Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS PENCAHAYAAN MASJID ALIRSYAD KOTA BARU

PARAHYANGAN BANDUNG
1. Teori Dasar
Desain pencahayaan pada suatu bangunan dirancang berdasarkan tiga aspek utama yaitu daya
tarik (estetika), efisiensi energi, serta kegunaan bangunan tersebut. Bangunan seperti
perpustakaan, ruang kerja, laboratorium, toko perhiasan memerlukan tingkat intensitas
pencahayaan 300-500 lux karena kegiatan yang dilakukan didalamnya memerlukan cahaya yang
terang. Bangunan lain seperti gudang, tempat parkir, dan garasi hanya memerlukan tingkat
intensitas pencahayaan 50-100 lux karena alasan efisiensi energi sistem pencahayaan. Tempat
beribadah seperti masjid dan gereja menggunakan sistem pencahayaan untuk menambah kesan
spiritual untuk kegiatan ibadah, umumnya diperlukan tingkat intensitas pencahayaan sekitar 200
lux. Untuk memenuhi kebutuhan pencahayaan tersebut, bangunan biasanya mempertimbangkan
dua sumber pencahayaan yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan.
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan dari cahaya matahari yang dimanfaatkan untuk
mengurangi penggunaan listrik pada siang hari. Menurut SNI No. 03-2396-2001, Pencahayaan
alami siang hari dikatakan baik apabila:
1. Pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat, terdapat
cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan.
2. Distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras
yang mengganggu.
Pencahayaan buatan adalah pemcahayaan yang menggunakan sumber cahaya selain dari cahaya
matahari. Perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan diatur dalam SNI No. 036575-2001, masjid memiliki kriteria pencahayaan minimum sebagai berikut:

Fungsi
Ruangan

Mesjid

Intensitas

200

Renderasi

1 atau 2

Keterangan

Untuk tempat-tempat yang membutuhkan tingkat


pencahayaan yang lebih tinggi dapat digunakan
pencahayaan setempat.

Tabel 1. Kriteria Pencahayaan Minimum Masjid


Renderasi warna adalah efek psikofisik suatu sumber cahaya atau lampu terhadap warna obyekobyek yang diterangi, dinyatakan dalam suatu angka indeks yang diperoleh berdasarkan
perbandingan dengan efek warna sumber cahaya referensi pada kondisi yang sama. Nilai Ra
bergantung pada jenis lampu yang digunakan.

Tabel 2. Pengelompokan Renderasi Warna


Sistem pencahayaan setempat memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak
merata. Di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual yang memerlukan tingkat
pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan sekitarnya.
Hal ini diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langit-langit di atas
tempat tersebut.
2. Data Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan
Salah satu bangunan yang memainkan pencahayaan alami adalah Masjid Al-Irsyad Kota Baru
Parahyangan Bandung. Masjid ini terletak di kawasan perbukitan dengan banyak tanah lapang
sehingga tidak banyak penghalang cahaya matahari.

Gambar 1. Denah Masjid Al Irsyad


Masjid ini didesain memiliki banyak lubang udara di seluruh bagian dinding yang membentuk
pola kaligrafi kalimat syahadat, dua pintu masuk serta bagian mimbar yang terbuka. Cahaya yang
masuk dari lubang-lubang cahaya yang ada termasuk minim karena ingin menunjukkan kesan
megah dari masjid. Pada siang hari, bagian depan mimbar memiliki intensitas cahayanya sangat
tinggi yaitu 290 lux sedangkan bagian lainnya didapatkan tingkat cahaya seperti pada gambar di
bawah ini:

Gambar 2. Hasil Pengukuran Intensitas di Beberapa Titik


Selain pencahayaan alami, masjid ini juga menggunakan pencahayaan buatan dari lampu TL
sebanyak 99 buah. Bagian lantai dari masjid ini tertutup karpet yang faktor refleksinya rendah
sehingga tidak banyak pantulan cahaya dari bawah. Hal ini bermanfaat untuk mengurangi efek
silau.

Gambar 3. Interior Masjid Siang Hari


3. Analisis dan Pembahasan
Sumber cahaya alami masjid Al-Irsyad paling besar diperoleh dari bagian depan mimbar. Hal ini
ditujukan untuk mendapatkan kesan spiritual yang dalam saat shalat. Namun kelemahan dari
konsep ini adalah intensitas cahaya tidak merata sehingga terdapat beberapa daerah yang tidak
mendukung untuk membaca Al-Quran. Data pengukuran intensitas cahaya alami siang hari
menunjukkan persebaran cahaya yang tidak merata terutama pada bagian pojok ruangan yang
tidak terjangkau oleh cahaya dari lubang cahaya. International Commission of Illumination
(CIE)menyebutkan bahwa tingkat pencahayaan horisontal minimum pada masjid untuk tugas
visual seperti membaca Al-Quran adalah sebesar 100 lux pada bidang kerja lantai sehingga semua
masjid, khususnya masjid Al-Irsyad, harus memiliki tingkat pencahayaan yang sesuai dengan
standar tersebut.

Untuk menambah intensitas cahaya pada masjid Al-Irsyad digunakan lampu sebagai sumber
cahaya buatan. Jenis lampu yang digunakan adalah lampu yang memiliki renderasi diatas 70
seperti lampu flouresen standar cool daylightdan lampu flouresen super (Warm white, cool white,
cool daylight). Pada bangunan masjid, sebaiknya digunakan sistem pencahayaan setempat yaitu
dengan menambah intensitas cahaya di tempat-tempat tertentu sesuai kegunaannya. Bagian yang
perlu ditambahkan intensitasnya adalah bagian pojok ruangan (daerah A, C, D, dan I pada
Gambar 2).
4. Daftar Pustaka
http://www.archdaily.com/87587/al-irsyad-mosque-urbane/ (Diakses pada 22/10/13)
Ilham, Rhinocho F. dkk, Laporan Teknik Pencahayaan: EVALUASI PENCAHAYAAN
INTERIOR PADA MASJID AL-IRSYAD BANDUNG, 2013.
SNI 03-6575-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan
gedung.
SNI 03-2396-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan
gedung

Anda mungkin juga menyukai