Anda di halaman 1dari 75

Volume

1
1-2-3 LANGKAH
LANGKAH KECIL YANG KITA LAKUKAN MENUJU
TRANSPORTASI YANG BERKELANJUTAN

Referensi ringkas bagi proses advokasi


pembangunan transportasi

MASYARAKAT TRANSPORTASI INDONESIA

Referensi ringkas bagi proses advokasi


penyelenggaraan transportasi

Penulis:
Bambang Susantono
Danang Parikesit
Heru Sutomo
Muhammad Nanang
Sigit W. Prasetya
Editor:
Bambang Susantono dan Danang Parikesit
Tata letak:
Muhammad Yani
ISBN 979 95237 2 - 9
Cetakan ke-1, Mei 2004
Cetakan ke-2, September 2004
Diterbitkan oleh:
Masyarakat Transportasi Indonesia
Menara Kebon Sirih Lt. XV, Jalan Kebon Sirih Kav. 17-19
Tel : +62 21 39836556 Fax : +62 21 39837053
sekretariat@mti-its.or.id www.mti-its.or.id

DAFTAR ISI
Pengantar

i
BAB

BAB

Yang sering terlupakan oleh para

Transportasi Indonesia: sebuah potret

pengambil keputusan

48

Peran masyarakat dalam pembangunan

Keselamatan adalah segalanya

49

Membiayai proyek transportasi dilema

Membangun aliansi untuk melakukan


advokasi, sulitkah?

dalam desentralisasi!

BAB

52

Kebutuhan akan data dan infomasi dalam


proses advokasi kebijakan publik
Mengenai buku ini

10

Beberapa istilah yang perlu diketahui

56

Beberapa contoh inisiatif proyek


BAB

Tujuan pembangunan transportasi

transportasi

59

12

Mengaitkan transportasi dan isu-isu besar

BAB

pembangunan

Catatan penutup

13

6
68

Transportasi dan ketersediaan sumber


daya

18
MENGENAI MASYARAKAT TRANSPORTASI

Pemenuhan rasa keadilan bagi


penyelenggaraan transportasi

20

Mobilitas dan dampak lingkungan: Product


dan by-product kegiatan transportasi

22

Konsep perencanaan transportasi


perkotaan

24

Lingkup kajian transportasi

26

BAB

Transportasi bagi kota yang sibuk

29

Untuk mereka di perdesaan dan daerah


terisolasi

31

Berbagi ruang: indahnya angkutan umum 34


Bagaimana barang diangkut secara
efisien

36

Transportasi: We make people fly !

38

Nenek moyangku orang pelaut

42

Multimoda: Apa itu?

47

INDONESIA (MTI)

Pengantar

ransportasi merupakan bagian dari

kehidupan yang kita alami sehari-hari.


Pembicaraan seputar transportasi pasti
akan menyentuh berbagai spektrum
kehidupan yang sangat luas. Diskusi
dapat dimulai dari skala makro seperti
globalisasi sampai pada masalahmasalah angkutan umum yang sering
kita alami sehari-hari. Karenanya tidak
heran apabila sebagian masyarakat,
walaupun tidak semua lapisan, sangat
peduli dengan layanan, sarana, dan
prasarana transportasi.
Transportasi juga dapat dianggap
sebagai salah satu hak asasi manusia.
Hak atas akses yang merupakan
layanan
kebutuhan
melakukan
perjalanan yang mendasar, atau lazim
disebut aksesibilitas, harus disediakan
oleh negara, terlepas apakah seorang
warga negara akan menggunakan
kesempatan
atas
akses
tersebut.
Karenanya
aksesibilitas
transportasi
sering dianggap penting seiring dengan
meningkatnya
peradaban
umat
manusia. Kenyataan empiris yang dapat
kita
lihat
dalam
perkembangan
kehidupan dan kemajuan transportasi
menunjukkan
bahwa
peningkatan
teknologi
transportasi
sangat
berpengaruh pada perubahan sosial
dan ekonomi regional. Penemuan mesin
uap di Inggris, revolusi mobil-T di Amerika
Serikat, teknologi kapal super kontainer,
dan transformasi mesin jet dalam dunia
penerbangan, merupakan beberapa
tonggak
dalam
perkembangan
peradaban dunia.
Selama
ini
transportasi
dianggap
substansi yang sarat dengan masalahmasalah teknis di mana hanya para ahli
teknik
sajalah
yang
dapat
membahasnya. Pada kenyataannya,

permasalahan transportasi menyentuh


hampir semua aspek non teknis
misalnya: ekonomi, finansial, sosial, politik
serta pertahanan dan keamananan.
Karenanya
maka
perlu
dilakukan
demistifikasi transportasi sebagai sektor
teknis sehingga aspek-aspek lainnya
dapat dibicarakan sama bobotnya
dalam sektor transportasi. Diskusi antar
pakar transportasi dan pakar di bidang
lainnya perlu lebih ditingkatkan dalam
rangka mencari format transportasi yang
lebih baik di masa mendatang.
Buku 1-2-3
Langkah ini merupakan
langkah awal Masyarakat Transportasi
Indonesia atau MTI dalam berkomunikasi
dengan para pemangku kepentingan
dalam bidang dan sektor transportasi.
Buku ini ingin memberikan pengantar
pada
hal-hal
sederhana
seputar
transportasi
yang
dapat
menjadi
komunikasi awal antara para anggota
MTI dan masyarakat luas. Sengaja kami
menggunakan format dan bahasa yang
sederhana agar permasalahan yang
ada dapat menjadi perbincangan yang
lebih akrab dalam ruang-ruang keluarga
masyarakat Indonesia. Kami berharap
kiranya dengan perbincangan awal
yang akan terjadi di masyarakat dapat
memfasilitasi meningkatnya kepedulian
atas permasalahan, dan, pada akhirnya,
ketertarikan dalam mencari solusi semua
persoalan transportasi yang cukup pelik
di Indonesia.

Dr. Bambang Susantono


Ketua Umum MTI 2003 2007

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Bab

1
Langkah-langkah kecil
yang mempengaruhi
hidup kita
Many factors contribute to economic and social progress, but
mobility is especially important because the ingredients of a
satisfactory life, from food and health to education and employment,
are generally available only if there is adequate means of moving
people, goods and ideas (Owen, 1987)

da hal-hal yang bisa kita lakukan dan cukup banyak masalah yang tidak bisa
kita selesaikan sendiri. Transportasi merupakan contoh nyata dari
permasalahan yang kita hadapi sehari-hari dan sering kali membuat kita,
pemerintah, politisi, praktisi, akademisi, dan
I S I D A R I B A B I N I
masyarakat luas menjadi frustrasi. Benang kusut
 Potret transportasi Indonesia
transportasi sering kali menyulitkan para pemangku
kepentingan memulai sebuah tindakan.
 Peran masyarakat dalam
pembangunan

Di sisi lain sebuah tindakan perlu memiliki rasional


atau alasan yang cukup agar sesuai dengan masalah
Data dan informasi
yang memang benar-benar dihadapi. Menemukan
masalah yang benar adalah kunci dari pemecahan
 Mengenai buku ini
masalah itu sendiri. Oleh karena itu, bagian ini akan
memberikan gambaran kepada pembaca mengenai hal-ihwal yang kita lihat sehari-hari
mengenai transportasi dan bagaimana secara mudah pembaca akan dibawa kepada
permasalahan yang lebih besar mengenai transportasi. Transportasi tidak sekedar
macet, bising, polusi udara, dan biaya tinggi, melainkan juga berkaitan dengan hak-hak




Advokasi transportasi

1 - 2 - 3

L A N G K A H

masyarakat untuk bergerak dan memanfaatkan sarana dan prasarana publik dalam
mengembangkan diri.
akan memberikan gambaran mengenai aspek-aspek dasar transportasi
bagi para pengambil keputusan, politisi dan non-transport professionals dalam memahami
permasalahan transportasi.
1-2-3 Langkah

Transportasi Indonesia: sebuah potret


Jumlah perjalanan penumpang transportasi darat antar kabupaten/kota seluruh
Indonesia yang terjadi dalam satu tahun diperkirakan sebesar 3,8 miliar perjalanan.
Situasi dengan angkutan barang juga hampir sama, yaitu perjalanan darat antarkabupaten/kota secara keseluruhan sebesar 2,4 miliar ton/tahun yang didominasi oleh
perjalanan di dalam Pulau Jawa sebesar 1,8 miliar ton atau 75%, dan
Dari jumlah tersebut, perjalanan dalam Pulau Jawa mendominasi sebesar 2,8 miliar perjalanan atau
74%. Sedangkan untuk perjalanan penumpang antarpropinsi di seluruh Indonesia (di luar
perjalanan internal propinsi) adalah sebesar 1,2 miliar perjalanan/tahun.
Untuk perjalanan antargugus pulau secara total berjumlah 118 juta perjalanan/tahun di luar
perjalanan internal pulau, atau hanya sebesar 3,14% dari keseluruhan total perjalanan penumpang
transportasi darat (3,8 miliar perjalanan/tahun).

Indonesia memiliki panjang jalan mencapai lebih dari 300.000 km merupakan yang
terpanjang di antara negara-negara Asia Tenggara, tetapi
40% di antaranya mengalami rusak ringan dan berat. Kebutuhan dana guna pemeliharaan
dan investasi jalan baru diperkirakan mencapai 1,5 kali lebih banyak daripada dana yang
tersedia saat ini.
Biaya yang dikeluarkan oleh pengguna jalan secara keseluruhan mencapai Rp 1,55 trilliun
per hari dan selama 5 tahun terakhir biaya perjalanan tiap pengguna jalan per kilometer
tidak pernah terjadi penurunan.
Diperkirakan masih cukup banyak kasus kecelakaan yang terjadi tidak
dilaporkan, meski terdapat kecenderungan pengurangan indeks kecelakaan.
Sejak krisis tahun 1997 hingga akhir tahun 2001 panjang jalan tol tidak
mengalami pertumbuhan. Meski demikian, pada tahun 2002 PT Jasa
Marga telah menyelesaikan pembangunan beberapa ruas jalan tol dan
mengoperasikan 383 km dari 520 km total panjang jalan tol. Partisipasi
swasta dalam pembangunan jalan tol pasca 1997 tidak terjadi peningkatan,
hal ini disebabkan oleh

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Adanya hambatan regulasi serius dalam mendorong kembalinya investasi swasta.


Sistem kereta api di Indonesia memiliki sejarah yang lama sejak tahun 1842 dengan
panjang rel sepanjang 5.042,05 km, dan
26% diantaranya dibangun mulai 1870 serta hanya 4% yang
dipasang antara 1985 2001.
Masih terdapat persinyalan dengan menggunakan sistem mekanik
17,8% di Jawa dan 10,7% di Sumatera.
Terdapat berbagai permasalahan serius mengenai keselamatan
penggunaan kereta api dengan terjadinya kecelakaan KA yang
meminta korban jiwa.
Adanya problema kelembagaan dalam implementasi skema PSO (public service obligation)
IMO (infrastructure maintenance and operation) TAC (track access charges), hingga
reformasi organisasi merupakan agenda yang harus ditangani dalam jangka pendek.
Volume lalu lintas kereta api eksekutif mengalami tantangan yang sangat serius dengan
adanya deregulasi tarif angkutan udara domestik.
Tahun 2001, pengguna KA penglaju di Jabodetabek mencapai 394.000 penumpang per
hari. Dari angka ini
Hanya 2% dari seluruh pengguna transportasi perkotaan.
Dilayani dengan 158,7 km track, 70 stasiun, dan 352 KRL serta
43 KRD.
Tingkat keandalan yang meningkat dari 45% di tahun 2001
menjadi 65% di tahun 2003.
Panjang sungai di Indonesia mencapai 34.342 km dari 214 buah sungai, namun hanya
23.255 km panjang sungai yang dapat dilayari, itu pun
Sering kali merupakan satu-satunya alternatif bagi mereka
yang tinggal di daerah terisolasi sehingga merupakan
instrumen penting dalam menanggulangi kemiskinan.
Merupakan angkutan barang yang sangat efisien dan
berbiaya murah namun sangat tergantung dari siklus
musim di mana panjang sungai berkurang sangat
signifikan saat musim kemarau.

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Mengalami penurunan armada angkutan sungai yang sangat signifikan karena


pengembangan jaringan jalan sejajar sungai.
Memiliki hambatan pembiayaan swasta karena sulitnya akses kredit kapal yang berakibat
pada tingginya risiko swasta dan implikasinya terhadap keselamatan pelayaran.
Indonesia memiliki 17.508 buah pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai
mencapai 81.000 km. Dengan demikian, Indonesia merupakan negara maritim utama
dunia. Dengan lebih dari 400 juta ton per tahun komoditi yang diangkut melalui laut,
pertumbuhan transportasi laut memiliki prospek yang sangat baik. Namun demikian,
Armada dalam negeri perlu didorong untuk memperoleh pangsa yang
lebih besar, terutama yang berorientasi pada ekspor-impor tentu
saja dengan memperhatikan daya saing tarif dan pelayanan.
Terdapat 20 pelabuhan internasional, 254 pelabuhan nasional, 139
pelabuhan regional dan 321 pelabuhan lokal yang saat ini
memperoleh tantangan dalam reformasi tatanan kepelabuhanan
dalam era desentralisasi.
Angkutan pelayaran rakyat dan keperintisan semakin mendapat tekanan operasi dan
pembiayaan yang dikhawatirkan akan mengurangi peran mereka di masa yang akan
dating.
Perubahan-perubahan yang terjadi saat ini, terutama kaitannya dengan perdagangan,
semakin menunjukkan adanya globalisasi dalam industri pelayanan dan jasa. General
Agreement on Trade in Services (GATS) dalam sektor jasa memiliki banyak implikasi dalam
tuntutan peningkatan daya saing terhadap industri dalam negeri, termasuk industri
penerbangan dalam negeri.
Mulai tahun 1990 di bawah tekanan sektor pariwisata,
pemerintah mengijinkan operator charter untuk mengimpor
pesawat bermesin jet, dan berkompetisi dalam rute domestik.
Kontrol dilakukan melalui tarif dan persyaratan lisensi bagi
perusahaan. Semenjak itu, terdapat berbagai regulasi dan
deregulasi yang membawa pengaruh signifikan bagi pertumbuhan
industri angkutan udara.
Meski terjadi krisis ekonomi, hingga tahun 2003 terdapat berbagai inisiatif investasi baru
di jasa penerbangan terutama yang berkaitan dengan fenomena low cost carrier yang
menjadi trend di Asia Timur.
Dengan pertumbuhan yang cukup mengesankan pada 3 tahun terakhir dan deregulasi tarif,
angkutan udara menjadi pesaing yang sangat serius bagi angkutan darat jarak menengah
dan jauh.

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Terdapat desakan besar pasca desentralisasi mengenai penyelenggaraan bandar udara oleh
pemerintah daerah.
Transportasi perkotaan mengalami permasalahan yang sangat serius dari tekanan
migrasi desa ke kota hingga pembiayaan transportasi yang sangat rumit. Namun
demikian, lebih penting lagi bahwa
Kesenjangan infrastruktur dan sarana transportasi antardesa dan kota mengakibatkan
terdapatnya hambatan pembangunan dan mendorong migrasi dari desa ke kota.
Laju pertumbuhan urbanisasi saat ini berada di atas angka 1% per tahun. Di tahun
1980, jumlah penduduk propinsi yang tinggal di perkotaan adalah 22,3%. Angka ini
mencapai 30,9% di tahun 1990 dan 42,4% di tahun 2000.
Dengan rendahnya daya beli masyarakat, penetapan tarif angkutan menjadi tidak mudah
diterapkan dalam pelayanan transportasi perkotaan.
Terjadi pengurangan ruang publik dan fasilitas pejalan kaki yang terbatas sehingga semakin
kurang dihormatinya hak-hak pemakai ruang jalan secara adil.
Ketersediaan akses transportasi perkotaan bagi penderita cacat, orang tua, wanita, dan
anak-anak masih jauh di bawah harapan dibandingkan dengan kota-kota besar lain di
Asia Timur dan Tenggara.
Transportasi perdesaan dan di daerah terpencil kurang diperhatikan, padahal
Dengan penduduk berjumlah 270 juta jiwa pada tahun 2020,
62% atau 162 juta hidup di pedesaan dan 59% atau 159
juta jiwa hidup di Jawa, dengan kepadatan 2.077 jiwa/km2
di Pulau Jawa dan 110 jiwa/km2 di luar Pulau Jawa.

Angkutan ini bertanggung jawab terhadap 10 25%


harga komoditi pertanian nonkorporasi yang menjadi
tumpuan pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan.

Subsidi pemerintah dalam bentuk angkutan perintis, baik transportasi darat, udara
maupun laut, tidak diimbangi dengan upaya pengembangan ekonomi daerah. Dengan
demikian pemberian subsidi tidak memberikan dampak yang diharapkan.
Memiliki dilema yang cukup berat antara akses masyarakat ke sarana angkutan dan
standar keselamatan yang dipersyaratkan.
Masih kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat, terutama kaum wanita, untuk
meringankan beban angkutan bagi kebutuhan dasar di sekitar tempat tinggal mereka.

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Peran masyarakat dalam pembangunan


Masyarakat merupakan bagian penting dari proses pembangunan. Berbagai panduan
mengenai good governance atau tata pemerintahan yang baik telah memberikan pelajaran
bahwa visi, misi, rencana, strategi, program, kegiatan, dan proyek transportasi
memerlukan rasa kepemilikan (ownership) dari masyarakat luas. Oleh karena itu,
sangatlah perlu bahwa masyarakat mengambil peran yang sentral bersama-sama
pemerintah dan dunia usaha untuk menjadi tiga pilar
pembangunan transportasi.

Partisipasi masyarakat
merupakan kunci
keberhasilan pelaksanaan
program, kegiatan, dan
proyek transportasi.

Di sisi lain, masyarakat perlu kiranya memiliki pengetahuan dan


kesempatan yang cukup untuk dapat berpartisipasi dalam proses
tersebut. Pertanyaannya adalah: Siapa yang dapat mengambil
peran aktif sebagai representasi masyarakat?

Dalam masyarakat maju, proses pembangunan dilaksanakan dengan melibatkan secara


langsung masyarakat yang terkena dampak baik positif maupun negatif dari intervensi
transportasi. Di samping itu, representasi rakyat melalui wakilnya di parlemen atau
DPR/DPRD juga mampu memberikan pandangan dan pendapat mengenai intervensi
tersebut bagi konstituennya. Dua hal tersebut merupakan situasi yang akan dapat
dengan cepat mendorong tercapainya proses yang ideal. Namun demikian, di negaranegara berkembang, hal tersebut tampaknya membutuhkan waktu. Oleh karenanya
berbagai lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga nonpemerintah dipandang
merupakan mitra komunikasi yang dapat membantu terwujudnya proses ini.

GAMBAR 1. Pemogokan awak bus karena reformasi angktan umum di Quito dan respons
masyarakat yang marah terhadap operator (diambil dari presentasi Csar H. Arias, STAP
Meeting, Nairobi, 26th March 2002)

Masyarakat berhak untuk memberikan penjelasan dalam proses pengambilan


keputusan yang terkait dengan kepentingan publik. Dengan demikian masyarakat
dan organisasi nirlaba bukan lagi merupakan pihak yang menjadi penghambat

1 - 2 - 3

L A N G K A H

dalam kebijakan publik. Seperti yang terjadi di Quito (Ekuador), masyarakat yang
tidak puas terhadap pelayanan angkutan umum akan mendukung rencana
pemerintah untuk melakukan reformasi angkutan umum.

Kunci dalam membangun kepercayaan masyarakat


Transparansi adalah kemampuan bagi seluruh pemangku
kepentingan untuk melihat proses pembangunan yang dijalankan.

Akuntabilitas adalah program dan kegiatan sebagai hasil proses


pembangunan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Membangun aliansi untuk melakukan advokasi,


sulitkah?
Dalam melaksanakan pembangunan dan penyelenggaraan transportasi, semua pihak
perlu dilibatkan karena transportasi akan mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
Sayangnya meskipun pada dasarnya setiap orang menginginkan kehidupan yang lebih
baik, strategi untuk mencapai tujuan itu tidak selalu sama antara satu orang dengan
orang lainnya. Untuk itulah diperlukan aliansi untuk melakukan check and balance serta
untuk memperjuangkan usaha bersama.
Aliansi dalam advokasi dilaksanakan dengan mengembangkan jaringan. Jaringan ini
merupakan modal dasar dalam melakukan tindakan atau aksi karena dalam masyarakat
modern, struktur masyarakat tidak lagi terdiri dari sebuah bangunan sosial yang solid
atau bersifat piramidal melainkan terdiri dari individu-individu yang memiliki kesamaan
semangat dan tujuan. Aliansi yang dibangun melalui jejaring memiliki sejumlah
kelebihan karena sistem tersebut tidak akan mudah runtuh karena satu bagian dari
jejaring tersebut mengalami kegagalan fungsi.
Sulitkah membangun aliansi?
Pertanyaan ini sering kali muncul karena selalu saja ada keraguan dan kegamangan
tertentu bagi mereka yang bermaksud untuk mulai membangun aliansi dengan
memanfaatkan jejaring.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memastikan bahwa aliansi akan terbentuk
dan berfungsi secara baik adalah:

Aliansi dibangun berdasar sebuah mission statement atau misi yang kuat. Misi
inilah yang akan menggerakkan aliansi untuk mengambil tindakan dan langkahlangkah yang nyata dalam mendorong sebuah kebijakan publik. Oleh karena
itu, kekuatan sebuah aliansi ada dalam konsep yang kuat mengenai
permasalahan yang dihadapi secara bersama. Mengetahui atau bahkan

1 - 2 - 3

L A N G K A H

menciptakan musuh bersama atau common enemy Aliansi dibangun


merupakan salah satu kemungkinan dalam membangun berdasar sebuah
aliansi seperti, misalnya, dalam hal peningkatan
mission
pelayanan angkutan umum perkotaan. Dalam kasus
statement.
tersebut, semua pihak dapat diajak untuk membangun
aliansi baik pemerintah daerah (karena bidang tugasnya), pengusaha angkutan
(karena mereka ingin usahanya tetap berjalan), dan pengguna (karena
menyangkut kepentingan langsung biaya transportasi yang harus dikeluarkan).
Kelompok ini dapat membangun aliansi, tanpa harus menjadi musuh
pengemudi kendaraan pribadi, karena dalam teori ekonomi transportasi
perbaikan pelayanan angkutan umum akan dapat secara maksimal dinikmati
apabila terdapat perpindahan moda dari kendaraan pribadi ke kendaraan
umum.
GAMBAR 2.

Pendapat 2 orang akan selalu lebih baik dari pendapat 1


orang - membangun aliansi dapat memberikan legitimasi legal dan
moral dalam merencanakan, melaksanakan, dan melakukan evaluasi
program, kegiatan, dan proyek transportasi.

Aliansi dibangun atas dasar prinsip cost sharing atau pembagian kewajiban.
Sering kali kegagalan dari sebuah aliansi adalah bahwa salah satu pihak ingin
memilik klaim atas misi yang hendak dicapai. Dengan demikian pihak yang
diajak melakukan aliansi akan menjadi subordinat karena merasa atau disengaja
menjadi pihak yang dibiayai. Aliansi ini tidak akan
Prinsip cost
berjalan dengan baik karena salah satu kunci dalam sharing adalah
menjaga keberlanjutan aliansi adalah kepemilikan atau
penting untuk
ownership. Oleh karena itu, partisipasi dalam kegiatan
menjamin
haruslah berdasarkan prinsip saling menyumbang.
keberlanjutan
Besarnya cost sharing ini tidak sangat penting, demikian
aliansi.
pula bentuk sumbangannya apakah dalam bentuk
dana, tenaga atau pikiran.

Contoh Aliansi Strategis

Dalam melaksanakan pembangunan transportasi di Propinsi DIY, Pemerintah Propinsi melalui


Dinas Perhubungan DIY, KOPATA sebuah koperasi pengusaha angkutan umum di
Yogyakarta yang memiliki 40% dari total jumlah angkutan bus, serta Pusat Studi Transportasi
dan Logistik UGM bersepakat untuk membentuk YUPTA (Yogyakarta Urban Public
Transportation Alliance) untuk menyusun program-program angkutan umum di Yogyakarta.
Contoh yang lain adalah pembentukan Dewan Transportasi di Makassar yang dipelopori oleh
kalangan akademik. Secara sukarela Dewan Transportasi Kota Makassar dibentuk dan
dijalankan sebagai Ombudsman Transportasi. Meskipun belum memiliki bentuk legal formal,
pola aliansi seperti ini dapat menjadi contoh bagi proses penyelenggaraan transportasi yang
berkelanjutan. Kebutuhan akan data dan informasi dalam proses advokasi kebijakan publik.

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Kebutuhan akan data dan informasi dalam proses


advokasi kebijakan publik
Ada yang menjadi sebuah syarat dalam proses advokasi
kebijakan publik yang tidak boleh dilupakan. Pada
bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa prinsip
dasar dalam advokasi yang berhasil adalah mission
statement dan cost sharing. Untuk memastikan bahwa
pernyataan misi dapat dibuat dengan konsepsi yang
kuat dan pembagian biaya dapat dilaksanakan dengan
baik, pihak yang melakukan advokasi membutuhkan
alasan yang sangat kuat bahwa apa yang mereka
lakukan itu sesuatu yang memang dibutuhkan bukan
yang diinginkan.
Sumber: Majalah Tempo, Sampul
Edisi 6-12 Januari 2004

Proyek Busway, contoh kasus


yang membutuhkan data yang
kuat untuk promosi dan
advokasi.

