Anda di halaman 1dari 8

Belajar Dengan Berbuat (learning by doing)

Selasa, Juli 21, 2009


Belajar merupakan sebuah aktifitas yang selalu dilakukan setiap manusia selagi masih berinteraksi dengan lingkungannya, dari mulai dia berada dalam kandungan sampai ajal menjemputnya. jadi saya yakin sepenuh hati, pasti para pembaca artikel ini pernah melakukan aktifitas tersebut. Namun makna esensial apa sebenarnya yang bisa diambil dari belajar. anda mau tau?? silahkan kunjungi disini. Secara psikologis, manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu dan manusia memiliki kecenderungan untuk berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dalam rangka pencapaian kebutuhan-kebutuhan tersebut, manusia akan berperilaku dan sebagian perilaku tersebut merupakan sebuah proses belajar. Seorang ahli pendidikan amerika serikat John Dewey menyebutkan Belajar dengan berbuat (learning by doing) adalah merupakan cara yang lebih efektif. Dengan kata lain, dalam mempelajari sesuatu itu tidak hanya mendengar dan membaca, melainkan harus aktif membuat ringkasan, gambar maupun membuat adegan dengan benda-benda konkrit atau sambil berpraktek. Belajar bukan hanya aktifitas mendengar dan melihat tetapi juga aktifitas berbuat. Dengan berbuat maka akan lebih sempurna dalam menguasai apa yang dipelajari. misalkan saja seorang yang ingin menguasai tentang mesin mobil tidak hanya mendengar cerita tentang kerja mesin tersebut. melainkan dia harus mampu mengetahui bagian-bagian mesin, membongkar mesin dan memasangnya kembali, bahkan bila mampu dia mampu menyempurnakan mesin tersebut. Seorang pelajar sejati adalah pelajar yang mampu menilai menginovasi dan menyempurnakan, tidak menerima sesuatu apa adanya, bersikap menilai sesuatu. ungkpan tersebut dimaksudkan agar pelajar tidak pasif. tetapi harus banyak bertanya, banyak melacak ilmu pengetahuan yang dipelajari dari berbagai sudut pandang. Jika saja hal itu dulakukan maka cara belajar dengan berbuat akan lebih bisa memberi banyak hasil di banding dengan belajar tanpa berbuat.

PRINSIP PEMBELAJARAN KETERLIBATAN LANGSUNG


Belajar adalah proses perubahan perilaku atau kecakapan manusia berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannyashingga mereka mampu berinteraksi antara individu dan individu dengan lingkungannya. Maka seseorang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan perilaku dalam aspek pengetahuan sikap dan keterampilan. Adapun prinsip-prinsip dalam pembelajaran yang perlu diperhatikan pengajar dan siswa yakni perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.

Prinsip adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/ kelompok sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak. Sebuah prinsip merupakan roh dari sebuah perkembangan ataupun perubahan, dan merupakan akumulasi dari pengalaman ataupun pemaknaan oleh sebuah obyek atau subyek tertentu. Prinsipprinsip pembelajaran merupakan salah satu komponen pokok dari kegiatan pembelajaran. Seperti sebuah sistem pada umumnya, bila ada salah satu komponennya yang tidak berfungsi dengan baik maka keseluruhan kerja sistem pun akan terganggu. Demikian juga pada kegiatan pembelajaran, bila dalam melakukan suatu kegiatan pembelajaran prinsip-prinsip pembelajaran diabaikan maka sudah jelas pembelajaran tersebut tidak akan maksimal hasilnya. Menurut Edgar Dale, dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya, mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar dari pengalaman langsung. Maka peserta didik dapat mempelajari sendiri apa yang dijelaskan pengajar dengan praktek/terlibat langsung dalam proses belajar sehingga peserta didik akan memiliki pengalaman. Dan perlu diingat kembali Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajari nya sendiri. Tidak ada seorang pun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1972). Dengan keterlibatan secara langsung, logisnya siswa akan memiliki pengalaman. Berbicara tentang media dan pengalaman-pengalaman yang dibangunnya, kita dapat berpedoman pada Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Cone of Experience). Pada gambar di bawah ini juga diperlihatkan keterkaitan dengan konsep Bruner (enactive, iconic, and symbolic learning).

"The cone of Experience" from Audio-Visual Methods in Teaching, 1st Edition, by Edgar Dale, 1969. (Digambar ulang oleh saya untuk mendapatkan ketajaman gambar) Dapat kita amati, ada tahap-tahap bentuk penyajian pesan melalui media untuk mendapatkan pengalaman belajar senyata mungkin. Pada Kerucut Pengalaman Dale, kita memulai pemelajar (orang yang melakukan kegiatan belajar) sebagai partisipan dalam pengalaman aktual, lalu beranjak ke pemelajar sebagai pengamat dari kejadian aktual, lalu ke pemelajar sebagai pengamat dari sebuah hal/kejadian melalui medium, dan akhirnya ke pemelajar yang mengamati simbol-simbol yang merepresentasikan sebuah hal/kejadian. Dan

