengan tingkat prevalensi kasus AIDS tertinggi di Indonesia.1 Sebenarnya data jumlah penderita AIDS ini tidak menunjukkan angka yang sebenarnya di lapangan, ibarat fenomena gunung es, dipermukaan hanya terlihat sebagian kecil, padahal sebenarnya sangatlah banyak. Ini diakibatkan karena kebanyakan ODHA tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi HIV, sehingga dengan mudah dapat mentransmisikan virus kepada orang lain. Akibatnya jumlah ODHA semakin hari terlihat semakin banyak, ini berarti semakin banyak pula saudara kita yang terjerumus dalam keterpurukan. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimanakah seharusnya gereja memandang permasalahan yang dihadapi ODHA? Dan bagaimanakah peran gereja dalam menyikapi permasalahan ODHA?

Pengertian dan Perjalanan Alamiah Infeksi HIV Sebelum menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS. Human Immunodeficiency Virus atau yang disingkat HIV merupakan virus yang dapat menginfeksi manusia dan mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan tubuh yang dikenal dengan istilah AIDS (Acquired Immunodeficieny Syndrome). Berdasarkan perjalanan alamiahnya infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejalanya adalah demam, nyeri menelan, ruam, diare atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi asimptomatik (tanpa gejala) yang berlangsung selama 8-10 tahun.2 Pada tahap inilah sering kali penderita tidak menyadari dirinya telah terinfeksi HIV, sehingga penderita dengan mudah dapat menularkan virus ke orang lain. Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, penderita mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi opurtunistik seperti berat badan menurun, demam yang berkepanjangan, rasa lemah, infeksi jamur, dll.2,3 Hal ini mengakibatkan sering kali pada tahap akhir penderita baru meyadari bahwa dirinya menderita HIV/AIDS. Stigma Masyarakat terhadap ODHA ODHA tidak hanya menanggung beban fisik akibat penyakit yang dideritanya, tetapi juga beban psikis. Beban psikis yang dialami diakibatkan karena adannya felt stigma dimana seseorang mengalami krisis kepercayaan diri dan enected stigma yang merupakan diskriminasi yang dialami oleh ODHA pada tingkat interpersonal. 4,5,6 Hal ini mengakibatkan penderita akan mengalami krisis multidimensional baik dari segi kepribadian, sosial, ekonomi, dan bahkan krisis iman. Beberapa organisasi dunia telah mencoba untuk mengatasi masalah ini. Salah satunya World AIDS Champaign yang mencanangkan Stop AIDS; Keep the promise sebagai tema umum untuk perayaan World AIDS day tahun 2005-2010. Tema ini diangkat sebagai peringatan terhadap janji-janji yang telah dibuat bersama oleh 189 negara pada tahun 2001. Salah satu janji yang telah disepakati dalam pertemuan tersebut adalah Peduli terhadap ODHA. Namun sayangnya hingga saat ini pelaksanaan janji tersebut belum sepenuhnya diilakukan oleh kebanyakan negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.7

Ketidakpedulian ini terbukti melalui penelitian yang telah dilakukan oleh yayasan Spiritia terhadap ODHA di Indonesia pada tahun 2001. Penelitian ini memberikan hasil bahwa adanya pelanggaran hak azasi manusia terhadap ODHA, antara lain dilaporkan lebih dari 30% koresponden mendapatkan penolakan oleh petugas pelayanan kesehatan, dan beberapa koresponden mengaku mendapatkan penolakan dari masyarakat, lingkungan tempat kerjanya, dan bahkan dari keluarganya sendiri.8 Penelitian serupa juga dilakukan di Ukraina tahun 2007 yang melibatkan sebanyak 336 responden yang terdiri dari petugas medis. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 19% responden menyatakan bahwa penderita HIV positif harus disalahkan atas kelakuan buruknya, dan 21% responden menyatakan bahwa HIV merupakan hukuman dari Tuhan.9 Adanya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA berdasarkan uraian di atas, akan berdampak pada tatanan sosial masyarakat. ODHA akan kehilangan kasih sayang dan kehangatan pergaulan sosial. Sebagian akan kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan yang pada akhirnya menimbulkan kerawanan sosial. Sebagian mengalami keretakan rumah tangga sampai perceraian, sehingga jumlah anak yatim dan piatu akan bertambah dan akan menimbulkan masalah tersendiri.2,10 Padahal orang yang terdiagnosis terinfeksi HIV belum tentu akan menghadapi ajalnya saat itu juga, malahan ODHA bisa hidup 10 tahun lagi. Sehingga sangat disayangkan jika ODHA dibiarkan hidup dalam tekanan selama masa perjalanan penyakitnya akibat sikap masyarakat yang mengisolir mereka, dan bahkan membiarkan mereka hidup tanpa mengenal Tuhan, ini semua berdampak terhadap penurunan kualitas hidup ODHA. Pandangan Gereja terhadap ODHA Bagaimanakah seharusnya gereja memandang permasalahan ODHA ini? Patutkah stigma yang buruk terhadap ODHA dibiarkan begitu saja? Alkitab jelas mengajarkan bahwa kita harus menanggung konsekuensi dari pilihan yang kita ambil, karena apa yang ditabur orang itu juga yang akan dituainya (Galatia 6:7-8).11 Tetapi yang menjadi masalah adalah manusia selalu ingin diberi kebebasan dalam menentukan pilihan, namun tidak ingin menerima konsekuensi dari pilihan yang telah diambil. Alkitab juga memperingatkan bahwa dosa percabulan akan membawa penghakiman dari Allah. (Ibrani 13:4).11 Tidak dapat dipungkiri bahwa hidup sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab secara drastis dapat mengurangi kemungkinan seseorang tertular HIV/AIDS.