Ini adalah kesalahan mendasar yang sering dilakukan para


pendukung transportasi yang berkelanjutan. Upaya mendorong
transportasi yang berkelanjutan tidak boleh dilakukan hanya
karena kita merasa bahwa akan baik memiliki bus baru yang
melayani satu koridor.

Contoh nyata dari perlunya dukungan data dan informasi ini


adalah proyek busway (atau lebih tepat BRT Bus Rapid
Transit) yang dilaksanakan di Jakarta. Dimulai dengan mission
statement yang kurang jelas pada awalnya, proyek ini perlahanlahan memiliki cengkeraman yang kuat karena dukungan data
hasil penelitian yang dilaksanakan. Aliansi dengan berbagai
pihak menjadi sangat berhasil apabila upaya kampanye didesain
secara baik. Proyek tersebut berhasil bukan semata karena
konsep yang kuat, tetapi dibantu dengan data dan informasi yang akurat untuk
menjamin kebijakan publik yang dilaksanakan memang dibutuhkan oleh masyarakat.

Data memang mahal,


tetapi selalu
dibutuhkan untuk
menjamin bahwa
kebijakan publik akan
menjawab kebutuhan
masyarakat.

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Mengenai buku ini


Buku ini merupakan kontribusi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) dalam
upaya membangun kesadaran kolektif akan pentingnya kapasitas bagi masyarakat untuk
menyuarakan kepentingannya. Buku ini disusun dengan penyampaian yang sederhana
namun tidak meninggalkan kaidah-kaidah akademik dan tanggung jawab ilmiah untuk
meningkatkan kemampuan masing-masing pemangku kepentingan dalam membangun
transportasi di Indonesia, di kota dan di desa, di pegunungan dan di pantai, bagi
masyarakat modern dan tradisional, bagi mereka yang kaya dan miskin, laki-laki dan
wanita, untuk mereka yang normal dan yang kurang memiliki kemampuan (diffabel
different ability)
Buku ini tidak mengarah pada penyelesaian seluruh permasalahan transportasi namun
lebih memperkenalkan prinsip-prinsip dasar bagi mereka yang tidak mendalami
transportasi sebagai bidang profesi mereka. Sedangkan bagi para professional di bidang
transportasi akan memperoleh hal-hal baru apabila merujuk pada buku dan referensi
yang digunakan dalam penulisan. Buku ini akan sangat berguna bagi mereka yang erat
berhubungan dengan kebijakan makro sektor transportasi dalam rangka
mengembangkan inisiatif-inisiatif untuk membangun transportasi berkelanjutan.
Buku ini diawali dengan gambaran umum mengenai situasi yang kita hadapi dan kita
lihat sehari-hari di lapangan, serta kebutuhan advokasi, kerja sama, dan kebutuhan data
dalam penyusunan kebijakan publik. Bab 2 akan memuat dasar pertimbangan
mengapa transportasi adalah bagian penting dari proses pembangunan. Selanjutnya,
pada Bab 3 akan dibahas mengenai berbagai aspek yang sering dijumpai dalam
pembicaraan sehari-hari, termasuk didalamnya berbagai hal yang sering ditulis oleh
media. Pada Bab 4, pembaca akan memperoleh informasi mengenai hal-hal yang sering
terlupakan oleh para pengambil keputusan atau yang juga sering dinyatakan sebagai isuisu lintas sektor. Selanjutnya Bab 5 akan memberikan gambaran kepada pembaca
mengenai berbagai istilah yang sering ditemui dalam bentuk terjemahan dan definisi
bebas yang mungkin agak berbeda dengan definisi teknis yang ada di buku para
insinyur, perencana, dan praktisi transportasi. Bagian akhir akan memuat mengenai
pesan penting yang diharapkan dapat diperhatikan oleh pembaca buku ini.

10

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Bab

2
Transportasi bagi
pembangunan yang
berkelanjutan
Development that meets the needs the present without
comporomising the ability of future generations to meet their own
needs (Brutland Commission, 1987)

ransportasi selain memiliki definisi perpindahan orang dan barang dari satu
tempat ke tempat yang lain juga memiliki tujuan yang lebih besar dalam
meningkatkan kesejahteraan dan memberikan harapan hidup yang lebih baik
bagi generasi yang akan datang.

Langkah akan memberikan gambaran


mengenai
tujuan-tujuan
pembangunan
transportasi dan kaitannya dengan agenda-agenda
 Isu-isu pembangunan
pembangunan yang saat ini penting untuk
 Transportasi dan sumber daya
diperhatikan. Selain itu aspek penyelenggaraan
 Transportasi dan keadilan
transportasi
juga
perlu
memperhatikan
 Transportasi dan lingkungan
ketersediaan sumber daya, pemenuhan keadilan
bagi masyarakat banyak serta dampak negatif dari
 Prinsip perencanaan
transportasi yang perlu diperhatikan. 1-2-3
 Lingkup transportasi
Langkah juga akan menyajikan prinsip-prinsip
perencanaan yang sering digunakan perencana transportasi. Pada bagian akhir bab ini,
lingkup bahasan transportasi akan disajikan sebagai pengantar bagi bab selanjutnya.
I S I

D A R I

B A B

I N I

1-2-3

 Tujuan pembangunan transportasi

11

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Tujuan pembangunan transportasi


Dalam literatur dan referensi mengenai transportasi, banyak disebut berbagai tujuan
transportasi. Namun demikian apabila kita menarik garis merah dan melakukan
pengelompokan berbagai tujuan transportasi, ada dua hal utama yang harus
diperhatikan apabila menyelenggarakan transportasi. Dua tujuan tersebut adalah:

EFISIENSI (Efficiency) dan KEBERADILAN (Equity)


Efisiensi berkaitan dengan efisiensi sumber daya (allocative efficiency) dan keadilan
membahas mengenai keadilan dalam generasi kita (intra-generation equity) dan keadilan
yang harus kita perhatikan untuk generasi yang akan datang (inter-generation equity).
Mengapa efisiensi menjadi tujuan transportasi?
Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan perbandingan antara seberapa besar asupan
(input) dapat dikurangi dengan keluaran (output) yang telah ditetapkan. Dengan demikian
semakin sedikit asupan yang dibutuhkan maka akan semakin efisien penyelenggaraan
transportasi yang terjadi. Efisiensi menjadi tujuan transportasi karena adanya
keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Sumber daya berupa sumber daya energi dan
bahan bakar, sumber daya manusia, keuangan dan teknologi semuanya tidak-takterbatas. Dengan demikian penyelenggara harus sejauh mungkin memanfaatkan
sumber daya yang sesedikit mungkin.
Keadilan atau equity adalah ukuran yang menunjukkan
kesenjangan atau disparitas yang terjadi dalam
masyarakat. Keadilan ini bisa terjadi karena perbedaan
pengetahuan, akses terhadap sumber daya yang berbeda
dan karunia Tuhan yang berbeda. Transportasi harus
mampu memberikan dan menjamin akses pada
masyarakat tanpa tergantung apakah mereka kaya atau miskin, laki-laki atau wanita,
muda atau orang tua dan anak-anak, mereka yang normal atau cacat, yang tinggal di
kota atau desa. Kesemuanya itu disebut intra-generation equity atau keadilan dalam
generasi yang sama.

Tujuan penyelenggaraan
transportasi adalah 2E:
Efficiency and Equity.

Disamping itu, keadilan transportasi juga harus diberikan untuk generasi yang akan
datang karena dunia ini tidak kita tinggalkan untuk generasi yang akan datang
melainkan merupakan titipan dari generasi yang akan datang kepada kita. Keadilan
antargenerasi atau inter-generation equity ini dalam bahasa lain dinyatakan sebagai dampak
negatif yang yang tidak dapat kembali atau memiliki umur normalisasi yang lama.
Dampak ini bisa berupa perubahan iklim, limbah padat yang tidak mudah terurai,
maupun pemisahan lahan yang merusak struktur sosial maupun kohesi sosial
masyarakat.

12

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Mengaitkan transportasi dan isu-isu besar


pembangunan
Transportasi merupakan komponen penting dalam sistem hidup dan kehidupan, sistem
pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Transportasi juga memiliki perspektif lokal,
nasional dan global. Bagaimana itu dijelaskan?
Transportasi secara definisi adalah pergerakan orang dan barang dari satu tempat ke
tempat yang lain dengan berbagai maksud perjalanan dan menggunakan berbagai
moda/alat angkut yang memungkinkan. Definisi tersebut mengandung makna bahwa
perjalanan dilakukan dengan maksud tertentu, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk
melakukan perjalanan dialokasikan untuk mendatangkan manfaat. Diharapkan manfaat
tersebut lebih besar dari sumber daya (terutama biaya) yang dikeluarkan untuk
melakukan perjalanan. Secara mudah, apabila kita mengeluarkan biaya sebesar Rp 1.000
untuk melakukan perjalanan, maka kita mengharapkan untuk sedikitnya memperoleh
manfaat senilai Rp 1.000 tersebut. Tentu saja manfaat harus dilihat dari sumber daya
secara luas, baik manfaat finansial dan nonfinansial seperti kenyamanan dan keamanan.
Tetapi yang jelas, apabila manfaatnya kurang dari besar biaya tersebut, maka perjalanan
tersebut tidak akan dilakukan. Inilah yang dinamakan perilaku rasional.
Lalu bagaimana konsep ini dapat dikaitkan dengan isu-isu besar pembangunan yaitu
daya saing dan pengurangan kemiskinan?
Karena transportasi memiliki nilai Intervensi transportasi harus mengurangi
manfaat, maka setiap intervensi biaya perjalanan dan meningkatkan
program,
kegiatan,
proyek manfaat. Manfaat ini akan berguna bagi
transportasi
diharapkan
akan peningkatan daya beli masyarakat dan
mengurangi biaya transportasi dan mendorong investasi.
meningkatkan manfaat transportasi.
Nah, digunakan untuk apa manfaat transportasi tersebut? Peningkatan manfaat
tersebut dapat digunakan untuk menambah daya beli masyarakat selanjutnya
mendorong konsumsi dan menggerakkan roda perekonomian, atau mendorong
investasi yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, secara
kolektif penurunan biaya transportasi akan mengurangi biaya distribusi barang dan jasa.
Selanjutnya kondisi ini akan meningkatkan daya saing. Apabila pertumbuhan ekonomi
membaik dengan distribusi yang adil dan masyarakat memiliki pekerjaan dan
penghasilan, maka upaya pengurangan kemiskinan akan dapat terlaksana dengan baik.
Bagaimana situasi yang kita hadapi saat ini?
Tingkat daya saing yang dimiliki Indonesia dapat diuraikan dalam kinerja ekonomi
dan transportasi. Dalam bidang ekonomi, peningkatan daya saing dalam jangka
pendek dilakukan langkah-langkah untuk memacu pemanfaatan kapasitas industri
yang menganggur melalui pengurangan hambatan perdagangan dalam dan luar
negeri serta peningkatan pembiayaan perdagangan, serta langkah-langkah promosi

13

1 - 2 - 3

L A N G K A H

dan pengembangan produk ekspor dan pariwisata. Dalam jangka menengah


dilakukan langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing, antara lain, dengan
terus memperkuat institusi pasar, serta mengembangkan industri berkeunggulan
kompetitif berlandaskan keunggulan komparatif didukung oleh kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks).
Kondisi sosial demografi wilayah memiliki pengaruh terhadap kinerja transportasi
di wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk misalnya akan memiliki
pengaruh signifikan terhadap sejauh mana transportasi akan mampu melayani
kebutuhan masyarakat. Di perkotaan, kecenderungan yang terjadi adalah adanya
peningkatan penduduk yang tinggi yang disebabkan oleh tingkat kelahiran maupun
urbanisasi yang semakin bertambah. Tingkat urbanisasi di kota-kota besar di
Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun.
Tingginya tingkat urbanisasi yang berimplikasi pada semakin padatnya penduduk
yang secara langsung maupun tidak akan mengurangi daya saing dari transportasi
wilayah.

BOK Satuan (Rp/km-kend)

Tingkat daya saing juga


dapat diukur terhadap
3.000,00
sejauh mana infrastruktur
Sumatera
2.500,00
memiliki produktivitas yang
Jawa
2.000,00
tinggi yang ditunjukkan
Kalimantan
1.500,00
dengan tingkat output yang
Sulawesi
lebih
besar dari input yang
1.000,00
Bali - Nusa
diberikan. Dalam kasus
500,00
Tenggara
Maluku infrastruktur jalan, data yang
0,00
Irian
ada menunjukkan adanya
Indonesia
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
tingkat daya saing yang
Tahun
rendah. Hal ini ditunjukkan
dengan
tingkat
Biaya
GAMBAR 3. Kecenderungan Biaya Operasi
Operasi Kendaraan (BOK)
Kendaraan Prasarana Jalan
yang
semakin
naik,
sementara di sisi lain
investasi yang ditanamkan oleh pemerintah juga terus bertambah (lihat Gambar 3).
Hal ini menunjukkan bahwa prasarana jalan belum mampu menghasilkan daya
saing yang tinggi untuk melayani kebutuhan masyarakat.
Secara eksternal, tingkat daya saing sektor infrastruktur di
Indonesia tampaknya belum begitu mengembirakan
dibandingkan negara-negara tetangga. Dalam subsektor
transportasi jalan, dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN, Indonesia termasuk kelompok yang memiliki
kepadatan jaringan rendah yaitu hanya mencapai 0,20
km/km2. Begitu pula dengan tingkat pelayanan jaringan

14

1 - 2 - 3

L A N G K A H

(km/1.000 penduduk), Indonesia hanya memiliki nilai sebesar 1,89. Densitas atau
kepadatan jaringan jalan menunjukkan indikator koneksitas dan aksesibilitas dari
seluruh bagian wilayah negara. Tabel 1 menunjukan perbandingan tingkat
kepadatan jaringan jalan di negara-negara ASEAN.
Tabel 1. Kinerja Jaringan Jalan di Negara-Negara ASEAN
Luas
(1.000
km2)

Penduduk
(juta)

GDP
per Kapita
(US$)

Panjang
Jalan
(1.000 km)

Kepadatan
Jaringan (km /
km2)

Pelayanan
Jaringan
(km/1.000 org)

Jalan
Beraspal
(%)

0,34

12.245

0,76

11,18

78

Kamboja

181

12,2

270,0

34

0,19

2,79

N/A

Indonesia

1.919

204,0

691,0

386

0,20

1,89

47

Negara
Brunei
Darussalam

Laos

237

5,2

430,0

22

0,09

4,23

16

Malaysia

330

23,2

4.696

65

0,20

2,80

70

Myanmar

677

49,0

151

30

0,04

0,57

40

Filipina

300

76,4

914

161

0,54

2,11

57

Singapura

0,7

5,0

20,659

4,29

0,75

97

Thailand

514

63,5

1.831

256

0,50

4,10

91

Vietnam

331

77,7

416

209

0,63

2,68

42

Sumber: Diolah dari ASEAN Secretariat , 1999 2001

Dalam sektor transportasi laut, Indonesia adalah


negara maritim dengan potensi laut nasional yang
sangat besar, namun hingga saat ini belum dapat
dimanfaatkan secara maksimal. Minimnya armada
nasional menjadi isu yang sangat penting. Hal ini
menyebabkan
kapal-kapal
nasional
memiliki
kemampuan angkut barang (cargo) yang terbatas.
Berdasarkan jumlah armada kapal negara-negara lain di Asia, Indonesia berada
pada urutan ke-9 dengan berat mati atau dead weight tonnage (DWT) hanya mencapai
0,61% dari DWT dunia.
Dalam bidang transportasi, perhatian pemerintah terhadap penanggulangan
kemiskinan ditunjukkan dengan pengembangan angkutan perintis baik di sektor
perhubungan udara maupun laut. Angkutan perintis merupakan upaya untuk
menjembatani kesenjangan pembangunan khususnya di wilayah tertinggal. Armada
angkutan laut perintis saat ini melayani 49 trayek dengan 49 kapal terbagi atas: 9
kapal di KBI (Kawasan Barat Indonesia) dan 40 di KTI (Kawasan Kimur
Indonesia). Pengelolaan dilakukan oleh PT PELNI (2 kapal) dan oleh operator
swasta (47 kapal). Pelabuhan yang dilayani sebanyak 22 pelabuhan pangkal dan 380
pelabuhan singgah. Frekuensi pelayanan yang berhasil dilayani mencapai 1.184
pelayaran dengan rata-rata 14 hari setiap pelayaran. Pemerintah telah

15

1 - 2 - 3

L A N G K A H

menganggarkan untuk membangun kapal-kapal perintis sebesar Rp 70,5 miliar


pada tahun 2003 dengan membuat kapal-kapal dengan tipe 350 DWT, 500 DWT
dan 750 DWT, total sebanyak 8 unit.
Demikian juga dalam Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP)
diselenggarakan Penyeberangan Lintas Perintis. Tujuan penyelenggaraan lintas
penyeberangan perintis adalah untuk membuka daerah yang terisolir,
mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata, dan meningkatkan
ketahanan dan keamanan nasional. Lintas penyeberangan perintis saat ini sekitar
66 lintasan, di mana sebanyak 53 lintasan berada di Kawasan Timur Indonesia
GAMBAR 4. Subsidi Lintas Penyeberangan Perintis
Rp (Juta)
30,000
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0
1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003
Tahun

(KTI) yang pengoperasiannya dilakukan oleh PT ASDP (Persero). Jenis dan tipe
kapal sungai dan danau yang beroperasi mencakup bus air, kapal pandu, kapal
barang, kapal cepat, kapal motor, kapal getek/klotok, tongkang, perahu motor,
truk air dan perahu motor. Subsidi pemerintah guna pengoperasian lintas
penyeberangan perintis ini meningkat terus selama 10 tahun terakhir (lihat Gambar
4).
Pada sektor perkeretaapian, hingga akhir tahun 1998 hampir seluruh jaringan
kereta api di Jawa memiliki volume lalu lintas yang terus meningkat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi nasional (tercatat antara 6%-7%). Namun setelah itu
transportasi kereta api terutama di wilayah Jawa, mengalami persaingan dengan
moda transportasi lain, khususnya angkutan udara. Perkembangan industri
angkutan udara di Indonesia yang kompetitif mengakibatkan sejumlah penumpang
KA beralih moda ke pesawat udara pada beberapa rute potensial seperti Jakarta
Surabaya dan Jakarta-Yogyakarta. Hal ini terjadi terutama pada pelayanan kereta
api kelas eksekutif jarak jauh yang mengakibatkan penurunan jumlah penumpang
mencapai 15,80% selama tahun 2003 sehingga memaksa operator kereta api untuk
mengurangi frekuensi keberangkatan yang pada akhirnya akan mengurangi
pendapatan dari kelas eksekutif.

16

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Frekuensi lalu lintas kereta api di wilayah


Sumatera lebih banyak digunakan untuk
angkutan barang. Pada tahun 1997, 25%
pendapatan
PT
KAI
diperoleh
dari
pengoperasian angkutan barang, di mana 92%
berasal dari pengoperasian angkutan barang di
wilayah Sumatera. Untuk angkutan penumpang
di wilayah Sumatera, tingkat isian (occupancy rate)
berdasarkan data tahun 1995-1999 cenderung fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh
persaingan dengan moda angkutan jalan. Apabila level of service jalan tinggi maka
jumlah penumpang relatif menurun, demikian pula sebaliknya.
Sementara itu perkeretaapian di wilayah perkotaan seperti Jabodetabek, saat ini
merupakan adalan utama perjalanan penglaju (commuter trips) antarwilayah. Pada
tahun 1998, dari 20 juta penduduk di Jabodetabek diperkirakan akan
membangkitkan 25 sampai 30 juta perjalanan orang per hari. Mobilitas sebesar ini
akan menuntut penyediaan fasilitas transportasi yang semakin andal, terpadu, dan
efisien. Namun kenyataannya keterpaduan jaringan pelayanan transportasi antar
moda dengan layanan pengumpan (feeder service) belum dioptimalkan.
Hubungan antara pemerintah sebagai regulator dan penyedia sarana dengan badan
penyelenggara berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 tentang
Perkeretaapian, dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 Tahun 1998 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Kereta Api, secara timbal balik adalah sebagai:

Pemerintah bertanggung jawab atas (pelayanan umum) angkutan kereta api


penumpang kelas ekonomi yang tarifnya ditetapkan oleh pemerintah melalui
subsidi defisit operasi badan penyelenggara atau lebih dikenal dengan istilah
Public Service Obligation (PSO).
Pemerintah membiayai perawatan dan pengoperasian prasarana kereta api atau
disebut juga dengan istilah Infrastructure Maintenance and Operation (IMO)
Badan penyelenggara membayar kepada pemerintah atas penggunaan
prasarana kereta api atau disebut juga dengan istilah Track Access Charge (TAC)

Seperti halnya bidang infrastruktur yang lain, pengembangan investasi di bidang


perkeretaapian memerlukan biaya modal yang tinggi dengan tingkat pengembalian
yang rendah dan biaya tetap yang tinggi serta biaya variabel yang relatif rendah.
Pada tahun 1999 telah ditetapkan skema pendanaan PSO, IMO dan TAC, namun
dalam pelaksanaannya masih harus terus disempurnakan.

17

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Transportasi dan ketersediaan sumber daya


Ketersediaan sumber daya adalah prasyarat bagi terselenggaranya transportasi.
Transportasi membutuhkan sumber daya energi untuk bergerak dengan teknologi yang
diinginkan. Transportasi membutuhkan dana untuk mengadakan prasarana dan sarana.
Transportasi membutuhkan sumberdaya manusia untuk melakukan pengaturan,
pelaksanaan, dan pengawasan serta evaluasi dalam upaya meningkatkan kualitas
penyelenggaraannya.
Saat ini sumber energi yang banyak digunakan sebagian besar masih bertumpu pada
minyak dan sedikit gas. Namun sayang, keduanya merupakan sumber energi takterbarukan. Beberapa jenis energi pontensial misalnya panas bumi, angin, gelombang
laut, dan air hampir tidak mungkin dimanfaatkan secara langsung oleh kendaraan
kecuali apabila sistem penyimpanan energi listrik yang sudah dapat dilakukan dengan
efisien.
Besarnya pemanfaatan energi tak-terbarukan ini, selain menyebabkan cadangan minyak
dan gas yang berkurang dengan cepat, juga menimbulkan permasalahan terhadap
kualitas udara. Tabel 2 menunjukkan bahwa transportasi termasuk penghasil gas buang
(emisi) yang pertumbuhannya cepat di antara sektor lain di Indonesia
Tabel 2. Emisi CO2 oleh berbagai sektor di Indonesia
Sektor
Industri
Rumah tangga
Transportasi
Pembangkit
listrik
Energi Industri
TOTAL

Total Emisi CO2 (juta ton)


2000
2010
2020
2025
58
73
109
141
21
23
22
25
55
76
128
168
54
90
220
275
40
228

35
298

48
526

63
672

Pertumbuhan
(% per tahun)
2,4
0,4
3,4
5,1
1,9
3,3

Sumber: National Strategy Study on CDM, 2001, KLH-GTZ, hal. xxii

Prospek yang cukup menjanjikan adalah upaya beberapa negara maju dalam
mengembangkan teknologi kendaraan hybrid maupun dengan teknologi fuel-cell.
Teknologi hybrid menggabungkan antara pemanfaatan BBM dan penyimpanan listrik.
Teknologi fuel cell memanfaatkan reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen yang
menghasilkan listrik dan air (H2O). Meskipun dipercaya akan menggantikan BBM atau
BBG, namun pemanfaatan teknologi ini masih tergolong mahal. Harga bus berbahan
bakar fuel cell bisa mencapai Rp 15 miliar, belum termasuk biaya infrastruktur pengisian
bahan bakar dan pemeliharaan.
Bagi negara berkembang seperti Indonesia, masalah pembiayaan selalu menjadi
dilema yang harus dihadapi. Untuk membangun infrastruktur transportasi,
terdapat berbagai kemungkinan pembiayaan, yaitu: pembiayaan pemerintah baik
pusat maupun daerah, investasi swasta, dan masyarakat sendiri, terutama untuk

18

1 - 2 - 3

L A N G K A H

infrastruktur berskala kecil dan infrastruktur komunitas. Pembiayaan


pembangunan oleh pemerintah pusat diselenggarakan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sumber penerimaannya berasal dari
penerimaan dalam negeri berupa penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan
pajak. Sementara penerimaan luar negeri meliputi pinjaman dan hibah. Karena
anggaran yang dianut dewasa ini anggaran defisit, maka pengeluaran lebih besar
daripada penerimaan. Pembiayaan defisit nonperbankan dalam negeri dapat
dilakukan melalui: pelibatan swasta, penjualan aset program restrukturisasi
perbankan, dan penerbitan obligasi.
Pasca desentralisasi, terdapat kesulitan yang tinggi untuk memperoleh informasi
mengenai alokasi pembiayaan infrastruktur, terutama bagi infrastruktur yang
didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) baik murni
ataupun yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK). Sementara itu kemampuan pemerintah dalam investasi infrastruktur dapat
dilihat dari proporsi yang disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). APBN tahun 2003 adalah sebesar Rp370,6 triliun dengan dana
sebesar Rp 65,1 triliun dialokasikan untuk anggaran pembangunan. Dari dana
sejumlah tersebut, direncanakan sebesar Rp 18,9 triliun dialokasikan untuk
keperluan infrastruktur. Alokasi belanja daerah adalah Rp 116,9 triliun yang
direncanakan untuk Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 79,5 miliar, dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 116,4 triliun. Dari DAK direncanakan
dana sebesar Rp 1,1 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Dengan demikian
maka jumlah dana APBN dan Alokasi Belanja Daerah yang digunakan untuk
pembangunan Infrastruktur adalah sebesar Rp 20 triliun. Jumlah dana untuk
infrastruktur dibandingkan dengan belanja negara (Rp 20 triliun : Rp 370,6 triliun)
adalah sebesar 5,4%, sedangkan dibandingkan dengan anggaran pembangunan dari
APBN (Rp20 triliun : Rp65,1 triliun) sebesar 30,9%.
Setelah
desentralisasi,
pembiayaan
pemerintah dalam sektor infrastruktur GAMBAR 5. Porsi Anggaran Infrastruktur
pada
beberapa
tahun
terakhir Berdasarkan Tingkat Pemerintahan
mengalami kecenderungan penurunan
Development Spending on Infrastructure
yang signifikan. Berdasarkan lingkup
as a % of GDP (Current 1993)
pemerintahan, Anggaran Pembangunan
Central
Nasional menunjukkan kecenderungan
penurunan dalam beberapa tahun
terakhir, dan pada skala propinsi dan
kabupaten terdapat kecenderungan
Provincial
District
adanya kenaikan, namun demikian
harapan proses substitusi APBD (baik
propinsi dan kabupaten/kota) ternyata
Sumber: World Bank, 2003
tidak dapat terwujud hingga alokasi
infrastruktur mencapai titik terendahnya kurang dari 3% GDP, sebagaimana
disajikan dalam Gambar 5. Keterbatasan pendanaan tersebut sangat dirasakan,
5%
4%
3%
2%
1%
0%

1994

19

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

1 - 2 - 3

L A N G K A H

misalnya dalam sektor jalan, kebutuhan Indonesia untuk dana perbaikan kerusakan
dan pemeliharaan jalan diperkirakan sebesar Rp 6-8 triliun per tahun. Sedangkan
anggaran pemerintah yang tersedia pada tahun 2003 untuk sektor jalan hanya
sekitar Rp 4,585 triliun.
Dengan segala keterbatasan pendanaan yang dimiliki pemerintah, pembiayaan
swasta juga belum dapat diharapkan menjadi alternatif pembiayaan infrastruktur
yang tahun 2000 mencapai titik terendah yaitu 0% dari GDP. Hal ini disebabkan
karena kerangka regulasi kerja sama antara pemerintah dan swasta belum diatur
dengan jelas. Hal ini menyangkut di antaranya, pemisahan yang tegas atas fungsi
operator dan regulator dari BUMN penyelenggara infrastruktur sehingga BUMN
lebih memfokuskan diri pada masalah-masalah pengembangan korporasi,
sedangkan aspek regulasi akan ditangani oleh pemerintah dan atau badan regulator
independen.