itulah yang menurut saya paling menantang, mengembangkan sebuah media pembelajaran yang dapat digunakan para pemelajar untuk mengamati sebuah hal/kejadian. Dale berkeyakinan bahwa simbol dan gagasan yang abstrak dapat lebih mudah dipahami dan diserap manakala diberikan dalam bentuk pengalaman yang kongkrit. Kerucut Edgar Dale ini menyatukan teori pendidikan John Dewey dengan gagasan-gagasan dalam bidang psikologi yang tengah populer pada masa itu. Kerucut pengalaman merupakan upaya awal untuk memberikan alasan tentang kaitan teori belajar dengan komunikasi audio visual (Dale, 1946) Secara umum, semakin kita menapaki ke atas kerucut Pengalaman Dale, akan mendapati media yang lebih abstrak, dan lebih banyak informasi yang dapat di padatkan ke dalam periode waktu yang singkat. Memakan waktu yang lebih banyak jika pemelajar melibatkan diri ke dalam pengalaman langsung yang nyata, pengalaman buatan, atau pengalaman yang didramatisir jika dibandingkan dengan penangkapan informasi dalam sebiah tape video, rekaman audio, serangkaian simbol visual (gambar), atau serangkaian simbol verbal. Seorang perawat memerlukan waktu untuk mengimplementasikan praktek keperawatan secara langsung untuk mendapatkan keterampilan yang tidak akan diterima dalam pelajaran teori dikelas. Perawat akan langsung berhadapan dengan pasien beserta resiko-resiko dan hambatan yang akan diperoleh baik itu berhasil ataupun tidak namun keterlibatan langsung itu akan mudah diingatdan tertanam lebih dalam dipikiran. Hal ini juga sesuai dengan teori brunner yakni learning by doing. Belajar secara langsung dalam hal ini tidak sekedar mengamati secara langsung melainkan harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator. Keterlibatan siswa di dalam belajar tidak hanya keterlibatan fisik semata, tetapi juga keterlibatan emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan. Kegiatan pembelajaran di kelas-kelas sekolah, kampus, hingga pascasarjana amat rentan dihinggapi kebosanan yang disertai wajah-wajah lesu mengantuk para pesertanya. Tapi kalau diamati, pelatihan, seminar, workshop, dan yang lainnya terlihat begitu laris manis disaat tema dan materi kegiatannya merupakan hal-hal baru dan praktis. Fenomena tersebut memberikan

sebuah makna bahwa bukan sekedar wawasan atau pengetahuan yang dibutuhkan saat ini, tapi juga sejumlah hal yang dikenal dengan kata pengalaman langsung Ada beberapa teori yang mendukung asas keterlibatan langsung/Berpengalaman antara lain : 1. John Dewey (Learning by doing) John Dewey menyebutkan Belajar dengan berbuat (learning by doing) adalah merupakan cara yang lebih efektif. Dengan kata lain, dalam mempelajari sesuatu itu tidak hanya mendengar dan membaca, melainkan harus aktif membuat ringkasan, gambar maupun membuat adegan dengan benda-benda konkrit atau sambil berpraktek. Belajar bukan hanya aktifitas mendengar dan melihat tetapi juga aktifitas berbuat. Dengan berbuat maka akan lebih sempurna dalam menguasai apa yang dipelajari 2. Piaget (konkret abstrak) Menurut piaget proses belajar terdiri 3 tahapan : asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah proses penyatuan informasi baru kedalam struktur kognitif yang sudah ada dalam benak mahasiswa. Proses akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi yang baru sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Menurut piaget proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Piaget membagi tahap perkembangan kognitif antara lain tahap sensori-motori(1.5-2tahun), tahap praoperasional(3-7 tahun), tahap operasional konret (813tahun) dan tahap operasional formal(14 tahun atau lebih)setiap tahap perkembangan berbeda pencapaian kognitifnya senmakin tingi tingakat kognitif nya semakin teratur dan semakin abstrak pula cara berpikirnya.Untuk itu diperlukan keterlibatan guru/ dosen untuk memahami hal tersebut dalam memberikan materi pelajaran baik dalam jumlah maupun jenisnya serta membantu mengkongkretkan gambaran-gambaran abstrk yang tertanam dibenak

siswa/mahasiswa. 3. Brunner (Discovery Learning) Menurutnya proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif bila dosen atau guru membrikan kesempatan pada mahasiswa / siswa untuk menemukan aturan seperti konsep, teori,