Sebagian besar ODHA dapat dikatakan bersalah akibat dosa seksual yang telah dilakukakannya. Tetapi tragisnya tidak semua orang yang terinfeksi HIV bersalah karena dosa seksual yang dilakukannya. Banyak juga yang terinfeksi HIV melalui transfusi darah, penularan dari pasangan suami istri akibat pasangannya yang melakukan dosa perzinahan, dan yang paling menyedihkan adalah transmisi dari seorang ibu yang terinfeki HIV kepada bayi yang dikandungnya. Tidak peduli melalui cara apa virus itu ditularkan, tanggung jawab kita sebagai gereja adalah untuk mengasihi sesama. Kita tidak memiliki hak atau kewenangan untuk menyatakan bahwa HIV/AIDS adalah penghakiman khusus dari Allah pada suatu dosa tertentu dalam kehidupan seseorang. Tetapi sebagai gereja yang terpenting kita melaksanakan tanggung jawab kita untuk berbuat baik kepada semua orang (Lukas 10:29-37). Dalam Yohanes 8:1-11 diceritakan bahwa ketika Yesus mengajar orang banyak, tibatiba datanglah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Mereka menghadapkan kepada Yesus seorang wanita yang menurut pengakuan mereka kedapatan sedang melakukan perzinahan.11 Dengan tuduhan itu mereka hendak mengkonfirmasi Tuhan tentang keabsahan pelaksanaan hukum Taurat. Menurut mereka, hukum Taurat memerintahkan hukuman mati dengan cara dirajam untuk kasus seperti ini. Lalu apa jawaban Yesus terhadap permasalahan tadi. Pada ayatnya yang ke 7 dikatakan Barang siapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melempar batu, jawaban Yesus ini membungkamkan para ahli farisi dan taurat. Frase tidak berdosa disini bukan hanya berarti tidak melakukan perbuatan dosa seperti perempuan itu, melainkan tanpa dosa apapun bahkan tanpa keinginan untuk berbuat dosa. Dengan kata-kata ini para pendakwa itu dikalahkan secara telak. Mereka menganggap diri benar dan berhak menjadi penegak hukum, tetapi sekarang bayangan dosa mereka menari-nari dipelupuk mata mereka sendiri. Ukuran yang dipakai Tuhan bukanlah ukuran yuridis (hukum). Pada saat itu orangorang itu berdiri di hadapan pemerintahan Tuhan, bukan pemerintahan manusia dan dunia ini. Mereka berhadapan selaku manusia yang berdosa di hadapan hadirat Tuhan Allah yang maha kudus. Dengan demikian mereka harus bersih dulu dari dosa, supaya mereka bisa menghukum perempuan itu. Begitu juga sebagai gereja yang hidup kita tidak berhak untuk menghakimi ODHA. Justru sebaliknya sebagai gereja kita harus meneladani figur Tuhan Yesus.

