Anda di halaman 1dari 9

.

Problema Esensial filsafat dan Pendidikan

Filsafat pendidikan yang diberikan pada Departemen kependidikan Islam adalah sepenuhnya filsafat pendidikan
Barat yang mulai digugat sebagian besar pakar kita. Sedangkan kajian filsafat Islam sudah hampir putus dari
nilai dan wawasan Islam, sehingga perlu segera diperbaiki dan ditekankan kembali pada kajian filsafat
pengetahuan Islam, sebab pada sisi inilah yang justru menjadi sumber krisis di dunia muslim dan yang paling
sedikit dikaji pada universitas Islam selama ini bahkan ditinggalkan sama sekali. (Mujamil Qomar, 2005: 209)
Filsafat adalah wilayah kajian proses yang menghasilkan ilmu. Filsafat ekonomi menghasilkan ilmu ekonomi,
filsafat hukum menghasilkan ilmu hukum dan filsafat pendidikan melahirkan ilmu pendidikan. Mengingat
bahwa filsafat pendidikan yang diajarkan kepada mahasiswa jurusan pendidikan Islam adalah pemikiran filsafat
barat, maka pendidikan yang dikembangkan umat Islam adalah pendidikan yang berpola Barat.
Jika ditelusuri ke belakang, corak pendidikan barat tersebut memiliki jalinan dengan akar sejarah yang
berkembang di Barat pada masa lampau. Sebagaimana di kutip Amrulllah Achmad, Muhammad Mubarak
menuturkan, Karakteristik system pendidikan barat adalah sebagai refleksi pemikiran dan kebudayaan abad
XVIII-XIX yang ditandai dengan isolasi terhadap agama, sekularisme Negara, materialisme, penyangkalan
terhadap wahyu dan penghapusan nilai-nilai etika, yang kemudian digantikan dengan pragmatisme,
(Muhammad Yusuf Musa, 1988: 91) maka corak pendidikan barat tersebut tidak terlepas dari pandangan Barat
terhadap ilmu pengetahuan. Di Barat ilmu pengetahuan hanya berdasar pada akal dan indera, sehingga ilmu
pengetahuan itu hanta mencakup hal-hal yang dapat diindera dan dinalar semata.
Karakter pendidikan Barat itu tampaknya telah mengilhami pendidikan yang dikembangkan di dunia Islam.
Orang-orang Islam misalnya dengan bangga menerapkan model pendidikan Barat, sebagai suatu model yang
diagungkan (diunggulkan) di atas model pendidikan lainnya. Bahkan sikap peniruan secara membabi buta itu
mendapatkan pengakuan sebagai telah mengikuti perkembangan pendidikan paling modern. Barat selalu
diidentikkan dengan modern, padahal sebenarnya hanyalah kebetulan belaka. Munculnya model pendidikan
yang paling modern sekalipun, bisa dari Negara-negara Timur, tidak harus dari Barat. Istilah modern sebenarnya
hanyalah sebagai sifat dengan indikator tertentu, yaitu efektif dan efesien. Model pendidikan dari manapun
datangnya asal lebih efektif dan efesien dibanding model pendidikan lainnya niscaya harus dianggap paling
modern.
Pengaruh karakter pendidikan Barat itu memasuki hampir semua dimensi pendidikan di kalangan muslim.
Mereka sekarang ini senantiasa meniru jejak-jejak Barat dalam melakukan proses pendidikan, seperti sistem
menggunakan sistem klasikal, penjenjangan kelembagaan, penjenjangan kelas, pemakaian kurikulum yang jelas,
pembuatan persiapan pengajaran dan sebagainya.
Adalagi kenyataan yang lebih parah lagi. Banyak dari penerapan pendidikan di dunia Islam terlanjur mengikuti
pola dan model yang dikembangkan Barat dengan alasan untuk mencapai kemajuan, seperti yang terjadi di
Barat, tetapi kenyataannya sangat berlawanan dengan harapan itu. Kaum muslim yang merasa dirugikan; disatu
sisi mereka telah mengorbankan petunjuk-petunjuk wahyu hanya sekedar mengikuti model, namun disisi lain
ternyata tidak menghasilkan sesuatu yang signifikan dalam mengembangkan peradaban Islam. Hasil pendidikan
yang dicapai tetap tidak mampu memobilisasi perkembangan peradaban Islam.
H.
Peranan Filsafat Pendidikan
Proses pendidikan adalah proses perkembangan manusia yang secara alamiah menuju kedewasaan dan
kematangan, sebab potensi manusia yang paling alamiah ialah bertumbuh menuju ke tingkat kedewasaan,
kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila pra kondisi alamiah dan sosial manusia memungkinkan,
misalnya iklim, makanan, kesehatan, keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia. (Mohammad Noor
Syam, 1986: 40)
Adakah makna kedewasaan, kematangan di atas bersifat biologis-jasmaniah, atau rohaniah (pikir, rasa dan
karsa) ataukah secara moral dalam ari bertanggung jawab, sadar-normatif,. Ataukah semuanya itu. Persoalan ini
sudah menyangkut scope dan pengertian tujuan pendidikan yang harus didasarkan pula atas sistem nilai dan
asas-asas normatif suatu ke budaya. Dengan demikian masalah tersebut sudah merupakan bidang filsafat
pendidikan. Sebab lebih dari pada hanya perkembangan teologis secara alamiah itu, manusia pun mengandung
potensi-potensi human dengan martabat kemanusiaannya. Manusia dengan kodrat human dignity itu, memiliki
kesadaran diri (self-existence), potensi pikir, rasa dan karsa. Bahkan manusia mempunyai dorongan untuk
merealisasi potensi-potensi psikologis ini supaya berkembang sebagai satu self-realization dan ideal=self guna
berfungsi dan bermanfaat bagi hidup pribadi dan sosialnya.
Manusia melihat kenyataan, bahwa tidak semua manusia berkembang sebagaimana diharapkan. Lahirlah di
dalam pemikiran manusia problem-problem tentang kemungkinan-kemungkinan perkembangan potensi manusia
itu. Apakah yang menentukan perkembangan dan realisasi potensi manusia itu. Manakah yang lebih
menentukan potensi yang kodrati, faktor-faktor alam sekitar, faktor luar, khususnya pendidikan. Tema problem