Pemenuhan rasa keadilan bagi penyelenggaraan


transportasi
Karena dunia tidak diciptakan sama bagi semua orang,
maka perlu ada upaya-upaya menyengaja (affirmative
actions) guna meyakinkan bahwa setiap masyarakat
memiliki akses terhadap prasarana dan sarana
transportasi. Keadilan bagi tua-muda, miskin-kaya,
desa-kota, wanita-anak, orang tua-penyandang cacat
perlu mendapat perhatian dari para pengambil
keputusan, dan masyarakat itu sendiri. Kemampuan masing-masing individu
melaksanakan fungsi sosial ekonominya, dengan mampu melaksanakan mobilitas
mereka, tidak saja akan membuat akumulasi ekonomi wilayah akan meningkat namun
juga meningkatkan kelekatan (kohesi) antaranggota masyarakat.
Lebih jauh,
transportasi perlu terus dikembangkan agar mampu mendukung upaya-upaya
memerangi kemiskinan dan menekan jurang kaya-miskin dalam masyarakat.
Has Asasi
Hak seseorang (dan barangnya) berada di sembarang tempat di dunia (bahkan di
luar angkasa) merupakan hak asasi manusia sesuai deklarasi PBB. Negara harus
mengupayakan setiap warganya tidak terhalang untuk berperjalanan sebagai bagian
dari kehidupannya demi meningkatkan kesejahteraannya. Ketidakmampuan negara
dalam memfasilitasi pergerakan warganya berarti kegagalan sistem transportasi
suatu negara dalam memfasilitasi kehidupan sosial, ekonomi budaya dan aspek
lainnya. Hal ini dapat berakibat sekelompok masyarakat menjadi terbelenggu atau
terbatasi hak berpindah tempatnya, misalnya penderita cacat tubuh.
Ketidakmampuan tadi dapat membatasi hak berpenghidupan yang layak bagi

20

1 - 2 - 3

L A N G K A H

mereka dan pada akhirnya akan menciptakan beban ekonomi karena mereka tidak
bisa mengembangkan dirinya sendiri.
Dampak
Dampak kegagalan sistem transportasi mengganggu perkembangan suatu
kota/daerah, mempengaruhi efisiensi ekonomi perkotaan atau bahkan kerugian
(diseconomy), isu-isu ketidaksepadanan (inequality) yang dapat berakibat pada masalah
sosial: kemiskinan (urban/rural poverty) maupun kecemburuan sosial. Jika dibiarkan
hal ini dapat mengarah pada kriminalitas. Dampak yang nyata antara lain
pembangunan jalan yang sering menyingkirkan masyarakat akibat pembebasan
lahan, perambahan ruang-ruang jalan oleh pedagang kaki lima, penggunaan ruang
jalan untuk parkir secara ilegal, makin terpinggirnya angkutan-angkutan tradisional
seperti sepeda, becak, andong dan semacamnya yang berpotensi menciptakan
kemiskinan kota (urban poverty). Muaranya masyarakat luas harus menanggung
kerugiannya: terampasnya trotoar dan jalur pejalan kaki (pedestrian), terekposenya
pedestrian dengan lalu lintas yang mengancam jiwanya, perilaku becak dan
pengemudi angkutan umum yang semaunya lalu memacetkan, pengemudi sepeda
dan sepeda motor dan pejalan kaki, termasuk yang rawan terlibat kecelakaan
(mereka umumnya berpenghasilan rendah) sehingga memunculkan kemiskinan,
serta kriminal akibat kecemburuan sosial (sering terjadi di terminal/stasiun).
Beban ekonomi tersebut tak terdistribusi rata, melainkan lebih berat ke kaum
berpendapatan rendah. Korban terutama pengguna sepeda motor, sepeda,
becak, pejalan kaki, dan angkutan umum. Kemiskinan tetap menjerat kaum
berpenghasilan rendah karena sistem transport tidak mampu melindungi
mereka. Rendahnya keselamatan jalan merupakan kegagalan paling serius.
Kerugian akibat kecelakaan di negara berkembang 2,5%-4% dari GDP (Rp 41
triliun per tahun untuk Indonesia (ADB, 2004)).
Kondisi di negara berkembang
Kegagalan transportasi di negara berkembang
sering diakibatkan lemah atau terbatasnya
lingkup perencanaan transportasi dan acapkali
tidak
terintegrasi
dengan
perencanaan
kota/wilayah (Dimitriuo, 1985). Pembangunan
infrastruktur seringkali sangat menonjol namun
tidak diikuti dengan sistem pengelolaan dan
pemanfaatan yang optimal. Motorisasi di negara
berkembang menempatkan kendaraan sebagai
obyek pembangunan transportasi, dan melupakan nilai-nilai manusiawi. Hasilnya
adalah prasarana transportasi yang tidak berskala manusia, misalnya menyeberangi
jalan tol di Jakarta amat sulit dan hampir tidak bisa dilakukan pejalan kaki.
Kendaraan trasidional seperti becak, dan sepeda menjadi terpinggirkan, bahkan
terancam keselamatannya. Kelompok ini harus menanggung beban transportasi
yang lebih berat dan mahal. Secara ekonomi mereka juga akan terpinggirkan,
terlebih kelompok yang lemah fisik (diffabel) dan lemah keuangannya (miskin).

21

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Kegagalan terjadi dalam penyediaan sarana, prasarana, dan sistem operasi


transportasi dengan menerapkan standar manusia normal sebagai referesinya.
Kesulitan dialami mereka dengan kemampuan fisik berbeda (diffabel). Hal ini
membuat mereka tersingkir secara sosial dan ekonomi. Kegagalan juga terjadi
dalam penyediaan angkutan umum berkualitas. Hal ini menyebabkan kerugian
bagi penggunanya. Kemurahan tarifnya sering kali tidak menjamin terlaksananya
perjalanan (diturunkan disembarang tempat), tidak sampai dengan selamat, bahkan
ancaman keamanan baik di dalam maupun di luar bus kota.
Pengendalian demand
Karena era motorisasi sedang booming hampir tak terpikirkan untuk
mengendalikan demand tanpa berkemampuan mengimbangi dengan penyediaan
infrastruktur dan akibatnya kemacetan menjadi sesuatu yang jamak. Demand tak
terkendali menyebabkan polusi udara dan suara. Di sini terjadi transfer beban
antarkelompok masyarakat; pembuat polusi di dalam mobil membebankan kepada
pengguna jalan seperti pejalan kaki, petugas polisi, dan sejenisnya. Pollters get away
teradi. Isu ketidakadilan menjadi serius.

Mobilitas dan dampak lingkungan: product dan byproduct kegiatan transportasi


Transportasi adalah kegiatan yang menghasilkan dua komponen penting yaitu mobilitas
dan dampak lingkungan negatif. Bagian ini akan mendiskusikan dampak lingkungan
dari penyelenggaraan transportasi, dampaknya bagi generasi sekarang, dan generasi
yang akan datang.
Tabel 3. Dampak negatif lingkungan dari penyelenggaraan moda transportasi
Laut dan perairan
daratan
Udara

Sumber daya air

Sumber daya
lahan

Kereta Api
Polusi udara di
daerah hunian,
polusi global dari
pembangkit panas
dan listrik

Pembuangan air ballast,


tumpahan minyak, dan
polusi air selama
penyelenggaraan
pelabuhan
Pengambilan lahan
untuk infrastruktur,
pelabuhan dan kanal
tak digunakan

Transportasi jalan
Polusi udara (CO, HC,
NOx, partikulat
seperti timbale), polusi
global (CO2, CFCs)
Modifikasi sistem
drainase selama
pembangunan, polusi
air permukaan/tanah

Pengambilan lahan
untuk daerah milik
KA dan terminal,
lahan tak
termanfaatkan

22

Pengambilan lahan
untuk infrastruktur
dan pengambilan
material

Transportasi
Udara
Polusi udara, gas
rumah kaca,
pengurangan ozon
pada ketinggian
karena emisi NOx
Modifikasi muka air,
saluran air sungai, air
permukaan
Pengambilan lahan
untuk infrastruktur,
fasilitas tak
digunakan

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Tabel 3. Dampak negatif lingkungan dari penyelenggaraan moda transportasi


Limbah padat

Laut dan perairan


daratan
Kapal dan perahu
yang tidak lagi
digunakan

Suara
Risiko kecelakaan

Dampak lain

Timbunan bahan
bakar dan B3 (Bahan
Beracun dan
Berbahaya)

Kereta Api

Transportasi jalan

Lajur KA, peralatan


dan kereta yang
tidak lagi digunakan

Fasilitas dan material


setelah konstruksi,
kendaraan bekas

Suara dan getaran


sekitar terminal dan
lajur KA
Kecelakaan KA
pengangkut B3

Suara sekitar jalan raya

Pemisahan atau
perusakan
permukiman,
pertanian dan
habitat liar

Kematian, luka dan


kerusakan kepemilikan
karena kecelakaan,
risiko kecelakaan
pengangkut B3
Pemisahan atau
perusakan
permukiman,
pertanian, habitat liar,
dan kemacetan

Transportasi
Udara
Fasilitas, pesawat,
dan suku cadang
yang tidak dapat
digunakan lagi
Suara sekitar
bandara
Kematian, luka, dan
kerusakan pemilikan
karena kecelakaan
pesawat

Sumber: ESCAP, 2000 dan OECD, 1990

Beberapa akibat yang dapat dirasakan dari dampak negarif dari transportasi adalah
sebagai berikut:
Suara: pada tingkat melewati ambang batas umumnya 65 dB(A), akan terdapat
gangguan, perubahan perilaku, efek stress, kerusakan pendengaran, reaksi
psikologis agresif).
Karbon Monoksida (CO): mempengaruhi sistem saraf dan koordinasi,
kerusakan pandangan, dan pengambilan keputusan. CO berlebih akan
mempengaruhi sistem peredaran darah dan bersama dengan polutan lain akan
mendorong morbiditas.
Nitrogen Oksida (NOx): mengganggu normalitas darah, meningkatkan gejala
penyakit pernafasan dapat menyebabkan iritasi yang mengakibatkan oedema
atau emphysema. Selain pada manusia, NOx juga berbahaya bagi tanaman.
Apabila terjadi polusi secara bersama-sama dengan SOx akan mengakibatkan
pembentukan asam atmosfer dan asam garam.
Hidro Karbon (HC): dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan iritasi
mata, batuk, dan bersin menerus, pusing-pusing dan gejala penyakit seperti
pada mabuk. Beberapa studi juga menunjukkan efek karsinogenik (penyebab
kanker) pada hewan dan potensial pada manusia.
Timbal (Pb): merusak hati, ginjal, sistem reproduksi, pembentukan darah,
proses penyusunan sel baru, dan fungsi otak.
Aerosol dan Asbes: mempengaruhi sistem pernafasan dan dapat menyebabkan
iritasi lapisan paru yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan.
Di daerah perkotaan berpotensi menyebabkan kematian bayi
Karbon Dioksida (CO2): dikenal sebagai gas yang mempengaruhi kadar Gas
Rumah Kaca (GHG: Green House Gases), CO2 akan mengakibatkan tidak
stabilnya kemampuan bumi untuk memantulkan panas yang mengakibatkan

23

1 - 2 - 3

L A N G K A H

pemanasan global. Akibat pemanasan global di antaranya adalah perubahan


iklim, gangguan siklus pertanian dan ketahanan pangan serta timbulnya atau
semakin meningkatnya wabah penyakit.

Konsep perencanaan transportasi perkotaan


Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
perencanaan kota. Rencana kota tanpa mempertimbangkan pola
If you fail to plan,
transportasi yang terjadi akan banyak menimbulkan permasalahan lalu
then you plan to fail.
lintas. Keterkaitan antara perencanaan transportasi dan perencanaan
kota, maka penetapan suatu bagian kota menjadi tempat kegiatan tertentu, misalnya
kawasan perbelanjaan, bukanlah sekedar memilih lokasi. Pemilihan lokasi strategis
merupakan hal penting, namun kesesuaian dengan rencana tata guna lahan harus
menjadi landasan pengembangan kawasan selain perkiraan bangkitan/tarikan
perjalanan yang ditimbulkan.
Perencanaan transportasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang
tujuannya mengembangkan sistem angkutan yang memungkinkan
manusia dan barang bergerak atau berpindah tempat dengan cepat,
aman, nyaman, dan murah. Perencanaan transportasi merupakan suatu
proses yang dinamis dan tanggap terhadap perubahan tata guna lahan,
kondisi ekonomi, dan pola perjalanan. Modal yang dikeluarkan untuk
menerapkan sistem transportasi sangat besar sehingga perencanaan
sistem transportasi yang tidak komprehensif mencakup aspek-aspek
yang akan terlibat didalamnya seperti: pola tata guna lahan, pola jaringan jalan,
pola penyebaran penduduk, dan pola kebutuhan pergerakan penduduk, akan
menimbulkan permasalahan yang serius terhadap pengembangan kota. Salah satu
cara untuk mencapai sasaran umum dalam perencanaan transportasi adalah
membuat kebijakan atas:

Permasalahan transportasi
banyak ditimbulkan akibat
kurang sesuainya sistem ruang
dan transportasi yang ada
ataupun kurang konsistennya
implementasi dengan rencana
tata ruang.

1. Sistem Kegiatan; perencanaan tata guna lahan yang baik dapat mengurangi
keperluan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi semakin
mudah.
2. Sistem Jaringan; dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas pelayanan
prasarana yang ada seperti pelebaran jalan dan memperluas jaringan jalan
termasuk pembangunan jalan baru.
3. Sistem Pergerakan; dapat dilakukan melalui teknik dan manajemen lalu lintas
serta fasilitas angkutan umum yang baik.
Urutan pertama konsep yang dapat menyatukan hubungan dasar antara ketiga
sistem tersebut di atas adalah aksesibilitas atau daya hubung. Aksesibilitas
merupakan suatu ukuran potensial atau kemudahan orang untuk mencapai tujuan
dalam suatu perjalanan. Karekteristik sistem transportasi ditentukan oleh
aksesibilitas. Aksesibilitas memberikan pengaruh pada beberapa lokasi kegiatan

24

1 - 2 - 3

L A N G K A H

atau tata guna lahan. Lokasi kegiatan juga memberikan pengaruh pada pola
perjalanan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Pola perjalanan ini kemudian
mempengaruhi jaringan transportasi dan akan pula memberikan pengaruh pada
sistem transportasi secara keseluruhan. Gambar 6 berikut akan memberikan
ilustrasi dari hubungan tersebut. Pada dasarnya tata guna lahan dan sistem
transportasi merupakan dua sistem yang saling mempengaruhi. Pola tata guna
lahan harus dibedakan dengan pertumbuhan. Dalam rangka memacu
pertumbuhan ekonomi sering kali terjadi perubahan tata guna lahan, namun hal ini
perlu diimbangi dengan peningkatan transportasi.
GAMBAR 6. Keterkaitan antara faktor-faktor yang terkait dengan transportasi
menyebabkan tingginya kompleksitas permasalahan perencanaan yang dihadapi.

Transportasi

Aksesibilitas

Pola Kegiatan

Penataan Lahan
Sumber: Wright, Paul H, Transportation Engineering Planning and Design, 1989.

Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang berpengaruh


tehadap pola pengembangan perkotaan. Pengembangan transportasi dan tata guna
lahan dapat memainkan peranan yang penting dalam kebijakan dan program
pemerintah. Pengembangan infrastruktur dalam sektor transportasi akan
menimbulkan biaya tinggi apabila tidak diatur pengelolaannya dengan baik.
GAMBAR 7. Vicious circle atau lingkaran
setan problema transportasi
Peningkatan Jalan

Peningkatan
Aksesibilitas

Tingkat Pelayanan
Buruk

Peningkatan Nilai
Lahan

Meningkatkan Konflik
Lalu Lintas

Perubahan Tata Guna


Lahan

Meningkatkan
Pembangkit Lalu Lintas

Namun dengan manajemen yang baik pun,


perbaikan tingkat pelayanan (level of service) dari
arteri yang ada hanya terjadi sementara.
Peningkatan pelayanan akan berkolerasi dengan
peningkatan aktivitas bisnis, yang akan pula
membangkitkan lalu lintas lebih banyak. Dan
akhirnya akan menurunkan kinerja dari pelayanan
lalu lintas.
Gambar di samping mengilustrasikan permintaan
terhadap peningkatan jalan baru dan dampak yang
timbul dalam satu lingkaran yang berkelanjutan.

Sumber: Stover V.G, Transportation and Land Development, 1988.


25

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Beberapa hal berikut ini menjelaskan rencana tindakan yang perlu dilakukan sebagai
jalan keluar dari permasalahan yang ditimbulkan dari korelasi pengembangan tata guna
lahan dan sistem transportasi tersebut di atas, yaitu:
1. Kebijakan pemerintah dengan program pengembangan wilayah baik secara
mikro maupun makro.
2. Pengembangan sistem transportasi dan penyediaan tingkat pelayanan yang baik
kepada pengguna jasa.
3. Peningkatan investasi infrastruktur dalam sektor transportasi.
4. Peningkatan pendapatan penduduk.
Proses
perencanaan
transportasi
dikembangkan dari evalusi terhadap
alternatif rencana tata guna lahan.
Proses ini akan memberikan informasi
terhadap kesesuaian tata guna lahan
pada masa mendatang dan asumsi
sistem
transportasi
yang
akan
dikembangkan. Kemudian dilakukan
evaluasi terhadap kinerja aksesibilitas dari sistem transportasi dan pola tata guna
lahan. Setidaknya dua tuntutan harus dipenuhi guna terciptanya aksesibilitas yang
baik: pertama, kemudahan dalam melakukan perjalanan yang aman, nyaman,
mudah dan cepat; kedua, dalam mencapai tujuan perjalanan tidak mengalami
hambatan. Persoalannya aksesibilitas yang baik sering merugikan aspek
lingkungan, bahkan setelah lingkungan dikorbankan pun, pada kenyataannya,
persoalan aksesibilitas tetap ada. Sementara lingkungan yang baik adalah
lingkungan yang tidak banyak terganggu oleh lalu lintas.

Tujuan merencanakan transportasi adalah mencari penyelesaian


masalah transportasi dengan cara yang paling tepat dengan
menggunakan sumber daya yang ada. Merencanakan transportasi
sebagai suatu kegiatan profesional dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat hanya jika seluruh masalah dan
penyelesaiannya dipandang dengan cara yang sangat tepat, yaitu
dengan melakukan analisis secara terinci dari seluruh faktor yang
terkait. (Black, 1981)

Lingkup kajian transportasi


Pembahasan mengenai transportasi bisa dilakukan melalui berbagai perspektif atau
sudut pandang. Cara yang paling mudah adalah dengan melihat lingkup pelayanan
spasialnya ini yang sering dijadikan dasar bagi birokrasi saat ini dalam membagi
kewenangan pengaturan penyelenggaraan transportasi. Ada bagian birokrasi yang
mengatur transportasi kota, ada yang mengatur transportasi dalam propinsi dan
Departemen Perhubungan mengatur hal-ihwal transportasi antarpropinsi dan
internasional.
Cara lain adalah dengan membaginya berdasar moda angkutan. Ini yang banyak
menjadi pembahasan di dunia akademis dan bangku kuliah. Transportasi dikaji dan
dilihat persamaan serta perbedaannya. Ada transportasi darat, transportasi udara atau
transportasi laut tanpa melihat wilayah di mana mereka beroperasi. Argumennya adalah

26

1 - 2 - 3

L A N G K A H

bahwa masing-masing moda memiliki keunggulan kompetitif dan komparatifnya


sehingga, dengan mengetahui keunggulan moda tersebut, dapat disusun sebuah sistem
transportasi multi moda yang sangat efisien.
Varian lain dalam pembahasan berdasar moda adalah dengan membaginya lebih jauh
dalam wilayah pelayanan kota dan desa. Hal ini sering dilakukan karena perbedaan
karakteristik antara desa dan kota yang cukup signifikan. Kepadatan penduduk
misalnya memiliki konsekuensi pada unit biaya per produksi transportasi dan daya beli
masyarakat. Berbeda dengan di desa, masyarakat kota lebih heterogen sehingga
memungkinkan segmentasi pasar dilakukan.
Kajian lain yang sering dilakukan oleh para peneliti transportasi adalah berdasar
kemanfaatannya. Transportasi dibagi menjadi dua yaitu transportasi privat dan publik.
Secara luas, transportasi publik seringkali diterjemahkan dengan angkutan umum baik
orang maupun barang, dimana pergerakan dilakukan menggunakan moda tertentu
dengan cara membayar.
Kecenderungan baru kajian transportasi juga melihat pada isu-isu lintas (cross-cutting
issues) yaitu melihat kepentingan bersama yang muncul dari penyelenggaraan
transportasi seperti aspek keselamatan lalu lintas, kesetaraan gender, dan administrasi
serta regulasi transportasi.

27

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Bab

3
Berbagai perspektif
transportasi
Man tends of necessity to gravitate towards his fellow-man. Of all animals he is the
most gregarious, and the greater the number collected in a given space the greater is the
attractive force there exerted, as seen to have been the case with the great cities of the
ancient world, Nineveh and Babylon, Athens and Rome, an as is now seen in regard
to Paris and London, Vienna and Naples, Philadelphia, New York and Boston.
Gravitation is here, as everywhere else in the material world, in direct ratio of the mass
and in the inverse one of the distance (Erlander and Stewart. 1990).

T
I S I

ransportasi bisa dilihat dari berbagai perspektif. Untuk itu bagian ini akan
memberikan pengantar mengenai problem dan perspektif transportasi yang
dihadapi oleh masyarakat, pemerintah dan kalangan swasta.

D A R I

B A B

I N I

 Transportasi perkotaan
 Transportasi perdesaan
 Angkutan umum


Angkutan barang

123 Langkah akan memberikan gambaran secara


ringkas mengenai transportasi perkotaan, transportasi
perdesaan dan daerah terisolasi, angkutan umum dan
barang, transportasi udara dan laut serta pemahaman
mengenai transportasi multimoda.

 Transportasi udara
Transportasi laut
 Multimoda: Apa itu?

