Anda di halaman 1dari 14

Dalam keseharian, seringkali kita menjumpai berbagai tipe umat Buddhis dengan keunikan mereka masing masing.

Tiap tipe menunjukan keunikannya masing-masing dalam mempraktikan ajaran Buddha. Mungkin ada yang dianggap kurang atau berlebihan. Berikut tipe tipe umat Buddhis yang dapat kita jumpai dalam keseharian. Yang manakah Anda? Umat Buddhis Norak Jangan berprasangka buruk dahulu dengan umat yang satuini hanya karena kata norak yang seringkali berkonotasi negatif. Umumnya, umat Buddhis norak adalah orang orang yang baru saja mengenal Buddhisme dan menunjukkan antusiasme yang luar biasa tinggi. Biasanya mereka adalah umat pindahan dari keyakinan lain. Mungkin juga mereka adalah umat Buddhis yang telat menyadari bahwa ajaran Sang Buddha menarik. Kronologisnya, saat mereka sadar bahwa Buddha dan Dharma adalah sesuatu yang hebat nan unik dan belum pernah mereka temukan sebelumnya, umat tipe ini akan menunjukkan rasa ketertarikan mereka dengan cara ekstrem. Bahkan seringkali melebihi umat Buddhis pada umumnya baik dari cara bersikap maupun dalam ber-saddhana. Ketertarikan akan Buddhisme adalah sesuatu yang memang diharapkan muncul dari diri seorang umat. Dengan adanya

ketertarikan, maka keyakinan seseorang akan bertambah kuat. Namun, ketertarikan yang berlebihan tidaklah baik karena berpotensi menghilangkan manfaat. Umat Buddhis Religius Setiap minggu ke vihara, rajin melatih kesadaran, senang membaca paritta (bahkan sampai hafal), dan lain sebagainya. Figur ini tampaknya sudah hampir mewakili umat Buddhis secara sempurna. Tapi.... Di tengah-tengah umat Buddhis yang memiliki alasan pribadi untuk bisa menghindari kegiatan yang terlalu religius, ternyata masih ada umat Buddhis yang mencoba menjalankan semua ajaran sang Buddha. Setidaknya berusaha untuk melakukannya dengan sempurna. Mungkin di benak sebagian dari kita, sosok seperti ini adalah sosok sempurna untuk menjadi teladan, bahkan untuk menjadi Duta Agama Buddha sekalipun. Namun, sayangnya ada juga kelemahan yang membayangi orang yang termasuk dalam jenis Buddhis ini. Para tipikal ini kebanyakan mengutubkan diri. Seolah menyelubungi dirinya dalam lingkungan masyarakat, sehingga kerap terkucilkan dari lingkungan pergaulan. Mungkin dia tidak menghina agama lainnya, tapi apakah Anda yakin tidak akan jenuh apabila ada orang yang terus menerus menghubungkan segala topik pembicaraan dengan ajaran Buddha? Hello, saya sedang tak di vihara, atau sharing dharma!

Setelah terkucilkan, mereka akan cenderung untuk menyendiri, mungkin untuk mempelajari lebih dalam lagi tentang Buddhisme. Lantas, apa yang kira-kira akan terjadi kemudian? Ya, bukan tidak mungkin ia akan menjadi seorang fanatik. Jadi baikkah menjadi seorang Buddhis religius? Tentu. Namun, dengan catatan, selama masih bisa menempatkan diri dan membaur dengan sebaik-baiknya di tengah masyarakat. Umat Buddhis Profesi Jangan salah sangka, umat Buddhis tipe ini bukanlah orang orang yang sengaja menjadi Buddhis hanya untuk memperoleh profesi atau pekerjaan. Bila kita amati, ada orang orang di luar sana yang memang terlahir dengan bakat sebagai seorang pemuka agama. Contohnya adalah romo atau pandita. Mereka memiliki kemampuan meneduhkan jiwa melalui kata kata dan wibawanya. Dengan demikian, materi yang mereka sampaikan saat berceramah akan mudah diterima oleh pendengar. Umat Buddhis profesi di masa kini sangat dibutuhkan sebagai misionaris Buddha Dharma. Dengan adanya mereka, Dharma tetap ada dan terus berkembang. Bhikkhu bukan termasuk umat Buddhis Profesi. Bhikkhu adalah gelar dan bukanlah sebuah profesi. Menjalan hidup sebagai Bhikkhu lebih pada pilihan bukan tuntutan. Sementara bila orang memilih profesi tertentu, barangkali itu merupakan tuntutan agar tetap dapat bertahan hidup.