Peran Gereja dalam Meningkatkan Kualitas Hidup ODHA Siapakah yang dimaksud gereja dalam hal ini? Pengertian gereja secara theologis ialah bahwa gereja merupakan tubuh Kristus, dimana Kristus sendiri bertindak sebagai kepala (Efesus 1:22-23).11 Gereja sebagai institusi adalah perwujudnyataan dari Tubuh Kristus di tengah-tengah dunia yang terpanggil sebagai pengemban misi Kerajaan Allah. Gereja terlihat sebagai gereja apabila gereja tersebut nampak sebagai satu segitiga sama sisi yang terdiri dari segi persekutuan, kesaksian dan pelayanan yang ketiganya tidak dapat dipisahkan. Gereja juga harus aktif ikut ambil bagian dalam karya keselamatan dari Allah yang ditujukan kepada semua manusia dan ciptaan.12 Oleh sebab itu semua kegiatan gereja harus berhubungan dengan karya penyelamatan Tuhan bagi dunia ini. Berdasarkan hal tersebut gereja sebagai tubuh Kristus diharapkan mampu membangun suatu persekutuan kasih (koinonia), mewartakan kasih (marturia) dan melayani dengan kasih (diakonia) kepada ODHA. Ketiga hal ini merupakan tri tugas panggilan gereja yang memiliki korelasi interdependensi antara yang satu dengan yang lain. Hal ini dapat dikatakan karena koinonia sebagai suatu persekutuan tidak akan dapat hidup jika tidak adanya diakonia di tengah-tengah persekutuan. Demikian juga halnya marturia, merupakan pelayanan pewartaan kerajaan Allah melalui injil sebagai kabar keselamatan yang diberitakan ke dalam persekutuan secara sentripetal maupun ke luar persekutuan secara sentrifugal.13 Gereja tidak bisa membatasi diri dengan hanya menjalankan salah satu tugas, sambil melupakan yang lain. Semua tugas tersebut dijalankan secara simultan dalam rangka mencapai keteraturan ciptaan yang memuliakan Tuhan Allah. Begitu juga dalam hal meningkatkan kualitas hidup ODHA, gereja wajib melaksanakan tri tugas panggilan gereja tersebut, yang dapat dijabarkan seperti di bawah ini. a. Diakonia Diakonia berasal dari bahasa Yunani Diakonein yang berarti melayani. J. Sikkel pernah mengatakan bahwa The church can live without buildings, without diakonea the church dies. Secara teologis ini berarti, bahwa diakonia adalah nafas gereja. Pelayanan yang diharapkan terhadap ODHA adalah pelayanan jangka panjang dengan mengesampingkan sikap ketergantungan dari ODHA kepada pelayan, sekaligus konsisten dengan pemandirian para ODHA. Hal ini bertujuan agar ODHA mampu melepaskan diri dari permasalahan yang dihadapi dan pada

akhirnya mampu melayani bersama gereja atau di dalam gereja untuk melakukan pelayanan preventif maupun protektif kepada yang belum terinfeksi virus HIV maupun yang sudah. Bentuk pelayanan yang dapat dilakukan adalah dengan memberi keterampilan kerja kepada ODHA yang bertujuan untuk memandirikan ODHA, pelayanan kesehatan untuk memantau ketaatan ODHA dalam terapi ARV (Anti Retro Viral) dan mencegah terjadinya infeksi opurtunistik pada ODHA serta kunjungan ke rumah ODHA. Gereja juga bisa memanfaatkan kemajuan IPTEK dengan membuat layanan konseling HIV online, dengan tetap memegang azas confidentiality artinya konselor harus mampu membangun hubungan kepercayaan dengan klien dan tetap menjaga kerahasiaan yang dimiliki pasien. Walaupun layanan konseling online merupakan hal yang masih langka di Indonesia, namun beberapa negara maju telah memanfaatkan teknologi informasi ini dalam memberikan kemudahan akses bagi masyarakatnya. Disini klien bisa menghubungi konselor melalui koneksi internet melalui fasilitas chatting. Setelah klien merasa siap untuk melakukan tes maka klien dapat mengisi form isian yang dapat diunduh dan ditandatangani kemudian klien mendatangi laboratorium untuk melakukan tes. Jika ternyata positif maka diperlukan konseling lebih lanjut secara langsung.14 Tentunya di sini juga dibutuhkan konselor yang benar-benar memahami tentang HIV/AIDS dan memiliki kemampuan dalam mengakses internet. Gereja juga dapat mendirikan semacam wadah dimana ODHA dapat dilayani lebih intensif, efektif dan efisien. Disanalah mereka akan dilayani secara konseling pastoral untuk memulihkan mental dan spiritual yang lebih kuat sampai pada akhirnya mereka terlepas dari belenggu rasa malu dan minder. Di samping itu, perlu disosialisasikan seluas-luasnya kepada masyarakat bahwa ODHA adalah sesama manusia yang membutuhkan perlakuan yang wajar sebagaimana masyarakat lainnya baik melalui seminar, penyuluhan maupun siaran di media elektronik, sehingga diharapkan masyarakat dapat menerima ODHA sebagaimana para penderita penyakit lainnya. b. Koinonia Koinonia berasal dari bahasa Yunani yang berarti persekutuan. Gereja terbentuk karena adanya persekutuan orang-orang yang percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat. Koinonia bukan hanya dibentuk di dalam lingkungan 6