28

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Transportasi bagi kota yang sibuk


Dinamika ekonomi perkotaan biasanya akan mengakibatkan semakin tingginya
harga tanah di pusat-pusat aktivitas dalam suatu kota. Peningkatan aksesibilitas
biasanya dibarengi dengan peningkatan harga lahan pada lokasi-lokasi strategis.
Salah satu ciri perkembangan kota adalah semakin langkanya rumah yang
terjangkau di pusat kota, dan bergesernya daerah-daerah permukiman ke pinggir
kota (suburbanisasi). Apabila perkembangan permukiman di pinggir kota telah
mencapai skala yang cukup besar maka kawasan permukiman yang ada dapat
menjelma menjadi kota-kota satelit di sekitar kota utama.
Cepatnya motorisasi dikombinasikan dengan kurangnya lahan untuk jalan
menimbulkan kemacetan lalu lintas di kebanyakan kota di negara berkembang.
Jakarta, misalnya, hanya memiliki 0,5
meter jalan per orang, jauh di bawah
kondisi negara-negara tetangga seperti
Kuala Lumpur (1,5), atau Bangkok
yang terkenal akan kemacetannya
(1,8). Bandingkan juga hal ini dengan
kondisi di negara maju seperti kotakota di Amerika dan Eropa yang
memiliki angka cukup tinggi, masingmasing 2,6 dan 2,4. Indikator lain
yang biasanya dipakai untuk menggambarkan permintaan transportasi adalah
perbandingan antara panjang jalan dibagi dengan luas wilayahnya. Jakarta hanya
mencapai angka 85 meter per hektar, masih di bawah kota-kota lain dengan tingkat
kemacetan yang tinggi di Asia Selatan seperti Bangkok (89,5) dan Manila (119).
Pengalaman menunjukkan bahwa dengan terbatasnya kapasitas keuangan,
panjangnya jalan-jalan baru akan selalu tertinggal dibandingkan dengan kapasitas
permintaannya, sebagai akibat dari tingginya tingkat kepemilikan kendaraan. Yang
menjadi pertanyaan sekarang adalah: seberapa banyak jalan yang harus kita
bangun? Studi di berbagai negara menunjukkan bahwa membangun jalan bukan
merupakan solusi kemacetan transportasi di perkotaan. Studi oleh Mark Hansen
dari University of California Berkeley, misalnya,
menunjukkan bahwa membangun satu jalan baru
Cepatnya motorisasi
sepanjang 1 mil akan membangkitkan lalu lintas baru
dikombinasikan dengan
(induced demand) sebanyak 0,9 mil perjalanan. Peneliti
kurangnya lahan untuk jalan
lainnya
Anthony Downs menyatakan bahwa sebuah jalan
menimbulkan kemacetan lalu
baru akan mengakibatkan konvergensi atas tiga hal:
lintas di kebanyakan kota di
spasial, waktu, dan moda. Ketersediaan jalan baru akan
negara berkembang.
mengakibatkan para pengendara untuk mengalihkan
perjalanannya menuju jalan ini (spasial). Pengendara yang semula melakukan
perjalanan di luar jam-jam sibuk menganggap bahwa mereka dapat melakukan
perjalanan pada jam sibuk dengan adanya jalan baru. Mereka yang semula

29

1 - 2 - 3

L A N G K A H

menggunakan kendaraan umum melihat kemungkinan tidak adanya kemacetan


pada jalan baru akan kembali mencoba untuk mengendarai kendaraannya (moda).
Pada akhirnya ketiga konvergensi tadi akan mengakibatkan bertambahnya volume
lalu lintas yang mengakibatkan meningkatnya kemacetan lalu lintas.
Salah satu karakteristik dari kota di negara berkembang di Asia adalah besarnya
jumlah kendaraan yang tidak bermotor dan sepeda motor. Di Thailand, Malaysia,
Indonesia dan Taiwan, kendaraan beroda dua atau tiga mendominasi lebih dari
50% kendaraan bermotor yang ada. Motor 2 tak yang memberikan dampak polusi
yang paling besar, justru ditemukan lebih banyak di kebanyakan negara Asia.
Fenomena ini tidak dimengerti sepenuhnya oleh para perencana transportasi di
negara berkembang, terdapat banyak masalah yang ditimbulkan sebagai akibat dari
paket program perencanaan transportasi yang dikembangkan di barat diterapkan
membabi buta untuk mengatasi masalah-masalah transportasi di negara
berkembang.
Ciri penting lainnya adalah kendaraan tidak bermotor yang memberikan kontribusi
cukup besar atas lalu lintas di kebanyakan negara Asia. Shanghai, Hanoi, dan
Tokyo, semuanya memiliki tingkat kepemilikan sepeda dan lalu lintas sepeda yang
tinggi. Proporsi perjalanan menggunakan sepeda memiliki kisaran antara 15% dan
35%. Tingkat perbandingannya tampak tinggi di kota-kota kecil dan sedang. Pola
Transportasi Tak Bermotor (NMT atau non-motorized transport) berjalan seiring
dengan pertumbuhan ukuran kota-kota. Di kebanyakan NMT yang berhubungan
dengan kota-kota dengan pendapatan
rendah,
sepeda merupakan alat
transportasi yang digunakan untuk
keseluruhan
perjalanan
(untuk
berbelanja dan melakukan perjalanan).
Di kota-kota dengan pendapatan yang
tinggi seperti Tokyo dan Amsterdam,
pemakaian sepeda sebagai penghubung
ke moda transportasi jenis lain seperti
ke stasiun kereta, belanja dan berbagai
tujuan lainnya. Setiap kendaraan umum bermotor biasanya melibatkan akses NMT
pada akhirnya. Oleh karena itu, NMT - termasuk di dalamnya adalah jalan kaki terus berlanjut dan memainkan peranan penting yang sesuai dengan tingkat
permintaan perjalanan di negara berkembang.
Kelompok masyarakat miskin kota dan mereka yang berpendapat rendah biasanya
harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk menuju tempat kerja dan itupun
menggunakan alat transportasi dengan kualitas rendah. Kebanyakan dari mereka
harus keluar dari rumah mereka dan berjalan jauh untuk mendapatkan angkutan.
Sudah jelas sebenarnya bahwa ada yang salah dengan perencanaan transportasi di
negara-negara berkembang. Sebuah proses yang tidak adil di mana orang miskin
dengan pendapatan rendah tidak mempunyai pilihan atas transportasi yang aman,

30

1 - 2 - 3

L A N G K A H

terjangkau, dan efisien, dan hal ini telah menjadi gambaran yang dominan di kotakota di negara berkembang.
Paradigma pembangunan transportasi perkotaan harus dikembalikan menjadi satu
sistem transportasi yang humanis. Meletakkan perencanaan semata-mata hanya
fasilitas kendaraan bermotor dan bahkan
kendaraan pribadi akan mengakibatkan Masyarakat miskin kota dan
makin terpuruknya ekonomi perkotaan. mereka yang berpendapat rendah
Karenanya
fokus
pembangunan biasanya merupakan kelompok
transportasi harus ditekankan kepada yang belum diuntungkan dalam
konsep aksesibilitas. Dalam konsep ini kebijakan transportasi perkotaan.
maka kebutuhan atas pergerakan harus
ditekan seminim mungkin melalui penataan tata guna lahan. Karenanya maka
penataan ruang dan tata guna lahan akan menjadi kunci dari sistem transportasi
yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Selanjutnya diharapkan kebutuhan
untuk melakukan perjalanan dapat ditekan seminim mungkin. Apabila kebutuhan
tersebut ada maka seyogyanya perjalanan dilakukan dengan memakai angkutan
massal atau transportasi publik. Bagi mereka yang memakai kendaraan pribadi
diharapkan dapat menggunakan kendaraan yang ramah lingkungan dan sedapat
mungkin mengeefisienkan perjalanannya. Perlu disadari bahwa berjalan kaki adalah
perekat semua sistem transportasi di perkotaan. Karenanya fasilitas pejalan kaki
diharapkan dapat diutamakan dalam sistem transportasi perkotaan.

Untuk mereka di perdesaan dan daerah terisolasi


Transportasi perdesaan sangat erat kaitannya dengan masalah kemiskinan dan
kurangnya akses masyarakat ke fasilitas sosial dan ekonomi. Prinsip dasar yang
diadaptasi dalam konsep pengembangan infrastruktur perdesaan adalah melihat
kebutuhan dasar dan pengembangan sosial ekonomi masyarakat.
Jumlah petani di Indonesia saat ini sekitar
100 juta jiwa atau 30 juta keluarga (BPS,
2004). Berdasarkan proyeksi pertumbuhan
penduduk di Indonesia sebesar 1,49%,
maka penduduk Indonesia pada tahun
2010 akan mencapai 230 juta jiwa, dan
pada tahun 2020 mencapai 270 juta jiwa
atau meningkat 30% lebih banyak dari
pada tahun 2002 (207 juta jiwa). Dengan
penduduk berjumlah 270 juta jiwa pada
tahun 2020, 62% atau 162 juta hidup di pedesaan dan 59% atau 159 juta jiwa
hidup di Jawa, dengan kepadatan 2.077 jiwa/km2 di Pulau Jawa dan 110 jiwa/km2
di luar Pulau Jawa.

31

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Implikasi dari hal tersebut di atas adalah (1) Peningkatan kebutuhan pangan dan
luas lahan pertanian (sekitar 200 ribu ha/thn); (2) Peningkatan kebutuhan produk
pertanian yang segar, berkelanjutan, cukup, dan efisien; (3) Perubahan gaya
konsumsi seperti makanan siap saji, produk olahan segar; (4) Pengintegrasian
aktivitas usaha semakin erat seperti input
Transportasi perdesaan perlu
pertanian (pupuk, bibit), kegiatan budi daya,
diarahkan untuk menyediakan
pengolahan, industri, penyimpanan, eceran
akses masyarakat desa bagi
(implikasi pada peran distribusi); (5)
kebutuhan
dasar dan kebutuhan
Peningkatan kebutuhan lapangan kerja
pengembangan sosial ekonomi.
perdesaan karena lingkup wilayah perdesaan
yang meluas.
Keterkaitan antara pertanian dan perdesaan dengan transportasi ditinjau dari
distribusi barang adalah menyangkut prasarana dan sarana, ketersediaan
infrastruktur dan fasilitas, sentra produksi dan sentra konsumsi, serta jenis produk
dan volume produksi. Salah satu contoh mudah pengaruh transportasi pada harga
eceran dapat dilihat perkiraan porsi biaya transportasi terhadap harga eceran
sebagai berikut (Krishnamurthi, 2003):
Sawit (terhadap minyak goreng)

: 1,2%

Ikan laut segar

: 18,2%

Tebu (terhadap gula)

: 1,3%

Daging sapi

: 19,7%

Beras

: 12,5%

Sayuran

: 21,0%

Daging ayam

: 16,4%

Susu (terhadap susu segar)

: 22,5%

Ikan tawar segar

: 17,5%

Telur

: 24,3%

Riverson dan Carapetis (1991) mengelompokkan jenis infrastruktur angkutan desa,


yang terdiri dari: feeder roads, trail, path, dan track.

Feeder roads (jalan penghubung), merupakan penghubung akses dari zona ke


jaringan jalan utama. Jalan ini dapat dipakai sampai lalu lintas jalan motor,
tetapi biasanya tidak melayani lalu lintas menerus.

Trail, merupakan trek yang sempit yang hanya cocok untuk kendaraan roda
dua, pejalan kaki, dan binatang penarik.

Path (jalan setapak), merupakan sebuah jalan sempit yang bersih untuk lalu
lintas pejalan kaki, sepeda, dan sepeda motor

Tracks merupakan jalan satu jalur dan jalan musiman yang tidak diperbaiki
yang menghubungkan ke kelas jalan yang lebih tinggi. Jalan ini dapat

32

1 - 2 - 3

L A N G K A H

ditempuh atau dilalui pada waktu-waktu tertentu dengan kendaraan mobil


beroda empat yang bermuatan ringan (light 4-wheel drive vehicles), truk pickup, gerobak dorong binatang atau binatang penarik (pack animal).
Di Indonesia, selain transportasi darat, juga cukup banyak infrastruktur
transportasi perdesaan lain seperti transportasi air baik perairan daratan, pantai
maupun antarpulau - atau udara melalui pesawat perintis.
Studi yang dilakukan oleh Silviani (2000) menunjukkan bahwa:

Penduduk perdesaan melakukan banyak perjalanan di dalam desanya


sendiri.

Kaum wanita perdesaan membawa beban angkutan lebih banyak dan


melakukan perjalanan lebih jauh.

Studi tersebut juga menunjukkan perbedaan antara Desa Majalengka di Indonesia


dan beberapa desa di Afrika seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel 4. Perbandingan Prosentase Tingkat Perjalanan Internal-Eksternal
antara Daerah penelitian dengan Aurora, Ghana, Tanga, dan Zambia
No

Perjalanan

1.
2.
3.
4.

Majalengka
Aurora
Ghana
Zambia

Jumlah Perjalanan
Internal Eksternal
84%
16%
93%
7%
93%
7%
91%
9%

Waktu yang digunakan


Internal
Eksternal
44%
56%
56%
44%
73%
27%
80%
20%

Beban Perjalanan
Internal
Eksternal
21%
79%
35%
65%
76%
24%
81%
19%

Kajian untuk melihat transportasi air yang dilakukan


PUSTRAL UGM (2002) memperlihatkan bahwa dalam
pengembangan transportasi air di perdesaan terdapat
beberapa hambatan, di antaranya adalah:

Tidak terdapat integrasi yang baik antara


transportasi darat dan air. Padahal dalam
banyak kasus yang dilihat terdapat potensi
koperasi yang sangat baik antara sungai dan
jalan. Demikian pula prinsip keunggulan moda
tidak dimanfaatkan betul untuk angkutan
barang.

Infrastruktur dermaga yang kurang memadai karena rendahnya komitmen


pemeliharaan.

33

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Terdapat regulasi yang tumpang tindih dalam pelaksanaan di lapangan.

Perlu dukungan kepada industri kapal/sampan daerah dalam bidang


teknis, akses pembiayaan, kesetaraan perhitungan biaya, dan manajerial.

Rendahnya kesadaran keselamatan.

Berbagi ruang: indahnya angkutan umum


Kebutuhan akan transportasi publik yang efisien, andal, dan terjangkau sudah
sangat jelas bagi penduduk di negara-negara berkembang. Transportasi publik
seharusnya dapat diutamakan di tengah kemacetan perkotaan yang biasanya
disebabkan oleh mobil-mobil pribadi. Prioritas pembangunan transportasi publik
dan investasi yang dibutuhkan harus menjadi hal inti dari integrasi berbagai paket
kebijakan yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat luas, pemerataan, dan
keadilan, serta sistem pembangunan yang berkelanjutan.
Sistem transportasi publik dapat lebih
banyak mengangkut penumpang dengan
sedikit sekali sumber daya yang dipakainya
(termasuk didalamnya adalah lahan, bahan
bakar, dan biaya lingkungan lainnya).
Beberapa
perencana
pesimis
atas
pengembangan transportasi publik kota
yang kadang memerlukan dana yang cukup besar. Masalah yang sering terjadi
adalah kurangnya keinginan politis, lemahnya institusi, dan tidak tepatnya
keputusan yang diambil dalam mengatasi berbagai hambatan-hambatan teknis,
finansial, social, dan politis yang timbul.
Efisiensi ruang adalah alasan
utama bagi moda-moda
transportasi umum yang
disadari sebagai suatu hal yang
bersahabat bagi kota.

Mungkin, manfaat yang paling penting dari sebuah transportasi publik yang baik
adalah bahwa hal itu akan mengurangi kebutuhan dan keinginan untuk mempunyai
kendaraan pribadi, dan selanjutnya akan berdampak pada berkurangnya jumlah
perjalanan bermesin motor.
Kendaraan pribadi, khususnya mobil, merupakan moda transportasi kota yang
paling banyak mengambil ruang jalan. Jalan, lahan parkir, parkiran jalan, jalan
bebas hambatan, jalan tol, persimpangan jalan, dan jembatan merampas sebagian
besar lahan kota. Ketika sebuah kota menjadi lebih tergantung pada penggunaan
mobil dan perkembangan jalan makin cepat, jumlah lahan yang dibutuhkan untuk
infrastruktur motor-pun meningkat dengan drastic. Diperkirakan di kota-kota yang
berorientasi pada penggunaan mobil, antara 30%-50% lahan perkotaannya
digunakan untuk jalur mobil atau pun penggunaan lahan yang berhubungan
dengan kendaraan.

34

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Sumber: Breithaupt/GTZ, presentasi pada IVERS 2003, Jakarta

Di kota-kota di Asia, seperti Manila, Jakarta, Delhi, dan lainnya, kebanyakan ruang
jalan dipakai oleh mobil-mobil dan motor pribadi, sementara kebanyakan
penumpang melakukan perjalanan dengan menggunakan bus dan minibus yang
mengambil kurang lebih separoh ruang jalan.
John Whiteleg, seorang peneliti menyatakan bahwa satu mobil membutuhkan 75
kali lebih banyak ruang dari ruang yang dipakai pejalan kaki di kota dan 20 kali
ruang yang dibutuhkan oleh sepeda, dan 30 40 kali lebih banyak daripada yang
dibutuhkan transit kereta.
Penghematan ruang adalah salah satu keuntungan besar yang ada di kota yang
telah meningkatkan keseimbangan prioritas transportasi. Ketika hanya ada sedikit
ruang yang digunakan untuk jalan dan lahan parkir, maka ruang yang tersedia
harus dapat lebih dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat luas.
Setiap kota berhak atas ketersediaan sarana transportasi publik yang efisien, andal,
dan terjangkau. Penyelenggaraan transportasi publik akan dapat berjalan baik bila
didukung oleh banyak kebijakan lainnya seperti pengaturan tata guna lahan, sistem
pajak, dan pungutan yang berkaitan dengan kendaraan bermotor, serta penentuan
tarif angkutan yang berkeadilan.

35

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Bagaimana barang diangkut secara efisien


Pengiriman barang di Indonesia sendiri memiliki kombinasi dari berbagai sistem baik
yang sifatnya tradisional maupun yang modern. Sistem tranportasi barang dengan
angkutan darat masih mendominasi total pergerakan. Koridor utama angkutan barang
melalui darat adalah Sumatra-Jawa-Bali. Pergerakan sebagian besar dilakukan dengan
angkutan jalan raya yang memiliki jarak tempuh kurang dari 500 km. Dengan demikian,
angkutan truk memiliki keunggulan kompetitif dan
komparatif dibanding moda angkutan lain.

Pergerakan barang dengan angkutan darat di


Indonesia masih didominasi oleh koridor SumatraJawa-Bali, meskipun NTB dan NTT sudah mulai
menjadi bagian dari koridor utama.
Sumber: ???

Problem yang dimiliki dalam sistem transportasi


barang di Indonesia adalah adanya tata niaga yang
berlaku pada dua sistem, yaitu sistem formal dan
sistem informal. Sayangnya kedua sistem tersebut
tidak berjalan dengan efisien. Sistem formal yang
tidak efisien disebabkan karena tatanan transportasi
yang memanfaatkan kaidah-kaidah skala ekonomi
dan lingkup ekonomi. Di sisi lain, tata niaga informal
disebabkan oleh adanya oligopolis dan persaingan
usaha yang tidak sehat, seperti dalam kasus distribusi
beras (Krisnamurthi, 2003).

Studi yang dilakukan oleh IPB, misalnya, juga menunjukkan bahwa masyarakat di
perdesaan dirugikan dengan sistem transportasi barang karena mahalnya komponen
biaya angkut dalam harga pasar komoditi pertanian mereka. Dengan demikian, produk
pertanian dalam negeri tidak lagi menjadi produk yang kompetitif, bahkan di pasar
domestik sekalipun. Pergerakan barang merupakan salah satu bidang kajian transportasi
yang paling rumit. Bagaimana tidak? barang dapat terdiri dari:

Barang kering yang biasanya merupakan barang belum jadi atau bahan baku
dan pada umumnya tidak dikemas dan dapat langsung dibongkar muat.

Barang cair yang berupa cairan dalam kemasan atau curah, memerlukan
penanganan khusus untuk B3 atau Bahan Beracun Berbahaya serta, pada
volume yang besar, dimungkinkan transportasi melalui pipa.

Barang umum yang berupa barang kiriman berupa barang jadi atau setengah
jadi, dikemas dalam satu unit (misalnya melalui kontainerisasi) serta moda
angkutan tergantung pada kemasan.

Transportasi barang juga dapat diklasifikasikan berdasar tujuan pergerakan seperti


transportasi barang dalam kota, antarkota, dan internasional.

36

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Pegerakan komoditi yang efisien akan menentukan daya saing. Oleh karena itu, sistem
angkutan barang dan sistem logistik harus dikembangkan secara terintegrasi untuk
menjamin biaya angkutan yang kompetitif.
Agar barang dapat diangkut dengan efisien, ada beberapa elemen sistem transportasi
barang yang perlu diperhatikan, yaitu:
Penetapan lokasi industri, pabrik
atau gudang.
Lokasi
tersebut
ditetapkan berdasar pertimbangan biaya
pengantaran hasil produksi kepada
konsumen dan biaya pengangkutan
material ke lokasi. Hal ini akan
dipengaruhi oleh besarnya nilai bahan
mentah dan bahan jadi yang dihasilkan.
Sistem pergudangan atau inventory.
Barang yang dihasilkan tentu saja perlu
disimpan sebelum dikirim ke konsumen
Pemilihan moda angkutan barang sangat
tergantung pada kecepatan dan kebutuhan
atau pihak lain yang membutuhkan.
energi yang diinginkan
Sistem inventory yang paling sederhana
Sumber: ???
dikenal dengan ABC inventory system
dimana pemiliki mengidentifikasi komponen (A) yang memiliki volume paling
kecil dan nilai paling besar. Komponen (A) tersebut akan menjadi komponen
yang paling menentukan dan diperhatikan dalam penyiapan sistem inventory.
Jepang mengenalkan sistem kanban atau Just-in-Time (JIT) yang berusaha
menghilangkan komponen gudang karena dipandang sebagai biaya yang bisa
dihindari. Dengan mengetahui persis kapan barang dibutuhkan dan dikirim,
maka kebutuhan penggudangan barang dan biaya gudang dapat dihindarkan.

Sistem pengantaran. Sistem ini memastikan bahwa barang diantar ke


konsumen dalam saat yang tepat dan kondisi yang baik. Di samping itu barang
harus diantar dengan biaya yang dapat dibayar oleh konsumen. Sistem yang
dikembangkan mengarah kepada multidrop delivery atau pengantaran dengan
konsumen yang tidak tunggal. Artinya pengantar akan mengirimkan barangnya
kepada kelompok konsumen yang secara geografis bisa dijangkau secara
bersama. Ini akan mengurangi biaya konsumen. Namun demikian, di sisi lain
sistem seperti ini memerlukan bantuan sistem informasi dan sistem pelacakan
(tracking) yang lebih modern dari sisi penyedia. Beberapa freight forwarder atau
perusahaan pengiriman atau juga jasa kurir, telah menggunakan teknologi GPS
(Global Positioning System) atau sistem posisi global dalam melacak posisi barang
yang harus diantar.

37

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Transportasi: We make people fly!


Seperti halnya dengan negara-negara lain, industri penerbangan di Indonesia saat
ini mengalami lompatan kuantum dalam melangkah ke layanan udara yang cepat,
efisien dan terjangkau oleh khalayak luas. Sebelum ini pemerintah hanya
memproteksi flag carrier dari kompetisi, akan
tetapi kemudian mereka menyadari manfaat Kalau anda tidak busa
membuka diri. Salah satu alasan kunci hal ini mengalahkan LCC baru Asia,
terjadi adalah adanya liberalisasi, demikian yang maka anda harus bergabung
diungkapkan dalam laporan penelitian Centre for dengan mereka.
Asia-Pacific Aviation (suatu lembaga konsultansi (Tom Ballantyne, 2004)
yang berkantor di Sydney).
Perkembangan industri penerbangan di Asia-Pasifik pada tahun ini telah
diramaikan oleh lebih dari 20 maskapai penerbangan murah atau yang lebih
populer dengan sebutan low-cost carrier (LCC). Dan ketika maskapai jenis ini
semakin banyak maka persaingan untuk merebutkan pasar merupakan hal yang
tidak dapat dihindari. LCC adalah perusahaan penerbangan yang dioperasikan
secara efisien sehingga mencapai biaya terendah yang dimungkinkan untuk produk
layanan yang ditawarkan namun tetap konsisten dengan integritas dan keselamatan
operasional. Biaya operasional rendah dapat terwujud karena pelayanan selama
penerbangan bisa tanpa hidangan, reservasi tiket yang mudah dan murah (melalui
internet atau call center), penggunaan satu jenis pesawat untuk mempercepat waktu
penyediaan pesawat (turnaround time), dan penyederhanaan pemeliharaan, serta
penerbangan yang lebih banyak menjangkau bandara sekunder yang murah ongkos
penggunaannya.
Potensi pergerakan orang merupakan salah satu pemicu munculnya LCC. Di
Indonesia, pada tahun 1999 jumlah penumpang domestic hanya sekitar lima juta
orang. Sedangkan pada tahun 2001 Departemen Perhubungan mencatat sekitar
10,6 juta penumpang pesawat, lalu naik menjadi 11,6 juta pada tahun 2002 dan
kemudian melonjak pada tahun 2003 menjadi 15 juta penumpang. Hal ini
berdampak pada peningkatan jumlah pergerakan pesawat di bandara utama seperti
Soekarno-Hatta, yang sehari kini rata-rata melayani sekitar 600 touch and go pesawat,
dan meningkat hingga mencapai 900 pada musim sibuk, seperti libur lebaran dan
tahun baru.
Perkembangan LCC yang marak juga akan mendorong pengembangan bandara
(dan tentu saja hal ini akan melahirkan kebutuhan perlengkapnnya). Di China
pertumbuhan ekonomi akan disertai pula dengan pembangunan 100 bandara baru
dalam tujuh tahun mendatang, hal sama akan diramalkan pula terjadi di India dan
negara-negara Asia lainnya.

