(SAP)
Tema
Sub Tema
Sasaran
Tempat: Edelweiss
Hari/Tanggal : Jumat, 13 Mei 2016
Waktu
: 30 Menit
A. Latar Belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap
dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat dirawat di rumah
sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti
marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada
dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas
dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak
akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi
melalui kesenangannya melakukan permainan.
Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan
dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi mental,
emosional, dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan
bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).
1
Pada terapi bermain ini karakteristik umur yang sesuai pada usia prescool yaitu usia 3-5
tahun dapat bermain pasif seperti bermain dengan menyusun puzzel (bongkar pasang).
Permainan ini cocok apabila anak sudah lelah bermain aktif dan membutuhkan sesuatu
untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya selama dirawat. Suhu normal yang dapat
mengikuti terapi bermain anak ini adalah suhu normal 35.7-37.5 (El- Radhi). Anak
mengikuti terapi bermain dalam keadaan terpasang infus dan bisa berjalan mampu
berinteraksi dalam keadaan kondisi tidak buruk dan tidak terpasang infuspump.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah mendapatkan terapi bermain selama 30 menit anak diharapkan bisa merasa
tenang selama perawatan dirumah sakit dan tidak takut lagi terhadap perawat sehingga
anak bisa merasa nyaman selama dirawat dirimah sakit.
b. Tujuan Khusus
Setelah mendapatakan terapi bermain satu kali diharapkan anak mampu :
1.
2.
3.
4.
5.
C. Jenis permainan
D. Metode
1. Ceramah
2. Bermain bersama
E. Media
Puzzel (Bongkar Pasang)
F. Setting Tempat
P1
P2
Keterangan :
P1
P2
: Perawat 3
: Perawat 1
: Perawat 2
: Narator
: Pasien
G. Pengorganisasian
Dina Sangkristi A
: Narator
Agustina Merdekawati
: Perawat 1
: Perawat 2
H. Kegiatan Penyuluhan
No
Waktu
1.
5 menit
2.
15 menit
Kegiatan
Pembukaan:
1. Membuka
kegiatan
dengan
mengucapkan salam.
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan dari terapi
bermain
4. Kontrak waktu dengan anak dan
orang tua
Pelaksanaan:
1. Menjelaskan tata cara pelaksanaan
terapi bermain puzzle
2. Memberikan kesempatan kepada
Peserta
1. Menjawab salam
2. Mendengarkan
3. Memperhatikan
4. Memperhatikan
1. Memperhatikan
2. Bertanya
3
3.
5 menit
4.
5 menit
1. Evaluasi struktur
a. Membuat preplanning sebelum pelaksanaan kegiatan.
b. Membuat kontrak waktu
c. Menyiapkan media dan perlengkapan
d. Mempersiapkan setting sesuai dengan preplanning.
2. Evaluasi Proses
a. Leader dibentu co leader memandu terapi bermain dari awal hingga akhir
kegiatan
b. Respon anak baik selama proses bermain berlangsung
c. Anak tampak aktif selama proses bermain berlangsung
d. Anak mau dan dapat menyusun puzzel dengan tepat dan benar didampingi oleh
fasilitator
e. Keluarga ikut membantu anak selama pelaksanaan proses bermain
4
LAMPIRAN MATERI
A. Definisi
1) Menurut Hurlock (1991) bermain adalah kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan
yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir, bermain dilakukan secara
sukarela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban.
2) Menurut Depkes RI (1993) bermain merupakan kesibukan anak, layaknya seperti
bekerja bagi orang dewasa, dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan.
3) Menurut Foster (1989) bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan.
B. Fungsi Bermain
Menurut Wong (1996), fungsi bermain bagi anak meliputi :
5
Anak akan sadar akan kemampuan dan kelemahannya serta tingkah lakunya.
7. Nilai Moral
Belajar salah/benar dari kultur, rumah, sekolah dan interaksi. Contoh bila ingin diterima
sebagai anggota kelompok, anak harus mematuhi kode perilaku yang diterima secara
kultur, adil, jujur, kendali diri dan mempertimbangkan kepentingan orang lain.
a. Tujuan Bermain
Melalui fungsi yang terurai diatas, pada prinsipnya bermain mempunyai tujuan sebagai
berikut :
1. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat sakit anak
mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Walaupun
demikian, selama anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan masih harus tetap dilanjutkan untuk menjaga kesinambungannya.
2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.
3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuannya memecahkan masalah.
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat dirumah
sakit.
b.
Ciri Bermain
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Smith et al; Garvev; Rubin, Fein dan
Vandenberg (Johnson et al, 1999) diungkapkan adanya beberapa ciri bermain yaitu :
1. Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksud muncul atas keinginan pribadi serta
untuk kepentingan sendiri.
2. Perasaan dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-emosi
yang positif.
3. Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktivitas ke aktivitas
lain.
4. Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir.
5. Bebas memilih, dan ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi konsep
bermain pada anak-anak kecil.
c. Klasifikasi Bermain
menyenangkan antara bayi dan orang tua dan/atau orang dewasa sekitarnya.
Selain itu, perasaan senang juga menjadi ciri khas dari permainan untuk bayi di
usia ini. Alat permainan yang biasa digunakan, misalnya mainan gantungan yang
berwarna terang dengan bunyi musik yang menarik. Dari permainan tersebut,
secara visual bayi diberi objek yang berwarna terang dengan tujuan menstimuli
penglihatannya. Oleh karena itu bayi harus ditidurkan atau diletakkan pada
posisi yang memungkinkan agar dapat memandang bebas ke sekelilingnya.
Secara auditori ajak bayi berbicara, beri kesempatan untuk mendengar
pembicaraan, musik dan nyanyian yang menyenangkan.
