PEMBUATAN BUFFER ASETAT BUFFER FOSFAT Da
PEMBUATAN BUFFER ASETAT BUFFER FOSFAT Da
G31113302
SARAH FAHMIYAH
G31113002
NURUL WAKIAH
G31113503
FRATIWI HAMSIOHAN
G31113501
IRDHAN WAHYUDI
G31113314
NABILA M JIBRIL
G31113314
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Larutan buffer atau biasa disebut larutan penyangga sangat penting dalam kehidupan,
misalnya dalam analisis biokimia, bakteriologi, zat warna, fotografi, dan industri kulit. Dalam
bidang biokimia, kultur jaringan dan bakteri mengalami proses yang sangat sensitif terhadap
perubahan pH. Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang dapat
mempertahankan pH pada kisarannya. Jika pada suatu larutan penyangga ditambah sedikit
asam atau ditambahkan sedikit basa atau diencerkan, maka pH larutan tidak berubah.
Ada beberapa fungsi dari larutan penyangga, salah satunya dalam bidang kesehatan.
Dalam bidang farmasi (obat-obatan), banyak zat aktif yang harus berada dalam keadaan pH
stabil. Perubahan pH akan menyebabkan khasiat zat aktif tersebut berkurang atau hilang sama
sekali.
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan praktikum mengenai pembuatan larutan
buffer agar praktikan mengerti cara membuat larutan. Dalam praktikum ini pula, dapat
diketahui cara-cara ataupun prosedur untuk membuat larutan buffer.
I.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara membuat beberapa larutan
buffer yaitu buffer asetat, buffer sitrat dan buffer fosfat.
II.
Tinjauan Pustaka
II.1 Larutan
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari
dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah.
Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya
bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. Fase larutan dapat
berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan padat misalnya
perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut, larutan gula
dalam air, dan lain-lain (Faizal, 2011).
Larutan adalah suatu sistem homogen yang terdiri dari molekul atom ataupun ion dari
dua zat atau lebih. Larutan akan terjadi jika atom, molekul atau dari suatu zat semuanya
terdispersi. Larutan terdiri atas zat yang dilarutkan (zat terlarut) yang disebut solute dan
pelarut yang dinamakan solvent. Solvent atau pelarut merupakan senyawa dalam jumlah yang
lebih besar sedangkan senyawa dalam jumlah yang lebih sedikit disebut solute atau zat terlarut
(Baroroh, 2004).
Pembuatan larutan adalah suatu cara mempelajari tentang pencampuran 2 bahan antara
cair
atau
padat
dengan
konsentrasi
tertentu.
Untuk
menyatakan
kepekaaan
atau konsentrasi suatu larutan dapat di lakukan berbagai cara tergantung pada
tujuan
penggunaannya.
Adapun
satuan
yang
digunakan
untuk
menentukan
kepekaan larutan adalah molaritas. Molalitas, persen berat, persen volume, atau sebagainya
(Faizal, 2013).
Prosedur untuk menyiapkan suatu larutan yang molaritasnya diketahui adalah sebagai
berikut, zat terlarut ditimbang secara akurat dan kemudian dimasukkan kedalam labu
volumeterik melalui corong, selanjutnya air ditambahkan secara perlahan kedalam labu ukur
kemudian labu ukur digoyang perlahan untuk melarutkan padatan. Setelah semua padatan
melarut, air di tambahkan kembali secara perlahan sampai ketinggian larutan tepat mencapai
tanda volume. Dengan mengetahui volume larutan dan kuantitasnya senyawa yang terlarut,
kita dapat menghitung molaritas larutan dengan persamaan mol zat terlarut dibagi dengan liter
larutan (Chang, 2004).
Molaritas (M)
Menurut Tim Dosen Kimia UB (2014), molaritas (M) adalah jumlah zat terlarut dalam
setiap liter larutan. Harga kemolaran dapat ditentukan dengan menghitung mol zat terlarut dan
volume larutan.