38

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Bagaimana Indonesia?
Semaraknya pertumbuhan maskapai penerbangan murah yang juga melanda di
Indonesia rupanya terus berbuntut. Para pimpinan daerah kini bernafsu
membangun bandar udara. Beberapa pemerintah daerah seperti berlomba
mengajukan anggaran dana ke pemerintah pusat untuk meningkatkan sarana dan
prasarana bandar udara di wilayah mereka. Alasannya, jumlah penerbangan dan
penumpang dari dan menuju bandara tersebut terus meningkat dari tahun ke
tahun. Pemerintah Propinsi Kalimanatan Selatan, misalnya, mengajukan anggaran
lebih dari Rp 100 miliar untuk meningkatkan daya tampung terminal dan fasilitas
lain Bandara Syamsuddin Noor. Sedangkan Kalimantan Timur meminta dana
lebih besar, sekitar Rp 470,88 miliar. Anggaran tersebut akan digunakan untuk
mengembangkan Bandara Sepinggan (Balikpapan), Juwata (Tarakan), Kalimarau
(Kutai Barat) dan Long Apung. Rencana peningkatan fasilitas bandara di Rendani
dan Manokwari, serta layanan udara perintis Sorong, juga diajukan oleh
Pemerintah Propinsi Irian Jaya Barat. Sementara Pemerintah Propinsi Jawa
Tengah mengajukan anggaran untuk memperpanjang landasan Bandara Ahmad
Yani dari 2.250 meter menjadi 2.850 meter. Sejauh ini keinginan daerah itu belum
tentu semuanya akan dipenuhi oleh pemerintah pusat, ketersediaan dana
merupakan masalah klasik yang masih dihadapi bangsa ini dalam pengembangan
infrastruktur.
Bagi banyak negara seperti Indonesia, yang haus akan datangnya turis, keberadaan
maskapai penerbangan murah jelas berdampak positif. Tingginya daya pikat
Indonesia di mata wisatawan merupakan peluang untuk mendongkrak industri
penerbangan nasional, namun posisi Indonesia dalam kancah persaingan industri
penerbangan global justru terpuruk. Hal ini ditunjukan oleh semakin gencarnya
sejumlah maskapai asing milik Singapura, Malaysia, Australia, Jepang, Perancis,
China, Brunei Darussalam, dan sebagainya, yang menggarap rute baru ke beberapa
kota di Indonesia.
ASEAN look to open sky
Ten nations in the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)
have pledged efforts towards air transport liberalization in line with the
"ASEAN Open Sky" policy. Open sky is a target which has been set for
2015 in The Roadmap for the integration of ASEAN: Competitive Air
Services Policy, prepared by the ASEAN Air Transport Working Group
and endorsed by the ASEAN Transport Ministers during 9th Meeting in
Myanmar last October 2003. Open sky will be an important component of
the overall economic integration of ASEAN, since transport links are
critical to bringing down barriers to trade and facilitating change. The
"ASEAN Open Sky" policy will facilitate air transport, boost exchange
and cooperation in economy, culture and tourism fields, and turn the region
into an attractive destination for investment. One of the major hindrances to
the Open Sky policy is aviation protectionism among certain nations so it is
impossible to make a forecast for the start-up date. The civil aviation
industries in the region have seen uneven progress and the socio-economic
situation is also at different levels, but it was a priority to work out a road
map for cooperation in the air transport. (http://www.aadcp-repsf.org)

Mengapa harus terjadi?


Sebenarnya Indonesia tetap memiliki peluang
maju dan berkembang untuk memainkan
peran penting dalam bisnis penerbangan
internasional,
asalkan
pembangunan
infrastruktur sekaligus peningkatan mutu
layanan bandara dapat diwujudkan. Bandara
tersebut harus efektif sebagai pintu masuk
utama wilayah udara Indonesia dan berfungsi
sebagai distributor penumpang maupun
barang.
Saat
ini
Indonesia
telah
mengoperasikan 25 bandara internasional,
antara lain berada di Batam, Medan, Manado,

39

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Makasar, Timika, Biak, Kupang, Surabaya, Solo dan Yogyakarta. Dua terbesar
adalah Bandara Soekarno-Hatta Jakarta dan Bandara Ngurah Rai Bali. Hal ini
ditujukan untuk mendorong pertumbuhan pariwisata dan perekonomian daerah
seiring dengan era perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara.
Namun langkah pemerintah ini mendapat tanggapan negatif dari Asosiasi
Angkutan Udara Domestik. Pasalnya hal tersebut akan lebih menguntungkan
maskapai asing yang dapat langsung mendarat ke bandara-bandara tersebut tanpa
harus transit di Bandara Soekarno-Hatta atau Ngurah Rai. Hal ini menyudutkan
menyudutkan armada udara nasional pada situasi persaingan usaha global.
Masalahnya sejauh mana kemampuan maskapai penerbangan nasional untuk
bersaing dengan armada asing? Bisa jadi banyaknya bandara yang berstatus
internasional di Indonesia sangat tidak menguntungkan bagi pengembangan
armada udara nasional. Pada kondisi seperti ini, tentu saja, pemerintah telah
mempertimbangkan untung-ruginya keberadaan suatu bandara internasional dalam
Tatanan Kebandarudaraan Nasional.
Subsidi Pesawat untuk Buka Daerah Terisolasi
Jika di daerah lain maskapai penerbangan swasta melakukan perang tarif, di
Kalimantan Tengah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Murung Raya justru
memberikan subsidi agar maskapai penerbangan swasta mau melayani jalur
sepi penumpang. Hal itu dilakukan untuk membuka daerah-daerah terisolasi.
Subsidi tiket yang diberikan adalah dengan membeli tempat duduk (seat)
pesawat. Melalui kerja sama dengan PT Dirgantara Air Service (DAS),
dilakukan penerbangan Banjarmasin-Purukcahu dan Palangkaraya-Pucukcahu,
seminggu tiga kali. Penerbangan menggunakan pesawat Cassa 212 berkapasitas
18 penumpang. Dalam perjanjian dinyatakan, jika seluruh tempat duduk terisi
penumpang, Pemkab tidak memberi subsidi. Namun jika tidak seluruh terisi,
tempat duduk yang kosong dibeli Pemkab Murung Raya sesuai dengan harga
tiket yang berlaku, yakni Banjarmasin-Purukcahu Rp 285.000 dan
Palangkaraya-Purukcahu Rp 255.000. Pola kerja sama seperti ini akan
menguntungkan kedua belah pihak, PT DAS tidak akan mengalami kerugian
karena dalam setiap penerbangan seluruh kursi dianggap terisi penuh.
Sedangkan Pemkab diuntungkan karena memudahkan investor masuk ke
Purukcahu.
Sementara itu untuk memperlancar transportasi ke Palangkaraya, Pemerintah
Propinsi (Pemprop) Kalimantan Tengah mensubsidi penerbangan Sriwijaya Air
(Jakarta-Palangkaraya) yang menggunakan pesawat Boeing 737-100. Pola
subsidi didahului dengan penentuan titik impas setiap penerbangan berbanding
jumlah penumpang. Jika penumpang kurang, kekurangan akan ditanggung
Pemprop. Sebaliknya, jika pesawat penuh, kelebihan dari titik impas dibagi dua
dengan komposisi 60 persen untuk maskapai penerbangan dan 40 persen
Pemprop Kalimantan Tengah. (Kompas, 24 April 2004)

Pada saat ini pemerintah dan maskapai


penerbangan tidak bisa lagi memaksa
pasar untuk diarahkan ke Jakarta atau
Denpasar. Pasar akan protes karena
biaya yang dikeluarkan akan lebih besar.
Padahal untuk penerbangan jarak
pendek Padang ke Malaysia, misalnya,
biayanya lebih rendah karena lebih
dekat.
Namun
seberapa
besar
pertumbuhan demand untuk itu, apakah
cukup untuk menutupi biaya operasi
bandara internasional yang harus dibuka
selama 24 jam penuh. Contoh yang
nyata adalah Bandara Adisumamo Solo.
Bandara
ini
sudah
berstatus
internasional sejak tahun 1998 dan telah
terhubungkan secara langsung dengan
Singapura
namun
tetap
sepi
penumpang, bahkan waktu operasinya
lebih rendah dibandingkan dengan
waktu operasi Bandara Adi Sutjipto
Yogyakarta yang lebih banyak melayani
penerbangan domestik.

Data yang ada menyebutkan bahwa dari 13 bandara yang dikelola oleh PT
Angkasa Pura I, baru empat bandara yang mencatatkan keuntungan yaitu Bandara
Ngurah Rai-Bali, Juanda-Surabaya, Hasanuddin-Makasar, dan SepingganBalikpapan. Hal ini membuktikan bahwa kerugian ekonomi yang dialami oleh

40

1 - 2 - 3

L A N G K A H

bandara-bandara di Indonesia masih cukup


tinggi. Untungnya PT Angkasa Pura bukan
perusahaan yang merugi. Menurut laporan
keuangan pada tahun 2002, PT Angkasa Pura
I mengantongi laba bersih Rp 198 miliar
sedangkan PT. Angkasa Pura II meraih Rp
371 miliar. Masalahnya sejauh mana
kemampuan BUMN ini menghadapi masalah
tersebut, sementara subsidi yang diberikan
untuk biaya operasional bandara-bandara yang
merugi semakin lama semakin besar.
Pemerintah semestinya segera melakukan audit kinerja
bandara internasional yang dinilai tidak efisien. Bila
ternyata bandara internasional tersebut memang tidak
menguntungkan mungkin ada baiknya bandara tersebut
diturunkan statusnya menjadi bandara domestik. Menguntungkan dalam arti sejauh
mana manfaat keberadaan bandara internasional bagi suatu daerah, apakah terjadi
peningkatan signifikan terhadap jumlah penumpang. Atau sejauh mana pencapaian
pertumbuhan ekonomi regional setelah adanya bandara internasional, apakah
sesuai dengan perkiraan. Setidaknya kedua parameter tersebut dapat menjadi
acuan dalam melakukan audit.

Kebanyakan bandara
internasional di Indonesia
tidak efisien.

Potret Angkutan Udara Swasta Nasional


Sejak pemerintah membuka lebar-lebar pintu industri angkutan udara empat tahun silam, pertumbuhan airlines
melaju secepat jet. Sementara sebelum deregulasi hanya ada enam perusahaan penerbangan berjadwal, pada kuartal
pertama tahun ini pemerintah sudah menerbitkan 27 ijin perusahaan penerbangan berjadwal. Muka-muka baru yang
memadati langit nusantara itu tak melulu datang dari Jakarta, tapi juga dari Aceh, Riau, Makassar bahkan Papua.
Namun modal yang cekak dan manajemen yang semrawut menumbangkan maskapai-maskapai daerah itu dalam
hitungan bulan.
Papua Effata Airlines, yang didirikan oleh masyarakat Papua, telah mengembalikan Boeing 737-200 ke pemiliknya,
Aviogenics, karena mahalnya biaya perawatan pesawat. Effata hanya mengantongi modal Rp 10 miliar, yang
langsung tersedot habus untuk menyewa pesawat dan mengoperasikan pesawat untuk dua rute penerbangan
sebanyak enam kali seminggu. Maskapai lain yang bernapas pendek adalah Riau Airlines (RAL). Didirikan oleh
Pemerintah Propinsi Riau bersama 12 kabupaten, RAL mengudara pertama kali akhir tahun 2002. Tapi, selama
empat bulan mengarungi Pekanbaru-Batam dengan satu pesawat Fokker 50, kursi yang terisi hanya 19 persen, jauh
dibawah target 60 persen. Sepinya penumpang disiasati dengan memperbanyak rute, dari satu menjadi sebelas.
Jumlah armada pun ditambah menjadi tiga pesawat. Strategi ini ternyata tak juga berhasil. Masalah yang semula
menyangkut permodalan kemudian melebar menjadi kemelut internal perusahaan, dari mismanagement hingga isu
korupsi. Masalah permodalan dan pengelolaan yang semrawut sebelumnya juga telah melumpuhkan Seulawah NAD
Air. Maskapai dari Aceh ini hanya bertahan enam bulan, tudingan terlalu ikut campurnya pemerintah daerah dalam
pengelolaan perusahaan menjadi polemik antara eksekutif dan legislatif.
Mungkin maskapai penerbangan yang berasal dari makassar dapat dijadikan contoh dalam pengelolaan perusahaan
penerbangan.yang baik. Celebes Aviation Services, yang didirikan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Makassar dan
empat mitra swasta, tahun lalu berhasil mencetak laba kotor Rp 10 miliar. Keterlibatan Pemda Sulawesi Selatan
terbatas pada penyertaan modal 40 persen. Selanjutnya pengelolaan diserahkan kepada profesional. Celebes
beroperasi dengan menggunakan izin Kartika Airlines dan Express Airlines yang tak lagi mengudara sehingga
pengeluaran Celebes praktis hanya avtur dan sewa pesawat. Sementara kepada pemilik izin Celebes diwajibkan
membayar management fee. Cara seperti ini terbukti ampuh untuk menekan pengeluaran, dengan demikian Celebes
yakin mampu bersaing dengan armada angkutan udara nasional, seperti Garuda dan Merpati. (Tempo, 9 Mei 2004)

41

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Nenek moyangku orang pelaut


Dengan meningkatnya minat daerah dalam pengembangan pelabuhan, bagian ini akan menjelaskan
berbagai permasalahan yang harus diwaspadai oleh pengambil kebijakan transportasi dan pengembangan
wilayah. Di samping itu, bagian ini memberikan beberapa petunjuk bagi pengembangan usaha daerah di
bidang angkutan laut.

Indonesia adalah negara dengan jumlah pelabuhan terbanyak di dunia. Namun


sayangnya jumlah ini bukan berarti kita menguasai pangsa bongkar muat di dunia.
Pelabuhan terbesar di Indonesia, Tanjung Priok pada tahun 2003 baru mencapai 3 juta
TEUS, sementara negara kecil Singapura pada saat yang sama sudah mencapai 8 juta
TEUS. Padahal penduduk Singapura cuma 3 juta jiwa, dan kita 220 juta jiwa.
Duo Pelabuhan di Teluk Jakarta
Siang yang panas pada 26 Juli lalu tak mampu menghilangkan sentum semringah di
wajah Sutiyoso. Wajah Gubernur DKI Jakarta itu ceria saat dia menekan tombol tanda
peresmian Jakarta New Port (JNP), sebuah pelabuhan bertaraf internasional. Inilah
pelabuhan raksasa yang bakal berlokasi di Kawasan Ancol Timur, Pademangan, Jakarta
Utara. Pelabuhan baru ini akan memakan are seluas 245 hektare, dengan panjang 5,2
kilometer, serta kedalaman 12 hingga 14 meter. Nantinya di sini akan ada 15 dermaga,
antara lain dermada untuk terminal mobil dan penumpang. Pembangunan yang
mengadopsi teknologi dari Jepang itu akan dilakukan dalam lima tahap dan
pelabuhannya mulai beroperasi pada tahun 2010. Kocek yang harus dirogohuntuk
mewujudkan megaproyek ini US$ 500 juta atau sekitar Rp 4,6 triliun.
Pelabuhan ini memang serba lengkap. Selain pelabuhan komersial, di kawasan ini
nantinya akan dibangun pangkalan Komando Armada RI Kawasan Barat (Armabar)
TNI-AL. Meskipun proyek ini baru sebatas rencana, keinginan Gubernur DKI Jakarta
ini dipastikan tersandung kendala. Kawasan yang kini dalam kondisi centang-perenang
itu merupakan bagian dari program reklamasi Pantai Utara Jakarta yang sudah ditolak
oleh Kementerian Lingkungan Hidup, walaupun kasusnya saat ini masih di pengadilan
tata usaha Negara. Rencana ini tak urung mengagetkan PT Pelabuhan Indonesia
(Pelindo) II selaku pengelola Pelabuhan Tanjung Priok, bahwa sesuai dengan hak
pengelolaan lahan (HPL) kawasan tersebut sudahb masuk dalam rencana master plan
pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok hingga tahun 2025. Pelabuhan Tanjung
Priok yang mulai dibanguna tahun 1877 ini kini memiliki luas wilayah darat 604 meter
persegi dan wilayah laut 424 meter persegi dengan kedalaman 11-13 meter. PT Pelindo
II bahkan sudah mengantongi izin melakukan perluasan reklamasi Pantai Ancol Timur
seluas 500 hektare. (Tempo, 29 Agustus 2004)

Mengembalikan peran sebenarnya


dari pelabuhan dan meningkatkan
efisiensi kini menjadi landasan bagi
masa depan pelabuhan di Indonesia.
Fungsi pelabuhan idealnya adalah
tempat titik temu (interface), sebagai
mata rantai transportasi (link), sebagai
gerbang (gateway), dan sebagai
kawasan industri (industrial estate).
Dalam kondisi pulau-pulau kita yang
tersebar serta banyaknya wilayah yang
masih tertinggal, maka pelabuhan juga
berfungsi untuk membuka isolasi
daerah atau wilayah terpencil. Total
pelabuhan kita sekarang 2.133 buah
meliputi 977 pelabuhan umum dan
1.156 pelabuhan khusus (pelabuhan
perikanan, BBM, dll). Dari pelabuhan
umum tersebut, 725 merupakan laut,
dan hanya 111 pelabuhan yang
diusahakan melalui pengelolaan PT
Pelabuhan Indonesia (Pelindo).

Pelabuhan di samping fungsinya sebagai pelayanan, juga berfungsi sebagai sentra bisnis
transportasi laut. Tuntutan untuk menciptakan bisnis yang profesional berdaya saing
tinggi dan efisien menjadi harapan agar usaha kepelabuhanan dapat menjadi penggerak
ekspor nasional yang efektif. Usaha kepelabuhanan telah berkembang seiring dengan
perkembangan teknologi, ukuran kapal, peningkatan jumlah, dan jenis barang. Usaha
jasa kepelabuhanan tidak terbatas pada bongkar muat barang tetapi telah menjangkau
kegiatan lain, seperti:

42

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Penyediaan kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas kapal dan tempat
berlabuh.
Pelayanan jasa yang berhubungan dengan pemanduan (kapal pandu) dan
penundaan (kapal tunda).
Penyediaan jasa dermaga untuk bertambat, bongkar muat barang serta
penyediaan fasilitas naik/turun penumpang.
Penyediaan dan pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang.
Penyediaan lahan untuk berbagai bangunan dan lapangan.
Penyediaan jaringan jalan dan jembatan, tempat tunggu kendaraan, saluran
pembuangan air, instalasi listrik, air minum, bahan bakar dan pemadam
kebakaran.
Penyediaan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering dan ro-ro.

Langsa sedang bersolek


Seperti gadis cantik yang tengah bersolek, sejak dimekarkan dari Kabupaten Aceh
Timur tahun 2001, Kota Langsa terus berbenah. Tahun ini, 70 persen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Langsa yang mencapai Rp 120 miliar
digunakan untuk anggaran rutin pemkot. Sedangkan pembangunan infrastruktur Rp 13
miliar, dan pendidikan Rp 10 miliar. Sumber pendapatan asli daerah (PAD) juga
terbatas. Ketiadaan sumber daya alam dan ekonomi di kota berpenduduk 127.261 jiwa
ini membuat target PAD tahun ini Rp 2 miliar. Sekretaris Kota Langsa Azzubaidi
mengatakan bahwa satusatunya sumber daya yang diharapkan menambah PAD
adalah Pelabuhan Langsa. Pelabuhan yang dibangun tahun 1980-an ini dulu sering
dimanfaatkan untuk ekspor arang bakau.
Tetapi, seiring tidak kondusifnya keamanan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
tidak satu kapal pun singgah ke sana. Tahun 1998 pemkot pernah mencoba
menghidupkan kembali pelabuhan melalui kerja sama pelayaran langsung LangsaPenang (Malaysia). Akan tetapi hanya berjalan tiga bulan. "Sekarang, kami sedang
bernegosiasi dengan investor dari Thailand. Mereka ingin mengembangkan industri
perikanan terpadu di Pelabuhan Kuala Langsa. Kami akan memfasilitasi mereka, tapi
peluang mereka berinvestasi di sini tergantung pemerintah pusat," jelas Azzubaidi. Hal
ini karena masuknya investor asing ke Indonesia harus seizin pemerintah pusat.
Namun demikian, pemkot tetap berupaya menarik investor untuk mengembangkan
Pelabuhan Langsa. Alasannya jelas, hanya Pelabuhan Langsa yang mampu
menggerakkan perekonomian kota tersebut. Bahkan, hanya Pelabuhan Langsa yang
dapat menjadi sumber PAD untuk membiayai pembangunan kota, selain Pajak Bumi
dan Bangunan. Karena itu, dalam rancangan induk pengembangan Pelabuhan Langsa,
pemkot merencanakan pelabuhan itu sebagai pelabuhan transit terpadu untuk seluruh
industri di sekitarnya.
Kabupaten Aceh Timur dan Aceh Tamiang merupakan daerah perkebunan, terutama
kelapa sawit. Tiadanya pabrik minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO)
dipandang Pemkot Langsa sebagai peluang busnis. "Di Pelabuhan Langsa akan ada
tangki penampungan CPO berukuran besar. Kemudian, akan ada pabrik penyulingan
CPO yang akan diekspor. Bahkan, tidak menutup kemungkinan dibangun pabrik yang
berorientasi ekspor di sana nantinya," ujar dia.
Sebagai langkah awal optimalisasi ini, tahun 2004 proyek pengerukan lumpur di alur
pelabuhan akan dimulai. Kemudian rawa-rawa di sekitar pelabuhan akan direklamasi
dengan lumpur hasil kerukan tersebut. "Anggaran terbatas. Jadi, kami berupaya bekerja
efektif dan efisien sejauh itu memungkinkan," kata Azzubaidi.

Dalam era otonomi daerah, pemerintah


daerah
diberikan
peran
dalam
penyelenggaraan kepelabuhanan, yang
tertuang dalam KM 53/2002 tentang
Tatanan
Kepelabuhanan
Nasional.
Tatanan ini mengatur wujud sistem
kepelabuhanan yang memuat hirarki,
peran,
fungsi,
klasifikasi,
jenis,
penyelenggaraan, kegiatan, keterpaduan
intra dan antar moda, serta keterpaduan
dengan sektor lainnya. Hirarki, peran dan
fungsi pelabuhan laut terdiri atas
pelabuhan internasional hub, pelabuhan
internasional,
pelabuhan
nasional,
pelabuhan regional dan pelabuhan lokal.
Dua pelabuhan pertama memungkinkan
untuk dilakukannya perdagangan ekspor
impor secara langsung dengan luar negeri.
Saat ini terdapat 141 pelabuhan di seluruh
Indonesia yang terbuka bagi perdagangan
luar negeri.
Menyadari arti penting pelabuhan, banyak
daerah yang mengharapkan pelabuhannya
menjadi
pelabuhan
internasional.
Tuntutan daerah ini dilandasi oleh
berbagai alasan, di antaranya karena
kebutuhan untuk pengembangan wilayah
sampai dengan karena tidak ingin ada
pihak lain yang menguasai pelabuhan di
daerahnya. Pemerintah pusat cenderung

43

1 - 2 - 3

L A N G K A H

untuk menolak pengambilalihan ini terutama jika dikaitkan dengan pelabuhan yang
hirarkinya nasional, internasional, dan international hub. Meskipun demikian Departemen
Perhubungan, sudah menyerahkan ratusan pelabuhan untuk dikelola daerah.
Ada 2 alasan utama yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilalihan pelabuhan
oleh daerah. Yang pertama kesiapan sumber daya manusia. Kesiapan SDM merupakan
salah satu faktor kunci dalam pengelolaan pelabuhan. Yang kedua tentunya harus
dilihat secara rinci bagaimana kondisi keuangan dan manajemen perusahaan. Saat ini
kita tidak bisa mengetahui kondisi keuangan tiap pelabuhan karena disatukan dalam
keuangan PT Pelindo I sampai IV. Artinya pelabuhan yang untung akan memberi
subsidi kepada pelabuhan yang rugi.
Langsa, salah satu wilayah di propinsi NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) adalah
wilayah pemekaran yang perlu didorong dengan memfungsikan pelabuhan (lihat
kotak). Usaha keras dan kesungguhan daerah didasari atas potensi dan kebutuhan
untuk ekspor komoditas unggulan daerah. Daerah ini punya semangat tetapi masih ada
keputusan yang bergantung pada pemerintah pusat.
Persoalan efisiensi pelabuhan menjadi isu yang sangat hangat. Aparat birokrasi
bukannya berlomba memberikan pelayanan terbaik bagi warga, tapi malah berebut
memeras masyarakat, khususnya pengusaha. Misalnya dalam soal perizinan dan
pengurusan dokumen ekspor impor di pelabuhan, pungutan bisa berlapis-lapis
jumlahnya.
Five Generations of Containerships
First Generation (1956-1970)

Length
Converted Cargo

Draft

TEU
500

135 m
<9m

Converted

200 m

Cellular

215 m

800

Second Generation (1970-1980)


10 m

1,000
2,500

Third Generation (1980-1988)


Panamax Class

3,000

250 m
11-12 m

4,000

290 m
Fourth Generation (1988-2000)
Post Panamax

275
305 m

4,000
11-13 m 5,000

335 m

13-14 m

Fifth Generation (2000-Present)


Post Panamax Plus

5,000
8,000

Padahal, biaya tidak resmi itu pada akhirnya


dibebankan
kepada
konsumen.
Walhasil,
masyarakat luas yang kena getahnya, bukan hanya
pengusaha. Potret kerugian konsumen akibat
banyaknya biaya tak resmi yang mesti dikeluarkan
pengusaha tergambar jelas dari prosedur ekspor
impor yang serba rumit dan memusingkan orang
awam. Saat ini susah membedakan yang resmi dan
tak resmi, karena sudah sedemikian membudaya.
Parahnya lagi, eksportir tidak pernah tahu rincian
pengeluaran karena menyerahkan prosedur
pengiriman barang pada perusahaan ekspedisi
muatan kapal laut (EMKL) atau forwarder.