gereja, melainkan harus ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap anggota Tubuh Kristus, harus memperhatikan satu sama lain, sesama warga, tanpa membedakan suku, ras, dan semua latar belakang lainnya. Semuanya merupakan sesama saudara karena kasih Tuhan Yesus Kristus. Sama halnya dengan ODHA, mereka juga merupakan saudara kita yang harus kita ajak dalam persekutuan. Jika Gereja telah memiliki wadah untuk pelayanan ODHA, maka sangatlah baik jika dibentuk kelompok-kelompok persekutuan kecil yang terdiri dari 3-4 ODHA dan dengan bimbingan seorang konselor. Dimana diharapkan dalam kelompok kecil ini mereka bisa saling berbagi, menguatkan dan tumbuh bersama di dalam Tuhan. Sehingga pada akhirnya ODHA mampu menjalani hidup mereka sebagaimana layaknya orang normal lainnya bahkan menjadi saksi bagi orang-orang di sekitarnya. c. Marturia Marturia berasal dari bahasa Yunani yang berarti bersaksi. Semua orang percaya terpanggil sebagai saksi-saksi Injil, baik secara sendiri dan atau bersama-sama dalam persekutuan jemaat. Kita harus sadar dan memahami, bahwa Injil Yesus Kristus itu adalah berita kesukaan mengenai pertobatan dan pembaharuan yang telah disediakan bagi manusia (Markus 1:15), dan juga berita kebebasan, keadilan, kebenaran dan kesejahteraan yang dikehendaki Tuhan untuk dunia (Lukas 4:1821).11 Apakah mungkin gereja membiarkan ODHA menghabiskan sisa waktunya tanpa mengenal Tuhan? Tentu hal ini sangat disayangkan bila benar-benar terjadi. Sebagai gereja pewartaan injil merupakan tugas yang harus diemban. Penolakan masyarakat terhadap ODHA sering kali mengakibatkan keputusasaan dan hilangnya pengharapan dari ODHA. Disinilah gereja memegang peranan yang besar dalam merangkul setiap ODHA tanpa memandang latar belakang ras, suku dan agama mereka, misalnya dengan kunjungan ke tempat rehabilitasi, untuk mengunjungi ODHA, mengajak ODHA untuk sharing bersama, dan memperkenalkan Kristus sebagai satu-satunya jalan keselamatan dan hidup, sehingga dengan demikian dapat meningkatkan kualitas hidup para ODHA. Sebagai warga jemaat kita juga harus ikut ambil andil dalam menjalankan tri tugas panggilan gereja dalam meningkatkan kualitas hidup ODHA. Lalu yang menjadi pertanyaan bagaimana caranya mengetahui bahwa A adalah ODHA sedangkan B 7

tidak? Memang hal ini tidaklah gampang, karena ODHA sendiri sangatlah menutup diri terhadap orang lain, karena merasa takut mendapat perlakuan yang diskriminatif dari orang-orang sekitarnya. Tetapi janganlah ini dijadikan penghalang untuk menjalankan tri tugas panggilan gereja dalam menghadapi permasalahan ODHA. Kita tidak harus memulai dari sesuatu hal yang besar, tetapi mulailah dari sesuatu hal yang kecil, misalnya dengan menghapus stigma kita yang buruk terhadap ODHA, karena kita semua telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23).11 Kita juga tidak berhak menghakimi ODHA bahkan menjauhi mereka. Seperti Firman Tuhan yang terdapat dalam Roma 14:10 Tetapi mengapakah engkau menghakimi saudarasaudaramu? Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap tahta pengadilan Allah.11 Berikut di bawah ini adalah bagan untuk mempermudah pemahaman mengenai peran gereja dalam meningkatkan kualitas hidup ODHA.
Mitra Kerja untuk pencegahan HIV/AIDS

Layanan konseling HIV online Pemberian keterampilan kerja, pelayanan kesehatan, home visiting Wadah khusus untuk pelayanan ODHA (konseling pastoral) Pembentukan Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) Kunjungan ke tempat rehabilitasi menghibur sambil mewartakan Injil