Keuntungan menggunakan satuan molar adalah kemudahan perhitungan dalam
stoikiometri, karena konsentrasi dinyatakan dalam jumlah mol (sebanding dengan jumlah
partikel yang sebenarnya). Kerugian dari penggunaan satuan ini adalah ketidaktepatan dalam
pengukuran volum. Selain itu, volum suatu cairan berubah sesuai temperatur, sehingga
molaritas larutan dapat berubah tanpa menambahkan atau mengurangi zat apapun. Selain itu,
pada larutan yang tidak begitu encer, volume molar dari zat itu sendiri merupakan fungsi dari
konsentrasi, sehingga hubungan molaritas-konsentrasi tidak linear (Wikipedia, 2014).
Molaritas dapat di ketahui dengan menggunakan rumus:
n
m 1000
M = atau
v
Mr
v
Dimana:
M
= Molaritas (M)
= Mol (n)
= Massa (g)
= Volume (L/ml)
Mr
= Massa Relatif
Pengenceran
Proses pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara
menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika suatu larutan
senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini
terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan
dengan aman, asam sulfat pekat yang harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya.
Jika air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar
yang dapat menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan asam sulfat memercik.
Jika kita berada di dekatnya, percikan asam sulfat ini merusak kulit (Brady, 2000)
Rumus sederhana pengenceran menurut Lansida (2010), adalah sebagai berikut :
M1 x V1 = M2 x V2
Dimana :
berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari
asam lemah yang bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium,
kalium, barium, kalsium, dan lain-lain. Contoh yang biasa merupakan campuran asam
etanoat dan natrium etanoat dalam larutan. Pada kasus ini, jika larutan mengandung
konsentrasi molar yang sebanding antara asam dan garam, maka campuran tersebut akan
memiliki pH 4.76. Ini bukan suatu masalah dalam hal konsentrasinya, sepanjang keduanya
memiliki konsentrasi yang sama. Kita dapat mengubah pH larutan penyangga dengan
mengubah rasio asam terhadap garam, atau dengan memilih asam yang berbeda dan salah
satu garamnya.
2. Larutan Buffer yang bersifat Basa Apabila suatu basa lemah dicampur dengan asam
konjugasinya maka akan terbentuk suatu larutan buffer basa. Larutan ini akan
mempertahankan pH pada daerah basa (pH>7). Misalnya larutan campuran NH3 dengan
ion amonium (NH4+). Larutan buffer basa juga dapat terjadi dari campuran suatu basa
lemah dengan suatu asam kuat dimana basa lemah dicampurkan berlebih. Jika ke dalam
larutan ditambahkan suatu asam kuat, maka ion H+ yang berasal dari asam itu akan
mengikat atau bereaksi dengan ion OH-. Hal itu menyebabkan kesetimbangan larutan
menjadi bergeser ke kanan sehingga konsentrasi ion OH- dapat dipertahankan atau
dengan kata lain pH larutan stabil atau dapat bertahan. Demikian juga pada penambahan
suatu basa kuat, jumlah ion OH- dalam larutan akan bertambah. Hal ini akan
menyebabkan kesetimbangan larutan menjadi bergeser ke kiri sehingga konsentasi ion
OH- dapat dipertahankan dan pH larutan tidak berubah.
IV.
IV.1 Hasil
pH
5
3
7
3.5
4
8
IV.2 Pembahasan
Buffer adalah suatu larutan yang apabila ditambahkan asam dan basa pada jumlah
tertentu maka pH dalam sistem tersebut tidak akan mengalami perubahan yang berarti
begitupun saat dilakukan pengenceran pada titik tertentu. Pembuatan buffer dapat dilakukan
dengan cara mencampurkan berbagai jenis asam lemah dan basa konjugasinya maupun basa
lemah dan asam kojugasinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (2012) larutan
penyangga secara sederhana dibuat dengan mencampurkan asam lemah dengan basa
konjungatnya atau pun dibuat dengan basa lemah dengan asam konjugatnya.
Buffer asetat termasuk kedalam buffer asam. Buffer asetat terdiri asam lemah yakni
asam asetat dan natrium hidroksida sebagai basa konjugasinya. asam asetat diencerkan dengan
aquadest sampai 200 mL. lalu 32 mL asam asetat di campurkan dengan 68 mL natrium
hidroksida. Dari hasil pencampuran ini didapat pH sekitar 3.5. pH 3.5 termasuk kedalam pH
asam. Hal ini sesuai pernyataan dengan Delloy (2000) yang menyatakan bahwa natrium
hidroksida merupakan buffer asam.