Soal perizinan dan pengurusan dokumen ekspor impor di pelabuhan, pungutannya


bisa berlapis-lapis jumlahnya. Yang jelas, sejak komoditas keluar dari pabrik hingga
masuk lambung kapal, seorang pengusaha mengaku mengeluarkan biaya rata-rata
Rp 1,25 juta sampai Rp 1,5 juta per kontainer ukuran 20 kaki. Akibatnya, harga
komoditas ekspor Indonesia tidak bisa bersaing dengan negara lain. Kalaupun
tetap ingin berkompetisi dengan negara lain, marjin keuntungan pengusaha harus
dikurangi. Di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, pengusaha mengakui besarnya

44

1 - 2 - 3

L A N G K A H

pungutan mencapai 20-30 persen dari biaya resmi. Akibatnya, kegiatan ekspor dari
Jateng merosot hingga 30 persen sejak 2002. Misalnya, ekspor nonmigas, per bulan
tertinggi pada tahun 2001 mencapai nilai 170,9 juta dollar AS namun pada tahun
2002 merosot menjadi 120,2 juta dollar AS.
ISPS CODE
ISPS (Internasional Ship and Port Facility Security) Code merupakan aturan baru yang telah disahkan dalam international
Maritime Organization (IMO) Conference pada Bulan Desember 2002. Ketentuan ISPS Code mulai diterapkan pada 1
Juli 2004 dan mengikat seluruh anggota IMO termasuk Indonesia. Di Indonesia, dari sejumlah 141 pelabuhan
domestik yang berfungsi sebagai pintu gerbang perdagangan internasional, baru ada lima pelabuhan yang siap untuk
melaksanakan ketentuan internasional IMO tersebut, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Batam,
Belawan, dan Makassar. Selain pelabuhan, kapal-kapal yang terkena oleh peraturan ini meliputi kapal penumpang,
kapal barang, serta unit pengeboran lepas pantai berpindah.
Tujuan penerapan ISPS Code adalah:

Menetapkan suatu kerangka kerja internasional yang melibatkan kerja sama antarnegara untuk mendeteksi
berbagai ancaman terhadap keamanan dan tindakan preventif terhadap berbagai insiden keamanan yang
berakibat kepada kapal dan berbagai fasilitas pelabuhan yang melayani perdagangan internasional.

Menetapkan peran dan tanggung jawab antarnegara guna menjamin keamanan maritim.

Menjamin pengumpulan dini informasi secara efisien dan pertukaran informasi yang berkenaan dengan
keamanan.

Menyiapkan metodologi bagi assessment keamanan sehingga tersedia rencana dan prosedur guna bereaksi
terhadap setiap tingkat keamanan yang berubah.

Menjamin kerahasiaan yang memadai dan tindakantindakan keamanan maritim yang proposional.
Aturan baru ini mengharuskan adanya peralatan baru seperti Automated Identification System (AIS) Ship Security Alert
System yang dapat diaktifkan dari kapal maupun di darat. Para pemilik kapal atau perusahaan pelayaran harus
menunjuk Company Security Officer (CSO) yang tergantung tipe atau jenis kapal yang dioperasikan, apakah kapal
penumpang, tanker atau kapal barang. Untuk setiap jenis kapal perusahaan harus mampu menyediakan seorang CSO
dan tiap kapal harus mempunyai seorang Ships Security Officer (SSO) yang ditunjuk oleh perusahaan. Aturan baru ini
juga mengharuskan kapal memiliki ISPS-Certificate. Sementara itu untuk pelabuhan, beberapa peralatan yang harus
disiapkan adalah X-Ray System, Walk-through, CCTV, serta Metal Detector.
Resiko bagi negara yang tidak melaksanakan ketentuan ISPS Code, adalah kapal-kapal berbendera negara tersebut
yang melakukan pelayaran internasional tidak akan dizinkan berlabuh di pelabuhan negara tujuan. Dan tidak
diperkenankannya pula kapal-kapal yang telah bersertifikat ISPS Code memasuki pelabuhan di negara yang belum
menerapkan ketentuan ini. Dalam perhitungan volume lalu lintas barang, resiko tidak dilaksanakannya ketentuan
ISPS Code, bagi Indonesia akan mengakibatkan hambatan terhadap ekspor dan impor sebesar 400 juta ton per
tahun.
Kesungguhan terhadap pemberlakuan ISPS Code, yang gemanya sudah mendunia, membuat seluruh pelabuhan dan
perusahaan kapal didunia berusaha untuk mentaatinya. Sungguh suatu kerja keras mengingat waktu dan biaya yang
dikeluarkan sangat tidak sedikit. Pelabuhan internasional yang memiliki intensitas pergerakan ekspor dan impor
tinggi seperti Tanjung Priok telah menunjukkan hal itu. Saat ini Pertamina juga sedang mempersiapkan 17 buah
pelabuhan khusus untuk memperoleh sertifikat ISPS Code. Untuk pelabuhan yang belum mempunyai kemampuan
melaksanakan ISPS Code, Departemen Perhubungan menyarankan untuk dapat bekerja sama dengan perusahaan
pelayaran internasional agar kapalnya dapat menyinggahi dengan perjanjian khusus.

Untuk mengamankan kapal pengangkut barang yang bersandar di pelabuhan


melibatkan setidaknya tujuh institusi keamanan, yaitu Administratur Pelabuhan
(Adpel), KP3, Airud, Satroltas, Lantamal, Petugas Keamanan Pelindo, Port Security,
dan Pam Swakarsa yang terdiri atas pengamanan dari Perusahaan Bongkar Muat
(PBM) dan ekspedisi.

45

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Tatanan Kepelabuhanan Nasional dalam Kompetisi Pengaturan Kepelabuhanan


Tatanan Kepelabuhanan Nasional (TKN) adalah suatu keputusan pemerintah yang ditetapkan melalui Keputusan
Menteri (KM) Perhubungan Nomor: 54/2002. KM ini mengatur kewenangan pelabuhan menurut status, fungsi dan
hirarki. Berdasarkan status pelabuhan dibedakan menjadi pelabuhan international hub, internasional, nasional, regional,
dan lokal. Status pelabuhan international hub, internasional, dan nasional ditetapkan menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat. Hal itu karena skala pelabuhan, distribusi pelayanan, jaringan pelayaran, fasilitas kepelabuhan, dan sumber
daya dianggap hanya dapat ditangani oleh Pemerintah Pusat. Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 2.100 pelabuhan,
725 buah di antaranya berada di bawah kewenangan Pemerintah Pusat. Dari 725 buah pelabuhan tersebut, 114 buah
dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) dan sisanya telah dikelola oleh Pemerintah Daerah. Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Ditjen Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan dibentuk untuk menangani pengelolaan
pelabuhan lokal dan regional yang belum diserahkan kepada Pemerintah Daerah.
Secara umum tingkat pelayanan jasa kepelabuhanan di Indonesia masih rendah, hingga sering kali menghadapi
persaingan yang tidak imbang dengan pelabuhan di negara-negara lain. Singapura misalnya, yang memiliki fasilitas
penanganan barang atau cargo handling canggih, termasuk dalam 10 besar pelabuhan di dunia dalam bongkar muat
barang atau container throughput. Mengingat keterbatasan pendanaan Pemerintah Pusat guna peningkatan pelayanan
jasa kepelabuhanan, maka pemikiran untuk melakukan kerja sama antara pemerintah dan swasta dalam
pengembangan infrastruktur pelabuhan menjadi rasional. Contoh Pelabuhan Batu Ampar-Batam, meskipun saat ini
dalam proses re-tender namun Otoritas Pengembangan Kawasan Industri Batam (Batam Industrial Development
Authority; BIDA) sedang berusaha keras untuk menjadikan salah satu pelabuhannya bertaraf internasional.
Semangat otonomi daerah memicu para pengambil keputusan di daerah kemudian bersepakat menelurkan Deklarasi
Balikpapan. Mereka bersepakat menolak penerapan PP 69/2001 dan menggugat peran pelindo dalam pengelolaan
kepelabuhanan. Mereka bahkan sudah memperoleh persetujuan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa PP
69/2001 perlu direvisi untuk disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi daerah. Tanpa harus menjawab dan
terlibat konflik berkepanjangan, agaknya perlu diingat tantangan sebenarnya dari persoalan transportasi laut. Bahwa
saat ini kita baru menjadi tamu di rumah sendiri. Bayangkan untuk angkutan luar negeri kita baru memiliki peran
5,5% dari total angkutan laut internasional. Bahkan 40% dari angkutan antar pulau kita masih dikuasai asing. Lalu,
jika kita masih berpolemik siapa yang mengatur pelabuhan, tanpa melihat esensi masalah, sampai kapan kita akan
berada di titik nadir transportasi laut?

Pembentukan Keppres 54/2002 tentang Tim Kelancaran Arus Barang untuk


memberantas penyelundupan sampai saat ini belum menampakkan hasil nyata.
Dulu pernah pemerintah menerapkan sistem pengendalian ekspor impor Pre Ship
Inspection (PSI) yang telah berjalan selama 12 tahun di Indonesia dinilai telah
berhasil menghilangkan kongesti, atau kemacetan barang di pelabuhan. Dengan
sistem PSI, pemeriksaan barang telah dilakukan di luar negeri, begitu barang
masuk pelabuhan Indonesia, langsung diangkut oleh importir, sehingga tidak
terjadi kongesti. Lalu, pihak bank dalam membuka kontrak L/C merasa aman,
karena barang yang dikirim dari luar negeri sudah pasti sesuai dengan L/C, karena
telah mengalami pemeriksaan sebelum dikapalkan.
PSI sudah sejak tahun 1985 diterapkan, dan pada tahun 1998 pemerintah
mengubah sistem PSI dengan sistem post audit. Dengan demikian peran Direktorat
Jenderal Bea Cukai dengan sistem post audit menggantikan peran Societe Generele de
Surveille (SGS) yang telah lama mengoperasikan sistem sebelumnya. Namun
sayangnya perubahan sistem ini belum mencapai hasil seperti yang diharapkan,
buktinya berbagai pungutan liar itu masih tetap berjalan.

46

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Multimoda: Apa itu?


Bagian ini memberikan ilustrasi awal mengenai definisi dan konsep unimoda, intermoda dan
multimoda.
Intermoda: Pengangkutan barang menggunakan beberapa jenis (moda) transportasi
di mana salah satu pengangkut (carrier) mengorganisir seluruh proses angkutan dari
tempat/pelabuhan asal melalui satu atau lebih interface/transfer point menuju ke
tempat/pelabuhan tujuan.
Multimoda: Pengangkutan barang dengan paling sedikit dua jenis (moda)
transportasi yang berbeda, berdasarkan satu kontrak transportasi multimoda, dari
satu tempat dalam suatu negara dimana tanggung jawab atas barang tersebut
diambil alih oleh multimoda transport operator (MTO) ke suatu tempat di negara lain
yang telah ditetapkan untuk penyerahan barang dimaksud.
Unimoda: Pengangkutan barang dengan satu jenis (moda) transportasi oleh satu
atau lebih pengangkut.

47

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Bab

4
Yang sering terlupakan
For my part, I travel (Robert Louis Stevenson, penemu kereta api)

P
I S I

engambil kebijakan seringkali lupa bahwa transportasi memiliki perspektif


analisis yang bersifat lintas sektor. Bagian ini akan menjelaskan aspek-aspek
transportasi yang sering terlupakan.

D A R I

B A B

I N I

 Yang sering terlupakan

 Keselamatan
 Membiayai transportasi

akan memberikan gambaran mengenai


aspek-aspek dasar transportasi bagi para pengambil
keputusan, politisi, dan non-transport professionals dalam
memahami aspek-aspek transportasi yang kurang dilirik
atau kurang mendapatkan perhatian.

123 Langkah

Yang sering terlupakan oleh para pengambil


keputusan
Manusia memang sering lupa. Ada hal yang kita boleh lupa, namun ada cukup banyak
aspek transportasi yang tidak boleh dilupakan oleh pengambil kebijakan, pelaksana, dan
politisi. Hal-hal tersebut sering dilupakan karena justru menjadi bagian dari tugas
keseharian birokrasi seperti organisasi dan pembiayaan, serta formulasi kebijakan publik
bagi para politisi. Keselamatan bagi pelaku perjalanan juga cenderung dilupakan karena
kecelakaan adalah kasus yang sangat jarang dibandingkan dengan kuantitas atau
frekuensi kegiatan perjalanan.
Bagian ini memberikan ilustrasi mengenai aspek-aspek:
Keselamatan
Pembiayaan

48

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Keselamatan adalah segalanya


Keselamatan lalu lintas merupakan landasan dari penyelenggaraan transportasi. Untuk
itu, persyaratan dasar bagi penyelenggaraan transportasi yang baik adalah memastikan
bahwa setiap program, kegiatan, rencana, dan proyek selalu melalui scrutiny yang
mendalam mengenai keselamatan..
Motto Utamakan Selamat barangkali masih tertulis di
belakang bak truk atau dalam bentuk sticker tertempel di
kaca belakang beberapa mobil. Belakangan motto ini
makin tertindih oleh gambar atau lukisan-lukisan wanita
cantik di bak-bak truk dan stiker Awas Mobil Warga
Militer atau sejenisnya yang lebih populer menempel di
mobil. Lupakah kita bahwa tujuan melakukan
perjalanan tidak hanya sampai di tujuan, tetapi lebih
penting dari segalanya adalah selamat!

Tanpa disadari, tiap tahun di dunia lebih dari


1,5 juta orang meninggal di jalan dan 35 juta
dirawat di rumah sakit akibat kecelakaan
jalan! Di Indonesia sendiri, menurut data
kepolisian sekitar 10.000 meninggal dan
hampir 30.000 mengalami luka-luka.
Namun angka-angka ini disinyalir banyak
pengamat dalam dan luar negeri sebagai
sangat rendah.

Diperkirakan korban sebenarnya mencapai lebih dari 30.000 mati dan 1,2 juta luka-luka
(ADB, 2004). Jadi selama ini kita dinina-bobokkan oleh rapor yang cantik sepertinya
tidak ada masalah keselamatan lalu lintas di Indonesia.
Siapa biang keladinya?

Manusia

Mesin

Lingkungan Kerja
LINGKUNGAN
GAMBAR 8. Model dasar keterkaitan Manusia
dan mesin serta lingkungan yang melingkupinya

Pengguna jalan baik pengemudi maupun pengguna


lain seperti pejalan kaki atau penyepeda merupakan
biang keladi terjadinya kecelakaan. Mereka
menyumbang lebih 90% kecelakaan; urutan kedua
kendaraan dan lebih sedikit lagi kondisi jalan.
Sebagian besar kecelakaan prinsipnya bisa dihindari
atau dicegah! Pengemudi yang cakap, terampil, dan
berhati-hati, kendaraan yang sehat, layak jalan, dan
kondisi jalan yang tak diganggu oleh kegiatan-kegiatan
lain yang membahayakan merupakan prasyarat
keselamatan jalan!

Sulitnya koordinasi
Ketiga komponen sistem lalu lintas ditangani
oleh
instansi-instansi
yang
berbeda.
Departemen/Dinas
Pekerjaan
Umum
bertugas membangun jalan dengan segala
perlengkapannya;
Departemen/Dinas
Perhubungan bertugas mengatur operasi lalu
lintas dan mengontrol kendaraan, sedang
pihak kepolisian bertugas menyiapkan
pengemudi dan pengguna jalan yang tertib.

49

Kendaraan
Lingkungan

Prasarana

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Di Indonesia ketiganya tidak mampu berkoordinasi dengan baik. Masing-masing


berjalan sendiri-sendiri seakan tak mengindahkan mitranya. Akibatnya keselamatan
jalan sangat buruk dan angka kecelakaan menjadi tinggi. Data kecelakaan yang
dibuat polisi meragukan karena sangat rendah, tidak mencerminkan kenyataan
sesungguhnya.
Sepeda motor penyumbang terbesar.
Dari 26 juta kendaraan terdaftar di Indonesia
(2003), 19 juta (72%) diantaranya sepeda motor.
Dengan perilaku yang sering tak tertib dan
perlidungan terhadap pengemudi yang terbatas,
sepeda motor merupakan penyumbang
kecelakaan terbesar. Penggunaan sepeda motor
merupakan perjalanan yang paling berbahaya,
baik bagi penggunanya maupun orang lain.
SIM yang bisa dibeli.
Saringan pengemudi melalui ujian-ujian guna mendapatkan SIM adalah upaya
mencegah pengemudi yang tak terampil berada di jalan. Mereka membahayakan
dirinya dan terutama orang lain. Namun saringan ini tak lagi mampu mencegah
pengemudi berbahaya masuk ke jalan. Hasil Studi PUSTRAL UGM (2001)
menunjukkan data yang cukup mengejutkan. Di Yogyakarta 1/3 pengemudi
sepeda motor di jalan ternyata tidak memiliki SIM, sekitar 1/3 lagi memiliki SIM
dengan membeli, dan sisanya memperoleh dengan mengikuti ujian. Jadi
diperkirakan 2/3 pengemudi sepeda motor di jalan diragukan pengetahuan dan
kemampuan mengemudinya!
Asuransi Jasa Raharja yang tak dikenal.
Hasil survey PUSTRAL UGM (2003)
mengindikasikan hanya sekitar 25% pengguna
jalan yang memahami bahwa korban
kecelakaan lalu lintas berhak memperoleh
santunan yang diberikan oleh PT Jasa Raharja.
Dari mana uangnya? Dalam setiap
perpanjangan STNK, pemilik kendaraan
selain membayar pajak kendaraan bermotor
(PKB) dan bea balik nama (BBN) juga wajib
membayar
Sumbangan
Wajib
Dana
Kecelakaan Lalulintas Jalan (SWDKLLJ) atau
yang dikenal dengan (premi) Jasa Raharja.
Besarnya sama untuk tiap jenis kendaraan,
berkisar antara Rp 30.000 hingga Rp 200.000
per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa
nilai premi tersebut belum memperhitungkan
dampak resiko yang ditimbulkan oleh

50

1 - 2 - 3

L A N G K A H

pembayar premi. Pembayar premi akan tetap membayar sejumlah yang sama tiap
tahun tidak peduli berapa kali kendaraannya terlibat kecelakaan. Di sini
pengemudi yang hati-hati (tak menyebabkan kecelakaan) memberikan subsidi
silang bagi pengemudi berbahaya yang banyak menyumbang kecelakaan di jalan.
Dengan kata lain, di Indonesia tidak perlu mengemudi berhati-hati, toh tiap tahun
akan membayar premi yang sama.
Nilai nyawa yang murah.
Kebanyakan orang sering mengemudi dengan
seenaknya. Tindakan ini seolah menyepelekan
keselamatan bagi dirinya dan orang lain
sehingga nyawa manusia acap kali dianggap
tak ada harganya. Perlu diketahui bahwa sejak
pertengahan tahun 2001, setiap korban
meninggal atau cacat tetap akibat kecelakaan
jalan akan disantuni sebasar Rp 10 juta
dikurangi biaya administrasi, polisi dsb.
Untuk luka-luka diberikan biaya pengantian rumah sakit maksimum Rp 5 juta.
Nilai tersebut merefleksikan bahwa nyawa manusia Indonesia di jalan hanya senilai
Rp 10 juta. Bandingkan dengan negara tetangga Malaysia yang memberikan
santunan sebesar Rp 1,7 milyar bahkan di negara-negara maju lebih dari Rp 3
milyar.
Kondisi kendaraan yang membahayakan.
Secara umum kondisi kendaraan di jalan banyak yang tak laik jalan. Banyak insiden
truk atau bus masuk jurang karena rem yang blong atau stir patah. Karena alasan
ekonomi, banyak kendaraan yang dirawat ala kadarnya. Bagi yang mampu, mereka
memodifikasi kendaraannya dengan sembrono yang membuatnya membahayakan
pengguna jalan lain.
Sistem uji kir yang hanya merupakan formalitas.
Saat ini baru kendaraan umum dan barang yang wajib diuji kir setiap 6 bulan.
Jumlah ini hanya sekitar 15% dari seluruh populasi kendaraan di Indonesia.
Namun begitu uji kir ini banyak yang berjalan tidak semestinya di mana
kenyataannya uji kir juga bisa dibeli. Kendaraan bahkan tak perlu dibawa ke
stasiun pengujian atau jika toh diuji tidak lulus bisa dilakukan negosiasi untuk lulus!
Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk
menguji seluruh kendaraan bermotor di
Indonesia.
Namun jika cara pengujiannya
masih seperti saat ini yang bisa terjadi adalah
korupsi yang makin besar-besaran.

51

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Membiayai proyek transportasi dilema dalam


desentralisasi!
Kota dan kabupaten, yang merupakan titik berat pelaksanaan era otonomi daerah,
mempunyai konsekuensi logis sebagai penanggung jawab utama penyediaan prasarana
daerah. Sebelum era desentraliasi, pembiayaan prasarana publik sebagian besar menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat. Namun sekarang, pemerintah daerah mendadak
memikirkan penyediaannya sendiri. Sementara pemerintah pusat lebih menitikberatkan
alokasi pembiayaan pembangunan block grant berupa Dana Alokasi Umum (DAU) bagi
setiap daerah dengan suatu kreteria tertentu, serta sebagian kecil dana disalurkan
melalui specific grant berupa Dana Alokasi Khusus (DAK). Belakangan Pemerintah
Pusat mengalami keterbatasan fiskal sangat serius yang berdampak pada DAU dan
DAK daerah yang sangat terbatas. Pada akhirnya, pembiayaan prasarana selalu
mendapat prioritas terakhir setelah pos pengeluaran rutin dan sektor/sub sektor
strategis lainnya.
Otonomi daerah bagaikan secercah harapan dalam mengapresiasikan
pembangunan daerah secara demokratis dan aspiratif. Namun antusiasme dan
komitmen pemerintah daerah dalam memikirkan sendiri pembangunan daerahnya
lebih terfokus pada keinginan untuk meningkatkan peran pemerintah daerah
sebagai salah satu pelaku ekonomi didaerah, bukan sebagai perencana dan
regulator pembangunan yang bertanggung jawab dalam menciptakan iklim yang
kondusif bagi sektor swasta di daerah. Akibatnya, antusiasme tersebut lebih
banyak diwujudkan dalam bentuk berbagai kebijakan yang diarahkan untuk
meningkatkan kapasitas keuangan pemerintah daerah dalam membiayai
pembangunan secara langsung. Hal ini dapat dilihat pada maraknya pemberlakuan
berbagai pajak dan retribusi daerah yang seringkali menimbulkan ekses negatif
terhadap iklim usaha dan investasi di daerah. Hasil analisis Bank Indonesia pada
tahun 2002 menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menghambat ekspansi
kredit perbankan ke sektor produktif adalah adanya berbagai peraturan daerah atau
retribusi daerah yang saling tumpang tindih. Kebijakan pemerintah daerah tersebut
pada akhirnya justru menghambat aliran dana untuk membiayai pembangunan
daerah.
Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 1999, yang mengatur kewenangan
pemerintah daerah untuk mengelola sumber-sumber penerimaan dan pembiayaan
daerah, mengamanatkan bahwa sumber penerimaan daerah dapat berasal dari
pendapatan asli daerah (PAD), dana pertimbangan, pinjaman daerah, dan
penerimaan sah lainnya. Semangat pemerintah daerah untuk menutupi
kesenjangan pembiayaan yang diperlukan bagi pembangunan prasarana di era
otonomi daerah sangat tinggi dan langkahnya pun tidak terbendung lagi. Bukan
hanya sumber-sumber baru dalam pendapatan asli daerah seperti intesifikasi dan
ekstensifikasi pajak, namun kini sudah berkembang ke arah penerbitan instrumen
pasar modal sebagai bentuk pinjaman daerah dari masyarakat.