ini memang klasik, karena memang sudah lama ada di dalam konteks filsafat, psikologi, pendidikan, genetika
dan sebagainya.
Sesungguhnya adanya aktivitas dan lembaga-lembaga pendidikan merupakan jawaban manusia atas problema
itu. Karena umat manusia berkesimpulan dan yakin bahwa pendidikan itu mungkin dan mampu mewujudkan
potensi manusia sebagai aktualisasi, maka pendidikan itu diselenggarakan.
Timbulnya problem dn pikiran pemecahannya itu adalah bidang pemikiran filsafat, dalam hal ini filsafat
pendidikan. Ini berarti pendidikan adalah pelaksanaan daripada ide-ide filsafat. Dengan perkataan lain ide
filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan bagi pembinaan manusia, telah melahirkan
ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas penyelenggaraan pendidikan. Jadi peranan filsafat
pendidikan menjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Menurut Al-Syaibany, filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai
jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat
menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Filsafat pendidikan juga
bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek
pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang
menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
Ruang lingkup bahasan filsafat pendidikan: (1) sudut pandang filsafat (objek materi, objek formal); (2) sikap
manusia terhadap filsafat; (3) masalah pokok filsafat dan pendidikan (realita, pengetahuan, nilai).
Perkembangan dan perubahan dalam lapangan pendidikan menimbulkan tantangan agar para pendidik
mempunyai sikap tertentu yang telah bersendikan atas pendirian tertentu pula. Untuk ini, yang lazim dianut,
menurut Theodor Brameld, adalah kemungkinan-kemungkinan sikap seperti konservatif, bebas dan modifikatif,
regresif atau radikal rekonstruktif.
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal.
Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-prinsip pendidikan yang
didasari oleh filsafat pendidikan. Praktek pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan
berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan
pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan.
Mengenai metode-metode yang dapat dipergunakan dalam penyelidikan-penyelidikan ilmiah ada bermacammacam. Dapat disebut di sini beberapa di antaranya: Metode observasi, Metode eksperimen, Metode angket dan
questionnaire, Metode test, Metode pengumpulan data, dsb. Untuk penyelidikan suatu ilmu pengetahuan
tertentu, belum tentu suatu metode itu dapat digunakan. Suatu metode belum tentu cocok untuk penyelidikan
suatu ilmu pengetahuan. Misalnya dalam penyelidikan ilmu alam atau ilmu kimia, maka tidak cocok kiranya
kalau mempergunakan metode angket. Tetapi untuk penyelidikan ilmu alam atau kimia, maka metode
eksperimen kiranya lebih tepat.
Proses pendidikan adalah proses perkembangan manusia yang secara alamiah menuju kedewasaan dan
kematangan, sebab potensi manusia yang paling alamiah ialah bertumbuh menuju ke tingkat kedewasaan,
kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila pra kondisi alamiah dan sosial manusia memungkinkan,
misalnya iklim, makanan, kesehatan, keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1991. Ilmu Pendidikan, Jakarta: Reneka Cipta
Ali, Hamdani. 1986. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang
Barnadib, Imam. 1990. Filsafat Pendidikan (sistem & metode). Yogyakarta: Andi Offset
Daien, Amier. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Idi, H. Jalaluddin dan Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar Ruzz Media
Juhaya. 2005. Aliran-aliran Filsafat &Etika. Jakarta: Prenada Media
Khobir, Abdul. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press
Nata, Abuddin. 1999. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta: Cipta
Prasetya, Tri. 2000. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia
Qomar, Mujami. 2005. Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode Kritik. Jakarta:
Erlannga
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Said, H.M. 1988. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Alumni