Buffer sitrat termasuk kedalam golongan buffer lemah karena berasal dari asam lemah
asam sitrat dan basa kuat atau basa konjugasinya NaHCO3. Asam sitrat diencerkan sampai
200 mL. selanjutnya 91 mL Asam sitrat dicampurkan dengan 8 mL NaHCO3 dan didapat pH
sekitar 3. pH 3 termasuk dalam pH asam. Delloy (2000) yang menyatakan bahwa buffer sitrat
termasuk buffer asam.
Buffer fosfat termasuk kedalam buffer basa, karena. 30 mL asam fosfat dicampurkan
dengan 70 mL natrium hidroksida akan membentuk pH sekitar 8. pH 8 merupakan pH basa.
Hal ini sesuai dengan pernyataan delloy (200) yang menyatakan bahwa .
Buffer fosfat dlam ilmu pangan diguanakan sebagai bubuk pengembang, agen
pengemulsi dan pemberi rasa untuk minuman bersoda tertentu.
Sedangkan buffer asetat banyak dipergunakan sebagai penambahan rasa
juga sebagai asam cuka. Buffer sitrat berfungsi untuk menjaga pH
makanan olahan dalam kaleng agar tidak tidak mudah rusak atau
teroksidasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan hannato (2014) yang
menyatakan bahwa
umumnya larutan penyangga berfungsi untuk
menjaga keseimbangan pH pada suatu produk pangan.
Kesimpulan dari praktikum pembuatan buffer ini proses pembuatan larutan buffer pada
praktikum ini dengan mencampurkan suatu asam lemah atau basa lemah dengan basa kuat
atau asam kuat. Adapun jenis larutan buffer yang dibuat pada praktikum ini yaitu buffer sitrat
pH 6, cara membuatnya mencampurkan secara homogen larutan natrium sitrat dan asam sitrat
yang sudah dibuat sesuai dengan volumenya.
V.2 Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu sebaiknya setiap hasil pada praktikum
selanjutnya dilakukan pengujian pH agar data hasil praktikum dapat lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Brady, J. E. 2000. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara: Jakarta.
Gunadarma, 2011. Larutan. http://ocw.gunadarma.ac.id/course/diploma-three-program/studyprogram-of-computer-engineering-d3/fisika-dasar-2/larutan. Diakses pada tanggal 25
September 2014, Makassar.
Riyanto. 2006. Produksi Asam Asetat dari Etanol dengan Cara Elektrolisis. Jurnal Logika,
ISSN: 1410-2315 Vol. 3, No. 2, Juli 2006. Hal 61-69. Yogyakarta.
Smith, Janice Gorzynski. 2011. Organic Chemistry: Third Edition. MC Graw Hill. Hawai
Suyatno et al. 2004. Kimia. Grasindo. Jakarta.
Tim Dosen Kimia Universitas Hasanuddin. 2010. Kimia Dasar. Universitas Hasanuddin:
Makassar.
Utami, Budi. 2009. Kimia 2 untuk SMA/MA Kelas XI Program Ilmu Alam. Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 01. Massa yang digunakan dalam pembuatan buffer
a. Massa CHCOOH 0,2 M dalam 200 ml aquades
Dik:
M CHCOOH
= 0,2 M
Mr CHCOOH = 60
V CHCOOH
= 200 ml
Dit:
Massa CHCOOH= ?
Peny:
M=
m 1000
Mr
V
0,2=
m
1000
60 200 ml
1000 m=2400
m=2,4 gram
Jadi, massa CHCOOH yang dibutuhkan untuk membuat larutan CHCOOH 0,2 M
sebanyak 200 ml adalah 2,4 gram.
b. Massa CHCOONa 0,2 M dalam 200 ml aquades
Dik:
M CHCOONa = 0,2 M
Mr CHCOONa = 82
V CHCOONa = 200 ml
Dit:
Massa CHCOONa
Peny:
M=
=?
m 1000
Mr
V
0,2=
m
1000
82 200 ml
1000 m=3280
m=3,28 gram
Jadi, massa CHCOONa yang dibutuhkan untuk membuat larutan CHCOONa 0,2 M
sebanyak 200 ml adalah 3,28 gram.
c. CHO 0,05 M dalam 200 ml aquades
Dik:
M CHO
= 0,05 M
Mr CHO
= 192
V CHO = 200 ml
Dit:
Massa CHO
Peny:
M=
m 1000
Mr
V
=?