52

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Sejak diterbitkannya UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan


Pusat dan Daerah (PKPD), di mana pemerintah daerah diberi keleluasaan dalam
mengelola keuangannya, tidak sedikit pemda yang mulai serius mencari alternatif
sumber dana sebagaimana tertuang dalam UU dimaksud. Sasaran utama adalah
penerbitan obligasi (municipal bond), salah satu instrumen pasar modal yang disebut
dalam penjelasan UU No. 25 Tahun 1999. Hal ini didorong pula oleh kondisi saat
ini dimana ketergantungan pemeritah daerah terhadap APBN dalam upaya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional tidak dapat diharapkan lagi.
Pembiayaan prasarana publik oleh penggunanya
Di negara-negara maju, untuk menimbulkan rasa tanggung jawab dan memiliki,
pembiayaan prasarana publik tidak lagi sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah
pusat atau pemerintah daerah. Pembiayaan pembangunan prasarana publik mulai
dibebankan kepada pengguna prasarana publik itu sendiri. Pada prinsipnya,
prasarana publik dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu fitur manfaat
(merit features) dan fitur barang umum (public good features). Karekteristik merit
features adalah langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh pengguna, seperti listrik,
telepon, dan air bersih, dan mudah dibebankan pembiayaannya kepada pengguna.
Namun yang berkarekteristik public good features atau penggunanya merasa
prasarana itu milik umum, semisal saluran air drainase, taman kota, prasarana
keamanan, dan sebagainya, akan sulit membebankan pembiayaannya kepada
pengguna. Kesulitan terletak pada cara mengukur berapa yang harus dibayar oleh
setiap pengguna sesuai dengan manfaat keberadaan prasarana umum tersebut.
Prasarana jalan mempunyai karekteristik antara keduanya (merit features dan public
good features). Untuk mengatasi masalah pembiayaan prasarana jalan raya, berbagai
negara di dunia mulai menerapkan asas pengguna harus membayar (user-pay
principle) atau biaya pelayanan (services fee). Asas ini dapat diterapkan melalui cara
jalan tol dan road fund. Untuk memanfaatkan jalan tol, para pengguna diwajibkan
membayar tarif tol. Sedangkan road fund adalah dana yang dikumpulkan dari
pengguna jalan melalui suatu konsep tertentu, semisal penarikan retribusi atau
pajak bahan bakar minyak, sebagian lagi dari uang parkir ataupun kegiatankegiatan yang berhubungan dengan jalan. Varian penerapan user-pay principle untuk
pembiayaan prasarana jalan berkembang sesuai dengan kondisi masing-masing
negara, seperti electonic road pricing di Singapura dan London serta car pool dan ride
sharing di beberapa kota di Amerika Serikat.

Pinjaman daerah sesungguhnya


telah menjadi kebutuhan riil untuk
membiayai
pembangunan
infrastruktur yang tidak dapat
dipenuhi dari tabungan pemerintah.
Dengan diizinkannya pemda untuk
menerbitan obligasi, tentu akan
membantu penyediaan pelayanan
infrastruktur di daerah. Namun
demikian harus dipahami pula
bahwa penerbitan obligasi daerah
ini
membutuhkan
beberapa
prasyarat
tertentu.
Misalnya,
penerbitan obligasi jelas tidak
diperkenankan untuk membiayai
kegiatan rutin yang bersifat jangka
pendek. Penerbitan obligasi daerah
juga harus digunakan untuk
membiayai proyek-proyek yang
sifatnya memberikan keuntungan
(revenue generating) sehingga kelayakan
teknis, ekonomis dan finansial
menjadi
fundamental
dalam
penerbitan obligasi.

Berbagai upaya untuk menerbitkan obligasi daerah telah dilakukan oleh beberapa
pemerintah daerah seperti Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Riau, Sumatra Barat,
dan DKI Jakarta. Namun upaya tersebut belum dapat terealisasikan dalam waktu
dekat karena tersandung oleh kebijakan Pemerintah Pusat melalui Keputusan
Menteri Keuangan No. 579/KMK.07/2003 berjudul Penundaan Ketiga Atas
Kepmenkeu No. 99/KMK.07/2001 tentang Penundaan Pelaksanaan Pinjaman
Daerah. Dalam ketentuan tersebut termuat bahwa Pemerintah Daerah (Pemda)
tetap tidak diperbolehkan melakukan perjanjian pinjaman jangka panjang yang
bersumber dari dalam maupun luar negeri sampai 31 Desember 2004. Hal ini
bertujuan untuk mendukung terwujudnya pengelolaan keuangan negara yang
akuntabel, transparan dan profesional sehingga kebijakan ini dapat dikatakan

53

1 - 2 - 3

L A N G K A H

sebagai bentuk kehati-hatian pemerintah pusat dalam pengelolaan pinjaman.


Namun begitu dalam ketentuan tersebut tidak berlaku bagi pinjaman pemda dari
pusat atau penerusan pinjaman pusat yang bersumber dari pinjaman luar negeri
kepada Pemda.
Secara prinsip, pemerintah pusat akan melarang untuk selamanya pinjaman
langsung dari luar negeri yang dilakukan daerah demi kepentingan nasional.
Kewenangan daerah untuk meminjam secara langsung kepada luar negeri telah
diatur dalam UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah, namun praktiknya
kebijakan tersebut ditunda melalui Peraturan Pemerintah No. 107/2000 tentang
Pinjaman Daerah. Penundaan ini akan terus dilakukan pemerintah pusat sampai
UU No. 22/1999 diamandemen dimana di dalamnya akan memuat secara implisit
bahwa pemerintah daerah tak akan lagi diberi peluang untuk mendapatkan
pinjaman luar negeri secara langsung. Kebijakan ini bukan sentralistik tapi lebih
ditujukan untuk melindungi kepentingan nasional.
Potensi dan Kendala
Jika keinginan pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi dapat terwujud,
maka jenis obligasi di pasar modal akan semakin bervariasi, menyusul keberadaan
obligasi korporasi dan obligasi pemerintah yang sudah diperdagangkan
sebelumnya. Pada Tahun 2004, kondisi pasar finansial masih akan ditandai oleh
beberapa hal, yaitu pertama, suku bunga SBI yang rendah (sekitar 8%); kedua,
kesulitan perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit; dan ketiga, semakin
maraknya volume penerbitan dan perdagangan instrumen pasar modal, seperti
saham dan obligasi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pertama, pemutaran dana
perbankan melalui SBI sudah tidak tepat lagi karena bunganya yang semakin tidak
menguntungkan; dan kedua, rendahnya laju pertumbuhan penyaluran kredit meski
fungsi intermediasi perbankan membaik. Hal ini menyebabkan penerbitan obligasi
daerah akan memberikan angin segar bagi perbankan agar dapat segera menata
kembali portofolio asetnya menuju arah yang lebih profitable. Karena dua alasan
obligasi daerah dapat menjadi solusi bagi investor perbankan, yaitu pertama,
memberikan hasil lebih tinggi daripada SBI; dan kedua, memiliki risiko yang lebih
rendah dibandingkan obligasi korporasi sehingga tidak akan terlalu berpengaruh
negatif terhadap tingkat kecukupan modal bank.
Namun beberapa hal berikut ini masih menjadi kendala yang akan dihadapi daerah
ketika isu penerbitan obligasi nantinya terealisasi.
1. Dukungan seluruh pihak, harus diakui bahwa kemauan politik pemerintah
pusat dalam memberikan otoritas kepada pemda untuk penerbitan obligasi
masih setengah hati sehingga pemerintah daerah ragu-ragu untuk mengambil
peluang ini. Selain itu, belum terwujudnya persepsi yang sama antara eksekutif
dan legislatif di lingkungan pemerintah daerah.

54

1 - 2 - 3

L A N G K A H

2. Masalah kewenangan pemerintah daerah dalam memungut pajak, hal ini


penting terutama bagi investor yang membutuhkan jaminan kontinuitas
pemerintah daerah untuk membayar bunga dan pokok pinjaman.
3. Kemampuan pemerintah daerah dalam pengelolaan hutang masih awam,
apalagi dalam pengelolaan obligasi.
4. Terkait dengan keyakinan investor, emiten obligasi daerah memang tidak bisa
mengabaikan persepsi para investor atas segala risiko dan kemampuan
finansial daerah.
5. Jaminan pemasaran, ketersediaan pasar sekunder yang likuid juga akan menjadi
faktor penentu sukses tidaknya pasar obligasi daerah ini. Hal ini bukan
tanggung jawab pemda semata namun lebih merupakan usaha bersama dengan
pihak pengelola bursa dan regulator (BAPEPAM).
6. Kualitas obligasi daerah yang memadai karena investor membutuhkan proteksi
tambahan untuk mengurangi risiko. Misalnya, perjanjian hutang piutang yang
memberikan keyakinan bahwa pemda akan mematuhi kewajibannya.
7. Adanya dana cadangan karena sama halnya dengan mekanisme di sektor
korporasi, ketika sebuah emiten mengeluarkan obligasi maka emiten tersebut
harus dapat menyediakan dana cadangan (debt reserve fund dan sinking fund) yang
diperlukan untuk mengatasi kemungkinan gagal bayar (default).
Pada dasarnya obligasi daerah dapat menjadi sumber pembiayaan alternatif untuk
pembangunan di daerah. Namun perlu disiapkan mekanisme yang khusus melalui
proses yang mendalam dan komprehensif untuk menangani penerbitan obligasi
daerah, termasuk agenda pengembangan peran institusi yang bergerak di pasar
modal (Bapepam, Bursa Efek, KSEI, perusahaan efek, investor, dan lembaga
pemeringkat). Era baru pembiayaan daerah memang harus dimulai, namun berkaca
pada persiapan yang harus dilakukan tampaknya penerbitan obligasi daerah ibarat
panggang jauh dari api. Penundaan demi penundaan yang dilakukan oleh
pemerintah pusat seyogyanya dimaknai secara positif. Demi mewujudkan ini
semua, diperlukan sebuah langkah kecil untuk mengatasi kendala-kendala yang
dihadapi, seperti transformasi pengelolaan APBD, optimalisasi penerimaan serta
pembentukan fungsi treasury di daerah yang akan mengelola sumber dana dan
hutang daerah. Perlu dicatat bahwa mobilisasi dana melalui pasar modal
memerlukan penerapan prinsip keterbukaan, transparansi, dan fairness. Masalahnya
adalah sejauh mana hal ini disikapi oleh masing-masing daerah?

55

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Bab

5
Selangkah lebih maju!
Level of Service, TEUs, Multimoda, MRT, LRT, BRT,
Occupancy Ratio, VC Ratio, VOC/BOK, MTOW,
apa lagi?

ereka yang belum banyak berkecimpung secara langsung dalam diskusi


transportasi seringkali mengalami kesulitan untuk mengerti persoalan
transportasi bukan karena mereka tidak memahami konsepsinya, melainkan
karena banyak istilah, terminologi, dan ungkapan yang spesifik bidang ini.
Disamping itu, pengambil keputusan dan politis kurang memiliki kesempatan untuk
belajar kasus-kasus yang sudah pernah terjadi. Padahal, mempelajari kasus akan
mempercepat kita dalam memutuskan kebijakan yang baik. Proses mempercepat
learning curve ini akan dapat dilakukan apabila pembaca memiliki rasa percaya diri akan
masalah yang dihadapi.

I S I

D A R I

B A B

I N I

 Istilah yang sering digunakan


 Contoh inisiatif transportasi

akan memberikan gambaran mengenai


istilah-istilah yang sering digunakan dan contoh-contoh
inisiatif transportasi sehingga ada lebih maju selangkah!

1-2-3 Langkah

Beberapa istilah yang perlu diketahui


Bagian ini akan memuat daftar dan definisi dari istilah, ungkapan atau idiom yang
sering digunakan dalam penyelenggaraan transportasi. Mencakup sarana, prasarana dan
sistem operasi, daftar istilah ini disusun secara alfabetikal.

56

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Accessibility
Access and Egress
ATCS

ATC
Berth
Berth Occupancy
Ratio (BOR)
BRT
Busway
Container Crane
DWT
Double Track
EDI
Flyover
IMO
Level of Service
LRT
Marshalling Yard
Median
Mobility
Modal Split
MTOW
MRT

Ukuran potensial atau kemudahan orang untuk mencapai


tujuan dalam suatu perjalanan.
Pencapaian ke lokasi dan dari lokasi terminal atau tempat henti
bagi angkutan umum.
Area Traffic Control System sistem pengendalian lalulintas
wilayah, sebuah sistem pengaturan lalu lintas, misalnya dalam
bentuk lampu lalu lintas, yang terkoordinasi untuk suatu wilayah
tertentu.
Air Traffic Control sistem pengendalian lalu lintas udara,
biasanya terdapat dalam wilayah kerja bandara
Dermaga yang ada di pelabuhan.
Perbandingan antara volume dengan kapasitas dermaga
dinyatakan dalam perbandingan langsung atau %.
Bus Rapid Transit angkutan umum bus cepat, angkutan bus
perkotaan yang memiliki kapasitas besar, pada umumnya
memiliki lajur khusus atau busway.
Lajur khusus bus (kota), di Jakarta sering disalahartikan dengan
sistem BRT.
Alat yang dipergunakan untuk memindahkan kontainer dapat
berupa truk kontainer atau yang bersifat tetap
Dead Weight Tonne berat mati kapal.
Jalur ganda untuk meningkatkan kapasitas prasarana sistem
perkeretaapian.
Electronic Data Interchange sistem pertukaran data elektronik
untuk membantu proses transaksi di dalam pengangkutan
barang maupun orang.
Persilangan tidak sebidang dengan membuat jalan layang
lawan kata dari underpass.
Infrastructures Maintenance and Operation pemeliharaan prasarana
dan operasi.
Tingkat pelayanan atau ukuran yang menunjukkan kemampuan
sebuah sistem transportasi dalam melayani permintaan
biasanya dinyatakan dalam kelas.
Light Rapid Transit angkutan umum ringan, biasanya berbasis
rel dan lebih ringan dibandingkan dengan MRT.
Lapangan penumpukan kontainer.
Pembatas jalan - area terletak diantara dua arah lalu lintas yang
berlawanan, bisa terbuat dari beton ataupun taman
Kemampuan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Pemisahan/pembagian moda atau jenis angkutan/ kendaraan
yang digunakan untuk mencapai tempat tujan.
Maximum Take Off Weight beban maksimum yang diterima
oleh landasan pacu pada saat pesawat terbang tinggal landas.
Mass Rapid Transit angkutan umum masal, biasanya berbasis
rel dan memiliki kapasitas lebih besar daripada LRT

57

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Network
Occupancy
Park-n-Ride
Pedestrian

Proximity
PSO
PSP

Road Fund
ROW
Runway
TAC
Taxiway
TEUs:
Toll
Trip Asssignment
Trip Distribution
Trip Generation
Underpass
User charge
VC Ratio

Jaringan transportasi yang menghubungkan berbagai lokasi


aktifitas.
Tingkat isian yang menunjukkan perbandingan antara jumlah
penumpang dengan kapasitas total, misalnya dalam angkutan
umum biasanya dinyatakan dalam %.
Sistem parkir kendaraan yang memungkinkan pengguna
kendaraan pribadi bisa menggunakan moda angkutan umum.
Pejalan kaki, merupakan moda transportasi yang penting.
Pedestrianisasi merupakan terminologi untuk menunjukkan
proses untuk menjadikan satu wilayah menjadi hanya untuk
pejalan kaki.
Kedekatan dengan fasilitas.
Public Service Obligation kewajiban pelayanan publik, sebuah
kewajiban yang harus dipenuhi oleh negara dalam kaitan
dengan penyediaan fasilitas bagi masyarakat kurang mampu.
Private Sector Participation partisipasi swasta dalam pembiayaan
infrastruktur publik. Dalam beberapa kasus digunakan secara
berganti-ganti dengan PPP (Public Private Partnership) dan PFI
(Private Finance Initiative). Cara partisipasi ini sangat beragam,
yang paling dikenal adalah BOT (Built Operate Transfer)
Bangun Operasikan dan Pindahtangankan.
Dana yang dikutip dari masyarakat pemakai jalan.
Right of Way daerah milik jalan, membatasi lebar suatu ruas
jalan keseluruhan
Landasan pacu di bandar udara.
Track Access Charge kutipan pemanfaatan rel kereta api.
Prasarana di bandara untuk lalu lintas pesawat dari apron
(tempat parkir pesawat) ke landasan pacu dan sebaliknya.
Tonne Equivalent Unit(s) digunakan ukuran dari muatan
kontainer.
Kutipan biaya pengguna untuk pemanfaatan infrastruktur
transportasi, misalnya jalan
Penetapan/pemilihan rute perjalanan yang tersedia dalam
sebuah jaringan transportasi.
Distribusi perjalanan jumlah perjalanan yang didistribusikan
dari asal perjalanan ke tujuan perjalanan tertentu.
Bangkitan perjalanan jumlah perjalanan yang dibangkitkan
oleh suatu aktifitas atau wilayah
Persilangan tidak sebidang dengan membuat terowongan di
bawah muka tanah lawan dari flyover.
Kutipan pengguna.
Rasio antara volume dengan kapasitas (Capacity) sebagai
ukuran sebuah prasarana transportasi dalam menerima beban
dinyatakan dalam perbandingan langsung atau %.

58

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Beberapa Contoh Inisiatif Proyek Transportasi


Berikut disajikan kasus-kasus proyek di Indonesia dan luar negeri yang dapat
dijadikan gambaran terhadap persoalan transportasi sesuai dengan penjelasan pada
bab-bab sebelumnya.
1. Busway Jakarta.
Sejak beberapa tahun yang lalu, warga Jakarta telah
disuguhi berbagai mimpi indah. Bagaimana tidak,
mega proyek transportasi akan segera dibangun
mengatasi kemacetan yang hampir setiap hari
menghantui warga kota ini. Tidak tanggungtanggung, mulai dari.subway Blok M-Kota,. triple
decker sepanjang koridor kereta api Serpong-Tanah
Abang, dan arah Timur-Barat Jakarta (TangerangCakung) juga akan dibangun kereta api heavy rail yang
investasi seluruhnya mencapai puluhan trilunan
rupiah. Namun ketika krisis menerpa, sirna sudah
semua mimpi indah itu. Namun sepanjang tahun
2003 warga Jakarta dikagetkan dengan atribut busway
yang mulai dipasang sepanjang koridor Blok MKota. Busway - istilah popular dari BRT (Bus Rapid
Transit) - sebagai angkutan umum massal telah
banyak diterapkan di kota-kota metropolitan di
negara lain. Bogota - salah satu kota metropolitan di Columbia - telah mencatat
kesuksesan dalam menerapkan busway tersebut. Di kota itu, 85% dari 7 juta
penduduknya sudah menikmati fasilitas busway dengan jaringan sepanjang 388 km.
Busway dikembangkan dengan teknologi maju melibatkan pihak swasta dan memiliki
fleksibilitas jaringan yang tinggi. Di Amerika Serikat, busway telah membuktikan
peningkatan kinerja pelayanan pengguna angkutan umum, seperti di Pittsburg, di mana
terjadi penurunan waktu tempuh sampai 50% dan penambahan penumpang sampai
80-100%.
Keberhasilan Walikota Bogota dalam menerapkan busway telah menjadi success story bagi
kota-kota lain di dunia. Gubernur Sutiyoso memantapkan rencana pengoperasian
busway di Jakarta setelah berkesempatan langsung berkunjung ke Bogota. Persiapan
pengoperasiaan busway di Jakarta, yang dinilai banyak pakar transportasi terlalu premature,
praktis hanya dilakukan sepanjang tahun 2003, sebelum resmi diluncurkan pada
tanggal 15 Februari 2004. BRT bukan sekedar memodifikasi pintu bus, namun lebih
ditujukan pada peningkatan sistem pengelolaan angkutan missal secara keseluruhan.
Secara teori sistem ini memungkinkan seorang penumpang dapat melakukan
perpindahan antarmoda sampai ke tempat tujuan hanya dengan memiliki sebuah tiket,
waktu naik/turun penumpang dapat diminimalkan, waktu tempuh dapat diperkirakan

59

1 - 2 - 3

L A N G K A H

dengan kecepatan yang relative lebih tinggi disbanding kendaraan lain, terjaminnya
keamanan merupakan unsur yang terpadu dalam BRT atau busway.
Hebatnya lagi, seluruh pembiayaan busway menggunakan dana APBD. Bang Yos,
panggilan akrab Gubernur DKI Jakarta rupanya yakin dengan kemampuan APBD
masih mampu memecahkan persoalan masalah transportasi di DKI Jakarta. Busway
direncanakan memiliki headway 3-5 menit dengan kapasitas 36.000 penumpang per hari.
Jumlah bus operasi bisa mencapai 50 buah pada saat jam sibuk di mana biaya
pengadaannya mencapai Rp 50 miliar, sedangkan untuk prasarana membutuhkan biaya
Rp 88 miliar sehingga total biaya penyelenggaraan busway tahap I (koridor Blok MKota) sebesar Rp 160 miliar. Tarif ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur
sebesar Rp 2.500, sedangkan biaya operasi kendaraan (BOK) sebesar Rp 3.700 per km.
Saat ini sedang dilakukan kajian mengenai pengembangan dua koridor busway lainnya,
yaitu Monas-Pulo Gadung dan Kalideres-Juanda. Secara keseluruhan Pemerintah
Propinsi DKI Jakarta berencana membangun 15 koridor di mana 8 koridor (termasuk
Blok M- Kota) ditargetkan selesai pada tahun 2007 dan sisanya akan beroperasi pada
tahun 2010.

2. Pengembangan Infrastruktur Berbasis Ekonomi Masyarakat Pesisir


Daerah pesisir sebenarnya memiliki potensi sumber daya
laut yang sangat besar untuk dikembangkan, namun hingga
kini sebagian besar kondisi sosial ekonomi masyarakat
pesisir masih berada di belakang kelompok masyarakat lain.
Upaya pemberdayaan inilah yang menjadi pemikiran utama
dalam pelaksanaan program ini. Beberapa latar belakang
program ini adalah kebijakan pengembangan wilayah
pesisir selama ini kerap bersifat parsial dan top-down
sehingga tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat. Hal
lain adalah menguatnya tuntutan demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat,
pemerataan, dan keadilan serta perhatian pada potensi daerah. Serta kurangnya
perhatian proses pemberdayaan masyarakat yang selama ini ada terhadap sistem
nilai dan kelembagaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, sumber
potensi lokal dan unit usaha masyarakat yang ada. Sementara tujuan utama
program ini adalah mereduksi pengaruh kenaikan BBM terhadap kondisi sosial
ekonomi masyarakat. Pendekatan yang dipakai dalam program ini adalah:


Partisipasi masyarakat dalam perencanaan , pelaksanaan, pengawasan, dan


bahkan pelestarian.
Kemitraan antara masyarakat, aparat, dan swasta dalam pengembangan
kegiatan.
Swadaya masyarakat dalam pembangunan.

60

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, adalah salah satu lokasi percontohan Tim
Koordinasi Pengembangan Infrastruktur Perdesaan yang mengikuti program
PEMP. Kabupaten yang tiga sisinya dibatasi laut ini memiliki 2 pelabuhan laut.
Sama halnya dengan banyak daerah pesisir lainnya, daerah yang luas wilayah
lautnya lebih luas dibanding wilayah darat memiliki sumber daya laut cukup kaya,
dengan berbagai potensi yang dapat dikembangkan, seperti potensi perikanan,
rumput laut, dan bahkan mutiara. Daerah ini memiliki banyak potensi di bidang
perikanan dan kelautan, namun tidak tergarap dengan baik. Keterlibatan penuh
masyarakat menjadi kunci sukses dan jaminan keberlanjutan program ini. Dana
subsidi BBM yang diberikan langsung kepada kelompok masyarakat pesisir
erdasarkan musyawarah desa ditentukan besarnya oleh masyarakat desa sendiri.
Dan nantinya masyarakat desa jugalah yang akan memantau penggunaan dana
tersebut. Penggunaan dana pasca PEMP (Pengembangan Ekonomi Masyarakat
Pesisir) nantinya juga dikelola oleh LEPP-M3 (Lembaga Ekonomi Pengembangan
Pesisir-Mikro Mitra Mina).

3. Angkutan Umum dan Terminal di Giwangan Yogyakarta.


Pemerintah Kota Yogyakarta sedang membangun
terminal angkutan umum termegah, yaitu terminal
dilaksanakan dengan prinsip penyertaan
swasta dalam penyediaan infrastruktur
Giwangan. Pembangunan dilaksanakan dalam 3 tahap.
publik. Prinsip dasar dari kemitraan adalah Tahap pertama adalah pembangunan lantai satu untuk
BOT dengan konsesi pengelolaan kawasan
semua bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) dan
komersial. Cukup banyak pemerintah
daerah menempuh cara yang sama
AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi). Direncanakan akan
meskipun sering terdapat kelemahan dalam ada sekitar 18 bus yang antri seperti model jalur kereta api.
skema perjanjiannya.
Bus masuk kemudian penumpang masuk, dan bus
berangkat, begitu seterusnya. Di samping itu juga terdapat fasilitas parkir untuk
andong dan becak. Tahap kedua adalah pembangunan lantai dua untuk bus-bus
AKAP. Sedangkan tahap ketiga adalah melengkapi terminal dengan fasilitas hotel
serta fly over.