Saifullah, Ali. Tanpa tahun. Antara Filsafat dan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Salam, Burhanuddin. 1995. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara
Syam, Muhammad Noor. 1986. Filsafat pendidikan dan dasar filsafat Pendidikan pancasila. Surabaya: Usaha
Nasional
Tirtahardja, Umar & Sulo La. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

BAB II
PEMBAHASAN
A. OBJEK DAN SUDUT PANDANG FILSAFAT
Berpikir merupakan subjek dari filsafat pendidikan. Akan tetapi, tidak semua berpikir
berarti berfilsafat. Subyek filsafat pendidikan adalah seseorang yang berpikir atau
memikirkan hakikat sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam tentang bagaimana
memperbaiki pendidikan.
Obyek filsafat, obyek itu dapat berupa suatu barang atau subyek itu sendiri. Obyek
filsafat dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1) Obyek materi, yaitu segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada (disebut dengan absoluth/
mutlak, yaitu Sang Pencipta) dan ada yang tidak harus ada (mahluk yang diciptakan Tuhan).
2)

Obyek formal/ sudut pandang, yaitu mencari keterangan sedalam-dalamnya, sampai


keakarnya persoalan sampai kepada sebab-sebab terakhir tentang objek materi filsafat,
sepanjang kemungkinan yang ada pada akal budi manusia.
Pandangan atau sudut pandang yang berbeda terhadap suatu obyek akan melahirkan
filsafat yang berbeda-beda. Misalnya, mengambil manusia sebagai obyeknya. Jika dilihat dari
segi jiwanya saja, maka akan muncul filsafat tentang jiwa manusia, yang disebut Psikologi.
Jika dilihat dari segi rasa, muncul filsafat yang disebut estetika. Jika dilihat dari segi akal
manusia, muncul filsafat yang dikenal Logika.
Pandangan mengenai hasil dari usaha manusia menyangkut akal, rasa dan kehendak
dapat dijadikan satu, yang disebut filsafat kebudayaan. Sebab kebudayaan menyangkut ketiga
segi dan alat-alat kejiwaan manusia tadi.
Selanjutnya, jika ilmu pengetahuan yang menjadi menjadi objek filsafat maka
menjadi filsafat ilmu pengetahuan. Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan

pemikiran kefilsafatan tentang pendidikan, maka perlu diikuti pola dan pemikiran kefilsafatan
pada umumnya. Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
1) Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya bersifat logis dan
rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara
sistematis artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.
2)

Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut


persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.

3) Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang dipikirkan


mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan
tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada masa
sekarang maupun masa mendatang.
4) Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-pemikiran
yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti
dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai
obyektif oleh permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang
dipikirkannya.
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang
menyangkut bidang-bidang sebagai berikut:
1)

Cosmologi, yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam
semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, serta
proses kejadian kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.

2)

Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan
kearah mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan menentukan suatu
kekuatan yang menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat (monisme) ataukah
dua zat (dualisme) atau banyak zat (pluralisme). Dan apakah kekuatan penciptaan alam
semesta

ini

bersifat

kebendaan,

maka

paham

ini

disebut

materialisme.