0,05=
m
1000
192 200 ml
1000 m=1920
m=1,92 gram
Jadi, massa CHO yang dibutuhkan untuk membuat larutan C HO 0,05 M sebanyak
200 ml adalah 1,92 gram.
d. C6H5O7Na5 0,05 M dalam 200 ml aquades
Dik:
M C6H5O7Na5
= 0,05 M
Mr C6H5O7Na5
= 258
V C6H5O7Na5
= 200 ml
Dit:
Massa C6H5O7Na5 = ?
Peny:
M=
m 1000
Mr
V
0,05=
m
1000
258 200 ml
1000 m=2580
m=2,58 gram
Jadi, massa C6H5O7Na5 yang dibutuhkan untuk membuat larutan C6H5O7Na5 0,05 M
sebanyak 200 ml adalah 2,58 gram.
e. Massa NaH2PO4 0,2 M dalam 200 ml aquades
Dik:
M NaH2PO4
= 0,2 M
Mr NaH2PO4
= 120
V NaH2PO4 = 200 ml
Dit:
Massa NaH2PO4
Peny:
M=
m 1000
Mr
V
=?
0,2=
m
1000
120 200 ml
1000 m=4800
m=4,8 gram
Jadi, massa NaH2PO4 yang dibutuhkan untuk membuat larutan NaH2PO4 0,2 M sebanyak
200 ml adalah 4,8 gram.
f. Massa NaOH 0,2 M dalam 200 ml aquadest
Dik:
M NaOH
= 0,2 M
Mr NaOH
= 40
V NaOH
= 200 ml
Dit:
Massa NaOH
Peny:
M=
=?
m 1000
Mr
V
0,2=
m
1000
40 200 ml
1000 m=1600
m=1,6 gram
Jadi, massa NaOH yang dibutuhkan untuk membuat larutan NaOH 0,2 M sebanyak 200 ml
adalah 1,6 gram.
Lampiran 02. Pembuatan buffer
a. Buffer Asetat 0,2 M
pH 3,5
volume 92 gram
x ml 0,2 M C H 3 COOH + ( 100x ml ) 0,2 M C H 3 COONa
92 gr 0,2 M C H 3 COOH + (10092 ) gr 0,2 M C H 3 COONa
92 gr 0,2 M C H 3 COOH + 8 gr 0,2 M C H 3 COONa
100 gr Buffer Asetat 0,2 M pH 3,5
pH 5
volume 32 gram
pH 4
volume 65 gram
x ml 0,05 M C H O + ( 100x ml ) 0,05 M C 6 H 5 O7 Na5
65 gr 0,05 M C H O + ( 10065 ) gr 0,05 M C 6 H 5 O7 Na5
65 gr 0,05 M C H O +35 gr 0,05 M C6 H 5 O7 Na 5
100 gr Buffer Sitrat 0,05 M pH 4
c. Buffer Fosfat 0,2 M
pH 7
volume 30 gram
x ml 0,2 M NaOH + 50 ml 0,2 Na H 2 P O4 + ( 50x ml ) aquades
30 ml 0,2 M NaOH +50 ml 0,2 Na H 2 P O4 + (5030 ml ) aquades
30 ml 0,2 M NaOH +50 ml 0,2 Na H 2 P O4 + 20 ml aquades
100 gr Buffer fosfat 0,2 M pH 7
pH 8
volume 47 gram
x ml 0,2 M NaOH + 50 ml 0,2 Na H 2 P O4 + ( 50x ml ) aquades
47 ml 0,2 M NaOH + 50 ml 0,2 Na H 2 P O4 + ( 5047 ml ) aquades
47 ml 0,2 M NaOH + 50 ml 0,2 Na H 2 P O4 +8 ml aquades
100 gr Buffer fosfat 0,2 M pH 8