Diakonia

Kualitas Hidup ODHA

GEREJA

Tri Tugas Panggilan Gereja

Koinonia Marturia

Seminar/Penyuluhan /Siaran lewat media elektronik tentang HIV/AIDS Masyarakat, khususnya warga jemaat

STIGMA

Bagan 1. Peran Gereja Melalui Tri Tugas Panggilannya Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup ODHA

Gereja melalui tri tugas panggilannya wajib berperan serta dalam meningkatkan kualitas hidup ODHA. Pelaksanaan tri tugas panggilan gereja ini tidak hanya bisa dilakukan secara sentripetal tetapi juga secara sentrifugal, tanpa memandang latar belakang seseorang baik dari suku, ras, agama dan yang lainnya, sehingga dengan demikian kasih Tuhan dinyatakan atas dunia ini. Janganlah sia-siakan waktumu, hibur dan tolonglah yang berkeluh demikianlah sepenggal lirik lagu yang terdapat dalam NKB (Nyanyian Kidung Baru) nomor 211, yang menggambarkan bahwa sebagai anak-anak Tuhan kita harus memanfaatkan waktu yang ada untuk saling mengasihi satu sama lain, begitu juga terhadap ODHA. Oleh karena itu, sudah saatnya kita mampu hidup berdampingan dengan ODHA, berkarya bersama untuk hari depan bangsa yang lebih baik, dan bulatkan tekad untuk menghentikan penyebaran virus HIV. Stop AIDS. Keep the promise.

Daftar Pustaka
1.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Laporan Triwulan Situasi Perkembangan HIV & AIDS di Indonesia s.d 30 Juni 2010. Availabe at http:// www.aidsindonesia.or.id/repo/LT2menkes2010.pdf. Accessed Nov 8. 2010 Zubairi D., Samsuridjal D. 2006. HIV/AIDS di Indonesia. Aru W., Bambang S., Idrus A., Marcellus S., Sit S., (editor). Buku Ajar Penyakit Dalam. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta. Ch 405: 1803-1805 Nicholas J. 2010. HIV Disease. Available at http://emedicine. medscape.com/article/ 211316-overview. Accessed 9 Nov. 2010 Ricardo J. 2006. Vulnerability, Human Rights, and Comprehensive Health Care Need of Young People Living With HIV/AIDS. Am J Public Health. Vol.96: 10011006 Erica L., Fauzia G., Liviana C., Winston H.,Ted M., Wangari E. 2006. HIV/AIDS Stigma, Denial, Fear and Discrimination. Toronto: The African and Caribbean Council on HIV/AIDS in Ontario (ACCHO) Leslie B., Jack M., Gerdha N., Ibrahim P., Andreas Goo. 2010. Stigma and HIV/AIDS in Highlands Papua. Papua: Research Collaboration between Pusat Studi Kependudukan-UNCEN, Abepura, Papua and University of Victoria, Canada United Nations. 2001. Declaration of Commitment on HIV/AIDS. United Nations General Assembly on HIV/AIDS Yayasan Spiritia. 2002. Dokumentasi tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia teradap Orang Dengan HIV/AIDS di Indonesia. Jakarta: Yayasan Spiritia United State Government. 2007. Stigmatization and Discrimination of HIVPositive People by Providers of General Medical Services in Ukraine. Healthy Policy Iniciative. USA: U.S. Agency for International Development HIV/AIDS Strategy 20032007. Jakarta: National AIDS Commission

2.

3. 4.

5.

6.

7. 8. 9.

10. National AIDS Commission, Government of Indonesia. 2002. Indonesian National

11. Lembaga Alkitab Indonesia. 2006. Alkitab degan Kidung Jemaat. Jakarta: LAI
12. Wurfindahtin,

Lyantin. Gambaran Anugerah Allah. Available at www. sumberkristen.com. Accessed Nov.11, 2010 Available at: http: //www.suarakomunitas.net /baca/9057/ Peranan. Gereja.Yang. Diakonal. Dan.Penanganan.HIV/AIDS. Accessed Nov.11, 2010

13. Siahaan E. 2010. Peranan Gereja yang diakonal dan Penanganan HIV/AIDS.

14. Sunarto M. 2010. Konseling HIV berbasis Internet. Jakarta: Universitas Indonesia

Biodata Penulis Nama Alamat Lengkap Telepon : Nyoman Gina Henny Kristianti : Jl. Raya Abianbase, No. 83, Mengwi, Badung 80351, Bali : 085739059913

Tempat/ Tanggal Lahir : Palangkaraya/ 28 Oktober 1991

Anda mungkin juga menyukai