B. SIKAP MANUSIA TERHADAP FILSAFAT


Sesuai dengan macam-macam dan perbedaan pengertian mereka terhadap arti kata
filsafat, maka dapat digolongkan menjadi :

1) Pandangan yang berpendapat bahwa setiap mendengar kata filsafat maka yang ada dalam
bayangan mereka adalah sesuatu yang ruwet dan sulit. Yang dalam yang hanya dapat
dipahami oleh orang tertentu saja.
2) Pandangan yang bersifat skeptis, yakni orang-orang yang berpendapat bahwa filsafat adalah
sesuatu perbuatan yang tidak ada gunanya.
3)

Pandangan yang bersifat negatif karena mengambil manfaat secara negatif,

dengan

mengatakan dengan berfilsafat adalah bermain api atau berbahaya. Karena pengertian filsafat
hanya dibatasi pada pengertian mencari hakikat Tuhan.
4)

Golongan yang memandang dari sudut positif, yakni filsafat adalah suatu lapangan studi,
tempat melatih akal untuk berpikir. Jadi setiap manusia mempunyai kemungkinan untuk
berfilsafat.
Filsafat sebagai lapangan studi banyak memberikan nilai kegunaan bagi yang
mempelajarinya, antara lainnya:

1) Ilmu filsafat dapat dijadikan pedoman dalam kenyataan kehidupan sehari-hari baik sebagai
individu ataupun sebagai anggota masyarakat.
2)

Bila memiliki filsafat hidup, pandangan hidup akan menjadi mantap yang akhirnya
menentukan criteria baik buruknya tingkah laku, yang dipilih atas dasar keputusan batin
sendiri. Jadi manusia telah memiliki kebebasan dan kepribadian sendiri.

3)

Kehidupan dan penghidupan ke arah gejala yang negatif dalam keadaan masyarakat yang
serba tidak pasti akan dapat dikurangi.

4) Tingkah laku manusia pada dasarnya ditentukan oleh filsafat hidupnya, maka manusia terus
berusaha memiliki filsafat agar tingkah lakunya berguna.

http://momoydandelion.blogspot.co.id/2011/07/problema-pokok-filasafat-danpendidikan.html
C. PROBLEM ESENSIAL FILSAFAT DAN PENDIDIKAN
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses
pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan
manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. Lodge mengatakan
bahwa seluruh proses dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan segala pengalaman
sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan pendidikan baginya.

Kependidikan memiliki ruang lingkup yang luas, karena menyangkut seluruh aspek
hidup dan kehidupan manusia. Oleh karena itu, ada banyak permasalah pendidikan yang
dihadapi. Permasalahan pendidikan ada yang sederhana yang menyangkut praktik dan
pelaksanaan sehari-hari, tetapi ada pula di antaranya yang menyangkut masalah ang bersifat
mendasar

dan

mendalam,

sehingga

memerlukan

bantuan

ilmu-ilmu

lain

dalam

memecahkannya. Bahkan pendidikan juga banyak menghadapi persoalan-persoalan yang


tidak mungkin terjawab dengan menggunakan analisa ilmiah semata-mata, tetapi memerlukan
analisa dan pemikiran yang mendalam, yaitu analisa filsafat.
Beberapa contoh permasalahan pendidikan yang memerlukan analisa filsafat dalam
memahami dan memecahkannya adalah:
1)

Apakah pendidikan bermanfaat atau berguna membina kepribadian manusia atau tidak?
Apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian ataukah faktor luar? Mengapa anak
yang potensi hereditasnya relatif baik, tanpa pendidikan dan lingkungan yang baik tidak
mencapai perkembangan kepribadian sebagaimana diharapkan?

2)

Apakah tujuan pendidikan itu sesungguhnya? Apakah pendidikan berguna bagi individu
sebdiri atau untuk kepentingan sosial; apakah pendidikan itu dipusatkan pada pembinaan
manusia pribadi atau masyarakat?