definisi dsb melalui contoh-contohmaksudnya mahasiswa dibimbing secara induktif untuk memahami kebenaran secara umum. Misalkan dosen meminta seorang mahasiswa mempelajari pernapasan tidak hanya mengemukakan definisinya saja namun disertakan dengan contohcontoh maka diperlukan pengalaman langsung mahasiswa tentang bagaimana pernapasan secara konkret. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prinsip keterlibatan langsung antara lain : 1. Pembelajaran individual dan kelompok. Pembelajaran individu dilakukan dilakukan sendiri tanpaa ada interaksi dengan orang lain sehingga tidak ada sharing pendapat dan semua proses mulai dari ide, pencarian informasi, analisa masalah serta pemecahan masalahnya. Sedangkan pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar mahasiswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif di antara mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap mahasiswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada mahasiswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif mahasiswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal. Model pembelajaran kooperatif memungkinkan semua mahasiswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar. 2. Eksperimen. Suatu upaya atau praktek dengan menggunakan peragaan yang ditujukan pada siswa dengan tujuan agar siswa lebih mudah memahami dan mempraktekkan apa yang telah diperoleh dan dapat belajar memahami proses serta menganalisa proses tersebut. 3. Media. Media memiliki multi makna, baik dilihat secara terbatas maupun secara luas. Munculnya berbagai macam definisi disebabkan adanya perbedaan dalam sudut pandang, maksud, dan tujuannya. NEA (National Education Association) memaknai media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Raharjo (1991) menyimpulkan beberapa pandangan

tentang media, yaitu Gagne yang menempatkan media sebagai komponen sumber, mendefinisikan media sebagai komponen sumber belajar di lingkungan peserta didik yang dapat merangsangnya untuk belajar. Briggs berpendapat bahwa media harus didukung sesuatu untuk mengkomunikasikan materi (pesan kurikuler) supaya terjadi proses belajar, yang mendefinisikan media sebagai wahana fisik yang mengandung materi instruksional. Wilbur Schramm mencermati pemanfaatan media sebagai suatu teknik untuk menyampaikan pesan, di mana ia mendefinisikan media sebagai teknologi pembawa informasi/pesan instruksional. Yusuf hadi Miarso memandang media secara luas/makro dalam sistem pendidikan sehingga mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri peserta didik Rahardjo (1991) menyatakan bahwa media dalam arti yang terbatas, yaitu sebagai alat bantu pembelajaran. Hal ini berarti media sebagai alat bantu yang digunakan guru untuk: 1 2 3 4 5 memotivasi belajar peserta didik memperjelas informasi/pesan pengajaran memberi tekanan pada bagian-bagian yang penting memberi variasi pengajaran memperjelas struktur pengajaran. Di sini media memiliki fungsi yang jelas yaitu memperjelas, memudahkan dan membuat menarik pesan kurikulum yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik sehingga dapat memotivasi belajarnya dan mengefisienkan proses belajar. Media dalam proses mengajar banyak hal yang dapat dijadikan dalam media belajar. Baik berupa pengalaman langsung dari narasumber maupun bahan bahan dari literature atau sumner sumner yang tekait contohnya buku, jurnal atau Koran. Sebagai mahasiswa keperawatan salah satu media yang digunakan adalah phantom sebagai pengganti pasien. Dengan adanya phantom tersebut mahasiswa diharapkan lebih mengerti anatomi dari manusia karena phantom dibuat sedemikian rupa sehngga menyerupai manusia. Phantom tersebut digunakan sebagai media praktek mahasiswa sebelum berhadapan langsung dengan pasien/manusia. Pada phantom inilah mahasiswa mempraktekkan ilmu yang mereka peroleh/melakukan prasat dari teori teori yang didapat.

4.

Psikomotorik.

Kompetensi dasar berikutnya yaitu kemampuan psikomotor yang meliputi: sosialisasi dan kepribadian yang mencakup kemampuan argumentasi, presentasi, dan perilaku.Kemampuan psikomotor merupakan kesinambungan dari kemampuan kognitif dan efektif. Pada ranah kemampuan psikomotor ini peserta didik diharapkan dapat mencapai kemampuan bersosialisasi antar sesama peserta didik, pendidik, dan pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran. Kemampuan bersosialisasi ini dengan serta merta didukung oleh kepribadian yang mencakup kemampuan argumentasi, presentasi dan perilaku yang baik. 5. Mencari informasi sendiri. Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak belajar apa-apa kalau kita tinggal menuliskan apa yang dikatakan oleh guru. Disini guru tidak mengajar dengan metode ceramah, Kata Tuomas Siltala, salah seorang siswa sekolah menengah. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan

6.

Merangkum. Merangkum merupakan pembuatan ringkasan dari apa yang telah kita baca dan telah kita praktkkan. Dalam rangkuman berisi intisari yang akan memuahkan kita untuk lebih mudah mempelajari / memahami tentang hal hal yang telah kita baca. Dalam pengalaman belajar dilaboratorium. Merangkum memiliki keuntungan mempermudah mengingat apa yang telah dikerjakan. Dalam praktikum dan mempermudah belajar. Tahap tahap atau langkah langkah dalam pelaksanaan skill lab tersebut.

7.

Guru sebagai manejer dan pengelola. Mengajar dengan sukses berarti harus ada keterlibatan siswa secara aktif untuk belajar. Keduanya berjalan seiring, tidak ada yang mendahului antara mengajar dan belajar karena masing-masing memiliki peran yang memberikan pengaruh satu dengan yang lainnya. Keberhasilan/kesuksesan guru mengajar ditentukan oleh aktivitas siswa dalam belajar, demikian juga keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan pula oleh peran guru dalam mengajar. Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar

Anda mungkin juga menyukai