Umat Buddhis KTP Agama tertulisnya Buddha, tapi keenam huruf itu hanya eksis di KTP alias Kartu Tanda Pengenalnya. Secara administrasi memang beragama Buddhis, bahkan mungkin bila ditanyakan secara lisan pun akan dijawab beragama Buddhis. Namun, di hari Minggu atau Jumat mungkin ngikut teman-teman ke Gereja atau Mesjid. Alasannya tidak ke Vihara? Simpel. karena tidak ada yang menemani dan menjadi tidak bisa bersama dengan teman-temannya. Aneh? Secara logika, hal ini wajar saja dan jelas menjadi hak asasi mereka untuk memilih pergi kemana. Bila ditanya tentang inti ajaran Buddhisme yang hanya terdiri dari 3 kalimat, juga belum tentu tahu. Bahkan mungkin melihat umat puja bakti saja belum pernah. Salah satu faktor terkuat lainnya yang menjadikan seorang Buddhis menjadi Buddhis KTP adalah karena kesibukan. Bagi mereka, menjadi Buddhis KTP adalah sesuatu yang tidak lagi terelakkan. Wong sehari 24 jam saja rasanya sudah tidak cukup, gimana bisa pergi ke Vihara blablabla? Kira-kira begitulah yang kerap mereka keluhkan. Faktor lainnya dapat disebabkan oleh tidak adanya ketertarikan terhadap Buddhisme dari dalam diri sendiri.

Masih banyak hal lain yang menyebabkan seseorang menjadi Buddhis KTP. Bisa saja karena dilahirkan dalam keluarga yang beragama Buddha, jadi secara otomatis sudah beragama Buddha sejak lahir. Tetapi, dalam perjalanan hidupnya dia mengenal agama lain yang menurutnya lebih cocok dengan idealismenya dan menurutnya untuk mengubah agama secara tertulis birokrasinya terlalu merepotkan. Mulai dari mengubah Kartu Keluarga, KTP, dan lainnya. Sehingga dibiarkannya agama yang tertulis adalah Buddha tetapi dalam praktiknya yang dijalankan adalah agama lain. Ada banyak kemungkinan yang menyebabkan seseorang menjadi Buddhis KTP. Tidak dapat ditentukan apakah ia melakukan hal yang benar atau salah, karena seseorang memilih agama berdasarkan idealismenya. Namun, alangkah indahnya apabila seseorang dapat menjadi seorang Buddhis baik secara tertulis maupun secara praktis.

Umat Buddhis seremonial Dalam 1 tahun, ke vihara pasti Cuma 4x, saat Waisak, Kathina, Magghapuja, dan Asadha. Pernahkah anda melihat seseorang umat atau mungkin Anda sendiri yang hanya muncul di vihara pada saat acara acara tertentu saja? Bila demikian, maka anda atau orang tersebut

boleh jadi termasuk dalam kategori ini. Umat tipe ini jarang sekali terlihat di vihara atau cetiya pada kebaktian kebaktian biasa. Namun, saat ada perayaan atau hari hari besar agama Buddha, ia tidak pernah absen.

Umat Buddhis Karena Pacar Pengetahuan seputar Buddhis mendekati angka nol bila dihitung secara kuantitatif. Yang pasti pacarku seorang Buddhis! Untuk tipe yang satu ini jelas, alasannya adalah karena pacar. Ada beberapa pasangan beda agama yang meyakini bahwa berpindah agama adalah salah satu cara untuk menunjukkan tingkat keseriusan dalam hubungan pacaran mereka. Itulah alasan mengapa muncul orang Buddhis tipe ini. Dalam ajaran Buddha, tidak pernah adanya larangan umat Buddhis pindah ke agama lain ataupun umat agama lain pindah ke agama Buddha. Tetapi, bila ditilik lebih jauh, penyebab kepindahannya menjadi salah satu yang pantas disoroti. Apabila penyebabnya adalah pacar, muncul pertanyaan berikutnya : ikhlaskah? Keikhlasan menjalankan agama menjadi salah satu yang krusial dalam menjalankan hidup. Dalam kasus Buddhis karena pacar ini, apabila mereka dengan ikhlas rela menjadi seorang Buddhis

(walaupun dipicu oleh pacarnya), itu adalah sesuatu yang baik. Sebaliknya, apabila kepindahannya hanya semata-mata untuk membuktikan rasa cintanya, sebaiknya hal tersebut dipertimbangkan kembali. Pantaskah pindah agama hanya untuk pacar? Secara pribadi, kami berprinsip jangan melakukan sesuatu apabila itu membuatmu tidak nyaman. Terlebih karena status pasangan masih pacar yang notabene memiliki peluang yang relatif besar untuk berpisah. Apabila keputusan menjadi Buddhis hanya untuk menyenangkan hati kekasih atau supaya bisa pergi ke vihara bersama pacar, rasanya terlalu berlebihan. Memang dalam beberapa kasus masih banyak faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan, tapi karena agama adalah suatu hal yang penting, sebaiknya keputusan berpindah agama diambil berdasarkan pertimbangan yang matang. Jangan menjadi seorang Buddhis hanya karena pacar.

Umat Buddhis Panitia Umat tipe ini lebih senang merefleksikan keyakinan mereka pada Buddha Dharma melalui praktik organisasi. Menjadi umat yang duduk bersila dan mengikuti kebaktian bagi mereka boleh jadi kurang menantang dan sangat monoton. Mereka dapat ditemui saat ada acara acara Buddhis selalu sebagai orang di balik layar alias panitia.

Umat Buddhis Tradisi Memberi angpao ke barongsai, pasang hio di kelenteng, menyajikan hidangan untuk para leluhur di pada tanggal dan bulan wafatnya setiap tahun sembayang kuburan (ceng beng). Yang mana sih yang ritual Buddhis? Banyak yang salah kaprah mengenai konsep Buddhis. Beberapa malah menganggap tradisi Tionghoa adalah kegiatan keagamaan Buddhis. Sayangnya, para pemeluk Agama Buddha sendiri pun tidak membedakan secara jelas mana yang merupakan ritual keagamaan, mana yang merupakan tradisi adat. Memang ada beberapa kegiatan tradisional Tionghoa yang diambil berbau Buddhis, seperti tarian Barongsai. Tarian barongsai (tarian singa) merupakan tarian khas masyarakat Tionghoa yang telah dikenal sejak jaman Dinasti Chin (abad ke3 SM). Bagi masyarakat di dataran Cina, singa adalah perlambang kebahagiaan, karena itulah tarian ini ditarikan. Dalam iring-iringan penari barongsai, ada penabuh gendang dan pemain alat musik lainnya, dan yang tidak kalah khas adalah seorang penari yang mengenakan topeng. Penari bertopeng ini biasanya berjalan di depan singa/barongsai dan kerap disebut sebagai sang Buddha (anonim b, 2010). Selain istilah sang Buddha yang digunakan dalam tarian ini, di

Indonesia kebanyakan komunitas penari barongsai bermarkas di Vihara, sehingga tarian ini sering dianggap sebagai ritual keagamaan Buddhis. Menurut Haryono (anonim a, 2011) ritual dalam Agama Buddha sangatlah beragam dan berbeda antara aliran yang satu dengan yang lainnya.yang dimaksud dengan ritual Buddhis sendiri adalah semua kegiatan yang dilakukan, yang berhubungan dengan peningkatan keyakinan terhadap agama Buddha. Ritual Buddhis meliputi Puja Bhakti (kebaktian biasa setiap minggu), pelimpahan jasa, mengucap nama Buddha secara berulangulang dengan sepenuh hati, pai chan (ksamayati), dan lain sebagainya. Salah kaprah ini telah menjamur di masyarakat Indonesia. Perlukah dipermasalahkan? Sepertinya tidak. Selama terbentuk keselarasan dan kedamaian antar suku dan antar agama. Namun satu hal, alangkah baiknya agar umat Buddhis mengerti yang mana yang merupakan ritual keagamaan, yang mana yang merupakan tradisi, agar menjadi jelas kapasitasnya dalam melakukan suatu ritual/tradisi tertentu.

Umat Buddhis Komunitas Umat kategori ini mejadikan komunitas sebagai alasan utama mereka datang ke vihara atau aktif dalam praktik Buddha

Dharma. Komunitas telah menjadi dasar kerohanian mereka. Contohnya ada orang orang yang awalnya tidak senang mengikuti kebaktian di vihara atau tidak mengenal secara dalam tentang Buddhisme dan setelah menemukan komunitas yang cocok dengannya di vihara, ia menjadi aktif dan rajin datang. Meskipun awalnya hanya dilandasi motivasi untuk bertemu komunitasnya, lambat laun ia akan mengenal Buddhisme lebih jauh baik dari pergaulan maupun vihara. Menemukan teman atau komunitas yang membawa kemajuan dalam diri merupakan berkah utama. Jadi bagi Anda yang termasuk dalam tipe ini, bersyukurlah karena barangkali Anda telah menerima berkah utama itu.