3) Apakah hakikat masyarakat itu dan bagaimanakah kedudukan individu di dalam masyarakat?
4)

Untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal, apakah pendidikan yang diutamakan, yang
relevan dengan pembinaan

kepribadian sehingga cakap memangku suatu jabatan di

masyarakat?
5)

Bagaimana asas penyelengaraan pendidikan yang baik, sentralisasi, desentralisasi atau


otonomi?
Masalah-masalah tersebut hanyalah sebagian dapi problematika pendidikan, yang
dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan sistematis.
Dalam memecahkan masalah tersebut, analisa filsafat menggunakan berbagai macam
pendekatan yang sesuai dengan permasalahannya. Di antaranya pendekatan yang digunakan
antara lain:

1) Pendekatan secara spekulatif


Pendekatan

ini

disebut

juga

pendekatan

reflektif,

yang

berrati

memikirkan,

mempertimbangkan, juga membayangkan dan menggambarkan. Dengan teknik pendekatan


ini, dimaksudkan adalam memikirkan, mempertimbangkan, dan menggambarkan tentang
sesuatu obyek untuk mencari hakikat yang sebenarnya. Masalah pendidikan memang
berhubungan dengan hal-hal yang harus diketahui hakikatnya, seperti apakah hakikat

mendidik dan pendidikan, hakikat manusia, hakikat manusia, masyarakat, kepribadian,


kurikulum, kedewasaan, dan sebagainya.
2) Pendekatan normatif
Yaitu nilai atau aturan dan ketentuan yang berlaku dan dijunjung tinggi dalam hidup dan
kehidupan, juga merupakan masalah kependidikan. Dengan pendekatan ini, diharapkan untuk
berusaha memahami nilai-nilai norma yang berlaku dalam hidup dan kehidupan manusia
dalam proses kehidupan, serta bagaimana hubungan nilai dan norma tersebut dengan
pendidikan. Sehingga dapat dirumuskan petunjuk-petunjuk ke arah mana usaha pendidikan
akan diarahkan.
3) Pendekatan analisa konsep
Artinya, pengertian, atau tangkapan seseorang terhadap suatu obyek. Setiap orang memiliki
pengertian atau penangkapan yang berbeda-beda mengenai suatu hal yang sama. Dengan
pendekatan ini, diharapkan untuk memahami konsep dari para ahli pendidikan tentang
bagaimana masalah yang berhubungan dengan pendidikan.
4) Analisa ilmiah
Sasaran pendekatan ini adalah masalah-masalah kependidikan yang aktual, yang menjadi
problema di masa kini. Dengan menggunakan metode-metode ilmiah, dapat didiskripsikan
dan kemudian dipahami permasalah-permasalahan yang hidup dalam masyarakat dan dalam
proses pendidikan serta aktivitas yang berhubungan dengan pendidikan.
Selanjutnya, menurut Harry Schofield, sebagaimana dikemukakan oleh Imam
Bernadib dalam bukunya Filsafat Pendidikan, menekankan bahwa analisa filsafat terhadap
masalah-masalah pendidikan digunakan dua macam pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan filsafat historis
Yaitu dengan cara mengadakan deteksi dari pertanyaan-pertanyaan filosofis yang diajukan,
mana-mana yang telah mendapat jawaban dari para ahli filsafat sepanjang sejarah. Dari
jawaban-jawaban yang ada, dapat dipilih jawaban mana yang sekiranya sesuai dan
dibutuhkan.
2) Pendekatan filsafat kritis
Yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis dan diusahakan jawabannya
secara filosofis pula. Analisa dalam pendekatan filsafat kritis adalah:
1) Analisa bahasa (linguistik)
Analisa bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapatpendapat mengenai makna yang dimilikinya.

2) Analisa konsep
Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa mengenai istilah-istilah (kata-kata) yang
mewakili gagasan.

BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dalam kajian filsafat terutama dalam kajian filsafat pendidikan kita sebagai calon guru
dihadapkan pada problem-problem yang bersangkutan dengan kepribadian kita sebagai calon
guru baik dalam mengambil sikap untuk membimbing peserta didik untuk berperilaku yang
sesuai dengan yang diharapkan.
Selain itu kita sebagai calon guru juga dihadapkan pada berbagai pandangan mengenai
filsafat. Dimana kita sebagai calon guru haruslah mempunyai filsafat hidup yang nantinya
dapat membimbing pandangan hidup menjadi lebih mantap.
Tidak terlepas dari itu semua kita dalam kehidupan selalu dihadapkan pada problemproblem yang menuntut kita untuk mamapu memberikan solusi pada setiap problema yang
ada. Termasuk problema dalam bidang pendididkan berkaitan dengan peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai