Retno Pamungkas
NIM 16070835050
Prodi S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Asing
Universitas Negeri Surabaya
A. PENDAHULUAN
Pandangan dominan di dunia pendidikan menyatakan bahwa literasi merupakan
alat untuk mencerdaskan bangsa dan mengubah tatanan sosial menjadi lebih modern.
Masyarakat dengan budaya literasi yang baik merupakan masyarakat yang berpikiran
maju. Sebagai contoh negara Jepang dan Jerman yang terkenal dengan budaya literasinya
yang tinggi. Kedua negara tersebut merupakan negara maju yang penuh dengan inovasi
dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Pemahaman mengenai pentingnya literasi tersebut masih belum sejalan dengan
keadaan yang ada di Indonesia. Menurut data UNESCO (2011) tingkat melek aksara pada
orang Indonesia dewasa sudah mencapai 92.8 % sedangkan pada usia remaja mencapai
98.8 %. Namun, minat baca dan menulis masyarakat Indonesia masih terbilang rendah.
Berdasarkan studi Worlds Most Literate Nation yang dilakukan oleh Central
Connecticut State University pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki
peringkat 60 dari 61 negara soal minat membaca. Sedangkan untuk komponen
infrastruktur, Indonesia berada di peringkat ke 35, di atas Jerman, Portugal, Selandia
Baru, dan Korea Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih
kurang memanfaatkan infrastruktur yang ada, karena memang masih rendahnya minat
untuk membaca di masyarakat.
Masyarakat Indonesia masih memandang bahwa literasi berarti mampu untuk
membaca dan menulis, tanpa memahami fungsi lanjutan dari literasi bagi kehidupannya.
Literasi erat kaitannya dengan pengajaran bahasa. Namun penguasaan bahasa yang
merupakan satu kompetensi tersendiri dalam kurikulum hanyalah sebagian kecil dari
keterampilan sesungguhnya yang dibutuhkan anak untuk memahami dunia.
Pahl dan Roswell (2005: 3) menyatakan bahwa : Literacy is not a neutral set of
skill that we have in our head and develop through language teaching and learning.
Rather, literacy is always and everywhere situated and, what is more, literacy is
1
inseparable from practice. Literasi bukanlah satu set keterampilan netral yang kita miliki
dan kembangkan melalui pengajaran dan pembelajaran bahasa. Namun, literasi selalu
tersituasi di mana saja, dan terlebih literasi tidak dapat dipisahkan dari praktik. Oleh
karena itu, diperlukan adanya kesadaran dan pemahaman literasi sebagai praktik sosial
yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
B. PEMBAHASAN
1. Literasi sebagai praktik sosial
Untuk memahami literasi sebagai praktik sosial, diperlukan pemahaman terlebih
dahulu mengenai konsep yang mendasari gagasan tersebut antara lain literacy practice
(praktik literasi) dan literacy events (peristiwa literasi). Barton dan Hamilton (2000: 7)
mendefiniskan literacy practices sebagai berikut: Literacy practices are the general
cultural ways utilizing written language which people draw upon their lives. Praktik
literasi adalah cara atau kebiasaan umum untuk menggunakan bahasa tertulis yang
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya Barton dan Hamitlton (2000: 8) menjelaskan bahwa literacy events
are activities where literacy has a role, artinya peristiwa literasi adalah segala kegiatan di
mana literasi menjadi bagian di dalamnya. Lebih sederhananya, praktik literasi
merupakan segala aktivitas yang dilakukan dengan literasi. Sedangkan peristiwa literasi
bisa dimaknai sebagai peristiwa atau kejadian apapun yang bisa diamati, di mana
sebentuk tulisan hadir di dalamnya. Praktik literasi lebih abstrak, karena melibatkan nilai,
sikap, perasaan, dan hubungan sosial, sementara peristiwa literasi merupakan komponen
dari praktik literasi tersebut yang bisa dilihat dan diamati.
Banyak peristiwa literasi dalam hidup merupakan kegiatan yang teratur dan
dilakukan berulang-ulang. Beberapa peristiwa literasi berupa pekerjaan rutin yang
menjadi bagian dari prosedur formal atau tuntutan suatu institusi sosial tertentu, misalnya
tempat kerja, sekolah, bahkan di rumah. Sebagai contoh: Seseorang pergi ke bank dan
mengisi form transaksi. Aktivitas ini merupaka peristiwa yang melibatkan literasi di
dalamnya. Praktik literasi yang dilakukan adalah kegiatan mengisi form tersebut. Dan
kegiatan ini menghubungkan literasi dengan praktik sosial yaitu dalam hubungannya
dengan system bank. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peristiwa literasi
merupakan rutinitas yang melibatkan praktik literasi yang berkaitan dengan praktik sosial
dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam buku Situated Literacies, Barton dan Hamilton (2000: 9) juga memberikan
beberapa konsep penting untuk memahami literasi sebagai praktik sosial:
2
1) Literasi dimaknai sebagai serangkaian praktik sosial, yang bisa dirunut dari
berbagai peristiwa di mana teks tertulis terlibat di dalamnya.
Contoh : Annisa memiliki hobi memasak dan mencoba resep baru. Dia selalu
mengikuti resep saat membuat bika ambon. Resep itu berupa tulisan tangan yang ia
dapat dari neneknya 10 tahun lalu. Awalnya dia mengikuti tiap-tiap langkah dalam
resep itu. Namun, kini dia hanya melihat resep itu satu atau dua kali. Annisa tidak
selalu mengikuti takaran dan bahan yang tercantum dalam resep. Dia pernah mencoba
membuat kue untuk porsi lebih besar, dan sesekali menggunakan bahan pengganti.
Karena hasilnya memuaskan, beberapa teman arisan Annisa meminta resep yang
sama. Annisa juga mengunggah resep itu di media sosialnya.
2) Ada jenis literasi yang berbeda dalam aspek kehidupan yang berbeda pula.
Gagasan adanya jenis literasi yang berbeda-beda didasarkan pada beberapa hal,
misalnya pada kegiatan yang melibatkan media atau sistem yang berbeda, misalnya
film atau computer. Sehingga praktik literasi yang menggunakan media-media
tersebut bisa disebut dengan literasi film dan literasi komputer. Selain itu praktik
literasi dalam budaya dan bahasa berbeda juga bisa dianggap sebagai literasi yang
berbeda pula. Literasi memiliki hubungan koheren dengan praktik literasi dan
berhubungan dengan aspek khusus dalam kehidupan sosial dan budaya.
3) Praktik literasi dibentuk oleh institusi sosial dan hubungan kekuasaan. Sebagian
literasi dianggap lebih dominan dan berpengaruh dibanding literasi yang lain.
Keluarga, pendidikan, dan agama merupakan beberapa institusi sosial yang
berpengaruh dalam domain tertentu dari kehidupan manusia. Institusi sosial yang kuat
dan memiliki pengaruh besar, seperti institusi pendidikan, cenderung mendorong
praktik literasi yang lebih dominan dan menjadikannya kekuatan dan pengetahuan
yang menyatu dalam hubungan sosial. Sehingga literasi lainnya yang ada dalam
kegiatan sehari-hari tidak begitu terlihat. Misalnya, orang tua yang menjunjung tinggi
pendidikan anak untuk meraih masa depan yang cemerlang bisa saja mendorong anak
untuk rajin belajar dan banyak membaca buku pengetahuan, namun kurang suka
melihat anak membaca komik atau terlalu sering berkutat dengan gadget, karena
menganggap kegiatan tersebut tidak akan mendukung pendidikannya. Padahal komik
dan gadget juga termasuk media literasi. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk literasi
lain dianggap tidak begitu penting daripada literasi pendidikan.
4) Praktik literasi memiliki tujuan tertentu dan berkaitan erat dengan tujuan sosial dan
praktik budaya secara umum.
3
Setiap kegiatan yang dilakukan tentu memiliki tujuan tertentu. Bagi sebagian orang,
membaca dan menulis merupakan akhir dari tujuan itu. Namun, bagi orang lain
kegiatan membaca dan menulis memiliki tujuan lain yang lebih luas. Sebagai contoh
pada poin 1), tujuan utama Annisa adalah untuk membua kue, dan kegiatan membaca
dan menulis resep menjadi bagian di dalamnya, yang bersifat insidental. Resep kue
tersebut terkait juga dalam praktik sosial dalam rumah tangga yaitu menyediakan
makanan, dan juga dalam kehidupan sosial yang lebih luas ketika Annisa
membagikannya di sosial media.
5) Literasi terjadi dalam konteks sejarah.
Praktik-praktik literasi juga terkonstruksi dalam perkembangan budaya, dan seperti
fenomena budaya lainnya, praktik-praktik literasi bisa dirunut hingga ke masa lalu.
Literasi tentu memiliki peran dalam kehidupan setiap individu, dan praktik-praktik
literasi yang dilakukan tentu juga akan berubah secara dinamis seiring perubahan
hidup dan masyarakt sekitarnya, dan merupakan hasil dari perubahan tuntutan,
sumber yang tersedia, dan juga kepentingan serta minat individu tersebut. Dengan
demikian, literasi menjadi bagian dari sejarah perkembangan tiap individu.
6) Praktik literasi selalu berubah, dan praktik literasi baru seringkali diperoleh melalui
proses pembelajaran dan pembentukan makna yang informal.
Pembelajaran dan pemeroleh makna bisa didapat tidak hanya pada pendidikan formal,
tapi juga bisa diperolah dari pengalaman hidup dan literasi menjadi bagian dari
pembelajaran tersebut. Setiap individu harus menyadari bahwa literasi menjadi aspek
penting dari proses pembelajaran tersebut dan praktik-praktik literasi menjadi bagian
dan memberi pengaruh dalam proses pembelajaran.
2. Makna dan fungsi literasi dalam kehidupan sosial
Diperlukan pemahaman mendalam bahwa literasi sangat erat hubungannya
dengan kegiatan sehari-hari. Dalam hal ini literasi tidak hanya berpusat pada kegiatan
membaca dan menulis saja. Ada tujuan lain yang ingin diraih dengan bantuan kegiatan
membaca dan menulis, dan tujuan ini berkaitan erat dengan hubungan sosial yang lebih
luas. Dalam pandangan sosial, literasi tidak hanya berfokus pada pada kemahiran individu
dan penggunaan keterampilan tersebut, namun lebih pada bagaimana memanfaatkan
praktik literasi dalam kehidupan sehari-hari.
Praktik-praktik literasi akan memberikan makna dan fungsi tersendiri bagi
pelakunya, bergantung kepada tujuan akhir yang akan diraih dan juga relasinya dengan
orang-orang yang terlibat di dalam praktik tersebut. Literasi sebagai praktik sosial
4
Barton, David & Mary Hamilton. Local Literacies: Reading & Writing in One
Community. 1998. London: Routledge.
Central Connecticut State University. 2016. Worlds Most Literate Nations.
http://ccsu.edu/wmln/rank.html. Diakses pada 25 September 2016.
Pahl, Kate & Jennifer Roswell. Literacy and Education. 2005. London: Paul Chapman
Publishing.
UNESCO. Statistics of Indonesia. 2001. http://en.unesco.org/countries/indonesia. Diakses
pada 27 September 2016.