 Pembangunan Terminal Giwangan

Meskipun demikian banyak kritik dialamatkan kepada walikota yang eks pengusaha
itu. Di samping bangunan terminal, dilokasi tersebut juga akan dibangun sebuah
pusat perbelanjaan atau lebih dikenal dengan istilah megamal. Pembangunan
megamal sebagai pusat kegiatan ekonomi baru di Yogyakarta setidaknya akan
memicu terjadinya persaingan tak imbang antara sektor informal dengan pemodal
besar. Fungsi pasar tradisional menjadi mundur dan peran bakul kecil menjadi
surut, bersamaan dengan itu posisi pemasok kecil semakin lemah.
Dapat diduga berlangsungnya transaksi bisnis di kemudian hari banyak ditentukan
oleh pemodal besar yang akhirnya akan membunuh peran bakul-bakul kecil.
Beberapa kalangan pemerhati menilai kebijakan pembangunan megamal tersebut
tidak sesuai dengan ciri Kota Yogyakarta sebagai kota budaya, pendidikan, dan

61

1 - 2 - 3

L A N G K A H

pariwisata. Terlebih jika hal itu dipandang dari aspek ekonomi, transportasi,
ekologi, dan budaya.
 Walikota Yogyakarta H. Herry Zudianto
yang berasal dari kalangan pengusaha kini
tengah berusaha menjadikan Terminal
Giwangan sebagai terminal termegah di
Indonesia. Pembangunan terminal ini
dilakukan oleh PT Pewita Karya dengan
nilai investasi mencapai Rp 150 miliar,
untuk itu Pemerintah Kota Yogyakarta
telah memberikan hak pengelolaan
Terminal Giwangan selama 30 tahun
kepada perusahaan tersebut

Secara budaya, para pengguna sepeda onthel di


Yogyakarta perlahan-lahan juga akan bergeser ke
kendaraan bermotor. Hal itu mengingat, ruas-ruas jalan di
Yogyakarta tidak mengakomodir kendaraan tidak
bermotor seperti sepeda onthel termasuk becak dan
andong. Padahal studi yang dilakukan Instran (2002)
pengguna sepeda onthel yang keluar masuk kota
Yogyakarta berjumlah lebih dari 42.000 unit, becak 12.000
unit, dan puluhan andong. Begitu juga ketika sampai di
megamal pastilah mereka bingung karena fasilitas parkir
tidak disediakan kecuali hanya untuk kendaraan bermotor.

4. Sistem Distribusi Angkutan Barang/Container Dry Port.


Ada cerita menarik dalam gerakan pemerintah untuk
memberi
kemudahan ekspor bagi TPT (tekstil dan produksi
Kemas Gedebage dirancang penuh
tekstil).
Pemerintah
menyadari bahwa untuk menangani
optimis, namun sekarang ekspor TPT kita
terus merosot, frekuensi KA peti kemas
jutaan ton produksi ekspor dari wilayah Bandung dan
pun turun drastis. Persoalan perpanjangan
sekitarnya diperlukan strategi khusus. Kemampuan jaringan
akses ke pelabuhan yang 2 km itu tak
kunjung diselesaikan, hingga pelayanan KA jalan yang makin terbatas tidak mungkin dilaksanakan untuk
mencapai satu kali sehari saja.
terus dibangun sementara ada peluang bagus untuk
dikembangkan dengan memanfaatkan efisiensi pelayanan kereta api. Departemen
Perhubungan kemudian membentuk terminal peti kemas (TPK) Gedebage yang
lokasinya berada di pusat wilayah kabupaten Bandung. Dengan TPK ini semua proses
pengepakan (stuffing), penyelesaian dokumen, dan pembayaran dipusatkan. Walhasil
tentunya percepatan proses, kemudahan birokrasi dan itu adalah saving atau
penghematan bagi ekspor nasional kita. Lebih dari itu, tarifnya pun sangat bersaing
dengan angkutan jalan sehingga akhirnya pelayanan kereta api (KA) peti kemas dari
Gedebage ke Tanjung Priok berkembang pesat.

 Awalnya pembangunan Terminal Peti

Sayangnya ada 2 km rel yang belum tersambung, yaitu dari Stasiun Tanjung Priok
sampai ke Pelabuhan Tanjung Priok. Hingga sekarang persoalan ini belum ada jalan
keluarnya.. Hal ini mengakibatkan barang dari Stasiun Tanjung Priok harus diangkut
menggunakan truk untuk mencapai dermaga pelabuhan. Hal ini menyebabkan biaya
operasi dengan menggunakan KA peti kemas semakin tinggi sehingga tarifnya pun
semakin mahal. Frekuensi pelayanan KA peti kemas pun semakin berkurang, hal ini
karena peluang mengangkut penumpang Jakarta-Bandung yang semakin bertambah
dengan segala jenis pelayanannya.

62

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Tahun 2003 ini, menurut kajian Dinas Perhubungan DKI pelayanan peti kemas
Gedebage ke Tanjung Priok hanya satu kali sehari, itupun pada malam hari. Tarif
angkutnya relatif tidak lebih rendah daripada angkutan jalan raya. Sementara itu, ekspor
dari dalam negeri seringkali terganjal oleh berbagai macam aturan kuota sehingga
menyebabkan nilai ekspor Indonesia menurun drastis. Lalu?

5. Pengembangan Bandara Daerah.


Untuk memenuhi permintaan jasa angkutan udara
yang terus meningkat dan dalam rangka
merealisasikan keinginan masyarakat Kalimantan
Selatan untuk dapat menunaikan ibadah haji,
umroh, dan penerbangan internasional melalui
Bandar Udara Syamsudin Noor, maka Pemerintah
Propinsi
Kalimantan
Selatan
berinisiatif
melaksanakan pembangunan berbagai fasilitas
untuk mewujudkan Bandar Udara Syamsudin
Noor sebagai Bandar Udara Embarkasi Haji mulai
tahun 2004 dan selanjutnya diupayakan menjadi
Bandar Udara Internasional. Penumpang yang berasal dari calon jemaah haji yang
ada di Bandar Udara Syamsudin Noor jumlahnya tiap tahun terus bertambah.
Jumlah jemaah haji dari bandara tersebut tercatat sebanyak 12.647 orang tahun
2002 dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 20.749 orang pada tahun
2027.

 Untuk melayani kebutuhan angkutan haji dan

penerbangan reguler, Pemerintah Propinsi


Kalimantan Selatan berencana untuk
menganggarkan dana sebesar Rp120 miliar dari
APBD-nya secara bertahap guna
pengembangan Bandara Syamsudin Noor.
Walaupun pengelolaan bandara tetap dilakukan
oleh PT Angkasa Pura, Pemprop tidak
kahawatir dengan investasi tersebut karena
sasaran utama pengembangan bandara ini
adalah meningkatkan pelayanan jasa angkutan
udara yang diharapkan dapat mempercepat
pertumbuhan ekonomi regional.

Fasilitas yang akan dibangun antara lain adalah perluasan apron dan taxiway agar
menampung pesawat berbadan lebar, memperpanjang landasan pacu 280 meter
menjadi 2500 meter, meningkatkan daya dukung landasan dengan melakukan
pelapisan ulang (overlay).
Pemprop Kalsel dengan pembangunan bandara tersebut mengajak PT Angkasa
Pura I sebagai pengelola bandara Syamsudin Noor untuk melayani kebutuhan
perjalanan penumpang, tanpa ada prasyarat apapun kepada BUMN tersebut.
Manfaat apa yang dapat dipetik? Yang pasti dengan fasilitas tersebut pelayanan
pesawat yang berbadan lebih lebar dan lebih panjang lebih dapat tertampung,
jurusan yang dilayani akan semakin banyak, dan mampu dimanfaatkan ke kotakota utama di Indonesia. Pempro Kalsel sadar bahwa membuka daerahnya
memang perlu dilakukan, dan bandara dipandang sebagai alat utama untuk
membuka sekat keterbatasan tersebut.

63

1 - 2 - 3

L A N G K A H

6. Pengembangan Pelabuhan dan Pengusahaan Kapal.


Otorita Batam saat ini sedang melakukan terobosan
dalam proses tender untuk mengembangkan pelabuhan
Indonesia yang dibangun dengan sistem
BOT.
Batu Ampar sebagai pelabuhan internasional. Kondisi
geografis Batam, yang bersinggungan dengan alur
pelayaran internasional, memberikan peluang terhadap pengembangan Pelabuhan Batu
Ampar menjadi transhipment port selain untuk menyediakan fasilitas jasa kepelabuhanan
di Pulau Batam untuk keperluan impor dan ekspor.

 Batu Ampar adalah pelabuhan pertama di

Selama ini pengelolaan pelabuhan di Indonesia dilakukan


dalam bentuk pelabuhan komersial dan pelabuhan non
komersial. Pelabuhan jenis pertama berada dalam kendali
PT Pelindo, sedngkan pelabuhan non komersial dikelola
oleh pemerintah c.q Departemen Perhubungan dalam
bentuk UPT. Tidak seperti pengelolaan pelabuhan di
Indonesia lainnya, pelabuhan Batu Ampar direncanakan
akan dikelola dengan konsep BOT (build, operation and
transfer). Para peserta tender akan mengajukan skenario pengelolaan selama masa
konsesi dilakukan dan setelah itu akan diserahkan kepada Otorita Batam.
Pelabuhan Batu Ampar nantinya direncanakan untuk dikembangkan sebagai terminal
transhipment bagi barang-barang yang dibawa melalui jalur perdagangan Eropa dan Asia .
Hal ini secara langsung akan menyaingi dengan Pelabuhan Singapura, Tj. Pelepas
(Malaysia) serta Port Kelang (Malaysia). Pada tahun 2010, pelabuhan ini akan akan
mampu menampung kapal hingga 35.000 DWT yang berkapasitas 1.000 - 3.000 TEUS.
Persoalan kelembagaan kemudian muncul berkaitan dengan pembangunan pelabuhan
ini, di antaranya:

Kerja sama pemerintah dan swasta


Prosedur penyertaan pihak swasta
untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia pada saat ini masih
mengacu pada Keppres 7/1998, di mana dalam ketentuan tersebut telah
diatur bahwa pelaksanaan proses pelelangan terbuka harus dilakukan oleh
menteri (dalam hal ini Menteri Perhubungan) atau pimpinan lembaga.
Masalahnya adalah tidak ada kejelasan bahwa Ketua Otorita Batam dapat
dikategorikan sebagai pimpinan lembaga, ketidakjelasan ini akan memicu
ketidakpercayaan calon investor terhadap kredebilitas Otorita Batam.

Badan usaha pelabuhan


Berdasarkan UU No. 21/1992 tentang Kelautan
dan PP No. 69/2001 tentang Peraturan Pelabuhan hanya mengatur kerja
sama pihak swasta dan Badan Usaha Pelabuhan yang secara spesifik
dibentuk untuk mengoperasikan pelabuhan seperti Pelindo, sementara itu
BIDA (Batam Industrial Development Athority) tidak didefinisikan sebagai
Badan Usaha Pelabuhan. Solusi yang diusulkan adalah mengamandemen
peraturan pelabuhan agar BIDA dapat menjadi Badan Usaha Pelabuhan

64

1 - 2 - 3

L A N G K A H

sehingga dapat melakukan perjanjian kerja sama dengan pihak swasta.


Alternatif lain BIDA akan membentuk anak perusahaan yang bergerak
dalam bidang usaha jasa kepelabuhanan (anak perusahaan tersebut akan jadi
BUMN dan dapat didefinisikan sebagai Badan Usaha Pelabuhan).
Perusahaan baru ini yang akan melakukan perjanjian dengan pihak swasta.

Hak penguasaan lahan (HPL)


Menurut UU Agraria disebutkan bahwa
tanah pemerintah yang digunakan untuk pengelolaan pelabuhan hanya
berstatus HPL sehingga proses privatisasi akan menghilangkan status HPL
karena ada pengalihan aset kepada pihak ketiga. Hal yang mungkin
dilakukan adalah bahwa status tanah akan diberikan hak sewa selama masa
konsesi sehingga investor tidak membukukan tanah sebagai aset. Hak
Pengelolaan Lahan oleh swasta dengan sistem sewa hanya dapat dilakukan
selama 20 tahun, kemudian diperpanjang paling lama 10 tahun sehingga
masa konsesi tidak dapat lebih dari 30 tahun.

Kebijakan tarif
Berdasarkan Kepmenhub No. KM/30/1998, tarif akan
ditentukan oleh Direksi dari Badan Usaha Pelayaran yang terkait dan
berlaku selama 2 tahun sehingga sejauh mana kemungkinan pemegang
konsesi dapat meminta penyesuaian tarif setiap 2 tahun.

Foreign Direct Investment


Pihak swasta yang akan mengusahakan jasa
kepelabuhanan harus merupakan Badan Hukum Indonesia yang setidaknya
5% sahamnya dimiliki oleh orang Indonesia atau badan usaha swasta
nasional dan pemerintah.

Sale of Government Assets


Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.
89/KMK.013/1991 setiap pengalihan aset milik pemerintah harus
mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

7. Jalan Tol Daerah.


Bergulirnya pengembangan jalan tol belum
banyak diikuti dengan pengaturan yang
memungkinkan daerah dapat berpartisipasi
secara langsung dalam pembangunan jalan-jalan
tol sesuai dengan perkembangan otonomi
daerah. Sementara itu pemerintah pusat sedang
mengalami keterbatasan fiskal sehingga berdampak pada alokasi DAU dan DAK
daerah yang sangat terbatas. Akibat yang pasti adalah anggaran untuk sektor
infrastruktur menjadi sangat kurang, termasuk dalam hal ini dana yang dibutuhkan
untuk pembangunan jalan-jalan tol.

 Pemkot Makassar menyiasati kebutuhan jalan


dalam kota, melalui konsep jalan retribusi.
Jalan Lingkar Tengah (JLT), yang dibangun
dengan penyertaan modal daerah. Tarif dan
masa konsesipun ditetapkan dalam Surat
Keputusan Walikota.

Pemerintah Kota Makassar menyikapi kebutuhan prasarana jalan bagi pergerakan lalu
lintas warganya mencoba melakukan terobosan dengan mengembangkan konsep jalan

65

1 - 2 - 3

L A N G K A H

retribusi. Jalan retribusi didefinisikan sebagai jalan khusus yang penggunaannya


dikenakan tarif retribusi jasa usaha berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar No.
8/2003 dan Keputusan Walikota Makassar No. 22/2003. Jalan retribusi dimaksud
adalah Jalan Lingkar Tengah (JLT) yang lokasinya berada di lingkar jaringan menuju
pusat kota.
Pembangunan JLT dilakukan dengan penyertaan modal pemerintah daerah melalui
pembentukan BUMD berupa PT Jangkar Utama Perdana. Pemda menyertakan modal
sebesar Rp 14,6 miliar. Lahan menjadi tanggung jawab pemda, demikian juga investasi
yang dimaksud di luar kontribusi lahan oleh pemda dengan masa konsesi ditetapkan
selama 20 tahun. Tarif tol ditetapkan dengan SK Walikota Makassar. Walikota juga
mempunyai kewenangan atas perubahan parameter investasi melalui perjanjian kerja
sama investasi JTL.
Meskipun upaya ini sangat positif dalam menyiasati keterbatasan UU yang ada, namun
implementasinya masih mengandung beberapa kelemahan, di antaranya konflik
kepentingan antara pemda dengan investor dalam kepemilikan saham BUMD, besaran
tarif serta masa konsesi. Persoalan lain adalah tidak adanya kewenangan pemda untuk
menetapkan pajak.
Tentunya bukan berarti persoalan tersebut tidak dapat diatasi. Departemen Kimpraswil
sedang berusaha keras mempersiapkan upaya-upaya tersebut. Tetapi kapan?

8. Pembangunan Monorel Pertama di Indonesia.


Hanya dalam tempo satu bulan setelah penandatangan perjanjian persetujuan
antara Gubernur DKI Jakarta dan Direktur Utama PT Jakarta Monorail untuk
pembangunan dan pengoperasian proyek infrastruktur bernilai US$ 600 juta,
kontruksi fisik dari proyek monorel ini akhirnya diresmikan oleh Presiden RI pada
pertengahan Bulan Juni 2004. Perhelatan ini dapat dijadikan milestone dalam
menyambut kembalinya kepercayaan investor asing untuk menanamkan modalnya
di Indonesia.
Pembangunan jaringan monorel di Jakarta akan melengkapi jaringan busway baik
koridor yang telah dioperasikan maupun rencana pengembangan koridor-koridor
berikutnya yang hingga tahun 2010 akan mencapai 15 koridor. Implementasi
proyek infrastruktur ini merupakan bagian dari rencana transportasi makro Kota
Jakarta yang telah disusun dalam rangka memperbaiki sistem angkutan umum di
Ibukota Republik Indonesia. Secara keseluruhan penyelesaian pembangunan dua
jalur monorel, jalur biru dan jalur hijau akan memakan waktu 2,5 tahun, sehingga
pada Tahun 2006 pengoperasian monorel pertama di Indonesia sudah dapat
dilakukan. Investasi proyek monorel ini diperkirakan membutuhkan biaya US$ 600
juta (sekitar Rp. 5 triliun), dimana pembiayaan dalam bentuk modal (equity

66

1 - 2 - 3

L A N G K A H

financing) sebesar USD 150 - 180 juta sedangkan sisanya akan dibiayai melalui
hutang baik berupa penerbitan obligasi maupun pinjaman bank.
Adalah PT. Indonesia Transit Central (ITC) yang ditugaskan Pemerintah Propinsi DKI
Jakarta untuk mencari mitra strategis (investor) pada tahun 2001, dan selanjutnya ITC
berkolaborasi dengan Omnico Singapore Pts. Ltd untuk membentuk PT. Jakarta
Monorail. Sebelumnya, ITC bermitra MTrans Holding Sdn Bhd. yang merupakan
penyelenggaran monorel Kuala Lumpur, Malaysia. MTrans pada 2003 bahkan telah
menandatangani MoU (nota kesepahaman) yang disaksikan Gubernur Sutiyoso,
Presiden Megawati Soekarnoputri, dan PM Malaysia, saat itu, Mahathir Mohammad.
Namun, MTrans akhirnya mundur karena tidak menemukan kata sepakat mengenai
pembiayaan. MTrans juga tidak dapat memenuhi syarat Pemprov DKI Jakarta yaitu
membangun dua jalur sekaligus.
Kedua jalur monorel, jalur hijau dan jalur biru,
merupakan infrastruktur kereta melayang sepanjang
27 km yang akan melayani jalur lalu lintas
pengangkutan penumpang dikawasan pusat dan
pinggiran kota Jakarta, dan diharapkan untuk
diperluas ke wilayah Jabodetabek dalam fase
pembangunan berikutnya. Jalur hijau (green line)
melingkar sepanjang 14,8 kilometer, mulai dari Jalan
HR Rasuna Said (Kuningan), Gatot Subroto, BEJ,
Plaza Senayan, Pejompongan, Karet, Dukuh Atas
hingga kembali ke Kuningan. Adapun jalur biru (blue
line) sepanjang 12,2 kilometer, mulai dari Kampung
Melayu, Casablanca, Karet, Tanah Abang hingga
Roxy. Biaya pembangunan monorel jalur hijau
mencapai US$ 350 juta sedangkan jalur biru
menghabiskan anggaran US$ 250 juta. Jalur monorel
terbuat dari beton selebar tiga meter untuk satu arah.
Sedangkan material gerbong utama terbuat dari
alumunium. Satu monorel minimal terdiri dari empat gerbong, dengan daya angkut
1.400 penumpang. Sementara itu, kapasitas angkut bias mencapai 10.000 30.000
penumpang per jam per arah, Pada tahun pertama operasi diproyeksikan jumlah
penumpang yang diangkut sebesar 150.000 orang per hari untuk jalar biru dan 120.000
orang per hari untuk jalar hijau (lihat peta).
Kalau semuanya berjalan sesuai dengan rencana, jalur hijau akan
selesai pada Bulan Desember 2006, sedangkan jalur biru akan
selesai Bulan Juli 2007 sebelum berakhirnya masa jabatan kedua
Gubernus Sutiyoso. Demikian halnya yang disampaikan
Presiden Megawati agar investor konsekuen dalam janjinya
untuk menyelesaikan pembangunan monorel ini tepat waktu.

67

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Bab

6
Catatan penutup
Memotivasi kita untuk terus belajar bagi kemajuan transportasi
dan kemajuan bangsa dan Negara

ransportasi harus diletakkan pada khittahnya sebagai alat bantu dalam


membangun kehidupan yang selaras, serasi, dan seimbang dengan
lingkungannya. Transportasi yang berorientasi pada masyarakat pada
hakikatnya bukan konsep yang baru. Kita harus memenuhi kebutuhan
masyarakat atas transportasi yang humanis, berkeadilan, andal, terjangkau, dan ramah
lingkungan. Untuk melakukanya masyarakat harus menempatkan kendaraan pada
posisinya sebagai bagian dari sistem transportasi yang lebih luas di mana berkendaraan
umum, bersepeda, dan berjalan kaki adalah pilihan alternatif yang bisa diambil. Oleh
karena itu masyarakat sendirilah yang harus menjadi pusat dari rencana pelaksanaanya,
dan semua pihak terkait dalam lingkungan masyarakat transportasi harus berupaya dan
menciptakan cara untuk mewujudkan sistem transportasi yang berkelanjutan. Bila kita
tidak melakukannya maka akan semakin mahal biaya untuk mengembalikan kondisi
yang ada ke kondisi ideal.
Untuk mewujudkan sistem transportasi yang berkelanjutan maka kita harus
mengikutsertakan berbagai komponen masyarakat (stakeholders) dalam penyelenggaraan
transportasi. Sistem transportasi yang partisipatif harus menjadi slogan baru dalam
pembangunan sarana dan prasarana transportasi. Partisipasi akan menjadi kunci dalam
pencapaian transportasi masyarakat yang lebih berkeadilan. Untuk menciptakan
partisipasi publik seluas mungkin, kita harus sadar bahwa kita benar-benar
menginginkan partisipasi nyata, dan bukan sekedar basa-basi saja yang selama ini
sudah dimanipulasi dan digunakan oleh banyak pihak di masa lalu. Yang benar-benar
kita inginkan adalah partisipasi publik di mana sebuah komunitas dapat memiliki akses
terhadap berbagai informasi tentang perencanaan dan pengembangan transportasi
sehingga mereka dapat secara aktif berpartisipasi dalam proses keseluruhan
pengembangan infrastruktur transportasi.

68

1 - 2 - 3

L A N G K A H

Masyarakat Transportasi Indonesia mengundang para pembaca dari berbagai


kelompok masyarakat untuk ikut serta membangun transportasi Indonesia yang
humanis, efisien, berkeadilan, andal, dan berkelanjutan. Dalam membangun
kebersamaan adalah sangat penting untuk menyadari bahwa: bukan masalah dari mana
anda berasal tapi apa kontribusi yang dapat pembaca berikan, terlepas dari besar
kecilnya sumbangan pemikiran tersebut. Sebagai elemen yang tak terpisahkan dari
transportasi, kita memiliki kesempatan untuk menyumbangkan sepenggal paradigma
yang unik. Dan oleh karenanya, hal ini menjadi tanggung jawab kita semua untuk
mencoba menciptakan jalan menuju sistem transportasi yang lebih efisien dan adil.

69

O N

Mengenai MTI Masyarakat Transportasi Indonesia


Mengejar Ketinggalan
Setiap warga negara berhak atas pelayanan transportasi yang terbaik. Kondisi transportasi Indonesia perlu dibenahi
guna memperbaiki pelayanan kepada masyarakat. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia
dan Singapura, transportasi Indonesia masih jauh tertinggal, sehingga diperlukan upaya-upaya yang maksimal guna
mendorong perbaikan sistem transportasi bagi masyarakat Indonesia dan mengejar ketertinggalan dari negaranegara tetangga.
Pemegang Peranan dalam Transportasi
Selama ini Pemerintah merupakan pihak yang paling memegang peranan dalam pengembangan pelayanan
transportasi. Pemerintah berkompeten melakukan pengaturan, penetapan standar pelayanan bahkan penetapan tarif
pelayanan. Namun demikian, dapat dirasakan keberatan dari berbagai pihak bahwa pemerintah belum maksimal
membuat pengaturan yang memberikan insentif terhadap pengembangan transportasi nasional, dan belum
menjalankan perannya sebagai pengatur yang efektif.
Penyedia jasa merupakan pelaku utama pelaksana semua peraturan dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
Menghadapi perkembangan sistem transportasi nasional yang belum juga menampakkan perbaikan, keluhan
pemakai jasa transportasi sebagian besar ditujukan kepada penyedia jasa yang dianggap gagal melaksanakan
pelayanan yang memadai.
Masyarakat konsumen sebagai pengguna transportasi merupakan pihak terpenting dalam mata rantai pengembangan
transportasi di Indonesia. Di samping keluhan dari penyedia jasa bahwa tarif yang dibayarkan oleh konsumen
sebetulnya tidak cukup untuk menjamin pelayanan yang memadai dan berkesinambungan, aspirasinya perlu
didengar, dan kepentingannya perlu diperjuangkan.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI)
Didirikan di Jakarta pada tanggal 12 Desember 1995, merupakan organisasi profesi nirlaba yang mandiri dan
terbuka, menghimpun pakar, akademisi, dan praktisi yang terdorong oleh kesadaran tanggung jawab sosialnya
sebagai anggota masyarakat, bertekad untuk mendukung sepenuhnya pengembangan sistem transportasi nasional
yang berkelanjutan.
TUJUAN
1.

Menumbuhkembangkan tenaga profesi di bidang transportasi;

2.

Meningkatkan penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang

3.

Berperan aktif dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan transportasi yang

4.

Menjadi mediator berbagai kepentingan (stakeholders) di bidang transportasi.

transportasi;
berkesinambungan;

Kegiatan Utama
1.

Fasilitasi, dialog dan mediasi komunikasi antar stakeholders.

2.

Pengembangan jejaring organisasi yang berlingkup nasional dan internasional.

3.

Pemberdayaan masyarakat (peningkatan kepedulian) atas berbagai persoalan transportasi pendidikan, penulisan
kerja sama di media masa.

4.

Advokasi dan pendampingan stakeholders

5.

Pembentukan tim penyusun rekomendasi MTI bagi kebijakan publik di bidang transportasi.

70

71

Anda mungkin juga menyukai