Umat Buddhis Fanatik Agamaku adalah yang terbaik, paling benar. Jangan harap ada kepercayaan lain yang bisa menyamai, apalagi melebihi agama ku. Mau tahu? Agamaku Buddha. Terkadang dalam menekuni suatu agama tertentu, ada rasa protektif yang berlebih. Rasa protektif ini membuat kita membuatkan sangkar emas dan meletakkan kepercayaan kita di atas segala kepercayaan yang lain. Kemudian mulailah muncul rasa bangga dan merasa diri eksklusif karena memeluk

agama yang kita yakini dan kita anggap adalah yang terbaik. Pengeksklusifan inilah yang bisa menjadi pemicu fanatisme. Rasa fanatik adalah rasa kepercayaan berlebih yang memicu timbulnya persepsi merendahkan terhadap faham yang tidak sama dengan faham yang dianutnya. Fanatisme dalam agama Buddhis dapat menimbulkan perpecahan ketika seorang Buddhis yang telah fanatik melecehkan agama lainnya. Seorang Buddhis yang menjadi fanatik, dapat dianggap telah melanggar dasar agama Buddha yang mengajarkan universalisme dan tidak adanya hirarki/kasta. Memang jarang kita dengar berita bahwa ada perang suku yang melibatkan agama Buddhis, namun bukan berarti para Buddhis fanatik tidak ada. Seiring dengan era modernisasi, para Buddhis fanatik ini kerap melancarkan aksinya dalam situs-situs atau forumforum keagamaan. Bahkan ada beberapa dari mereka yang membuat perspektif negatif dari vinaya dan sutta (anonim c, 2006) Kondisi ini amat disayangkan. Keyakinan yang terlalu kuat terhadap ajaran sang Buddha tumbuh menjadi sesuatu yang 11egative, yaitu keterikatan terhadap ajaran Buddha itu sendiri. Pengembangan rasa percaya ini bergeser menjadi sesuatu yang justru tidaklah sesuai dengan ajaran sang Buddha. Kaum fanatis ini menyimpan kekuatan laten untuk menyebabkan perpecahan, dimana seharusnya kita bersatu, seperti yang diamanatkan oleh sang Buddha.

Ada beberapa orang yang ketularan fanatik karena sering membaca aksi-aksi umat Buddhis fanatis ini. Untuk mengantisipasinya, kita harus tetap ingat untuk ehipassiko. Postingan-postingan di forum keagamaan itu mungkin terlihat sangat meyakinkan dan terkesan masuk akal, namun dengan tetap ber-ehipassiko, kita bisa tetap berada di jalan yang benar dan tidak menyimpang dari ajaran sang Buddha. Umat Buddhis Bayangan Dari kecil udah Buddhis, udah deh, ga usah pindah-pindah agama, ribet. Yang ini harus setiap minggu ibadahnya, yang itu harus ziarah, ah, udahlah, yang ada aja. Mungkin tipe ini termasuk salah satu yang banyak ditemui di tengah masyarakat. Tidak jarang mereka memilih agama yang mereka anggap paling praktis dan karena sudah turun temurun dianut keluarganya. Hal ini menyebabkan seseorang memasang sikap tidak mau tahu tentang agamanya. Selain itu, pemilihan agama secara turun temurun ini juga menjadi salah satu upaya agar tidak dilabeli sebagai ateis . Apanya yang salah? Lagi-lagi adalah karena mereka menjalankan Buddhisme tanpa pemahaman. Memilih agama ibarat membeli kucing dalam karung. Karena itulah, alangkah baiknya bila agama tidak hanya kita peluk, tetapi juga kita konsumsi. Mengerti dan memahami agama, sesuatu yang lebih penting dibanding memeluk Agama.

Wacana ini tidak dimaksudkan untuk menggeneralisasikan setiap umat. Tipe tipe umat di atas hanyalah gambaran dari beraneka umat Buddhis yang kita temui. Tidak ada satu tipe pun yang sangat baik atau sangat buruk karena setiap orang memiliki cara masing masing dalam berkeyakinan. Yang dewasa ini jarang ditemui adalah umat Buddhis yang ideal. Bagaimanakah Ciri Ciri Umat yang Ideal? Umat Buddhis yang ideal adalah umat yang meyakini Buddha Dharma dengan pengertian benar sehingga pikiran dan wawasan senantiasa terbuka lebar terhadap kemajuan dan perubahan. Selain itu, keyakinan seorang umat yang ideal juga dilandasi dengan motivasi yang tepat dan tidak membutakan batin. Keyakinan tidak berhenti hanya sampai batin dan pikiran saja, tapi juga terefleksi dalam sikap dan etika. Dengan demikian, tidak muncul fanatisme, tidak muncul juga pelatihan diri yang berlebihan, dan hasilnya adalah bertambah kuatnya keyakinan terhadap Buddha Dharma.

Santika & Devi

Referensi :

anonim a. 2011. Ritual dalam Agama Buddha, Relevankah?. http://tamandharma.com/forum/index.php?topic=8266.0 diakses di Jakarta, 2 September 2011 anonim b. 2011. Barongsai_1. http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/budaya_bangsa/Pecin an/Barongsai_1.htm diakses di Jakarta, 2 September 2011 anonim c. 2006. Fanatisme dalam Sebuah Agama. http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic-6719.0 diakses di Jakarta, 2 September 2011

Anda mungkin juga menyukai