- Bayi usia 4 6 bulan
Untuk menstimuli penglihatan, dapat dilakukan permainan seperti mengajak
bayi menonton TV, memberi mainan yang mudah dipegangnya dan berwarna
terang, serta dapat pula dengan cara memberi cermin dan meletakkan bayi
didepannya sehingga memungkinkan bayi dapat melihat bayangan di cermin.
Untuk
stimulasi
pendengaran,
dapat
dilakukan
dengan
cara
selalu
danmenunjukkanotonomibaikdalammemilihmainanmaupundalamaktivitasbermai
nnya.Anakmempunyai rasa ingintahu yang
besar.Olehkarenaituseringkalimainannyadibongkar-pasang,
bahkandirusaknya.Untuk itu harus diperhatikan keamanan dan keselamatan anak
dengan cara tidak memberikan alat permainan yang tajam dan menimbulkan
perlukaan.
Jenis permainan yang tepat dipilih untuk anak usia toddler adalah solitary play
dan parallel play. Pada anak usia 1 sampai 2 tahun lebih jelas terlihat anak
melakukan permainan sendiri dengan mainannya sendiri, sedangkan pada usia
lebih dari 2 tahun sampai 3 tahun, anak mulai dapat melakukan permainan secara
parallel karena sudah dapat berkomunikasi dalam kelompoknya walaupun belum
begitu jelas karena kemampuan berbahasa belum begitu lancar. Jenis alat
permainan yang tepat diberikan adalah boneka, pasir, tanah liat dan lilin warnawarni yang dapat dibentuk benda macam-macam
3) Anak usia prasekolah (>3 tahun - 6 tahun)
Anak usia prasekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang
lebih matang dari pada anak usia toddler. Anak sudah lebih aktif, kreatif dan
imajinatif. Demikian juga kemampuan berbicara dan berhubungan sosial dengan
temannya semakin meningkat. Oleh kerena itu jenis permainan yang sesuai
adalah associative play, dramatic play dan skill play. Anak melakukan
permainan bersama-sama dengan temannya dengan komunikasi yang sesuai
dengan kemampuan bahasanya. Anak juga sudah mampu memainkan peran orang
tua tertentu yang diidentifikasinya, seperti ayah, ibu dan bapak atau ibu gurunya.
Permainan yang menggunakan kemampuan motorik (skill play) banyak dipilih
anak usia prasekolah. Untuk itu, jenis alat permainan yang tepat diberikan pada
anak misalnya, sepeda, mobil-mobilan, alat olah raga, berenang dan permainan
balok-balok besar.
4) Anak usia sekolah (> 6 tahun - 12 tahun)
Kemampuan social anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih mampu
bekerja sama dengan teman sepermainannya. Seringkali pergaulan dengan teman
menjadi tempat belajar mengenal norma baik atau buruk. Dengan demikian,
permainan pada anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan
ketrampilan fisik atau intelektualnya, tetapi juga dapat mengembangkan
10
dengan
melakukan
permainan
berbagai
macam
olah
raga,
11
pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan demikian, orang tua dan perawat
harus mengetahui dan memberikan jenis permainan yang tepat untuk setiap
tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.
2.
Status kesehatananak
Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi, walaupun demikian, bukan
berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada
anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Yang penting
pada saat kondisi anak sedang menurun atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di
rumah sakit, orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat
dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di
rumah sakit.
3.
Jenis Kelamin
Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki
atau perempuan. Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau
perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas dan
kemampuan sosial anak. Akan tetapi, ada pendapat lain yang meyakini bahwa
permainan adalah salah satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri
sehingga sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk
digunakan oleh anak laki-laki. Hal ini di latarbelakangi oleh alasan adanya
tuntutan perilaku yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan hal ini
dipelajari melalui media permainan.
4.
12
Alat dan jenis permainan yang cocok atau sesuai bagi anak
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih
yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Label yang tertera pada mainan
harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan tersebut sesuai
dengan usia anak. Alat permainan tidak selalu harus yang dibeli di toko atau
mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan
kreativitas anak, bahkan seringkali mainan tradisional yang dibuat sendiri dari
atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak, akan lebih merangsang
anak untuk kreatif. Alat permainan yang harus didorong, ditarik, dan
dimanipulasi, akan manegajarkan anak untuk dapat mengembangkan kemampuan
koordinasi
alat
gerak.
Permainanmembantu
anak
untuk
meningkatkan
kemampuan dalam mengenal norma dan aturan serta interaksi sosial dengan
orang lain.
13
g. Melatih nalar
Puzzle dalam bentuk manusia akan melatih nalar mereka. Anak akan
menyimpulkan dimana letak kepala, tangan, kaki dan lain-lain sesuai dengan
logika. Jika sudah menaruh bagian hidung berarti mulut ada di bagian bawahnya.
Orang tua harus memperhatikan bahwa kemampuan tiap anak itu berbeda.
Biasanya anak yang sejak dini sudah dikenalkan dengan puzzle akan lebih mahir
dan terbiasa bermain puzzle. Oleh karena itu, para orang tua yang akan memilih
puzzle untuk anaknya, jangan berdasarkan umur, tetapi bergantung kepada
kemampuan sibuah hati. Umumnya, anak-anak yang kuat kemampuan visualnya,
akan lebih mudah dancepat menyelesaikan permainan ini.
16
DAFTAR PUSTAKA
Berhman et al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol 3, Editor bahasa Indonesia: A. Samik
Wahab-Ed.15- Jakarta : EGC
Hurlock.1991. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta : Erlangga
Ngastiyah,2005, Perawatan Anak Sakit, Ed.2, Jakarta:EGC
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta : EG
17
18